TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MEKANISME TRANSAKSI JUAL BELI MINUMAN KEMASAN DALAM MESIN OTOMATIS DI UNTAG 1945 SURABAYA.
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP MEKANISME TRANSAKSI JUAL BELI
MINUMAN KEMASAN DALAM MESIN OTOMATIS
DI UNTAG 1945 SURABAYA
SKRIPSI
Oleh
Lailatul Maghfiroh NIM. C02212062
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
vi ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana mekanisme jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di Universitas 17 Agusutus 1945 Surabaya? dan Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis (UNTAG 1945 Surabaya)?.
Data penelitian dihimpun melalui observasi, wawancara dengan pengelola, sales dan pihak UNTAG LPPM, serta melalui studi dokumentasi, selanjutnya data yang berhasil dihimpun dianalisis dengan metode deskriptif yaitu membuat deskripsi, gambaran atau menjelaskan secara sistematis atas data yang berhasil dihimpun terkait dengan pembahasan.
Dari hasil penelitian disimpulkan: 1) Analisis mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di UNTAG 1945 Surabaya hampir sama dengan cara pengoperasian mesin ATM, pemilik mesin telah mencantumkan mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di mana ada klausula yang didalamnya terdapat harga atau mesin tidak dapat mengembalikan sisa uang, atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa konsumen setuju terhadap segala keputusan sepihak yang diambil oleh produsen. 2) Analisis hukum Islam terhadap mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis (UNTAG 1945 Surabaya) sebagian ulama yaitu Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali membolehkan jual beli seperti ini. Sedangkan menurut
madzhab Syafi’i, jual beli ini tidaklah sah kecuali dengan adanya ijab dan qobul. Analisis menurut UUPK terutama Psl 18 ayat 1 huruf a yang isinya pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Sebenarnya kontrak standar masih dibenarkan. Namun, UUPK melarang dengan tegas kontrak standar yang isinya mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha alias pihak produsen/penjual. Hal ini pelaku usaha dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), ketika mereka melanggar ketentuan pasal 16 huruf b Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dalam kaitannya tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Dalam kasus ini, diharapkan kepada para konsumen untuk membaca dan meningkatkan pemahaman serta pengetahuan mengenai informasi yang tertera dalam mesin. Dan untuk produsen diharapkan meningkatkan management pengelolaan yang lebih baik lagi.
(7)
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv
PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
MOTTO ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka... 11
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 15
G. Definisi Operasional... 16
H. Metode Penelitian... 16
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II TEORI JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 23
A. Jual Beli dalam Hukum Islam ... 23
1. Pengertian Jual Beli... 23
2. Dasar Hukum Jual Beli ... 24
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 28
4. Berselisih dalam Jual Beli ... 29
B. Jual Beli dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) ... 30
1. Pengertian Jual Beli dalam UUPK ... 30
2. Landasan Hukum Jual Beli dalam UUPK... 33
C. Konsumen dan Pelaku Usaha serta Hak-Hak dan Kewajibannya... 37
1. Konsumen serta Hak-Hak dan Kewajibannya ... 37
(8)
xi
D. Teori Tentang Perlindungan Hukum Konsumen ... 44 1. Teori Caveat Emptor sebagai konsep... 44 2. Teori Paternalistik sebagai justifikasi ... 45 3. TeoriCaveat Venditorsebagai antitesa teoriCaveat
Emptor... 46 4. TeoriShareholders(Pemegang Saham)... 51 5. Teori Stakeholders sebagai antitesa teori
Shareholders... 52 E. Gambaran tentangVending Machine... 53 BAB III MEKANISME TRANSAKSI JUAL BELI MINUMAN
KEMASAN DALAM MESIN OTOMATIS DI UNTAG 1945
SURABAYA... 57 A. Gambaran umum mengenai UNTAG 1945 Surabaya... 57
1. Sejarah Singkat Berdirinya UNTAG 1945 Surabaya
... 57 2. Visi, Misi dan Tujuan UNTAG 1945 Surabaya ... 58 3. Struktur Organisasi UNTAG 1945 Surabaya ... 59 4. Mesin Otomatis yang ada di UNTAG 1945
Surabaya ... 60 B. Deskripsi Mekanisme Transaksi Pembelian Minuman
Kemasan dalam Mesin Otomatis di UNTAG 1945
Surabaya ... 61 C. Hasil Wawancara dengan Konsumen/Mahasiswa
UNTAG 1945 Surabaya ... 65 D. Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Mesin
Penjual Otomatis ... 68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
A. Analisis Mekanisme Jual Beli Minuman Kemasan
dalam Mesin Otomatis di UNTAG 1945 Surabaya ... 70 B. Analisa Tinjauan Hukum Islam Menurut Para Ulama
terhadap Mekanisme Jual Beli minuman kemasan
dalam Mesin Otomatis ... 72 C. Analisa Tinjauan UUPK Terhadap Mekanisme Jual
Beli minuman kemasan Dalam Mesin Otomatis... 78 BAB V PENUTUP... 83 A. Kesimpulan... 83
(9)
xii
B. Saran-saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA
(10)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai sang khāliq Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi, dimana mereka hidup saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Tak ada seorangpun yang bisa memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain. Dan untuk bisa memenuhi kebutuhan itulah mereka bekerjasama dengan cara bermuamalah. Sebagaimana pendapat Habib Syarief Muhammad Alaydrus: Allah Swt. telah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Artinya, makhluk yang hidup saling berkelompok, hidup yang di dalamnya saling membutuhkan satu sama lain. Allah juga yang menciptakan manusia dengan berbagai jenisnya, warna kulitnya, dan postur tubuhnya. Hikmah penciptaan tersebut adalah wujud kekuasaan dan kebesaran Allah Swt. yang menggerakkan manusia melakukan interaksi.1
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
-1 Habib Syarief Muhammad Alaydrus, Agar Hidup Selalu Berkah: Meraih Ketentraman Hati Dengan Hidup Penuh Berkah,(Bandung: Mizan Media Utama, 2010), 111-112
(11)
2 bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Hujurat [49]: 13).2
Bergaul dengan Sesama Manusia Sesuai Perintah Allah SWT. Sebagaimana ayat diatas, maka Islam menyuruh umatnya agar melakukan kebaikan dan melarang berbuat keburukan, menyuruh bertolong-menolong dalam kebajikan dan takwa serta melarang tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Dan yang paling nyata dalam amalan ini ialah keadilan, sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi ialah ihsan. Adil dalam bermuamalah (bergaul) dengan Allah, yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya; adil dalam bermuamalah dengan dirinya sendiri, yaitu dengan berpegang teguh pada kebenaran dan menjauhi kebatilan; dan adil dalam bermuamalah dengan orang lain, yaitu dengan tidak menzhalimi mereka dan tidak melampaui batas.3
Definisi terminology Muamalah menurut muamalah adalah hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan syariat. Muamalah meliputi persoalan tukar menukar barang yang memberi manfaat, jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, persero dan usaha-usaha lain yang tidak terlepas dari hubungan antar sesama manusia.4
Muamalah adalah sendi kehidupan dimana setiap muslim akan diuji nilai keagamaan dan kehati-hatiannya, serta konsistensinya dalam
ajaran-2Departemen Agama RI,Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), 837 3Ali Abdul Halim Mahmud,Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim. Terj, As'ad
Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 264
(12)
3 ajaran Allah. SWT.5 Adapun obyek bermuamalah mempunyai bidang yang sangat luas, sehingga al-Qur’an dan as-Sunnah banyak membicarakan persoalan muamalah secara global. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan peluang bagi manusia untuk melakukan inovasi terhadap berbagai bentuk muamalah yang mereka butuhkan, dengan syarat tidak keluar dari prinsip-prinsip yang telah ditentukan oleh Islam.
Jual beli itu juga merupakan bagian dari ta’awun (saling menolong). Bagi pembeli menolong penjual yang membutuhkan uang (keuntungan), sedangkan bagi penjual juga berarti menolong pembeli yang sedang membutuhkan barang, Karenanya, jual beli merupakan perbuatan yang mulia dan pelak uan mendapat keridaan Allah swt.6
Setiap manusia haruslah berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan kemampuan dan cara yang ada. Dalam hal tersebut, tidak ada manusia yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya interaksi sosial dan berhubungan dengan satu sama lain sehingga diperlukan suatu cara yang mengatur mereka dalam memenuhi kebutuhannya tersebut. Salah satunya adalah dengan cara jual beli.
Aktifitas menjual pasti akan disertai dengan aktifitas membeli. Dalam bahasa Arab, menjual disebut dengan al-bai‘. Menurut etimologi, berarti
“Mengganti sesuatu dengan sesuatu yang lain. Atau, memberikan pengganti dan mengambil yang diganti”. Dengan demikian, secara etimologi, menjual
adalah mengganti, baik dalam bentuk harta ataupun bukan. Adapun menurut
5Enang Hidayat,Fiqih Jual Beli, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2015). 1
6Abdul Rahman Ghazaly, et al.,Fiqh Muamalat,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
(13)
4 terminologi, para ahli fiqih seperti Ibn Qudamah dalam Arif Munandar
memberikan definisi menjual dengan, “Menukar harta dengan harta untuk memiliki dan dimiliki.” Ada juga yang memberikan definisi, “Menukar harta yang seharga dengan cara khusus.”7
Ayat yang menjelaskan tentang adanya transaksi jual beli ini, diantaranya yakni dalam surat An-Nisa’ ayat 29:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’[4]:29)8
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli, tetapi ayat al-Qur’an tersebut menunjukkan pada hal-hal tertentu atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh orang yang bermuamalah. Karena masyarakat pada saat ini sering ditemui melakukan praktek-praktek yang membahayakan serta melanggar nilai-nilai syari’at Islam serta nilai-nilai kemanusiaan.
Berdasarkan alasan tersebut Islam memberikan batasan-batasan, menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual, agar dalam praktik jual beli bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang disyariatkan oleh agama. Di era globalisasi yang ditandai dengan semakin tingginya kemampuan manusia dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu semakin canggih sehingga masalah jual beli dan bentuk-bentuk transaksinya berkembang pesat dan cukup pelik untuk di mengerti, dari yang
7Arif Munandar Riswanto.Khazanah Buku Pintar Islam 1. (Bandung: Mizan Pustaka, 2010), th. 8Departemen Agama RI,Al-Qur'an dan Terjemahnya …,118
(14)
5 tradisional sampai yang multilevel atau cara modern. Salah satunya yakni jual beli yang menggunakan mesin otomatis.
Mesin otomatis ini merupakan mesin yang dibuat oleh manusia untuk mempermudah bertransaksi dalam hal jual beli. Mesin otomatis ini digunakan sebagai mesin yang menjual berbagai macam barang, salah satunya berfungsi sebagai penjual minuman. Mesin ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari mesin ini selain berfungsi sebagai penjual minuman, mesin ini dapat digunakan dalam waktu 24 jam tanpa adanya penjaga dari pemilik mesin. Disamping ada kelebihan tersebut, mesin ini juga mempunyai kelemahan karena mesin ini hanya buatan manusia yang tempatnya salah dan lupa. Salah satu kelemahan yang ada dalam mesin ini adalah mesin tidak bisa mengembalikan sisa uang kembalian yang dibeli oleh konsumen.
Cara kerja mesin otomatis ini adalah ketika pembeli memasukkan uang atau nilai tukar suatu barang dengan harga tertentu ke dalam mesin, kemudian pembeli harus menekan sebuah tombol minuman yang ingin dibelinya. Bila uang yang dimasukkan sudah memenuhi syarat harga beli, maka mesin akan mengeluarkan minuman yang dibeli tersebut. Adapun mesin otomatis penjual minuman ini dapat dijumpai di bandara, terminal, rumah sakit, dan berbagai tempat strategis yang tersebar, termasuk di Universitas 17 Agustus 1945 yang selanjutnya disebut UNTAG 1945 Surabaya.
Dalam gedung kampus UNTAG 1945 Surabaya memiliki peralatan yang canggih dalam unit usahanya seperti halnya mesin jual beli otomatis
(Vending machine)9. Mesin otomatis yang akan diteliti oleh penulis ini adalah
9Mesin jual otomatis (Vending machine) adalah mesin yang dapat mengeluarkan barang-barang
(15)
6 mesin yang ada di UNTAG 1945 Surabaya yang mana konsumennya kebanyakan dari kalangan mahasiswa. Peneliti mengambil sampel di UNTAG 1945 Surabaya dikarenakan ditempat-tempat yang lain, konsumennya bersifat sementara/tidak menetap. Sedangkan di UNTAG 1945 Surabaya konsumennya adalah mahasiswa yang sering melakukan transaksi jual beli melalui mesin otomatis. Oleh karena itu untuk memperoleh data yang valid dibutuhkan konsumen yang menetap.
Dinamakan UNTAG karena Universitas ini berdiri pada tanggal 17 Agustus tahun 1958. Dalam kampus UNTAG 1945 Surabaya, terdapat 4 buah mesin otomatis yang tersedia, akan tetapi satu di antaranya telah rusak. Mesin otomatis ini dimiliki oleh pihak UNTAG 1945 Surabaya sendiri.
Di dalam mesin otomatis biasanya terdapat tata cara penggunaan dan peraturan yang harus di taati oleh konsumen. Tetapi terkadang ada mesin otomatis yang tidak adanya tata cara penggunaan dan atau pemberitahuan/label bahwa mesin tersebut tidak dapat mengembalikan uang sisa kembalian. Bahkan ada pula yang tidak mencantumkan harga jual barang.10
Dalam bertransaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis, terkadang adakalanya mesin itu tidak sesuai dengan harapan kita ataupun tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dalam prosedur bertransaksi. Adapun kelemahan yang lain yang ada dalam mesin otomatis adalah mesin tersebut mengalami kerusakan yang mana dalam bertransaksi, uang yang seharusnya
konsumen dan bahkan emas dan permata untuk pelanggan secara otomatis. Layaknya penjual asli, mesin ini akan mengeluarkan barang yang kita inginkan setelah kita membayarnya dengan cara memasukkan sejumlah koin maupun uang kertas.
(16)
7 bisa dimasukkan tidak bisa dimasukkan dan atau minuman kemasan itu tidak bisa keluar. Hal tersebut tidak di informasikan sejak awal dalam transaksi. Peristiwa ini kerap terjadi disebagian tempat-tempat yang menyediakan mesin otomatis penjual minuman.
Dalam transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis, pernah terjadi ketika konsumen memasukkan uang Rp. 5.000,00 untuk membeli minuman Addes dengan harga Rp. 3.000,00. Uang yang melebihi harga atau uang sisa kembalian minuman yang dibeli dalam mesin otomatis itu tidak diterima oleh konsumen dan juga ketika konsumen ingin membeli minuman Pulpy Orange dengan harga sekitar Rp. 7.000,00 dan dengan air putih Ades Rp. 3.000,00, konsumen memasukkan uang Rp. 10.000,00 minuman yang dipilih tersebut tidak bisa keluar dan hal tersebut tidak diinformasikan dalam pemberitahuan yang tertera dalam transaksi bahwasannya mesin tersebut telah rusak dan juga tidak bisa digunakan. Semua itu bisa dimungkinkan adanya unsur kesengajaan oleh pemilik mesin ataupun ada kesalahan yang tidak disengaja terhadap management pengolahan dalam mesin otomatis tersebut.
Dalam peristiwa ini konsumen bervariasi dalam berpendapat, diantaranya ada yang merelakan uang yang sudah masuk tersebut dan ada juga yang tidak merelakannya. Bagi yang merelakan berpendapat bahwa uang yang sudah terlanjur masuk itu dibiarkan begitu saja.11 Sedangkan yang tidak
merelakan menginginkan uangnya untuk dikembalikan.12
11Rizqy,wawancara,Mahasiswa UNTAG 1945 Surabaya, tanggal 26 Desember 2016. 12Fuad,wawancara,Mahasiswa UNTAG 1945 Surabaya, tanggal 26 Desember 2016.
(17)
8 Kepentingan setiap orang dalam pergaulan hidup menimbulkan adanya hak dan kewajiban, setiap orang mempunyai hak yang wajib yang selalu diperhatikan orang lain dan dalam waktu yang sama, juga memikul kewajiban yang harus ditunaikan terhadap orang lain. Hubungan hak dan kewajiban tersebut diatur dalam aturan-aturan hukum untuk menghindari terjadinya bentrokan-bentrokan kepentingan dari berbagai pihak. Adapun patokan-patokan hukum yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang terdapat dalam bab III pasal 4, 5, 6, dan 7.
Adapun salah satu dari rukun jual beli dalam hukum Islam adalah adanya pelaku penjual, yang mana hal tersebut apakah mesin otomatis bisa dikategorikan sebagai wakil penjual atau syarat sahnya penjual.
Maka dari itu penulis mengambil masalah ini untuk di kaji yang mana hal tersebut di tinjau dari hukum Islam dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Apakah dalam jual beli minuman tersebut diperbolehkan yang apabila kita lihat dari segi mekanisme dalam transaksinya.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka penulis mencoba untuk mengidentifikasi permasalahan yang timbul, sebagai berikut:
(18)
9 1. Praktek transaksi dalam jual beli melalui mesin otomatis yang secara
tradisional kurang terpenuhi sejumlah rukun dan syarat.
2. Penerapan akad dengan harus dan tidaknya ijāb dan qābul secara lisan dalam transaksi jual beli melalui mesin otomatis.
3. Kurang terpenuhinya Hak dan kewajiban penjual atau pelaku usaha dalam transaksi jual beli melalui mesin otomatis.
4. Kurang terpenuhinya Hak dan kewajiban pembeli atau konsumen dalam transaksi jual beli melalui mesin otomatis.
5. Klausula baku(standardize clause)13yang potensial merugikan konsumen
karena tak memiliki pilihan selain menerimanya.
6. Bentuk perlindungan hukum konsumen yang membeli barang melalui mesin otomatisVending machine.
7. Pendapat konsumen mengenai transaksi dalam jual beli melalui mesin otomatis
8. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme jual beli melalui mesin otomatis.
Untuk menghasilkan penelitian yang lebih terfokus pada judul, maka penulis membatasi penelitian ini yakni mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di Universitas 17 Agustus Surabaya yang kemudian ditinjau dari hukum Islam dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
13Perjanjian baku adalah perjanjian yang baik isi, bentuk, maupun cara penutupannya dirancang,
dibuat, ditetapkan, digandakan, serta disebarluaskan secara sepihak oleh salah satu pihak, biasanya pelaku usaha, tanpa kesepakatan dengan pihak lainnya, biasanya konsumen, 260. Johannes Gunawan, Reorientasi Hukum Kontrak Di Indonesia dalam Sukarmi, S. H. Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha (Cyberlaw Indonesia). (Jakarta, www. tokobukuonline. com-TBO. TT), 128
(19)
10
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di Universitas 17 Agusutus 1945 Surabaya?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)?
D. Kajian Pustaka
Tinjauan pustaka14 merupakan uraian, analisis kritis dan evaluasi
terhadap teks-teks yang relevan, baik saat ini maupun yang akan berkembang dengan pertanyaan riset atau topik yang diteliti. Berdasarkan tinjauan pustaka. Peneliti akan mengembangkan argumen yang koheren untuk risetnya. Tinjauan pustaka dalam riset kualitatif tidaklah diselesaikan pada tahap awal.
14Literature review, diistilahkan pula dengan bacaan literatur. ulasan teori. ulasan literatur, atau
kepustakaan. Tinjauan pustaka. atau literature review, dibedakan dari daftar pustaka. referensi. atau daftar rujukan—peny.
(20)
11 melainkan terus diperbarui sepanjang keseluruhan periode pengumpulan data, analisis dan penulisan laporan final.15
Tinjauan pustaka pada penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya di seputar masalah yang akan di teliti sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi penelitian secara mutlak atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang ada.
Di dalam skripsi sebelumnya pernah dibahas mengenai masalah
Vending machine atau bisa disebut juga mesin otomatis. Skripsi tersebut
dibahas oleh David Setiawan dengan judul “Studi Komparasi Pemikiran
Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang Jual Beli melalui Vending machine”
terbitan tahun 2014. Di sini yang dibahas adalah perbandingan pemikiran
pendapat Imam Malik dan Iman Syafi’i mengenai rukun dari Jual Beli melalui Vending machine yang bertentangan tersebut, yang menurut Imam Malik jual beli tersebut sah dikarenakan kesepakatan kedua belah pihak. Sedangkan
Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tersebut tidak sah dikarenakan dalam transaksi jual beli itu harus dilakukan dengan ucapan yang jelas atau sindiran.16
Kemudian dalam skripsi sebelumnya juga ada yang membahas mengenai undang-undang perlindungan konsumen, yang pernah diteliti oleh Mariyatul Qibtiyah tahun 2012 yang membahas tentang permasalahan barang
promo, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang
15Daymon, Christine, and Immy Holloway.Metode-metode riset kualitatif dalam public relations dan marketing communications. (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2007), 55
16 David Setiawan.Studi Komparisi Pemikiran Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang Jual Beli melalui Vending Machine.(Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
(21)
12 Perlindungan Konsumen terhadap Jual Beli Barang Promo di Sophie Martin
BC Kho Pwee Bing Surabaya”. Di sini yang dibahas adalah mengenai ketentuan barang promo dalam praktek jual belinya. Dalam skripsi tersebut diperoleh hasil bahwa menurut hokum islam, jual beli barang promo di Sophie Martin BC Kho Pwee Bing itu sah karena tingkat resiko yang merugikan konsumen lebih kecil atau mudhāratnya lebih sedikit daripada manfaatnya dan telah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Begitu pula dari segi UUPK, jual beli barang promo di Sophie Martin BC Kho Pwee Bing telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUPK karena pihak Sophi Martin telah memberikan informasi mengenai karakteristik suatu barang yang dijual dan memberikan ganti rugi kepada konsumen yang tidak mendapatkan barang yang telah dipesannya.17
Dalam skripsi sebelumnya juga pernah di bahas mengenai jual beli melalui telepon seluler yang dibahas oleh Ozi Nofandi tahun 2013 dengan
judul “Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Jasa Kartu Prabayar Pada PT XL Axiata Tbk Pekanbaru Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. pemakaian jasa telekomunikasi jika terjadi kerugian terhadap konsumen, konsumen berhak mendapatkan penggantirugian dari pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun konsumen sulit mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha dikala mengalami kerugian yang dialami konsumen pengguna jasa kartu prabayar yang disediakan oleh PT XL Axiata Tbk Pekanbaru. Hasil dari penelitian ini yaitu, konsumen 17Mariyatul Qibtiyah. “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
terhadap Jual Beli Barang Promo di Sophie Martin BC Kho Pwee Bing Surabaya”. (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012).
(22)
13 mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, hak sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, terutama hak untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi dari pelaku usaha jika konsumen mengalami kerugian.Penyelenggara telekomunikasi memberikan sarana dan perlindungan konsumen seperti pemberian kompesasi dan ganti rugi sebagai upaya perlindungan konsumen kepada konsumen yang terbukti dirugikan, pelaku usaha juga mempunyai hak untuk membuktikan kerugian yang dialami konsumen, dan pelaku usaha menyelenggarakan layanan Customer Service, Info Customer, Web XL, E-mail, dan melalui sarana Facebook dan Twitternamun layanan tersebut tidak menjamin memberikan ganti rugi. dan yang menjadi penghambat perlindungan konsumen adalah, kurang jelas informasi mengenai layanan konsumen, layanan yang diberikan kurang efektif untuk upaya pelaksanaan perlindungan konsumen walau disediakan sarana dan fasilitas, konsumen sulit menghubungi layanan Info Customer XL. Sehingga konsumen kesulitan untuk melakukan ganti rugi kepada pelaku usaha dan konsumen harus lebih peka terhadap apa-apa saja yang menjadi haknya.18
Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilakukan oleh saudara David Setiawan mengenai transaksi jual beli melalui vanding machinehanya membahas tentang sighat yang di ucapakan ketika pada saat melakukan transaksi tersebut apakah sah atau tidak bila di tinjau dari segi pemikiran
Imam Malik dan Imam Syafi’i sedangkanberbeda halnya dengan pembahasan pada skripsi ini, penulis membahas tentang transaksi jual beli minuman 18Ozi Nofandi. “Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Jasa Kartu Prabayar pada PT XL Axiata
Tbk Pekanbaru Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. (Skripsi--IAIN Sultan Syrief, Riau, 2013).
(23)
14 kemasan melalui mesin otomatis di mana dalam mekanisme transaksi jual beli minuman melalui mesin otomatis ini, ketika pembeli membayar harga minuman yang dibeli itu lebih, mesin tidak mengembalikan kembali sisa uang yang ada yang merupakan hak bagi konsumen yang dilindungi oleh UUPK dan bagaimana hukum transaksi tersebut bila di tinjau dari hukum Islam. Kemudian dalam transaksi tersebut terjadi kerusakan dalam mesin otomatis sehingga minuman yang dibeli tidak bisa dikeluarkan oleh pembeli.
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa bahasan dalam penelitian ini dengan skripsi sebelumnya berbeda.
E. Tujuan Penelitian
Penulisan ini bertujuan untuk menemukan jawaban-jawaban kualitatif terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tersimpul dalam rumusan masalah. Tujuan penelitian diantara lain:
1. Untuk mengetahui mekanisme jual-beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di Universitas 17 Agusutus 1945 Surabaya.
2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya).
(24)
15 F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, di harapkan dapat bermanfaat antara lain: 1. Secara teoritis
Dapat bermanfaat untuk pemahaman atau pengembangan wacana berfikir bagi kehidupan beragama berkenaan dengan masalah muamalah, khususnya dalam memahami hukum Islam dan undang-undang perlindungan konsumen berkaitan dengan hokum-hukum muamalah kontemporer.
2. Secara praktis
Dapat menjadi sumbangan yang berarti dalam khasanah keilmuan terutama bagi orang yang melakukan transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis dalam perspektif kajian hokum Islam.
G. Definisi Operasional
Dari judul permasalahan yang ada di atas, terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar menjadi istilah yang operasional dan dapat memperjelas maksud dari judul penelitian ini, di antaranya adalah:
1. Hukum Islam:
Pandangan Hukum Islam dalam menyikapi segala permasalahan untuk mengatasi peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadist serta Ijma’ para ulama’
bila diperlukan jika permasalahan tersebut tidak dijelaskan dalam
al-Qur’an dan al-Hadist mengenai praktek jual beli.
(25)
16 Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk mewujudkan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan konsumen agar tercipta perekonomian yang sehat.
3. Mekanisme transaksi Jual-Beli Minuman Kemasan dalam Mesin Otomatis :
Tata cara untuk melaksanakan kegiatan jual beli minuman instan yang dijual siap saji tanpa adanya jasa layanan manusia melainkan dengan sebuah mesin yang bisa mengeluarkan sebuah minuman yang didesain secara khusus oleh seorang ahli dalam bidang mesin.
H. Metode Penelitian
Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian memiliki tujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten, termasuk penelitian hukum. Sebagai ilmu sui generis, artinya ilmu hukum merupakan ilmu jenis tersendiri, ilmu hukum memiliki karakter yang khas yaitu sifatnya yang normatif. Dengan demikian metode penelitian dalam ilmu hukum juga memiliki metodenya tersendiri.19
Metode penelitian merupakan rangkaian cara untuk melakukan sebuah penelitian yang akan dilakukan. Metode penelitian ini memuat uraian tentang:
1. Data yang dikumpulkan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
19 Philipus M Hadjon dan Tatik Sri Djatmiati, 1998 dalam Supianto, Hukum Jaminan Fidusia: Prinsip Publisitas pada Jaminan Fidusia(Jakarta: Penerbit Garudhawaca, 2015), 21-22
(26)
17 a) Data mengenai mesin otomatis yang menjual minuman
kemasan.
b) Data mengenai mekanisme transaksi jual beli tanpa informasi yang jelas.
c) Data mengenai penjual mesin otomatis
d) Data konsumen atau pembeli minuman kemasan 2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Sumber primer, yaitu bersumber dari pelaku usaha sendiri,
beserta konsumen selaku pembeli minuman kemasan dalam mesin otomatis.
b) Sumber sekunder, yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer.20 Data diperoleh dari sumber-sumber sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. Zulham, S.Hi., M. Hum.,Hukum Perlindungan Konsumen. 3. Prof. Dr. Ahmad Miru, S.H., M.H., Prinsip-prinsip
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia.
4. Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A. dkk., Fiqh Muamalat.
5. Prof. Dr. H. Ismail Nawawi, MPA, M.Si., Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, dan Sosial.
(27)
18 6. Al-Qur’an dan terjemahan.
7. Dan buku-buku lain yang berkaitan dengan muamalah yang akan di bahas mengenai mekanisme transaksi jual beli melalui mesin otomatis.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Observasi, yaitu suatu penggalian data dengan cara mengamati, memerhatikan, mendengar dan mencatat terhadap peristiwa, keadaan atau hal lain yang menjadi sumber data. Dalam hal ini penulis mengamati dan melakukan praktik secara langsung transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis.
b) Wawancara/interview, yaitu komunikasi secara langsung antara penulis dengan responden, yakni orang yang langsung terlibat dalam transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis ini, dengan metode ini diharapkan untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut dan mendalam sehingga dapat dijadikan data. Wawancara ini dilakukan pada pelaku usaha dan pembeli minuman atau konsumen.
4. Teknik pengolahan data
Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan teknik studi dokumen, yaitu pengumpulan data dengan cara menghimpun data yang berasal dari buku dan sumber lainnya yang berkaitan
(28)
19 dengan masyarakat yang dibahas.21 Dalam hal ini data penelitian leterer diperoleh dari buku, kitab, internet dan lainnya.
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data melalui metode:
a) Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya dan kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan sistematika pertanyaan dalam rumusan masalah.
b) Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh baik dari segi kelengkapan, kejelasan makna atau pun keseragaman satuan kata.
5. Metode analisis data
Dalam menganalisis data, metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a) Induktif, yaitu cara penyajian dimulai dari fakta-fakta yang bersifat khusus dari hasil riset yang didapatkan dan terakhir mengambil kesimpulan yang bersifat umum.
b) Verifikatif, yaitu analisis untuk menyajikan hasil yang telah dideskripsikan dengan hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
c) Deskriptif Analisis, yaitu pembahasan yang dimulai dengan mendeskripsikan data-data mengenai jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis yang diperoleh, kemudian dianalisis dalam 21Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1984), 20
(29)
20 perspektif hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pemahaman pembahasan penelitian ini, maka penulis membagi sistematika pembahasan menjadi lima bab. Setiap bab menimbulkan suatu hubungan antara bab pertama dengan bab yang selanjutnya, sehingga merupakan suatu kesatuan yang saling menopang. Dan tiap-tiap bab dibagi ke dalam sub-sub yang rinciannya seperti beikut:
Bab Pertama, Pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, Teori jual beli dalam hukum Islam dan Penerapan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Bab ini menjelaskan tentang (a) pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat jual-beli, serta berselisih dalam jual beli (b) pengertian jual beli dalam UUPK, landasan hukum jual beli, (c) pengertian konsumen dan pelaku usaha serta hak-hak dan kewajibannya, (d) teori tentang perlindungan hukum konsumen.
Bab Ketiga, mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di UNTAG 1945 Surabaya. Bab ini berisi tentang pemaparan data teoritis dan hasil riset objek mengenai kasus transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis berkenaan dengan (a)
(30)
21 gambaran umum mengenai UNTAG 1945 Surabaya, seperti sejarah singkat berdirinya UNTAG 1945 Surabaya, visi dan misi serta tujuan, struktur organisasi UNTAG 1945 Surabaya, (b) gambaran tentang mesin otomatis seperti mesin otomatis pada umumnya, mesin otomatis yang ada di UNTAG 1945 Surabaya, (c) deskripsi mekanisme transaksi pembeliani minuman kemasan dalam mesin otomatis, (d) keunggulan dan kelemahan transaksi dalam mesin otomatis.
Bab Keempat, Hasil Penelitian dan Pembahasan. Di dalam bab ini berisikan tentang mendeskripsikan mekanisme penjualan dalam mesin otomatis dan menganalisanya dari segi tinjauan hukum Islam menurut para ulama dan UUPK terhadap mekanisme jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis.
Bab Kelima, Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
(31)
23 BAB II
TEORI JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM DAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
A. Jual Beli dalam Hukum Islam 1. Pengertian Jual Beli
Jual beli berarti pertukaran mutlak, kata al-bai (jual) dan as-shira
(beli), penggunaannya disamakan antara keduanya. Dua kata tersebut masing-masing memiliki pengertian lafadz yang sama dan pengertian berbeda. Menurut bahasa, jual beli diartikan denganmuqabalatus shayi bis shayi, yaitu pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata lain dari
bai’ adalah ash-shira, al-mubadalah dan at-tija>rah. Adapun menurut istilah adalah mubadalatu malin bi malin ala wajhin makhsusin yaitu pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).1
Adapun pengertian Jual beli menurut Huraerah adalah: tukar menukar suatu barang dengan barang, baik yang bernilai mata uang maupun yang lainnya dengan akad yang telah disepakati.2
Setiap manusia haruslah berusaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan kemampuan dan cara yang ada. Dalam hal tersebut, tidak ada manusia yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya
1 Hasbiyallah; Wildan Insan Fauzi, (ed.). Fikih untuk Kelas IX MTs / Jil.1. (Bandung: Grafindo
Media Pratama, 2008), 26
2Raras Huraerah, RIPAIL: Rangkuman Ilmu Pengetahuan Agama Islam Lengkap, (Jakarta: JAL
(32)
24
interaksi sosial dan berhubungan dengan satu sama lain sehingga diperlukan suatu cara yang mengatur mereka dalam memenuhi kebutuhannya tersebut. Salah satunya adalah dengan cara jual beli.
Aktifitas menjual pasti akan disertai dengan aktifitas membeli. Karena di mana ada membeli pasti ada menjual. Dalam bahasa Arab, menjual disebut dengan al-bai‘. Menurut etimologi, berarti “Mengganti sesuatu dengan sesuatu yang lain. Atau, memberikan pengganti dan mengambil yang diganti”. Dengan demikian, secara etimologi, menjual adalah mengganti, baik dalam bentuk harta ataupun bukan. Adapun menurut terminologi, para ahli fiqih seperti Ibn Qudamah memberikan definisi menjual dengan,“Menukarharta dengan harta untuk memiliki dan dimiliki.” Ada juga yang memberikan definisi, “Menukar harta yang seharga dengan carakhusus.”3
Jadi dapat disimpulkan bahwa jual beli merupakan transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk melakukan kegiatan tukar-menukar barang (Mengganti sesuatu dengan sesuatu yang lain. Atau, memberikan pengganti dan mengambil yang diganti) yang mana terdiri dari penjual dan pembeli.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Terdapat beberapa ayat landasan hukum yang kuat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, di antaranya adalah:
(33)
25
a. Surat al-Baqarah ayat 275:
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”4
b. Surat al-Baqarah ayat 198:
Artinya:“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”.5
c. Surat an-Nisa’ayat 29:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan 4Departemen Agama RI,Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), 65. 5Ibid., 50.
(34)
26
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”,6
Dasar hukum jual beli berdasarkan Sunnah Rasulullah, antara lain: a. Hadis yang diriwayatkan olehRifa’ahibnRafi’r.a.:
:
.
)
(
Artinya: Dari Rif’ah bin Rafi’ R.A.“Bahwasannya Rasulullah saw. ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik?. Rasulullah saw. menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati/bersih”. (HR. Al-Bazzar dan dinilai shohih oleh Al-Hakim).7
Dalam hadis tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan yang baik adalah pekerjaan ditandai dengan niat yang baik, jujur tanpa adanya kecurangan serta mendapatkan ridho dari Allah SWT. seperti hadist yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan At-Tirmidzi, yakni:
"
".
Artinya:” Sesungguhnya jual beli itu harus didasarkan pada saling ridha.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)”.8
Maksud dari hadist tersebut adalah Jika seorang penjual dipaksa untuk menjual barangnya maka dia mempunyai pilihan. Jika mau, dia boleh melanjutkan transaksi atau jika tidak, dia mengurungkannya atau dengan kata lain apabila jual beli itu
6Ibid., 44.
7Ibnu Hajar Al Asqalani,Bulugh Al Maram Min Adiilali AI Ahkam (Terjemah Lengkap Bulughul
Maram), terj. Abdul Rosyad Siddiq, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007), 203
8 Ahmad bin ‘Abdurrazaq Ad-Duwaisy, Fatwa-fatwa Jual Beli, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,
(35)
27
dilakukan atas dasar suka sama suka yakni pembeli senang karena mendapatkan barang yang diinginkan sedangkan penjual senang karena sudah mendapatkan uang, maka transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
Sedangkan hadist menurut At-Tirmidzi, yakni:
)
(
Artinya:”Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, para shiddiqin dan parasyuhada.”(HR At-Tirmidzi)”.9
Maksud dari hadist tersebut yang dikutip oleh Imam At-Tirmidzi yakni Allah menjanjikan kepada orang yang melakukan jalan perniagaan dengan didasarkan atas kejujuran, maka kelak di akhirat akan ditempatkan/dikumpulkan dengan para nabi, para shadiqin, dan parasyuhada’.
Dalam hadits lain disebutkan bahwa selama praktek jual beli yang jujur dan saling terbuka, maka berkah Allah akan turun kepada pelaku jual beli. Begitu pula sebaliknya apabila dalam praktek jual beli penuh dengan kebohongan dan penipuan, maka hilanglah berkah dalam praktek jual belinya.
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
9 Muhammad Rizqi Romdhon, Jual Beli Online Menurut Madzhab Asy-Syafii, (Tasikmalaya:
(36)
28
Jual beli adalah kegiatan tukar-menukar suatu barang dengan barang lain (uang) dengan cara tertentu. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan makan, seseorang harus membeli beras seharga Rp3.500,00 per kilogram. Orang tersebut disebut sebagai pembeli, sedangkan orang yang mcnjual beras disebut sebagai penjual. Adapun kegiatan antara pembeli dan penjual beras tersebut disebut sebagai jual beli.
Jual beli itu mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Menurut jumhur
ulama’rukun jual beli ada empat, yaitu:
a. Orang yang berakad (penjual dan pembeli), syaratnya sebagai berikut. 1) Berakal, yaitu jual beli dilakukan dengan akal sehat.
2) Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.
b. Sigat (lafal ijab dan kabul)10, syaratnya sebagai berikut.
1) Orang yang mengucapkannya telah akil balig dan berakal sehat. 2) Kabul sesuai dengan ijab, misalnya penjual mengatakan,
“Saya jual buku ini dengan harga dua puluh ribu,” lalu, pembeli menjawab,“Sayabeli dengan harga dua puluhribu”.
3) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis. Artinya, kedua belah pihak hadir dan membicarakan topik yang sama.
10Sighat dalam penelitian ini penulis kategorikan padaBai’ul Mu’athaah atau bai’ul muraawadhah
adalah ketika kedua belah pihak sepakat atas harga dan barang. Keduanya juga memberikan barangnya tanpa ada ijab ataupun qabul. Namum terkadang ada juga kata-kata dari salah satu pihak. Al-Zuhaili, Wahbah. "Ushul al-Fiqh al-Islami."(Beirut: Dar al-Fikr, 2011), 31
(37)
29
c. Barang yang diperjualbelikan, syaratnya sebagai berikut: 1) Barangnya ada,
2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, 3) Milik seseorang;
4) Bisa diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati.
d. Nilai tukar pengganti barang, syaratnya sebagai berikut: 1) Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya,
2) Bisa diserahkan pada waktu akad (pembayaran harus jelas)
3) apabila jual beli dilakukan secara barter (al-muqayadah) barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan.11
4. Berselisih dalam Jual Beli
Penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi jual beli hendaknya berlaku jujur, berterus terang, dan mengatakan yang sebenarnya, jangan berdusta dan bersumpah dusta sebab sumpah dan dusta itu menghilangkan keberkahan jual beli. Rasulullah saw. bersabda:
)
(
Artinya: “Bersumpah dapat mempercepat lakunya dagang, tetapi dapat menghilangkanberkah”(HR. Bukhari dan Muslim).12
B. Jual Beli dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
11 Bachrul Ilmy, Pendidikan Agama Islam untuk Kelas XI SMK, (Bandung: Grafindo Media
Pratama, 2008), 37-38.
(38)
30
1. Pengertian Jual Beli dalam UUPK
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan adanya pengertian jual beli, melainkan pengertian Perlindungan Konsumen. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen sedangkan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Hukum Perlindungan Konsumen mengenal 5 (lima) asas, antara lain:
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
(39)
31
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Kemudian hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah itu dalam masyarakat tidak seimbang. Dalam kepentingan fisik konsumen: “kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan/atau jiwa mereka dalam penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap perolehan barang atau jasa konsumen, barang atau jasa tersebut harus memenuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya)”. Kepentingan sosial ekonomi konsumen: “Setiap konsumen dapat memperoleh hasil optimal dengan penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka.
(40)
32
Untuk keperluan itu, tentu saja konsumen harus mendapatkan informasi yang benar dan bertanggungjawab tentang produk konsumen tersebut, yaitu informasi yang informatif tentang segala sesuatu kebutuhan hidup yang diperlukan”. kepentingan perlindungan hukum: Sampai saat ini masih merupakan hambatan bagi konsumen atas peraturan yang diterbitkan bukan tujuan utamanya mengatur dan/atau melindungi konsumen, kriteria konsumen dan apa kategori kepentingan konsumen, perilaku dari pelaku bisnis yang canggih, sehingga terhadap perbuatan tersebut undang-undang tidak dapat menjangkaunya, hukum acara yang ada tidak dapat secara mudah dimanfaatkan oleh konsumen yang dirugikan dalam hubungannya dengan penyedia barang dan/atau jasa.
Tanggung jawab produsen di bidanggoods (barang) dan bukan jasa, karena pertanggungjawaban jasa telah khusus yaitu Proffesional liability yang bersandar pada contractual liability. Dalam product liability dikenal dua caveat yaitu Caveat Emptor (konsumen berhati-hati) dan Caveat Venditor (produsen berhati-hati). Pertanggung jawaban produk ini merupakan tanggungjawab produsen kalau produknya menimbulkan kerugian dan merupakan tanggung jawab perdata. Untuk melindungi konsumen terdapat dua ketentuan yaitu hukum publik dan hukum perdata, di mana dalam hukum perdata terdiri dari hukum perjanjian dan hukum tentang perbuatan melawan hukum. Hukum perjanjian didalamnya terdapat tanggung jawab atas dasar kontrak (contractual liability) sedangkan hukum tentang perbuatan melawan hukum atas dasar Tortius
(41)
33
liability(Tanggungjawab atas dasar perbuatan melawan hukum.
2. Landasan Hukum Jual Beli dalam UUPK
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-undang Perlindungan Konsumen) memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa kesemua Undang-undang yang ada dan berkaitan dengan Perlindungan Konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau telah diatur khusus oleh Undang-undang. Oleh karena itu, tidak dapat lain haruslah dipelajari juga Peraturan Perundang-undangan tentang Konsumen dan/atau Perlindungan Konsumen ini dalam kaidah-kaidah Hukum Peraturan Perundang-undangan umum yang mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi hubungan dan/atau masalah Konsumen dengan penyedia barang atau jasa. Pembatasan dimaksudkan dengan tujuan “menyeimbangkan kedudukan”di antara para pihak pelaku usaha dan/atau Konsumen bersangkutan:13
Perlindungan Konsumen dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia telah mengalami kemajuan, terutama setelah lahirnya Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana mengenai Perlindungan Konsumen di Indonesia dalam hal ini konstitusional yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) Undang- undang Dasar 1945 (UUD 1945). Bukan hanya Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Undang-undang Perlindungan Konsumen saja melainkan Kitab 13Az. Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Diadit Media, 2001), 30. Dalam Agus
Fahmi Prasetya, & I. Rudy,Perlindungan Konsumen Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, (Bali: Kertha Semaya, 2015). 1
(42)
34
Undang- undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang juga mengatur tentang Perlindungan Konsumen. Jadi Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan telah secara jelas dan tegas mengatur tentang Perlindungan Konsumen.14Diantaranya:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Stb. 1847 Nomor 23, bagian hukum perikatan (Buku III), khususnya mengenai wanprestasi (Pasal 1236 dan seterusnya) dan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 dan seterusnya).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal-pasal tersebut mengatur perbuatan yang berkaitan dengan perlindungan kepada pembeli dan perlindungan kepada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Menurut Prof. Erman Rajagukguk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 202, 203,204, 205, 263, 266, 364, 382, 383, 388 dan seterusnya. Pasal-pasal tersebut mengatur pemindanaan dari perbuatan-perbuatan:15
1) Memasukkan bahan berbahaya ke dalam sumber air minuman umum.
2) Menjual, menawarkan, menerima atau membagikan barang yang dapat membahayakan jiwa atau kesehatan orang.
14 Agus Fahmi Prasetya, & I. Rudy, Perlindungan Konsumen Dalam Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia, (Bali: Kertha Semaya, 2015). 1
(43)
35
3) Memalsukan surat.
4) Melakukan persaingan curang.
5) Melakukan penipuan terhadap pembeli.
6) Menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman dan obat-obat palsu.
Dalam syarat-syarat di atas yang lebih dominan dalam transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis adalah poin 4 dan 5.
c. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Barang. d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene.
e. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1965 tentang Pendaftaran Gedung. f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah.
g. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Monopoli Legal.
h. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
i. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1962 tentang Gygiene untuk Usaha-Usaha Umum.
j. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. k. Ordonansi tentang Barang Berbaya, Stb. 1949 Nomor 337.
Ordonansi yang menentukan larangan untuk setiap pemasukan pembuatan, pengangkutan, persediaan, penjualan, penyerahan, penggunaan dan pemakaian bahan berbaya yang bersifat racun atau
(44)
36
berposisi racun terhadap kesehatan manusia.
l. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
m. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997.
n. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. o. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan
Industri.
p. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the World Trade Organization(Perusahaan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
q. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. r. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. s. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
t. Undang Nomor 12 Tahun 1997 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta.
u. Undang Nomor 12 Tahun 1997 Peubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
v. Undang Nomor 13 Tahun 1997 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1987 tentang Merek.
w. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
(45)
37
y. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. z. Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dari landasan hukum di atas terlihat bahwa demi mencapai kesejahteraan masyarakat seutuhnya, pemerintah dan lembaga atau yayasan yang bergerak di bidang perlindungan konsumen benar-benar menjamin keamanan, keselamatan, dan kesehatan rakyatya. Tinggal bagaimana kesadaran dari diri kita ini atau masyarakat umumnya baik pelaku usaha maupun konsumen mengaplikasikan semua itu dalam kehidupan sehari-hari kita.
C. Konsumen dan Pelaku Usaha serta Hak-Hak dan Kewajibannya 1. Konsumen serta Hak-Hak dan Kewajibannya
Istilah konsumen berasal dari bahasa Inggris-Amerika dari kata consumer atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang (lawan dari Produsen atau pelaku usaha).16 Menurut UU No. 8 Tahun 199 tentang
Hukum Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 1 ayat (2), yang berbunyi: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untukdiperdagangkan.” 16Az. Nasution,Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,(Jakarta: Diadit Media, 2001),
(46)
38
Dapat disimpulkan bahwa konsumen adalah seorang pembeli atau setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu dan barang tersebut tidak untuk diperdagangkan kembali.
Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen.17
Dalam undang-undang perlindungan konsumen, menetapkan adanya hak dan kewajiban. Hak-hak konsumen tersebut meliputi:18
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendappatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; 17Sukarmi, S. H.Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha(Bandung:
Pustaka Sutera, 2008). 81
(47)
39
g. Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain hak-hak yang telah disebutkan di atas, ada juga hak yang dilindungi dari akibat perilaku negative persaingan yang curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur, yang dalam hukum dikenal dengan terminology “persaingan curang” (unfair competition) atau “persainganusaha tidak sehat19”.20
Selain memperoleh hak-hak tersebut, konsumen juga memiliki kewajiban, di antaranya yaitu:21
a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
19Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan/atau pemasaran barang dana tau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
20Sukarmi, S. H.Op Cit. 82
(48)
40
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2. Pelaku Usaha serta Hak-Hak dan Kewajibannya
Menurut Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha adalah setiap orang atau perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang harus dilindungi. Hak-hak pelaku usaha ini juga merupakan bagian dari kewajiban konsumen, yaitu:22
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
(49)
41
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Adanya hak-hak pelaku usaha tersebut dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan adanya larangan-larangan bagi pelaku usaha yang berujung pada kerugian konsumen. Pelanggaran terhadap larangan-larangan tersebut merupakan tindak pidana yang di dapat oleh pelaku usaha.
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:23
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih dan neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengelolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
(50)
42
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. h. Tidak mengikuti ketentuan berproduks isecara halal, sebagaimana
pernyataan“halal”yang dicantumkan dalam label.
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain hak-hak yang didapatkan oleh pelaku usaha, pelaku usaha juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun kewajiban tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sebagai berikut:24
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur 24Pasal 7 dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
(51)
43
serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
D. Teori Tentang Perlindungan Hukum Konsumen 1. TeoriCaveat Emptorsebagai konsep
Teori ini berkembang luas pada zaman kekaisaran Romawi Kuno. Hingga tahun 1600 teoriCaveat Emptordianut oleh sistem hukum Inggris dan Amerika Serikat (Common Law). Selama periode itu konsumen tidak dapat berbuat banyak terhadap pembelian barang-barang cacat (defective goods) yang dijual produsen atau pelaku usaha25. Istilah Caveat Emptor berasal dari bahasa Latin yang berarti pembeli harus berwaspada. Jika 25Curtis R. Reitz,Consumer Product Warranties Under Federal and State Laws. (Pennsylvania:
(52)
44
pembeli tidak berhati-hati dalam pembeliannya, ia akan bertanggung jawab sendiri dan memikul seluruh risiko atas pembelian yang tidak menguntungkannya. Hasil studi Inosentius Samsul mengatakan bahwa pada masa kekaisaran Justinianus, penjual mulai bertanggung jawab atas beberapa bentuk kerugian yang timbul akibat kesalahannya, karena tidak melakukan upaya preventif terhadap suatu peristiwa yang merugikan. Sehingga tanggung jawab pelaku usaha dikembangkan dengan standar yang cukup keras, ketika ditetapkan tiga perilaku produsen yang dikategorikan sebagai kejahatan, yaitu kelalaian dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, tidak mengungkap cacat tersembunyi dari suatu barang yang dijual dan menjual produk yang tidak memenuhi standar sesuai yang diperjanjikan.26
Putusan pengadilan-pengadilan di Inggris akhirnya berhasil mendorong pembentukan peraturan hukum yang mengatur tanggung jawab pelaku usaha terhadap barang-barang cacat yang mereka jual. Karena itu setiap barang yang diperjual-belikan harus sesuai dengan apa yang diperjanjikan dan dapat dipergunakan sesuai dengan kegunaannya. Pelaku usaha juga harus dapat mempertanggung jawabkan barang-barang yang menderita cacat tersembunyi yang jelas merugikan konsumen. Perluasan tanggung jawab hukum ini telah mendorong turunnya skala kerugian aktual yang dialami konsumen.
Sebagai contoh adalah kasus botol bir yang meledak di tangan
26Inosentius Samsul,.Perlindungan konsumen: kemungkinan penerapan tanggung jawab mutlak.
(53)
45
Victor Frespilis. Peristiwa itu terjadi di Belanda beberapa tahun yang lalu. Victor mengalami buta permanen. Akibat kecelakaan yang dialaminya ia kehilangan pekerjaan untuk seumur hidup.27
2. Teori Paternalistik sebagai justifikasi
Teori Paternalistik ini dilakukan agar keseimbangan hak dan kewajiban antara produsen dan konsumen dapat diwujudkan. Dalam pengamatan Peter Cartwright, teori hukum yang bersifat paternalistik adalah untuk mencegah kerugian yang dialami konsumen akibat perjanjian yang merugikan mereka. Prinsip dasar hukum yang bersifat paternalistik itu, misalnya, undang-undang memuat ketentuan yang mengatakan bahwa barang-barang yang diedarkan di masyarakat harus memenuhi tingkat kualitas yang memuaskan dan memang layak dikonsumsi oleh konsumen. Konsumen tidak wajib mewujudkan hak-haknya, jika mereka memang tidak berkenan mewujudkannya, tetapi konsumen sudah memenuhi kewajiban membayar yang harus dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini jelas harus memuat ketentuan yang menjamin kualitas barang dan mengatur adanya jaminan asuransi bagi konsumen yang mengkonsumsi barang-barang yang tidak sesuai dengan ukuran (standard) 28 seperti yang telah ditentukan. Hukum yang bersifat paternalistik dibentuk demi melindungi konsumen yang sering dirugikan pelaku usaha. Konsumen harus jauh lebih sadar bahwa tanpa hukum yang demikian mereka akan tetap
27Saefullah E. Wiradipradja Product liability: tanggung jawab produsen di era perdagangan
bebas, (Bandung: Angkasa, 1998), 268
28Peter Cartwright, Consumer Protection and the Criminal Law: Theory and Policy in the UK,
(54)
46
potensial dirugikan. Karena produsen atau pelaku usaha cenderung sewenang-wenang akibat posisinya yang superior.
3. TeoriCaveat Venditorsebagai antitesa teoriCaveat Emptor
Caveat Venditor menyiratkan dengan istilah “hendaknya penjual berhati-hati”. Prinsip ini mengandung maksud bahwa “penjual” harus beritikad baik dan bertanggung jawab dalam menjual produknya kepada pembeli atau konsumen. Berbeda dengan prinsip Caveat Emptor yang “meminta” pembeli teliti (berhati-hati) sebelum membeli (karena penjual mungkin curang). Prinsip Caveat Venditor ini membebankan tanggung jawab kehati-hatian pada penjual (produsen). Artinya, penjual harus bertanggung jawab dengan produk yang dijualnya. Maka pelaku usaha wajib beritikad baik memberikan perlindungan dan pendidikan pada konsumen, salah satunya melalui informasi produk yang jujur. Di dalam bertransaksi pelaku usaha mengenali produknya dengan lebih baik. Mereka mengenali kelebihan dan kelemahan produknya dengan baik dan mengatur strategi sedemikian rupa untuk menonjolkan kelebihan dan menutupi kelemahan. Konsumen yang tidak banyak mengetahui tentang produk yang ditawarkan, bisa terjebak pada pilihan yang sesat. Maka, kita mengenal pedoman bijak “teliti sebelum membeli”, karena ada kemungkinan penjual tidak jujur dan tidak adil dalam bertransaksi. Ini menjadi penting karena ketika ternyata kemudian barang yang dibeli cacat atau tidak seperti yang dijanjikan, konsumen akan kesulitan meminta ganti rugi. Pelaku usaha akan meminta konsumen membuktikan bahwa kerusakan itu bukan disebabkan oleh kesalahan konsumen agar konsumen
(55)
47
bisa mendapatkan ganti rugi. Namun, setelah berlakunya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 22, maka yang berlaku adalah pembuktian terbalik. Ketika konsumen menagih ganti rugi pada pelaku usaha atas suatu produk yang cacat atau rusak, maka pelaku usahalah yang harus membuktikan bahwa produk yang dijualnya tidak cacat produksi. Jadi perusahaanlah yang harus berinisiatif membuktikan sah tidaknya klaim konsumen atas ganti rugi.
Penerapan teori Caveat Venditor dan meningkatnya kesadaran hukum untuk melindungi konsumen menyebabkan Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sementara itu, undang-undang ini relatif terbatas melindungi subjek hukum yang bertransaksi dalam yurisdiksi Negara Republik Indonesia saja. Seperti telah dikatakan bahwa objek studi ini adalah perlindungan konsumen yang melakukan transaksi bisnis melalui media internet, sehingga subjek hukum yang menggunakan media itu mungkin saja berdomisili dalam yurisdiksi hukum berbeda. Kenyataannya transaksi e-commerce dapat berlangsung lintas negara dan melibatkan seperangkat teknologi canggih komputer. Ini tidak menjamin kontrol legal atas perlindungan konsumen seperti yang diatur Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Sebagai contoh, Pasal 18 ayat (1) Undang- Undang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha mencantumkan klausula baku dalam dokumen perjanjian jual beli barang atau jasa yang dipasarkan dalam media internet. Penentu kebijakan di negeri ini menyadari
(56)
48
keterbatasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sehingga mereka merasa perlu menyusun payung hukum yang khusus mengatur transaksi e-commerce.29
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang mulai efektif berlaku pada 20 April 2000. Apabila di cermati muatan materi UUPK cukup banyak mengatur perilaku pelaku usaha. Hal ini dapat dipahami mengingat kerugian yang diderita konsumen barang atau jasa merupakan akibat perilaku pelaku usaha, sehingga wajar apabila terdapat tuntutan agar perilaku pelaku usaha tersebut diatur, dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut di kenakan sanksi yang setimpal.
Seiring dengan perkembangan IPTEK dan meningkatnya tingkat pendidikan, meningkat pula daya kritis masyarakat. Dalam masa yang demikian, pelaku usaha tidak mungkin lagi mempertahankan strategi bisnisnya yang lama, dengan resiko barang atau jasa yang ditawarkan tidak akan laku dipasaran. Pelaku usaha kemudian mengubah strategi bisnisnya ke arah pemenuhan kebutuhan, selera dan daya beli pasar (marketoriented). Pada masa ini pelaku usahalah yang harus waspada dalam memenuhi barang atau jasa untuk konsumen. Dalam konteks ini pelaku usaha dituntut untuk menghasilkan barang-barang yang kompetitif terutama dari segi mutu, jumlah dan keamanan.
Jaminan mutu barang di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen antara lain ditegaskan, pelaku usaha berkewajiban untuk 29Ibid.
(57)
49
menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Ketentuan tersebut semestinya ditaati dan dilaksanakan oleh para pelaku usaha. Namun dalam realitasnya banyak pelaku usaha yang kurang atau bahkan tidak memberikan perhatian yang serius terhadap kewajiban maupun larangan tersebut, sehingga berdampak pada timbulnya permasalahan dengan konsumen. Permasalahan yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa terutama menyangkut mutu, pelayanan serta bentuk transaksi. Hasil temuan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (LPKNI) mengenai mutu barang, menunjukkan masih banyak produk yang tidak memenuhi syarat mutu. Manipulasi mutu banyak dijumpai pada produk bahan bangunan seperti seng, kunci dan grendel pintu, triplek, besi beton serta kabel listrik. Selanjutnya transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha cenderung bersifat tidak seimbang. Konsumen terpaksa menanda tangani perjanjian yang sebelumnya telah disiapkan oleh pelaku usaha, akibatnya berbagai kasus pembelian mobil, alat-alat elektronik, pembelian rumah secara kredit umumnya menempatkan posisi konsumen di pihak yang lemah. Permasalahan yang dihadapi konsumen tersebut pada dasarnya disebabkan oleh kurang adanya tanggung jawab pengusaha dan juga lemahnya pengawasan pemerintah. Secara normatif pelaku usaha
(58)
50
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 ayat (1,2) Undang-Undang Perlindungn Konsumen). Ketentuan ini merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian dapat ditegaskan apabila konsumen menderita kerugian sebagai akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha, berhak untuk menuntut tanggung jawab secara perdata kepada pelaku usaha atas kerugian yang timbul tersebut. Demikian halnya pada transaksi properti, apabila konsumen menderita kerugian maka ia berhak untuk menuntut penggantian kerugian tersebut kepada pengembang perumahan yang bersangkutan.
4. TeoriShareholders(Pemegang Saham)
Shareholder atau Stockholder adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Para pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek berusaha untuk meningkatkan harga sahamnya. Konsep pemegang saham adalah sebuah teori bahwa perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya dan pemiliknya, dan seharusnya bekerja demi keuntungan
(59)
51
mereka.30 Pemegang saham ini akan mendapatkan keuntungan apabila perusahaan dalam keadaan berkembang, bertumbuh dan mendapatkan nilai lebih dari produksi perusahaan.
Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis saham, termasuk hak untuk memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang dimiliki) dalam hal seperti pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari pendapatan perusahaan, hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak terhadap aset perusahaan pada saat likuidasi perusahaan. Namun, hak pemegang saham terhadap aset perusahaan berada di bawah hak kreditor perusahaan. Ini berarti bahwa pemegang saham (pesaham)biasanya tidak menerima apa pun bila suatu perusahaan yang dilikuidasi setelah kebangkrutan (bila perusahaan tersebut memiliki lebih untuk membayar kreditornya, maka perusahaan tersebut tidak akan bangkrut), meskipun sebuah saham dapat memiliki harga setelah kebangkrutan bila ada kemungkinan bahwa hutang perusahaan akan direstrukturisasi.
5. TeoriStakeholderssebagai antitesa teoriShareholders
Stakeholders didefinisikan sebagai : “kelompok lain atau individual yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuanorganisasi”.31Doktrin atau teoristakeholdersmerupakan kritik atau antitesis terhadap doktrin atau teori shareholders (stockholders) dalam
30Pasar Saham. Pengertianshareholders.https://id.wikipedia.org/wiki/Pemegang_saham. Diakses
tanggal 29 Desember 2016 pada pukul 07.15
31 Mahendra Soni Indriyo, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas, (Yogyakarta:
(1)
82
pasal 12, pasal 13 ayat (1), pasal 14, pasal 16, dan pasal 17 ayat (1) huruf d dan f.
Terhadap kaitannya sanksi-sanksi pidana tersebut, bagi pelaku usaha dapat dijatuhi hukuman tambahan yang berupa: perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, dan juga pencabutan izin usaha. Hukuman tambahan tersebut telah tertuang dalam pasal 63 Bab XIII bagian kedua.
(2)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mekanisme atau cara Transaksi Jual Beli Minuman Kemasan dalam Mesin Otomatis di UNTAG 1945 Surabaya hampir sama dengan cara pengoperasian mesin ATM, pemilik mesin telah mencantumkan mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis dimana ada klausula yang didalamnya terdapat harga pada masing-masing produk, atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa konsumen setuju terhadap segala keputusan sepihak yang diambil oleh produsen.
2. Mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya) ini merupakan penggabungan dari konsep teori Caveat Emptor, Caveat Venditor, dan Paternalistik yakni dalam kegiatan transaksi jual beli, konsumen diharapkan untuk berhati-hati dalam pembeliannya sedangkan penjual harus bertanggung jawab dengan produk yang dijualnya. Jadi keseimbangan hak dan kewajiban yang dilakukan antara konsumen dan produsen dapat diwujudkan guna untuk mencegah kerugian yang dialami konsumen akibat perjanjian yang merugikan mereka. Dalam pandangan hukum Islam, transaksi seperti ini menurut sebagian ulama yaitu Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali membolehkan jual beli seperti ini. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i, jual beliini tidaklah sah kecuali dengan adanya ijab dan qobul. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
(3)
84 Konsumen, terutama Psl 18, kontrak standar masih dibenarkan. Namun, UUPK melarang dengan tegas kontrak standar yang isinya mengalihkan tanggungjawab pelaku usaha. Dalam kasus ini pemilik mesin telah mencantumkan mekanisme transaksi jual beli minuman kemasan dalam mesin otomatis di mana ada klausula yang didalamnya terdapat harga pada masing-masing produk, atau dengan kata lain ada kesepakatan bahwa konsumen setuju terhadap segala keputusan sepihak yang diambil oleh produsen.
B. Saran-Saran
Adapun saran yang dapat diberikan antara lain:
1. Kepada penjual diharapkan meningkatkan management pengelolaan yang lebih baik lagi, serta meminta jaminan kualitas kepada distributor terhadap barang dagangan sebelum menjualnya kepada konsumen.
2. Bagi pembeli agar hati - hati dan memeriksa barang yang akan dibeli dengan teliti.
3. Bagi produsen dalam memproduksi produk minuman kemasan dalam mesin otomatis selalu memperhatikan mutu agar tidak ada pihak yang dirugikan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghazaly, dkk., 2010, Fiqh muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Achmad Wahyuddin, dkk., 2009,Pendidikan Agama Islam, Grasindo: Surabaya Agus Fahmi Prasetya & I. Rudy, 2015,Perlindungan Konsumen Dalam Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia. Kertha Semaya
Ahmad bin 'Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, 2005, Fatwa-fatwa jual Beli , Bogor: Pustaka Imam Syafi'i
Ali Abdul Halim Mahmud, 1995, Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim. Cet. 2. Terj, As'ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press
An-Nawawi, t.th.Al-majmu’,Juz 9. Jeddah : Maktabah Al-Irsyad
Arif Munandar Riswanto, 2010,Khazanah Buku Pintar Islam 1, Bandung: Mizan Pustaka
Az. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Air Minum Dalam Kemasan. SNI 01-3553-2006, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Air Minum Dalam Kemasan Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta: Sinar
Grafika
Christine Daymon, and Immy Holloway, 2007, Metode-metode riset kualitatif dalam public relations dan marketing communications. Yogyakarta: Bentang Pustaka
David G. Owen, 2007,The Evolution of Product Liability Law, Review of Litigation Symposium, Texas: University of Texas School of Law Publications Inc, David Setiawan, 2014,“Studi Komparisi Pemikiran Imam Malik dan Imam Syafi’i
tentang Jual Beli melalui Vending Machine. Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya
(5)
Dendy Sugono, dkk. , 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Departemen Agama RI, 1989, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra. Dikompilasi versi Pdf. oleh. Naf’an Akhunm, Agustus 2007, http://nafanakhun.blogfrienster.com
Enang Hidayat, 2015,Fiqih Jual Beli, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Erman Rajagukguk, 2000, Hukum perlindungan konsumen, Bandung: Mandar Maju
G. Slinger, 1999, "Spanning the gap–the theoretical principles that connect stakeholder policies to business performance." Corporate Governance: An International Review
Habib Syarief Muhammad Alaydrus, 2010, Agar Hidup Selalu Berkah: Meraih Ketentraman Hati Dengan Hidup Penuh Berkah. Bandung: Mizan Media Utama
Happy Susanto, 2008,Hak-hak konsumen jika dirugikan. Jakarta: Visimedia Hasbiyallah; Wildan Insan Fauzi, (ed.), 2008, Fikih untuk Kelas IX MTs / Jil.1.
Bandung: Grafindo Media Pratama
Ibnu Hajar Al Asqalani, 2007,Bulugh Al Maram Min Adiilali AI Ahkam (Terjemah Lengkap Bulughul Maram), terj. Abdul Rosyad Siddiq, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
Ilmy, Bachrul, Ahmad Dimyati,Anan (ed.), 2008,Pendidikan Agama Islam untuk Kelas XI SMK, Bandung: Grafindo Media Pratama
Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan konsumen: kemungkinan penerapan tanggung jawab mutlak. (Universitas Indonesia: Fakultas Hukum Pascasarjana
Mahendra Soni Indriyo, 2012, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Mariam Darus Badrulzaman, “Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku (Standard)”, Makalah pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen” diselenggarakan BPHN Departemen Kehakiman pada 16-18 Oktober 1980 di Jakarta.
(6)
Muhammad Rizqi Romdhon, 2015,Jual Beli Online Menurut Madzhab Asy-Syafii, Tasikmalaya: Pustaka Cipasung
Muksin Matheer, 2015, 1001 Tanya Jawab Dalam Islam, Jakarta: Penerbit HB Ningrum Natasya Sirait, 2003, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Medan: Pustaka Bangsa Press
Ozi Nofandi, 2013, “Perlindungan Konsumen Bagi Pengguna Jasa Kartu Prabayar pada PT XL Axiata Tbk Pekanbaru Menurut Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Skripsi UIN Sultan Syrief Riau
Peter Cartwright, 2005, Consumer Protection and the Criminal Law, Theory and Policy in the UK, Cambridge: University Press.
Raras Huraerah, 2011, RIPAIL. Rangkuman Ilmu Pengetahuan Agama Islam Lengkap, Jakarta: JAL Publishing
Saefullah E. Wiradipradja, 1998,Product liability: tanggung jawab produsen di era perdagangan bebas, Bandung: Angkasa
Soleh bin Fauzan bin Abdillah, 2008,Al - Mulakhos Al–Fiqh, Beirut: Dar Ibn Jauzi Sri Nurhayati, 2013,Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Penerbit Salemba Sukarmi, S. H. , 2008, Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang
Pelaku Usaha, Bandung: Pustaka Sutera
Supianto, 2015, Hukum Jaminan Fidusia: Prinsip Publisitas pada Jaminan Fidusia,Jakarta: Penerbit Garudhawaca
Syed Hassan Al Jufri. Hukum Juali Beli via Internet dan Mesin Minuman, http://www.alkhoirot.net/2012/12/hukum-juali-beli-via-internet-dan-mesin.html. Diakses tanggal 26 September 2016 pukul 09.54
Tina Asmarawati, 2014,Sosiologi Hukum: Petasan Ditinjau dan Perspektif Hukum dan Kebudayaan, Yogyakarta: Deepublish