PERANAN KH ABDUL MUJIB ABBAS DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AL KHOZINY BUDURAN SIDOARJO 1964-2010.

(1)

PERANAN KH A PONDOK PESANT

Diajukan Unt Gelar Sa Pada Juru

FAKU UNIV

ABDUL MUJIB ABBAS DALAM MENGEM NTREN AL KHOZINY BUDURAN SIDOAR

SKRIPSI

ntuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperol Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1)

rusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

oleh :

Maslahatud Diniyah NIM : A0.22.12.070

KULTAS ADAB DAN HUMANIORA NIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL SURABAYA 2016

EMBANGKAN ARJO 1964-2010

roleh I)


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peranan KH. Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo Tahun 1964-2010. Adapun fokus penelitian dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana Biografi KH. Abdul Mujib Abbas? (2) Bagaimana Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo? (3) Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Abdul Mujib dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran 1964-2010?

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah (historis), yaitu suatu langkah merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengkritik dan menafsirkan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelusuran dokumen terkait, baik yang beliau tulis sendiri maupun oleh orang lain. Data tersebut diklarifikasi dan diperkuat dengan observasi dan wawancara. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif naratif. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas serta teori kepemimpinan kharismatik yang dikemukakan oleh Max Weber.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) KH. Abdul Mujib Abbas lahir di Sidoarjo pada tanggal 1 Syawal 1352 H/ 10 Oktober 1932 M dari pasangan KH. Moh. Abbas dengan Nyai Khodijah. (2) Pondok Pesantren Al Khoziny berdiri pada tahun 1927 atas prakarsa dari KH. Khozin Khoiruddin (kakek KH. Abdul Mujib Abbas), kemudian pada tahun 1964 mengalami perkembangan di bawah kepemimpinan KH. Abdul Mujib Abbas. (3) Usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny meliputi beberapa bidang, yakni bidang pendidikan, keagamaan, sarana prasarana dan pemberdayaan masyarakat.


(7)

ABSTRACT

This theis is entitled “The Role of KH. Abdul Mujib Abbas to Develop the Islamic Boarding School of Al KhozinyBuduranSidoarjo in the period of 1964 to 2010”. There are some concerns to be researched such as the bioghraphy of KH. Abdul Mujib Abbas, the historical of the islamicbardinghouse of Al KhozinyBuduranSidoarjoalso the efforts and struggles in developing this islamic boardinghouse which was done by KH. Abdul Mujib Abbas.

Referring to three concerns on above paragraph, this research is applying the method of historical research. It is a sistematic and objective way to reconstruct, collect, criticize and conjugate the pass event in the purpose of proving the facts which is ended by a strong conclussion. The data resources are taken from related documents such as the books from the founder and other books related with. The facts found from those data were observed by the author through the data comparation and interview, which is continued to analyze by using the method of narrative-descriptive. All the process that is done is based on the Theory of Role from Biddle and Thomas, also the Theory of Charismatic-leadership by Max Weber.

This research result is concluded that KH. Abdul Mujib Abbas was born in Sidoarjo 1stSyawwal 1352 / 10th October 1932 from the marriage of KH. Moh. Abbas with Mrs. Khodijah. The islamic boarding house of Al Khoziny has been exist since a year of 1927, found by KH. Khozin Khoiruddin (Grand father of KH. Abdul Mujib Abbas), then there were significant development which was developed under the leading of KH. Abdul Mujib Abbas in 1964 with the result such as formal education, islamic education, social empowerment and improvement or other stuffs related with.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 10

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 11

F. Penelitian Terdahulu ... 14

G. Metode Penelitian... 15

H. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : BIOGRAFI KH. ABDUL MUJIB ABBAS A. Genealogi ... 21


(9)

C. Pernikahan ... 30

D. Karya-karya ... 33

E. Wafatnya ... 36

F. Profil KH. Abdul Mujib dalam Beberapa Pandangan ... 37

1. Keluarga ... 37

2. Tokoh ... 39

3. Masyarakat ... 40

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN AL KHOZINY BUDURAN SIDOARJO A. Kondisi Desa Buduran ... 41

B. SejarahBerdirinyaPondokPesantren Al Khoziny ... 45

C. VisidanmisiPondokPesantren Al Khoziny ... 49

D. PerkembanganPondokPesantren Al Khoziny ... 50

1. PeriodeAwal 1927-1964... 50

2. Periodekedua 1964-2010 ... 52

E. Aktifitas Pondok Pesantren Al Khoziny ... 57

BAB IV: USAHA-USAHA KH. ABDUL MUJIB ABBAS DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AL KHOZINY 1964-2010 A. BidangPendidikan ... 63

B. BidangKeagamaan ... 67


(10)

D. BidangPemberdayaanMasyarakat ... 72

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran-saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ditinjau dari sejarahnya pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang berada di Indonesia. Pesantren lahir tumbuh dan berkembang telah lama, bahkan sebelum dikenalnya lembaga pendidikan lainnya yang ada di Indonesia. Pesantren dapat dianggap sebagai lembaga khas yang berakar kuat di Indonesia.

Akar-akar historis pesantren di Indonesia dapat dilacak jauh ke belakang ke masa-masa awal datangnya Islam di Nusantara. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan masuk sejalan dengan gelombang pertama dari proses pengislaman di daerah jawa sekitar abad ke-16.1

Di kalangan ahli sejarah terdapat perbedaan pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka menyebutkan bahwa Shaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Shaikh Maghribi dari Gujarat India adalah pencipta atau pendiri pesantren pertama di pulau Jawa. Selain itu ada pula yang menyebut bahwa Sunan

1


(12)

2

Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pesantren pertama kali di Kembang Kuning Surabaya.2

Terlepas dari berbagai perbedaan pendapat mengenai siapa pendiri pesantren pertama kali, peranan pesantren pada awal kemunculannya adalah bukan hanya sebagai pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam saja akan tetapi juga memainkan peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam.

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh di tengah masyarakat memadukan tiga unsur, yakni ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan Islam, amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.3

Para peserta didik pada pesantren disebut santri, sedangkan tempat di mana para santri menginap di lingkungan pesantren disebut dengan istilah pondok, dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.4

Meskipun bentuk pesantren pada awalnya masih sangat sederhana, namun pada saat itu pesantren merupakan satu-satunya lembaga

2

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Intitusi

(Jakarta: Erlangga, tanpa tahun), 8.

3

Abdurrahman Saleh, et al, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Yogyakarta: Depag RI, 1978), 15.

4

Tim Penulis Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangannya (Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003),1.


(13)

3

pendidikan yang terstruktur.5 Adapun unsur-unsur dasar yang terdapat dalam pondok pesantren adalah kiai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning.6

Di dalam pesantren terdapat suatu komunikasi tersendiri di mana kiai, ustadz, santri dan pengurus pesantren hidup bersama di satu lingkungan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam, lengkap dengan norma-norma dan kebiasaan sendiri yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya. Komunitas pesantren merupakan suatu keluarga besar di bawah asuhan seorang kiai atau ulama’ yang dibantu oleh beberapa ustadz.7

Kiai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata dalam pesantren yang berkembang di Jawa, sosok kiai sangatlah berpengaruh yang memiliki kharisma tersendiri sehingga sosoknya amat disegani oleh masyarakat di lingkungan pesantren. Selain itu, kiai pondok pesantren juga berperan sebagai penggagas dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh karenanya sangat wajar bila dalam pertumbuhannya pesantren sangat bergantung pada peran seorang kiai.8

Pesantren merupakan hasil usaha mandiri kiai yang dibantu oleh santri dan masyarakat, sehingga memiliki bentuk yang berbeda-beda.

5

M Sulthon Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), 1.

6

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), 44.

7

Rofiq A, Pembelajaran Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan (Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara, 2005), 3.

8

Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), 28.


(14)

4

Dalam skala nasional sebuah pesantren satu dengan pesantren lainnya tidak bisa diseragamkan, hal ini disebabkan karena pesantren memiliki ciri khusus yang mana tergantung pada selelra setiap kiai yang meimpin sekaligus keadaan sosial budaya yang mengitarinya.9

Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu agama saja melalui kitab klasik atau disebut juga dengan kitab kuning.10 Dalam proses pembelajaran di pesantren, ilmu-ilmu keislaman menjadi prioritas yang paling utama. Hal ini terlihat dari kurikulum yang diberlakukan di pesantren. Sebagaimana yang diketahui, pembahasan kitab kuning berisi tentang berbagai ilmu keislaman tradisonal yang dalam banyak aspek tidak memiliki hubungan langsung dengan ilmu-ilmu modern.

Namun seiring dengan perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pondok pesantren juga terus berbenah diri dan meningkatkan kualitas pendidikannya baik dalam materi kurikulum maupun metode pembelajarannya.11

Pondok pesantren bergerak secara dinamis dalam kurun waktu tertentu. Pesantren dewasa ini terus mengalami perubahan dan perkembangan yang berarti. Dalam perkembangannya pesantren senantiasa melahirkan unsur-unsur baru tanpa harus menghilangkan unsur

9

Qomar, Pesantren dari Transformasi, 16.

10

Haidar Putra Daulany, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia

(Jakarta: Kencana, 2006), 25.

11

Sudrajat Rasyid, Kewirausahaan Santri: Bimbingan Santri Mandiri (Jakarta: Citrayuda Alamanda, Tanpa tahun), 28.


(15)

5

yang sudah terbentuk.Terjadinya akumulasi atas unsur tersebut membuat pondok pesantren tetap eksis dan berfungsi dalam arus perubahan sosial.12

Di antara perubahan-perubahan yang paling penting adalah menyangkut penyelanggaraan pendidikan. Tidak sedikit pesantren di Indonesia yang pada saat ini mengadopsi sistem pendidikan formal yang telah diselenggarakan pemerintah.

Dilihat dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, Dhofier membagi pesantren ke dalam dua kategori yakni pesantren Salafi dan Khalafi. Pesantren Salafi adalah sebutan bagi pesantren yang tetap mengajarkan kitab-kitab Islam klasik sebagai inti dari pendidikannya. Penerapan sistem madrasah digunakan untuk memudahan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran tentang pendidikan umum. Sedangkan pesantren Khalafi adalah sebutan bagi pesantren yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren.13

Pada umumnya pilihan pendidikan formal yang didirikan di pesantren masih berada pada jalur pendidikan Islam. Namun demikian, banyak pula pesantren yang sudah memiliki lembaga pendidikan sistem sekolah seperti dikelola oleh Depdikbud. Beberapa pesantren bahkan

12

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3S, 1999), 3.

13


(16)

6

sudah membuka perguruan tinggi, baik berupa Institut Agama Islam maupun Universitas.

Salah satu pondok pesantren yang mengikuti arus modernisasi pendidikan adalah pondok pesantren Al Khoziny di Buduran Sidoarjo. Pondok pesantren tersebut berdiri pada tahun 1927 oleh KH. Khozin Khoiruddin sebagai respon atas masyarakat desa Buduran yang sangat membutuhkan bimbingan dan pengarahan dalam bidang agama, karena pada saat itu masyarakat di desa Buduran nyaris tidak tersentuh oleh ajaran-ajaran Islam.

Pada awal pendiriannya, pesantren ini akan diasuh sendiri oleh KH. Khozin Khoiruddin, akan tetapi banyak keluarga beliau yang ada di Siwalanpanji yang kurang merestuinya sehingga pesantren tersebut diserahkan kepada putra beliau yang bernama KH. Moh Abbas. Pada kepemimpinan KH. Moh Abbas pesantren Al Khoziny hanya sebatas mengajarkan pengetahuan agama saja melalui kitab klasik yakni yang disebut juga dengan kitab kuning.

Ketika KH. Moh Abbas mulai udzur, kepemimpinan Al Khoziny diserahkan kepada putrannya yang bernama KH. Abdul Mujib. Sejak kecil KH. Abdul Mujib dididik dengan totalitas oleh ayahnya untuk menjadi pribadi yang tangguh. Hal ini dilakukan oleh KH. Moh Abbas untuk mempersiapkan KH Abdul Mujib sebagai pemimpin Al Khoziny setelah beliau wafat.


(17)

7

Apa yang dilakukan oleh KH. Moh Abbas dalam mendidik karakter KH. Abdul Mujib tidaklah sia-sia. Terbukti dengan perkembangan Al Khoziny yang sangat pesat saat di bawah kepemimpinan KH. Abdul Mujib, hingga era ini disebut pula dengan era keemasan

Pada masa kepemimpinan KH. Abdul Mujib Abbas, Pondok Pesantren Al Khoziny mulai melakukan modernisasi pesantren dengan memasukkan sistem pendidikan formal. Sebagai ukuran kemodernan Pondok Pesantren Al Khoziny dapat dilihat dari sistem pendidikannya, di mana pada masa awal berdirinya hanya menitikberatkan pada kajian ilmu agama Islam yang terdapat dalam kitab kuning melalui sistem tradisional yakni sorogan, bandongan atau wetonan saja, baru pada masa kepemimpinan KH. Abdul Mujib mulai memasukkan ilmu pengetahuan umum melalui kelas-kelas formal mulai Madrasah Ibtidaiyah hingga Perguruan Tinggi.

Keberhasilan yang dicapai Pondok Pesantren Al Khoziny dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari peran seorang kiai di dalamnya, karena kiai merupakan unsur pesantren yang paling esensial. Dia adalah KH. Abdul Mujib yang mengantarkan Al Khoziny pada pencapaian yang luar biasa dengan perkembangan yang cukup pesat.

Hal tersebut terbukti dengan didirikannya lembaga pendidikan formal mulai tingkat madrasah ibtidaiyah hingga perguruan tinggi yang diberi nama Institut Agama Islam Al Khoziny, dan Pondok Pesantren Al


(18)

8

Khoziny merupakan pondok pesantren pertama kali yang mengadakan pendidikan formal di wilayah Buduran Sidoarjo.

Keberhasilannya merupakan hasil dari pemikiran KH. Abdul Mujib Abbas untuk mencetak generasi Islam yang tidak hanya mumpuni dalam bidang keagamaan saja, akan tetapi juga generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman, karena menurut beliau ketika para generasi muda Islam tidak dibekali dengan ilmu pengetahuan umum maka akan tersingkir oleh zaman.

Dewasa ini kecenderungan pandangan masyarakat akan pesantren telah berubah. Inti permasalahannya bukan terletak pada potensi santri lulusan pesantren yang tidak pandai, melainkan pergeseran ukuran. Sekarang ini yang menjadi ukuran di kalangan masyarakat adalah masalah yang menyangkut wawasan sosial, organisasi modern, pluralisme keilmuan dan sebagainya, di mana masalah-masalah tersebut pada masa lampau tidak pernah diperhitungkan dalam pendidikan pesantren.14 Kini pesantren menghadapi tantangan baru, yakni tantangan pembangunan, kemajuan, pembaruan serta tantangan keterbukaan dan globalisasi.

Berdasarkan tantangan globalisasi itulah KH. Abdul Mujib Abbas melakukan modernisasi pesantren dengan memasukkan sistem pendidikan formal ke dalam Pondok Pesantren Al Khozniy, dengan harapan agar nantinya para santri dapat menghadapi tantangan zaman dengan tetap

14


(19)

9

berpegang teguh pada agama yang menjadi ciri khas dari kehidupan pesantren.

Meskipun demikian KH. Abdul Mujib Abbas tidak serta merta menghilangkan unsur-unsur lama pesantren seperti pengajian kitab kuning yang menjadi ciri khas dari sebuah pondok pesantren.

Melihat pentingnya peranan seorang kiai dalam menggagas dan mengembangkan pondok pesantren maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang peran salah satu kiai yang ada di Buduran Sidoarjo dalam mengembangkan pondok pesantren yang diasuhnya.

Dalam skripsi ini akan diuraikan secara historis bagaimana awal pendirian pesantren Al Khoziny dan bagaimana peran yang dilakukan KH. Abdul Mujib Abbas hingga bisa membawa Al Khoziny pada puncak keemasan seperti sekarang ini. Hal ini sesuai dengan judul skripsi yang saya gunakan yakni Peranan KH Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoaarjo Tahun 1964-2010.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi pada latar belakang yang telah dijelaskan di atas, untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis perlu menyebutkan rumusan-rumusan serta pokok-pokok permasalahan sebagai langkah awal dari penelitian, di antaranya sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi KH Abdul Mujib Abbas?


(20)

10

3. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan KH Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al-Khoziny tahun 1964-2010?

C. Tujuan Penelitian

Melihat rumusan masalah yang telah dipaparkan maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memenuhi persyaratan agar memperoleh Gelar Sarjana dalam program Strata Satu (S-1) pada jurusan Sejarah Kebudayaan Islam.

2. Penelitian ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui secara deskriptif tentang biografi KH Abdul Mujib Abbas.

3. Penelitian ilmiah ini juga bertujuan untuk mengetahui peran sekaligus langkah-langkah yang dilakukan KH Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini, Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan nilai-nilai yang baik bagi semua orang baik secara Akademik maupun secara Praktis. 1. Secara Akademik (Praktis) Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi bahan bacaan di Perpustakaan Fakultas Adab dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya selain itu juga sebagai bahan tambahan referensi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Biografi tokoh dan pesantren di Sidoarjo


(21)

11

2. Secara Teoritis (Ilmiah) dapat dijadikan bahan pertimbangan masyarakat luas dari berbagai kalangan untuk mengetahui, menilai, maupun mempelajari tentang peranan tokoh atau kiai dalam pondok pesantren dan juga untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang sejarah peradaban Islam sekaligus menjadi bahan studi penelitian lebih lanjut yang lebih berbobot.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan historis yang bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan yang terjadi di masa lampau. Dengan pendekatan historis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan secara kronologis latar belakang sejarah kehidupan KH. Abdul Mujib Abbas, sejak lahir pada tahun 1932 M sampai proses sebagai pemimpin atau pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo hingga meninggal pada tahun 2010.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan sejarah naratif yang menurut Sartono Kartodirdjo adalah sejarah yang mendeskripsikan tentang masa lampau dengan merekonstruksi peristiwa yang terjadi, serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sehingga tersusun sebagai cerita.15

Selanjutnya penulis menggunakan beberapa kerangka teori yang dapat dijadikan acuan untuk menulis skripsi ini, antara lain:

15

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 9.


(22)

12

Pertama adalah teori peran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Biddle dan Thomas yaitu sudut pandang dalam sosiologi yang menganggap sebagian besar aktivitas harian yang diperankan oleh kategori-kategori yang diterapkan secara sosial.16 Teori ini diterapkan untuk peranan yang telah dilakukan oleh KH. Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny buduran sidoarjo, karena atas hasil pemikirannya terhadap modernisasi pendidikan, kini Pondok Pesantren Al Khoziny berkembang dengan pesat dengan mendirikan berbagai pendidikan formal hingga tingkat perguruan tinggi.

Teori yang kedua yaitu teori kepemimpinan (Max Weber) yang mengemukakan adanya kharismatik dalam diri seseorang dan yang membedakan mereka dari yang lain dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural.17

Max Weber seperti yang dikutip oleh Soejono Soekamto mengklasifikasikan kepemimpinan menjadi tiga jenis:

1. Kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi. 2. Tradisisonal yang dimiliki berdasarkan pewarisan

3. Legal-rasional yang dimiliki berdasarkan jabatan serta kemampuan.18

Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai usaha untuk mengarahkan perilaku orang lain guna mencapai tujuan. Hal tersebut mempunyai makna

16

Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Derivasi, dan Implikasinya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), 7.

17

Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern Suatu Analisis Terhadap Karya-Tulis Max Weber (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), 147.

18


(23)

13

bahwa pemimpin memerankan fungsi penting sebagai pelopor dalam menetapkan struktur kelompoknya, keadaan kelompoknya, ideologi kelompoknya serta pola dan kegiatan kelompoknya.19

Dari ketiga tipe kepemimpinan yang dijelaskan Max Weber di atas, penulis menyimpulkan bahwa KH. Abdul Mujib Abbas masuk dalam klasifikasi kepemimpinan kharismatik. Kepemimpinan kharismatik merupakan kepemimpinan yang didasarkan pada identifikasi psikologi seseorang dengan orang lain yang dalam hal ini hubungan psikologi seorang kiai dengan santri atau masyarakat (pengikutnya).

Bagi para santri, seorang kiai (pemimpin) adalah harapan untuk suatu kehidupan yang lebih baik sekaligus sebagai penyelamat dan pelindung.20 Seorang kiai tidak hanya dikatakan sebagai sebagai elit agama, tetapi juga elite pesantren yang memiliki otoritas tinggi dalam menyampaikan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan serta berkompeten mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan yang ada di pondok pesantren tipe kharisma yang melekat pada dirinya menjadi tolak ukur kewibawaan sebuah pesantren.21

Dengan menggunakan kedua teori di atas penulis dapat mengungkapkan kepemimpinan dan peranan yang dilakukan KH. Abdul Mujib Abbas dalam mengarahkan serta mengembangkan Pondok

19

Sukamto, Kepemimpinan Kiai, 22.

20

Ibid., 23.

21


(24)

14

Pesantren Al Khoziny Buduran sehingga dapat mencapai puncak kesuksesan seperti saat ini.

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu dari berbagai penelusuran yang telah penulis lakukan terhadap literatur, telah ditemukan berbagai buku dan karya ilmiah yang terkait dengan pembahasan judul skripsi ini, antara lain sebagai berikut:

1. Edi Nursalam Ash-Shomadi, 139002445, Jurusan Penerangan dan Penyiaran Agama Islam, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1995, Metode Dakwah Ikhsany: Studi Tentang Muhawaroh Kubro Sebagai Alternatif Penyelesaian Masalah Fiqiyah di Kalangan Umat Islam oleh Ikatan Santri Al Khoziny (IKHSANY) Buduran Sidoarjo. Dalam skripsi tersebut membahas tentang Muhawaroh Kubro (metode menyelesaikan masalah fiqh dengan cara musyawarah mufakat dengan menggali sumber-sumber referensi kitab salaf) yang dilakukan oleh ikatan santri Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo dalam menyelesaikan masalah fiqih di kalangan umat Islam. 2. Mukmin, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah STAI

Al Khoziny, 2006, Pengaruh Motivasi Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Siswa di MTs Al Khoziny Buduran Sidoarjo. Dalam skripsi tersebut membahas tentang peran orang tua dalam memotivasi belajar siswa di MTs Al Khoziny Buduran Sidoarjo.


(25)

15

3. Hafidh, 20057911221, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah STAI Al Khoziny, 2011, Problematika Emosional Santri dalam Pembelajaran Bahasa Arab dan Alternatif Pemecahannya di Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo. Dalam skripsi tersebut membahas tentang problematika emsoional yang dialami santri dalam pembelajran bahasa Arab di Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo.

4. Nur Indah Lailiya, 20057911194, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah STAI Al Khoziny, 2010, Dampak Pernikahan di Masa Kuliah Aktif terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa STAI Al Khoziny. Skripsi tersebut membahas tentang dampak positif dan negatif pernikahan mahasiswa kuliah aktif di STAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo.

Sepanjang yang saya telusuri, skripsi, tesis atau disertasi yang menulis tentang KH Abdul Mujib Abbas belum ada. Adapun titik fokus yang akan penulis teliti pada penelitian ini adalah tentang peran KH Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny yang mana dari perananya tersebut dapat membawa Al Khoziny dalam perkembangan yang cukup pesat.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah, metode tersebut dibagi menjadi empat tahap yakni: heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.


(26)

16

1. Heuristik

Yakni pengumpulan sumber-sumber yang diperoleh dengan melalui proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan sumber dalam penulisan sejarah. Sejarah tanpa sumber tidak dikatakan sebagai sejarah dan tidak boleh dibicarakan, maka sumber dalam penelitian ini berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen adalah dengan wawancara, observasi, dokumentasi.22

Terkait dengan penulisan skripsi ini peneliti mencari dan mengumpulkan sumber, data, dan jejak sejarah yang sesuai dengan lingkup pembahasan, antara lain:

a. Sumber Primer

1) Sumber tertulis, antara lain:

a) Karya KH. Abdul Mujib Abbas berupa kitab yang berjudul

Sharah Kitab Qowaid al Fiqhiyah, Taqrir al Fiyah Ibn Malik, Taqrir ‘Uddatul Faridh dan Kitab Hizb Badr. b) Piagam pendirian Pondok Pesantren. Nomor : Kd. 13.15 / 5

PP.008/ 6/5/2007.

c) Piagam pendirian Madrasah Tsanawiyah Al Khoziny. Nomor : Wm. 06.03/PP.03.2/1067/SKP/1999.

d) Piagam Madrasah Ibtidaiyah Al Khoziny. Nomor: Wm. 06.02/5800/A/let./1985.

22


(27)

17

e) Dokumen profil pondok pesantren Al Khoziny. f) Akta Notaris

2) Sumber lisan (Oral History)

Sumber ini diperoleh dari hasil wawancara dengan orang yang sezaman yaitu dengan putra-putrinya, antara lain:

a) KH. Abdus Salam selaku putra pertama sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo tahun 2010 hingga sekarang.

b) KH. Abdul Mu’id putra kedua sekaligus selaku ketua yayasan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo tahun 2010 hingga sekarang.

c) Hj. Nurhinda selaku putri keenam

d) KH. Minanurrohman dan KH. Thoif selaku teman di Pondok Pesantren MUS Sarang.

e) KH. Sholeh Qosim selaku teman dan kerabat KH. Abdul Mujib Abbas.

f) Ustadz Syueb Nur Aly selaku alumni sekaligus tenaga pengajar di Pondok Pesantren Al Khoziny

g) Bapak Abdul Fattah selaku pamong di Desa Buduran sekaligus tokoh masyarakat di Desa Buduran.


(28)

18

2. Kritik Sumber

Yaitu suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan mengenai keabsahan data, Dalam hal ini ada dua kritik yaitu kritik intern dan kritik ekstern.

Mengenai kritik intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup kredibel atau tidak, sedangkan kritik ekstern adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak.23

Dalam penulisan mengenai peranan KH. Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo (1964-2010) penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder melalui kritik intern dan ekstern untuk mendapatkan keaslian dari sumber-sumber yang telah diperoleh.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seringkali disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui dengan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.24

Dalam penulisan mengenai peranan KH Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan pondok pesantren Al Khoziny Buduran

23

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2005), 16.

24


(29)

19

Sidoarjo penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder kemudian penulis menyimpulkan sumber-sumber tersebut sebagaimana dalam kajian yang diteliti.

4. Historiografi

Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode sejarah, yakni usaha untuk merekonstruksi kejadian masa lampau dengan cara menuliskan dan memaparkan secara sisitematis, terperinci, utuh dan komunikatif agar dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca.

Berdasarkan penulisan sejarah ini pula akan dapat dinilai apakah penelitian yang berjudul Peranan KH Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo (1964-2010) ini sesuai dengan prosedur yang dipergunakannya tepat atau tidak, dari sini juga akan dapat diketahui sesuai tidaknya sumber atau data yang digunakan dalam penelitian ini.25

H. Sistematika Bahasan

Sistematika penulisan dalam penelitan ini disusun untuk mempermudah pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut:

Pada bab satu dimulai dengan pendahuluan yang menggambarkan secara global dari keseluruhan isi skripsi ini yang terdiri dari latar

25


(30)

20

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika bahasan.

Pada bab dua penulis menjelaskan tentang riwayat hidup KH. Abdul Mujib Abbas yang meliputi genealogi kelahiran, masa pendidikan, pernikahan, karya serta akhir hayatnya.

Pada bab tiga penulis menjelaskan tentang profil pondok pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo yang meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, visi misi, perkembangan serta aktifitas yang ada di Pondok Pesantren Al Khoziny.

Pada bab empat penulis menjelaskan tentang upaya-upaya yang dilakukan serta hambatan yang dilalui KH. Abdul Mujib Abbas dalam mengembangkan pondok pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo.

Pada bab lima terdiri dari penulisan laporan yang berisi kesimpulan dan saran-saran.


(31)

21

BAB II

BIOGRAFI KH ABDUL MUJIB ABBAS

A. Genealogi

Nama lengkap KH. Abdul Mujib adalah Abdul Mujib bin Moh Abbas bin Moh Khozin. KH. Abdul Mujib Abbas lahir pada hari Jumat tanggal 1 Syawal 1352 H. Bertepatan dengan 10 Oktober 1932 M di Buduran Sidoarjo. Ayahnya bernama Moh Abbas bin Moh Khozin bin Khoiruddin bin Ghozali bin R. Musthofa (Mbah Jarot).

Sedangkan ibunya bernama Khodijah putri dari KH. Mas Ali bin KH. Wahab Tawangsari Sepanjang Sidoarjo. Jika dilihat lebih lanjut Nyai Khodijah adalah saudara sepupu dari KH. Wahab Hasbullah (salah satu pendiri NU), sebab ibunya yang bernama Nyai Lathifah adalah adik dari KH. Mas Ali.1

KH. Abdul Mujib Abbas merupakan anak keenam dari delapan bersaudara, yakni Nyai Aisyah, Nyai Nuroniyyah, Nyai Fatimah, KH. Abdul Wahid, Nyai Hanifah, KH. Abdul Mujib, Nyai Nur Maslahah (meninggal umur 16 tahun) dan Nyai Nur Azizah (meninggal umur 4 tahun).

Di masa kecil KH. Abdul Mujib hidup seperti halnya anak-anak seusianya, yang memiliki waktu untuk bermain dan bersenda gurau. Ketulusan sang ayah, KH. Moh Abbas dalam mendidik, membimbing sekaligus doa yang dipanjatkan pada waktu malam hari secara istiqomah

1


(32)

22

turut membentuk kepribadian KH. Abdul Mujib hingga dapat melanjutkan tradisi kepemimpinan di Pondok Pesantren Al Khoziny.

KH. Moh Abbas dikenal sebagai sosok pendidik yang demokratis, tidak mengembangkan pola-pola otoriter terhadap para anaknya. Pendidikan yang diterapkan kepada anaknya lebih berorientasi pada sesuatu yang sangat mendasar terkait dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Oleh karenanya kesan bebas itu cukup dirasakan, meskipun putra-putrinya juga dituntut harus taat pada prinsip-prinsip agama, misalnya dalam hal kewajiban sholat.

KH. Abdul Mujib dibimbing secara intensif oleh kedua orang tuanya KH. Moh Abbas dan Nyai Khodijah, baik pengajaran Al quran dan pembelajaran kitab kuning seperti Sullam at Taufiq, Safinatun Najah dan beberapa kitab salaf lainnya.2

Usaha yang dilakukan oleh KH. Moh Abbas dalam membimbing serta mendidik putranya terkait dengan pendidikan dasar dilakukan secara intensif dan istiqomah. Dari sini terlihat bahwa KH. Moh Abbas cukup respek terhadap pendidikan dan bimbingan kepada anak-anaknya terlebih lagi dalam pendidikan yang berkaitan dengan penguatan karakter.

Persoalan dasar-dasar ajaran Islam merupakan pokok dalam sebuah kehidupan. Dasar-dasar ajaran Islam diibaratkan sebagai pondasi sebuah bangunan. Jika pondasi dasar itu kuat diyakini bangunan itupun akan kokoh walau dihantam badai.

2

Syueb Nur Aly, Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas: Pecinta Ilmu yang Konsisten (Surabaya: Pustaka Idea, 2013), 6.


(33)

23

Itulah yang dilakukan oleh KH. Moh Abbas dalam membangun pondasi karakter terhadap putranya melalui dasar-dasar ajaran Islam yang nantinya diharapkan KH. Abdul Mujib dapat menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi tantangan perubahan zaman yang lebih berat, terkait dengan perilaku manusia.

Dengan adanya pembekalan dasar-dasar agama sejak dini sekaligus keteladanan perilaku dan kesalehan yang dicontohkan oleh KH. Moh Abbas tersebut, maka mampu menghantarkan pembentukan karakter pada diri putra-putrinya khususnya pada diri KH. Abdul Mujib.

Selain dalam hal pendidikan karakter dan membekali dengan pengetahuan keagamaan, KH. Moh Abbas juga mendidik anak-anaknya untuk cinta terhadap negara. Hal tersebut terlihat ketika KH. Abdul Mujib masih berusia 13 tahun ikut bersama kakaknya KH. Abdul Wahid berperang melawan penjajah dengan bergabung barisan Hizbullah.

Pada usia tersebut, KH. Abdul Mujib belum ikut mengangkat senjata, akan tetapi beliau hanya menjadi pelayan para tentara Hizbullah, di mana ketika para tentara Hizbullah usai perang KH. Abdul Mujib membantu membersihkan peralatan senjata dan kendaraan perang.3

Hingga umur 17 tahun KH. Abdul Mujib digembleng sendiri oleh ayahnya. Sebuah kerja serius yang dilakukan KH. Abbas dalam mendidik, mengawasi dan membimbing putranya tersebut sejak kecil hingga remaja diyakini turut mempengaruhi dalam proses pendidikan selanjutnya.

3


(34)

24

KH. Abdul Mujib sejak kecil tergolong anak yang cerdas. Rasa keingin tahuannya terhadap ilmu pengetahuan cukup tinggi. Selain itu KH. Abdul Mujib adalah sosok yang ulet dan haus akan ilmu. Hal tersebut terlihat manakala KH. Abdul Mujib berpindah-pindah dari pondok pesantren satu ke pesantren lainnya hanya untuk memburu ilmu pengetahuan agama sekaligus untuk tabarrukan (mencari keberkahan). B. Pendidikan

Untuk mewujudkan ghirahnya kepada ilmu pengetahuan dan atas ijin ayahandanya, KH. Abdul Mujib Abbas pada tahun 1950 memulai pengembaraannya mencari ilmu ke beberapa pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah, di antaranya:

1. Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang

Tepat berusia 18 tahun, KH. Abdul Mujib memulai pengembarannya dalam mencari ilmu, dan pesantren yang pertama kali dituju adalah Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang yang pada saat itu diasuh oleh KH. Romli Tamim.

Tidak ditemukan alasan yang pasti mengapa KH. Abdul Mujib memilih pondok pesantren Darul Ulum untuk dijadikan jujukan awal dalam mengembangkan ilmu-ilmu agama. Yang pasti pada masa itu pesantren Darul Ulum cukup terkenal karena pengasuhnya KH Romli Tamim adalah mursyid dari tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah.

Di pesantren Darul Ulum, KH. Abdul Mujib mendapat gemblengan langsung dari KH. Romli Tamim yang mana selanjutnya KH. Abdul


(35)

25

Mujib mewarisi berbagai ilmu agama khususnya kajian yang berhubungan dengan tasawuf dan tarekat.

Tradisi tasawuf yang dialami KH. Abdul Mujib di pesantren Darul Ulum tidak hanya bersifat teoritis saja, melainkan lebih banyak bersifat praktis. KH. Mujib menyaksikan sendiri bagaimana KH. Romli Tamim sebagai mursyid tarekat Qodariyah wa Naqsabandiyah memiliki jamaah yang besar hingga mencapai ribuan orang. Menurut beberapa sumber silsilah tarekat KH. Romli Tamim diperoleh dari Shaikh Muhammad Kholil.4

Tradisi ini diakui cukup mempengaruhi perkembangan tasawuf KH. Abdul Mujib, khusunya dalam mengenal dan mengamalkan doktrin-doktrin tasawuf seperti sifat Qonaah, Tawakkal, Sabar dan lain-lain.

Akan tetapi pilihan untuk menjadi seorang mursyid sebuah tarekat secara formal nampaknya tidak terbesit dalam hati KH. Abdul Mujib. Pergumulan yang terjadi antara KH. Abdul Mujib dengan KH. Romli Tamim tidak lantas menjadikan KH. Abdul Mujib menjadi pengamal tarekat secara formal seperti yang telah dilakukan gurunya.

Dalam menangkap doktrin-doktrin tasawuf yang diperoleh dari gurunya KH. Romli Tamim, KH. Abdul Mujib lebih memilih mengamalkannya secara individual ketimbang harus larut dalam tradisi tarekat secara organisatoris.

4


(36)

26

Di Pondok Pesantren Darul Ulum KH. Abdul Mujib tidak begitu lama, hanya berkisar satu tahun setengah. Hal ini dikarenakan anjuran KH. Moh Abbas berkaitan dengan kondisi pondok pesantren Darul Ulum yang mulai mengalami proses modernisasi dengan hadirnya sekolah umum.5

KH. Moh Abbas berkeinginan agar putranya, KH. Abdul Mujib lebih fokus dalam mendalami ilmu-ilmu keagamaan, dengan harapan agar nantinya KH. Abdul Mujib dapat melanjutkan estafet kepemimpinan pesantren yang dirintisnya.

2. Pondok Pesantren Bata-bata Pamekasan

Setelah boyong dari Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, semangat KH. Abdul Mujib dalam mencari ilmu tidak lantas surut. Di tahun 1951 KH. Abdul Mujib melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Pondok Pesantren Bata-bata Pamekasan Madura yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Majid bin Abdul Hamid bin Itsbat.

KH. Abdul Majid merupakan salah satu santri dari KH. Moh Khozin Khoiruddin, kakek dari KH. Abdul Mujib saat nyantri di Pondok Pesantren Siwalanpanji Sidoarjo.6 Ketekunan KH. Abdul Majid dalam belajar serta didikan dari KH. Khozin Khoirudin mengantarkannya menjadi sosok yang tersohor di kalangan masyarakat Madura dan sekitarnya.

5

Soleh Qosim, Wawancara, Sepanjang,12 Mei 2016.

6


(37)

27

Pada era kepemimpinannya di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan, KH. Abdul Majid cukup dikenal kealimannya. Tidak sedikit santri yang mondok dan mendapat bimbingan langsung darinya, ketika sudah boyong menjadi tokoh berpengaruh.

Salah satu contoh santrinya yang berhasil atas didikan dan gemblengan KH. Abdul Majid adalah KH. As’ad Syamsul Arifin selaku pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.7

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan, KH. Abdul Mujib merasakan nuansa baru sebab berhadapan langsung dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat Madura yang terkenal dengan kereligiusannya dan ketaatannya kepada sosok kiai.

Bagi masyarakat Madura sosok kiai amatlah penting, bukan hanya sebagai pembimbing dalam bidang keagamaan saja melainkan juga menjadi sosok yang diharapkan petuah-petuahnya dalam menghadapi problematika kehidupan.

Hal inilah yang membuat KH. Abdul Majid memberi penghargaan tinggi terhadap KH. Abdul Mujib selaku santri sekaligus cucu dari kiainya.

7


(38)

28

Dalam posisi seperti ini, tidak mengherankan jika KH. Abdul Majid memberikan penghormatan dan perhatian lebih kepada Gus Mujib, sebutan akrab untuk KH. Abdul Mujib.

Penghormatan dan perhatian lebih yang diberikan KH. Abdul Majid tidak lantas menjadikan KH. Abdul Mujib menjadi lupa diri, justru hal tersebut dijadikan sebuah cambukan untuk lebih giat dalam belajar.

Keseriusannya dalam mencari ilmu menjadikan KH. Abdul Mujib menguasai beberapa disiplin ilmu, seperti kitab Syawahid al-fiyah ibn Malik, dan lain-lain. Hal ini terlihat ketika KH. Abdul Mujib diminta kiainya untuk menggantikan memimpin pengajian ketika KH. Abdul Majid sedang ada udzur.

KH. Abdul Mujib nyantri di Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Bata-bata berkisar tiga setengah tahun. Pada masa-masa itulah KH. Abdul Mujib mengalami perkembangan pesat dalam dirinya, baik dalam peneguhan kealimannya, ketulusan berproses, serta naluri untuk menjadi seorang pemimpin.8

Melihat akan kepandaian dan kealiman serta nasab yang dimiliki oleh KH. Abdul Mujib, tidak mengherankan bila Nyai Nafisah selaku istri KH. Abdul Majid ingin menjadikan KH. Abdul Mujib sebagai menantu, namun hal tersebut tidak berkenan di hati KH. Moh Abbas,

8


(39)

29

hingga akhirnya KH. Abdul Mujib boyong sekitar tahun 1955 tepat berusia 23 tahun.

3. Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang

Tak lama setelah boyong dari Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata, KH. Abdul Mujib melanjutkan pengembaraannya dalam mencari ilmu ke Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang.

Pada dasarnya sebelum memutuskan nyantri di Pondok Pesantren MUS Sarang, KH. Abdul Mujib telah menguasai banyak disiplin ilmu yng dicapai ketika masih belajar di Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Bata-bata, seperti yang dituturkan KH. Thaif selaku teman di MUS Sarang, bahwasannya KH. Abdul Mujib telah hafal nadham al-fiyah ibn Malik sekaligus hafal kitab Syawahid al-fiyah ibn Malik yang berisi tentang syi’ir-syi’ir Arab.9

KH. Abdul Mujib nyantri di Pondok Pesantren MUS Sarang didasari pada semangatnya dalam mencari ilmu serta mencari keberkahan (tabarrukan) kepada KH. Zubair Ibn Dahlan selaku pengasuh Pondok Pesantren MUS Sarang.

Sebagaimana santri yang lainnya, ketika nyantri di MUS Sarang KH. Abdul Mujib mengikuti aktifitas yang telah ditentukan oleh pesantren, termasuk mengikuti forum-forum pengajian yang diasuh oleh KH. Zubair, seperti pengajian tafsir jalalain, jam’ul jawami dan lain-lain.

9


(40)

30

Ketika berada di Pondok Pesantren MUS Sarang, KH. Abdul Mujib dipercaya menjadi lurah pondok atau yang sering disebut dengan ketua pondok. Namun jabatan tersebut tidak serta merta menjadikan KH. Abdul Mujib pribadi yang sombong.

KH. Abdul Mujib bersikap biasa layaknya santri-santri yang lain. walaupun KH. Abdul Mujib menjadi seorang lurah pondok, pada saat ada ro’an (kerja bakti) beliau selalu ikut dan menjadi contoh bagi teman-temannya.

Prinsip inilah yang selayaknya ada pada setiap para pemimpin, karena sejatinya pemimpin adalah pelayan sehingga sifat angkuh dan sombong tidak pantas ditampakkan oleh seorang pemimpin.

Di samping mengabdi kepada KH. Zubair selaku gurunya, aktifitas keilmuan KH. Abdul Mujib ketika berada di Pondok Pesantren MUS Sarang semakin matang keilmuannya, terbukti telah menghasilkan beberapa karya tulis di antaranya Hizb Badr dan Syarah Qowaid al-fiqhiyah,

C. Pernikahan

Setelah sekian lama pengembaraanya dalam mencari ilmu dari berbagai pesantren, KH. Abdul Mujib menginjak pada fase selanjutnya dalam kehidupan, yakni fase pernikahan.

Dengan kealiman, kepandaian serta kebaikan budi pekertinya, tidak heran bila banyak orang yang terpikat pada sosok KH. Abdul Mujib


(41)

31

untuk dijadikan menantu. Salah satunya adalah tawaran dari saudagar kaya raya dari daerah Gondang Legi Malang.

Sekilas tawaran ini menggiurkan apalagi bagi sosok KH. Abdul Mujib yang sejatinya bukan turunan kiai yang kaya raya sekalipun juga tidak terlalu miskin. Akan tetapi tawaran tersebut tidak diterima oleh KH. Moh Abbas selaku ayahnya. Karena KH. Moh Abbas tidak tergiur menikahkan putranya dengan putri saudagar kaya raya.10

Pada akhirnya pilihan KH. Abdul Mujib jatuh pada sosok seorang putri dari Pasuruan yang bernama Nyai Mudawwamah yang dikenal sebagai hafidhah (penghafal al quran). Dari pernikahan tersebut KH. Abdul Mujib dan Nyai Mudawwawamah dikaruniai dua belas putra-putri, di antaranya:

1. AbduL Salam 2. Abdul Mu’id 3. Nur Khodijah 4. Maimunah 5. Abdul Mughni 6. Nur Hinda 7. Farihah

8. Muhammad Ubaidillah 9. Abdul Jalil

10.Muhammad Ali

10


(42)

32

11.Hj Naila 12.Hj. Atiqoh

Dalam hal mendidik keduabelas putra-putrinya, KH. Abdul Mujib bersama Nyai Mudawwamah sangat serius dan totalitas. Sebagaimana pengakuan salah satu putrinya, bahwa pendidikan yang dilakukan oleh buya, panggilan ayah bagi KH. Abdul Mujib, dalam mendidik putra-putrinya lebih menekankan pada hal-hal prinsipil khususnya yang berkaitan dengan ajaran pokok agama Islam. Persoalan putra-putrinya bergaya seperti apapun bagi KH. Abdul Mujib tidak masalah, yang terpenting masih berada dalam batas-batas kewajaran menurut agama Islam.11

Selain itu menurut putra-putrinya, KH. Abdul Mujib juga merupakan sosok ayah yang adil bagi keduabelas putra-putrinya. KH. Abdul Mujib memperlakukan putra-putrinya secara sama tidak pernah membeda-bedakan antara anak satu dengan yang lain. hal ini juga yang dilakukan KH. Abdul Mujib dalam persoalan pendidikan. KH. Abdul Mujib memberikan porsi yang sama, sekalipun kesuksesannya tergantung pada setiap individu putra-putrinya terkait kesungguhnannya dalam mencari ilmu.12

Bukan hanya itu, KH. Abdul Mujib juga berlaku adil kepada duabelas putra-putrinya dengan memberikan jatah ibadah haji, fasilitas

11

Nurhinda. Wawancara. Sidoarjo. 7 April 2016.

12


(43)

33

rumah dan lain-lain. Semanya dilakukan secara tulus sebagai tanggung jawab dengan tidak menganak-emaskan antara anak satu dengan anak yang lainnya.13

Perlakuan seperti ini menggambarkan penanaman sikap adil harus dilakukan sejak dini dalam keluarga dengan memberikan contoh keteladanan secara langsung agar sikap adil itu memiliki efek positif bagi keluarga.

D. Karya-karya

Ketika masih belajar di pondok, KH Abdul Mujib tidak hanya aktif dalam mengikuti dan mendengarkan pelajaran dari sang guru. Akan tetapi beliau juga mulai aktif menulis. Keinginan KH Abdul Mujib untuk menulis itu muncul ketika beliau sedang belajar di pondok pesantren MUS Sarang.

Sebelum nyantri di Pondok Pesantren Sarang, beliau sudah menguasai beberapa kitab. Nyantrinya di pondok pesantren MUS Sarang tersebut semata-mata memantapkan keilmuannya serta ngalap

(mengharap)berkah kepada KH. Zubair. Di antara karya-karya KH Abdul Mujib adalah sebagai berikut:

1. Sharah Qowaid al Fiqhiyah

Qowaid al Fiqhiyah adalah sebuah kitab yang berbentuk nadhoman (syair) yang berisi tentang kaidah-kaidah dasar ilmu fiqih. KH. Abdul

13


(44)

34

Mujib mensharahkan (meringkas) kitab qowaid al fiqhiyah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.

Dalam kitab tersebut, KH. Abdul Mujib menjelaskan mengenai kaidah-kaidah fikih, seperti tentang niat dalam beribadah, keyakinan dan lain-lain. Kitab ini disusun sekitar tahun 1955 saat KH. Abdul Mujib sedang belajar di pondok pesantren MUS Sarang.

Kitab ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab, yang terdiri dari 128 halaman yang mana di dalamnya terdapat 40 kaidah-kaidah fikih. Pada kitab Sharah Qowaid Al Fiqhiyah ini telah mengalami penyempurnaan yang dilakukan oleh KH Abdus Salam selaku putra pertama dari KH Abdul Mujib pada tahun 2010.

Sampai saat ini kitab Sharah Qowaid Al Fiqhiyah masih ada dan menjadi bacaan wajib bagi santri di pondok pesantren Al Khoziny, khusunya bagi santri kelas tiga Madrasah Tsanawiyah.

2. Taqrir Al fiyah Ibn Malik

Kitab Al fiyah Ibnu Malik adalah kitab karangan dari Shekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Al Andalusy yang bersisi tentang ilmu gramatikal arab atau yang sering disebut dengan ilmu Nahwu Shorof.

Di kalangan pondok pesantren di Indonesia, kitab ini merupakan kitab yang sudah tidak asing lagi bahkan hampir seluruh pesantren menyertakan kitab Alfiyah Ibn Malik sebagai salah satu bacaan wajib


(45)

35

dan menjadi tolak ukur sejauh mana kepandaian seorang santri dalam ilmu gramatikal arab.

Kitab Al fiyah Ibn Malik adalah salah satu kitab favorit dari KH Abdul Mujib. Ketika beliau sedang belajar di pondok pesantren Bata-bata Pamekasan beliau sudah hafal nadhoman al fiyah yang terdiri dari 1000 bait.

Karena hal tersebutlah KH. Abdul Mujib ketika nyantri di Pondok Pesantren MUS Sarang mulai menaqrirkan kitab tersebut ke dalam penjelasan yang lebih ringkas yakni dengan hanya memaparkan atau menjelaskan kalimat-kalimat yang dianggap perlu dipaparkan secara naratif. Pada taqriran kitab al fiyah ibn Malik ini, KH. Abdul Mujib membaginya menjadi dua jilid.

3. Hizb Badr

Selain itu beliau juga menulis sebuah kitab yang berisi syair-syair arab, kitab tersebut bernama Hizb Badr. .Hizb Badr ini adalah kumpulan syair-syair Arab yang di dalamnya terkandung kalimat yang memuji dan mengesakan Allah. Kitab ini ditulis oleh KH. Abdul Mujib sebagai salah satu usaha ruhaniyah untuk mencapai hajat dengan cara mendekatkan diri kepada Allah melalui pembacaan zikir dan sholawat. Dinukil dari KH. Abdul Mujib, bahwasannya Hizb Badr ini memiliki khasiat apabila dibaca secara istiqomah. Adapun khasiat dari Hizb Badr ini antara lain: cita-citanya akan tercapai, terjaga dari para


(46)

36

musuh, doanya segera terkabul, cepat memperoleh kemenangan dan akan diampuni dosa-dosanya.14

Melihat banyaknya khasiat yang diperoleh setelah mengamalkan Hizb Badr ini, maka sampai saat ini amalan zikir Hizb Badr masih tetap menjadi amalan andalan Pondok Pesantren Al Khoziny, khusunya bagi para santrinya.

Itulah beberapa karya yang dihasilkan dari pemikiran KH. Abdul Mujib yang hingga saat ini masih digunakan di kalangan pondok pesantren khususnya di Pondok Pesantren Al Khoziny.

E. Wafatnya

Semua perjalanan hidup seseorang pasti akan mengalami sebuah fase yang disebut dengan kematian. Kenyataan ini sebenarnya telah ditegaskan dalam Al quran bahwa kehidupan dan kematian adalah keniscayaan bagi semua makhluk hidup. Hanya saja kematian seseorang terjadi karena beberapa sebab, salah satunya adalah karena sebuah penyakit. Akan tetapi kesemuanya tidak bisa dilepaskan dari kehendak dan kepastian Allah.

Sebelum meninggal, KH Abdul Mujib telah mengidap penyakit diabetes meskipun tidak semua orang mengetahui kondisinya tersebut. KH Abdul Mujib tidak pernah mengeluhkan penyakitnya tersebut baik dihadapan keluarga maupun santrinya. Beliau menjalani aktifitas yang

14


(47)

37

begitu padat di pondok pesantren dengan tegar tanpa memperlihatkan rasa sakitnya.

Seiring dengan perjalanan waktu penyakit diabetes semakin menggerogoti tubuh KH. Abdul Mujib hingga akhirnya beliau dirujuk ke rumah sakit dengan penanganan yang cukup serius di Rumah Sakit Graha Amerta Surabaya.

Semangatnya dalam memperjuangkan dan mengabdikan diri bagi perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny tidak pernah kendur, hal tersebut dilakukan sebagai tanggung jawabnya melahirkan santri-santri yang kelak bermanfaat dikemudian hari. Totalitas inilah yang kemudian membekas bagi para santri di akhir-akhir kepemimpinan KH Abdul Mujib di Pondok Pesantren Al Khoziny.

Tepat pada hari selasa 5 oktober 2010 bertepatan dengan 26 Syawal 1431 H, KH Abdul Mujib pulang ke rahmatullah dalam usia 77 tahun di rumah sakit Graha Amerta Surabaya.15

F. Profil KH Abdul Mujib dalam berbagai pandangan 1. Keluarga dan Sahabat

Dalam pandangan keluarga, KH. Abdul Mujib adalah sosok yang sangat tawadhu’ dan sangat sederhana dalam kehidupannya. KH. Abdul Mujib juga memliki keistiqomahan yang luar biasa, baik dalam beribadah kepada Allah Swt maupun dalam kehdiupan sehari-hari.

15


(48)

38

Seperti di bulan suci ramadhan, KH. Abdul Mujib hampir tidak tidur dalam sehari semalam. Waktunya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah dengan membaca Al qur’an dan melakukan ibadah-ibadah sunnah yang lainnya, di bulan ramadhan pula beliau menghatamkan membaca tafsir Jalalain.

KH. Abdul Mujib juga dikenal sebagai sosok yang memilki dedikasi tinggi terhadap pondok pesantren dan para santrinya. Hal ini terlihat ketika KH. Abdul Mujib menolak tawaran menjadi Ketua Syuriah NU menggantikan KH. Imron Chamzah hanya untuk berkonsentrasi terhadap Pondok Pesantren Al Khoziny dan santri-santrinya.16

Sedangkan dalam pandangan sahabat, KH Abdul Mujib merupakan sosok penyabar dan serius yang tidak sering bergurau. Dalam konteks hubungan dengan sesama, KH. Abdul Mujib tidak mudah mengumbar ejekan kepada orang lain, hal ini dilakukan KH. Abdul Mujib sebagai upaya menjaga hubungan antar sesama dengan tidak menyakiti hati melalui ejekan-ejekan.

Selain itu kesalehan KH. Abdul Mujib juga ditopang oleh perilakunya yang selalu menghindari prasangka buruk baik kepada Allah Swt maupun terhadap kepada manusia. Hal inilah yang

16


(49)

39

menjadikan KH. Abdul Mujib sangat dihormati dan disegani di kalangan teman-temannya.17

2. Tokoh

Salah satu tokoh yang menjadi saksi tentang kesalehan KH. Abdul Mujib adalah KH. Maimun Zubair selaku pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Sarang Jawa Tengah.

Menurut KH. Maimun Zubair, KH. Abdul Mujib adalah sosok yang konsisten dalam berbagai hal, lebih-lebih berkaitan dengan dunia belajar dan mengajar di pondok pesantren.

Kemampuan KH. Abdul Mujib sudah terlihat ketika beliau nyantri

di Pondok Pesantren MUS Sarang yang diasuh oleh KH. Zubair bin Dahlan.

Ketekunan KH. Abdul Mujib Pondok Pesantren MUS Sarang sangat tinggi, baik belajar sendiri maupun mengikuti pengajian yang diasuh oleh KH. Zubair.

Dalam soal kepemimpinan di Pondok Pesantren Al Khoziny, keberhasilan KH. Abdul Mujib dalam mengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny adalah karena kemampuannya dalam menggabungkan nilai-nilai tradisional (salaf) dan nilai-nilai modern (khalaf).

Nilai-nilai tradisisonal dibuktikan dengan aktifitas KH. Abdul Mujib yang istiqomah dalam merawat tradisi pesantren dengan

17


(50)

40

mengadakan pengajian kitab kuning sejak awal hingga akhir kepemimpinannya.

Sementara terkait dengan nilai-nilai modern terlihat dalam perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny yang semenjak dibawah kepemimpinan KH. Abdul Mujib berhasil mendirikan pendidikan formal mulai dari tingkatan Madrasah Ibtadaiyah, Madrasah Thanawiyah, Madrasah Aliyah hingga tingkatan perguruan tinggi.18 3. Masyarakat

Di kalangan masyarakat Desa Buduran KH. Abdul Mujib dikenal sebagai sosok yang aktif, ramah sekaligus seorang ulama’ yang selalu dinantikan fatwa-fatwanya. KH. Abdul Mujib pada tahun 80-an diangkat oleh masyarakat sekitar sebagai Takmir Masjid Al Karomah Buduran. Sebagaimana penuturan Abdul Fattah selaku perangkat Desa Buduran sekaligus tetangga dari KH. Abdul Mujib:

Yang saya tau dulu KH. Abdul Mujib dulu pernah menjadi ketua takmir masjid al karomah, namun hanya sebentar karena kesibukan KH. Abdul Mujib yang sangat padat di Pondok Pesantren Al Khoziny. Akan tetapi KH. Mujib juga masih sempat untuk mengikuti acara ruwatan Desa bersama masyarakat yang dilakukan satu tahun sekali yakni pada bulan Syuro19

Selain itu beliau menambahkan, bahwa dengan hadirnya Pondok Pesantren Al Khoziny beserta pendidikan formalnya turut membantu masyarakat sekitar dalam bidang pendidikan.

18

Aly, Biografi Kiai, vii.

19


(51)

41

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN AL KHOZINY BUDURAN

SIDOARJO

A. Kondisi Desa Buduran

Pondok Pesamtren Al Khoziny terletak di Desa Buduran Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Lokasinya berada di sebelah timur jalan raya Buduran yang menghubungkan antara Kota Surabaya dan Malang dalam radius 2,5 KM sebelah utara dari Kabupaten Sidoarjo. Jarak antara Pondok Pesantren Al Khoziny dengan kantor pemerintahan Kabupaten Sidoarjo kurang lebih sekitar 4 Km yang dapat ditempuh melalui jalur darat dalam waktu sekitar 10 menit.

Untuk menuju Pondok Pesantren Al Khoziny tidaklah sulit, karena pondok pesantren tersebut dekat dengan jalan raya dan didukung pula dengan banyaknya kendaraan yang melewati jalur tersebut yang beroperasi selama 24 jam secara terus menerus. Dari Kota Surabaya pondok pesantren ini cukup di tempuh dengan waktu setengah jam dengan menumpang angkutan umum dari Terminal Bungurasih menuju ke arah Kota Sidoarjo di mana jarak antara Terminal Bungurasih dengan Pondok Pesantren Al Khoziny sekitar 25 Km .

Desa Buduran adalah salah satu desa yang berada di Kabupaten Sidoarjo. Desa Buduran terdiri dari dua dusun, yakni Dusun Sawahan dan


(52)

42

Dusun Buduran di mana dari dua dusun tersebut terdiri dari 17 RT (Rukun Tetangga) dan 5 RW (Rukun Warga) berbatasan dengan Desa

Desa Buduran memiliki luas wilayah 92, 44 Ha dengan rincian sebagai berikut

Tabel 1

Data Luas Wilayah Desa Buduran

No. Keterangan Luas Wilayah Jumlah

1. Wilayah Pemukiman 67,30 Ha

2. Wilayah Persawahan 3,00 Ha

3. Wilayah Prasarana Umum 21,70 Ha

Jumlah 92, 44 Ha

Sumber Data: Profil Monografi Desa Buduran tahun 2016

Sedangkan batats-batas wilayah Desa Buduran Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Batas wilayah Desa Buduran

No. Batas Wilayah Desa

1. Utara Banjar Kemantren dan Wadung Asih

2. Selatan Siwalanpanji dan Sidokerto

3. Timur Sidomulyo dan Siwalanpanji

4. Barat Sukerojo dan Sidokerto


(53)

43

Berdasarkan data-data tentang kependudukan Desa Buduran tahun 2016, menunjukkan bahwa jumlah penduduk seluruhnya sebanyak 5264 jiwa, yang terdiri dari 1555 KK (Kepala Keluarga), yang meliputi:

Tabel 3

Jumlah Penduduk Desa Buduran Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 2624 jiwa

2. Perempuan 2640jiwa

Total 5264 jiwa

Sumber Data: Profil Monografi Desa Buduran tahun 2016

Tabel 4

Jumlah Penduduk Desa Buduran Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah

1. Islam 4843

2. Kristen 209

3. Katholik 91

4. Hindu 8

5. Budha 13

Sumber Data: Profil Monografi Desa Buduran tahun 2016 Banyaknya penduduk yang beragama Islam menjadikan kehidupan di Desa Buduran tampak Islami. Sehingga dapat dikatakan minim sekali terjadi masalah yang berkaitan dengan agama.

Masalah kegiatan dakwah (Islam) di dapat dikatakan cukup tertib, karena kegiatan yang ada di sangat banyak, baik yang dilakukan oleh


(54)

44

remaja putra/putri, bapak-bapak, ibu-ibu maupun para orang tua.1 Hal ini menjadikan Desa Buduran memiliki kehidupan keagamaan yang harmonis apalagi di daerah mereka dekat dengan kampus Islam dan terdapat Pondok Pesantren Al Khoziny, sehingga sebagian besar perilaku kehidupan masyarakatnya juga mengikuti agama Islam.

Sedangkan dilihat dari kehidupan sosial ekonomi, sebagian besar penduduk bekerja sebagai pegawai negeri, atau menjadi karyawan swasta pada perusahaan/pabrik yang ada di sekitar wilayah Buduran, walaupun ada sebagian yang bekerja di sektor-sektor informal lainnya, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 5

Jumlah Penduduk Desa Buduran Berdasarkan Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. _ 1723

2. PNS 82

3. TNI 44

4. POLRI 10

5. Pedagang 180

6. Petani 7

7. Swasta 1790

8. BUMN 7

1


(55)

45

B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Khoziny

Pondok Pesantren Al Khoziny didirikan pada tahun 1927 oleh KH Khozin Khoiruddin di atas tanah milik beliau dengan tujuan utama untuk memajukan peribadatan, pendidikan dan dakwah islamiyah.

KH. Khozin Khoiruddin adalah menantu dari KH. Ya’qub yang merupakan pengasuh pondok pesantren Siwalanpanji. Pondok Pesantren Siwalanpanji pada saat itu menjadi pondok tertua yang ada di Sidoarjo. selain itu pondok Siwalanpanji juga mempunyai daya tarik tersendiri karena keistimewaan yang dimilki oleh kyainya, salah satunya adalah KH Khozin Khoiruddin.

Selain menjadi menantu dari KH. Ya;qub, KH. khozin Khoiruddin adalah pengasuh Pondok Pesantren Siwalanpanji pada periode ketiga. KH. Khozin Khoiruddin dikenal sebagai seorang intelektual muslim termasyhur yang ahli dalam bidang tafsir. sehingga pada saat itu banyak santri yang berdatangan dari berbagai wilayah untuk berguru kepadanya.

Tercatat sejumlah ulama besar pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Siwalanpanji ini, seperti KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), KH. Nasir (Bangkalan), KH. Wahab Hasbullah (Tambakberas), KH. Umar (Jember), KH. Nawawi (Pendiri Pesantren Ma'had Arriyadl Ringin Agung Pare Kediri), KH. Usman Al Ishaqi, KH. Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH. Dimyati (Banten), KH. Ali Mas’ud (Sidoarjo) KH. As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), dan masih banyak yang lainnya.2

2


(56)

46

KH Khozin Khoiruddin pada tahun 1927 memutuskan untuk mendirikan sebuah pesantren yang diperuntukkan untuk putra beliau yaitu KH Moh Abbas. Pondok pesantren tersebut berada tidak jauh dari pondok Pesantren Siwalanpanji, tepatnya di Desa Buduran kurang lebih 300 meter sebalah barat Pondok Pesantren Siwalanpanji. Pondok Pesantren baru tersebut diberi nama Roudlatul Mustarsyidin.3

Pada mulanya KH Khozin Khoiruddin tidak bermaksud untuk mendirikan pondok pesantren, tetapi beliau hanya ingin memberikan tempat untuk kediaman putranya yakni KH Moh Abbas, karena di pondok Siwalanpanji sudah banyak generasi dari keluarganya sendiri, di mana pada waktu itu KH Moh Abbas baru pulang dari belajar di Makkah selama kurang lebih sepuluh tahun menetap di sana. Kehadiran KH. Moh Abbas ini ternyata mendapat sambutan baik dari masyarakat Buduran di mana pada saat itu masyarakat Buduran nyaris tidak tersentuh oleh ajaran-ajaran Islam.

Pondok Pesantren yang didirkan ini pada awalnya masih berupa bangunan sederhana yang terbuat dari bambu yang terletak di sebelah utara kediaman KH. Moh Abbas. Pendirian pondok pesantren ini ditandai pula dengan pendirian sebuah monumen istiwa’ yang didirikan oleh KH. Moh Abbas. Monumen istiwa’ merupakan sebuah alat tradisional yang

3

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktori Pesantren 2 (Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2007), 143.


(57)

47

digunakan oleh orang zaman dahulu sebagai jam penentu waktu sholat. Cara kerjanya yakni dengan menggunakan bantuan sinar matahari.4

Setelah Pondok Pesantren ini berdiri, pada mulanya KH. Khozin Khoiruddin sendiri yang akan menjadi pengasuhnya, akan tetapi karena pihak keluarga beliau yang berada di Pondok Pesantren Siwalanpanji masih membutuhkan beliau, maka diutuslah putra beliau yang bernama KH. Moh Abbas untuk menjadi pengasuh di sana, sementara KH. Khozin Khoiruddin tetap membantu dan memantau dari jauh.

Sebagai santri pertamanya, maka diambilah beberapa santri KH. Khozin Khoiruddin yang ada di Pondok Pesantren Siwalanpanji yang sengaja dipindahkan untuk menempati pondok pesantren baru di desa Buduran.

KH. Khozin Khoiruddin terkenal dengan kepiawaiannya dalam ilmu tafsir. Konon pada saat masih berada di Pondok Pesantren Siwalanpanji salah satu ulama kharismatik dari Bangkalan KH. Kholil pernah berguru kepada KH. Khozin Khoiruddin dalam bidang ilmu tafsir. Setiap bulan romadhon di dahulu KH. Khozin selalu mengadakan khataman tafsir jalalain. Setelah KH. Khozin Khoiruddin wafat pada tahun 1955, amanat untuk mengadakan khataman Tafsir Jalalain di bulan ramadhan kemudian dilanjutkan oleh KH. Moh Abbas.

KH. Moh Abbas banyak memiliki sifat seperti ayahnya. Kehidupan beliau sangat sederhana sekali, hingga dari kesederhanaanya tersebut

4


(58)

48

beliau lebih tepat disebut sebagai seorang shufi. Kezuhudannya tercermin dari kehidupan sehari-harinya.

Sejak KH Moh Abbas diberi mandat oleh ayahandanya memimpin dan merintis langsung Pondok Pesantren Al Khoziny, salah satu tugas pokonya adalah konsisten memegang dan menebarkan tradisi keilmuan khas pesantren yang diadopsi dari beberapa kitab kuning.

Kepemimpinan KH Moh Abbas mengawal pengajian kitab kuning tidak pernah berhenti hingga akhir hayatnya. Hanya saja salah satu hal yang menarik dalam proses perjalanan umurnya yang semakin sepuh adalah sikap tawadhu’nya dalam memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada putranya terlebih khusus kepada KH. Abdul Mujib untuk terlibat mengisi pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al Khoziny.5

KH Moh Abbas Wafat pada tahun 1979. Sebelum wafatnya, KH. Moh Abbas pernah meninggalkan pesan kepada santri-santrinya yakni barang siapa di antara para santri ingin ilmunya bermanfaat maka ada tiga cara yang harus dilakukan, antara lain:

1. Mengerjakan sholat secara berjamaah dalam lima waktu.

2. Melaksanakan sholat witir setiap selesai sholay Isya’ secara istiqomah. 3. Mengajarkan ilmu yang dimilki pada masyarakat secara istiqomah.6

Setelah wafatnya KH. Moh Abbas, maka estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Al Khoziny diserahkan kepada putranya yang bernama

5

Syueb Nur Aly, Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas Telada Pecinta Ilmu yang Konsisten, (Surabaya: Pustaka Idea, 2013), 111-112.

6


(59)

49

KH. Abdul Mujib yang terkenal akan kepandaian dalam ilmu gramatika dan ilmu fikih.

Pada masa kepemimpinan KH. Abdul Mujib disebut juga masa keemasan di mana KH. Abdul Mujib memasukkan pendidikan formal di dalam Pondok Pesantren Al Khoziny tanpa harus menghilangkan tradisi para leluhur sebelumnya yakni tradisi kitab kuning. Selain itu pada masa kepemimpinan KH. Abdul Mujib pula Pondok Pesantren yang awalnya bernama Roudlatul Murtasyidin berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al Khoziny yang mana nama tersebut dinisbatkan kepada kakek KH Abdul Mujib, yakni KH. Khozin Khoirudin selaku pendiri pertama pesantren Al Khoziny.

C. Visi dan Misi pondok Pesantren Al Khoziny

Seperti halnya pesantren-pesantren yang lain, pondok pesantren Al Khoziny juga memiliki visi dan misi. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui arah atau tujuan dari pondok pesantren tersebut. Adapun visi dan misi pondok pesantren Al Khoziny adalah sebagai berikut:

1. Visi Pondok Pesantren Al Khoziny

Sebagai institusi pendidikan yang bercorak Islam salafi, pondok pesantren Al Khoziny mempunyai visi-visi yang menjadi acuan dasar dalam perencanaan program dan arah pendidikan yang dilakukan sehingga tujuan dari pendirian lembaga pesantren ini serta target hasil yang ingin dicapai pada anak didik dapat terlaksana dan terwujud.


(60)

50

2. Misi Pondok Pesantren Al Khoziny

Adapun misi pondok pesantren Al Khoziny adalah mengantarkan kader-kader penerus umat yang mampu menata diri, berguna bagi agama, bangsa dan negara dengan landasan agama yang kuat dengan mengoptimalkan dan melengkapi sarana dan prasarana.7

D. Perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny

1. Periode Awal (1927-1964) a. Keadaan Fisik

Pada periode awal ini disebut pula dengan periode perintisan. Di bawah kepemimpiinan KH Moh Abbas, Pondok Pesantren Al Khoziny pada periode awal masih sangat sederhana dalam bidang sarana dan prasananya.

Dengan jumlah snatri yang masih belum terlalu banyak, kegiatan belajar mengajar santri Al Khoziny ditempatkan di sebuah bangunan yang masih sangat sederhana yakni bangunan yang terbuat dari bambu yang terletak di sebelah utara kediaman KH Moh Abbas.

Jumlah santri pada periode awal ini hanya sebanyak 25 santri yang mana sebagian besar adalah santri dari KH. Khozin Khoiruddin.

7


(61)

51

b. Sistem Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, tahun-tahun pertama pendirian di bawah kepemimpinan KH Moh Abbas, Pondok Pesantren Al Khoziny ini hanya mengandalkan pengajaran dalam bidang keagamaan melalui kitab kuning.

Dalam prakteknya sistem pengajaran kitab kuning dikenal dengan dua sistem, yakni bandongan atau wetonan dan sistem

sorogan. Sistem bandangan adalah sistem pengajaran yang dalam pelaksanaanNya guru membacakan kitab kuning dihadapan para santri dengan menerjemahkan, menerangkan dan sesekali mengulas bacaan-bacaannya dari berbagai sumber dalam bahasa arab. Sementara santri mencatat uraian dari gurunya.

Sementara sistem sorogan lebih banyak dilakukan oleh santri dengan kemampuan khusus membaca kitab kuning yang telah ditentukan atau kitab pilihan santri sendiri, sekaligus memaknainya dengan bahasa lokal yang telah disepakati, misalnya saja bahasa jawa. Sistem sorogan ini biasanya dilakukan satu persatu oleh santri dihadapan kiai dengan harapan kiai dapat mengoreksi, menilai dan meMbimbing seara langsung setiap proses bacaan terhadap kitab kuning.8

8

Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Moderntas dan Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), 40.


(62)

52

c. Status Kelembagaan

Dalam status kelembagaan, pada awal berdirinya Pondok Pesantren Al-Khoziny adalah berstatus milik perorangan, yang dikelola dengan menggunakan manajemen tradisional, di mana KH. Moh Abbas merupakan figur sentral yang menentukan segala-galanya.

2. Periode Kedua (1964-2010)

Periode ini disebut pula dengan periode keemasan. Hal tersebut disebabkan pada periode ini Pondok Pesantren Al Khoziny mengalami perkembangan yang cukup pesat di bawah kepemimpinan KH Abdul Mujib.

Setelah belajar memperdalam ilmu di beberapa Pondok Pesantren, Darul Ulum Jombang, Mambaul Ulum Bata-bata Pamekasan dan pesantren MUS Sarang Jawa Tengah, lembalinya KH Abdul Mujib ini memberikan sumbangsih yang luar biasa bagi perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny. Perkembangan-perkembangan tersebut terbagi dalam 3 kategori, antara lain:

a. Keadaan Fisik

Perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny dalam bidang fisik sebetulnya sudah dimulai sejak kepemimpinan KH Moh Abbas dan disempurnakan pada masa kepemimpinan KH Abdul Mujib.


(63)

53

Pada awal perintisan dalam segi fisik, pesantren Al Khoziny hanya memilki satu bangunan saja yang terbuat dari bambu sederhana. Selanjutnya pada pertengahan kepemimpinan KH. Moh Abbas mulai membangun sebuah gedung di sebelah barat kediamannya yang kemudian bangunan tersebut dijadikan sebagai tempat santri putra.

Di bawah kepemimpinan KH. Abdul Mujib bangunan untuk santri putra disempurnakan. Melihat jumlah santri yang semakin hari semakin bertambah, maka KH. Abdul Mujib membeli tanah dari warga sekitar dan kemudian di bangun gedung yang diperuntukan sebagai tempat belajar santri putri.9

Tahun demi tahun perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny semakin pesat, yakni dengan dibangunnya beberapa fasilitas pendukung bagi kegiatan di Pondok Pesantren Al Khoziny, seperti perpustakaan, poliklinik, koperasi pesantrren dan lain-lain.

b. Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, perkembangan Pondok Pesantren Al Khoziny terlihat dengan didirikannya berbagai program pendidikan formal, di mana pada periode sebelumnya hanya menggunakan metode pengajaran tradisional, kini Pondok

9


(64)

54

Pesantren Al Khoziny memasukkan kelas-kelas formal seperti madrasah ibtidaiyah, thanawiyah dan aliyah.

Pada tahun 1970 didirikanlah sebuah Sekolah Menengah Pertama Islam Al-Khoziny yang diprakarsai oleh KH. Abdul Mujib Abbas.

Kemudian pada tahun 1970 didirikan pula Madrasah Aliyah Al-Khoziny, dan pada tahun 1975 didirikan Madrasah Ibtidaiyah untuk menampung santri yang semakin hari semakin banyak, terutama santri-santri usia dini dari masyarakat sekitar.

Ketiga lembaga pendidikan tersebut di atas, statusnya diakui. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum Kementrian Agama.

Pondok Pesantren Al-Khoziny semakin hari semakin diminati orang, sehingga semakin banyak santri yang datang. Mereka berasal dari Jawa, Madura, Bawean, Sumatra, Kalimantan dan lainnya.

Selanjutnya pada tahun 1982 pondok pesantren AL-Khoziny mendirikan sebuah sekolah tinggi sebagai kelanjutan pendidikan setelah tingkatan aliyah. Sekolah tinggi tersebut kini telah dirubah menjadi Institut Agama Islam (IAI) Al-Khoziny, dan pada tahun 2000 dibuka program Akta IV dan tahun 2001 dibuka Program Magister Agama dan sampai sekarang sudah


(65)

55

mengeluarkan wisudawan/ wisudawati yang ke IV, dan pada tahun 2004 telah dibuka program D-2

c. Status Kelembagaan

Pondok pesantren Al Khoziny termasuk salah satu pesantren yang maju dalam bidang keorganisasian, apalagi setelah memilki sekolah tinggi dan lembaga pendidikan formal lainnya. Hal ini mau tidak mau turut mengubah sistem keorganisasian yang pernah ada sebelumnya di Pondok Pesantren Al Khoziny.

Ketika periode awal pendiriannya di bawah kepemimpinan KH Moh Abbas, Pondok Pesantren Al-Khoziny berstatus milik perorangan, pada saat kepemimpina KH Abdul Mujib cara kerja pengelolaan lembaga Pndok Pesantren Al Khoziny sudah

berdasarkan kerja sama di antara beberapa orang yang terstruktur. Secara kelembagaan yang mengendalikan kelembagaan

Pondok Pesantren Al Khoziny adalah pengurus, namun secara hirarki peranan pengasuh lebih tinggi daripada pengurus. Secara struktural, struktur keorganisasian di pondok pesantren Al Khoziny adalah sebagai berikut:

1) Pengasuh : KH Abdul Mujib Abbas

2) Pengurus : a) Ketua Umum : Abdul Hafidz Sahlan b) Sekertaris : Abdul Quddus Utsman c) Bendahara : Ach Syaibani Sya’roni 3) Kabid : a) Pendidikan : Muzakki


(1)

75

pesantren, hal ini dilakukan KH. Abdul Mujib sebagai bukti tentang

kepeduliannya terhadap dunia pendidikan.

B. Saran-saran

Berdasarkan penelitian mengenai “Peranan KH. Abdul Mujib

Abbas dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran

Sidoarjo”

1. Dengan hadirnya penelitian ini, penulis berharap agar masyarakat

khususnya bagi generasi muda agar dapat mengambil khikmah dari

perjuangan seorang KH. Abdul Mujib yang telah diketahui memiliki

sifat keistiqomahan yang tinggi baik dalam hal ibadah maupun dalam

hal yang lainnya.

2. Penulis menyadari kalau penulisan skripsi ini masih jauh dengan kata

sempurna, akan tetapi penulis berusaha menyelesaikan karya ilmiah

yang berbentuk skripsi ini sesempurna mungkin, olah sebab itu penulis

berharap saran dan kritik dari para pembaca agar nantinya bisa lebih

baik lagi Dan mudah-mudahan selain memberi guna juga memberi

manfaat bagi pengembangan ilmu, khusunya bagi perkembangan

Pondok Pesantren di Indonesia.


(2)

76

DAFTAR PUSTAKA Buku

Abdurrahman, Dudung. Metode Penulisan Sejarah. Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999.

A. Hasan, Syamsul. Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat. Yogyakarta:

LKIS Yogyakarta, 2003.

Aly, Syueb Nur. Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas: Pecinta Ilmu yang

Konsisten. Surabaya: Pustaka Idea, 2013).

Aziz, Ali. Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren. Surabaya: Alpha

Grafika, 2004.

Daulany, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan

Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup

Kiai Jakarta: LP3ES, 1982.

Giddens, Anthony. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern Suatu Analisis

Terhadap Karya-Tulis Max Weber. Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.

Golba, Sindu. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: PT Rineka

Cipta, 1995.

Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan

Tantangan Kompleksitas Global. Jakarta: IRD Press, 2004.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah.


(3)

77

Masyhud, M Sulthon. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva

Pustaka, 2005.

Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Intitusi. Jakarta: Erlangga, tanpa tahun.

Rasyid, Sudrajat. Kewirausahaan Santri: Bimbingan Santri Mandiri.

Jakarta: Citrayuda Alamanda, Tanpa Tahun.

Ratna, Nyoman Kutha. Metodologi Penulisan Kajian Budayan dan Ilmu

Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Rofiq, A. Pembelajaran Pesantren Menuju Kemandirian dan

Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan. Yogyakarta: PT LKIS Pelanggi Aksara, 2005.

Soekanto, Soerjono Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers,

1982.

Sukamto. Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren. Jakarta: Pustaka LP3S,

1999.

Tim Penulis Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah

Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta:

Departemen Agama RI Direktorat Jenderal kelembagaan Agama Islam, 2003.

Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah. Surabaya: IAIN Sunan Ampel


(4)

78

Dokumen

Akta pendirian Pondok Pesantren Al Khoziny oleh notaris Saiful Munir, SH. No C-1534 HT.03.01-Th 2002.

Dokumen aktifitas kegiatan di Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo. Dokumen buku profil Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo Dokumen Monografi Desa Buduran.

Piagam pendirian Pondok Pesantren oleh Departemen Agama Kabupaten

Sidoarjo . Nomor : Kd. 13.15 / 5 PP.008/ 6/5/2007.

Piagam pendirian Madrasah Tsanawiyah Al Khoziny. Nomor : Wm. 06.03/PP.03.2/1067/SKP/1999.

Piagam Madrasah Ibtidaiyah Al Khoziny. Nomor: Wm.

06.02/5800/A/let./1985.

Wawancara

Abdul Fattah (selaku masyarakat sekaligus perangkat Desa Buduran),

Wawancara, Buduran, 27 Mei 2016.

Hj. Nurhinda (selaku putra keenam KH. Abdul Mujib sekaligus pengasuh

pondok putri Al Khoziny), Wawancara, Sidoarjo, 7 April 2016

KH. Abdus Salam (selaku putra pertama dan selaku pengasuh Pondok

Pesantren Al Khoziny tahun 2010-sekarang), Wawancara,

Sidoarjo, 11 Mei 2016.

KH. Abdul Mu’id (selaku putra kedua KH. Abdul Mujib sekaligus ketua yayasan Pondok Pesantren Al Khoziny tahun 2010 hingga

sekarang, Wawancara, 20 April 2016..

KH. Sholeh Qosim (selaku kerabat sekaligus teman KH. Abdul Mujib),

Wawancara, Ngelom Sepanjang, 12 Mei 2016.

KH. Thaif (selaku teman di Pondok MUS Sarang), Wawancara, Sidoarjo,

14 Mei 2016.

KH. Minanrurrohman (selaku santri KH. Moh Abbas sekaligus teman KH.

Abdul Mujib di Pondok Pesantren MUS Sarang), Wawancara,

Sidoarjo 22 Mei 2016.

Syueb Nur Aly (selaku pengajar sekaligus alumni Pondok Pesantren Al


(5)

79

DATA INFORMAN

1. Nama : KH. Abdul Salam Mujib

Umur : 53 tahun

Jabatan : Putra pertama KH. Abdul Mujib sekaligus pengasuh

Pondok Pesantren Al Khoziny sejak 2010-sekarang

2. Nama : KH. Abdul Mu’id Mujib

Umur : 50 tahun

Jabatan : Putra kedua KH. Abdul Mujib sekaligus ketua yayasan

Pondok Pesantren Al Khoziny sejak 2010-sekarang

3. Nama : Hj Nurhinda Mujib

Umur : 38 tahun

Jabatan : Putra keenam KH. Abdul Mujib

4. Nama : KH. Sholeh Qosim

Umur : 86 tahun

Jabatan : kerabat KH. Abdul Mujib sekaligus teman di Pondok

Pesantren Rejoso Jombang

5. Nama : KH. Minanurrohman

Umur : 70 tahun

Jabatan : Teman KH. Abdul Mujib di Pondok Pesantren MUS

Sarang Jawa Tengah

6. Nama : Abdul Fattah

Umur : 59 Tahun


(6)

80

7. Nama : Syueb Nur Aly

Umur : 40 tahun

Jabatan : Alumni sekaligus tenaga Pengajar di Pondok Pesantren Al