Analisis hukum Islam dan Undang-Undang no.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di Toko Hidayah Surabaya.

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDAR NASIONAL
INDONESIA TERHADAP TIMBANGAN KADAR PERHIASAN
EMAS DI TOKO EMAS SURABAYA

SKRIPSI

Olehs
Nia Rahmadhani
NIM. C02213054

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Praktik Jual Beli Barang
Kadaluwarsa yang Tidak Dapat Dikembalikan di Toko Hidayah Surabaya” ini
merupakan hasil penelitian kualitatif untuk menjawab pertanyaan tentang

bagaimana praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di
toko Hidayah dan bagaimana hukum Islam dan Undang-Undang No. 8 tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen terhadap jual beli barang kadaluwarsa yang tidak
dapat dikembalikan di toko Hidayah Surabaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
analisis data menggunakan deskriptif yakni menggambarkan kondisi, situasi atau
fenomena yang tertuang dalam data yang diperoleh tentang faktor dan mekanisme
jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di toko Hidayah
Surabaya dan di analisis dengan perspektif hukum Islam. Proses analisis data dalam
penelitian ini menggunakan pola pikir deduktif, yaitu menganalisis data praktik jual
beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan dengan Undang-Undang
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: pertama, dalam
praktiknya barang kadaluwarsa yang menjadi objek jual beli di toko Hidayah
Surabaya tidak boleh dikembalikan ketika konsumen secara langsung memilih
barangnya sendiri di toko, sedangkan boleh dikembalikan jika kosumen melakukan
order melalui telepon; kedua, praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak boleh
dikembalikan ini tidak diperbolehkan menurut Hukum Islam, karena tidak sesuai
dengan akad jual beli yang di dalamnya terdapat khiya>r, yaitu khiya>r aib, di mana
ketika barang mengalami kecacatan (kadaluwarsa), maka boleh dikembalikan. Selain

itu, dalam pasal 8 ayat 4 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen juga ditegaskan adanya larangan pelaku usaha untuk memperdagangkan
barang kadaluwarsa dan wajib menariknya dari peredaran.
Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan saran kepada beberapa pihak:
pertama, bagi konsumen hendaknya lebih teliti dan cermat untuk memeriksa barang
yang akan di beli dengan mengecek tanggal kadaluwarsa disetiap produk makanan.
Kedua, bagi pemilik toko hendaknya menjual barang yang tidak kadaluwarsa agar
tidak merugikan konsumen.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................... xi
BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ................................................... 9
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 10
D. Kajian Pustaka ................................................................................. 10
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian .............................................................. 13
G. Definisi Operasional ........................................................................ 14
H. Metode Penelitian ........................................................................... 15
I. KarakteristikObyekPenelitian ......................................................... 19
J. Sistematika Pembahasan ................................................................. 20

BAB II

TEORI JUAL BELI DAN KHIYA>R MENURUT HUKUM ISLAM
DAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN ...................................................... 22

A. JualBeli ............................................................................................ 22
1. Pengertian .................................................................................. 22
2. DasarHukum .............................................................................. 24
3. RukundanSyarat ........................................................................ 26

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Khiya>r .............................................................................................. 31
1. Pengertian .................................................................................. 31
2. DasarHukum .............................................................................. 32
3. Macam-Macam .......................................................................... 32
C. KetentuanJualBelimenurutUndang-UndangPerlindungan
Konsumen ........................................................................................ 37
1. Pengertian JualBeliMenurut UUPK .......................................... 37
2. FilosofiLahirnya UUPK ............................................................ 39
3. AsasdanTujuanPerlindunganKonsumen ................................... 41
4. HakdanKewajibanKonsumen .................................................... 43
5. HakdanKewajibanPelaku Usaha ............................................... 45

6. Perbuatan yang DilarangBagiPelaku Usaha ............................. 46
7. KetentuanMengenaiSanksiDalam UUPK ................................. 48
BAB III PRAKTIK PELAKSANAAN JUAL BELI DI TOKO HIDAYAH
SURABAYA ......................................................................................... 50
A. Gambaran UmumTokoHidayah ...................................................... 50
B. PelaksanaanPraktikJualBeliBarangKadaluwarsa Di Toko
Hidayah Surabaya............................................................................ 52
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG
KADALUARSA YANG TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN
DI TOKO HIDAYAH SURABAYA .................................................... 57
A. AnalisisPraktikJualBeliHukum

Islam

terhadapbarangkadaluwarsayang tidakdapatdikembalikan di
tokoHidayah
Surabaya .......................................................................................... 57
B. AnalisisUndang-Undang


No

8

tahun

1999

tentangperlindungankonsumenterhadappraktikjualbelibarang

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kadaluwarsayang tidakdapatdikembalikan di tokoHidayah
Surabaya .......................................................................................... 64
BAB V

PENUTUP ............................................................................................. 68

A. Kesimpulan ...................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................ 69

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 70
LAMPIRAN

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia disebut makhluk sosial dengan artian bahwa manusia
saling membutuhkan satu sama lain baik dalam hal bekerja, bekerja sama
maupun interaksi sosial lain yaitu interaksi tukar menukar sesuatu benda
yang bermanfaat dengan cara yang ditentukan, seperti: jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam, upah mengupah, perseroan dan bentuk-bentuk
usaha lainnya.
Konsep muamalah merupakan konsep yang mengatur hubungan

antar sesama manusia yang memiliki tujuan untuk menjaga hak-hak manusia,
merealisasikan kemaslahatan dan menjauhkan segala kemudharatan yang
terjadi. Konsep muamalah telah diatur oleh Islam dalam bentuk syariah yang
memuat berbagai hukum, yaitu halal, haram, mubah dan makruh. Di dalam
syariah terdapat prinsip-prinsip Islam yang berkaitan dengan kehidupan, baik
kaitannya dengan hubungan kepada Allah Swt maupun hubungan kepada
sesama

manusia.

Dalam

kegiatan

pemenuhan

kebutuhan

manusia


memerlukan adanya batasan agar mereka tidak cenderung untuk menuruti
hawa nafsu dan batasan tersebut ialah fiqh muamalah.
Fiqh muamalah adalah himpunan hukum-hukum yang mengatur
hubungan interaksi antara manusia dengan manusia lain dalam bidang

1

2

kegiatan ekonomi1. Hukum tersebut ditetapkan demi terciptanya rasa aman,
tegaknya Undang-Undang dalam negara atau masyarakat Islam, juga agar
tidak menghilangkan makna taat kepada Allah dan menjaga hak-Nya. Oleh
sebab itu pemahaman dalam bidang fiqh muamalah amatlah penting, karena
fiqh muamalah merupakan pengarah kehidupan hubungan

antar sesama

manusia, Sehingga manusia harus senantiasa mengikuti aturan yang
ditetapkan Allah Swt, sekalipun dalam urusan duniawi yang termasuk
kegiatan bermuamalah karena setiap kegiatan manusia kelak akan diminta

pertanggungjawaban di akhirat. Salah satu interaksi sosial saat ini yang
termasuk dalam fiqh muamalah salah satunya ialah jual beli.
Dewasa ini, interaksi yang sering dan banyak terjadi adalah
interaksi jual beli. Kebutuhan jual beli ini tak pernah terputus dan tak hentihenti selama manusia masih hidup. Tak seorangpun dapat memenuhi hajat
hidupnya sendiri, karena itu manusia dituntut berhubungan dengan lainnya.
Seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia dapatkan
sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai kebutuhan masing-masing.2
Dalam Islam, interaksi jual beli tersebut merupakan salah satu yang
termasuk dalam muamalah jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian.
Dalam hukum Islam, perjanjian jual beli disebut dengan akad al-bai’ yaitu
pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara

1
2

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), 2.
Ibid. 3.

3


keduanya. Islam juga menghalalkan jual beli sebagaimana yang sudah tertera
dalam firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat 275, sebagai berikut:3
            
                
              

     

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghunipenghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Dalam ayat di atas, telah ditegaskan bahwa Allah Swt menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Dalam kajian fiqh juga sudah dijelaskan

tentang ketentuan yang ada di dalam jual beli. Telah ditentukan aturanaturan hukumnya antara lain tentang rukun dan syarat jual beli, serta bentuk
jual-beli yang dilarang oleh syariah. Maka dari itu di dalam praktiknya harus
sesuai syarat dan rukun serta memberi manfaat bagi yang melakukannya.
Orang yang terjun ke dunia usaha seharusnya berkewajiban
mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Ini
dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya
jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.
3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2002), 58.

4

Jual beli memiliki beberapa syarat yang dapat mempengaruhi sah
tidaknya akad jual beli tersebut. Di antaranya adalah syarat untuk barang
yang akan dibeli adalah saling ridha antara penjual dan pembeli. Jual beli
dianggap tidak sah, apabila salah satu dari pihak yang berakad terdapat unsur
paksaan,4dan tak sedikitpun kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari
akad jual beli, mereka melalaikan aspek ini, sehingga tak peduli kalau hal ini
adalah hal yang paling penting dalam akad jual beli. Sebab Allah Swt telah
berfirman dalam QS an-Nisa ayat 29:
            
            

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
maha penyayang kepadamu.5
Dalam ayat tersebut Allah Swt telah mengisyaratkan bahwa
transaksi ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia harus dengan
cara yang baik dan benar, yaitu harus saling merelakan dan dengan cara yang
tidak dilarang oleh agama.
Agama Islam adalah agama yang menjaga semua bentuk toleransi.
Islam selalu memperhatikan keadaan dan kemaslahatan umum. Islam selalu
berusaha menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi umat ini. Di
antara bukti itu adalah aturan Islam tentang jual beli dengan memberikan hak

4

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Yoyakarta: UII Press, 2000), 101.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2002), 107.

5

5

memilih khiya>r bagi pihak yang melakukan akad. Hal itu diharapkan pihak
yang mengadakan akad tersebut dapat melakukan urusannya dengan leluasa
dan dapat melihat kemaslahatan yang ada di belakang transaksi tersebut.6
Sehingga, Islam dapat mengedepankan hal-hal yang mengandung kebaikan
dan menghindari dari hal-hal yang tidak ada maslahatnya.
Adapun yang dimaksud dengan khiya>r dalam jual beli adalah
memilih dua hal yang terbaik antara meneruskan akad jual beli atau
membatalkannya. Hal ini agar kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dapat
memikirkan sejauh mungkin kebaikan berlangsungnya jual beli atau kebaikan
untuk membatalkan jual beli, agar masing-masing pihak tidak menyesal atas
apa yang telah dijualnya atau dibelinya. Sebab penyesalan tersebut bisa
terjadi karena kurang hati-hati, tergesa-gesa, atau karena faktor-faktor
lainnya.
Hak khiya>r ditetapkan syariat Islam bagi orang yang melakukan
transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam
suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiya>r menurut ulama
fiqh, adalah disyariatkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang
mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak
yang melakukan transaksi. Status khiya>r, menurut ulama fiqh, adalah
disyariatkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam

6

Saleh al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari (Jakarta: Gema Insani, 2006), 376.

6

mampertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan
transaksi.7
Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam.

Sehingga sudah seharusnya konsumen muslim

mendapatkan

perlindungan atas barang dan/atau jasa sesuai dengan syariat Islam.
Perlindungan tersebut merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Hak

khiya>r yang merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen dalam
Islam, tentunya memiliki peranan dalam kegiatan muamalah. Sudah
seharusnya hak khiya>r sebagai salah satu bentuk untuk melindungi hak-hak
konsumen muslim tersebut termuat dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
Negara Indonesia telah memiliki Undang-undang yang tujuan
pembuatannya untuk melindungi warga negaranya termasuk Undang-Undang
yang mengatur tentang perlindungan konsumen yaitu Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.8
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen jual beli memiliki dua subyek ialah penjual dan pembeli. Penjual
memiliki kedudukan sebagai pelaku usaha yang sifatnya memproduksi atau
mendistribusikan produk yang dibutuhkan konsumen.9
Dalam Undang-Undang tersebut juga menyebutkan bahwa hak
konsumen atau pembeli adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan
7

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta:Gaya Media Pratama,2007), 129.
Yusuf Sofi, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi (Jakarta: Galia Indonesia,
2002), 13.
9
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

8

7

keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, Undang-Undang ini
menunjukkan bahwa setiap konsumen, termasuk konsumen muslim yang
merupakan mayoritas konsumen di Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen juga dijelaskan bahwa, konsumen berhak untuk memilih dan
mendapatkan kompensasi atau ganti rugi, atau penggantian apabila barang
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana
mestinya. Begitu pula dengan sebaliknya pedagang atau pelaku usaha dalam
Undang-Undang ini ditegaskan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban
untuk memberikan kompensasi, ganti rugi, dan penggantian apabila barang
atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Akan tetapi, peraturan pemerintah ini tidak berlaku sesuai dengan
yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pedagang yang
enggan melayani konsumen yang complain dan banyak di temukan di
berbagai toko-toko tulisan “barang yang sudah dibeli tidak dapat
dikembalikan”.
Dalam transaksi jual beli yang saat ini terjadi, banyak didapati
penjual yang menerapkan klausul perjanjian tertulis dalam nota pembelian
yang bertuliskan “Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.
Sebagaimana dengan kasus yang terjadi di toko Hidayah ini yaitu terhadap
barang yang sudah kadaluwarsa tidak dapat dikembalikan.
Seperti kasus yang terdapat di toko Hidayah ketika pembeli sudah
melakukan transaksi dengan membeli sosis satu toples namun di dalam isinya

8

ternyata ada beberapa sosis yang sudah kadaluwarsa, ketika itu pembeli
ingin menukarkan sosis tersebut terhadap penjual dan kenyataanya ditolak
dan alasan dari pihak penjual karena itu bukan kesalahan dari mereka, adapun
bukti yang tertera di nota pembeliannya yang bertulisan dengan “barang yang
sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.
Hal tersebut didapati dari para penjual yang melakukan transaksi
jual beli barang yang tidak hanya di daerah pusat perbelanjaan supermarket
saja, akan tetapi jual beli barang di toko juga telah menerapkan klausul
perjanjian tertulis pada nota pembeliannya.
Fenomena perjanjian tertulis dalam nota pembelian yang bertuliskan
“Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan” menunjukkan betapa
tidak berdayanya pihak pembeli dalam hal ini konsumen dalam transaksi jual
beli tersebut. Kalimat tersebut membuat pemahaman bahwa ketika penjual
atau konsumen mendapati jika barang yang ia beli dari penjual tersebut
terdapat cacat atau kadaluwarsa dan ketika pembeli ingin menukarkan barang
yang telah dibeli tersebut kepada penjual, pihak penjual tidak mau menerima
barang itu kembali atau mengembalikan uang yang telah konsumen berikan.
Di sini jelas terjadi ketidaksepakatan antara penjual dan pembeli,
pembeli ingin menukar ataupun membatalkan kesepakatan terhadap penjual
namun yang terjadi penjual tidak mau menerima complain karena penjual
tetap mempertahankan nota yang telah di kasih kepada si pembeli dengan
kata “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.

9

Namun

demikian,

untuk

mengetahui

bagaimana

praktik

pelaksanaannya dan keadaan yang sebenarnya dalam pandangan hukum Islam
terhadap penerapan klausul perjanjian tertulis dalam nota pembelian yang
bertuliskan “Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Untuk itu
maka penulis mengambil judul “Analisis Hukum Islam Dan Undang-Undang
No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Praktik Jual
Beli Barang Kadaluwarsa yang Tidak Dapat Dikembalikan di Toko Hidayah
Surabaya”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa
masalah

dalam

penelitian

ini.

Adapun

masalah-masalah

tersebut

diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan transaksi jual beli di toko Hidayah
2. Konsep khiya>r dalam akad jual beli di toko Hidayah
3. Konsep perjanjian baku mengenai barang yang sudah dibeli tidak dapat
dikembalikan
4. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
terhadap barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan dalam
transaksi jual beli.
5. Praktik jual beli barang yang kadaluwarsa tidak dapat dikembalikan di
toko Hidayah Surabaya.

10

6. Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 mengenai
perlindungan konsumen terhadap jual beli barang kadaluwarsa yang tidak
dapat dikembalikan di Toko Hidayah Surabaya.
Agar menghasilkan penelitian yang lebih fokus, maka diperlukan
batasan masalah dalam penelitian sehingga hanya terbatas pada:
1. Praktik jual beli barang yang kadaluwarsa tidak dapat dikembalikan di
toko Hidayah Surabaya.
2. Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen terhadap praktik jual beli barang kadaluwarsa
yang tidak dapat dikembalikan di Toko Hidayah Surabaya.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut ada beberapa permasalahan
yang dirumuskan, sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat
dikembalikan di toko Hidayah Surabaya ?
2.

Bagaimana Hukum Islam dan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen terhadap praktik jual beli barang kadaluwarsa
yang tidak dapat dikembalikan di toko Hidayah surabaya ?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti

11

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengurangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.10
1. Skripsi yang ditulis oleh Olivia dengan judul Hak khiya>r Konsumen dan
Sistem Retur Dalam Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram
#Tashaproject (studi komparatif).11 Penulis dengan judul tersebut
memberikan kesimpulan bahwa sistem retur di toko online di instagram
#tashaproject sesuai dengan hukum Islam sesusai dengan pendapat Imam
Malik dan Imam Ahmad dalam riwayatnya sedangkan menurut Undangundang pelindungan konsumen #Tashaproject sudah berjalan sesuai
Undang-undang karena barang yang terdapat di toko online tersebut
dapat diretur kembali jika terdapat cacat ataupun produk yang rusak
namun pihak penjual tidak bisa memastikan akan berapa lama
mengembalikkan produknya dikarenakan penjual harus memproduksinya
dahulu.
2. Skripsi yang ditulis oleh Dhasep Aberta Satriadin dengan judul tinjauan
Hukum Islam terhadap Khiya>r Dalam Jual Beli Sistem COD (cash on

delivery).12 Penulis dengan judul tersebut memberikan kesimpulan bahwa
dalam jual beli dengan sistem COD di PT Toko Bagus ini menggunakan
analisis khiya>r yang sesuai hukum Islam dengan praktik khiya>r dalam jual
beli sistem COD (cash on delivery) dilakukan saat penjual dan pembeli
10
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya:
Fakultas Syariah dan Hukum, 2016), 8.
11
Olivia, “Hak Khiya>r Konsumen dan Sistem Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab Secara Online
di instagram #tashaproject (Studi Komparatif)”(Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).
12
Dhasep Aberta, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Khiya>r dalam Jual Beli Sistem COD (Cash on
Delivery)”(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013).

12

bertemu di tempat transaksi yang ditentukan sebelum terjadinya akad jual
beli. Dalam skripsi ini juga menjelaskan tentang macam-macam khiya>r
yang dapat dilakukan dalam sistem COD (cash on delivery) yaitu khiya>r

aib dan khiya>r majlis serta penjual dan pembeli mendapatkan hak-haknya
dari khiya>r tersebut.
3. Skripsi yang ditulis oleh Danil Khairul dengan judul Pelaksanaan Khiya>r
Dalam

Pasar

Selasapanam

Pekanbaru

Menurut

Perspektif

fiqh

muamalah.13 Penulis dengan judul tersebut memberikan kesimpulan
bahwa pelaksanaan khiya>r pada pedagang barang pecah belah dan
pedagang pakaian di Pasar Selasa Panam Pekanbaru belum terlaksana
sebagai semestinya. Di mana pedagang mensyaratkan pelaksanaannya
hanya dalam waktu satu hari, di mana apabila ada barang yang dibeli
tidak sesuai atau cacat maka pedagang hanya memberi waktu dalam
penukarannya selama satu hari, hanya bisa menukar barang dan tidak bisa
dikembalikan berbentuk uang. Dalam fiqh muamalah pelaksanaan khiya>r
di pasar selasa ini termasuk kepada khiya>r syarat, di mana adanya
kesepakatan antara pedagang dan pembeli mengenai syarat penukaran
barang. Adapun menurut perspektif fiqih muamalah pelaksanaan khiya>r di
pasar selasa diperbolehkan karena termasuk pada pembagian macammacam khiya>r, yaitu khiya>r syarat.
Dalam kaitannya dari kajian terdahulu yang telah peneliti paparkan
bahwa tidak ada karya ilmiah yang mirip dengan kajian yang sedang
13

Danil Khairul,Pelaksanaan Khiyar dalam Pasar Selasapanam Pekanbaru Menurut Perspektif Fiqh
Muamalah (Skripsi--UIN Sunan Syarif Kasim, Riau, 2015).

13

dilakukan oleh penulis yang mengkaji tentang, “Analisis Hukum Islam Dan
Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Terhadap Praktik Jual Beli Barang Kadaluwarsa Yang Tidak Dapat
Dikembalikan”.

E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak
dapat dikembalikan di toko Hidayah surabaya.
2. Mengetahui hukum Islam dan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap praktik jual beli barang kadaluwarsa
yang tidak dapat dikembalikan di toko Hidayah Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari penelitian yang berjudul “Analisis hukum Islam dan Undangundang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap
Praktik Jual beli Barang Kadaluwarsa yang Tidak Dapat Dikembalikan di
Toko Hidayah Surabaya”, diharapkan dapat memberikan manfaat serta dapat
dipergunakan untuk:
1. Secara teoritik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu syariah pada umumnya, dan

14

khususnya jurusan muamalah serta menjadi rujukan penelitian berikutnya
terhadap “barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan”.
2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi Toko Hidayah khususnya yang menjadi obyek penelitian, dalam
melayani konsumen dan memperhatikan hak-hak pembeli.

G. Definisi Operasional
Dalam rangka untuk menghindari kesalahpahaman persepsi terhadap
judul ini, maka penulis merasa penting untuk menjabarkan tentang maksud
dari istilah-istilah yang berkenaan dengan judul di atas, dengan kata-kata
kunci sebagai berikut:
1. Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan
sunnah rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam, berdasarkan AlQur’an, Hadis dan pendapat para Ulama fiqih mengenai praktik jual beli
dan hak khiya>r. Hukum Islam dalam kasus ini membahas mengenai jual
beli dan khiya>r.
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
mewujudkan

keseimbangan

perlindungan

konsumen,

perlindungan

kepentingan konsumen dan pelaku usaha agar tercipta perekonomian yang
sehat. Lebih tepatnya dalam kasus ini terdapat pada hak dan kewajiban
konsumen yang belum terpenuhi.

15

3. Toko Hidayah adalah toko yang menjual sembako dan ATK sebagian,
beralamatkan di Jl. Jemur Ngawinan gang 5 No 14 Surabaya, Jawa Timur
60237.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research)
yaitu penelitian yang datanya di gali melalui pengamatan-pengamatan dan
sumber data di lapangan dan bukan berasal dari sumber-sumber
kepustakaan,14 Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah penelitian
kualitatif, karena kualitatif memuat tetang prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa tulisan atau perkataan dari orang-orang
atau pelaku yang diamati.
Agar penulis skripsi dapat tersusun dengan benar, penulis
memandang perlu menggunakan metode penulisan skripsi sebagai berikut:
1. Data yang dikumpulkan
Data merupakan kumpulan dari keterangan atau informasi yang
benar dan nyata yang diperoleh baik dari sumber primer, maupun
sekunder.15Data adalah bahan keterangan tentang suatu obyek uraianuraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Data yang peneliti kumpulkan
diantaranya, yaitu data kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka,
jenis data yang akan dicari adalah segala kata dan tindakan yang relevan

14

Syarifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 19.
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Press), 211.

15

16

dengan masalah yang akan diteliti16 yakni mengenai mekanisme “praktik
jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan”.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer
dan sumber data sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh
secara langsung yakni di Toko Hidayah Surabaya meliputi:
1) Pemilik Toko Hidayah Surabaya.
2) Konsumen atau pelanggan Toko Hidayah Surabaya tersebut.
b. Sumber data sekunder
Sumber data ini diambil dari dokumen dan bahan pustaka
(literature buku) yang ada hubungannya dengan penelitian ini antara
lain:
1) Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Mamalat.
2) Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat ( Hukum Perdata
Islam).

3) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah.
4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
5) Al-Muslih, et al., Fikih Ekonomi Islam.
6) Abdul basith junaidy, asas hukum ekonomi dan bisnis islam.
16

Burhan Burgin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif & Kualitatif
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 123.

17

7) Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen.
8) Eli Wuria Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen.

3. Teknik pengumpulan data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa teknik
antara lain:
a. Observasi
Observasi data dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
pada subyek penelitian atau fenomena-fenomena yang terjadi.17
Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan secara langsung yang
bertujuan untuk memperoleh data mengenai praktik jual beli di Toko
Hidayah Surabaya.
b. Wawancara
Wawancara (Interview) adalah usaha untuk mengumpulkan
informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan.
Ciri utama wawancara adalah terjadinya kontak langsung dan bertatap
muka antara pencari informasi dengan sumber informasi, sedangkan
jenis pedoman interview yang akan digunakan oleh penulis adalah
jenis pedoman interview tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara
yang hanya memuat garis-garis besar pertanyaan yang akan
diajukan.18 Wawancara ini akan penulis lakukan terhadap pengelola
dan konsumen Toko Hidayah Surabaya.

17

Syarifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 19.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Penelitian Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
1992), 231.
18

18

c. Identitas Responden
Responden dalam penelitian ini adalah konsumen atau
pelanggan pada Toko Hidayah Surabaya. Berdasarkan data dari
responden yang melakukan aktivitas jual beli barang kadaluwarsa di
Toko Hidayah melalui metode pengumpulan data dengan kuesioner
diperoleh kondisi responden tentang jenis kelamin, usia, dan pekerjaan
yaitu:
Nama

Jenis Kelamin

Usia

Pekerjaan

Ibu Dori

Perempuan

54 Tahun

Wiraswasta

Ibu Kiki

Perempuan

37 Tahun

Pegawai

Ibu Natus

Perempuan

50 Tahun

Wiraswasta

Ibu Kevin

Perempuan

43 Tahun

Pegawai

4. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses dalam memperoleh
data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau
rumus-rumus tertentu. Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah mengubah data melalui metode:
a. Organizing, yaitu suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.19
b. Editing, yaitu kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta
menghilangkan keraguan akan kebenaran/ketepatan data tersebut.20

19

Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66.

19

5. Teknik Analisis Data
Setelah tahapan pengolahan data, langkah selanjutnya yaitu
menganalisa data. Penelitian ini dianalisa dengan menggunakan teknik

deskriptif kualitatif, yakni menggambarkan kondisi, situasi atau
fenomena yang tertuang dalam data yang diperoleh tentang faktor dan
mekanisme jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan
di toko Hidayah Surabaya dan dianalisis dengan perspektif hukum Islam.
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan pola pikir
Deduktif, yaitu menganalisis data dari umum ke khusus tentang praktik
jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di toko
Hidayah surabaya yang telah dianalisis dengan Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam.

I. Karakteristik Objek Penelitian
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar bagi penulis memilih kasus
praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di Toko
Hidayah Surabaya. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbincangan antar warga mengenai praktik jual beli barang
kadaluwarsa di Toko Hidayah Surabaya yang tidak dapat dikembalikan
2. Adanya alasan penjual yang menarik ketika sistem di tanyakan, yaitu
ketika jual beli tersebut terjadi di Toko Hidayah maka barang tidak dapat

20

Ibid. 97.

20

dikembalikan, namun ketika pemesanan barang melalui telepon maka
barang dapat dikembalikan.
3. Para konsumen merasa dirugikan namun tidak bisa melakukan apapun
dikarenakan nota sudah dikeluarkan.

J. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka mempermudah pembahasan skripsi ini, maka penulis
membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab Pertama, dalam bab ini berisi pendahuluan yang memaparkan
tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua berisi tentang teori jual beli dan teori khiya>r dan
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap
praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di toko
hidayah Surabaya.
Bab ketiga, membahas tentang hasil penelitian yang berisi
gambaran umum dan dekripsi tentang toko hidayah dan menjelaskan
mengenai kasus yang terjadi toko hidayah tersebut.
Bab keempat, Bab ini membahas analisis hukum Islam terhadap
praktik jual beli barang kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan pada
transaksi jual beli di toko Hidayah, dan analisis Undang-Undang No. 8 Tahun

21

1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap praktik jual beli barang
kadaluwarsa yang tidak dapat dikembalikan di toko Hidayah Surabaya.
Bab kelima yang merupakan bagian akhir dari skripsi ini yang
didalamnya berisi tentang kesimpulan dan analisis permasalahan yang
diangkat dalam skripsi serta saran yang dapat membangun.

BAB II
TEORI JUAL BELI DAN KHIYA>R MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
A. Jual Beli Dalam Islam
1. Pengertian jual beli dalam Islam
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bay، yang berarti
menjual, menganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal

al-bay، dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk lawannya, yakni
kata asy-syira’ (beli). Dengan demikian, kata al-bay، berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli.1 Secara etimologi jual beli diartikan:

Tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.2

ُ‫م َقابَلَة َش ْي ٍءبِ َش ْي ٍء‬

Menurut Imam Nawawi dalam kitab Ma>jmu’ mengatakan bahwa
jual beli adalah tukar-menukar barang dengan maksud memberi
kepemilikan.

Menurut

Ibnu

Qudamah

dalam

kitab

al-Mugni

mendefinisikan jual beli dengan tukar-menukar barang dengan barang
yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak milik.3
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang
dikemukakan para ulama mazhab yaitu sebagai berikut:
a. Hanafiah memberikan definisi jual beli sebagai berikut.

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111.
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2010), 173.
3
Wahbah al-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.
1

2

22

23

Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta menurut cara yang
khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.
b. Malikiyah memberikan definisi jual beli sebagai berikut.
Jual beli adalah akad mu’a>wadhah (timbal balik) atas selain manfaat
dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.”
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jual beli
adalah akad mu’a>wadhah, yaitu akad yang dilakukan oleh dua pihak,
pembeli dan penjual.
c. Syafi’iyah memberikan definisi jual beli sebagai berikut.
Jual beli menurut syara’ adalah suatu akad yang mengandung tukar
menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti
untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu
selamanya.
d. Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai berikut:
Jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta dengan harta,
atau tukar-menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah
untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab
tersebut dapat diambil intisari bahwa:
1) Jual beli adalah akad mu’a>wadhah, yakni akad yang dilakukan oleh
dua pihak, di mana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak
kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.
2) Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan bahwa objek jual beli bukan
hanya barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat tukarmenukar berlaku selamanya, bukan untuk sementara. Dengan
demikian, ija>rah (sewa-menyewa) tidak termasuk jual beli karena

24

manfaat yang digunakan, yaitu selama waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian. Demikian pula ijaqidain (penjual dan pembeli).
b. Ada s}ig> hat (lafal ijab dan kabul).
c. Ada barang yang dibeli.
d. Ada nilai tukar pengganti barang.
Dalam jual beli terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi
sah tidaknya akad tersebut Adalah syarat yang diperuntukkan bagi dua
7

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah …, 114-115.

27

orang yang melaksanakan akad dan syarat yang diperuntukkan untuk
barang yang akan dibeli. Jika salah satu darinya tidak ada, maka akad jual
beli tersebut dianggap tidak sah.8
a. Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli terdapat
beberapa syarat:
1) Saling ridha.9
Jual beli dianggap tidak sah hukumnya, jika salah satu
dari penjual atau pembelinya merasa terpaksa yang bukan dalam
hal benar. Sebab Allah Swt telah berfirman dalam QS. An-Nisaa
ayat 29 yang berbunyi:
ُُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 
ُُُُُُُُُ ُُُُُُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu[287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

2) Orang yang melakukan akad jual beli harus berakal.10
Disyaratkan pula orang yang melakukan akad jual beli
harus berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil
yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.11 Akan
tetapi, Hanafiah tidak mensyaratkan orang yang melakukan akad

8Saleh
9Ibid.

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat …, 187.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah …, 115.

10
11

Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 366.

28

jual beli harus baligh, dengan demikian, akad yang dilakukan oleh
anak yang mumayyiz (mulai umur tujuh tahun), hukumnya sah.
3) Orang yang melakukan akad harus berbilang (tidak sendirian).
Akad yang dilakukan oleh satu orang yang mewakili dua
pihak hukumnya tidak sah, kecuali apabila dilakukan oleh ayah
yang membeli barang anaknya yang masih dibawah umur dengan
harga pasaran. Hal ini oleh karena dalam jual beli terdapat dua hak
yang berlawanan, yaitu menerima dan menyerahkan. Dan
merupakan hal yang mustahil, pada saat yang sama satu orang
bertindak sebagai penjual yang menyerahkan barang dan sekaligus
menjadi pembeli yang menerima barang.12
b. Syarat yang terkait dengan ijab kabul.
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari
jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah
pihak dapat dilihat dari ijab dan kabul yang dilangsungkan. Menurut
mereka, ijab dan kabul perlu diungkapkan secara jelas dalam
transaksi-transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti
akad jual beli, akad sewa menyewa, dan akad nikah.13
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan Kabul
itu adalah sebagai berikut:
1) Orang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat…, 188.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah …, 116.

12
13

29

2) Kabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: saya
jual buku ini seharga Rp. 15.000,- . Lalu pembeli menjawab:
saya beli dengan harga Rp. 15.000,- . Apabila antara ijab dengan
Kabul tidak sesuai, maka jual beli tidak sah.
3) Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya, kedua
belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan
topik yang sama dalam satu waktu. Namun, ulama Hanafiyah dan
Malikiyah mengatakan bahwa antara ijab dan kabul boleh saja
diantarai oleh waktu, yang diperkirakan bahwa pihak pembeli
sempat untuk berfikir, Sedangkan ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa jarak antara ijab dan kabul tidak
terlalu lama.
c. Adapun barang atau obyek yang diperjualbelikan juga disyaratkan
memiliki beberapa kriteria:
1) Barang itu harus barang yang halal, tidak sah menjualbelikan
barang najis atau barang haram seperti darah, bangkai d

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 53 70

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN MUSLIM ATAS JUAL BELI HEWAN KURBAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN BARANG DAN JASA YANG TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIJANJIKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG-BARANG YANG HILANG DI KAMAR HOTEL DI KAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MEKANISME TRANSAKSI JUAL BELI MINUMAN KEMASAN DALAM MESIN OTOMATIS DI UNTAG 1945 SURABAYA.

5 386 94

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JUAL BELI MP3 BERKEMASAN SEGEL DI TOKO HIKMAH CELL DARMO SATELIT SURABAYA.

0 0 73

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL BELI PESANAN DI DTC WONOKROMO SURABAYA.

0 0 88

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK UMKM TANPA SERTIFIKAT HALAL MUI DI SURABAYA.

0 2 87

Undang Undang No. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 1 45

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI ONLINE DAN RELEVANSINYA TERHADAP UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 18 165