Dakwah kultural studi tentang metode dakwah "Guru Tugas" Yayasan Al Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan di Kecamatan Karangpenang & Ketapang Sampang.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Dakwah kultural merupakan suatu metode dakwah dengan pendekatan persuasif yang bersahabat dengan budaya dari mitra dakwahnya. Dakwah kultural sudah terbukti keberhasilannya dalam menyebarkan Islam di Nusantara melalui hikmah dan petuah-petuah dari para wali songo dengan inti ajaran menyelaraskan budaya masyarakat sesuai ajaran Islam dengan tanpa menghapuskan tradisi tersebut.

“Guru tugas” sebagai subjek penelitian ini telah melakukan hal yang sama

dengan yang dilakukan oleh wali songo, walaupun dalam lingkup yang lebih sederhana dan terbatas pada kegiatan-kegiatan kehari-sehari mitra dakwahnya. Akan tetapi hal itu malah menjadi titik inti dari kesuksesan dakwah mereka.

Penelitian ini menampilkan peran “guru tugas” sebagai da’i yang

ditugaskan dari pesantren dan menetap di suatu tempat selama satu tahun untuk mengawal tradisi dan budaya masyarakat supaya sesuai dengan ajaran Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode dakwah, faktor pendukung,

faktor penghambat dan solusi yang dikembangkan oleh “guru tugas” tersebut

dalam mewujudkan kesuksesan dakwah kulturalnya.

Penelitian ini menggunakan teori komunikasi multikultural sebagai pisau

analisis dalam mengkaji problematika dakwah kultural yang dihadapi oleh “guru tugas” ditempat pengabdiaanya yang baru pertama kali dikenalnya. Sedangkan metode penelian yang digunakan adalah diskriptif naturalistik.

Penelitian ini berhasil mengungkap temuan tentang metode dakwah

kultural “guru tugas” yaitu: Metode kontak langsung & Metode kerjasama dengan

tokoh masyarakat. . Penelitian ini menemukan faktor pendukung dakwah kultural

“guru tugas” yang berupa kesamaan etnis, bahasa dan tujuan dari da’i dan mitra dakwah.penelitian ini juga menemukan bahwa rintangan yang dihadapi “guru tugas” adalah adanya prasangka, stereotip & etnosentrisme pada mitra dakwah yang baru dikenalnya Sedangkan solusi yang dipilih adalah peningkatan kapasitas interpersonal komunikator & objektivitas dalam memposisikan diri, mitra dakwah dan dalam menyelesaikan persoalan dakwah yang dihadapi.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN SETELAH JUDUL ……… i

HALAMAN PRNYATAAN KEASLIAN ……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……….... iii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iv

HALAMAN PEDOMAN LITERASI ………. v

HALAMAN MOTTO ………. vii

HALAMAN ABSTRAKSI ……….. viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. ix

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ……….. x

KATA PENGANTAR ………. xi

DAFTAR ISI ……… xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ……….. 8

C. Rumusan Masalah ………... 9

D. Tujuan Penelitian ……….... 9

E. Signifikansi Penelitian ………... 9

F. Kajian Pustaka ………. 10

1. Dakwah Kultural ……….……… 10

2. “Guru Tugas”………... 13

G. Kerangka Teoritik ……….... 14

1. Komunikasi Multikultural ………... 14

2. Konsep Dakwah Kultural ……….... 16

H. Penelitian terdahulu ………... 21

I. Metodelogi penelitian ………... 31

1. Jenis Penelitian ……… 31

2. Lokasi Penelitian ………. 33

3. Subjek dan Objek Penelitian ……… 34

4. Jenis Data ………. 34

5. Sumber Data ………. 35

6. Metode Pengumpulan Data ……….. 36

7. Teknik Penentuan Keabsahan Data ……….. 38

8. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ………. 39


(8)

BAB II : LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A. Komunikasi Multikultural ………. 43

1. Definisi Komunikasi Multikultural ………. 43

2. Hubungan Antara Komunikasi dengan Kebudayaan …... 48

3. Hambatan Komunikasi Multikultural ……….. 50

4. Efektivitas Komunikasi Multikultural ………... 58

B. Konsep Dakwah Kultural ………. 59

1. Pengertian Dakwah ……… 59

2. Pengertian Kultural ……… 62

3. Pengertian Dakwah Kultural ………. 63

BAB III : PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM PANYEPPEN A. Profil Pondok Pesantren & Yayasan Al-Miftah ……… 71

1. Profil Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen …….. 71

2. Profil Yayasan Al-Miftah ………... 76

B. “Guru Tugas”………. 82

1. Definisi dan Klasifikasi Tugas “Guru Tugas”………. 82

2. Rekrutmen “Guru Tugas”……… 84

3. Mekanisme Penugasan ……… 85

4. Kewajiban dan Tanggung Jawab “Guru Tugas”…………. 86

5. Fasilitas “Guru Tugas”………... 87

6. Laporan “Guru Tugas”………... 89

7. Penilaian ………. 91

BAB IV : METODE DAKWAH KULTURAL “GURU TUGAS” YAYASAN AL-MIFTAH PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM PANYEPPEN. A. Metode Dakwah Kultural “Guru Tugas”………. 92

1. Metode Kontak Langsung ………. 92

a. Bertamu ke Masyarakat ……….. 92

b. Menghadiri “Koloman”/ Jam’iyah………. 98

c. Menghadiri Acara “Hajatan Masyarakat”………….. 104

d. Menitipkan Pesan Dakwah Melalui Pendidikan di Madrasah ……… 108

2. Metode Kerjasama ……… 111

a. Menjadi Pioner Kegiatan Keagamaan Masyarakat ... 111

b. Memimpin Pengajian “Muslimatan”……….. 119


(9)

B. Faktor Pendukung, Penghambat & Solusi Dakwah

Kultural-“Guru Tugas”………..……….… 128

1. Faktor Pendukung Dakwah Kultural “Guru Tugas”……. 128

a. Kesamaan Etnis ……….. 128

b. Kesamaan Bahasa ……... 130

c. Kesamaan Tujuan ……….. 132

2. Faktor Penghambat Metode Dakwah Kultural- “Guru Tugas”……… 135

a. Prasangka ……… 136

b. Stereotip ………. 137

c. Etnosentrisme ……… 139

3. Solusi yang Dikembangkan ………. 143

1. Meningkatkan Kemampuan Personal “Guru Tugas”.. 144

a. Program Karantina Ramadhan ………. 144

b. Pertemuan Ta’aruf dengan BADKOM Wilayah .. 144

c. Sharing dengan “guru tugas” Sebelumnya…….. 144

2. Objektivitas ……… 146

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ……… 151

B. Saran-saran ……… 152 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Keberadaan pesantren tidak bisa dilepaskan dari konteks kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan Islam di Nusantara. Sejarah pesantren merupakan keleidoskop perjuangan umat Islam dalam mempertahanan eksistensinya di tengah perkembangan zaman yang selalu berubah. 1 Oleh karena itu, keberadaan pesantren tidak saja sebagai representasi eksistensi umat Islam, tapi juga sebagai kawah candra dimuka penghasil kader-kader da’i pengawal akidah umat Islam itu sendiri.

Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pesantren. Pertama, sebagai lembaga pendidikan; dan kedua, sebagai lembaga penyiaran agama, bahkan sebagai gerakan pengembagan Islam.2 Kedua fungsi pesantren yang disebut diatas, semata-mata sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam upaya menempatkan manusia sesuai dengan fitrahnya. Kedua fungsi tersebut mengawal fitrah manusia supaya tetap sejalan dengan hakikat penciptaannya sebagai hamba Allah SWT yang tugas utamanya adalah beribadah sebagai manifestasi dari kefitrahan mereka sebagai manusia.3

1

Masdar Hilmy, Islam Profetik, Substansi Nilai-Nilai Agama dalam Ruang Publik, (Yogyakarta: KANISIUS, 2012),101

2

Mastuhu, Dinamika Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIIS,1994), 21 3


(11)

2

Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk memaksimalkan kedua fungsi pesantren tersebut adalah dengan mengirimkan santri yang sudah lulus dari pesantren ke pelosok-pelosok Negeri untuk mengabdikan pengetahuannya dalam bentuk melaksanakan dakwah kultural, hal itu dimaksudkan sebagai upaya memberikan kesampatan bagi para santri yang ditugaskan berdakwah untuk mengamalkan pengetahuannya dalam bentuk kegiatan-kegiatan keislaman bersama masyarakat di tempat tugasnya. Kegiatan keislaman yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah tradisi masyarakat yang sudah sesuai dengan tuntunan agama. Hal itu dilakukan, sebagai wujud kepedulian pesantren dalam ikut berperan aktif memberdayakan kegiatan-kegiatan keagamaan dimasyarakat sekaligus sebagai wadah bagi para calon da’i untuk mengembangkan potensi diri dalam berdakwah.

Substansi penugasan santri ke berbagai daerah di tanah air tidak hanya sebagai upaya pemberdayaan kegiatan keagamaan masyarakat semata, tetapi lebih jauh dari itu semua sebagai langkah kongkrit dari upaya regenerasi para da’i. kesempatan berdakwah di masyarakat bisa menjadi langkah jitu dalam

meningkatkan pengalaman da’i dalam berdakwah di dunia dakwah yang riil sehingga nantinya bisa menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi da’i

dimaksud ketika harus terjun di dunia dakwah yang sebenarnya.

Kaderisasi da’i dengan model penugasan di masyarakat seperti yang dilakukan oleh Yayasan Al-Miftah bisa menjawab keterbatasan lembaga-lembaga dakwah dalam menyediakan kader-keder da’i yang betul-betul mumpuni, kaya pengalaman dan telah teruji di medan dakwah yang


(12)

3

sebenarnya. Namun sebagai pijakan awal dari upaya kaderisasi da’i melalui pola penugasan di masyarakat, yang paling urgen untuk ditanamkan sejak dini

pada para “guru tugas” adalah kesadaran akan pentingnya peningkatan

kapasitas interpersonal da’i tentang dakwah ketika mereka melaksanakan tugas di masyarakat.

Pola penugasan “guru tugas” ke berbagai daerah juga merupakan wujud

hijrah masa kini karena para “guru tugas” itu di tugaskan ke daerah di luar tempat tinggalnya, 4 oleh karenanya, “guru tugas” sebelum berangkat

“berhijrah” perlu untuk meluruskan niat sebagaimana niatnya Rasulullah ketika melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Hal itu sangat perlu diperhatikan untuk membiasakan “guru tugas” memulai aktivitas dakwah dengan niat niat yang baik, semata mengharap ridho Allah dan Rasulullah.

Pengiriman santri ke berbagai daerah merupakan salah satu pokok kegiatan rutin yang dilaksanakan secara kontinu oleh Yayasan Al-Miftah selaku Yayasan dibawah naungan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Pamekasan seperti pula dilakukan oleh NU sebagai salah satu perwujudan dari motto-nya, yaitu dakwah5. Pengiriman “guru tugas” ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan Yayasan Al-Miftah untuk mengawal dan memberdayakan kegiatan-kegiatan keagamaan di masyarakat yang dipelopori oleh “guru tugas”.

Konsep penugasan santri ke berbagai daerah merupakan suatu upaya untuk melanjutkan konsep dakwah Rosulullah SAW. sebagai orang pertama

4

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2015), 184 5

Fahrur Rosi, NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural, Jurnal Komunikasi Islam, Volume 01, Nomor 02, Desember 2011


(13)

4

yang mengirimkan sahabatnya, Mus’ab bin Umair ra. untuk menyambut

dukungan yang diberikan oleh penduduk Madinah terhadap dakwah Nabi saw. sekaligus untuk mengajarkan agama kepada penduduk Madinah, sehingga

beliau, Mus’ab bin Umair ra dianggap sebagai “guru tugas” pertama dalam sejarah awal perkembangan Islam.6 Penugasan semacam ini merupakan uapaya tarbiyatul ummah melalui pengiriman kader keberbagai daerah seperti juga dilakukan oleh para wali songo.7

Peristiwa penugasan sahabat oleh Nabi ke Madinah seperti yang dijelaskan diatas yang menjadi inspirasi bagi Pengasuh pondok pesantren dan Ketua Yayasan Al-Miftah untuk mengirimkan/menugaskan santri yang telah menyelesaikan pendidikan diniyahnya untuk mengabdikan ilmunya dalam bentuk kegiatan dakwah dimasyarakat dalam bentuk dakwah kultural.

“Guru tugas” Yayasan Al-Miftah adalah santri lulusan kelas II Ulya Madrasah Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan, santri dari madrasah ranting yang berafiliasi dengan pondok pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan atau lulusan STAI-MU Pamekasan. Mereka para “guru tugas” ditugaskan dimasyarakat sebagai kepanjangan tangan dan duta pesantren dalam memberdayakan kegaiatan-kegiatan keagamaan di masyarakat. Para

“guru tugas” tersebut di berangkatkan ke tempat tugasnya masing-masing berdasarkan permintaan dari masyarakat melalui kiai atau tokoh masyarakat

6

Pengurus Yayasan Al-Miftah, Buku management GTD yayasan al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Pamekasan (Pamekasan: Al-Miftah Pres, 2008), 8

7

Sakareya Bungo, Pendekatan Dakwah Kutural dalam Masyarakat Plural, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember, 2014, 209 - 219


(14)

5

setempat. Beliau para kiai atau tokoh masyarakat tersebut mengajukan permohonan kepada Yayasan Al-Miftah melalui Badan Komunikasi Wilayah (BADKOM) yang tersebar di semua kecamatan dan kabupaten di Madura. Kemudian surat permohonan tersebut di sampaikan kepada pengurus Yayasan Bidang Urusan “Guru Tugas” (UGT) yang bertanggung jawab dalam semua hal yang berkaitan dengan urusan penugasan santri, baik dari segi pengembangan SDM, melalui pelatihan, kursus dan lain sebagainya, maupun penentuan tempat tugas sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh masyarakat dan sesuai dengan kemampuan “guru tugas” yang akan di kirimkan ke tempat tersebut.

Pengiriman “guru tugas” ke berbagai pelosok daerah di Indonesia secara umum dan pulau Madura khususnya mutlak diperlukan, mengingat banyaknya masyarakat yang belum mengerti dengan baik dan belum mengamalkan secara maksimal perihal tuntunan agama, dan telebih lagi karena mereka sudah tidak mungkin kembali ke bangku pesantren untuk belajar agama.

Pengiriman “guru tugas” merupakan upaya “menjemput bola” dalam

berdakwah, mengingat para da’i yang mendatangi mad’unya sebagaimana

dilakukan oleh walisongo dalam menjalankan dakwahnya seperti diungkap dalam penelitian Muh. Fatkhan 8 . Hal itu dilakukan sebagai upaya memaksimalkan proses dakwah itu sendiri, karena objek dari kegiatan dakwah ini adalah orang-orang desa yang kesehariannya sudah disibukkan dengan

8

Muh Fatkhan, Dakwah Budaya Wali Songo (Aplikasi Metode Dakwah Walisongo di Era Multikultural),Jurnal Aplikasia, 2003


(15)

6

urusan keluarga dan kegiatan mengolah sawah dan ladang, dan tentunya mereka sudah tidak memiliki cukup waktu untuk mendatangi para ustad yang ada di pesantren, baik karena jarak yang relatif jauh maupun waktu yang tidak lagi mengijinkan.

Para “guru tugas” tersebut akan menempati rumah yang sudah disiapkan oleh kiai atau tokoh masyarakat yang bertindak sebagai Penanggung

Jawab “Guru Tugas” (PJGT). Semua kebutuhan “guru tugas” menjadi tanggung jawab PJGT dan masyarakat setempat. PJGT dalam hal ini bertindak sebagai mentor sekaligus pengarah kegiatan dakwah yang akan dilakukan oleh

“guru tugas” tersebut, baik kaitannya dengan lembaga pendidikan maupun dengan kegiatan rutinitas di masyarakat. Hal demikian itu karena “guru tugas” memang sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga PJGT.

Adapun yang kami maksud dengan dakwah kultural dalam penelitian

ini adalah dakwah yang “di bungkus” dalam bentuk kegiatan yang menjadi

rutinitas masyarakat setempat atau dikenal dengan istilah budaya populer dimasyarakat9, baik nantinya dilaksanakan oleh lembaga pendidikan, masjid atau organisasi desa lainnya dalam bentuk pendidikan di madrasah,10 pelatihan, kursus-kursus dan ceramah-ceramah di masjid dan musholla setempat, atau penyampaian pesan-pesan dakwah dengan cara berbaur dan ikut serta secara langsung dalam semua kegiatan yang menjadi adat dan budaya masyarakat, seperti datang bertamu ke masyarakat sekitar sambil menyisipkan pesan-pesan dakwah saat berbicara dengan tuan rumahnya, atau

9

Dhirgo Kusumo Adi, Fenomena Dakwah Budaya Populer: Studi Kasus Majelis Taklim Nurul Mustofa, Jurnal FIB UI, 2015

10


(16)

7

menghadiri dan memimpin hajatan atau “koloman” di masyarakat dengan mencontohkan tata cara dan praktik pelaksanaan yang islami dari tradisi-tradisi tersebut, atau dengan ikut serta dalam kegaitan-kegiatan para pemuda

seperti kegiatan jam’iyah al-Banjari dan lain sebagainya.

Bentuk kegiatan dakwah kultural yang dilalui oleh “guru tugas” tidak akan sama antara satu dengan lainnya, menyesuaikan dengan kultur dan budaya yang menjadi tradisi di masyarakat tempatnya di tugas. Baik perbedaan dalam bentuk kegiatan ataupun dalam detail pelaksanaannya. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan tradisi yang berkembang di masyarakat sangat beragam dan sulit untuk diseragamkan sesuai dengan potensi budaya itu sendiri, baik dalam bentuk kegiatan11 maupun media yang digunakan1213 bahkan sampai detail-detail kecil kegiatannya14 termasuk juga rencana-rencana kegiatannya15. Akan tetapi secara umum kegiatan dakwah kultural yang dilakukan oleh “guru tugas” tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu mengarahkan kultur yang menjadi tradisi di masyarakat supaya sesuai dengan tuntunan agama .

Dalam konteks kegiatan dakwah kultural yang dilakukan oleh “guru

tugas”, penelitian ini akan ditulis, dengan harapan agar supaya proses dakwah

11

Afif Zaini, Pendekatan Kultural dalam Dakwah Wali Songo, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tt

12

Dhirgo Kusumo Adi, Fenomena Dakwah Budaya Populer: Studi Kasus Majelis Taklim Nurul Mustofa, Jurnal FIB UI, 2015

13

Syaiful Arif, Strategi Dakwah Sunan Kudus, Jurnal ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus 2014, 98 14

Rahma Dini Warastuti, Fenomena Bahasa Non Verbal dalam Dakwah Kultural, Jurnal al-Misbah, 2014, 90

15

Rudi Al-Hana, Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur,


(17)

8

secara kultural dengan model penugasan di masyarakat yang dilalui oleh santri, menjadi suatu konsep yang utuh dan menarik untuk dikembangkan.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan dakwah kultural para “guru tugas” di masyarakat. Beberapa masalah tersebut adalah:

1. Banyaknya lahan dakwah yang harus digarap oleh “guru tugas”. Hal itu tentu sangat menguras tenaga dan pikiran “guru tugas” sebagai juru dakwah yang masih dalam tahap belajar.

2. “Guru Tugas” dituntut memiliki kecakapan personal dan pengetahuan agama yang memadai untuk dapat beradaptasi dengan kultur masyarakat, sehingga proses dakwah kultural yang disampaikan mampu diterima dengan baik.

3. Masyarakat menaruh harapan yang cukup besar kepada “guru tugas” untuk bisa menjadi panutan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

4. Durasi waktu yang terlalu singkat, hanya satu tahun saja.

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada masalah kedua sampai keempat yang berkaitan dengan dakwah kultural yang di lakukan oleh “guru tugas” dan bagaimana respon masyarakat. Maka melalui penelitian ini, nantinya dapat ditemukan suatu konsep yang utuh dan komprehensif tentang dakwah kultural para “guru


(18)

9

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana dakwah kultural yang dilakukan “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Al-Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan di Kecamatan Karangpenang & Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang ?

2. Apa faktor pendukung, penghambat dan solusi dakwah kultural yang dilakukan “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan di Kecamatan Karangpenang & Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang ?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalahsebagai berikut:

1. Mendeskripsikan metode dakwah kultural yang dilakukan “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan.

2. Menemukan factor pendukung, penghambat dan solusi metode dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan.


(19)

10

E. Signifikansi Penelitian

1. Manfaat Teoritis; diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah intelektual, sekaligus menjadi sebuah sumbangan konseptual tentang dakwah kultural melalui penugasan guru dimasyarakat.

2. Manfaat Praktis; diharapkan bermanfaat kepada pihak-pihak terkait, meliputi:

a. Tokoh agama, para da’i, para kyai, dan “guru tugas” sebagai salah satu pedoman/rujukan berharga tentang dakwah kultural dimasyarakat.

b. Bagi subjek penelitian sendiri, yaitu para “guru tugas” dari pesantren yang telah melaksanakan tugas dimasyarakat, bahwa dakwah kultural yang lakukannya dapat terdokumentasi dengan baik, sehingga dapat menjadi suatu konsep yang komprehensif dan layak dikembangkan.

F. Kajian Pustaka

1. Dakwah Kultural

a. Pengertian Dakwah Kultural

Dakwah kultural adalah dakwah dengan membangun moral masyarakat melalui kultur dan budaya mereka. 16 Dakwah kultural dapat juga diartikan sebagai dakwah suatu pendekatan dakwah dengan memperhatikan kecenderungan mitra dakwah sebagai

16


(20)

11

makhluk berbudaya. Dakwah yang memperhatikan kecenderungan mitra dakwah sebagai sasarannya akan sangat memudahkan bagi penyampaian pesan-pesan dakwah.17

Sedangkan menurut Muhammad Sulthon juga menjelaskan bahwa dakwah kultural adalah aktifitas dakwah yang menekankan Islam kultural. Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan doktrinal yang formal antara Islam dan politik atau Islam dan Negara. Atau dengan kata lain dakwah di luar kekuasaan.18

b. Esensi Kajian tentang Dakwah dan Kultur

Dakwah merupakan aktivitas mulia dalam mengajak orang lain menuju kebaikan.Secara terminologis dakwah islam telah banyak didefinisikan oleh para ahli.Sayyid Qutb memberi batasan dengan

mengajak” atau “menyeru” kepada orang lain masuk kedalam sabil Allah SWT. Bukan untuk mengikuti da’i atau sekelompok orang.19 Dan juga menurut Toha Yahya Omar bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan,untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.20 Pengertian dakwah seperti diatas merupakan salah satu diantara sekian banyak pendapat para ahli,

17

Adeng Muchtar Ghazali, Pemikiran Islam Kontemporer: Suatu Refleksi Keagamaan yang Dialogis (Bandung: Mizan, 1997), 46

18

Muhammad Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman, Desain Ilmu Dakwah: Kajian Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 26

19

Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2010), 14 20


(21)

12

akan tetapi Ali Azis menyipulkan bahwa yang di maksud dakwah

adalah “ kegiatan peningkatan iman menurut syariat Islam”.21

Kultural atau budaya adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus.22 General dalam hal ini berarti setiap manusia di dunia ini mempunyai budaya, sedangkan spesifik berarti setiap budaya pada kelompok masyarakat adalah bervariasi antara satu dan lainnya. Sedangkan Tylor dalam H.A.R Tilaar berpendapat bahwa

“Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks

dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta kemampuaan kemampuan dan kebiasaan lainnya yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.23

Demikian juga dengan menurut Tubbs & Moss Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.24

Maka, dari masing-masing pengertian dakwah dan kultural diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan dakwah kultural adalah dakwah dengan mengakomodir budaya sebagai bagian dari dakwah itu sendiri, baik sebagai media maupun sebagai metode pendekatan.

21

Ali Aziz, Ilmu Dakwah. Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2012), 37 22

M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikulturalisme Cross-Cultural Understanding. Untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 6

23

H.A.R. Tilaar, Pendidikan Kebudayaan dan masyarakat Madani Indonesia. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), 32

24

Stewart L. Tubbs & Sylvia Moss. Human Communication, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005), 86


(22)

13

2. “Guru Tugas”

“Guru tugas” yang dimaksud dalam penelitian ini adalah santri lulusan kelas II Ulya Madrasah Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan, santri dari madrasah ranting yang berafiliasi dengan pondok pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan atau Sarjana lulusan STAI-MU Pamekasan. Mereka para “guru tugas” merupakan duta pesantren yang ditugaskan dimasyarakat atas permintaan dari masyarakat melalui kiai atau tokoh masyarakat setempat dengan mengajukan permohonan kepada Yayasan Al-Miftah melalui Badan Komunikasi Wilayah (BADKOM) yang tersebar di semua kecamatan dan kabupaten di Madura dan beberapa provensi lain di seluruh Indonesia.25

Penggunaan istilah “guru tugas” bagi santri yang melaksanakan pengabdian di masyarakat merupakan suatu upaya penanaman kesadaran kepada para santri untuk selalu berperilaku baik layaknya seorang guru yang akhlaq dan tingkah laku kesehariannya dapat dicontoh oleh masyarakat dan penggunaan istilah ini nampaknya cukup berhasil., terbukti dengan dapat diterimanya mereka oleh masyarakat tempatnya mengabdi.

Adapun kondisi “guru tugas” yang ditugas ke berbagai pelosok negeri memiliki kemiripan dengan guru atau dosen yang diperbantukan untuk mengajar ke daerah-daerah pedalalaman, dengan sama-sama

25

Pengurus Yayasan Al-Miftah, Buku management GTD yayasan al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Pamekasan (Pamekasan, Al-Miftah Pres, 2008), 7


(23)

14

menetap dilokasi tugasnya. Hal itu tentu memiliki kendala tersendiri, antara lain : yaitu : 1) kondisi internal, yang terdiri atas upaya pemenuhan kebutuhan hidup, kesempatan untuk pengembangan karir, dan peningkatan kesejahteraan guru menjadi suatu hal yang menyulitkan; (2) kondisi eksternal, yang terdiri dari sulitnya akses informasi, komunikasi, transportasi, dan jalan yang menjadi kendala atau masalah.26

G. Kerangka Teoritik

Sebagai landasan pikir untuk memahami judul penelitian dan pengembangannya, maka sesuai dengan penelitian terdahulu yang menjadi pijakan awal dari penelitian ini, teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis oleh peneliti adalah teori komunikasi multikultural dan tentunya konsep tentang dakwah kultural. Serta akan ditunjang dengan teori lain dari multidisiplin pengetahuan, utamanya yang berkaitan dengan strategi dan proses dakwah kultural di masyarakat.

1. Teori Komunikasi Multikultural

Komunikasi multicultural adalah komunikasi yang melibatkan proses interaksi dari individu atau kelompok dari budaya tertentu dengan kelompok dari budaya lain sehingga melahirkan kultur baru atau subkultur. Dalam perjalanan waktu dan transpormasi multicultural ketika semua kultur yang berbeda-beda menjalin suatu interaksi akan melahirkan kebudayaan atau kultur baru atau subkultur baru. Demikian

26


(24)

15

seterusnya komunikasi dalam masyarakat multikultur akan terus berproses tanpa henti untuk menciptakan kultur baru yang lebih maju dan progresif. 27

Ada juga yang mendefinisikan komunikasi multicultural sebagai Komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misal suku bangsa, etnik dan ras atau kelas sosial.28 Definisi ini memberikan pamahaman yang lebih lengkap tentang aspek-aspek perbedaan budaya, namun meskipun demikian adanya pemberian definisi seperti ini akan menambah pemahaman kita terkait dengan pengertian komunikasi multikultural itu sendiri.

Komunikasi multicultural pada akhirnya merupakan proses komunikasi yang menghubungkan bagian-bagian dalam kehidupan dunia satu dengan dunia yang lain yang berbeda secara tidak beraturan tetapi hidup diwilayah budaya yang sama, sehingga pada tahap berikutnya terjadilah proses transformasi dan perubahan budaya secara terus menerus.29

Teori ini dapat digunakan sebagai teropong untuk melihat perbedaan budaya para “guru tugas”dan da’i Yayasan Al-Miftah dengan pengalaman mereka yang keseharianya hanya di pesantren dan hanya berkutat pada kegiatan-kegiatan ilmiah saja ketika harus tinggal dan

27

Ibid, 199 28

Larry A. Samovar, Richard E. Porter, Communication Between Culture. Fifth edition. (Canada: Ebook Thomson Wadsworth, 2004), 94

29


(25)

16

berinteraksi bersama masyarakat yang tentu memiliki pengalaman hidup yang berbeda.

2. Konsep Dakwah Kultural

Islam kultural pada dasarnya adalah respon Islam terhadap berbagai masalah kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Respon tersebut dalam perjalanannya saling mempengaruhi dan tarik menarik. Dari satu segi dimensi kulturalnya lebih menonjol, di lain segi dimensi Islamnya lebih kuat dan kokoh. Islam kultural, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, biasa diakui sebagai bentuk pemahaman yang sejalan dengan kebudayaan. Melalui pemahaman Islam yang demikian itu, berbagai kebudayaan yang ada di masyarakat dapat disatukan dalam naungan nilai-nilai Islam, dan pada gilirannya dapat memberi rahmat pada kehidupan manusia. Dengan Islam kultural, ada unsur pertimbangan lokal dalam rangka penerapan ajaran-ajaran Islam lainnya.30

Sebagai bukti adanya Islam kultural di Indonesia dapat dilihat dari pada tulisan Clifford Geertz, dalam bukunya yang berjudul Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Geeertz mengidentifikasi adanya tiga corak paham keagamaan tersebut dengan menampilkan Islam Abangan sebagai mereka yang memiliki komitmen kuat pada komunitas Islam, walaupun dalam prakteknya tidak tertarik untuk

30

Rudi al-Hana, Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur,


(26)

17

mengamalkan syariat Islam secara kaffah. Yang banyak diamalkan adalah Islam yang terwujud dalam bentuk slametan dan upacara yang maknanya terkait pada upaya mencari perlindungan dan keselamatan diri pada Tuhan dari hal-hal yang dapat membahayakan perjalanan hidupnya.31

Jika yang dimaksud dakwah kultural adalah dakwah dengan pendekatan Islam kultural, maka dakwah kultural adalah dakwah yang penuh dengan kebijaksanaan dalam menyikapi dan memahami budaya yang berkembang dalam masyarakat dengan penuh kedamaian. Dengan demikian dakwah kultural, jika ditinjau dari segi interaksinya dengan lingkungan social setempat, masuk kategori dakwah kompromis, yaitu dakwah yang mengakomodasi dan memahami kearifan lokal.32

Dakwah kultural dapat pula dipahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas,dalam rangka menghasilkan kultur budaya yang bernuansa islami. Diantara ciri-ciri dakwah kultural adalah : dinamis, kreatif dan inovatif. Ketiga dakwah kultural ini pernah dipraktekkan Rasulullah. Jadi, dengan demikian secara implisit dakwah kultural adalah sebagai realitas secara praktis yang telah ada bersamaan dengan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah atau lebih mudahnya dakwah dengan pendekatan dakwah bil hikmah, sebagaimana terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125:

31

Abuddin, Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 182

32


(27)

18

ُ ْاا

َ ِإ

ِليِبَس

َ نبَر

ِ َ ْكِْْاِب

ِ َ ِ ْوَ ْلاَو

ِ ََسَْْا

ْمَُِْااَ َو

ِ لاِب

َ ِ

ُنَسْ َأ

نِإ

َ بَر

َوُ

ُمَلْ َأ

ْنَِ

لَ

ْنَ

ِهِليِبَس

َوَُو

ُمَلْ َأ

َنيِدَ ْهُ ْلاِب

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sungguh Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang

yang mendapat petunjuk”.33

Dakwah bi al-Hikmah menurut sebagian mufassir diartikan sebagai dakwah dengan cara membedakan tingkatan pekerjaan mitra dakwah yang mengadung kebaikan dan keburukan.34 Dakwah bil-Hikmah juga diartikan sebagai dakwah secara arif bijaksana, dengan berbagai

pendekatan sedemikian rupa sehingga mad’u dapat melaksanakan ajaran

islam dengan suka rela.35 Untuk melaksanakan dakwah bi al-Hikmah seperti pengertian diatas tentu da’i dituntut untuk mengakomodir semua

kegiatan dakwah- termasuk juga kebudayaan- dalam menjalankan dakwahnya.

Demikian juga dakwah kultural sangat sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad dalam berdakwah, yaitu dakwah secara halus dan tidak kasar. Dakwah secara halus diatas dapat diartikan dengan dakwah yang merusak tatanan tradisi masyarakat, melainkan dakwah dengan

33Qur’an Terjemah

Hadiah Khodim Al-Haromain,tt, 421. 34

Abu Al-Sa’ud Muhammad bin Muhammad, Al-‘Amadi, Tafsir Abi Sa’ud, (Bairut: Dar Ihya At-Tarots Al-Arobi, 1994)

35


(28)

19

mengawal dan mengarahkan tradisi sesuai dengan ajaran Islam. Hal itu dapat dipahami dari Hadits berikut:

ُهَناَش اِإ ٍء َش ْنِم ُ َزْ ُ ي َاَو ُهَناَز اِإ ٍءْ َش ِي ُنْوُكَي َا َقْفنرلا نِإ

ُ

ملسم اور

َ

“Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali ia akan membaguskannya, dan tidaklah (kelembutan) itu tercabut dari

sesuatu, kecuali akan memburukkannya”. 36

Kelembutan yang kami maksudkan dari hadits ini adalah upaya dakwah secara lembut yang akomodatif terhadap budaya lokal tetapi tidak menghilangkan ruhnya sebagai upaya menyadarkan masyarakat dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya secara kaffah dengan menjaikan budaya sebagai salah satu pijakannya.

Sedangkan da’i yang melakukan dakwah dengan pendekatan kultural tergolong sebagai da’i yang strategis, hal itu mengingat

dimungkinkannya terjadi kecemburuan etnik dan emosi kedaerahan, atau bahkan terkadang cenderung dominan dikalangan mitra dakwah. Untuk itu pendakwah yang memiliki kesamaan etnik, bahasa dan daerah dengan mitra dakwah akan lebih mengena dibanding dengan pendakwah dari luar etniknya,37 sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 4:

36

Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani, Fathul Bari fi Syarhi Shohihi Bukhari, (Dar Arrayyan li At-Turats, 1986), 464

37


(29)

20

ْنَم يِدْهَ يَو ُءاَشَي ْنَم ُهللا لِضُيَ ف ْمََُ َنَّ بُيِل ِهِمْوَ ق ِناَسِلِب اِإ ٍلوُسَر ْنِم اَْلَسْرَأ اَمَو

ُميِكَْْا ُزيِزَعْلا َوَُو ُءاَشَي

Artinya : Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.38

H. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang sama persis dengan penelitian yang akan kami lakukan masih sangat jarang, apalagi yang secara langsung membahas tentang dakwah kultural “guru tugas” di masyarakat. Akan tetapi sebagai landasan berpikir, dapat ditemukan beberapa penelitian yang sudah dilakukan dan kami anggap memiliki signifikansi yang mirip dengan penelitian yang akan kami lakukan, yaitu:

1. Bahasa Dakwah Kultural Dan Structural Da’i Dalam Persepektif Dramaturgi39

Penelitian ini dilakukan oleh Farhan dengan fokus penelitian ini terletak pada bahasa yang digunakan oleh Habib Hadi Zainal Abidin Al-Habsyi

38Qur’an Terjemah Had

iah Khodim Al-Haromain,tt, 379 39

Farhan, Bahasa Dakwah Kultural Dan Structural Da’i Dalam Persepektif Dramaturgi, Jurnal At-Turas IAI Nurul Jadid Paiton, 2014.


(30)

21

dalam kapasitas beliau sebagai seorang anggota dewan legislative dan sebagai seorang pengasuh pondok pesantren.

Penelitian ini menghasilkan suatu temuan bahwa ada kesamaan bahasa yang digunakan oleh Habib Hadi Al-Habsyi dalam pendekatan dakwah yang berbeda, yaitu sama-sama menggunakan bahasa yang

santun dan mudah diterima oleh mad’u. sehingga disimpulkan bahwa

dakwah yang di usung oleh Habib Hadi Al-Habsyi menunjukkan dualitas dakwah yang memiliki sinergi yang saling mendukung dalam kesuksesan dakwah beliau.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada konsep dakwah yang di usung, tepatnya pada dakwah kultural, maksudnya dakwah yang mewadahi dan mengawal tradisi masyarakat. Adapun perbedaannya terletak pada bentuk kegiatan dakwah yang dilakukan, yaitu penelitian kami berbentuk kultural dalam lingkup yang lebih sederhana baik dalam bentuk kegiatan melalui lembaga atau organisasi maupun yang berbentuk kegaitan yang dilakukan

secara individu oleh da’i yang cakupannya terbatas pada anggota

organisasi atau masyarakat sekitar, tidak seluas dakwah yang dilakukan oleh Habib Hadi Al-Habsyi yag cakupannya adalah kabupaten.


(31)

22

2. Fenomena Dakwah Budaya Populer: Studi Kasus Majelis Taklim Nurul Mustofa40

Penelitian ini dilakukan oleh Dhirgo Kusumo Adi dengan fokus penelitian ini adalah penggunaan berbagai macam media dalam penyampaian pesan dakwah di majelasi taklim nurul mustofa pimpinan

Habib Hasan bin Ja’far Assegegaf Jakarta. Hal itu dilakukan antara lain

untuk menyesuaikan diri dengan anggota majelis tersebut yang kebanyakan adalah anak-anak muda.

Maksud dari budaya popular dalam penelitian ini adalah dakwah yang tidak mengikat pada kegiatan-kegiatan yang bersifat ceramah saja, tetapi dakwah yang memasuki semua unsur budaya yang berkembang di masyarakat, baik media, pesan maupun bentuk kegiatannya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori budaya popular yang dikemukakan oleh john storey. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif atau penelitian lapangan yang bersifat deskriptif.

Metode yang di adopsi Majelis Taklim Nurul Musthofa untuk mengakomodir budaya populer adalah dengan melakukan dakwah melalui jejering social dan website resmi, konvoi sebelum pengajian dimulai oleh para Jemaah serta pembuatan album kompilasi dari program majelis taklim tersebut. Penggunaan metode dan media yang seirama dengan perkembangan budaya populer tersebut telah berhasil menjadikan

40

Dhirgo Kusumo Adi, Fenomena Dakwah Budaya Populer: Studi Kasus Majelis Taklim Nurul Mustofa, Jurnal FIB UI, 2015


(32)

23

metode dakwah Majelis Taklim Nurul Musthofa dapat diterima dengan baik oleh semua kalangan terutama para pemuda.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan kami

lakukan terletak pada da’i yang melakukan dakwah, dalam penelitian ini da’i hanya bergerak dibawah payung lembaga, yaitu Majelis Taklim Nurul Mustofa. Sedangkan penelitian yang akan kami lakukan dapat berupa kegiatan dakwah secara personal oleh da’i, walaupun tidak

menutup kemungkinan da’i tersebut bergerak juga dalam lembaga

pendidikan dan sebagainya. Begitu juga dengan budaya populer yang menjadi pijakan dakwahnya, dalam penelitian ini budaya populer perkotaan yang menjadi pijakannya, sedangkan dalam penelitian yang akan kami lakukan berpijak pada budaya yang masuh populer di pedesaan 3. Dakwah Kultural Bayt al-Qur’an al-Akbar Ukiran Khas Melayu

Palembang41

Penelitian ini dilakukan oleh Reza Pahlevi dengan focus pembahasan dalam penelitian ini adalah kontribusi Bayt al-Qur’an al -Akbar Ukiran Khas Melayu Palembang terhadap perkembangan metode dakwah kultural adalah dakwah melalui seni. Kedua, Bayt al-Qur’an al -Akbar Ukiran Khas Melayu Palembang sebagai tempat Wisata Religi.

Penelitian ini melihat secara mendalam terhadap karya seni

Syofwatillah Mohzaib, alumni Pondok Pesantren Ar-Risalah, Ponorogo, Jawa

Timur yang berupa ukiran al-Qur’an 30 juz. Teori yang digunakan dalam

41

Reza Pahlevi, Dakwah Kultural Bayt al-Qur’an al-Akbar Ukiran Khas Melayu Palembang, Jurnal Intizar, Vol. 22, No. 1, 2016.


(33)

24

penelitian ini adalah teori Komunikasi non verbal yang berkaitan dengan

estetika dan kaligrafi dengan gaya khas ukiran Nusantara.

Adapun metode dakwah yang digunakan Bayt al-Qur’an al-Akbar

Ukiran Khas Melayu Palembang dalam menyebarkan ajaran islam adalah dalam bentuk melestarikan penulisan al-Qur’an dalam bentuk kaligrafi yang bisa dijadikan rujukan dalam penulisan mushaf-mushaf al-qur’an berikutnya.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada upaya dakwah kultural yang dilakukan dengan merangkul budaya lokal dalam hal ini gaya penulisan ala Nusantara sebagai pijakan awal dalam menarik minat mayarakat untuk melestarikan kaligrafi al-Qur’an sebagai bagian dari nilai estetika yang terdapat dalam al-qur’an sekaligus sebagai wisata spiritual bagi orang yang melihatnya. Adapun perbedaannya terletak pada jenis budaya yang jadikan sebagai metode dalam menyampaikan dakwahnya, yaitu dalam penelitian kami akan diarahkan pada dakwah kultural “guru tugas” dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, bukan pada media yang digunakan, dalam penelitian ini adalah al-Qur’an ukiran.

4. Pendekatan Kultural dalam Dakwah Wali Songo42

Penelitian ini dilakukan oleh Afif Zaini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dakwah kultural dan akomudasi budaya, yaitu dakwah yang berusaha menyelaraskan ajaran Islam selaras dengan

42

Afif Zaini, Pendekatan Kultural dalam Dakwah Wali Songo, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tt.


(34)

25

penangkapan kultural dari masyarakat yang ingin dimasukkan dalam ajaran islam itu sendiri.

Adapun fokus dari penelitian ini adalah mencari dan menemukan semua jenis pendekatan dakwah yang dilakukan oleh wali songo. Dengan demikian, temuan dari penelitian antara lain adalah : 1. Pembuatan masjid demak dengan gaya arsitektur Jawa. 2. menciptakan cerita-cerita yang

disukai oleh rakyat. 3. Memasukkan do’a Islam dalam tradisi Hindu -Budha. 4. Menciptakan lagu-lagu islam dengan bahasa Jawa. 5. Membuat gemelan & seni ukir. 6. Menciptakan pepatah Jawa yang berisi ajaran Islam. 7. Dan lain sebagainya.

Letak kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan adalah kesamaan dalam pendekatan dakwah yang diusung, yaitu dakwah kultural. Adapun perbedaannya adalah penelitian ini bersifat islamisasi budaya dengan mencangkokkan ajaran islam pada budaya non islam. Sedangkan penelitian yang akan kami lakukan memiliki lingkup yang lebih sederhana dan lebih memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya sudah dapat diterima oleh masyarakat sebagai bagian dari ajaran islam, atau lebih mudahnya dapat dikatakan sebagai upaya melestarikan budaya masyarakt yang sudah dimasukkan ajaran islam.


(35)

26

5. NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural43

Penelitian ini dilakukan oleh Fahrur Rosi menggunakan konsep dakwah kultural dan teori akomudasi budaya dengan menekankan pembahasan pada penelusuran konsep dan strategi dakwah kultural yang di adopsi NU dari cara berdakwah Wali Songo yang mengemas budaya menjadi bagian penting dalam menyisipkan pesan-pesan dakwah.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada konsep dakwah kultural yang digunakan. Sedangkan perbedaaannya terletak pada focus pembahasannya, yaitu dalam penelitian ini hanya berfokus pada penelusuran tentang konsep dan prinsip besar dakwah kultural, sedangkan dalam penelitian yang akan kami lakukan sudah merupakan dakwah terapan yang dilakukan para

“guru tugas” dimasyarakat.

6. Fenomena Bahasa Non Verbal dalam Dakwah Kultural44

Penelitian ini dilakukan oleh Rahma Dini Warastuti. Penelitian ini menekankan pengertian bahwa dakwah kultural itu adalah dakwah dalam setiap aspek kehidupan dari berbagai macam profesi, pada akhirnya penelitian ini menemukan suatu bentuk dakwah yang komplek dari setiap apa yang dikerjakan manusia.

Penelitian ini menggunakan teori komunikasi non verbal dalam penyampaian dakwah. Adapun kesamaan antara penelitian ini dengan

43

Fahrur Rosi, NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural, Jurnal Komunikasi Islam, Volume 01, Nomor 02, Desember 2011

44

Rahma Dini Warastuti, Fenomena Bahasa Non Verbal dalam Dakwah Kultural, Jurnal al-Misbah, 2014


(36)

27

penelitian yang akan kami lakukan terletak pada konsep dakwah kultural yang diusung. Sedangkan perbedaannya, dalam penelitian ini masih bersifat konsep dan dalam beberapa hal belum diterapkan secara riil di masyarakat, sedangkan penelitian yang akan kami lakukan difokuskan pada kegiatan-kegiatan riil masyarakat yang sudah dapat diukur tingkat kesuksesannya.

7. Pendekatan Dakwah Kutural dalam Masyarakat Plural45

Penelitian ini dilakukan oleh Sakareeya Bungo. Penelitian ini menggunakan teori filsafat paranial sebagai landasan utama dalam mengkaji kebenaran konsep tentang dakwah kultural dalam masyarakat plural dengan menekankan pembahasan pada analisis kritis terhadap perbedaan pengertian antara dakwah kultural dan dakwah structural.

Adapun kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada pendekatan dakwah yang digunakan yaitu dakwah kultural. Sedangkan perbedaannya terletak pada inti pembahasannya, dalam penelitian ini menitik beratkan pembahasan pada pemahaman istilah tentang perbedaan dakwah kultural dan struktural, sedangkan dalam penelitian yang akan kami lakukan berfokus pada dakwah kultural yang sudah diterapkan dimasyarakat.

45

Sakareya Bungo, Pendekatan Dakwah Kutural dalam Masyarakat Plural, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember 2014, 209 - 219


(37)

28

8. Dakwah Budaya Wali Songo (Aplikasi Metode Dakwah Walisongo di Era Multikultural)46

Penelitian ini dilakukan oleh Muh Fatkhan dan berhasil menemukan metode dakwah walisongo yang berupa metode al-Hikmah, Tarbiyatul Ummah dan Penyebaran kader dan juru dakwah keberbagai daerah. Sedangkan maksud dari dakwah era multicultural yang dimaksudkan adalah dakwah di era modern yang sarat dengan berbagai macam bentuk kemaksiatan dalam bingkai hiburan dan seni, dalam hal ini adalah pembentukan kelompok rebana walisongo minimal sebagai penyeimbang dari seni dan budaya yang tidak baik.

Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada konsep dakwah yang digunakan, yaitu dakwah budaya. Sedangkan perbedaannya terletak pada focus penelitiannya, dalam penelitian ini hanya berfokus pada seni melalui grup rebana, sedangkan penelitian yang akan kami lakukan bersifat lebih komplek karena akan mencakup berbagai macam kegiatan yang ada dimasyarakat, termasuk pula didalamnya adalah kesenian al-banjari dan lain sebagainya. 9. Strategi Dakwah Sunan Kudus47

Penelitian ini dilakukan oleh Syaiful Arif dengan fokus penelitian ini adalah Pengolahan Menara Kudus sebagai upaya deradikalisasi Islam, maksudnya upaya yang dilakukan Sunan Kudus dalam menyampaikan

46

Muh Fatkhan, Dakwah Budaya Wali Songo (Aplikasi Metode Dakwah Walisongo di Era Multikultural),Jurnal Aplikasia, 2003

47


(38)

29

ajaran islam yang akomodir terhadap kultur masyarakat lokal melalui bentuk menara kudus yang menyerupai candi.

Kesamaan antara peelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada dakwah kultural yang diusung. Adapun letak perbedaannya adalah pada jenis kultur yang digunakan dan tujuan yang hendak dicapai dari Sunan Kudus dan “guru tugas”, dalam penelitian ini kultur yang dimaksud adalah pembuatan menara Kudus yang menyerupai bentuk candi dengan tujuan mengakomudir budaya lokal, sedangkan dalam penelitian yang akan kami lakukan berupa kegiatan keagamaan dengan tujuan melestarikan dan membangkitkan kembali gairah masyarakat pada kegiatan-kegiatan dimaksud.

10.Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur48

Penelitian ini dilakukan oleh Rudi Al-Hana dengan menggunakan konsep dakwah kultural sebagai landasan berfikir dan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif-eksploratif dengan penekanan pada masalah-masalah sosiologis.

Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang kami lakukan terletak pada pendekatan dakwah yang diusung, yaitu dakwah kultural. Adapun perbedaannya terletak pada focus penelitiannya, kalau dalam penelitian ini berfokus pada masalah-masalah sosiologis dalam penyebaran dakwah islam oleh pengurus wilayah Muhammadiyah Jawa

48

Rudi Al-Hana, Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur,


(39)

30

Timur dan masih berbentuk konsep besar dan belum dipraktekkan dilapangan, sedangkan dalam penelitian yang akan kami lakukan berfokus dakwah kultural yang dilakukan “guru tugas” dan sudah diterapkan dilapangan dalam bentuk dakwah kegiatan-kegiatan strategis yang menjadi kultur masyarakat.

11.Strategi Dakwah Masa Kini49

Penelitian ini dilakukan oleh M. Abzar. D dengan menekankan perlunya suatu strategi dakwah yang releven dengan kebutuhan masyarakat yang

menjadi mad’unya dengan cara melakukan pembenahan internal pada unsur-unsur dakwah itu sendiri dengan salah satu penekanan khususnya pada kontinuitas pendekatan dakwah kultural.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan kami lakukan terletak pada strategi dakwah yang diusung, yaitu strategi dakwah masa kini yang didalamnya juga mencakup dakwah kultural. Adapun perbedaannya, penelitian ini hanya memfokuskan pembahasan secara konsep yang belum teruji dilapangan, sedangkan penelitian yang akan kami lakukan berupa kegiatan dakwah kultural yang sudah dan sedang diterapkan di masyarakat yang tentunya sudah bisa diukur tingkat efektivitasnya.

Semua penelitian terdahulu yang berhasil kami kumpulkan memiliki signifikansi dengan penelitian yang akan kami lakukan hanya dalam konsep dakwah kultural yang di jadikan sebagai pijakan strategi

49


(40)

31

dan metode dakwah yang digunakan. Adapun detail bentuk kegiatan, subjek dan objek penilitian, sarana pendukung dan pendekatan yang digunakan sangat berbeda dan memiliki stressing pembahasan yang juga tidak sama, sehingga menurut kami penelitian yang akan kami lakukan akan menemukan suatu pola dan konsep baru tentang dakwah kultural. Hal itu mengingat tidak ditemukan satupun dari penelitian tersebut yang

membahas tentang dakwah kultural “guru tugas”, sehingga dapat dipastikan bahwa penelitian yang kami lakukan merupakan penelitian yang benar-benar baru, otentik dan dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Fokus penelitian ini adalah upaya untuk memahami dan mengungkap secara mendalam tentang dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan. Oleh karena itu, berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka teoritik yang telah dipaparkan di depan, maka jenis penelitian yang dianggap tepat adalah penelitian kualitatif naturalistik.

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun


(41)

32

kelompok. 50 Penelitian naturalistik merupakan paradigma alamiah (naturalistic paradigm) bagi penelitian kualitatif yang bersumber pada pandangan fenomenologis, 51 yang cenderung medeskripsikan suatu peristiwa dan aktivitas sosial dalam konteks natural,52 dan berusaha memahami arti peristiwa dan aktivitas sosial tersebut serta kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situati-situasi tertentu.

Pendekatan kualitatif naturalistik ini digunakan karena penelitian kualitatif naturalistik lebih mengarahkan pada penyusunan teori (grounded theory) yang lebih mendasar yang diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori,53 sehingga hasil dari penelitian naturalistik sangat memungkinkan untuk mengangkat hal-hal yang tak terkatakan dan memperkaya hal-hal yang diekspresikan. Dalam pandangan kualitatif naturalistik, semua fenomena dan gejala itu bersifat holistik (menyeluruh) dan tidak dapat dipisah-pisahkan, sehingga peneliti tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.54

Di samping itu, dengan penelitian kualitatif ini diupayakan juga untuk mengungkap dan menggambarkan data-data deskriptif berupa

50

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Pascasarjana UPI & PT Remaja Rosdakarya, 2005), 60.

51

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Edisi Revisi, 2007), 51.

52

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin, Edisi IV, 2002), 148-149

53

Ibid, 149 54

Sugiyono, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2006), 285.


(42)

33

kata dan simbol-simbol bahasa tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, serta mampu memperoleh informasi/data-data yang akurat terhadap fenomena tertentu, yaitu tentang proses penguatan

kapasitas interpersonal skill da’i melalui penugasan di masyarakat. Data-data tersebut kemudian akan dipaparkan, disusun dan dianalisis dalam bentuk hasil penelitian dengan metode analisis deskriptif analitis kritis.

Penelitian ini mengutamakan adanya sense of realities peneliti, proses berpikir mendalam dan interpretasi atas fakta berdasarkan konsep yang digunakan, mengembangkannya dengan pemahaman yang dalam serta mengutamakan nilai-nilai yang diteliti. Oleh karenanya, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, tidak jarang metode ini mengutamakan pembauran antara peneliti (participant observation) dengan objek yang diteliti dalam waktu yang cukup lama.

Untuk memperoleh dan mengetahui gambaran secara langsung tentang dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan, maka dalam penelitian ini peneliti merupakan participant observasi.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah gambaran tentang tempat penelitian yang dilakukan. Adapun tempat yang digunakan sebagai lahan informasi dalam penelitian ini ialah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen dan daerah-daerah lokasi penugasan “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan yang tercatat


(43)

34

sebagai kecamatan dengan permintaan “guru tugas” terbanyak, yaitu Kecamatan Karangpenang dan Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang. 3. Subjek dan objek penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah metode dakwah kultural “guru

tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan

Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah “guru

tugas”, tokoh agama dan masyarakat di lokasi penugasan “guru tugas” tersebut. .

4. Jenis Data

Data adalah seluruh informasi empiris dan dokumentatif yang diperoleh di lapangan sebagai pendukung ke arah konstruksi ilmu secara ilmiah dan akademis. Data penelitian adalah “things know or assumed”, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang dianggap atau diketahui. Diketahui artinya sesuatu yang sudah terjadi sebagai fakta empirik. Manfaat data adalah untuk memperoleh dan mengetahui gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan, dan untuk membuat keputusan atau memecahkan persoalan, karena persoalan yang timbul pasti ada penyebabnya. Maka, memecahkan persoalan ditujukan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan tersebut.55

55


(44)

35

Jenis data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data lapangan yang berupa wawancara, observasi, maupun dokumentasi kepada masyarakat muslim dan tokoh agama di lokasi penugasan “guru tugas”. 5. Sumber Data

Sumber data adalah sumber-sumber yang dimungkinkan seorang peneliti mendapatkan sejumlah informasi atau data-data yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian, baik data utama maupun data pendukung. Sumber data dapat diperoleh dari lembaga atau situasi sosial, subjek informan, dokumentasi lembaga, badan, historis, ataupun dokumentasi lainnya. Semua informasi yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut belum tentu semuanya akan digunakan, karena peneliti harus mensortir ulang antara yang relevan dan tidak. Data-data ini dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan yang telah disistematisir dalam kerangka penulisan laporan. Ini yang menurut Spradlay dikelompokkan ke dalam, domain, komponensial dan taksonomi serta membangun tema-tema yang akan diurai melalui data penelitian. 56

Berdasarkan pengertiannya yakni sumber data sebagai sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mendapatkan data atau informasi dalam sebuah penelitian, baik utama ataupun pendukung. Maka, sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi yang berupa fakta dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Al-Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan

56


(45)

36

Pamekasan. Data-data ini nantinya akan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan yang telah disistematisir dalam kerangka penulisan laporan. 6. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menemukan makna objek yang diteliti, memahami norma yang berkembang dalam masyarakat, memperkuat komunikasi hasil penelitian lebih efektif dengan audiens, serta mengindetifikasi kendala untuk solusi yang diperlukan masyarakat, dalam hal ini adalah masyarakat di lokasi “guru tugas”. Adapun yang dilakukan untuk memperoleh data ialah dengan cara:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan antara dua orang atau lebih yang bertujuan mendapatkan informasi-informasi tertentu. Dan informan atau seorang yang di sesuaikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek, wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dan sebenarnya.57

b. Observasi

Peneliti menggunakan jenis pengumpulan data yakni Observasi yang merupakan metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.58

57

Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana perdana media group, 2009),.98

58Djam’an Satori dan Aan Komariah,

Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabet, 2011), 104


(46)

37

Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sitematika terhadap suatu gejala yang tampak pada suatu penelitian. Observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Adapun dalam observasi ini, peneliti melakukan pengamatan pada metode dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan di lokasi tugasnya masing-masing.

c. Metode dokumentasi

Selain teknik observasi, peneliti juga menggunakan teknik dokumentasi. Pengumpulan data melalui dokumentasi diperlukan seperangkat alat atau instrument yang memandu untuk pengambilan data-data dokumen. Ini dilakukan agar dapat menyeleksi dokumen mana yang dibutuhkan secara langsung dan mana yang tidak.

Tehnik ini merupakan instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Dokumen bisa berbentuk dokumen publik atau private. Dokumen publik misalnya: jejaring sosial, laporan posisi, berita surat kabar, acara TV dan lainnya. Dokumen private contohnya: foto, memo, surat pribadi, catatan pribadi, dan lainnya.59 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

59

Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana perdana media group, 2009), 118.


(47)

38

tehnik dokumentasi private yaitu melalui foto, memo, dan catatan pribadi.

Selanjutnya ada data pendukung yang berasal dari tangan kedua atau ketiga, dan dalam penelitian ini data pendukung yang peneliti gunakan adalah kajian pustaka dari buku-buku, artikel, literatur, dan majalah-majalah yang terkait dengan bahasan peneliti.

7. Teknik Penentuan Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik penentuan keabsahan data dengan cara; 1) melakukan ketekunan pengamatan yang dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat releven dengan persoalan yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, sehingga data betul-betul valid, akurat, dan bisa dipertanggungjawabkan; 2) triangulasi data, yaitu memeriksa keabsahan data melalui triangulasi sumber, metode penyidik dan teori, yaitu dengan cara mencocokkan hasil wawancara dengan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan dokumentasi, kemudian dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data dan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Kemudian digunakan triangulasi teori yang digunakan untuk mempertajam analisis penelitian dengan memeriksa derajat kepercayaan data; dan 3) auditing, yaitu pemeriksaan data yang diperoleh dalam proses pelaksanaan pengumpulannya, dengan cara mencocokkan semua catatan-catatan


(48)

39

pelaksanaan keseluruhan proses dengan dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian.

8. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data a. Pengolahan Data

Sebelum dilakukan analisis, data yang sudah terkumpul melalui proses pengumpulan data, baik melalui catatan lapangan dalam bentuk wawacara mendalam maupun dokumentasi. Peneliti kemudian memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya untuk memudahkan analisis data.

Dalam proses pengolahan data tersebut, dimulai dari proses penyusunan satuan data yang berdiri sendiri dan dapat ditafsirkan, kemudian dilakukan langkah-langkah kategorisasi data, sehingga dengan mudah dipahami dan ditelusuri data yang memiliki hubungan dengan data yang lain dan yang tidak memiliki hubungan satu sama lainnya.60 Proses pengkategorian data ini dimaksudkan agar supaya data yang sudah terkumpul mudah dipahami bagian-bagian yang sudah lengkap dan yang masih butuh penelusuran data lebih dalam. Setelah itu, peneliti memulai melakukan penafsiran data dengan berpegang pada tujuan, prosedur, hubungan-hubungan data, peranan interogasi data dan langkah-langkah penafsiran data dengan motode analisis kritis seperti yang telah diuraikan dalam pendekatan penelitian. Penafsiran data ini dilakukan untuk memilih ketepatan pernyataan, ketepatan

60

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Edisi Revisi, 2007), 252


(49)

40

istilah yang akan digunakan, dan penetapan konsep dan penulisan teori yang akan dipaparkan dalam laporan penelitian.

b. Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber melalui proses pengolahan data. Setelah diolah baru kemudian dilakukan analisis model interaktif dengan tahapan sebagai berikut: 1) Reduksi data, yaitu kegiatan memilih, menyeleksi, menentukan fokus, menyederhanakan dan mentransformasikan data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, sehingga dari reduksi data ini kesimpulan dapat ditarik dan dibuktikan; 2) Display data, yaitu kategorisasi dengan menyusun sekumpulan data berdasarkan pola pikir, pendapat, dan kriteria tertentu untuk menarik kesimpulan. Penyajian data membantu untuk memahami peristiwa dan apa yang harus dilakukan untuk analisa data lebih jauh dan lebih dalam berdasarkan pemahaman terhadap peristiwa tersebut. Kemudian dilakukan langkah ke 3) Penyimpulan atau pembuktian, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah disajikan. Kesimpulan ini dibuktikan dengan cara menafsirkan berdasarkan kategori yang ada dan menggabungkan dengan melihat hubungan semua data yang ada, sehingga dapat diketahui dengan utuh, holistik dan komprehensif tentang metode dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Palengaan Pamekasan.


(50)

41

Analisis data yang meliputi; reduksi, display, dan penyimpulan data ini dilakukan secara bersamaan dan terus menerus selama proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis kritis seperti yang telah disebutkan di atas sampai diperoleh kesimpulan final. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif model interaktif yang dikembangkan oleh Miles & Huberman61. Untuk lebih jelasnya digambarkan skemanya secara kongkrit sebagai berikut:

Gambar 1

Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif (Miles & Huberman)

J. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu: bagian depan, bagian substansi dan bagian belakang.

Pada bagian awal penelitian ini berisi tentang: cover luar, cover dalam, pernyataan keaslian, lembar persetujuan pembimbing, persetujuan tim penguji,

61

Miles, M.B. & Huberman, A.M. An Expanded Sourcebook: Qualitative Data Analysis. (London: SAGE Publications, 1994), 12.

Data collection

Data display Data

reduction

Conclusion: drawing/verifying


(51)

42

pedoman transliterasi, motto, kata pengantar, dan ucapan terimakasih, daftar isi, dan daftar lampiran.

Pada bagian substansi (isi) penelitian di dalamnya terdiri dari lima sub, yaitu: Bab I berisi tentang pendahuluan yang di dalamnya menguraikan: latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II berisi kajian teoritik yang akan menguraikan tentang teori komunikasi antarbudaya, dan konsep dakwah kultural dan teori lain yang relevan.

Bab III berisi Metode Penelitian yang di dalamnya menguraikan: pendekatan dan jenis penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik pemeriksaan keabsahan data

Bab IV berisi penyajian data hasil penelitian dan analisis yang menunjukkan pada proses dakwah kultural “guru tugas” Yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan lengkap dengan factor-faktor penghambat dan solusi yang di tempuh.

BAB V: Penutup, yang berisi tentang kesimpulan, saran, dan rekomendasi. Adapun bagian belakang penelitian ini berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan daftar riwayat hidup peneliti.


(52)

43

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Komunikasi Multikultural

1. Definisi Komunikasi Multikultural

a. Definisi Komunikasi

Komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris, berasal dari kata Latin communisyang berarti ”sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti ”membuat sama”

(to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.63

Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang dilakukan kepada orang lain baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau perilaku.64

sedangkan menurut Onung Uchana, komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain

63

D.Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 9 64


(53)

44

untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku, baik langsung melalui lisan maupun tidak langsung melalui media.65

b. Definisi Multikultural

Sebelum membahas lebih lanjut tentang multikultural, perlu kiranya untuk dijelaskan tentang pengertian kebudayaan, karena penekanan dari pembahasan ini terletak pada sejauh mana kita mengertikan tentang kebudayaan itu sendiri. Dengan kata lain, membahas multicultural tidak boleh tidak harus disandingkan dengan pembahasan tentang pengertian kebudayaan, karena dari pengertian kebudayaan itu akan melahirkan pemahaman tentang multikultural.

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “Buddahyah”,

yaitu bentuk jamak dari buddi yang artinya budi dan akal. Ada juga yang berpendapat bahwa pengertian Kebudayaan adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk yang berarti daya dari

budi. Sedangkan dalam bahasa Belanda kata “budaya“ disebut dengan cultuur atau Culture (dalam bahasa Inggris) yang berasal

dari bahasa Latin “colere“ berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau

65


(54)

45

bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti kultur sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengubah alam.66

Menurut Edward B. Taylor, Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seorang sebagai anggota masyarakat atau masyarakat merupakan cikal bakal dari munculnya suatu kebudayaan atau peradapan yang terjadi pada diri setiap pribadi yang mempunyai corak pada karakteristik tertentu.67

Menurut M. Jacobs dan B. J. Stern mengatakan bahwa kebudayaan itu mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial yang diperoleh melalui usaha belajar sehingga individu secara personal yang menjadi penentu dalam proses kebudayaan selanjutnya.68

Berbeda dengan beberapa ahli diatas dalam mengejawantahkan suatu kebudayaan. Bounded mengatakan bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian

66

Martina Shalaty Putri, Modul Perkuliahan (Prilaku Konsumen), Universitas Mercu Buana, tt. 67

Friska Berliana Pakpahan, Fungsi Komunikasi Antar Budaya Dalam Prosesi Pernikahan Adat Batak Di Kota Samarinda, eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 237

68


(1)

154

b. Masyarakat harus mampu mengubur dalam-dalam fanatisme berlebihan

pada golongan tertentu. Dalam hal ini “guru tugas” yang harus mampu meyakinkan masyarakat untuk bisa menerima keberadaan dan dakwah

mereka.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonsia, Cetakan I,

(Jakarta, LP3ES, 1978).

Abu Al-Sa’ud Muhammad bin Muhammad, Al-‘Amadi, Tafsir Abi Sa’ud, (Bairut, Dar

Ihya At-Tarots Al-Arobi, 1994)

Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolani, Fathul Bari fi Syarhi Shohihi Bukhari, (Dar

Arrayyan li At-Turats, Tahun 1986)

Abuddin, Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada , 2001)

Afif Zaini, Pendekatan Kultural dalam Dakwah Wali Songo, Perpustakaan Digital UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, tt.

Arifin, Anwar, Ilmu Komunikasi, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2003).

Arif, Syaiful, Strategi Dakwah Sunan Kudus, Jurnal ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus

2014

Amin, Samsul Munir, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009)

al-Asqolani, Ahmad bin Ali bin Hajar, Fathul Bari fi Syarhi Shohihi Bukhari, (Bairut:

Dar Arrayyan li At-Turats, 1986)

Al-Hana, Rudi, Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa

Timur, Jurnal Komunikasi Islam, Volume 01, Nomor 02, Desember 2011

AS, Enjang dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah , Pendekatan Filosofis dan

Praktis, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009)

Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah, (Jakarta; Kencana, edisi revisi, 2004), 6. Lihat juga

Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah , Pendekatan Filosofis dan

Praktis. (Bandung: Widya Padjajaran, 2009)

Berliana Pakpahan, Friska, Fungsi Komunikasi Antar Budaya Dalam Prosesi

Pernikahan Adat Batak Di Kota Samarinda, eJournal Ilmu Komunikasi, 2013.

Bungo, Sakareya, Pendekatan Dakwah Kutural dalam Masyarakat Plural, Jurnal

Dakwah Tabligh, Vol. 15, No. 2, Desember 2014.

Chaney, Lilian,Martin, Jeanette & Martin. Intercultural Business Communication. (New

Jersey: Pearson Education, Inc, Upper Saddle River, 2004), 11 dalam Jurnal

E-Komunikasi, ed. Alvin Sanjaya, (Surabaya, UKP Surabaya, tt)

Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di


(3)

Dini Warastuti, Rahma, Fenomena Bahasa Non Verbal dalam Dakwah Kultural, Jurnal al-Misbah 2014.

Dhirgo Kusumo Adi, Fenomena Dakwah Budaya Populer: Studi Kasus Majelis Taklim

Nurul Mustofa, Jurnal FIB UI, 2015

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabet,

2011) dalam Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana

perdana media group, 2009)

Djamarah, S. Bahri Psiklogi Belajar, (Jakarta: Rhineka Cipta, tt).

Effendy, Unong Uchjana, Ilmu Komunikasi, (Surabaya: PT. Remaja Rosdakarya, 2009)

Farhan, Bahasa Dakwah Kultural Dan Structural Da’i Dalam Persepektif Dramaturgi

jurnal At-Turas IAI Nurul Jadid Paiton, 2014.

Fahrur Rosi, NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural, Jurnal Komunikasi Islam, Volume

01, Nomor 02, Desember 2011

Giddens ,Anthony, Sociology, (Camridge: Polity Press, 1990)

Griffin, A, Em. First Look At CCommunication Theory, Eigth Edition, (Connect Learn

Succes, 2009)

Gudykunst, William B., “Intercultural Communication Theories” dalam William B.

Gudykunst & Bella Mody (eds). Handbook of International and Intercultural

Communication. 2nd Ed., (California: Sage Publications, 2002)

Gudykunst, William B. & Young Yun Kim, Communicating With Strangers: An

Approach to Intercultural Communication. 3rd Ed. (Boston: McGraw-Hill, 1997). Gudykunst & Kim, Communicating with Strangers, (Beverly Hill: Sage Publications,

1994), 269- 270. Dalam Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa (

Studi tentang Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa Etnis Batak dengan Mahasiswa etnis Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta), ed. Andriana Noro Iswari & Pawito, (Surakarta; UIN Sebelas Maret Surakarta,tt)

Goffman, E., On Fieldwork. Journal of Contemporary Ethnography, 18 (2), 123-132.

Dalam Setyowati, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006;

35-40, Dalam Setyowati, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006; 35-40

Hanis Syam, Yunus dan Muafi, Manajemen Dakwah: Dakwah dengan Tulisan Sebuah

Peluang, (Yogyakarta: Shaida, 2007)

Hielmy, Irfan,. Wancana Islam (ciamis: Pusat Informasi Pesantren, 2000).


(4)

Jenks, Chris, Culture, Studi Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, tt)

Julaiha, Siti, Self Management Dalam Membangun Potensi Da'i, Jurnal MD Vol I No. 1,

2008.

John, L.& Foss, Karen. A. Theorist of Human Communication, Edisi 9, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2006)

Kalangi, Roosje, Pengembangan Sumber Daya Manusia Dan Kinerja Aparat Sipil

Negara Di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (Ipdn) Kampus Sulawesi Utara, 2015.

Kusnawan, Aep, dkk, Dimensi Ilmu Dakwah Tinjauan Ilmu Dakwah dari Aspek

Ontologi, Epistemologi, Aksiologi hingga Paradigma Pengembangan Profesionalisme, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009)

Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana perdana media group,

2009)

Liliweri, Allo, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Lkis,

2003)

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

Edisi Revisi, 2007)

Lowenberg, J., Interpretive research methodology: broadening the dialogue. Advances

in Nursing Science, 16 (2), 1993, 57-69. Dalam Setyowati, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006; 35-40

L. Tubbs, Stewart dan Sylvia Moss.1996. Human Communication :Konteks-konteks

Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 236-238. Dalam Andriana Noro

Iswari & Pawito, Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa (Studi

tentang Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa Etnis Batak dengan Mahasiswa etnis Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta ), (Surakarta; UIN Sebelas Maret Surakarta,tt)

Matta, M.Anis, Model Manusia Muslim Abad XXI, (Bandung; Frogrcssio, 2006).

Miles, M.B. & Huberman, A.M. An Expanded Sourcebook: Qualitative Data Analysis.

(2nd ed.). (London: SAGE Publications, 1994)

Muis, A. Komunikasi Islam. Cet. I; (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001)

Munir, M. Metode Dakwah, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2006)

Abzar. D, M. Strategi Dakwah Masa Kini, Jurnal Lentera, Vol. XVIII, No. 1, Juni 2015

Muh Fatkhan, Dakwah Budaya Wali Songo (Aplikasi Metode Dakwah Walisongo di Era


(5)

Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin, Edisi IV, 2002), 148-149,

Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: Referensi, 2013)

Muchtar Ghazali, Adeng, Pemikiran Islam Kontemporer: Suatu Refleksi Keagamaan

yang Dialogis (Bandung: Mizan, 1997)

Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003)

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

Edisi Revisi, 2007)

Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2001)

Nawawi Uha, Ismail, Komunikasi Lintas Budaya: Teori, Aplikasi dan Kasus Sosial

Bisnis dan Pembangunan (Jakarta Barat: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012)

Natsir, Mohammad, Fiqhud Da’wah (Jakarta: Media Dakwah, 2000).

Noro Iswari, Andriana & Pawito, Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa

(Studi tentang Komunikasi Antar Budaya di Kalangan Mahasiswa Etnis Batak dengan Mahasiswa etnis Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta), (Surakarta; E-Jurnal Universitas Sebelas Maret, tt).

Pahlevi, Reza, Dakwah Kultural Bayt al-Qur’an al-Akbar Ukiran Khas Melayu

Palembang, Jurnal Intizar, Vol. 22, No. 1, 2016

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dakwah Kultural Muhammadiyah. Yogyakarta:

Pustaka Suara Muhammadiyah. 2004

Pengurus yayasan Al-Miftah, Buku management GTD yayasan al-Miftah Pondok

Pesantren Miftahul Ulum Pamekasan (Pamekasan: Al-Miftah Press, 2008).

Purwasito, Andrik, Komunikasi multicultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), tt

Romiati, Jurnal ISIP, (Jakarta, 2011).

Qur’an Terjemah Hadiah Khadim al-Haromain, tt.

Samovar, Larry A. Richard E. Porter, Communication Between Culture. Fifth edition.

(Canada: Thomson Wadsworth,. 2004)

Samovar, Larry A. Richard E. Porter, Communication Between Culture. Fifth edition.

(Canada: Thomson Wadsworth, 2004), dalam Hand Out Komunikasi Antar

Budaya, ed. S. Bekti Istiyanto et al.

Shalaty Putri, Martina, Modul Perkuliahan (Prilaku Konsumen), Universitas Mercu


(6)

Suit, Jusuf dan Al-Masdi, Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006).

Sugiyono, Metode Penelitian, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. (Bandung:

Penerbit Alfabeta, 2006)

Suparlan, Interaksi antar etnik di beberapa provensi di Indonesia, (Jakarta: Dep. P&K

Direktorat Jendral Sejarah Nasional, 1989).

Surjadi, Dakwah Islam dengan Pembangunan Masyarakat Desa, dalam Asep Muhyidin

& Agus A. Syafi’e, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002)

Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Pascasarjana

UPI & PT Remaja Rosdakarya, 2005)

Sulthon, Muhammad, Menjawab Tantangan Zaman, Desain Ilmu Dakwah: Kajian

Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)

Spradley, J., Participant Observation. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1980)

Dalam Setyowati, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006;

35-40

Syaiful Arif, Strategi Dakwah Sunan Kudus, Jurnal ADDIN, Vol. 8, No. 2, Agustus

2014

Syam, Yunus Hanis dan Muafi, Manajemen Dakwah: Dakwah dengan Tulisan Sebuah

Peluang, (Yogyakarta: Shaida, 2007)

Tilaar, H.A.R. Pendidikan Kebudayaan dan masyarakat Madani Indonesia. (Bandung :

PT. Remaja Rosda Karya, 2002).

Turmudzi, Al-Imam ,Al-Jami’u al- Shoheh Sunan Turmudzi, Dar Ibnu al-Jauzi, Kairo, tt

Tresnawati, Yuni, Modul Kapita Selekta Sosial (Komunikasi & Budaya), Universitas

Marcu Buana. tt

Ubaid, Abdullah, Dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin, (Tangerang: Simaharaja, 2010)

Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikulturalisme Cross-Cultural Understanding. Untuk

Demokrasi dan Keadilan. (Yogyakarta : Pilar Media, 2005).

W. Syam, Nina, “Sosiologi Komunikasi”, (Bandung: Humaniora, 2009)