Pemanfaatan Blotong Tebu Untuk Mengurangi Pemakaian Semen Pada Pembuatan Batako

TINJAUAN PUSTAKA
Tebu
Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan subtropika sampai batas garis
isoterm 20oC yaitu antara 19oLU – 35oLS. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman
tebuadalah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah, selain itu akar
tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah sehingga
pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik dengan
kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan
unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada
musim kemarau tidak terganggu (Indrawanto, dkk, 2010).
Adapun sistematika tanaman tebu adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi


: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Family


: Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: Saccharum

Spesies

: Saccharum offinarum L.

(Dinas Pertanian,2010).

5
Universitas Sumatera Utara

6

Tebu termasuk tanaman perdu, sering pula digolongkan ke dalam bangsa
rumput. Batang tebu berdiri lurus, terdiri atas ruas ruas yang dibatasi dengan
buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Besar batang tebu antara 3

sampai 4 cm diukur dari garis tengah. Tinggi batang tebu 2 sampai 5 meter dan
tidak bercabang. Mata tunas bawah yang ada di dalam tanah tumbuh keluar
membentuk rumpun. Akar tebu termasuk akar serabut tidak panjang, buah tebu
seperti padi-padian bijinya hanya satu lembaga, besarnya sepertiga dari panjang
biji.Jenis tebu itu ada dua macam, yaitu saccharum offinarum dan saccnarum
spontaneum.Namun ahli-ahli pertanian telah berusaha mengawinkan kedua jenis
itu dan hasilnya cukup baik (Munir, 1983).
Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya (99%) tersusun
atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Dari sejumlah itu,
kira-kira diantaranya dalam bentuk air (H2O), dan 25% sisanya dalam bentuk
bahan kering. Analisa dari bahan tebu siap-giling (millable stalks) menunjukkan
bahwa kandungan bahan bukan C-H-O tersebut terdiri atas silika (± 40%), kalium
(±22%), fosfat (± 7%), kalsium (± 6%), oksida besi, alumina, dan belerang
(masing-masing ± 4–5%), sedang sisanya terdiri atas natrium, magnesium,
mangan, khlor, dan sebagainya (Adikoesoemo dan Baktir, 2005).
Pada penggilingan batang tebu menjadi gula menghasilkan beberapa
limbah padat diantaranya bagas dan blotong. Bagas atau ampas tebu merupakan
sisa penggilingan dan pemerahan tebu berupa serpihan lembut serabut batang tebu
yang diperoleh dalam jumlah besar. Rendemen bagas mencapai sekitar 30-40%
dari


jumlah

bobot

tebu

yang

masuk

ke

penggilingan.

Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

7


blotongdihasilkan dari proses pemurnian nira dengan jumlah sekitar 3,8% dari
bobot tebu (Ismayana, 2012).
Blotong
Pada pemprosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping,
antara lain ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan
digunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan
dari nira kotor yang ditapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes merupakan
sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi
berulangkali sehingga tidak mungkin lagi menghasilkan kristal. Blotong dari PG
Sulfitasi rata-rata berkadar air 67% dan kadar pol 3% (Sinaga dan Susanto, 2010).
Blotong (filter press mud) merupakan limbah yang bermasalah bagi pabrik
gula dan masyarakat karena blotong yang basah menimbulkan bau busuk. Oleh
karena itu, apabila blotong dapat dimanfaatkan akan mengurangi pencemaran
lingkungan. Secara umum bentuk dari blotong berupa serpihan serat-serat tebu
yang mempunyai komposisi humus, N-total,C/N, PI05, KIO, CaO dan MgO,
cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik (Sinaga dan Susanto, 2010).
Tabel 1.Komposisi Kimia Blotong Kering
Unsur
Nitrogen (N)

Posphat (P)
Kalium (K)
Kalsium (Ca)
Sulfat (SO3)
Ampas tebu (bagasse)
Kalor bakar

Kadar Kandungan
1,4 %
3,03 %
0,7 %
16,2 %
6,42 %
64,00 %
3,319 kkal / kg

Blotong adalah limbah pabrik gula yang bersifat padat dan hangat.
Blotong belum dimanfaatkan secara maksimal, ini terbukti pada pabrik gula hanya
dibuang dan penduduk dipersilahkan mengambil secara bebas. Masyarakat


Universitas Sumatera Utara

8

memanfaatkan blotong sebagai bahan timbunan atau pemanfaatan blotong untuk
urug tanah dan pupuk tanaman. Blotong mempunyai sifat padat, berserat dan
mengandung sedikit tetes tebu. Tetes tebu ini yang mengakibatkan blotong
bersifat lekat sehingga dapat diasumsikan blotong mampu sebagai bahan tambah
batu bata (Marwayudhi, 2013).
Batako
Batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang
pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran
pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan bahan lain
sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut (additive). Kemudian dicetak
melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran
tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui proses pembakaran serta
dalam pemeliharaannya ditempatkan dalam tempat yang lembab atau tidak
terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak
sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan
pasangan dinding (Lubis, 2010).

Batako ringan (aerated concrete) sering juga disebut batako berpori dibuat
dari campuran: semen, pasir dan sludge. Campuran batako kemudian dicetak dan
dikeringkan secara alami, dengan waktu pengeringan (agieng) selama: 7, 14, 21
dan 28 hari. Adapun karakteristik batako yang diukur meliputi: densitas,
penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara, dan analisa
mikrostrukturnya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope(SEM)
(Sihombing, 2009).

Universitas Sumatera Utara

9

Batako yang selama ini kita kenal adalah jenis batako yang terbuat dari
bahanPortland Cement(PC) yang lebih dikenal dengan semen dan bahan pengisi
berupa agregat halus (pasir) dan air. Dimensi batako pada umumnya adalah
panjang 35 cm, lebar 15 cm, dan tebal 10 cm. Campuran ini mempunyai beberapa
komposisi tergantung dari mutu berapa yang diinginkan. Semakin banyak
kandungan semen, maka mutu akan semakin baik (Marsudi, 2010).
Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam menggunakan batako sebagai
bahan pengganti batu bata. Diantara keuntungan yang diperoleh adalah :

1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dengan
menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu
pengurangan.
2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.
3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih
hemat.
4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara.
5. Apabila pengerjaan rapi, tidak perlu diplester.
6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan
potongan.
7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:
1. Karena proses pengerasannya butuh waktu yang cukup lama (± 3minggu),
maka butuh waktu lama untuk membuatnya sebelum memakainya
2. Bila diinginkan lebih cepat membantu/mengeras perlu ditambah dengan
semen, sehingga menambah biaya pembuatan.

Universitas Sumatera Utara

10


3. Mengingat ukurannya yang besar dan proses pengerasannya cukup lama
mengakibatkanpada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.
(Lubis, 2010).
Semen
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan
sebagai bahan pengikat (bonding material) yang dipakai bersama batu
kerikil,pasir dan air. Semen akan mengikat butir-butir agregat halus (halus dan
kasar) setelah diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang
padat. Semen yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai kualitas
yang

sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaan

dilakukan terhadap yang masih berupa bentuk kering, pasta semen yang telah
keras dan beton dibuat darinya.
Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu
sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin baik kesegaran semen.
Dalam keadaan normal kehilangan berat sekitar 2% dan maksimum kehilangan
yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya kelembaban dan

karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap
(Lubis, 2010).
Tabel 2. Presentase komposisi semen portland
Komposisi dalam Persen (%)
Tipe
Ca3 Ca2 Ca3Al2 4CaO.Al2O3. CaSO4
O6
Fe2O3
SiO5 SiO4
Semen Penggunaan
49
25
12
8
2,9
Umum
Semen pengeras
46
29
6
12
2,8
pada panas sedang
Semen berkekuatan
56
15
12
8
3,9
tinggi awal
Semen panas rendah
30
46
5
13
2,9
Semen tahan sulfat
43
36
4
12
2,7

CaO

MgO

0,8

2,4

0,6

3

1,4

2,6

0,3
0,4

2,7
1,6

Universitas Sumatera Utara

11

Pasir
Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk
membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut,
keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran
semen lainnya. Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu baik
yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan
garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai
susunan butir (gradasi) yang baik (Lubis, 2010).
Tabel 3. Komposisi pasir
Komponen penyusun
SiO3
Al2O3
Debu

Presentase (%)
96
3
1

Air
Air yang digunakan sebagai bahan campuran bahan bangunan, harus
berupa

air

bersih

dan

tidak

mengandung

bahan-bahan

yang

dapat

menurunkankualitas beton. Persyaratan air yang digunakan sebagai campuran
bahan bangunan adalah sebagai berikut:
a) Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain
yang dapat merusak daripada beton.
b) Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium
Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang
dipersyaratkan.

Universitas Sumatera Utara

12

c) Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran
berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
(Lubis, 2010).
Karakteristik Batako
Ukuran dan jenis batako/bata cetak bermacam-macam sesuai dengan
kebutuhan. Ukuran batako yang standar adalah:
(1) Type A
Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlubang untuk tembok/dinding pemikul beban
dengan tebal 20 cm.
(2) Type B
Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlubang untuk tembok/dinding tebal 20 cm
sebagai penutup atap pada sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.
(3) Type C
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3berlubang, digunakan sebagai dinding pengisi dengan
tebal 20 cm.
(4) Type D
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 berlubang, digunakan sebagai dinding
pengisi/pemisah dengan tebal 20 cm.
(5) Type E
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 tidak berlubang untuk tembok-tembok setebal 10
cm, juga dipergunakan sebagai dinding pengisi atau pemikul sebagai
hubungan sudut-sudut dan pertemuan.

Universitas Sumatera Utara

13

(6) Type F
Ukuran 8 x 20 x 40 cm3 tidak berlubang, digunakan sebagai dinding pengisi
dengan tebal 20 cm.
(Lubis, 2010).
Persyaratan batako menurut PUBI (1982) pada pasal 6 antara lain:
- Permukaan batako harus mulus
- Kadar air 25-35% dari berat
- Memiliki kuat tekan antar 2-7 N/mm2
- Sisi-sisi batako harus tegak lurus satu dengan yang lainnya dan tidak mudah
direpihkan dengan tangan.
(Damaris,dkk, 2011).
Tabel 4. Syarat fisis batako mengacu SK. SNI 03-0349-1989
Tingkat mutu bata
beton Pejal
No
Syarat fisis
Satuan
I
II
III IV
Kuat tekan bruto kg/cm2 100 70 40 25
1
rata-rata min
2 Kuat tekan bruto kg/cm2 90
65 35 21
masing-masing
benda uji min.
3
Penyerapan air
%
25
35
rata-rata, maks.

Tingkat mutu bata beton
berlubang
I
II
III
IV
70
50
35
20
65

45

30

17

25

35

-

-

Pengujian Batako
Uji Tekan Batako
Kuat tekan batako adalah kekuatan yang dihasilkan dari pengujian tekan
oleh mesin uji tekan yang merupakan beban tekan keseluruhan pada waktu benda
uji pecah dibagi dengan ukuran luas nominal batako atau besarnya beban
persatuan luas. Sifat agregat yang paling berpengaruh pada terhadap kekuatan
beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Jumlah semen

Universitas Sumatera Utara

14

dapat menentukan kuat tekan dari batako, tetapi banyaknya jumlah semen yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kuat tekan batako harus diperhatikan nilai
faktor air semen yang dihasilkan oleh adukan beton tersebut (Lubis, 2010).
Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material
dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure).
Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakanUniversal Testing
Machine adalah sebagai berikut:
F=

P
A

………………………………(2)

Dimana :
F

= Beban maksimum (N).

A

= Luas bidang permukaan (m2) = 4π(d)2

d

= diameter silinder (m).

(Hutasoit, 2010).
Tabel 5. Persyaratan kuat tekan batako
Mutu
I
II
III
IV

Kuat tekan minimum (MPa)
9,7
6,7
3,7
2

Absorbsi
Dalam pengujian penyerapan air, dipakai 3 (tiga) buah benda uji setiap
variasi percobaan dalam keadaan utuh dengan peralatan sebagai berikut (SNI 032113-2000):
a. Timbangan dengan ketelitian sampai 0,5% dari berat contoh uji.
b. Dapur pengering yang dapat mencapai suhu 105 ± 5° C.

Universitas Sumatera Utara

15

Benda uji seutuhnya direndam dalam air bersih yang bersuhu ruangan
selama 24 jam. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya
dibiarkan meniris kurang lebih 1 menit, lalu permukaan benda uji diseka dengan
kain lembab, agar air yang berlebihan yang masih melekat dibidang permukaan
benda uji terserap kain lembab itu. Benda uji kemudian ditimbang (A). Setelah itu
benda uji dikeringkan di dalam dapur pengering suhu pada 105 ± 5 °C sampai
beratnya pada 2 kali penimbangan tidak berbeda lebih dari 0,2% dari
penimbangan yang terdahulu (B). Selisih penimbangan dalam keadaan basah (A)
dan dalam keadaan kering (B) adalah jumlah penyerapan air, dan harus dihitung
berdasarkan prosen benda uji kering (Lubis, 2010).
Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Simbolon, 2008):
WA =

�� −��
��

x 100%

…………………......(3)

Dimana:
WA = Water Absorption (%)

�� = massa benda dalam kondisi kering (kilogram)

�� = massa benda dalam kondisi saturasi/jenuh (kilogram).

Universitas Sumatera Utara