HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KONTROL DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF PADA PEGAWAI KANTOR LAYANAN PAJAK DI JAWA TIMUR.
HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KONTROL DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF
PADA KANTOR LAYANAN PAJAK DI JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Program Studi Psikologi
Shalihatun Nita Sari Syahid Dluha B07211026
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KONTROL DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF
PADA KANTOR LAYANAN PAJAK DI JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Program Studi Psikologi
Oleh :
Shalihatun Nita Sari Syahid Dluha Nim. B07211026
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(3)
(4)
(5)
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between
job stress and self-control to work behaviors are
counterproductive to the office employee tax services in East Java, the relationship between job stress with a tendency to work behaviors are counterproductive to the office employee tax services in East Java, the relationship between self-control on the trend of behavior counterproductive work on employee tax services office in East Java. The hypothesis is no relationship between job stress and self-control to work behaviors are counterproductive to the office employee tax services in East Java, the relationship between job stress on the trend of workplace behavior is counterproductive to the office employee tax services in East Java, the relationship of self-control on the trend of workplace behavior counterproductive to the employees of the tax service offices in East Java.
The method used is quantitative research methods to research the type of correlation (relationship). The sampling method which uses a sample of the population, ie all of the population of 47 people. Techniques for data analysis used in this research is the analysis of Multiple Linear Regression Analysis Test with SPSS version 16.0.
The test results with statistical analysis of Multiple Linear Regression Analysis Test that there was a significant positive relationship between job stress and self-control to counterproductive work behaviors with regression value of 0.000, job stress significance value of 0.002 <0.05 and value of self-control significance of 0.033 < 0:05, of all states that Ha is accepted. The conclusion of this research that there is a significant positive relationship between job stress with self-control to counterproductive work behaviors on employee tax services office in East Java.
Keywords: job stress, self-control, and counterproductive work behavior
(6)
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAK ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Keaslian Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 14
1. Pengertian Perilaku Kerja Kontraproduktif... 14
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 15
3. Faktor–Faktor Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 17
B. Stres Kerja ... 22
1. Pengertian Stres Kerja ... 22
2. Aspek-Aspek Stres Kerja ... 23
3. Faktor-Faktorr Stres Kerja ... 26
C. Kontol Diri ... 28
1. Pengertian Kontrol Diri ... 28
2. Aspek-Aspek Kontrol Diri ... 29
3. Faktor-Faktor Kontrol Diri ... 30
4. Tehnik Kontrol Diri... 33
5. Tipe Kontrol Diri...35
D. Hubungan Antar Variabel Stres Kerja dan Kontrol Diri dengan Perilaku Kerja Kontraproduktif ...36
E. Kerangka Teoritik ... 39
(7)
ix
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
A. Variabel dan Definisi Operasional ... 41
1. Identifikasi Variabel ... 41
2. Definisi Operasional ... 41
B. Populasi ... 42
C. Teknik Pengumpulan Data ... 43
D. Uji Validitas & Reliabilitas ... 48
1. Validitas ... 48
2. Reliabilitas ... 56
E. Analisis Data ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Hasil Penelitian ... 60
1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 60
2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62
B. Pengujian Hipotesis ... 64
C. Pembahasan ... 68
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 76
(8)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Penghitungan Skor Skala Likert ... 44
Tabel 2 : Blue Print Pengukuran Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 45
Tabel 3 : Blue Print Skala Stres Kerja ... 46
Tabel 4 : Blue Print Pengukuran Kontrol Diri ... 47
Tabel 5 : Rangkuman Hasil Uji Validitas... 49
Tabel 6 : Blue Print Perilaku Kerja Kontraproduktif... 50
Tabel 7 : Blue Print Stres Kerja... 51
Tabel 8 : Blue Print Kontrol Diri... 52
Tabel 9 : Aitem Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif Daya Diskriminasi Tinggi ... ..53
Tabel 10 : Aitem Skala Kontrol Diri Daya Diskriminasi Tinggi ... ..54
Tabel 11 : Aitem Skala Stres Kerja Daya Diskriminasi Tinggi ... ..55
Tabel 12 : Uji Reliabilitas ... ..56
Tabel 13 : Uji Normalitas ... ..58
Tabel 14 : Linieritas ... ..59
Tabel 15 : Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
Tabel 16 : Subjek Berdasarkan Usia ... 63
Tabel 17 : Subjek Berdasarkan Lama Bekerja ... 64
(9)
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Hubungan antara Stres Kerja, Kontrol Diri, dan Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 38
(10)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Instrumen Penelitian ... 79
Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban ... 93
Lampiran 3 : Tabulasi Skoring Jawaban ... 96
Lampiran 4 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Perilaku Kerja Kontraproduktif ... 99
Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kontrol Diri ... 102
Lampiran 6 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Stres Kerja ... 105
Lampiran 7 : Tabulasi Jawaban Aitem Valid ... 107
Lampiran 8 : Tabulasi Skoring Jawaban Aitem Valid ... 109
Lampiran 9 : Hasil Uji Normalitas Perilaku Kerja Kontraproduktif, Stres kerja dan kontrol diri ... 110
Lampiran 10 : Hasil Analisis Sumbangan Efektif ... 113
Lampiran 11 : Hasil Analisis Regresi Ganda ... 115
Lampiran 12 : Berita Acara Ujian ... 116
(11)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika diamati perilaku kerja kontraproduktif yang banyak terjadi dalam banyak bidang, ini tidak terlepas pada adanya keinginan untuk mengambil hak orang lain dan mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok lalu menjadi pembenaran bahwa perilaku kerja kontraproduktif merupakan hal biasa yang boleh dilakukan (rationalization), dan adanya kesempatan untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif.
Secket dan DeVore (dalam Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku kerja kontraproduktif (Counterproductive work behavior) mencakup segala bentuk perilaku yang dilakukan dengan sengaja oleh anggota organisasi yang bertentangan dengan tujuan organisasi tersebut.
Adapun faktor-faktornya meliputi faktor pribadi dan faktor sumber daya manusia. Faktor pribadi meliputi sifat kepribadian dan kontrol diri. Sedangkan pada sumber daya manusia yakni struktur intensif, evaluasi kerja berdasar hasil, dan menggunakan perspektif pengawas untuk evaluasi kinerja.
Menurut Onyishi & Onunkwo (2013) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stres kerja adalah faktor yang singnifikan dari perilaku kerja kontraproduktif. Sedangkan penelitian yang dilakukan Yan dkk hasil penelitian menunjukkan bahwa Workplace Ostracism (WOS) dan berpengaruh signifikan dengan kontrol diri sebagai variabel mediator. Sedangkan penelitian yang
(12)
2
dilakukan oleh Guerrero hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pengendalian diri bagi pekerja kesehatan mental berpengaruh terhadap pekerjaan yang kurang produktif.
Keterlibatan dalam perilaku kerja kontraproduktif juga dapat mempengaruhi sumber daya manusia dalam organisasi, dimana telah disebutkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif dapat menyebabkan perasaan tidak puas dan stres, dan akhirnya mungkin mengarah pada niat untuk meninggalkan organisasi. Stres sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001:108).
Stres kerja merupakan fenomena psikofisik yang bersifat manusiawi, dalam arti bahwa stres kerja bersifat inheren dalam diri setiap karyawan dalam menghadapi pekerjaannya sehari-hari. Stres kerja dapat dialami oleh karyawan, tanpa mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi (Yusuf, 2004:93).
Adapun fenomena yang terjadi pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sidoarjo yang dipecat memperlihatkan tren meningkat. Sepanjang 2014 ada sepuluh pegawai yang diputus karir PNS-nya. Bahkan, enam orang di antaranya diberhentikan secara tidak hormat karena melanggar hukum. (Sumber Tribbunnews.com diakses 15 Mei 2015)
Contoh kasus lain sejumlah perempuan yang berpakaian seragam pegawai negeri sipil, terlihat memasuki Makassar Town Square (M’Tos) Jalan Perintis
(13)
3
Kemerdekaan, Makassar, razia dari badan kepegawaian daerah (BKD) baik dari Pemerintah Provinsi Sulsel maupun Pemerintah Kota Makassar, menyebabkan banyak PNS yang abai pada tanggung jawab yang dibebankan, termasuk soal kedisplinan yakni dengan berbelanja di mal di jam kerja. (Sumber Fajar.co.id diakses pada 7 Mei 2015)
Selanjutnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan pembobolan PT BPR Delta Artha Sidoarjo Pusat. Dalam perkara tersebut yang merugikan negara hingga Rp 12 miliar. Modus pembobolan bank tersebut yakni, dengan memanfaatkan surat keputusan (SK) PNS. SK diganti nama sesuai dengan identitas peminjam yang direkayasa Tindakan semacam itu berlangsung sejak 2007 (sumber JawaPos.com diakses: pada tanggal 7 Mei 2015)
Penangkapan seorang pegawai pajak. Pegawai Tommy Hendratno tersebut diduga menerima suap dari salah seorang Wajib Pajak. Penangkapan Tommy dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yang mengejutkan publik ternyatamerupakan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak, sebagai Kasi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Jatim. Selain itu, menangkap pegawai PT Bhakti Investama James Gu-narjo . Ada uang Rp 280 juta yang ditemukan dalam penangkapan itu, ditengarai digunakan melancarkan pengurusan salah satu wajib pajak senilai Rp 3,4 miliar. (Sumber suaramerdeka.com diakses pada tanggal 7 Mei 2015)
Adapula kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang staf Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Madiun yang bertugas di Bagian Sekretariat KPU Kabupaten
(14)
4
Madiun, Sofyan menjadi otak pencurian kotak suara bekas Pilpres 2009 yang disimpan di gudang KPU Kabupaten Madiun di JL Suhud Nosingo Nomor 6 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Polisi juga menetapkan Rudy Candra pengepul barang rongsokan yang berada di JL. Bali, Kelurahan/Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun sebagai tersangka dalam perkara ini. (Sumber Surya.com diakses pada tanggal 7 Mei 2015)
Maraknya berita tentang penyimpangan di dalam perusahaan atau pemerintahan di media masa seharusnya makin membuat sadar bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat ini sorotan utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau pejabat tinggi suatu instansi, penyimpangan perilaku tersebut juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi. Kasus Gayus Tambunan melengkapi betapa masalah penyimpangan khususnya korupsi sudah menjadi kejadian sehari-hari bahkan makin mengarah pada kejadian yang tidak lagi perlu dipersoalkan.
Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan dari mulai tingkat absensi yang rendah, tindak korupsi, pemalsuan data pencurian property dikantor dan penyalahgunaan jabatan merupakan contoh dari keterlibatan PNS dengan perilaku kerja kontraprodiktif di lingkungan kerja.
Kantor Pelayanan Pajak di Jawa Timur ini dibentuk pada tanggal 27 November 2007 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Pegawai pada kantor layanan pajak ini mayoritas merupakan pegawai negeri dimana pegawai negeri sendiri merupakan sebutan
(15)
5
bagi pelaksana dari tugas mengenai urusan pemerintahan. Pegawai Negeri adalah pegawai yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan disertai tugas suatu jabatan negeri dan digaji berdasarkan peraturan perundang –undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 dan Undang- Undang Nomor 43 Thaun 1999 tentang pokok –pokok kepegawaian dinyatakan bahwa pegawai negeri terdiri dari Pagawai Ngeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Indonesia (POLRI). Sesuai dengan PP Nomor 53 tentang disiplin kerja PNS yang isinya yakni menuntut kesanggupan bagi setiap pewagai negeri sipil untuk dapat berperilaku disiplin dalam segela hal yang menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut seharusnya PNS melaksanakan perintah undang-undang dengan bersikap disiplin dan bekerja dengan rajin. Hal ini agar dapat mencapai hasil yang optimal bagi masyarakat, pemerintah serta pembangunan untuk bangasa dan negara. Namun melihat fenomena yang terjadi pada PNS tentang banyaknya perilaku kerja Kontraproduktif perlu adanya solusi. Kerana seharusnya PNS mampu menjadi contoh bagi masyarakat.
Perilaku kerja kontraproduktif mempengaruhi tidak hanya organisasi secara keseluruhan karena implikasi keuangan, tetapi juga dapat mempengaruhi stakeholder organisasi (misalnya karyawan lainnya, pelanggan, pemasok dll).
Perilaku kerja kontraproduktif merupakan suatu masalah yang serius dan juga mahal bagi organisasi dan anggota organisasi (Fox, Spector, Bauer, 2010). Perilaku tersebut didefiinisikan sebagai "disfungsional", karena hampir
(16)
6
selalu melanggar norma-norma utama dalam organisasi dan melakukan perbuatan yang tidak relevan dengan tujuan mereka, menyalahi prosedur dan menurunkan produktivitas dan profitabilitas. Namun sayangnya, setiap karyawan dengan profesi apapun memiliki potensi untuk terlibat dengan perilaku kerja kontraproduktif.
Hal ini diperkuat oleh Harper (dalam Hafidz, 2012) yang menyebutkan bahwa 33% hingga 75% karyawan terlibat dalam perilaku kerja kontraproduktif, seperti ketidakhadiran dengan sengaja dan sukarela, pencurian, penipuan, sabotase, dan vandalisme. Perilaku kerja kontraproduktif juga dilaporkan tengah melonjak tak terkendali dari tahun ke tahun Mardanov, Heischmidt & Henson (dalam Nurfianti & Handoyo,2013)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada kantor pelayanan pajak memliki pelayanan yang cukup baik. Berbicara tentang pelayanan yang di berikan oleh kantor pelayanan pajak pratama Sidoarjo Barat ini sangat erat kaitannya dengan pegawai pajak yang merupakan unsur terpenting dimana pegawai pajak merupakan golongan pegawai negri sipil (PNS). Pegawai pajak juga memiliki tanggung jawab serta beban kerja berat untuk dapat memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Mengingat pentingnya pegawai pajak dalam memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat, ini dilakuakan demi mencapai tujuan dalam organisasi di kantor pelayan pajak pratama Sidoarjo Barat. Untuk memenuhi tercapainya tujuan dalam organisasi haruslah diperlukan banyak faktor untuk mendukungnya salah satunya yakni kinerja pegawai itu sendiri. Tetapi pada hasil yang di peroleh dari observasi juga
(17)
7
wawancara menyatakan masih banyak permasalahan yang dialami oleh pegawai dalam kinerjanya. Terlihat pegawai yang memiliki perilaku kerja kontraproduktif yakni kurang disiplin yakni dengan datang terlambat, kemudian mengobrol dengan sesama pegawai di tempat parkir, padahal waktu istirahat sudah berakhir. Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka timbul pernyataan: “Apakah ada hubungan antara stres kerja dengan kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif. Guna menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kontrol Diri Terhadap
Kecenderungan Perilaku Kerja Kontrproduktif Pada Pegawai Kantor
Layanan Pajak di Jawa Timur”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara stres kerja dengan kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur?
2. Apakah terdapat hubungan antara stres kerja terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur ?
(18)
8
3. Apakah terdapat hubungan antara kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara antara stres kerja dengan kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
2. Untuk mengetahui hubungan antara stres kerja terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
3. Untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
D. Manfaat Teoritis
1. Manfaat Keilmuan
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan masukan atau sumbangan konseptual bagi civitas akademika dan dapat menjadi referensi mengenai stres kerja terhadap kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif. Selain itu juga penulis mengharapkan penelitian ini apat digunakan sebagai dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
(19)
9
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti
Manfaat dari penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah pemahan mengenai hubungan stres kerja dengan kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur.
b. Bagi Pegawai
Pegawai dapat memperoleh informasi mengenai perilaku kerja kontraproduktif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja sehingga dapat menghindari perilaku tersebut, agar para pegawai saling mengingatkan rekan kerja untuk menghindari perilaku kerja kontraproduktif
c. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan manajemen pada pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur untuk memberikan pemahaman tentang perlunya kontrol diri sebagai sarana untuk mencegah terjadinya perilaku kerja kontraproduktif.
E. Keaslian Penelitian
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset terdahulu mengenai variabel stres kerja, variabel kontrol diri dan perilaku kerja kontraproduktif untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Diantaranya yaitu :
(20)
10
Penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2013) tentang Perilaku Kerja Kontraproduktif ditinjau dari Big Five Personality. Adapun sempel penelitian sebanyak 74 orang dipilih dengan menggunakan tehnik cluster rondom sampling,tehnik analisis menggunakan tehnik analisis product momen prearson. Dari hasil penelitian yang dikaji terhadap variabel menunjukkan bahwa kepribadian big five personality trait conscientiosness, openess to experince dan agreebleness memilki korelasi negatif terhadap kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif.
Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Maiyer dan Spector (2013) tentang stres kerja dengan perilaku kerja kontraproduktif. Sempel penelitian sebanyak 663 subjek, denga studi longitudinal selama 8 bulan. Dari hasil penelitian yang dikaji terhadap variabel menunjukkan bahwa efek timbal-balik dari stres kerja berpengaruh terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Tidak jauh berbeda penelitian yang dilakukan oleh Onyishi dan Onukwo (2013) tentang stres kerja dengan perilaku kerja kontraproduktif. Dari hasil penelitian yang dikaji terhadap variabel menunjukkan bahwa stres kerja adalah faktor yang singnifikan dari perilaku kerja kontraproduktif.
Dilanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Guerrero (2013) tentang kontrol diri dengan perilaku kerja kontraproduktif. Dari hasil penelitian yang dikaji terhadap kedua variabel menunjukkan bahwa kurangnya pengendalian diri bagi pekerja kesehatan mental berpengaruh terhadap pekerjaan yang kurang produktif.
(21)
11
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Yan, Zhou, Long, dan Ji, (2013) tentang Workplace Ostracism on Cournterproductive Work Behavior. Dari hasil penelitian yang dikaji terhadap variabel menunjukkan bahwa Workplace Ostracism (WOS) dan Counterproductive Work Behavior (CWB) berpengaruh signifikan dengan kontrol diri sebagai variabel mediator.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kususmadewi, Dian, Widyasari, dan Susilawati (2014) tentang keamanan kerja dan perilaku kerja kotraprodukktif. Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan menggunakan metode survei dan analisis data korelasi Product Moment Pearson dengan jumlah sampel sebanyak 64 pegawaiDari hasil penelitian yang dikaji terhadap variabel menunjukkan kemanan kerja (X) berhubungan dengan perialku kerja kontraprouktif (Y) pada pegawai yang berstatus PNS pada dinas X dan Y di kota Z, dengan menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) =0,482 dengan tingkat singnifikasi antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontrproduktif. Sumbangan efektif kemanan kerja terhadap perilaku kerja kontraproduktif PNS dinas Kota Z sebesar 23,3% sementara 76,8% dijelaskan faktor lain.
Pada penelitian yang dilakukan Fauzi (2013) dengan judul pengaruh stres kerja dan konflik kerja terhadap semangat kerja karyawan di PT. Karya mandiri Environment. Dari hasil penelitian yang dilakukan hasil penelitian dengan jumlah karyawan sebanyak 25 orang maka diperoleh adanya pengaruh positif dan signifikan stres kerja dan
(22)
12
konflik kerja terhadap semangat kerja karyawan di PT. Karya Mandiri Environment. Analisis pengolahan data yang digunakan yaitu regresi linier berganda, korelasi berganda dan analisis koefisien determinasi. Hasil anlisis regresi berganda di peroleh adanya korelasi antara stres dan konflik kerja dengan semangat kerja karyawan. Hasil dari korelasi berganda diperoleh korelasi yang kuat. Dan hasil dari koefisien determinasi didapat pengaruh berkontribusi signifikan dari stres kerja dan konflik kerja terhadap semangat kerja karyawan di PT. Karya Mandiri Environment.
Serta penelitian yang dilakukan oleh Nurfianti dan Handoyo (2013) keadilan distributif dengan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian ini dilakukan di Nissan Basuki Rahmat dan Nissan HR Muhammad dengan sales sebagai subjek penelitian. Jumlah yang digunakan sebagai subjek penelitian sebanyak 43 sales, yang merupakan jumlah kesuluruhan sales dengan rincian 33 sales Nissan Basuki Rahmat dan 10 sales Nissan HR Muhammad. Alat pengumpul data untuk keadilan distributif diadaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Colquitt, terdiri dari 4 item. Alat pengumpul data untuk perilaku kerja kontraproduktif berupa kuesioner CWB yang diadaptasi dari penelitian Spector, dkk, terdiri dari 45 item. Sedangkan alat pengumpul data untuk LMX berupa kuesioner LMX 7 yang diadaptasi dari penelitian Graen dan Uhl-Bien yang terdiri dari 7 item. Dari hasil penelitian yang dikaji terhadap variabel menunjukkan korelasi negatif antara keadilan distribusi dengan perilaku
(23)
13
kerja kontraproduktif sales Nissan Basuki Rahmat dan Nissan HR Muhammad jika LMX dikontrol.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu lebih banyak fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja kontraproduktif. Maka penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Adapun perbedaan yang peneliti dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu adalah dapat dilihat dari subjek dalam penelitian dimana subjek pada penelitian ini berjumlah 47. Subjek penelitian adalah pegawai pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur. Adapun variabel yang digunakan oleh penulis yakni stres kerja, kontrol diri, dan perilaku kerja kontraproduktif. Selain itu pada penelitian ini ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara stres kerja dengan kontrol diri terhadap perilaku kerja kontrparoduktif. Penelitian ini untuk menguji hipotesisi menggunakan analisis regresi linier ganda
(24)
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behavior)
1. Pengertian Perilaku Kerja Kontraproduktif
Secket dan DeVore (dalam Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku kerja kontraproduktif (Counterproductive work behavior) mencakup segala bentuk perilaku yang dilakukan dengan sengaja oleh anggota organisasi yang bertentangan dengan tujuan organisasi tersebut.
Menurut Chand,Piar & Chand, Kuman (2014) Perilaku Kerja kontraproduktif dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan yang disengaja atau tidak disengaja pada bagian dari individu yang dapat menghambat kinerja diri, orang lain atau organisasi. Perilaku Kerja kontraproduktif mungkin juga dipahami sebagai perilaku yang dapat membahayakan atau dimaksudkan untuk menyakiti diri sendiri, orang-orang dan sumber daya organisasi
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja kontraprodiktif adalah perilaku yang dilakuakan oleh individu baik secara sengaja ataupun tidak ssengaja yang dapat bertentangan serta menghambat organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
(25)
15
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif
Robinson dan Bannet (dalam Greenberg & Baron, 2003) menyatakan adanya empat dimensi dari perilaku kerja kontraproduktif yaitu :
a) Penyimpangan Properti
Penyimpangan properti adalah penyalahgunaan barang atau properti milik organisasi untuk kepentingan pribadi. Perilaku termasuk dalam dimensi ini adalah mencuri atau mengambil barang tanpa izin, milik organisasi dan merusak barang milik organsasi. Secket dan DeVore (dalam Anderson, 2005) menambahakan bahwa menggunakan barang atau properti milik organisasi untuk kepentingan pribadi juga termasuk dalam kategori penyimpangan properti.
b) Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Penyimpangan produksi adalah perilaku yang melanggar norma-norma organisasi yang telah ditentukan oleh organisasi yang harus diselesaikan sebagai tanggung jawab dari individu. Perilaku yang termasuk kategori ini yaitu mengurangi jam kerja, Sacket dan DeVore (dalam Anderson, 2005) menambahkan bahwa yang termasuk dalam penyimpangan produksi yaitu pulang lebih awal dan memanfaatkan fasilitas email atau internet organisasi untuk kepentingan pribadi (cyberloafing), perilaku yang membahayakan organisasi seperti gagal atau tidak ikut
(26)
16
prosedur kerja yang benar dan gagal atau tidak mempelajari prosedur kerja yang benar, kualitas kerja rendah, seperti lamban dalam bekerja atau menyelesaikan tugas secara sengaja. c) Penyimpangan Politik (Political Deviance)
Robinson dan Bennet (dalam Greenberg & Baron, 2003) menguraikan bahwa yang termasuk dalam kategori penyimpangan politik anatara lain memperlihatkan kesukaan terhadap pegawai ataua anggota tertetetu dalam organisasi secara tidak adil, dalam tingkat dan memperlihatkan ketidaksopanan. Menurut Sacket dan DeVore (dalam Anderson, 2005) mengambil keputusan berdasarkan pilih kasih antar para karyawan dan bukan berdasarkan kinerja, menyalahkan atau menuduh karyawan lain atas kesalahan yang tidak diperbuat dan sering menyebar gosip juga termasuk dalam kategori penyimpangan politik.
d) Agresi Individu (Personal Aggression)
Robbin dan Bennet (dalam Greenberg & Baron, 2003) menyebutkan bahwa yang termasuk dalam kategori agresi individu adalah bullying, berperilaku tidak menyenangkan kepada individu atau karyawan lain secara verbal maupun fisik, dan mencuri barang milik individu atau karyawan lain. Bullying merupakan tindakan berulang yang bertujuan menindas, menghina, melecehkan, dan mengganggu individu lain. Seringkali
(27)
17
bullying disebabkan konflik interpersonal yang terjadi dalam grup kerja (dalam Greenberg & Baron, 2003).
3. Faktor Perilaku Kerja Kontraproduktif
Ada banyak faktor yang berbeda yang dapat menyebabkan perilaku kerja kontraproduktif. Ini berkisar dari faktor pribadi dengan sistem yang berada di tempat dalam lingkungan kerja. Dalam bagian ini, faktor personal dan faktor sumber daya manusia yang mempengaruhi kemungkinan seorang karyawan terlibat dalam perilaku kerja kontraproduktif akan dibahas.
a) Faktor pribadi
Pada tingkat pribadi, telah ditemukan bahwa seorang karyawan yang terlibat dalam suatu tindakan kontraproduktif perilaku kerja lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku kontraproduktif lainnya. Pria lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku kontraproduktif seperti pencurian, kekerasan dan penyalahgunaan alkohol dan lebih muda karyawan dua kali lebih mungkin untuk terlibat dalam pencurian dari karyawan yang lebih tua. Ciri-ciri kepribadian tertentu memiliki juga telah ditemukan untuk mempengaruhi kemungkinan karyawan terlibat dalam perilaku kerja kontraproduktif.
(1) Sifat Kepribadian
Ciri-ciri kepribadian utama yang telah diteliti berkaitan dengan perilaku kerja kontraproduktif adalah
(28)
18
kestabilan emosi, ekstroversi, keterbukaan terhadap pengalaman, agreeableness dan conscientiousness.
Kestabilan emosi adalah konsistensi dalam suasana hati, agreeableness mengacu pada keinginan seseorang untuk mendapatkan dengan orang lain, kesadaran terkait dengan impuls kontrol dan termasuk perilaku seperti berpikir sebelum bertindak, extraversion sedang tertarik dan dirangsang oleh orang lain, dan kepercayaan diri untuk mengejar diketahui, dan keterbukaan terhadap pengalaman mengacu pada sejauh mana seorang individu terbuka untuk pengalaman baru. Hal ini masih diperdebatkan yang dari sifat-sifat kepribadian ini memprediksi perilaku yang kontraproduktif namun telah ditemukan bahwa semua lima ciri-ciri yang disebutkan di atas memprediksi kerja kontraproduktif perilaku. Dari jumlah tersebut, prediktor terkuat dari perilaku kontraproduktif telah ditemukan yakni kesadaran.
Karyawan teliti lebih mungkin untuk menjadi lebih produktif dan terlibat dalam perilaku kerja lebih sedikit kontraproduktif dari karyawan kurang teliti karena memiliki lebih kontrol atas perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Ciri-ciri kepribadian lainnya terbukti memiliki hubungan yang tinggi untuk perilaku
(29)
19
kerja kontraproduktif yang agreeableness dan kestabilan emosi. Karyawan yang memiliki tingkat tinggi stabilitas emosional baik, kesadaran atau agreeableness cenderung terlibat dalam perilaku kontraproduktif di tempat kerja daripada mereka yang menunjukkan rendahnya tingkat sifat-sifat ini.
(2) Kontrol Diri
Sebagai lawan bertanya mengapa karyawan terlibat dalam perilaku kontraproduktif, pertanyaan telah bertanya mengapa karyawan tidak terlibat dalam perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku kontraproduktif dapat memiliki manfaat yang jelas dengan konsekuensi yang terdang sangat minim untuk karyawan,
Misalnya: sakit ketika karyawan tidak sakit. Mungkin tidak ada konsekuensi untuk melakukan jadi karyawan dapat terlibat dalam kegiatan lain yang mungkin lebih menarik, dan memiliki hasil langsung. Ditemukan bahwa orang alasan utama tidak terlibat dalam kontraproduktif perilaku di tempat kerja adalah kontrol diri.
Kontrol diri berkaitan dengan pertimbangan konsekuensi masa depan dan telah ditemukan untuk menjadi prediktor utama perilaku kerja kontraproduktif. Karyawan mempertimbangkan manfaat kontraproduktif
(30)
20
dibandingkan dengan takut ketahuan. Kontrol diri adalah lebih mungkin menunjukkan jika konsekuensi tertangkap tinggi. Jika seorang karyawan merasa mereka tidak mungkin untuk diketahui, mereka tiga kali lebih mungkin untuk mencuri dari majikan daripada ketika karyawan merasa bahwa mereka cenderung terjebak.
b) Faktor sumber daya manusia
Faktor Organisasi seperti proses di tempat dalam sumber daya manusia dapat mempengaruhi apakah seseorang terlibat dalam perilaku kerja kontraproduktif. Fungsi sumber daya manusia yang dapat mendorong perilaku kerja kontraproduktif adalah, struktur insentif, evaluasi kinerja hasil berdasarkan, dan melakukan evaluasi karyawan melalui satu sumber. Adapun faktor sumber daya manusia yakni :
(1) Struktur insentif
Insentif terputus dapat mendorong perilaku kontraproduktif. Ini adalah di mana karyawan memiliki target yang mereka butuhkan untuk mencapai untuk mendapatkan insentif mereka. Jika mereka tidak mencapai target mereka yang karyawan tidak akan mendapatkan insentif tidak peduli seberapa dekat atau jauh mereka untuk mencapai target mereka. Ini dapat mendorong perilaku
(31)
21
kontraproduktif sebagai karyawan mungkin mulai melakukan apapun yang diperlukan untuk mencapai target mereka.
Sebagai contoh, jika target adalah target penjualan, seorang karyawan mungkin mulai membuat klaim produk tidak dapat memenuhi, sehingga pelanggan tidak bahagia. Jika insentif adalah proporsi yang tinggi dari karyawan membayar, ini juga akan membuat terlibat dalam perilaku kontraproduktif lebih menarik.
(2) Evaluasi kinerja berdasarkan hasil
Kinerja berdasarkan hasil adalah di mana fokus pada pekerjaan karyawan adalah hasil yang mereka capai. Ketika perhatian ditempatkan pada hasil, umumnya kurang fokus ditempatkan pada bagaimana karyawan pergi tentang mendapatkan hasil ini. Hal ini membuat lebih mudah bagi karyawan untuk mencapai target melalui perilaku kontraproduktif karena mereka cenderung terjebak karena tindakan tidak dipantau.
(3) Hanya menggunakan perspektif pengawas untuk evaluasi kinerja
Jika evaluasi kinerja hanya dilakukan melalui pengawas, ini menciptakan asimetri informasi antara atasan dan bawahan. Asimetri informasi dalam hal ini adalah di mana bawahan memiliki akses ke informasi lebih lanjut
(32)
22
mengenai kinerja mereka dari supervisor. Di beberapa situasi pengawas tidak memiliki pengetahuan teknis atau waktu untuk memantau segala sesuatu bawahan mereka Hal ini dapat mengurangi kemungkinan tertangkap terlibat dalam kegiatan kerja kontraproduktif dan karena itu memungkinkan perilaku seperti untuk pergi tanpa diketahui.
B. Stres Kerja (Job Stress)
1. Pengertian Stres Kerja (Job Stress)
Stres kerja didefinisikan sebagai pengalaman emosional yang terhubung dengan ketegangan, kecemasan dan Ketegangan yang berasal dari pekerjaan atau luar pekerjaan. Cooke & Rousseau (dalam Ahmad, 2013)
Mangkunegara (2004:93) menyatakan stres kerja merupakan perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Filippo (1994:270) mengemukakan bahwa stres kerja adalah hasil rendahnya kesesuaian antara individu dengan karakteristik lingkungannya. Stres kerja terjadi apabila ada ketidaksesuaian antara kebutuhan-kebutuhan kemampuan atau ketrampilan, keinginan dan kepribadian dengan organisasi.
Fincham dan Rhodes (dalam Munandar, 2011:374) mengemukakan bahwa stres kerja yang meliputi gejala-gejala dan
(33)
23
tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, merupakan hasil dari kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah perasaan atau ketegangan emosional, tekanan, ketidaknyamanan, kegelisahan dalam diri individu yang disebabkan dari dalam ataupun luar dirinya
2. Aspek Stres Kerja (Job Stress)
a) Kendala Organisasi: situasi atau hal-hal yang mengganggu kinerja tugas di tempat kerja.
b) Persediaan Kuantitatif Beban Kerja: Jumlah atau kuantitas pekerjaan di pekerjaan, sebagai lawan beban kerja kualitatif yang merupakan kesulitan pekerjaan.
c) Konflik pribadi Inter di tempat kerja: Konflik Interpersonal di tempat kerja telah terbukti menjadi salah satu stres pekerjaan yang paling sering dilaporkan Keenan & Newton. Item bertanya tentang seberapa baik responden bisa bergaul dengan orang lain di tempat kerja, khususnya masuk ke argumen dengan orang lain dan seberapa sering orang lain bertindak jahat ke responden.
(34)
24
d) Gejala Persediaan fisik: Psikologi menilai fisik manusia, yakni dengan gejala kesehatan somatik dianggap oleh peneliti, stres terkait dengan tekanan psikologis. Masing-masing adalah suatu kondisi / keadaan sekitar yang seseorang mungkin akan menyadari, misalnya, sakit kepala
Adapun gejala-gejala dari stres kerja ada tiga yakni fisiologis, psikologis, dan perilaku (Anoraga. 2009:110)
a) Fisiologis
1) Meningkatnya detak jantung. 2) Merasa sakit kepala.
3) Mengalami ketegangan otot. 4) Mengalami gangguan lambung. 5) Mengalami kelelahan secara fisik. 6) Lebih sering berkeringat.
b) Psikologis
1) Mengalami kebosanan. 2) Kehilangan kosentrasi.
3) Menurunnya rasa percaya diri. 4) Memiliki perasaan cemas. 5) Mengalami kebingungan. 6) Komunikasi tidak efektif.
(35)
25
7) Kehilangan spontanitas. c) Perilaku
1) Menunda / menghindari pekerjaan. 2) Absen dari pekerjaan.
3) Suka menyendiri. 4) Mengalami sulit tidur. 5) Tidak dapat rileks. 6) Mudah marah.
7) Menurunnya produktivitas kerja.
Indikator-indikator stress kerja menurut Stephen P. Robbins yang dialih bahasakan oleh Hadyana Pujaatmaka, (2008:375), dapat dibagi dalam tiga aspek yaitu :
1. Indikator pada psikologis, meliputi : a. Cepat tersinggung.
b. Tidak komunikatif. c. Banyak melamun. d. Lelah mental. .
2. Indkator pada fisik, meliputi :
a. Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah. b. Mudah lelah secara fisik..
c. Pusing kepala.
(36)
26
3. Indikator pada prilaku, meliputi : a. Merokok Berlebihan
b. Menunda atau menghindari pekerjaan. c. Perilaku sabotase.
d. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan).
3. Faktor Stres Kerja (Job Stress)
Davis dan Newstrom (dalam Margiati, 1999:73) stres kerja disebabkan:
a) Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
b) Supervisor yang kurang pandai. Scorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
c) Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian, pcngalaman,
(37)
27
dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang lerbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.
d) Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan. e) Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
f) Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
g) Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf,
(38)
28
ketidakpuasan gaji yang diterima. Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal terscbul tidak umum. Situasi ini bisatimbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
h) Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (1) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai; (2) konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative.
C. Kontrol Diri (Self Control)
1. Pengertian Kontrol Diri (Self Control)
Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya.Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk
(39)
29
mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya (Ghufron, 2010: 21).
Kontrol diri dimaknai sebagai “how the indi-vidual acts to alter the variables of which other parts of his behavior are functions” Rykman (dalam Ramdhani, 2013). Kontrol diri adalah prosedur dimana se-seorang mengarahkan atau mengatur perilaku-nya sendiri Soekadji (dalam Ramdhani, 2013).
Adapun Menurut Chaplin, (2001:450) self control sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Di mana self control ini penting untuk dikembangkan karena individu tidak hidup sendiri melainkan bagian dari kelompok masyarakat.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah serangakaian proses yang membentuk dirinya sendiri serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi.
(40)
30
Kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control)
a. Kontrol Perilaku (Behavior control)
Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
b. Kontrol kognitif (Cognitive control)
Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
c. Mengontrol keputusan (Decisional control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu
(41)
31
yang diyakini atau yang disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan (Ghufron, 2010: h.31).
3. Faktor Kontrol Diri (Self Control)
1) Kepribadian.
Kepribadian mempengaruhi control diri dalam konteks bagaimana seseorang dengan tipikal tertentu bereaksi dengan tekanan yang dihadapinya dan berpengaruh pada hasil yang akan diperolehnya. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda (unik) dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Ada seseorang yang cenderung reaktif terhadap situasi yang dihadapi, khususnya yang menekan secara psikologis, tetapi ada juga seseorang yang lamban memberikan reaksi.
2) Situasi.
Situasi merupakan faktor yang berperan penting dalam proses kontrol diri. Setiap orang mempunyai strategi yang berbeda pada situasi tertentu, dimana strategi tersebut memiliki karakteristik yang unik. Situasi yang dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh setiap orang, bahkan terkadang situasi yang sama dapat dipersepsi yang berbeda
(42)
32
pula sehingga akan mempengaruhi cara memberikan reaksi terhadap situasi tersebut. Setiap situasi mempunyai karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi pola reaksi yang akan dilakukan oleh seseorang.
3) Etnis.
Etnis atau budaya mempengaruhi kontrol diri dalam bentuk keyakinan atau pemikiran, dimana setiap kebudayaan tertentu memiliki keyakinan atau nilai yang membentuk cara seseorang berhubungan atau bereaksi dengan lingkungan. Budaya telah mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi salah satu penentu terbentuknya perilaku seseorang, sehingga seseorang yang hidup dalam budaya yang berbeda akan menampilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi situasi yang menekan, begitu pula strategi yang digunakan.
4) Pengalaman.
Pengalaman akan membentuk proses pembelajaran pada diri seseorang. Pengalaman yang diperoleh dari proses pembelajaran lingkungan keluarga juga memegang peran penting dalan kontrol diri seseorang, khususnya pada masa anak-anak. Pada masa selanjutnya seseorang bereaksi dengan menggunakan pola fikir yang lebih kompleks dan pengalaman terhadap situasi sebelumnya untuk melakukan
(43)
33
tindakan, sehingga pengalaman yang positif akan mendorong seseorang untuk bertindak yang sama, sedangkan pengalaman negatif akan dapat merubah pola reaksi terhadap situasi tersebut.
5) Usia.
Bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan bertambahnya kematangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini dikarenakan pengalaman hidup yang telah dilalui lebih banyak dan bervariasi, sehingga akan sangat membantu dalam memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Orang yang lebih tua cenderung memiliki control diri yang lebih baik dibanding orang yang lebih muda (Wibisono, 2013)
4. Tehnik Kontrol Diri
Menurut Sukadji (dalam Andjani, 1991: 55) ada 5 teknik yang dapat digunakan untuk mengontrol diri. Teknik mengontrol diri tersebut adalah:
a) Teknik Pemantauan Diri
Teknik ini berdasarkan asumsi bahwa dengan memantau dan mencatat perilakunya sendiri, individu akan memiliki pemahaman yang objektif tentang perilakunya sendiri.
(44)
34
Dasar pikiran teknik ini ialah asumsi bahwa perilaku yang diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan akan cenderung diulangi dimasa mendatang. Teknik ini menekankan pada pemberian pengukuh positif segera setelah perilaku yang diharapkan muncul. Bentuk pengukuhan yang diberikan seperti yang disarankan Sukadji yaitu bentuk pengukuhan yang wajar dan bersifat intrinsik, seperti senyum puas atas keberhasilan usaha yang dilakukan, serta pernyataan-pernyataan diri yang menimbulkan perasaan bangga.
c) Teknik Kontrol Stimulus
Dasar teknik ini adalah asumsi bahwa respon dapat dipengaruhi oleh hadir atau tidaknya stimulasi yang mendahului respon tersebut. Teknik ini bertujuan untuk mengontrol kecemasan dengan cara mengatur stimulus yang berpengaruh, cara ini bias berupa pengarahan diri untuk berfikir positif, rasional dan objektif sehingga individu lebih mampu mengendalikan dirinya.
d) Teknik Kognitif
Proses kognitif berpengaruh terhadap perilaku individu, dengan demikian apabila individu mampu menggantikan pemikiran yang menyimpang dengan pikiran-pikiran yang objektif, rasional, maka individu akan lebih mampu mengendalikan dirinya.
(45)
35
e) Teknik Relaksasi
Asumsi yang mendasari teknik ini adalah individu dapat secara sadar belajar untuk merelaksasikan ototnya sesuai keinginannya melalui usaha yang sistematis. Oleh karena itu, teknik ini mengajarkan kepada individu untuk belajar meregangkan otot yang terjadi saat individu mengalami kecemasan. Seiring dengan peredaan otot ini, reda pula kecemasannya (Andjani, 1991:55)
5. Tipe Kontrol Diri (Self Control)
Rosenbaum (dalam Putri dkk, 2010) mengembangkan model teoritis tentang kontrol dalam tiga tipe, yaitu redresif reformatif, dan eksperiensial.
1) Kontrol diri tipe redresif
Kontrol diri tipe redresif berfokus pada proses pengendalian diri.
2) Kontrol diri tipe reformatif
Kontrol diri tipe reformatif berfokus pada bagaimana mengubah gaya hidup, pola perilaku, dan kebiasaan-kebiasaan yang destruktif.
3) Kontrol diri tipe eksperiensial
Kontrol diri tipe eksperiensial merupakan kemampuan individu untuk menjadi sensitif dan
(46)
36
menyadari perasaan-perasaannya dan penghayatan akan stimuli dari lingkungan yang spesifik.
D. Hubungan Antar Variabel
Hubungan Antara Stres Kerja dan Kontrol Diri Terhadap Kecenderungan Perilaku Kerja Kontrproduktif
Sebagian besar studi tentang perilaku kerja menyimpang yang menyelidiki faktor stres berkontribusi dengan prevalensi perilaku menyimpang telah berfokus pada faktor-faktor stres yang berhubungan dengan pekerjaan seperti beban kerja dan stres kerja (Douglas & Martinko, 2001). Sementara telah ada penelitian nomor pada hubungan antara pekerjaan terkait faktor stres. Misalnya konflik keluarga, sebagai faktor stres yang bisa menyebabkan perilaku menyimpang, belum banyak perhatian tentang hal tersebut.
Stres kerja didefinisikan sebagai pengalaman emosional yang terhubung dengan ketegangan, kecemasan dan Ketegangan yang berasal dari pekerjaan atau pekerjaan (Cooke & Rousseau, 1984). Sebuah pelajaran dilakukan pada 162 karyawan dari organisasi publik di Malaysia mengungkapkan bahwa ada hubungan positif antara stres kerja dan perilaku kerja menyimpang (Omar dkk, 2011). Di penelitian ini, karyawan yang mengalami emosi negatif seperti frustrasi dan iritasi karena stres bekerja-terkait lebih cenderung menunjukkan perilaku menyimpang di tempat kerja mereka.
(47)
37
Menurut Spector dan Fox (2005), perilaku menyimpang di tempat kerja terjadi karena karyawan reaksi terhadap stres kerja dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan emosi negatif. Penelitian lain memiliki juga menunjukkan bahwa stres kerja merupakan faktor utama yang menyebabkan beberapa bentuk perilaku penyimpangan ( Spector & Fox, 2005) dan di antara bentuk-bentuk penyimpangan yang absensi, alkoholisme, penyalahgunaan zat, motivasi kerja rendah dan produktivitas rendah (Safaria et. al., 2010)
Selanjutnya penelitain yang dilakukan oleh Yan dkk (2014) menunjukkan bahwa SSC (kontrol diri) yang memediasi hubungan antara WOS (workplace ostracism) dan CWB (Counterproductive work behavior).
Tiarapuspa (2015) bahwa manajemen harus memberikan perhatian lebih terhadap individu dengan kontrol diri tinggi, karena juga mampu berperilaku kontraproduktif. Bahkan, perilaku tersebut cenderung tidak terlihat dan tersembunyi, namun tetap berdampak buruk bagi organisasi.
Spector (2011) menyatakan bahwa kontrol diri memainkan peranan yang penting dalam menghambat perilaku kerja kontraproktif.
E. Kerangka Teoritis
Berdasarkan pemaparan di atas diketahui adanya beberapa faktor yang berkaitan dengan kinerja. Beberapa faktor tersebut ada yang berkaitan dan ada pula yang tidak berkaitan. Dalam hal ini yang diambil
(48)
38
dalam penelitian ini adalah stres kerja dan kontrol diri dengan perilaku kerja kontraproduktif. Karena dari ketigannya memiliki hubungan sebagaimana dijelaskan dalam teori yang ada. Baik dari hubungan secara bersama ataupun secara tersendiri. Dimana hubungan tersebut memiliki pengaruh terhadap salah satu variabel, baik hubungan secara positif maupun hubungan negatif. Hubungan tersebut dapat digambarkan kedalam kerangka teoritik mengenai hubungan stres kerja, kontrol diri dengan perilaku kerja kontraproduktif adalah sebagai berikut :
Gambar 1 : Hubungan antara Stres Kerja dan Kontrol Diri Terhadap Perilaku Kerja Kontraproduktif
Keterangan :
X1 : Stres Kerja X2 : Kontrol Diri
Y : Perilaku Kerja Kontraproduktif
Stres Kerja (X1)
Perilaku Kerja Kontraproduktif (Y) Kontrol Diri (X2)
(49)
39
Maksud dari gambar diatas adalah gambaran dari tiga variabel yang yang mempunyai keterkaitan atau hubungan satu sama lain. Hubungan tersebut secara postif berpengaruh terhadap perilaku kerja kontrproduktif atau tidak berpengaruh terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Untuk yang pertama adalah menjelaskan hubungan antara stres kerja dan kontrol diri dengan perilaku kerja kontraproduktif. Kedua yaitu menjelaskan hubungan antara stres kerja dengan perilaku kerja kontraproduktif, dan yang ketiga yaitu menjelaskan hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kerja kontraproduktif.
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang kemungkinan benar atau juga salah. Hipotesis tersebut akan ditolak jika ternyata salah dan akan diterima jika fakta-fakta benar. Berdasarkan keranga teoritis diatas pada penelitian ini penulis akan mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Ha1 : Terdapat hubungan positif antara stres kerja dengan kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
Ha2 : Terdapat hubungan antara stres kerja terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
(50)
40
Ha3 : Terdapat hubungan antara kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
(51)
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Devisi Operasional
1. Variabel
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan dua jenis variabel yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependent (terikat).
a) Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku kerja kontraproduktif.
b) Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres kerja dan kontrol diri.
2. Definisi Operasional
a) Perilaku Kerja Kontrproduktif
Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan oleh individu baik secara sengaja ataupun tidak sengaja yang dapat bertentangan serta menghambat organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Yang meliputi aspek: Penyimpangan Properti, Penyimpangan Produksi (Production
(52)
42
Deviance), Penyimpangan Politik (Political Deviance), danAgresi Individu (Personal Aggression)
b) Stres Kerja
Stres kerja adalah perasaan atau ketegangan emosional, tekanan, ketidaknyamanan, kegelisahan dalam diri individu yang disebabkan dari dalam ataupun luar dirinya. Adapun aspek dari stres kerja yakni fisilogis,psikologis, dan perilaku.
c) Kontrol Diri
Kontrol diri adalah serangakaian proses yang membentuk dirinya sendiri serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi. Yang meliputi aspek : Kontrol Perilaku (Behavior control), Kontrol kognitif (Cognitive control), Mengontrol keputusan (Decisional control).
B. Populasi, Sempel, dan Tehnik Sampling
Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai kantor layanan pajak berjumlah 47 orang
Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil
(53)
43
semua sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian populasi. Dalam penelitian ini digunakan sampel dari semua populasi, karena berdasarkan data pegawai di kantor layanan pajak populasi kurang dari 100 orang, maka semua bagian yang berjumlah 47 orang digunakan peneliti sebagai subjek penelitian. Sehingga penelitian ini dinamakan penelitian populasi.
C. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk menggali data yang ada peneliti menggunakan metode pengambilan data, yaitu:
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan tehnik pengmpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiono, 2008). Kuesioner atau daftar pertanyaan ini berisi variabel bebas (stres kerja) dan (kontrol diri), variabel terikat (perilaku kerja kontraproduktif) yang menggunakan skala sikap dari Likert.
Skala sikap digunakan untuk mengetahui penilaian seseorang terhadap suatu hal. Dalam skala sikap ini, responden menyatakan persetujuannya dan ketidaksetujuannya terhadap sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.
(54)
44
Di dalam instrumen penelitian, peneliti menggunakan lima skor skala Likert untuk mengetahui kontrol diri, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), Ragu- Ragu (RR), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Tabel 3.1
Skor skala Likert dengan pernyataan positif
Skor Jawaban
5 Sangat Setuju
4 Setuju
3 Ragu-Ragu
2 Tidak Setuju
1 Sangat Tidak Setuju
Tabel 3.2
Skor skala Likert dengan pernyataan negatif3e
Skor Jawaban
1 Sangat Setuju
2 Setuju
3 Ragu-Ragu
4 Tidak Setuju
5 Sangat Tidak Setuju
Sedangkan pada instrumen untuk varibael perilaku kerja kontraproduktif dan stres kerja. tidak pernah (TP), jarang (JR), kadang- kadang (KK), sering (S), selalu (SL).
Skala ini dikontruksikan oleh peneliti berdasarkan teori yang ada dan secara operasional mengacu pada blue print. Adapun pada skala stres kerja menggunaka skala yang diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2013) dengan koefisien realibilitas 0.782 yang terdiri dari 16 item
(55)
45
Tabel 3.3
Blue Print
Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behavior)
No Dimensi Indikator Atem Jumlah
∑ F
1. Penyimpangan properti
a. Menggunakan barang/ properti milik perusahaan tanpa izin
1,22 2
b. Merusak properti/ fasilitas milik organisasi/ perusahaan
8,9,40 3
c. Berbohong mengenai jam kerja
6,7,17,23 4
2 Penyimpangan Produksi
a. Melanggar norma yang berlaku di lingkungan kerja
19,28 2
b. Kualitas kerja yang rendah 2,3,13,14,15,18,24 7
c. Cyberloafing 41 1
3 Penyimpangan politik
a. Berlaku tidak adik kepada rekan kerja atau bawahan
16,19,27 3
b. Menggosip 33 1
c. Bersikap tidak sopan 4,11,12,20,26,28,30,32,42,45 9 d. Berperilaku tidak
menyenangkan baik secara fisik maupun lisan
5,29,31,34,35,36,38,43,44 9
4 Agresi individu
a. Bullying 21,37,39 3
b. Mencuri barang milik karyawan lain
10,25,32 3
(56)
46
Tabel 3.4
Blue Print Stres Kerja (Job Stress)
No Dimensi Indikator Atem Jumlah
∑ F
1. Fisiologis a. Meningkatnya detak jantung 5 1
b. Merasa sakit kepala 6 1
c. Mengalami ketegangan otot 3,14 2
d. Mengalami gangguan lambung 1 1
e. Mengalami kelelahan secara fisik 4 1
2. Psikologis a. Menurunnya rasa percaya diri 10 1
b. Meiliki perasaan cemas 2 1
3. Perilaku a. Suka menyindiri 12,13 2
b. Mengalami sulit tidur 9 1
c. Mudah marah 1,15 2
d. Menurunnya produktifitas kerja 7 1
(57)
47
Tabel 3.5
Blue Print
Skala Kontrol Diri (Self Control)
No Dimensi Indikator Atem Jumlah
∑
F FV
1. Kontrol Perilaku a. Mampu mengontrol keinginan dalam dirinya
19,39 16.34,36 6
b. Mampu mengendalikan situasi diluar dirinya
22,28,44 24,32,38,40 7
c. Merubah stimulus yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan
35 5,42 3
2. Kontrol kognitif a. Mampu memahami dan mengenali berbagai stimulus
4,7 17 3
b. Mampu menilai suatu keadaan lingkungannya dengan baik
9,21,31 3,27,29 6
c. Mampu melakukan antisipasi terhadap stimulus yang tidak diharapkan
8,11,28 41,45 7
3. Mengontrol keputusan
a. Mampu mengambil tindakan atas msalah yang dihadapi
22,26 10,13,15,25,37 7
b. Mengambil tindakan tanpa melibatkan kebutuhan pribadi
30,33 18 3
c. Mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelum mengambil suatu tindakan.
6,21,43 1,10,12 6
(58)
48
D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Menurut Sumardi Suryabrata (2005) validitas soal adalah derajat kesesuaian antar suatu soal dengan perangkat soal-soal lain. Ukuran soal adalah korelasi antara skor pada soal itu dengan skor pada perangkat soal (aitem-aitem correlation) yang biasa disebut korelasi biserial. Jadi makin tinggi validitas suatu alat ukur, makin mengena sasarannya dan makin menunjukkan apa yang sebenarnya diukur.
Suatu instrumen baru dapat dipergunakan dalam penelitian bilamana telah dinyatakan valid. Validitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur sasaran ukurnya. Suatu instrumen dikatakan valid jika memiliki validitas yang tinggi, yaitu bila instrumen tersebut telah dapat mengukur apa yang diukur. Untuk pengujian validitas stres kerja dan kontrol diri pegawai digunakan uji validitas butir, dengan menggunakan bantuan SPSS 16 for Windows. Uji validitas dilakuan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk tingkat signifikansi 5 persen dari degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung > r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid, demikian sebaliknya bila r hitung < r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak valid.
(59)
49
Tabel 3.4
Rangkuman Hasil Uji Validitas
Berdasarkan tabel 3.4 di atas dapat dijelaskan bahwa varibel perilaku kerja kontraproduktif memiliki jumlah butir aitem sebanyak 45, namun setelah dilakukan pengujian validitas aitem yang tersaring menjadi 35 dan yang 08 lainnya dinyatakan gugur atau tidak valid. Kemudian variabel stres kerja yang semula berjumlah 16 butir, setelah dilakukan penghitungan jumlah butir aitemnya menjadi 13 sedangkan yang 3 butir lainya dinyatakan tidak valid atau gugur. Begitupun dengan variabel kontrol diri jumlah aitem yang semula 45 butir, setelah dilakukan pengujian jumlah aitem totalnya menjadi 34 dan butir yang 11 dinyatakan tidak valid atau gugur. Hal itu bisa di lihat pada hasil uji validitas sebagai berikut:
Variabel Jumlah
Aitem Awal
Jumlah Aitem Tidak Valid
No Aitem Tidak Valid Jumlah
Aitem
Perilaku Kerja Kontraproduktif
45 10 1,6,15,19,21,24,36,38,40, 45
36
Stres kerja 16 3 7,9,12 13
Kontrol diri 45 11 3,7,8,10,15,24,30,34,39,4
0,42
(60)
50
Tabel : 3.5
Blue Print
Skala Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behavior)
No Dimensi Indikator Atem Jumlah
∑ F
1. Penyimpangan properti
a. Menggunakan barang/ properti milik perusahaan tanpa izin
1.22 23
b. Merusak properti/ fasilitas milik organisasi/ perusahaan
8,9,40 3
c. Berbohong mengenai jam kerja
6,7,18,23 4
2 Penyimpangan Produksi
a. Melanggar norma yang berlaku di lingkungan kerja
19,28 2
b. Kualitas kerja yang rendah 2,3,14,15,24 5
c. Cyberloafing 41 1
3 Penyimpangan politik
a. Berlaku tidak adik kepada rekan kerja atau bawahan
26,28 2
b. Bersikap tidak sopan 4,12,30,34 4
c. Berperilaku tidak
menyenangkan baik secara fisik maupun lisan
5,29,31,36, 38,43,44 7
4 Agresi individu
a. Bullying 21,37,39 3
b. Mencuri barang milik karyawan lain
32,35 2
(61)
51
Tabel : 3.6
Blue Print Stres Kerja (Job Stress)
No Dimensi Indikator Atem Jumlah
∑ F
1. Fisiologis a. Meningkatnya detak jantung 5 1
b.Merasa sakit kepala 6 1
c.Mengalami ketegangan otot 3,14 2
d.Mengalami gangguan lambung 1 1
e.Mengalami kelelahan secara fisik 4 1
2. Psikologis a.Menurunnya rasa percaya diri 10 1
b.Meiliki perasaan cemas 2 1
3. Perilaku a. Absen dari pekerjaan 7 1
b. Suka menyindiri 13, 1
c. Mudah marah 1,5 2
(62)
52
Tabel : 3.7
Blue Print
Skala Kontrol Diri (Self Control)
No Dimensi Indikator Atem Jumlah
∑
F UF
1. Kontrol Perilaku a. Mampu mengontrol keinginan dalam dirinya
19 16,36 3
b. Mampu mengendalikan situasi diluar dirinya
22,28,44 32,38 5
c. Merubah stimulus yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan
35 5 2
2. Kontrol kognitif a. Mampu memahami dan mengenali berbagai stimulus
4 17 2
b. Mampu menilai suatu keadaan lingkungannya dengan baik
9,20,31 27,29 5
c. Mampu melakukan antisipasi terhadap stimulus yang tidak diharapkan
11,28 25,41 4
3. Mengontrol keputusan
a. Mampu mengambil tindakan atas msalah yang dihadapi
2,26 13,25,37 5
b. Mengambil tindakan tanpa melibatkan kebutuhan pribadi
33 18 2
c. Mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelum mengambil suatu tindakan.
6,21,43 1,10,12 6
(63)
53
Tabel 3.8
(64)
54
Tabel 3.9
(65)
55
Tabel 3.10
Daya Diskriminasi Aitem Stres Kerja
Suatu instrument bisa dikatakan valid jika mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang valid memiliki validitas rendah. Pengujian validitas tiap butir menggunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah dari skor tiap butir. Korelasi faktor positif dan besarnya 0,3 ke atas, dapat dianggap sebagai konstruksi kuat atau instrumen memiliki validitas yang baik (Pabunda,2006:65).
Setelah diuji coba dan diketahui item yang valid selanjutnya item yang valid tersebut diujikan lagi dengan blue print baru. Berikut keterangannya:
2. Uji Reliabilitas
Persyaratan lain yang perlu dipenuhi oleh suatu instrumen adalah reliabilitas. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen
(66)
56
tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Jika hasil penilaian yang diberikan oleh instrumen tersebut konsisten memberikan jaminan bahwa intrumen tersebut dapat dipercaya. Untuk menentukan reliabilitas instrumen motivasi dan kinerja dengan menggunakan bantuan SPSS 16 for Windows. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja dengan alat bantu SPSS uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.60
Uji reliabilitas dilakukan dengan bantuan program SPSS 16’ for windows, lihat (Lampiran 9, 10 dan 11). Dengan hasil sebagai berikut:
Tabel : 3.11
Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Koefesien
alpha cronbach
Status Tingkat keandalan
Perilaku Kerja Kontraproduktif
0,896 Reliabel Sangat Tinggi
Stres kerja 0,842 Reliabel Sangat Tinggi
Kontrol diri 0,906 Reliabel Sangat Tinggi
Berdasarkan pada tabel 3.11. nilai Koefesien alpha cronbach di atas, karena nilai yang diperoleh berada di atas 0,80 maka reliabilitas variabel-variabel tersebut berada pada kategori sangat tinggi. Karena
(67)
57
berada pada ketegori sangat tinggi maka item-item tersebut dinyatakan layak untuk dilakukan pada uji selanjutnya.
Konsistensi jawaban ditunjukkan oleh tingginya koefisien alpha (cronbach). Semakin mendekati 1 koefisien dari variabel semakin tinggi konsistensi jawaban butir-butir pertanyaan semakin dapat dipercaya. Reliabilitas kurang dari 0,6 dipertimbangkan (kurang baik), 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8 dianggap baik (Sekaran,1992:72). Menurut Nunnally dalam (Ghozali ,2006:62) suatu variable dapat dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien Cronbach‘s Alpha lebih besar atau sama dengan 0,6 tetapi jika nilai Alpha < 60% hal ini mengidentifikasikan ada beberapa responden yang menjawab tidak konsisten.
E. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik statistic korelasi regresi ganda. Teknik korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antarastres kerja terhadap kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Dengan kontrol diri sebagai Variabel Mediator. Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Sebelum melakukan analisis data, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi atau prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan linieritas merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik (Hadi, 2000).
(1)
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel stres kerja dan kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel stres kerja terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
3. Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara variabel kontrol diri terhadap kecenderungan perilaku kerja kontrproduktif pada pegawai kantor layanan pajak di Jawa Timur
B. Saran
Dari hasil penelitian ini ada beberapa saran yang peneliti berikan baik yang berkenaan dengan kepentingan ilmiah maupun saran yang berkenaan dengan kepentingan praktis.
1. Bagi Pegawai
Para pegawai sebaiknya dapat mengendalikan segala bentuk perilakunya khususnya perilaku yang mengarah pada perilaku kerja kontraproduktif di
(2)
74
tempat kerja. Pegawai dapat mengikuti pelatihan-pelathian yang secara berkala yang diberikan oleh organisasi untuk dapat memahami potensi diri. Membudayakan untuk taat kepada peraturan yang berlaku sehingga dapat mencapai kinerja yang optimal. Perlunya untuk rekan kerja bersikap peduli terhadap rekan kerja dan saling mengingatkan rekan kerja apabila berbuat kesalahan.
2. Bagi Instansi
Perusahaan perlu memberikan pelatihan kerja yang diberikan sesuai dengan kebutuahn didalam aktivitas kerja pada lingkungan kantor pelayanan pajak. Kemampuan dapat memperkaya kemampuan dan keahlian pegawai sehingga skill yang dimiliki dapat meningkat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan peneliti ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tema penelitian yang sama. Peneliti disini menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak sekali kekurangan sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat lebih baik dan lebih sempurna. b. Bagi peneliti yang tertarik untuk melanjutkan penelitian ini maka
dapat melakukan penelitian dengan menggunakan subjek penelitian atau sampel yang berbeda atau penelitian dilaksanakan di tempat yang
(3)
75
c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih teliti lagi dalam menyusun aitem supaya aitem yang disusun validitasnya bagus, karena dalam penelitian ini alat ukurnya masih ada beberapa aitem yang tidak valid.
(4)
73
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Hifdzil.Memotong Korupsi Pajak (2012, 15 Juni). Suaramerdeka [On-line]. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015 dari
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/15/18963 9/Memotong-Korupsi-Pajak
Anderson, N. (2005). Handbook of Industrial, Work, And Organizational Psychology. Volume 1.pp. 123-162. London:Sage
Chaplin J. P. (2001). Kamus Psikologi. Cetakan Ke tujuh. Alih bahasa : Kartini Kartono. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Fatoni,Sonya V.(2013) Perilaku Kerja Kontraproduktif ditinjau dari Big Five Personality Pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Skripsi Universitas Diponegoro.
Flippo, Edwin B. (1994). Manajemen Personalia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Ghufron, M.N., Risnawita, R.S.(2007). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Arruzz
Media.
Grenberg, J. & Baron,R.A. (2003). Behavior in Organization, 8th Edition. New Jersey:Persaon Education
Hafidz, S. W. (2012). Individual Diverences as Antecedents of Counterproductive Work Behavior. Asian Social Science; Vol. 8, No. 13, 220-228.
Instone,Karin.Counterproductive Work Behavior. White Paper.
Kawin Lagi, 10 PNS di Sidoarjo Dipecat (2015,15 Januari).Tribbunnews.com [On-line]. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015 dari
http://www.tribunnews.com/regional/2015/01/15/kawin-lagi-10-pns-di-sidoarjo-dipecat
Kusumadewi,Icha.Widyasari, S.L.dkk. Hubungan Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Jurnal: Universitas Brawijaya
Kasus Pembobolan Bank dengan SK PNS; Enam Orang Ditetapkan
Tersangka.(2015, 1 Januari). Jawapos [On-line]. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015 dari http://www.jawapos.com/baca/artikel/11217/kasus-pembobolan-bank-dengan-sk-pns-enam-orang-ditetapkan-tersangka-
(5)
74
Margiati, Lulus. 1999. Stress Kerja: Latar Belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 3: 71-80 Surabaya: Fakultas Kesehatan dan Masyarakat Universitas Airlangga. Margono.(1997). Metode Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Marzuki, Ridwan.Mal, Magnet PNS Mangkir Jam Kerja (April, 2015). Fajar[On-line].Diakses pada tanggal 7 Mei 2015 dari http://fajar.co.id/fajaronline-sulsel/2015/04/22/mal-magnet-pns-mangkir-jam-kerja.html
Muhid, A. (2010). Analisis Statistik SPSS for Windows Cara Praktis Melakukan Analisis Statistik. Surabaya: CV. Duta Aksara
Mangkunegara, A.A.A.P. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosda Karya
Munandar, A.S.( 2011). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Nurfianti, Agustin & Handoyo,S.(2013) Hubungan Antara Keadilan Distributif
dan Perilaku Kerja Kontraproduktif dengan Mengontrol Leader Member Exchange (LMX). Jurnal: Psikologi Industri dan Organisai Hal 183-190 Putri, N. Nurtjahjanti,H dan Widodo,P.B. (2010) Hubungan Antara Kontrol Diri
Dengan Intensi Perilaku Organisasional Devian Pada Anggota Kepolisian Reserse Kriminal di DIT Reskrim Polda Jawa Tengah. Jurnal: Universitas Diponegoro
Ramdhani,Meirina.(2013).Penerapan Teknik Kontrol Diri untuk Mengurangi Konsumsi Rokok Pada Kategori Perokok Ringan.Jurnal Sains dan Praktik
Psikologi, ISSN: 2303-2936.Volume I (3), 240 – 25
Paul E. Spector. (2011). The relationship of personality to counterproductive work behavior (CWB):An integration of perspectives. Human Resource Management Review: 342–352
Spector,P.E. & Fox,S.(2005). A stressor-emption of Model of Countrproductive Work Behavior. In S Fox & P.E. Spector (Eds). Counterproductive Work Behavior: Investigation Of Actors and Teargets (PP. 151.176. Washington DC: American Psychological Assosition.
Sudarmawan. PNS Sekretariat KPU Jadi Otak Pencurian Kotak Suara (2015, 21 Januari). Surya [On-line]. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015 dari
http://surabaya.tribunnews.com/2015/01/21/pns-sekretariat-kpu-jadi-otak-pencurian-kotak-suara
(6)
75
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Cetakanke 10. Bandung : Alfa Beta.
_______. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sukma,W.(2015,15 Jaanuari). Awal Tahun, 29 Pegawai Pajak Dihukum. Tempo [On-line] . Diakses pada tanggal 7 Mei 2015 dari
http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/01/27/090638059/awal-tahun-29-pegawai-pajak-dihukum.
Suryabrata, Sumadi. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. CV Andi Offset : Yogyakarta
Hadi, S. (1991). Metodologi research Jilid 1, Yogyakarta: Andi Offset _______. (2000). Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset.
Schmidt, Klaus,Helmut.Neubach, Barbara.(2007). Self-control demands: A source of stress at work. International Journal of Stress Management, Vol 14(4), 398-416.
Megan Oaten, Ken Cheng (2005). Academic Examination Stress Impairs Self– Control. Journal of Social and Clinical Psychology: Vol. 24, No. 2, pp. 254-279.
Yamani, Nikoo. Shahabi, Maryam, dan Haghani, F.(2014). The relationship between emotional intelligence and job stress in the faculty of medicine in Isfahan University of Medical Science. J Adv Med Educ Prof. 2014 Jan; 2(1): 20–26.
Yan,Yanling. Zhou, Erhua, dkk. (2014). The Influence of Workplace Ostracism on Counterproductive work Behavior :The Mediating Effect Of State Self Contro.Social Behavior and Personality 42 h.881-890.