PERAN KH MOHAMMAD NIZAM AS-SHOFA DALAM MENDIRIKAN DAN MENGEMBANGKAN YAYASAN PONDOK PESANTREN AHLUS-SHOFA WAL-WAFA SIMOKETAWANG WONOAYU SIDOARJO TAHUN 2002-2015.

(1)

PERAN KH MOHAMMAD NIZAM AS-SHOFA DALAM MENDIRIKAN DAN MENGEMBANGKAN YAYASAN PONDOK PESANTREN

AHLUS-SHOFA WAL-WAFA SIMOKETAWANG WONOAYU SIDOARJO TAHUN 2002-2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh : Ainun Lathifah

A0.22.12.037

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian yang berjudul “Peran KH. Mohammad Nizam As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangkan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo tahun 2002-2015”, adapun permasalahan yang akan di bahas adalah 1. Bagaimana biografi KH. Mohammad Nizam As-Shofa? 2. Bagaimana perkembangan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa tahun 2002-2015? 3. Bagaimana dampak positif dari pembangunan yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa?.

Untuk menjawab permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah (historis), yaitu suatu langkah merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengkritik dan menafsirkan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelusuran dokumen terkait, baik yang beliau tulis sendiri maupun oleh orang lain. Data tersebut diklarifikasi dan diperkuat dengan observasi dan wawancara. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif naratif. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas serta teori kepemimpinan kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1). KH. Nizam As-Shofa lahir di Sidoarjo pada tanggal 23 Oktober 1973 dari pasangan KH syaiful Huda dan Hj Siti Maryam. KH Nizam merupakan pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, ia juga pembimbing thariqoh Naqsabandiyah Chalidiyah. Nizam adalah kiai yang rendah hati dan berwibawa. (2). Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa diharapkan dengan adanya Jenis-jenis keterampilan yang diterapkan, termasuk kegiatan yang dilakukan untuk membantu para santrinya sebagai bekal kehidupannya kelak karena para santrinya tergolong dari keluarga yang kurang mampu ataupun dari kalangan yatim piatu, anak-anak jalanan dan terlantar. (3). Sejak adanya pesantren masyarakat disana saling bergotong royong saling membantu para santri yang membutuhkan petolongan dan warga yang tidak terlalu paham dengan agama islam adanya pesantren mereka lebih memahami ajaran islam dan perekonomian warga lebih meningkat lagi.


(7)

ABSTRACT

This thesis is the result of a study entitled "The Role of KH. Mohammad Nizam As-Shofa in establishing and developing Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo years 2002-2015 ", As for the issues to be discussed are 1. How biography KH. Mohammad Nizam As-Shofa? 2. How is the development Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa years 2002-2015? 3. How does the positive impact of the construction of the foundation Boarding School Ahlus-Shofa Wal-Wafa?.

Referring to three concerns on above paragraph, this research is applying the method of historical research. It is a sistematic and objective way to reconstruct, collect, criticize and conjugate the pass event in the purpose of proving the facts which is ended by a strong conclussion. The data resources are taken from related documents such as the books from the founder and other books related with. The facts found from those data were observed by the author through the data comparation and interview, which is continued to analyze by using the method of narrative-descriptive. All the process that is done is based on the Theory of Role from Biddle and Thomas, also the Theory of Charismatic-leadership by Max Weber.

The results of this study can be concluded that (1). KH. As Nizam-Shofa born in Sidoarjo on 23 October 1973 from the couple K.H syaiful Huda Hj Siti Maryam. KH Nizam is a nanny and founder of Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, she also mentors thariqoh Naqsabandiyah Chalidiyah. Nizam are scholars who are humble and dignified. (2). Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa is expected with the types of skills that are applied, including activities carried out to help his students as stock later life for his students belong from poor families or from among orphans, street children and abandoned. (3). Since the pesantren community there worked together to mutually help each of the students who need petolongan and citizens who are not too familiar with their religion Islam pesantren them better understand the teachings of Islam and the people's economy improved further.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

TRANSLITRASI ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Kegunaan Penelitian ... 7

E.Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 14

G.Metode Penelitian ... 15

H.Sistimatika Pembahasan ... 20

BAB II BIOGRAFI KH. MOHAMMAD NIZAM AS-SHOFA A.Biografi KH. Mohammad Nizam As-Shofa ... 21

B.Kehidupan keluarga KH. Nizam As-Shofa ... 24


(9)

BAB III PERKEMBANGAN YAYASAN PONDOK PESANTREN AHLUS-SHOFA WAL-WAFA

A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pondok pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa ... 37 B. Perkembangan yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa

tahun 2002-2015 ... 41 C. Aktivitas dan Kegiatan Santri Yayasan Pondok Pesantren Ahlu-Shofa

Wal-Wafa ... 49 D. Visi dan Misi Yayasan Pondok Pesantren Alus-Shofa Wal-Wafa

... 53 E. Pengaruh KH. Nizam As-Shofa terhadap Yayasan Pondok Pesantren

Ahlus-Shofa Wal-Wafa ... 55 BAB IV DAMPAK POSITIF DARI PEMBANGUNAN YAYASAN

PONDOK PESANTREN AHLUS-SHOFA WAL-WAFA

A. Bidang Keagamaan ... 58 B. Bidang Sosial Kemasyarakatan ... 60 C. Bidang Prekonomian Bagi Masyarakat ... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 63 B.Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pondok pesantren merupakan pendidikan khas Indonesia yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya hingga sekarang. Pada awal berdirinya pondok pesantren masih sangat sederhana. Kegiatannya pun masih diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri yang kemudian di bangun pondok-pondok sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perkembangannya pesantren paling tidak mempunyai tiga peran utama, yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam, lembaga dakwah dan sebagai lembaga pengembangan masyarakat. Pada tahap berikutnya, Pondok pesantren menjelma sebagai lembaga sosial yang memberikan warna khas bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. Peranannya pun berubah menjadi agen pembaharuan (Agen Of Change) dan agen pembangunan masyarakat. Sekalipun perubahan demikian, apapun usaha yang dilakukan pondok pesantren tetap saja yang menjadi khittoh berdirinya dan tujuan utamanya, yaitu tafaqquh fid-din. Secara eksistensi Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan lembaga sosial, tumbuh dan berkembang di daerah pedesaan dan di perkotaan.1

1Badri dan Munawiroh, Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007), 3.


(11)

2

Secara esensial pesantren merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para muridnya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai. Asrama untuk para murid tersebut berada dalam komplek pesantren dimana kiai bertempat tinggal dalam lingkungan pesantren tersebut. Disamping itu juga terdapat terdapat fasilitas ibadah berupa masjid di dalamnya. Meskipun bentuk pesantren pada awalnya masih sangat sederhana, namun pada saat itu pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur.2 Adapun unsur-unsur dasar yang

terdapat dalam pondok pesantren adalah kiai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning.3

Membicarakan tentang pondok pesantren, maka kita harus mengingat bahwasanya lembaga pendidikan di Indonesia pertama kali yang dikenal adalah pondok pesantren. Lembaga pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai budaya Indonesia yang indigenious. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan masuk sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman di daerah jawa sekitar abad ke-16.4 Beberapa abad kemudian

penyelenggaraan pendidikan ini semakin berkembang dengan munculnya

2M Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 1.

3Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES,

1982), 44.


(12)

3

tempat-tempat pengajian (nggon ngaji). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap atau disebut dengan pemondokan bagi para bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut “pesantren”.5 Sebuah komunitas pondok pesantren minimal ada kyai (tuan

guru, buya, ajengan, abu), masjid, asrama (pondok) pengajian kitab kuning atau naskah salaf tentang ilmu-ilmu agama Islam.6

Keberadaan Pesantren yang tetap bertahan di tengah arus modernisasi yang sangat kuat saat ini, menunjukkan bahwa pondok pesantren memiliki nilai-nilai luhur dan bersifat membumi serta memiliki fleksibilitas yang tinggi seperti sopan santun, penghargaan dan penghormatan terhadap guru atau kiai dan keluarganya, penghargaan terhadap keilmuan seseorang, penghargaan terhadap hasil karya ulama-ulama terdahulu yang tetap di pegang teguh oleh sebagian masyarakat kita.

Pesantren juga mengajarkan nilai-nilai luhur yang bisa menjadi bekal di hari nanti dalam kehidupan bermasyarakat. Kemandirian, moralitas, keuletan, kesabaran dan kesedrhanaan merupakan sifat-sifat yang menjadikan pesantren berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar sana pada umumnya. Kurikulum pendidikan yang “ekslusif” menjadikan alumni-alumni lembaga pendidikan pada umumnya.

Kontirbusi pesantren sangat besar dalam membangun moralitas bangsa, dari masyaralat Indonesia yang sebagian besar masih sangat

5M. Shulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 1. 6Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Departemen Agama,


(13)

4

percaya terhadap praktek-praktek perdukunan, menganut animisme, polytheisme, atau dinamisme kemudian menjadi masyarakat yang rasional, berbudi pekerti luhur yang bersandar pada nilai-nilai tauhid.

Salah satu satu yang menarik dari Pesantren adalah masing-masing pesantren memiliki keunikan tersendiri. Peranan tradisi dalam masyarakat sekitarnya menjadikan pesantren sebagai lembaga yang penting untuk diteliti. Keunikan tersebut ditandai dengan banyaknya variasi antara pesantren yang satu dengan yang lainnya walaupun dalam beberapa hal dapat ditemukan kesamaan-kesamaan umumya. Variasi tersebut dapat dilihat pada variable-variabel struktural seperti pengurus pesantren, dewan kyai, dewan guru, kurikulum pelajaran, kelompok santri dan sebagainya. Jika dibandingkan yang satu dengan yang lain dan aliran yang satu dengan lainnya, akan diperoleh tipologi dan variasi yang ada dari dunia pesantren.

Secara garis besar, lembaga-lembaga pesantren dewasa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:7

1. Pesantren Salaf yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem madrasah diterapkan untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran-pengajaran pengetahuan umum.

2. Pesantren Khalaf yang memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkannya, atau membuka


(14)

5

pendidikan formal seperti sekolah-sekolah umum dalam lingkungan pesantren.

Dari latar belakang di atas penulis ingin mengkaji tentang peran KH Muhammad Nizam As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangkan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo tahun 2002-2015. KH Muhammad Nizam merupakan Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa. Beliau tidak henti-hentinya menyebarkan ajaran tasawuf ke berbagai daerah, bahkan beliau memberikan pengajian kesejumlah negara. Beliau juga merupakan guru pembimbing tarekat Naqsabandiyah Chalidiyah. Beliau membuka pengajian tasawuf setiap hari rabo malam yang diikuti oleh ribuan jamaah putra-putri. Kitab yang dikaji adalah kitab Jami’ul Ushul Fil Auliya (Syaikh Ahmad Dhiya’uddin Musthofa Al-Kamisykhonawy) dan kitab Al-fathur Rabbani wal Faidlur Rahmany (Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani). Menurut beliau ajaran tasawuf merupakan bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohania agar selalu dekat dengan Allah. Bertasawuf bertujuan memperoleh hubungan secara sadar antara manusia dengan Tuhan-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya demgan mengikuti konsep-konsep yang ada dalam tasawuf.8

8Sulistyono,”Tasawuf Nafas Dakwah Gus Nizam,” (Sidoarjo: Yayasan Pondok Pesantren Alus-Shofa Wal-Wafa, 2015), 6.


(15)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana biografi KH Muhammad Nizam As-Shofa?

2. Bagaimana perkembanganYayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa dari tahun 2002-2015 Simoketawang Wonoayu Sidoarjo? 3. Bagaimana dampak positif bagi masyarakat dari pembangunan

Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Secara administratif penelitian ini bertujuan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dalam program strata satu (S-1) pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.Berdasarkan permasalahan di atas, adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui biografi Muhammad Nizam As-Shofa

2. Untuk mengetahui perkembangan di Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu. Sidoarjo Jawa Timur

3. Untuk mengetahui dampak positif dari pembangunanYayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa?


(16)

7

D. Kegunaan Penelitian

Mengenai kegunaan penelitian tentang peran KH. Mohammad Nizam As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangankan Yayasan pondok pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu. Sidoarjo Jawa Timur. Sebagai berikut:

1. Agar dapat memberikan kontribusi dalam bidang ilmiah, baik dalam bidang pendidikan maupun bidang sosial.

2. Untuk menambah wawasan dan pengalaman baru yang nantinya dapat menjadikan sebagai acuan dalam meningkatkan proses belajar sesuai dengan disiplin ilmu agama.

3. Untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam program Strata Satu (S1) pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) di fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Untuk mempermudah penulis dalam memecahkan masalah, maka dibutuhkan pendekatan ilmu-ilmu sosial lainnya. Sebagaimana menurut Sartono Kartodirjo, penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya,


(17)

8

dimensi mana yang diperhatikan, dan unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya.9

Dalam penulisan skripsi ini pendekatan yang dipakai oleh penulis adalah pendekatan historis, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk merekonstruksikan kejadian masa lalu secara sistematis dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensistesiskan bukti-bukti untuk menegakkan dan memperoleh kesimpulan.10

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan. Pertama pendekatan historis, yang menjelaskan tentang perubhan Pesantren dan peran KH Muhammad Nizam As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangkan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Sofa Wal-Wafa dari tahun 2002-2015 Simoketawang Wonoayu Sidoarjo Jawa Timur.

Menurut para ahli untuk mempermudah seorang sejarawan dalam melakukan upaya pengkajian terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau maka dibutuhkan teori dan konsep dimana keduanya berfungsi sebagai alat analisis serta sintesis sejarah. Kerangka teoritis maupun konseptual itu sendiri berarti metodologi di dalam pengkajian sejarah, dan pokok pangkal metodologi sejarah adalah pendekatan yang dipergunakan.11 Selain itu

penulis juga menggunakan teori pendekatan sosial dan teori

9Sartono Kartodirjo,

Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), 4.

10Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: CV Rajawali, 1983), 16.

11Dudung Abdurrahman,

Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), 25.


(18)

9

kepemimpinan. Teori merupakan pedoman guna untuk mempermudah jalannya penelitian dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti dalam memecahkan masalah peneliti.12

Pertama adalah teori peran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Biddle dan Thomas yaitu sudut pandang dalam sosiologi yang menganggap sebagian besar aktivitas harian yang diperankan oleh kategori-kategori yang diterapkan secara sosial.13 Teori ini diterapkan

untuk peranan yang telah dilakukan oleh KH. Mohammad Nizam As-Shofa dalam mengembangkan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-As-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo, karena atas hasil pemikirannya terhadap perkembangan pesantren Ahlu-Shofa Wal-Wafa, kini Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa dapat berkembang dengan baik.

Penulis juga menggunakan teori kepemimpinan kharismatik, jenis kepemimpinan ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli sosiologi yakni Max Weber. Kepemimpinan kharismatik didefinisikan oleh Max Weber.14

Teori ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan KH. Nizam As-Shofa dalam mengembangkan dan sebagai pengasuh Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo.

12Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Tiknis Penelitian Skripsi (Jakarta:

Liberty, 1990),11.

13Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Derivasi, dan Implikasinya (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1994), 7.

14Anthony Giddens, Kapitalis medan Teori Sosial Modern: Suatu analisis karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber,terj. Soeheba Kramadibrata (Jakarta: UI Press, 1986), 215.


(19)

10

Sehingga dalam teori ini penulis menggunakan teori yang menonjolkan dalam menjelaskan teori kepemimpinan.

Kekarismaan seorang pemimpin terhadap para pengikut dapat dilihat dari kesucian, kepahlawanan, karakter khusus seorang individu, dan juga pola normatif yang telah disampaikan. Pemimpin kharismatik muncul pada waktu krisis atau keadaan yang sukar, termasuk jika ada masalah-masalah ekonomi, agama, ras, politik, sosial.

Teori ini bisa dipakai untuk menganalisis beberapa jenis pemimpin, termasuk pemimpin agama, spiritual dan politik. Dalam rangka untuk mengungkapkan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar menghasilkan penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya. Ia juga mengatakan bahwa:

Ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagian didalamnya.15 Yang dikenal dengan teori

tindakan. Dalam hal ini KH. Mohammad Nizam As-Shofa masuk dalam teori tindakan , karena dalam kesehariannya tingkahlaku dan kegiatannya selalu diamati oleh para santrinya maupun warga yang ada di sekitar

15Tom Campbell, Tujuh Teori Sosial Sketsa, Penilaian, dan Perbandingan, terj. F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius 1994), 199.


(20)

11

pesantren maka setiap tindak tanduknya akan dilihat dan di ikuti oleh santri maupun warga sekitar pesantren.

Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa ciri penting kependekatan (Kiai) adalah spesialis sekelompok orang tertentu dalam menjalankan kegiatan penyembahan yang bersifat terus-menerus, yang senantiasa terkait dengan norma-norma, tempat-tempat, dan saat-saat tertentu pula.16

Hal ini penulis menggunakannya untuk mengetahui KH Muhammad Nizam As-Shofa dalam Mendirikan dan Mengembangkan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, yang menjadi panutan kepada masyarakat. Menurut Weber ada tiga kepemimpinan yang dimiliki oleh para pemimpin agama, yaitu:

1. Tipe kepemimpinan kharismatik, bahwa kepatuhan diberikan kepada pemimpin yang diakui karena sifat-sifat keteladanan pribadi yang dimilikinya. Seperti bagaimana gaya kepemimpinan kiai Nizam As-Shofa dalam memimpin pesantren dan menjadi panutan bagi santri maupun masyarakan.

16Betty R. Scraft, Kajian Sosiolog Agama, ter. Machun Husein (Yogyakarta:TiaraWacana, 1995), 200.


(21)

12

2. Kepemimpinan tradisional, bahwa tugas mereka adalah mempertahankan aturan-aturan yang telah berlaku dalam Agama. Cara kepemimpinan ini adalah bagaimana kiai Nizam As-Shofa mempertahankan tradisiyang lama namun tidak meninggalkan syariat-syariat Islam yang sesuai dengan al-Quran dan Hadist.

3. Kepemimpinan rasional-legal bahwa kekuasaannya bersumber pada dan dibatasi oleh hukum. Gaya kepemimpinan ini yaitu kiai Mohammad Nizam harus tetap menggunakan hukum atau tatacara serta adat istiadadat yang sudah di sepakati warga maupun yang telah di tetapkan oleh negara tanpa melebihi batas-batas yang telah ditetapkan.

KH Muhammad Nizam As-Shofa merupakan pengasuh serta pendiri Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa. Beliau juga pembimbing tarekat Naqsabandiyah Chalidiyah.

Selain itu penelitian ini menggunakan teori perubahan sosial yang menjelaskan tentang biografi KH Muhammad Nizam As-Shofa serta perubahan yang terjadi dalam wilayah pesantren karena Gus Nizam merupakan pengasuh serta pendiri Yayasan Pondok Pesantren


(22)

13

Shofa Wal-Wafa untuk mengajarkan ahlak tasawuf agar lebih dapat mendekatkan diri pada Allah. Bentuk-bentuk perubahan antara lain adalah: 1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan yang terjadi secara cepat. Perubahan secara lambat adalah perubahan yang memelukan waktu lama dan terdapat suatu perubahan-perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Perubahan secara cepat adalah perubahan yang menyangkut sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakatdengan waktu yang relatif.

2. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan besar. Perubahan yang kecil pengaruhnya adalah perubahan-perubahan pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat, sedangkan perubahan yang besar pengaruhnya adalah perubahan yang membawa pengaruh besar bagi masyarakat.

3. Perubahan yang dikendaki atau perubahan yang di rencanakan dan perubahan yang tidak dikendaki atau perubahan yang tidak direncanakan.

Perubahan yang dikehendaki dan direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan terlebih dahulu oleh pihak yang hendak mengadakan sesuatu perubahan disebut agent of change yaitu


(23)

14

seseorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mengadakan perubahan. Sedangkan perubahan yang tidak di kehendaki dan tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan.

F. Penelitian Terdahulu

Sesuai dengan data yang terdapat dalam perpustakaan melalui penelusuran data yang telah penulis lakukan, belum ada penelitian skripsi yang membahas tentang obyek penelitian kali ini. Berikut beberapa penelitian yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas:

1. Dalam pemilihan judul “Syi’ir Tanpo Waton” (kajian semiotik). Skripsi tersebut membahas tentang Syi’ir Tanpo Waton yang berkembang di masyarakat Jawa yang di tulis Gus Nizam pada tahun 2007. Bahasa yang di gunakan adalah bahasa jawa dan bahasa arab, skripsi ini ditulis oleh Niken Derek Saputri, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negri Semarang, 2013. Karya tersebut mempunyai kesamaan dal penyampain Dakwa melalui Syi’ir Tanpo Waton.

2. Dalam pemilihan judul: nilai-nilai pendidikan Islam dalam syair lagu “Syi’ir Tanpo Waton” karya KH Muhammad Nizam As-Shofa. Penulis menemukan kesamaan yang berupa karya tulis skripsi, tentang metode


(24)

15

pendidikan Islam terkandung dalam Syi’ir Tanpo Waton karanggan KH Muhammad Nizam As-Shofa, skripsi ini ditulis oleh Muhammad Hijrah Tanjung, Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Sunan Kalijaga Yogyakarta, 3013. Karya tersebut mempunyai kesamaan dalam metode membelajalaran menggunakan Syi’ir Tanpo Waton.

G. Metode penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah, metode tersebut dibagi menjadi empat tahap yakni: heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Kata heuristik berasal dari bahasa Yunani heuriskein yang artinya memperoleh. Heuristik adalah suatu teknik, seni dan ilmu. Bisa juga dikatakan pengumpulan sumber adalah suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Karena sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara, maka sumber dalam penelitian ini berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen adalah dengan wawancara, observasi, dokumentasi.17


(25)

16

Didalam heuristik ini terdapat cara pengumpulan data yang juga berupa wawancara.18 Sampel yang diperoleh dari wawancara kepada

koresponden secara langsung. Kelebihan yang didapat lebih bersifat personal, mendapatkan hasil yang lebih mendalam dengan jawaban yang bebas, proses dapat bersifat fleksibel dengan menyesuaikan situasi dan kondisi lapangan yang ada.19

Selain wawancara juga terdapat cara pengumpulan lain, yaitu mengumpulkan data.

Data adalah catatan atas kumpulan fakta dalam keilmuan (ilmiah), fakta dikumpulan untuk menjadi data kemudian di olah sehingga dapat di utarakan secara jelas dan tepat sehingga dapat dimengerti oleh orang lain yang tidak langsung mengalaminya sendiri atau yang disering disebut dengan deskripsi.

Adapun pada penelitian ini, sumber yang digunakan di bagi menjadi dua kategori yaitu:

a. Sumber Primer

Penelitian menggunakan sumber data utama yang diperoleh melalui informan. Penelitian ini bersifat catatan buku, surat kabar, majalah, piagam pendirian pesantren, dan bangunan Fisik Pondok Pesantren. Ada pula Sumber lisan. Sumber ini diperoleh dari hasil wawancara dengan:

18G. J. Renier. Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 113.


(26)

17

1. Wawancara KH. Mohammad Nizam As-Shofa selaku pemimpin dan pengurus Yayasan Ahlus-Shofa Wal-Wafa.

2. Wawancara Nyai Zuhdiyah Nurainia selaku istri dari Kh. Mohammad Nizam as-Shofa.

3. Wawancara Hj. Siti Maryam selaku ibu dari KH. Mohammad Nizam as-Shofa.

4. Wawancara Abdul Wahab selaku wkil pengurus Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-shofa Wal-Wafa. 5. Wawancara Saadah selaku ketua santri putri Yayasan

Pondok Pesantren ahlus shofa Wal Wafa.

6. Wawancara Ustadz Abdul juari selaku tenaga pengajar di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa. b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder sebagai penguat data yang dapat memberikan informasi pendukung dalam menguraikan fakta-fakta yang dapat memperjelas data primer. Sumber sekunder tersebut berupa menggunakan buku-buku yang relevan dengan permasalahan penulis ini.

2. Kritik Sumber

Kritik Sumber adalah suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yag diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber-sumber yang diperoleh itu kredibel atau tidak, dan apakah sumber itu autentik


(27)

18

atau tidak. Didalam ini juga terdapat kritik intern dan kritik ekstern

yaitu:

a. Kritik Intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.

b. Kritik Ekstern merupakan proses untuk melihat apakah sumber yang di dapatkan otentik atau asli.20 Sumber yang

diperoleh penulis merupakan relevan, karena penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari tokoh yang sedang di teliti melalui wawancara.

Pada langkah ini, penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik sumber primer yang berupa majalah, surat kabar serta wawancara dengan KH Muhommad Nizam. KH Muhommad Nizam As-Shofa dan sumber sekundernya wawancara kepada masyarakat yang mengikuti pengajian tasawuf setiap hari rabu malam melalui kritik ekstern dan kritik intern untuk mendapatkan keaslian dan keabsahan dari sumber-sumber yang telah didapat. Adapun kritik sumber yang didapakan dari hasil wawancara dari warga yang mengakatakan bawasannya dengan adanya pesantren anak-anak jalanan maupun anak yatim piatu yang ada


(28)

19

sekitar daerah simiketawang mapun luar daerah dapat melanjutkan sekolahnya dan kehidupannya telah dipenuhi oleh pesantren.

3. Interpretasi (penafsiran)

Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan interpretasi yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif rasional tidak boleh subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.

Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis menggunakan teori kepemimpinan kharismatik, Selain itu penelitian ini menggunakan teori perubahan sosial yang menjelaskan tentang biografi KH Mohammad Nizam As-Shofa Dalam mendirikan dan mengembangkan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa yang bernafaskan tasawuf dan menyadarkan masyarakat agar dapat menjernikan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi, maka kedamaian akan tercipta di dunia bila umat Islam menjalankan ajaran-ajaran tasawuf


(29)

20

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarahwan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Dalam hal ini, setelah penulis melewati tahapan-tahapan yang telah dikemukakan di atas, untuk selanjutnya penulis melakukan pemaparan atau pelaporan sebagai hasil penelitian sejarah yang membahas tentang Peranan KH Mohammad Nizam As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangkan Yayasan pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal- Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo tahun 2002-2015.

5. Pemilihan Topik

Topik yang penulis ambil adalah biografi. Ketertarikan memilih tema ini terhadap Peranan KH Mohammad Nizam As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangkan Yayasan pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal- Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo tahun 2002-2015.

H. Sistematika bahasan

Untuk mempermudah dalam memahami penelitian ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika bahasan, daftar pustaka.


(30)

21

Bab kedua menjelaskan tentang Siapa KH Muhammad Nizam As-Shofa dari latar belakang kehidupan keluarga, pendidikan dan karir.

Bab ketiga menjelaskan keadaan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Sofa Wal-Wafa tahun 2002-2015 yang terdiri dari: sejarah Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, perkembangan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa 2002-2015.

Bab keempat menjelaskan dampak positif dari pembangunan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa. Yang terdiri dari: dampak sosial keagamaan, dampak sosial masyarakat, dampak perekonomian masyarakat.

Bab kelima penutup, meliputi: Kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.


(31)

22

BAB II

BIOGRAFI KH MOHAMMAD NIZAM AS-SHOFA

A. Biografi KH. Mohammad Nizam As-Shofa

KH. Mohammad Nizam As-Shofa dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 23 Oktober 1973. Ia merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara. KH. Mohammad Nizam As-shofa merupakan putra dari KH. Ahmad Saiful Huda dan Nyai Hj. Siti Maryam. KH. Mohammad Nizam As-Shofa adalah cucu dari guru mursyid tarekat (almarhum) Hadhratus as-Syaikh al-Mukarram KH. Sahlan Thalib, Krian, Sidoarjo. KH. Sahlan merupakan Ayahanda dari Nyai Hj. Siti Maryam dan seorang guru mursyid yang telah membimbing beberapa orang wali seperti Almaghfirullah Mbah ‘ud Pagerwojo, Sidoarjo dan juga Almaghfirullah KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam (Pengasuh Ponpes Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah Turen, Malang.1

Menurut Nyai Hj. Siti Maryam sewaktu mengandung Nizam ia selalu melakukan puasa atau Tirakat karena ia telah merasakan bawasanya Nizam kelak akan menjadi seorang yang alim dan berguna bagi masyarakat banyak. Yang berguna karena prilakunya yang sesuai dengan tuntunan agama serta seorang pendakwa yang menjunjung tinggi agama Islam. Menurut Nyai Hj. Siti Maryam selama mengandung walapun Hj


(32)

23

Nyai Hj Siti Maryam dalam keadaan puasa ia pun merasakan ketenangan dan ia tidak merasakan sakit. Ketika Nizam berada dalam Kandungan kedua orang tuanya kerap bermimpi hal-hal yang berkaitan dengan religi. Dan terus berlanjut hingga Nizam beranjak Dewasa.

Dan ayahandanya pun yakin bawasanya Nizamlah yang akan menjadi penerusnya dalam berdakwa. Terutama menjadi penerusnya dalam berdakwa. Terutama dalm bidang tasawuf. Karena menurut Nizam sendiri ajaran tasawuf yang selalu menjadi pemikirannya atau yang membayangi hidupnya sedari kecil. Maka tidak salah proses tasawuf sudah melekat dalam dirinya sejak dalam kandungan.

Saat ini KH. Mohammad Nizam As-Shofa tinggal di Dusun Jarakan RT.03 Rw.01 Simoketawang Wonoayu Sidoarjo. Nizam, begitu dia dipanggil. Pada masa kecil KH. Mohammad Nizam As-Shofa bawasannnya ketika pagi hari ia sekolah di MI Bahrul ulum tepatnya di krian dan sore harinya ia Diniyah. Setelah lulus ia melanjutkan Mondok di Kiai Iskandar Umar Abdul Latif di Pesantren Darul Falah dan sekolah di Mts Negeri Junwangi Krian.2 Lulus dari Tsaniwiyah, Nizam hijrah ke

Lirboyo kediri akan tetapi hanya satu tahun setengah. Kemudian ia merantau ke Sumatra tepatnya di Aceh dan kembali pulang setelah dua tahun persis. Saat berada di Sumatera KH. Mohammad Nizam As-Shofa tidak sekolah. Pulang dari perantauan itu ia mondok lagi di Bekasi dan sekolah di MA “El-Nurul El-Kassysyaf’ Tambun Bekasi dan langsung


(33)

24

masuk kelas dua Aliyah, setelah setahun begitu naik kelas tiga siangnya kuliah. Karena di pondok jika kelas tiga sudah boleh kulia. Ketika itu Nizam kuliah di jurusan sastra Fakultas Adab “Institut Sholahuddin Al-Ayyubi” Tambun Bekasi Jawa Barat hingga Semester tujuh. Ia berhenti dan pada tahun 1995 ia mendapat beasiswa dari PBNU kulia di Kairo Mesir dan belajar di Universitas Al-Azhar di Fakultas Arab Jurusan Bahasa Arab.3 Karena dahulu setiap tahun PBNU memberangkatkan dua

sampai tiga anak. Dan ia juga ikut aktif dalam kegiatan PBNU Jawa Timur dan pada tahun 2003-2008 menjabat di Tastikul Kutul tarekat astifiah Jawa Timur. Selama di kairo ia mengikuti pendidikan non formal dan selalu aktif mengikuti tarekat yang ada disana, waktu muda pun ia sudah sering mengikuti kholwat serta aktif mengikuti kajian syaikh-syaikh tarekat.4 B. Kehidupan keluarga KH. Mohammad Nizam As-Shofa

KH. Mohammad Nizam As-Shofa menikah dengan ibu Nyai Zuhdiyah Ainiyah. Ia menikah pada tahun 24 mei 2002 dan ia dikaruniai tiga putri dan dua orang putra, yakni:

1. Sofia Aqila As-Shofa 2. Aliyah Zahwa As-Shofa

3. Mohammad Ali Wafa As-Shofa (almarhum) 4. Wafia Izzah Aqila As-Shofa

5. Mohammad Sulaiman Wafa5

3Mohammad Nizam As-Shofa, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2016. 4Abdul Wahab Machfudz, Wawancara, Sidoarjo, 29 April 2016. 5Zuhdiyah Nur Ainiyah, Wawancara, Sidoarjo, 15 April 2016.


(34)

25

Zuhdiyah berusia baru 17 tahun pada waktu itu. Wanita yang masih mempunyai kekerabatan dengan Pondok Pesantren Darul Ulum itu mengaku tidak merasa kecewa menikah dengan usia yang masih muda yang sangat bersyukur dapat menikah dengan Nizam karena ia sangat sabar. Menurut Zuhdiyah ia menikah dengan Nizam bahwasanya ini semua sudah menjadi suratan takdir dan semua yang mengatur kehidupan ini hanyalah Allah. Zuhdiyah berpendapat apa yang ia cari dalam dalam keluarga telah di dapatkan. Karena Nizam selalu sabar dan penuh pengertian meski Zuhdiyah dan Nizam selisi umurnya selisi cukup banyak yaitu dua belas tahun. Memang pada awal pernikahan Zuhdiyah dan nizam merasa canggung karena perbedaan usia Zuhdiyah dan nizam yang terpaut cukup jauh akan tetapi Nizam menerima semua kekurangan yang ada dalam diri Zuhdiyah. Nizam juga tidak hanya berperan sebagai suami saja akan tetapi juga berperan sebagai seorang ayah.

Sebagai seorang pendakwah Nizam hampir jarang berada di rumah ia sering memberikan pengajian di sejumlah daerah. Bahkan dakwah Nizam sampai ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Zuhdiyah dan anak-anaknya awalnya protes kepada Nizam yang lebih sering ke luar kota menggelar pengajian. Zuhdiyah merasakan ini semua adalah hal yang manusiawi karena Nizam menjadi figur bagi keluarga, hanya saja, seiring dengan berjalanya waktu, baik Zuhdiyah dan anak-anaknya menyadari bahwa Nizam bukanlah milik keluarga saja, akan tetapi sudah milik umat. Nizam harus memberikan ceramah atau pengajian di berbagai tempat


(35)

26

kadang anak-anaknya protes kareana Nizam jarang berkumpul dengan keluarga. Meskipun Nizam berada di rumah keluarga pun susah untuk bertemu karena waktunya di habiskan untuk umat. Dan Zuhdiyah menyingkapi semua kesibukan Nizam ini dengan ikhlas karena Nizam milik umat. Nizam harus berdakwa dan ini kepentingan agama. Di dalam keluarganya Nizam pun sikapnya tegas, sabar, tekun, ulet, dan ia sangat menyayangi keluarganya.6

C. Kiprah KH. Mohammad Nizam As-Shofa

Atas ketekunannya dalam memuntut ilmu dan di barengi dengan ketaatan kepada Allah SWT, telah mewarnai kehidupan yang dipenuhi dengan ketawadhuan dan semangat perjuangan yang sangat tinggi untuk menyampaikan agama Allah SWT. Adapun kiprah yang pernah dijabatnya atau disandangnya diantaranya:

1. Sebagai pengasuh dan pendiri Yayasan Pondok Pesantren ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo

2. Sebagai pencipta dan pelantun Syi’ir Tanpo Waton

3. Sebagai guru pembimbin gpengajian Tarekat Naqsabandiyah Chalidiyah

KH. Mohammad Nizam As-Shofa merupakan pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo. Nizam merupakan guru pembimbing Tarekat

6Sulistyono,” Abi Milik Umat, Saya Ikhlas,”( Sidoarjo: Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, 2015), 26.


(36)

27

Naqsabandiyah Chalidiyah, sekaligus pencipta dan pelantun Syi’ir Tanpo Waton sekaligus pemegang Hak Cipta Syai’ir Tanpo Wathon.

Tarekat Naqsabandiyah merupakan tarekan yang didirikan oleh Syeh Mohammad Bin Husaini Bahauddin an-Naqsabandi uwaysi al-Bukhori. Ia juga merupakan uwaysi dalam hubunganya dengan Rasulullah karena ia dibesarkan dalam hadirat spiritual Syaikh Abdul Khaliq al-Fajduwani, yang telah mendahuluinya dan tidak perna ditemuinya di dunia. Hal ini sama dengan Uways al-Qarni, seorang tabi’in yang mendapatkan pelajaran spiritual langsung dari Rasulullah SAW. Syaikh Bahauddin An-Naqsyabandi di lahirkan pada tanggal 15 Muharram 717 Hijriah bersamaan 1317 Masehi di desa Qashrul Hiduwan (kemudian di kenal dengan nama Qashrul Arifan), beberapa kilometer dari Bukhara Uzbekistan Asia Tengah.

Nasabnya bersambung dengan Rasulullah SAW melalui Sayidina al-Husain. Semua keturunan al-Husain di Asia Tengah dan anak Benua India lazim diberi gelar Shah, sedangkan keturunan al Hasan biasa dikenal dengan gelar Zadah dari kata bahasa arab Saaddah (bentuk plural dari kata Sayyid). Sesuai sabda Rasulullah tentang Al-Hasan: “sesungguhnya anakku ini adalah seorang Sayyid.7

Nizam mengadakan pengajian tasawuf setiap Rabu malam yang diikuti oleh ribuan jamaah putra-putri di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo. Nizam

7Sulistyono,”Syaikh Bahauddin, Sang Pendiri tarekat Naqsabandiyah,” (Sidoarjo: Yayasan Pondok Pesantren Ahlu-Shofa Wal-Wafa, 2015)., 20.


(37)

28

mendalami ajaran tasawuf disaat ia berada di Universitas Al-Azhar. Di Mesir Nizam selalu aktif mengikuti tarekat. Ia aktif mengikuti tarekat dan aktif mengikuti kajian syekh-syekh tarekat di mesir. Sebelum berangkat ke Kairo ia sudah mendalami tarekat dengan guru-gurunya di pondok Bekasi, akan tetapi berkembang pesat ketika berada di Mesir, hal ini karena ia sering berdiskusi dan mengunjungi Ulama serta syekh yang ada di sana. Kitab yang di kaji adalah Kitab jami’ul Ushul Filauliya’ (Syaikh Ahmad Dhiya’uddin Musthofa Al-Kamisykhonawy) dan kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidur Rahmany (Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani).

Nizam pun mengembangkan ilmu Tarekatnya di Tanah Air setelah Pulang Dari Kairo Mesir sekitar tahun 2002 ia mulai mengajarkan pengajian tasawuf di Tegal Tanggul Wonoayu yang biasa disebut dengan pengajia “Reboan Agung” dan ia mengajarkan menggunakan Kitab al-Hikmah dan Jami’ul Usul Fi-Auliyah. Pada saat itu sejumlah kiai setempat semuanya menentang keras karena di anggap ajaran sesat. Tetapi seiring berjalannya waktu masyarakat disana dapat menerima ajaran yang di sampaikan Nizam. Dan pengajian ini di dadakan setiap hari rabu malam pengajian ini diikuti setidaknya 3500 jamaah menghadiri setiap pengajian reboan agung. Yang datang tidak hanya dari sekitar pondok, tetapi jamaah itu juga datang dari sidoarjo, bahkan juga ada dari jombang dan sejumlah kota lainnya di jawa timur. tahun 2000 sebelum mendirikan pengajian tarekat di Tanggul ia belum menyelesaikan kulianya yang hanya kurang dua mata kulia saja akan tetapi ia pergi ke tanah air untuk mengurus


(38)

29

keperluaan beasiswa S2-nya yang telah di janjikan oleh seorang pengusaha, akan tetapi pada akhirnya malah menjadi “petaka”, artinya janji beasiswa yang telah di janjikan itu tak kunjung datang, padahal ia sudah kembali ke tanah air. Akan tetapi maksud hati ingin melanjutkan S2-nya setelah lulus dari Fakultas Arab Jurusan Umum di Universitas Al-Azhar Mesir kenyataannya menjadi lain setelah sampai di tanah air sang pengusaha tersebut menjajanjikan S2 untuk jurusan Ekonomi Islam. Jurusan ini tidak sesuai dengan keinginan ia yang tidak searah dengan jurusan S1-nya. Dan iapun menolak beasiswa tersebut. Akan tetapi ia terlanjur berada di tanah air, seandai saja Nizam mengetaui dari awal bahwa jurusan yang di dapatkan tidak sesuai dengna S1-nya maka ia tidak pulang ke tanah air dan ia memikirkan bagaimana dengan dua mata kulia yang masih belum di selesaikan, akan tetapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia tidak kembali lagi ke Mesir.

Nizam tidak menyesali dengan keputusan yang telah di ambil karena ia beranggapan bahwa ini semua sudah menjadi suratan takdir dari Allah. Ia pun menjalani semua ini dan meyakini bahwasannya Allah pasti mempunyai rencana lain yang lebih indah.8 Nizam lebih memilih jalur

tasawuf karena tasawuf atau sufisme, adalah ilmu untuk mengetahui bagaimanacara menyucikan jiwa. Menjernikan akhlaq, membangun dhair dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf adalah ilmu yang bidang kegiatannya berhubungan dengan pembinaan mental


(39)

30

rohani agar selalu dekat dengan hubungan secara sadar antara manusia dengan Tuhannya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengikuti konsep-konsep yang ada dalam tasawuf.

Bagi KH. Mohammad Nizam As-Shofa dakwah merupakan tugas suci yang harus dilaksanakan. Berdakwah bagi ia bukan hanya sebagai kewajiban belakang. Akan tetapi, berdakwah merupakan sebuah kebutuhan guna menjaga umat Islam agar selalu berada pada jalur yang benar. Nizam tidak hanya berdakwah di dalam negeri saja akan tetapi ia menyebarkan dakwanya hingga ke luar negeri iapun sudah berceramah hingga negara Singapura, Thailand, dan malaysia. Ini semua ia lakukan demi menyebarkan syiar agama Islam. Dan Nizam pun membuka cabang pengajian Reboan Agung di Malaysia. Karena ada salah satu kerabat di malaysia yang akan membuka pondok bernafaskan tasawuf. Ini merupakan tantangan bagi Nizam untuk mengajarkan dan mensyiarkan agama Islam. ia pun tidak merasa lelah dalam mensyiarkan agama kemana pun tempatnya. Karena ajaran tasawuf menurut ia harus disebar luaskan. Ajaran tasawuf yang ia syiarkan adalah yang mengacu kepada ajaran Islam murni.

Nizam mengungkapkan bahwa ia menggunakan beberapa cara berdakwah agar dapat di pahami dengan mudah oleh masyarakat. Berdakwah dengan hikmat, artinya dakwah dengan “contoh yang baik”, di dalamnya bisa terdapat tingkah laku atau tutur kata yang baik. Jika tingkah laku dan tutur kata itu di teladani, maka dapat menyentuh dan mengubah


(40)

31

sikap orang lain, berarti di dalmn terdapat hikmah. Dakwah dengan hikmah jauh lebih efektif karena tantangannya sedikit, tetapi dampaknya sangat besar. Kebanyakan orang lebih senang meneladani suatu kebajikan atas dasar kesadaran diri dari pada di paksa orang lain. Biarlah para mad’u melihat, menghayati, dan mengikuti prilaku baik itu.

Mohammad Nizam As-Shofa menggunakan metode dakwah al-hikmah yang dapat mempengaruhi mad’u (jamaah, santri) sehingga dengan kesadaran sendiri tanpa adanya keterpaksaan. Metode al-hikmah ia laksanakan dengan bil-lisan dan bil-hal dalam mengajak mad’u menuju ke jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah, dan lapang dada, tetapi harus telaten menghadapinya.9

Nizam juga mengatakan kepada para jamaahnya torikoh agar setiap para jamaah tidak boleh melupakan kewajibanya yang ada di dunia orang yang mengikuti tarekat tetap menjalankan kewajibanya untuk mencari nafkah dunia dan akhirat tidak lupa untuk memenuhi keawajibanya untuk keluarganya karena ia tidak mau di pandang bahwasanya orang yang mengikuti tarekat adalah orang yang hanya melakukan dzikir saja dan tidak mau bekerja atau pun berusaha dalam kehidupannya. Karena ia selalu mengingat pesan gurunya sewaktu di Mesir yaitu Syeh Jajar mengatakan kepada Nizam janganlah kamu menjadi seorang kiai apabila kamu belum sukses atau mempunyai usaha sendiri karena apabila kamu telah sukses maka dakwah yang di sampaikan

9Ainur Rif'ah, “Metode Dakwah KH.Mohammad Nizam As-Shofa”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Dakwa, Surabaya, 2013), 58


(41)

32

bisa menjadi ikhlas dan tidak mengharapkan imbalan apapun dari orang lain.

Nizam lebih senang apabila para jamahnya selalu berkerja keras dalam mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan dunianya, ia mengatakan apabila seorang jamaanya ingin memulai sebuah usaha akan tetapi tidak mempunyai modal maka ia dan pondok akan meminjamkan modal orang tersebut untuk memulai sebuah usahanya asalkan semua itu benar-benar dilakukan dengan tekun, amanah, dan sabar. Karena setiap usaha ada saja kegagalan akan tetapi bila di lakukan dengan sabar, ikhlas, tekun, amanah. Maka Allah akan membantu kepada setiap hambanya yang ingin berusaha.

Nizam selalu mengatakan kepada para jamaanya agar selalu sabar dalam mengalami goncangan besar dalam setiap kehidupan. Karena menurut ia sabar tidak hanya dilakukan dalam bentuk lisan tetapi harus dalam tindakan. Karena sudah saatnya melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan tindakan, tidak hanya bisa memberikan arti atas makna sabar tersebut.10

a. Karya-karya KH. Mohammad Nizam As-Shofa

1) Selama berada di tanah air ia selalu menyampaikan dakwahnya dengan mengadakan pengajian rutinan yang di laksanakan setiap hari rabu ia pun menggunakan berbagai metode dakwah yang dapat difahami dengan muda oleh masyarakat salah satunya metode


(42)

33

dakwah menggunakan syi’ir-syi’ir atau lantunan-lantunan yang bernafaskan islam. Contonya syi’ir tanpo waton yang sering didengar Setiap menjelang shalat lima waktu, masjid-masjid di sebagian besar di Jawa Timur, selalu mengumandangkan syi-ir dalam bahasa Jawa. Suara berat dan lembutnya orang yakin betul jika pemiliknya adalah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Syi-ir yang terlihat sederhana itu maknanya sangat dalam sekali. Lebih dari itu, dengan suara yang khas, jika diresapi, maknanya sangat menyentuh hati. Jika diikuti dari awal hingga akhir syi-ir semua lapisan masyarakat, tak peduli pangkat ataupun derajatanya, tinggi maupun rendah status sosialnya, beriman atau abangan akan tersindir dengan syi-iran itu.

Yang di dalam bait-bait syi’ir yang mempunyai makna dalam dan begitu menyejukkan sekaligus mengingatkan pada realita kehidupan saat ini. Syi’ir ini ia ciptakan karena awalnya ia melihat semakin banyaknya golongan garis keras yang mengatasnamakan Islam. Di samping itu ia melihat kondisi umat saat ini tidak sesuai dengan kualitas umat Islam pada zaman sahabat Rasul. Dan ia melihat di zaman sekarang ini banyak sekali ia jumpai para kiai, para ulama, dari sisi keikhlasan, keseriusan dalam menyiarkan agama Islam berbeda dengan kualitas ulama dengan zaman dahulu.


(43)

34

Syi’ir ini Nizam ciptakan ketika ia sering kholwat menyendiri di kamar. Di sela-sela itu bait demi bait tercipta. Alasan terpenting terciptanya syi’ir tersebut. Kata-kata dalam setiap bait dalam syi’ir adalah hasil dari pemahaman ia yang diperoleh dari pengajian dengan bersama gurunya. Dahulu bait syi’ir tanpo waton itu terdapat tujuh belas bait akan tetapi di sederhanakan menjadi tiga belas bait.

Dalam syi’ir tersebut terdapat pesan moral yang ingin di sampaikan oleh Nizam bawasannya seseorang harus benar-benar mentauhidkan Allah. Menyatutukan segenap organ dalam tubuhagar selalu mengingat tentang Allah. Di samping itu setiap manusia harus belajar untuk berhenti melihat aib-aib dan kekurangan orang lain. Sebaliknya, kita harus selalu sibuk melihat aib kita sendiri bukan aib orang lain.11

Nizam juga menjelaskan satu persatu makna yang terkandung dalam tiap bait syi’ir tersebut. Seperti; “Duh bolo konco priyo wanito, ojo mung ngaji syari’at bloko, gur pinter ndongeng nulis lan moco, tembe mburine bakal sengsoro.”(wahai saudara pria dan wanita, jangan mengkaji ilmu syariat saja, yang hanya pintar bercerita, menulis dan tidak pandai mengamalkan, pada ahirnya akan sengsara).

Nizam menjelaskan, dalam syi’irnya tidak ada kata-kata memerintah, namun lebih pada kalam pemberitahuan khabar. Segala tata budi, amal-amal yang baik dilakukan manusia di beritahukan dalam bentuk sastra jawa, terkait hendak di lakukan atau tidak iyu tergantung pada


(44)

35

pelantun dan pendengar. Dalam tiap bait syi’ir tersebut, terdapat banyak sekali wejangan–wejangan terkait (lelakon) prilaku manusia terhadap dirinya, sesama dan Tuhannya, begitu yang diajarkan dalam tasawuf, karena Nizam mengaku mengumpulkan syi’ir ini saat ia belajar tasawuf.

Untuk melantunkan syi’ir tanpo waton dan telah berkembang hingga saat ini. ia tidak mempermasalahkan syi’ir tanpo waton ini diakui oleh siapapun. Akan tetapi jamaah reboan yang beprofesi sebagai pengacara menghak patenkan syi’ir ini agar tidak ada yang mengaku bahwa syi’ir ini benar-benar karya Nizam. Nizam mengatakan, jika syi’ir ini memang sempat dilantunkan di depan almarhum Abdurahman Wahid dan Abdurahman Wahid menyukainya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj, yang dikenal sangat dekat dengan Abdurahman Wahid menegaskan bahwa syiir Tanpo Wathon bukanlah ciptaan Abdurahman Wahid. Abdurahman Wahid hanya menyumbang dua bait istighfar pada Syi’ir Tanpo Wathon. Yaitu: Astagfirullah robbal baroya Astagfirulloh minal khootooya Robbi zidni 'ilmannaafii'a Wawaffikni 'amalansoliha. Yarosulalloh salammun'alaik. Yaa rofi'asysyaani waddaaroji. 'athfatan yaajirotall 'alami. Yaauhailaljuu diwalkaromi.


(45)

36

Hanya dua bait inilah yang disumbang oleh almarhum.12

Abdurahman Wahid pun berharap syi’ir ini agar dapat dilestarikan. Hanya saja setelah itu muncul kaset syi’ir tanpo waton dengan gambar Abdurahman wahid dan syi’ir ini langsung melejit terlebih setelah Abdurahman Wahid meninggal. Sebagai pencipta Nizam bersyukur jika syi’ir yang melalui perenungan, penyusunan panjang ini dapat diterima oleh masyarakat. Selain syi’ir tanpo waton masih banyak karya ia tentang syi’ir yang benafaskan Islam dan kehidupan manusia.13

2). Ada juga buku karya ia yang berjudul “Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah Chalidiyah”. Yang di dalamnya berisikan tentang ajaran-ajaran tasawuf dan juga didalamnya terdapat penjelasan tentang Tarekat Naqsyabandiyah mulai dari apa tarekat itu, siapa yang boleh bertarekat, kapan waktunya yang tepat untuk bertarekat, mengapah seseorang harus bertarekat, dan bagaimana tata cara bertarekat.14 Ia

juga aktif menulis dan berdakwa tentang kajian-kajian tasawuf dan tausiyahnya di majalah karena menurut Nizam berdakwa tidak hanya dapat di lakukan dengan adanya pengajian atau secara tatap muka akan tetapi dapat dilakukan di mana saja tidak terkecuali di media sosial dapat di jadikan sarana prasarana untuk berdakwah.

12Sya'roni As-Samfuriy,”syi’ir tanpo waton gus dur karya”,dalam

file:///C:/Users/User/Documents/Biograf Ulama dan Habaib_Syi-iranpo Waton/GusDur/Karya Siapa. html (1 juni 2016 13.10)

13Sulistyono, (Sidoarjo: Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wa- Wafa, 2015),16. 14As-Shofa Mohammad Nizam, Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah Chalidiyah(Sidoarjo: Bina


(46)

37

BAB III

YAYASAN PONDOK PESANTREN AHLUS-SHOFA WAL-WAFA SIMOKETAWANG WONOAYU SIDOARJO

A. Sejarah Berdirinya Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa wal-Wafa

Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa didirikan oleh KH. Mohammad Nizam As-Shofa tepatnya pada bulan Maulid Nabi pada tahun 2002. Ia merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara. Pondok pesantren ini awalnya berdiri dari sebuah pengajian rutin yang di adakan setiap hari rabu, awalnya yang mengikuti pengajian ini hanya tujuh orang, itupun sebagian besar kerabat Dia sendiri. Namun, seiring waktu dan ketauladanan sang kiai, kegiatannya semakin berkembang setelah banyak dari masyarakat berminat untuk mempelajari ilmu agama, khususnya mengenai tatanan hati.1

Hingga para santri dan jamaah pun berdatangan untuk belajar dan menetap di pesantren tersebut. Pada awalnya pengajian ini berpindah-pindah tempat. Hingga pada akhirnya, seorang jamaah yang mengikuti pengajian mewakafkan sebidang tanah kosong bekas kandang ayam. Di tempat tersebut ia membersihkannya untuk mendirikan rumah sederhana sebagai tempat tinggal keluarga dan berkelanjutan mendirikan pondok. Yang berada di daerah Tanggul Kulon Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Tanah bekas yang di wakafkan kepada ia ini luasnya kurang


(47)

38

lebih 8x20 meter2. Awalnya bangunan pondok ini hanya terbuat dari besek

bambu yang sederhana akan tetapi meskipun pondok ini bangunannya hanyalah terbuat dari besek bambu namun pondok sederhana ini akan tetapi jamaah yang mengikuti pengajian ini semakin lama semakin banyak yang berdatangan untuk mengikuti pengajian yang di adakan setiap hari rabu ini. Pengajian ini terbentuk atas dasar keprihatinan ia kepada masyarakat yang masih belum faham mengenai kajian ilmu tatanan hati (tasawuf). Sehingga tidak heran jika jamaah terus berkembang secara signifikan. Dan terpaksa harus pindah lokasi, karena lokasi pondok suadah tidak cukup untuk menampung sekitar 900 jamaah. Kemudian ia membeli tanah lapang yang berpagar tanaman bambu di daerah Simoketawang Wonoayu Sidoarjo berukuran 8400 m2, di bangun kantor sekertariat, aula, gedung santri lantai dua, gedung TPQ, gedung Madrasah Diniyah, dan mck (mandi, cuci, kakus) yang luar bangunan semua 1910 m2. Maka ia membangun pondoknya kembali di daerah Simoketawang pada tahun 2009.

Di pondok ini Dia membangun pondok layaknya Universitas Al- Azhar Kairo. Walaupun pondok ini biayanya tidak semua digratiskan akan tetapi seminimal biayanya minimal semurah mungkin. Sesuai dengan nama pondoknya yaitu Ahlus-Shofa Wal-Wafa yang artinya adalah orang-orang yang bersih hatinya dan menepati janjinya kepada Allah SWT. Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa mengajarkan


(48)

39

pendidikan Islam integrative, pendidikan yang lebih menekankan sisi moralitas atau akhlaqul karimah. Penanaman nilai-nilai luhur, seperti: kejujuran, keikhhlasan, kesetia-kawanan, kebersamaan dan gotong royong menjadi prioritas utama. Kebeningan hati dan kesucian jiwa menjadi hal yang utama yang tak bisa dilewatkan. Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa juga memiliki Lembaga Panti Asuhan Anak Yatim dan Dhu’afa yang bergerak di bidang penyantunan anak-anak yatim dan kaum dhuafa. Juga Lembaga Keruhanian Islam yang membina dan membimbing para santri dan berbagai kalangan baik yang berbasis santri (pernah di Pesantren) maupun yang berbasis anak-anak jalanan dan preman. Satu persatu mereka diajak kembali ke jalan Allah.

Awal sebelum terbentuknya yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa. Ini semua hanyalah sebuah pengajian rutianan yang di pimpin oleh almarhuma KH. Achmad Saiful Huda yaitu ayah dari Dia. KH. Achmad Saiful Huda awalnya melihat potensi dakwah anaknya di bidang tasawuf. Dan keseharian KH. Achmad Saiful Huda yang keseharian ia banyak mengisi ceramah di berbagai tempat selalu memberikan ruang untuk putranya, tetapi Dia selalu menghindarinya. KH. Achmad Saiful Huda pun memakluminya karena jiwa masa mudanya masih menggelora. Dan waktu yang di gunankan oleh Dia lebih banyak diisi dengan belajar dan mempelajari ilmu tasawuf sebagai pendalaman. Namun KH Acmad Saiful Huda tidak keilangan car untuk membujuk Dia. Suatu ketika KH. Achmad Saiful Huda berpura-pura sakit, dan Dia


(49)

40

terkecoh oleh sikap sang ayah, dan akhirnya Dia pun menggantikan KH. Achmad Saiful Huda untuk mengisi sejumlah pengajian. Semua itu dilakukan pada tahun 2000 hingga awal 2002. Di sinilah KH. Achmad Saiful Huda mulai melihat tata cara dakwah Dia yang semakin terlihat. Sejumlah kalangan menyenangi cara dakwah yang dibawakan bernafaskan tasawuf. Apa yang dilakukan KH. Achmad Saiful Huda dengan berpura-pura sakit adalah upaya sebagai seorang pendakwah yang menjunjung Tinggi Agama Islam.3

Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa wal-Wafa ini didirikan dengan perjuangan, semakin hari semakin menetapkan diri sebagai Pondok Pesantren yang berorientasi sebagai lembaga pendidikan agama yang modern dan bertujuan untuk mengajarkan manusia agar mendekatkan manusia sedekat mungkin dengan Allah SWT, hingga seseorang tersebut dapat melihat Allah dengan mata hatinya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 186 yaitu:

لأس اذإو

اونم ْؤيْلو يل اوبيجتْسيْلف ۖ ناعد اذإ عاَدلا ةوْعد بيجأ ۖ ٌبيرق ي نإف ي نع يدابع ك

نودشْري ْمه

َ

لعل يب

Artinya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.4

3Siti Maryam, Wawancara, Sidoarjo, 10 Mei 2016. 4al-Qur’an, 186 (al-Baqaroh): 28.


(50)

41

Perjalanan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa Awalnya tidak mudah dan tidak semulus Pondok-Pondok yang lain. Karena pertama kali Dia mendirikan Pondok ini mendapatkan banyak respon negatif dan cibiran dari masyarakat serta tuduhan penebar kemalasan dalam bekerja, karena belajar tasawuf kepada Dia. Ia dianggap sesat, dituduh melarang orang bekerja membuat orang menjadi gila apabila tinggal atau mengikuti kegiatan tasawuf di Pondok tersebut. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu akhirnya masyarakat memahami kegiatan Pondok Pesantren dan menerima keberadaan Pondok Pesantren serta pendirinya. Nizam berkeinginan dengan di bangunnya pesantren ini masyarakat maupun santrinya dapat memperdalam syariat agama Islam yang sesuai dengan Al-quran dan al-hadistd.

Oleh karena itu untuk menyebarkan dakwah yang bernafaskan tasawuf maka salah satu kegiatan rutin Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa yang dilakukan adalah “Kajian Tasawuf” yang diikuti sekitar 3.000 (tiga ribu) jamaah dari berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sampai Madura.5

B. Perkembangan Yayasan Pondok Peasntren Ahlus-Shofa Wal-Wafa tahun 2002-2015

Seiring dengan perkembangan Zaman banyak berbagai bidang keilmuan yang telah berkembang lebih maju lagi dari sebelumnya

5Sulistyono, “Jamaah dari Pelosok Jatim” (Sidoarjo:Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa


(51)

42

terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maka begitu juga pesantren dalam mempertahankan nilai-nilai Islam yang berpegang pada kaidah seperti, “Al-muhafadzah ‘ala qodim shalih akhdu bil al-jadidi al-ashlah”dalam arti (mempertahankan suatu tradisi klasik yang baik lagi). Dengan di pindahkanya Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa maka banyak perkembangan yang terjadi yaitu yang tadinya pesantren hanya mempunyai sepetak tanah setelah berpindah di Desa Simoketawang Pesantren dapat membangun beberpa gedung ataupun fasilitas, asrama yang menunjang dan dapat memberikan tempat yang lebih baik untuk para santrinya, maka sejak perpindahan pesantren ke desan Simoketawang Nizam As-Shofa lebih mengembangkan dan menyipkan santrinya untuk lebih mendalami ajararan agama Islam yang sssesui dengna Al-quran dan hadistd oleh karena itu sejak awal pembangunan pesantren mempunyai tujuan utama adalah:

1. Menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan Tafaqquh Fiddin, yang diharapkan dalam mencetak kader-kader ulama dan mencerdaskan masyarakat

2. Berdakwah dan ikut serta dalam menyebarkan agama Islam dan 3. Benteng pertahanan umat dalam bidang akhlaknya.6 Dengan

berpedoman suatu kaidah tersebut, Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo dalam menciptakan


(52)

43

generasi santri berilmu, beramal dan bertaqwa yang berkualitas dalam mengimplementasikan ilmunya di lingkungan masyarakat sekitarnya.

Yayasan Pondok Pesantren ahlus-Shofa Wal-Wafa selalu berusaha mengembangkan santrinya dalm pembinaan akhlakqul karima seperti kegiatan TPQ, Madrasah Diniyah, pengajian kitab kuning yang di ikuti santri mukim maupun santri kalong, santri ini dapat mengikuti kegiatan Pondok Pesantren secara lebih jelas dan intens. Namun dalam suatu upaya pengembangan dan penyempurnaan masih banyak problem atau kendala-kendala yang menjadikan perlu adanya beberapa tambahan serta penambnahan fasilitas khususnya dalam bidang sarana atau fasilitas pendidikan, penambahan asrama santri, serta media belajar santri. Sehingga masih sangat membutuhkan berbagai bantuan dari berbagai pihak.

Kondisi Pondok Pesantren atau lingkungan Fisik Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, diantaranya adalah. Masyarakat pesantren yang terdiri dari pemimpin pondok pesantren atau kyai, ustadz, santri dan pengurus.

Dalam Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa ini adapun stuktur kepengurusan pesantren diantaranya yaitu:

a. Pemangku Pondok :KH. Mohammad Nizam As Shofa

b. Ustadz : H. Abdul Juari

c. Pengurus


(53)

44

2). Wakil Ketua : Abdul Wahab Machfudz

3). Sekretaris : H. Imam Muslim

4). Bendahara : H. Achmad Marsono

5). Pembantu umum : H. Achmad Ghufroni a). Santri

Santri yang mondok di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa terdiri dari dua golongan yaitu santri kalong dan santri mukim.

b). Awal pembangunan pada tahun 2002-2009

Sarana prasarana seperti masjid, rumah kiai, pondok atau asrama santri, gedung pendidikan Diniyah. Seperti: masjid Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa yang terletak di halaman Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa ini difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan. Selain berfungsi sebagai tempat untuk shalat jamaah bagi santri dan warga sekitar masjid ini juga berfungsi sebagai tempat: Pengajian terpadu untuk santri putra dan putri yang diasuh oleh pemangku pesantren dan para guru. Dan sebagai sarana pengajian tasawuf Reboan Agung untuk santri mukim maupun santri kalong yang dilakukan setiap hari Rabu malam yang di pimpin oleh KH. Mohammad Nizam as Shofa. Rumah kyai ini terletak di kompleks Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa yang berada tepat di sebelah kiri setelah pintu masuk pondok


(54)

45

pesantren. Asrama santri yang terdiri dari dua bagian yaitu asrama santri putra dan asrama santri putri. Dengan adanya asrama putri santri ini maka santri yang mukim akan selalu mendapatkan pengawasan dan bimbingan pengasuh pesantren. Selain itu santri juga akan mendapatkan keterampilan yang sangat dibutuhkan kelak setelah hidup di tengah-tengah masyarakat.

c). Pendidikan diniyah

Disini Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa hanya mengajarkan ilmu agama sedangkan pendidikan formal santri belajar di sekolah yang ada di luar Pondok. Dan di Pondok masih membangun Gedung pendidikan Diniyah untuk santri yang digunakan untuk pengajaran santri sehari-hari untuk mendalami ilmu agama dan ilmu tasawuf. pengajaran dalam bidang keagamaan melalui kitab klasikal atau yang disebut dengan kitab kuning.

Dalam prakteknya sistem pengajaran kitab kuning dikenal dengan dua sistem, yakni bandongan atau wetonan dan sistem sorogan. Sistem bandangan adalah sistem pengajaran yang dalam pelaksanaanya guru membacakan kitab kuning dihadapan para santri dengan menerjemahkan, menerangkan dan sesekali mengulas bacaan-bacaannya dari berbagai sumber dalam bahasa arab. Sementara santri mencatat uraian dari gurunya.


(55)

46

Sementara sistem sorogan lebih banyak dilakukan oleh santri dengan kemampuan khusus membaca kitab kuning yang telah ditentukan atau kitab pilihan santri sendiri, sekaligus memaknainya dengan bahasa lolkal yang telah disepakati, misalnya saja bahasa jawa. Sistem sorogan ini biasanya dilakukan satu persatu oleh santri dihadapan kiai dengan harapan kiai dapat mengoreksi, menilai dan mebimbing secara langsung setiap proses bacaan terhadap kitab kuning.7

d). Pada tahun 2009-2015

Pada tahun 2009-2015 Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa mengalami banyak perkembangan selain di bidang keagamaan Nizam As-Shofa juga mengajarkan pada santrinya yaitu keterampilan dan berwirausaha dan ilmu sosial. Ia mengajarkan kepada para santrinya pentingnya sebuah keterampilan sebagai modal dalam berwirausaha, tidak lupa ia juga mengingatkan kepada santrinya akan pentinya ilmu umum untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan perkembangan zaman akan tetapi tidak melupakan syariat-syariat Islam yang sudah di tentukan oleh Allah.

Perkembangan dan pembangunan pada tahun 2009-2015 oleh Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa yaitu seperti: perluasaan pembangunan terhadap pesantnten,

7Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Moderntas dan Tantangan Komplesitas


(56)

47

penambahan gedung asrama putri dan di bangunnya pusat keterampilan sebagai upaya untuk pengembangan bagi para santri untuk menjadikan manusia yang lebih mandiri agar dapt membantu orang lain tidak berpangku tangan pada orang.8 Pada

tahun 2010 Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa membangun Rusunawa. Tempat ini adalah sarana dan prasarana hunian bagi santri dan ustadz. Yang bertujuan mengembangkan potensi ustadz, santri dan pesantren dengan menumbuhkan-kembangkan pola hidup bermasyarakat yang sehat dan Islami. Karena sebagai calon generasi penerus, disamping untuk memenuhi kebutuhan para santri, rusunawa tersebut akan dijadikan sebagai tempat magang atau media belajar para santri untuk terjun ke masyarakat. Mempermudah pengawasan para santri dalam proses kegiatan belajar mengajar. aktivitas kegiatan belajar mengajar yang ada di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa, para santrinya masih menggunakan sistem sorogan yang pengajarannya dimana seorang santri menghadap bergiliran kepada kiai untuk membaca, menjelaskan atau menghafalkan pelajaran yang diberikan kiai atau ustadz sebelumnya dan bila santri dianggap telah menguasai maka ustadz menambahkan materi baru.9

8Abdul Juari, Wawancra, 15 mei 2016


(57)

48

Selain itu pendidikan keterampilan diperlukan dalam menyeimbangkan antara otak, hati, dan keterampilan tangan yang secara intgral merupakan pengembangan pada diri anak. Bahkan semua santri dapat mengembangkan pendidikan keterampilan yang ada di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa ke orang lain atau sebagai bekal untuk hidup mereaka kelak. Pembangunan ini meliputi:

Air isi ulang Mada

Kegiatan ini dilakukan santri laki-laki meraka di ajarkan cara mengelolah atau membuat kemasan air mineral ini. Santri pun berkonstri busi langsung dalam menyuplai air ini kepelanggan maupun ke distributor.

Koprasi Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-wafa Gus nizam juga mengajarkan keterampilan pada santri lainnya untuk mengelolah koprasi yang ada di Pondok.

Kafe Mahamadah

Kafe mada yang ia dirikan untuk membekali para santrinya di bidang perdagangan dan menjadikan santrinya-santrinya kelak agar dapat membuat usaha sendiri atau menjadi serorng pengusaha yang sukses dan jujur.


(58)

49

Butik ini dikelolah oleh istri pemangku pondok akan tetapi para santri perempuan ikut perperan dalam kemajuan atau pengelolaan butik tersebut. Mereka di ajarkan cara berdadang yang baik dan secara jujur.

Tour and travel

Tour and travel ini di bawa pimpinan Mohammad Nizam sendiri akan tetapi beliau dibantu oleh pengurus-pengurus pondok yang ikut mengelolahnya.10

C. Aktivitas dan Kegiatan Santri Yayasan Pondok Pensantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa

Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa dalam mengembangkan pesantren ajaran keagamaan Islam dalam lingkungannya benar-benar memberikan manfaat dan nilai hikmah Islam. Beberapa pengembangan pesantreren baik secara fisik maupun kegiatan yang bersifat secara Islami. Dengan begitu terlihat jelas nilai keislaman pada corak pesantren sehingga pesantren dapat menjadi tempat yang nyaman bagi santri untuk mengespresikan diri melalui kegiatan-kegiatan yang ada di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa.

Dengan langka seperti itu, maka Yayasan Pondok Pesantren Ahlu-Shofa-Wal Wafa memberi sumbangsi pada masyarakat. Tidak lain karena adanya kegiatan yang ada di dalam pesanten Ahlus-Shofa Wal Wafa.


(59)

50

Tujuan adanya kegiatan di Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa wal-Wafa agar para santri belajar dalam mempraktekkan keilmuannya dan intelektual pada kegiatan dalam pesantren sehingga apabila santri sudah tidak dalam pengawasan pesantren semua ilmu yang di ajarkan oleh Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa dapat memberikan maanfaat atau kegiatan possitif bagi masyarakat.

1. Khitobah

Kegiatan santri ini merupakan kegiatan dalam bentuk ceramah yang melibatkan santri untuk memberikan pikran nya dan disampaikan kepada santri lain.

Kegiatan santri ini dilakukan seminggu sekali pada hari minggu pagi setelah shalat jamaah subuh. Dalam kegiatan ini santri dapat belajar ceramah dengan pembekalan keberanian diri dan kemampuan dakwa Islam yaitu memaparkan ayat-ayat Al-quran sesuai dengan kemampuan penghafaln santri.

2. Ishari

Kegiatan ini merupakan rangkaian dari kegiatan diba’, kegiatan ini menggunakan alt musik atau disebut terbangan. Ishari dilakukan pada hari sabtu setelah shalat Isya’. Kegiatan ini dilakukan oleh santri Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa sendiri.

3. Istighosah

Ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap Rabu malam yang diikuti oleh santri mukim maupun santri kalong kegiatan


(60)

51

ini dilakukan untuk berzikir kepada allah setelah berzikir para santri melakukan pengajian tasawuf yang dipimpin langsung oleh Mohammad Nizam As-Shofa.

4. Qiro’ah

Kegiatan santri ini merupakan kegiatan dalam bentuk membaca Al-Quran. Kegiatan santri ini dilakukan seminggu sekali pada hari jum’at dengan kegiatan tersebut santri dapat membaca Al-Quran dengan benar dan baik

Jadwal Kegiatan santri Yayasan Pondok Pesantren Ahlu-Shofa Wal-Wafa dalam 24 jam

No .

Waktu Nama

Kegiatan

Materi Pengasuh

1. 04,30-06,00

Subuhan Shalat Subuh berjama’ah dan dilanjutkan tartil Al-Quran secara bersama-sama.

Dipimpin oleh KH.

Mohammad Nizam As-Shofa.

2. 06,00-07,00

Duhaan Setelah shalat santri bersiap-siap untuk makan dan berangkat ke sekolah

Dipimpin oleh KH. Gufron ali.

3. 07,00-14,00

Sekolah Formal

Diperuntukkan bagi santri yang tidak bersekolah melakukan kegiatan ketampilan di bidangnya masing-masing sesuai dengan kemampuannya.


(61)

52

4. 14,00-15,30

Mengaji Para santri mengaji kitab sesuai dengan jadwalnya dan dilanjutkan dengan sholat ashar berjamaah.

Dipimpin oleh KH.

Mohammad Nizam As-Shofa.

5. 15,30-17,00

Keterampi lan

Bagi para santri yang masih MTs dan Aliyah mereka diajarkan berwirausaha dengan melakukan pengisian ualng air Mada.

Dipimpin oleh ustadz Zainal Abidin.

6. 17,00-19,30

Melakuka n kegiatn yang ada di

pesantren

Para santri pesiapan untuk mandi, setelah itu makan, persiapan shalat magrib para santri membaca alquran dan

mengaji kitab

kuning.ditutup shat isya’.

Dipimpin oleh ustad Abdul Wahab

7. 19,30-21,30

Jam Belajar

Belajar bersama di aula dengan materi pelajaran sekolah masing-masing. Kecuali hari rabu jam 20,00-24,00 setelah shalat isyak para santri menyiapkan keperluan pengajian tasawuf rabu agung bagi santri yang bersekolah tidak di wajibkan mengikutinya.


(1)

62

senang dan bersyukur karena bisa membantu mendidik anak yatim piatu

dan para anak jalanan atau terlantar yang ada di desa maupun di luar desa

mereka. Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa mengasuh dan

membiayai semua kebutuahan para santrinya dan memberikan

keterampilan serta pekerjaan kepada para santrinya. Dengan demikian

masa depan anak-anak terlantar dan anak yatim piatu kehidupannya dapat

terjamin dengan baik. Seperti anak yatim piatu yang dari luar desa tersebut

yang kedua orang tuanya sudah tidak ada sehingga tidak dapat bersekolah,

berkat adanya Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa mereka

dapat bersekolah sampai tamat sekolah. Para santrinya pun diajarkan

bergai keterampilan yang dapat menjadi bekal di kemudian hari. Dengan

adanya Pondok Tersebut Masyarakat Desa Simoketawang maka

perekonomian mereka dapat perkembang dan masyakat disana

memanfaatkan peluang tersebut untuk berjualan ataupun berdagang.4

4


(2)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian dan penjelasan dalam skripsi ini, maka dapat

disimpulkan:

1. KH. Mohammad Nizam As-Shofa di lahirkan di Sidoarjo tanggal 23

Oktober 1973 lahir dari pasangan KH. Ahmad Saiful Huda dan Hj.

Siti Maryam. Ia merupakan putra ke tiga dari delapan bersaudara

adalah sosok kiai yang rendah hati dan berwibawa, dikarenakan dia

selalu bersikap baik dengan semua orang tanpa harus

membeda-bedakan.

2. Perkembangan yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa

dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang cukup pesat dulunya

pondok yang tidak terlalu besar dan tidak mempuyai apa-apa akan

tetapi lambat laun dapat mendirikan pondok yang cukup besar

sehingga dapat menampung para santri-santrinya serta para pengikut

taqriqoh yang semakin banyak. Dari tahun ketahun pesantren terus

membanahi agar manjadi pesantren yang dapat berguna untuk diri

sendiri dan orang lain maka santri-santrinya diajarkan bangaimana

menumbuhkan kemandirian para para santri dengan di ajarkan

berbagai bidang keterampiran yang ada di pesantren.

3. Dengan didirikan Yayasan Pondok Pesantren Ahlus-Shofa wal Wafa

KH. Mohammad Nizam berharap pesantren dapat membawa dampak


(3)

64

dapat bimbingan mental spiritual masyarakat disana yang masih awam

dan ingin mengetahui ajaran agama Islam lebih banyak dan

memberikan keselarasan antara pesantren dan masyarakat sekitar. Ia

berharap dengan didirikanya podok pesantren ini mengajarkan kepada

para santri bagaimana membaur dengan masyarakat dan mengenal

karakter masyarakat disekitar pesantren. Yayasan Pondok Pesantren

berharap dengan didirikan pondok ini maka perekonomian yang ada di

masyarakat akan dapat meningkat dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan penelitian mengenai peran KH. Mohammad Nizam

As-Shofa dalam mendirikan dan mengembangkan Pondok Pesantren

Ahlus-Shofa Wal-Wafa Simoketawang Wonoayu Sidoarjo 2002-2015,

maka kami menyarankan hal-hal sebagi berikut:

1. Kepada masyarakat secara umum khususnya umat Islam hendaknya

memperhatikan aqidahnya apa sudah sesuai dengan Alqur’an dan Hadis atau belum, karena aqidah adalah pokok dari keimanan kita

terhadap Allah Subhānahu wa Ta’ālā. Sehingga harus benar-benar diperhatikan.

2. Bagi seluru masyarakat Simiketawang Wonoayu Sidoarjo diharapkan

dapat meniru teladan yang dicontohakan atau tingkah laku KH.

Mohammad Nizam As-Shofa dalam mengembangkan mendidik para


(4)

65

sosial semoga kita dapat menjadi generasi penerus yang memiliki ilmu

dan pandangan luas.

3. Dengan diangkatnya masalah ini diharapkan dapat menjadi motivasi

untuk meneliti lebih dan kami merasa hasil penelitian ini masih sangat

sederhana dan jauh dari sempurna, maka diperlukan adanya penelitian


(5)

66

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.

Badri dan Munawiroh. Pergeseran Literatur Pesantren Salafiyah. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007.

Departemen Agama. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Departemen Agama,2004.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kia.i Jakarta: LP3ES, 1982.

Djarwanto. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi. Jakarta: Departemen Agama, 2004.

Faiqoh. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Departemen Agama RI, 2003.

Giddens, Anthony. Kapitalisme dan Teori Sosial Moderen: Suatu analisi Karya

Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber,Terjemah. Soeheba

Kramadibrata. Jakarta: UI Press, 1986.

Golba, Sindu. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.

G. J. Renier. Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Moderntas dan Tantangan Komplesitas Global. Jakarta: IRD Press, 2004

Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Masyhud, M Sulthon. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2005.

Nizam, As-Shofa, Mohammad. Mengenal Tarekat Naqsyabandiyah Chalidiyah. Sidoarjo: Bina Karya, 2014.

Scraft, Betty R. Kajian Sosiologi Agama, ter. Machun Husain. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.


(6)

67

67 Suhardono, Edy. Teori Peran: Konsep, Derivasi, dan Implikasinya. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1994.

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV Rajawali, 1983. Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT BumiAksara, 2003. Taufik, Idris. Mengenal 1Keberadayaan Islam. Surabaya : Bina Ilmu, 1983. Zulaichah, Lilik. Metodologi Sejarah 1 . Surabaya: Fak. Adab, 2005. Internet

Sya'roni, As-Samfuriy,”syi’ir tanpo waton gus dur karya”,dalam file:///C:/Users/User/Documents/Biograf Ulama dan Habaib_Syi-iran tanpo Waton/Gus Dur/Karya Siapa.html (1 juni 2016 13.10).

Wawancara

Fiana Nur, Wawancara, Sidoarjo, 25 Mei 2016 Juari Abdul, Wawancara,Sidoarjo, 31 Mei 2016 Maryam Siti, Wawancara, Sidoarjo, 10 Mei 2016.

Nizam As-Shofa, Muhammad, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2016. Nur Ainiyah, Zuhdiyah, Wawancara, Sidoarjo, 15 April 2016. Wahab Machfud, Abdul, Wawancara, Sidoarjo, 29 April 2016.

Artikel

Macfufud, Abdul Wahab,” Proposal pengembangan usulan pembangunan gedung rusunawa santri Yayasan Pondok Pesantren Ahlu-Shofa Wal-Wafa”, Data Arsip 4 juni 2014

Sulistyono. Majalah tasawuf As-Shofa. Edisi Perdana, 2015. Skripsi

Rif’ah, Ainun, “Metode Dakwah KH.Mohammad Nizam As-Shofa”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Dakwa, Surabaya, 2013).