Yoga Untuk Mengatasi Masalah Stres Pada Ibu Menyusui

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:45:34 2017 / +0000 GMT

Yoga Untuk Mengatasi Masalah Stres Pada Ibu Menyusui
LINK DOWNLOAD [34.48 KB]
YOGA UNTUK MENGATASI MASALAH STRES PADA IBU MENYUSUI
Oleh: William
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya
Pendahuluan
Seringkali para ibu mengeluhkan kalau produksi ASInya kurang ataupun tidak keluar. Ibu sering kurang yakin bahwa dirinya dapat
memproduksi ASI yang cukup bagi bayinya. Persiapan psikologi ibu sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui. Kondisi
seperti stres,kacau, khawatir, marah, sedih, dan ketidakbahagiaan dalam diri ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam
mensukseskan pemberian ASI eksklusif untuk si bayi.
Tidak jarang keadaan stres ini dapat berlanjut menjadi depresi setelah beberapa minggu melahirkan. Di Amerika Serikat, depresi
postpartum ini terjadi pada 13 persen wanita (satu dari setiap delapan wanita). Mengingat bahwa ada hampir 4 juta kelahiran di
Amerika Serikat setiap tahunnya, setengah juta perempuan mengalami gangguan ini setiap tahun. Sebuah meta-analisis dari 59
penelitian melaporkan prevalensi depresi postpartum sebesar 13%, dengan kebanyakan kasus dimulai dalam tiga bulan pertama
postpartum.
Masalah depresi pasca melahirkan ini telah meningkat selama 20 tahun terakhir, dimana orangtua dan para psikolog berusaha untuk
membantu memperbaiki kondisi depresi ini. Masalah ini telah banyak menerima perhatian sebagai fokus untuk penelitian dan
intervensi karena terjadinya peningkatan resiko putusnya hubungan antara ibu-anak, pelecehan anak, masalah perkembangan dan

keadaan sosial anak, bahkan kejadian bunuh diri ibu banyak ditemukan. (Murray & Cooper,1997)
Faktor yang mempengaruhi laktasi
Ada 3 hal yang berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu hormon prolaktin, oksitosin dan refleks let down.
Ketika bayi mulai menghisap ASI, terjadi dua refleks yaitu refleks prolaktin dan oksitosin yang menyebabkan ASI keluar dengan
baik. Prolaktin merupakanhormon laktogenik yang berperan merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI, dirangsang oleh
kelenjar hipofisis anterior karena adanya hisapan pada payudara.
Hormon lainnya adalah hormon oksitosin yang diproduksi di hipofisis posterior,hormon oksitosin masuk ke dalam darah menuju
payudara, membuat otot- otot payudara vasokonstriksi.Keluarnya hormon oksitosin menstimulasi turunnya susu (milk
ejection/let-downrefleks). Oksitosin menstimulasi otot di sekitar payudara untuk memeras ASI keluar.
Refleks turunnya susu tidak selalu konsisten khususnya pada masa-masa awal. Tetapi refleks ini bisa juga distimulasi dengan hanya
memikirkan tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi pengeluaran ASI, payudara yang tidak di susui bayi
mengeluarkan ASI pada saat bayi menghisap payudara yang berlawanan, setelah duaminggu, refleks turunnya susu menjadi lebih
stabil Refleks turunnya susu ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI, namun refleks ini dapat terganggu jika ibu
mengalami stres. Oleh karena itu sebaiknya ibu tidak mengalami stres.
Semua stres secara otomatis mempengaruhi produksi hormon oksitosin yang tidak boleh dianggap remeh perannya dalam produksi
ASI berkualitas. Sayangnya, selama ini tidak semua orang memahami pentingnya mengelola stres.
Laktasi dan stres
Ada beberapa jenis stres yang umum dialami oleh ibu menyusui. Dari mulai khawatir akan kurangnya kuantitas produksi ASI,
khawatir kualitas ASInya tidak cukup baik untuk sang bayi, takut bentuk tubuh atau payudaranya berubah (faktor estetika), stres
akibat perubahan pola/gaya hidup (terutama menyusui anak pertama), merasa pemberian ASI kurang praktis bagi ibu bekerja, dan

tidak yakin akan pemberian ASI sebagai makanan terbaik bagi bayinya.
Ibu ? ibu dengan kondisi seperti ini dapat mengalami depresi postpartum yang akhirnya mempengaruhi produksi ASI. Periode
postpartum merupakan saat pengaturan kembali dan adaptasi memasuki ?childbearing family?. Ibu mengalami berbagai respon
dimana dirinya mengatur anggota keluarga baru.
Tanda-tanda deperesi postpartum dapat berupa gangguan fisiologis seperti gangguan tidur, tidak nafsu makan, dan gangguan kognisi
selama dua minggu atau lebih yang berlangsung setiap hari selama 4 minggu setelah melahirkan. Biasanya sering disertai suasana
hati ?mood? yang jelek, konsentrasi menurun, sulit untuk mengambil keputusan, sering merasa bersalah, dan kurang bergairah dalam
melakukan aktivitas. Interaksi antara pengasuh yang mengalami stres dengan bayinya akan mempengaruhi kondisi kognitif dan
perilaku bagi bayinya.
Manfaat ASI
Sangat disayangkan bila ibu mempunyai keinginan untuk menyusui anaknya tetapi ASInya tidak keluar. Padahal ASI mempunyai

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:45:34 2017 / +0000 GMT

banyak manfaat bagi bayi maupun ibu itu sendiri. ASI mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang sang bayi, serta

dapat bermanfaat bagi kesehatan ibu yang menyusui. Isapan bayi pada payudara ibu akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh
kelenjar hipofisis yang membantu involusi uterus dan mengurangi terjadinya pendarahan pascapersalinan. Selain itu ASI juga
bermanfaat dalam menurunkan risiko kanker ovarium dan payudara, mencegah osteoporosis, meningkatkan kesejahteraan serta
memberikan dampak psikologis yang baik bagi ibu.
Kandungan lemak pada ASI mempunyai kadar asam linoleat (Omega 6) dan kolesterol yang tinggi yang dibutuhkan untuk
perkembangan otak. ASI juga mengandung asam linolenat (Omega 3) sebagai prekursor DHA. Karbohidrat yang utama terdapat
pada ASI adalah laktosa dan bila dibandingkan dengan susu mamalia lain, kadar laktosa dalam ASI adalah yang paling tinggi, yaitu
7 g persen. Laktosa dapat mempertinggi penyerapan kalsium dan juga merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus. Protein yang
terdapat di ASI sebagian besar adalah whey dimana whey lebih mudah dicerna dibandingkan kasein, yang menjadi protein utama
dalam susu sapi. Ada 2 asam amino dalam ASI yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu cystine dan taurin. Cystine diperlukan
untuk pertumbuhan somatik sedangkan taurin diperlukan untuk pertumbuhan otak.
Dengan menggunakan elektroforesis terbukti bahwa ASI terutama kolostrum mengandung imunnoglobulin, yaitu IgA sekretorik
(terbanyak), IgG, IgM, dan IgE. Oleh karena bayi belum mampu memproduksi IgA sampai ia berusia 3-4 minggu, ia tidak
mempunyai imunitas diri sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Tetapi jika bayi diberi ASI sedini mungkin maka ia akan
memperoleh imunitas pasif yang dapat melindungi bayi dari infeksi.
Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13 % sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk
219 juta, angka kelahiran total 22 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46 per 1000 kelahiran hidup maka jumlah bayi
yang akan terselamatkan sebanyak 30 ribu. Untuk itu ASI patut menjadi prioritas (Sitopeng, 2008).
Yoga, sinergi tubuh, pikiran, jiwa
Latihan yoga telah banyak diminati di banyak negara, seperti di Amerika Serikat (AS), UK, dan Jepang. Popularitas yoga di AS

terbukti dengan bertambahnya peserta yang mengikuti latihan dari tahun 1997 sekitar 3,7%, meningkat di tahun 2002 sekitar 5,1%,
dan di tahun 2007 sebesar 6,1%. Yoga telah dilaporkan mempunyai banyak manfaat terapeutik. Sebuah penelitian memperlihatkan
bahwa dengan melakukan latihan yoga setidaknya dua kali seminggu secara teratur dapat mengurangi stres, depresi, dan perasaan
negatif.
Yoga memang dapat dilakukan siapa pun, gerakannya pun dapat diikuti setiap orang. Hanya, karena gerakan yoga cenderung lebih
gemulai dibanding fitness dan aerobik, sebagian besar peserta yoga adalah perempuan. Yoga dipercaya dapat memberikan efek rasa
segar sehingga tidak cepat emosional dalam menghadapi masalah.
Di Indonesia, yoga sudah dikenal sejak 1970. Tren yoga terjadi sepanjang 2-3 tahun terakhir. Pada saat kehidupan manusia sudah
sangat dihimpit banyak persoalan, stres tak terhindarkan dan berbagai macam ketegangan hidup. Namun, tidak ada penyaluran untuk
melepaskan ketegangan tersebut. Yoga mensinergikan tubuh, pikiran, dan jiwa hingga dicapai keseimbangan hidup.
Prinsip yoga terdiri dari 5 poin. Pertama, beraktivitas fisik secara teratur (proper exercise). Kedua, bernapas perlahan tetapi dalam
(proper breathing). Melakukan pranayama (teknik mengolah napas dalam yoga). Ketiga, beristirahat cukup (proper rest). Keempat,
menjaga pola makan (proper diet). Sangat baik untuk menjaga pola makan yang seimbang, baik secara gizi (kualitas) maupun porsi
(kuantitas). Kelima, berpikir positif melalui meditasi (positive thinking through meditation)
Yoga tidak hanya bermanfaat untuk terapi masalah mental tetapi juga dapat meningkatkan kondisi fisik. Selain itu yoga dapat
digunakan sebagai terapi fisik seperti asma, hipertensi, rematoid arthitis, migrain, kelainan muskuloskeletal, gejala dari kanker, dan
gejala lain yang berhubungan dengan faktor mental yang disebabkan oleh stres. Seseorang yang menunjukan tanda-tanda
kecemasan, ketegangan, depresi, kemarahan, dan kebingungan, setidaknya dengan mengikuti satu kali sesi yoga dapat membuat
dirinya lebih rileks dan tenang (Manocha et al.).
Yoga dan stres

Kondisi mental seseorang berhubungan dengan jumlah hormon kortisol dalam tubuh. Kortisol yang disekresikan dari korteks adrenal
merupakan indeks biokimia dari aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA), dan terkait dengan kondisi stres psikologis.
Beberapa studi telah menunjukan bahwa latihan meditasi jangka panjang, yang merupakan salah satu komponen yoga, tidak
membawa pengaruh yang signifikan terhadap level kortisol antara grup yang melakukan yoga jangka panjang dengan grup kontrol.
Selain memperhatikan kadar kortisol, ada beberapa studi yang membandingkan tingkat katekolamin, seperti norepinefrin, epinefrin,
dan asam vanilymandelic (VMA). Indeks biokimia tersebut dapat mewakili kondisi stres seseorang. Suatu studi oleh infate dkk
dilaporkan bahwa jumlah norepinefrin dan epinefrin dalam urin pada kelompok yang melakukan meditasi lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Konsentrasi rendah VMA kemih juga ditemukan pada praktisi meditasi dibandingkan dengan kelompok
kontrol. (Walton et al)

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:45:34 2017 / +0000 GMT

Indikator lain yang dapat dipakai adalah asam gamma-aminobutirat (GABA). GABA berkurang ketika seseorang dalam kondisi stres
atau depresi. Dalam suatu studi mengunakan MRS (Magnetic Resonance Spectoscopy) untuk memperoleh hasil level GABA
thalamic, peningkatan level GABA seluruhnya terjadi pada kelompok yang melakukan sesi yoga selama 60 menit dibandingkan

kelompok kontrol yang melakukan sesi membaca selama 60 menit. Ada korelasi positif antara melakukan yoga dengan peningkatan
kadar GABA thalamic dan perbaikan dalam skala mood.
Selain studi yang membandingkan jumlah indeks biokimia terhadap stres, terdapat juga penelitian yang menggunakan kuisioner
POMS (Profile of Mood States Questionnaire). Kuesioner diberikan kepada semua perseta. Kuesioner ini mencakup pertanyaan
tentang usia, ras, pendidikan, durasi dalam berlatih yoga, dan disertai dengan 6 skala untuk menilai suasana hati ?mood? yaitu
ketegangan-kecemasan, depresi, kemarahan-kebencian, gairah, kelelahan, dan kebingungan. Hasil yang didapat ada kecenderungan
skor lebih tinggi pada kelompok yang melakukan yoga daripada kontrol. Tetapi pada skala kebingungan dan gairah tidak ada
perbedaan yang signifikan.
Kesimpulan
Latihan yoga bisa menjadi salah satu solusi alternatif bagi ibu yang mengalami stres maupun depresi setelah melahirkan. Selain
membantu meringankan masalah psikologis, yoga dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan jasmani bagi ibu. Dengan
demikian, ibu tidak mengalami kendala ASI tidak dapat keluar, sehingga proses laktasi dapat dilakukan. Proses laktasi ini dapat
meningkatkan gizi bagi anak dan menurunkan resiko penyakit bagi ibu. Pada akhirnya angka kematian ibu dan anakdapat
menurunkan.
Daftar Pustaka

- Streeter C, Whitfield H, Owen L, Rein T, Karri K, Yakhind A, et al. Effect of Yoga Versus Walking on Mood, Anxienty,
and Brain GABA Levels: A Randomized Controlled MRS Study. c2010 [cited 2011 Sept 25. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3111147/?tool=pmcentrez


- Yoshihara K, Hiramoto T, Sudo N, Kubo C. Profile of mood states and stress-related biochemical indices in long-term yoga
practitioners. c2011 [cited 2011 Sept 25. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3125330/?tool=pmcentrez

- Wardlaw M, Hampl S, DiSilvestro A. Perspectives in Nutrition. America: McGraw-Hill, 2004;p. 588-593

- Tumbelaka R. Hendarto A. Hegar B, dkk. Bedah ASI. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2008.

- Sloane D, Benedict Salli, Mintzer M. Petunjuk lengkap kehamilan. Jakarta: Mitra Utama, 1991;p. 81-111

- Wisner L, Parry L, Piontek M. Postpartum Depression. c2002 [cited 2011 Sept 25. Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp011542

- Dennis L. Psychosocial and psychological intervention for prevention of postnatal depression: systematic review. c2005
[cited 2011 Sept 25. Available from:
http://www.bmj.com/content/331/7507/15.full?sid=bab6e9fa-bf21-4cb5-9d96-5b564c219d8e

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/3 |