PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PAI BERBASIS PROBLEM POSING DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PENDIDIKAN DASAR DI SIDOARJO.
KREATIVITAS SISWA PENDIDIKAN DASAR DI SIDOARJO
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam
Oleh Azizatul Ummah NIM. F03214012
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PAI BERBASIS PROBLEM POSING DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA
PENDIDIKAN DASAR DI SIDOARJO Oleh: Azizatul Ummah
ABSTRAK
Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimanakah proses pengembangan pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo. 2) Bagaimanakah kevalidan dan kepraktisan pengembangan pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar. 3) Bagaimanakah kreativitas siswa setelah pembelajaran problem posing pendidikan dasar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan karena tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perangkat pembelajran berupa RPP dan LK. Penelitian pengembangan ini menggunakan model desain Thiagarajan. Model Thiagarajan terdiri dari 4 tahap yang dikenal dengan model 4-D (four D model). Keempat tahap tersebut adalah tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (development) dan tahap penyebaran (disseminate). Untuk memperoleh data penelitian menggunakan 5 teknik pengumpulan data yaitu: wawancara, validasi ahli, observasi, angket, dan tes. Wawancara digunakan untuk memperorleh data tentang proses pengembangan pembelajaran PAI berbasis problem posing. Validasi ahli digunakan untuk memperoleh data tentang kevalidan dan kepraktisan RPP dan LK. Observasi digunakan untuk memperoleh data selama proses uji coba yang meliputi aktivitas siswa, keterlaksanaan sintaks RPP, dan observasi kreativitas siswa. Angket respon siswa digunakan untuk memperoleh data selama proses uji coba.
Data penelitian dianalisis dan diperoleh hasil bahwa RPP dan LK dapat dikategorikan valid dan praktis sehingga layak digunakan. Sedangkan kreativitas siswa berdasarkan hasil pre-test dan post-test menunjukkan kreativitas siswa sedang dan tinggi mengalami peningkatan pada post test.
(7)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
UCAPAN TERIMAKASIH ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C.Rumusan Masalah ... 9
D.Tujuan Penelitian ... 9
E.Kegunaan Penelitian ... 10
F. Definisi Konseptual ... 10
G.Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II KAJIAN TEORITIK ... 14
A.Problem Posing ... 14
1. Pengertian Problem Posing ... 14
2. Karakteristik Pembelajaran Problem Posing ... 16
3. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Problem Posing ... 19
4. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Posing ... 22
B.Kreativitas ... 24
1. Pengertian Kreativitas ... 24
2. Tujuan Pengembangan Kreativitas ... 27
3. Tahap-tahap Pengembangan Kreativitas ... 29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas ... 31
5. Ciri-ciri Kreativitas ... 34
C.Problem Posing dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa ... 36
D.Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 37
1. Tahap Pendefinisian (Define) ... 37
2. Tahap Perancangan (Design) ... 39
3. Tahap Pengembangan (Development) ... 40
4. Tahap Penyebaran (Disseminate) ... 42
E.Materi Pembelajaran ... 42
1. Materi Pembelajaran Ciri-ciri Orang Munafik ... 42
2. Materi Pembelajaran Puasa Wajib ... 45
F. Penelitian Terdahulu ... 48
BAB III METODE PENGEMBANGAN ... 51
A.Model Pengembangan ... 51
(8)
2. Tahap Perancangan (Design) ... 53
3. Tahap Pengembangan (Development) ... 54
4. Tahap Penyebaran (Disseminate) ... 57
B.Prosedur pengembangan ... 57
C.Subjek Uji Coba ... 57
D.Desain Uji Coba ... 57
E.Teknik Pengumpulan Data ... 58
1. Wawancara ... 58
2. Validasi ahli ... 59
3. Observasi ... 59
4. Angket ... 60
5. Tes ... 60
F. Teknik Analisis Data ... 61
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ... 68
A.Proses Pengembangan Pembelajaran Problem Posing ... 68
B.Validasi dan Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 95
C.Deskripsi dan Analisis Data Kreativitas Siswa ... 104
BAB V PENUTUP ... 110
A.Kesimpulan ... 110
B.Saran ... 111
(9)
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Kurikulum pendidikan di Indonesia berdasar kepada filsafat konstruktivistik yaitu peserta didik membangun sendiri suatu pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah ia miliki.1 Proses pengalaman belajar menjadi hal penting menurut pemikiran ini. Peserta didik diharapkan dapat menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ia miliki untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Materi Pendidikan Agama Islam sangat cocok dengan landasan pemikiran ini. Penyampaian strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam didesain sedemikian rupa menjadikan peserta didik mendapatkan hikmah nilai ajaran agama Islam. Pengalaman berharga pendidikan Islam membekas sepenuhnya di qalbu peserta didik. Karena moral generasi penerus menjadi sebuah produk pendidikan Islam yang paling berharga dan bernilai.
Hal ini sesuai dengan tiga tujuan pembelajaran yang berlaku untuk semua bentuk pembelajaran, yaitu:2 1) Tahu, mengetahui disebut sebagai aspek knowing. Dalam tingkatan ini guru memiliki tugas untuk mengupayakan kepada peserta didiknya agar mengetahui sesuatu konsep. 2) Terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu disebut sebagai aspek doing, dan 3) Melaksanakan atau mengamalkan yang ia ketahui itu disebut sebagai aspek being.
1 Sukiman, “Teori Pembelajaran dalam Pandangan Konstruktivisme dan Pendidikan Islam”,
Kependidikan Islam, vol 3, No. 1 (2008), 59.
2
Ahmad Tafsir, Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam (Bandung: Maestro, 2008), 34-35
(10)
Tiga tujuan pembelajaran tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Guru seharusnya dapat melaksanakan tiga rumusan tujuan dengan baik. Tetapi pada kenyataannya banyak guru agama yang belum melaksanakan tiga tujuan tersebut dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil lulusan yang kurang bisa mengamalkan kepada masyarakat maupun untuk dirinya sendiri. Berdasarkan data dari badan pusat statistik Indonesia tahun 2010 meningkatnya angka kasus kriminalitas oleh remaja tiap tahunnya menunjukkan peningkatan dari segi kuantitas dari tahun 2007 yang tercatat sekitar 3100 orang remaja yang terlibat dalam kasus kriminalitas, serta pada tahun 2008 dan 2009 yang meningkat menjadi 3.300 dan sekitar 4.200 remaja.
Dengan fenomena ini penulis berusaha mencari permasalahan apa saja yang ada sehingga tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Adapun permasalahan yang sering dijumpai dalam pembelajaran, adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Disamping itu permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran adalah dalam hal menerapkan apa yang terkandung dalam pelajaran tersebut.
Hal ini ditunjukkan dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya dominasi guru (teacher oriented), sehingga menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif dan juga disebabkan kurangnya perhatian guru terhadap variasi penggunaan model pembelajaran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran secara baik. Kondisi seperti ini tidak akan
(11)
menumbuh kembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan.
Pendidikan di masa sekarang tidak lagi sekedar mengisi otak siswa dengan berbagai teori dan konsep ilmu pengetahuan tetapi lebih bersifat mendorong menggerakkan, dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan inspirasinya secara actual.3 Untuk itu perlu dikembangkan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih leluasa untuk menyampaikan ide-idenya tentang pelajaran yang disampaikan, aktivitas-aktivitas yang mendorong siswa belajar aktif baik secara mental, fisik dan sosial sehingga siswa dapat mengikuti proses pembelajaran secara aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan.
Salah satu pembelajaran yang dapat mengakomodasikan hal tersebut adalah dengan problem posing. Problem posing adalah suatu pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan atau membuat soal sendiri berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan, kemudian menyelesaikannya sendiri.4 Problem posing merupakan kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif. Sebab dalam pembelajaran ini mengharuskan siswa membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan. Bertanya merupakan pangkal semua kreasi. Orang yang memiliki kemampuan berkreasi dikatakan memiliki sikap kreatif. Selain itu dengan pengajuan soal, siswa diberi kesempatan aktif secara mental, fisik, dan sosial serta memberikan
3
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), 257.
4
Thobroni, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktik. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2015), 287.
(12)
kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan membuat jawaban. Seperti yang diungkapkan oleh Florence bahwa masalah itu harus diciptakan atau ditemukan oleh pemecah masalah itu sendiri.5 Dengan model pembelajaran problem posing, kreatifitas siswa dapat tumbuh.
Pada saat ini titik tekan pendidikan hanya pada aspek kognitif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang muncul di raport didapatkan dari segi kognitif saja seperti nilai UAS, UTS, dan ulangan harian. Sehingga menyebabkan kualitas siswa dari tahun ke tahun semakin rendah dalam hal kreativitas karena kreativitas tidak lagi dihargai oleh guru. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita Rahmasari dengan judul “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kreativitas Siswa SMA N 2 Sidoarjo Melalui Motivasi Belajar” disimpulkan bahwa kreativitas di SMA N 2 Sidoarjo masih berada pada level rendah yaitu 40%. Melihat kondisi seperti ini guru hendaknya mempunyai paradigma pemikiran bahwa siswa itu mempunyai corak dan karakteristik yang satu sama lain berbeda. Agar keperluan seluruh siswa terpenuhi dan perkembangan kreativitas anak semakin tinggi.
Kreativitas anak dalam berpikir tercermin dalam berbagai hal diantaranya dalam diri siswa punya hasrat untuk selalu ingin tahu, tidak menerima begitu saja apa yang disampaikan guru. Siswa selalu mengajukan berbagai pertanyaan berkaitan dengan materi yang disampaikan, apabila merasa kurang puas dengan penjelasan guru mereka mencari refrensi atau sumber lain untuk mendapatkan
5
(13)
jawaban yang valid atas pertanyaan yang diajukan.6 Hal ini sangat cocok dengan langkah-langkah pembelajaran problem posing yang mengharuskan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan solusi jawabannya.
Proses berpikir tinggi termasuk berpikir kreatif seperti kemampuan siswa untuk menemukan ide-ide baru, memecahkan masalah, dan kreativitas siswa dalam bertanya jarang dilatih oleh guru. Oleh karena itu tidak heran jika dalam suatu proses pembelajaran tidak ditemukan siswa mampu mengemukakan ide-ide baru. Hal ini disebabkan karena siswa pasif mengikuti pembelajaran. Mereka tidak dilatih mengembangkan daya pikir yang aktif dan inovatif. Disamping itu jika siswa dihadapkan dalam suatu masalah, siswa tidak mampu memecahkan masalah tersebut dengan kritis, logis, dan tepat.
Oleh karena itu, dalam memilih strategi, metode, atau pendekatan guru hendaknya memperhatikan apa yang dibutuhkan dan cocok untuk setiap siswa. Hal ini bertujuan untuk menjadikan pembelajaran bermakna, tepat sasaran dan menyenangkan. Selain itu, guru juga bertugas mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kreatif. Sehingga menghasilkan sesuatu yang orisinal dan bermanfaat bagi siswa maupun masyarakat. Karena kreativitas siswa yang rendah dapat menimbulkan dampak negatif yaitu plagiarisme. Budaya plagiat yang banyak terjadi di lingkungan pelajar khususnya, dapat mematikan daya kreativitas siswa. Tanpa disadari dengan adanya kegiatan plagiat ini daya kreatifitas mereka tidak berkembang karena hanya mengandalkan hasil pemikiran orang lain. Para siswa yang seharusnya dapat
6
(14)
melahirkan sebuah karya, pemikiran atau pendapat dari hasil pemikiran mereka sendiri, dengan adanya kegiatan plagiat ini, maka kemampuan berpikir mereka secara tidak langsung tidak akan terasah. Dengan demikian akal yang seharusnya digunakan untuk berpikir dan mengasah kreativitas tidak akan berkembang. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka pembelajaran yang ada di pendidikan dasar harus mengarahkan siswa untuk berpikir secara kreatif sehingga menghasilkan sesuatu yang orisinal
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan bagi siswa. Pendidikan dasar inilah yang selanjutnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran harus dapat menyampaikan ketiga aspek dasar yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Kehidupan modern sekarang ini tidak terlepas dari aspek ilmiah. Berbagai temuan, baik teknologi maupun teori, selalu dinilai dari aspek keilmiahannya. Temuan ilmiah yang dihasilkan sekarang ini mencerminkan tingkat kreativitas peradaban yang tinggi. Namun, sebagian besar temuan tersebut dihasilkan oleh peradaban barat, sementara Indonesia masih jauh tertinggal. Hal inilah yang mendasari pemikiran bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir kreatif manusia Indonesia sejak dini melalui pendidikan di sekolah dasar. Pendidikan di sekolah dasar merupakan fase penting dari perkembangan anak yang akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa datang. Pada dasarnya, siswa pendidikan dasar memiliki rasa ingin tahu, tanggap terhadap permasalahan dan kompleksitasnya, dan minat untuk memahami fenomena
(15)
secara bermakna. Sehingga pengembangan kemampuan berpikir kreatif anak pada fase pendidikan di sekolah dasar dirasa sangat penting.
Pendidikan selama ini hanya menekankan pada hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Sehingga kurang memberikan kesempatan siswa untuk memberikan jawaban beragam dan orisinal. Hal ini mengakibatkan rendahnya kreativitas siswa. Seperti yang terjadi di MI Al-Ahmad Mojosantren. Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan guru hanya fokus pada satu jawaban benar dan menyalahkan jawaban yang lain. Sehingga kreativitas siswa tidak dapat berkembang. Meskipun begitu, MI AL-Ahmad sudah terakreditasi “A” dan merupakan salah satu madrasah yang diminati oleh masyarakat di kecamatan Krian. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah siswa yang mencapai 550 siswa, meskipun didesa tersebut terdapat dua sekolah dasar yang saling berdekatan jaraknya kurang lebih 150 meter.
SDN Seketi Balongbendo memiliki 400 siswa. SDN Seketi juga sudah
terakreditasi “A”. Namun tidak semua siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan diatas karena pembelajaran yang masih bersifat teacher oriented dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif dan aktif. Sehingga perlu pengembangan pembelajaran yang berorientasi pada siswa.
Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mengenai Pengembangan Pembelajaran PAI Berbasis Problem Posing dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa Pendidikan Dasar di Sidoarjo.
(16)
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi bahwa masalah yang ditemukan adalah :
1. Peran guru dalam mendorong dan menggerakkan siswa dalam proses pembelajaran tidak optimal.
2. Siswa tidak bisa menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. 3. Model pembelajaran yang digunakan mengarah pada teacher centred
(berpusat pada guru) 4. Kreativitas siswa rendah.
5. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada hasil belajar. 6. Tingkat plagiarisme yang semakin tinggi di kalangan pelajar. 7. Siswa tidak bisa memecahkan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan secara jelas dan terfokus. Peneliti hanya membatasi subjek uji coba di wilayah Sidoarjo bagian Barat. Meliputi MI Al-Ahmad Krian, MI Miftahul Ulum Krian, MI Nurul Huda Balongbendo, SD Negeri Keret dan SD Negeri Seketi Balongbendo. Selanjutnya yang menjadi masalah penelitian dibatasi hanya pada pengembangan model pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa.
(17)
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumusakan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pengembangan pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo? 2. Bagaimanakah kevalidan dan kepraktisan pengembangan pembelajaran PAI
berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo?
3. Bagaimanakah kreativitas siswa setelah pembelajaran problem posing pendidikan dasar di Sidoarjo?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, didapatkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pengembangan pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo
2. Untuk mengetahui kevalidan dan kepraktisan pengembangan pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo
3. Untuk mengetahui kreativitas siswa setelah diterapkan model pembelajaran problem posing pendidikan dasar di Sidoarjo.
(18)
E.Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai guna sebagai berikut: 1. Bagi pengembang ilmu, hasil penelitian ini memberikan inovasi yang lebih
praktis dalam pembelajaran yang dapat digunakan dalam mata pelajaran PAI.
2. Bagi keperluan praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan referensi bagi pengembang penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan pengalaman baru yang berharga dalam meningkatkan profesionalitas peneliti pada bidang pendidikan agama islam.
F. Definisi Konseptual
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah – istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka istilah yang perlu didefinisikan adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, dan tekhnik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. 2. Problem Posing adalah suatu pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan atau membuat soal sendiri berdasarkan informasi yang diberikan, kemudian menyelesaikannya sendiri.
3. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab soal dengan cara yang baru dan unik serta mendapatkan solusi.
(19)
4. Valid yaitu menurut cara yang semestinya, berlaku, atau sahih. Perangkat dikatakan valid jika perangkat yang dibuat sesuai dengan kriteria valid. 5. Karakteristik produk pendidikan yang memiliki kualitas kepraktisan yang
tinggi apabila ahli dan guru mempertimbangkan produk itu dapat digunakan dan realitanya menunjukkan bahwa mudah bagi guru dan siswa untuk menggunakan produk tersebut.
6. Materi yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut
a. Di Madrasah Ibtidaiyah membahas isi kandungan hadis tentang ciri-ciri orang munafik riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah. Materi tersebut masuk pada pokok bahasan Jauhi ciri-ciri orang munafik dengan kompetensi dasarnya adalah memahami isi kandungan hadis tentang ciri-ciri orang munafik riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah.
b. Di Sekolah Dasar membahas materi tentang mengenal puasa wajib dengan kompetensi dasar menyebutkan ketentuan-ketentuan puasa ramadhan dan menyebutkan hikmah puasa.
G.Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan alur pembahasan yang mencakup logika penyusunan dan koherensi antara bagian yang satu dengan lainnya.7 Oleh karena itu penulis dalam penyusunan tesis ini secara bertahap mengikuti sistem sebagai berikut:
7
Pascasarjana UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis dan Disertasi
(20)
Bab Pertama, merupakan pendahuluan. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab dengan tujuan mengetahui dan memahami kronologi penelitian yang dilakukan melalui latar belakang, identifikasi dan batasan terhadap permasalahan yang diangkat, rumusan masalah yang ditelusuri jawabannya, tujuan dan kegunaan dari penelitian yang dilakukan, penegasan judul (definisi konseptual), dan sistematika pembahasan yang dipakai.
Bab Kedua, merupakan pemaparan tentang tinjauan teoritik. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab dengan tujuan memperoleh teori model pembelajaran Problem Posing secara detail, komprehensif, mendalam dan mudah dipahami. Sub bab tersistematika secara urut sebagai berikut: pengertian pembelajaran problem posing, karakteristik pembelajaran problem posing, kelebihan dan kekurangan pembelajaran problem posing, langkah-langkah pembelajaran problem posing, pengertian kreativitas, tujuan pengembangan kreativitas, tahap-tahap pengembangan kreativitas, faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas, ciri-ciri kreativitas, problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa, dan penelitian terdahulu
Bab Ketiga, merupakan pemaparan metode pengembangan. Metode pengembangan merupakan teknik yang ditempuh dalam pengembangan sekaligus proses-proses pelaksanaannya. Sub bab dipaparkan berturut–turut yaitu model pengembangan, prosedur pengembangan, desain uji coba, subjek coba, instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.
Bab Keempat, merupakan deskripsi dan analisis data. Bab ini menjelaskan secara rinci temuan-temuan data yang ditemukan selama
(21)
melakukan penelitian dan mengupas secara tuntas mendalam hasil penelitian sehingga diperoleh suatu teori pengembangan pembelajaran. Data dikumpulan secara lengkap selanjutnya dipaparkan dalam bentuk deskripsi data dan dilakukan analisis data. Terdiri dari beberapa sub bab, antara lain: proses pembelajaran PAI berbasis problem posing, deskripsi dan analisis data validasi kepraktisan perangkat pembelajaran, dan deskripsi dan analisis data hasil kreativitas siswa.
Bab Kelima, merupakan penutup. Bab ini sebagai akhir dari rangkaian penelitian yang dilakukan oleh penulis, yang memaparkan jawaban dari rumusan masalah yang diajukan oleh penulis serta implikasi teoritik terhadap pendidikan Islam. Oleh karena itu, bab ini tersistematika menjadi 2 sub bab, yaitu kesimpulan dan saran penggunaan produk.
(22)
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Problem Posing
1. Pengertian Problem Posing
Model pembelajaran problem posing mulai dikembangkan tahun 1998 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain. Pembelajaran hendaknya lebih ditekankan pada kegiatan problem posing. Hal ini untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soal. Mengajukan soal merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Menurut Hobri Problem posing mempunyai arti yaitu,8(1) perumusan soal sederhana atau perumusan kembali soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai; (2) perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan; (3) perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah memecahkan soal. Problem posing merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa dalam kegiatan pembelajaran diminta menyusun soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan.
(23)
Suyatno menjelaskan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang artinya “merumuskan masalah” atau
“membuat masalah”. Problem posing yaitu pemecahan masalah dengan
melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami.9 Masalah yang dimaksudkan adalah soal-soal dalam matematika, sehingga problem posing dapat diartikan sebagai membuat soal atau membuat masalah.
Upu memberikan tiga pengertian pengajuan masalah (Problem posing) dalam pustaka pendidikan matematika. Pertama, pengajuan masalah (problem posing) adalah perumusan ulang masalah yang telah diberikan dengan beberapa cara dalam rangka menyelesaikan masalah yang rumit. Kedua, pengajuan masalah (problem posing) adalah perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat pada masalah yang dipecahkan dalam rangka mencari alternatif penyelesaian masalah yang relevan. Ketiga, pengajuan masalah (problem posing) adalah merumuskan atau mengajukan masalah dari situasi yang diberikan, baik sebelum, pada saat atau setelah penyelesaian.10
Dari berbagai pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa problem posing adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dalam kegiatan pembelajaran diminta menyusun soal berdasarkan situasi atau informasi yang telah diberikan oleh guru.
9
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Pustaka, 2009) hal 6
10
Hamzah Upu, Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003), 17
(24)
2. Karakteristik Pembelajaran Problem Posing
Dalam mencari pemecahan masalah tidak harus didapatkan satu solusi. Seorang guru harus melatih siswanya untuk mencari kemungkinan solusi yang lain dengan mengembangkan konsekuensi yang diterima jika mereka mengambil salah satu solusi masalah tersebut. Dalam pembelajaran problem posing masalah yang diajukan tidak harus baru.11 Hal tersebut juga menyangkut pembentukan kembali dari permasalahan yang telah ada atau pembentuk masalah dari masalah yang telah ada atau bahkan pembentuk masalah yang telah diperoleh solusinya.
Keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima materi dari guru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Jadi dalam model pembelajaran problem posing ini tidak hanya dapat meningkatkan kreativitas siswa tetapi juga hasil belajar yang baik.
Silver dan Cai telah mengklasifikasikan problem posing menjadi 3 yaitu:12 (1) Pre-Solution Sebelum penyelesaian masalah, dimana beberapa masalah dihasilkan secara teliti dari stimulus yang disajikan seperti sebuah gambar, kisah atau cerita, diagram, paparan dan lain-lain. (2) During (within-solution) Selama penyelesaian masalah ketika siswa secara sengaja merubah suatu hasil dan kondisi dari permasalahan. (3) After Problem
11
Ibid, Hobri, 96
12
(25)
Posing (post-solution). Setelah penyelesaian masalah, ketika pengalaman dari konteks penyelesaian masalah diterapkan pada situasi yang baru.
Dalam penelitian ini, menggunakan salah satu dari tiga bentuk aktivitas kognitif tersebut yaitu pengajuan pre-solution posing dalam memberikan tugas pengajuan masalah kepada siswa karena siswa dituntut untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki.
Brown dan Walter yang dikutip oleh Hobri mengatakan bahwa informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, masalah, atau penyelesaian dari suatu masalah.13 Selain itu jenis informasi dalam problem posing ada dua, yaitu:14
a. Informasi bergambar
Informasi bergambar ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu: 1) Informasi bergambar yang disertai keterangan gambar
2) Informasi bergambar yang tidak disertai keterangan gambar, kecuali berupa kata sebagai penjelas gambar.
b. Informasi tidak bergambar
Informasi tak bergambar atau informasi yang hanya berupa kalimat saja dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Informasi yang berupa kalimat saja 2) Informasi berupa kalimat pertanyaan saja
3) Informasi berupa kalimat pertanyaan dan kalimat pernyataan
13
Ibid, Model-Model Pembelajaran………, 96
14
Agus Sutejo, Hasil Belajar Siswa yang Diberi Tugas Pengajuan Soal Matematika Berdasarkan Dua Sajian Informasi yang Berbeda, (Tesis, PPs. Unesa, 2002) hal. 18
(26)
Dalam penelitian ini menggunakan informasi bergambar yang tidak disertai keterangan. Karena untuk menggali secara mendalam kreativitas siswa.
Soedjadi menjelaskan bahwa ada syarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengajukan masalah adalah kemampuan membaca, kemampuan memahami informasi yang disajikan dan kemampuan mengkomunikasikan pola pikir bertanya dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan.15 Sedangkan Stoyanova menyatakan bahwa situasi atau informasi dalam problem posing dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:16
a. Problem posing bebas
Pada situasi problem posing bebas, siswa tidak diberikan informasi yang harus dipatuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk masalah sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan masalah.
b. Problem posing semiterstruktur
Pada situasi problem posing semiterstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus
15
Soedjadi, Kiat pendidikan Matematis di Indonesia: Konstantasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas, 2000) hal.
(27)
mengkaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diketahuinya untuk membuat masalah.
c. problem posing terstruktur
Pada situasi problem posing terstruktur, informasi atau situasinya berupa masalah atau selesaian dari suatu masalah.
Dalam penelitian ini, jenis situasi atau informasi yang digunakan adalah problem posing semiterstruktur. Brown dan Walter menyatakan bahwa pengajuan masalah terdiri dari dua aspek penting, yaitu accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan kemampuan siswa memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi yang sulit ditentukan. Sementara challenging, berkaitan dengan sejauh mana siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan kemampuan untuk mengajukan masalah.17 Dua aspek tersebut digunakan oleh peneliti dalam mengidentifikasi kreativitas pengajuan masalah siswa. 3. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Problem Posing
Pembelajaran problem posing cukup memberikan banyak manfaat bagi siswa. Upu menjelaskan bahwa pengajuan masalah merupakan salah satu pendekatan yang mampu meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran matematika.18 Pengajuan masalah dapat bermanfaat dan digunakan dalam mempertemukan sejumlah tujuan belajar
17
Stephen I. Brown, Marion I. Walter, The Art of Problem Posing 3rd Edition, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers, 2005), 1
18
Hamzah Upu, Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003), 8
(28)
yang banyak dan bervariasi, baik dalam strategi pembelajaran berkelompok maupun pembelajaran secara individu.
Sedangkan menurut Siswono dalam menyebutkan beberapa manfaat dan kelemahan pengajuan masalah, yaitu sebagai berikut:19
a. Manfaat pengajuan masalah
1) Membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performennya dalam pemecahan masalah.
2) Merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif.
3) Mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan memecahkan masalah dan sikap siswa terhadap matematika.
4) Dapat mempromosikan sikap inkuiri dan membentuk pikiran yang berkembang dan fleksibel.
5) Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya. 6) Berguna untuk mengetahui kesalahan atau miskonsepsi siswa. 7) Mempertinggi kemampuan pemecahan masalah peserta didik,
sebab pengajuan masalah memberikan penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar.
8) Menghilangkan kesan “keseraman” dan “kekunoan” dalam belajar.
(29)
9) Mempersiapkan pola pikir atau kriteria berpikir matematis, berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Problem posing dapat membantu siswa menemukan topik dengan lebih tajam dan memungkinkan siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam. Problem posing juga dapat mendorong siswa untuk menciptakan ide-ide baru dalam setiap topik.20
b. Kelemahan pengajuan masalah
1) Seringkali siswa melakukan penipuan, siswa hanya meniru atau menyalin hasil pekerjaan temannya, tanpa mengalami peristiwa belajar.
2) Membutuhkan waktu yang lebih banyak bagi siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Menyita waktu yang lebih banyak bagi pengajar, khususnya waktu koreksi tugas siswa. 3) Memerlukan keahlian khusus dan kemampuan guru dalam
mengarahkan siswa membuat masalah, sebab masalah yang dibuat siswa dapat beragam dan guru harus menilai apakah masalah yang diajukan tersebut benar/salah, apakah sesuai dengan informasi yang ada, atau apakah dapat dipahami siswa lain. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penelitian ini manfaat dari pengajuan masalah adalah dapat membantu keyakinan, kesukaan, dan kreativitas, berpengaruh terhadap kemampuan memecahkan
20
Stephen I. Brown, Marion I. Walter, The Art of Problem Posing 3rd Edition, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers, 2005), 1
(30)
masalah, mendorong siswa lebih bertanggung jawab dengan belajarnya, dapat mengetahui kesalahan dan miskonsepsi siswa, membantu memperkaya konsep-konsep dasar.
Sedangkan kelemahan pengajuan masalah adalah siswa hanya meniru atau menyalin hasil pekerjaan temannya dalam membuat masalah, siswa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, menyita waktu yang lebih banyak bagi pengajar untuk mengoreksi hasil pekerjaan siswa, dan guru memerlukan keahlian dalam mengarahkan siswa membuat masalah.
Oleh karena itu, untuk mengurangi kelemahan tersebut dalam penelitian ini guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru memberikan arahan kepada siswa, guru segera mungkin mengoreksi hasil pekerjaan siswa dan guru mencari banyak wawasan mengenai pengajuan masalah.
4. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Posing
Dengan menggabungkan tahap problem posing menurut pendapat Brown dan Walter (Accepting dan Challenging), dengan pendapat Hamzah Upu (situasi masalah, pengajuan masalah, pemecahan masalah) serta tahap dalam pengembangan berpikir kreatif (Persiapan, Inkubasi, Iluminasi, dan Verifikasi) dapat disusun langkah-langkah pendekatan problem posing, yaitu (a) Persiapan, penyampaian tujuan pembelajaran dan menggali pengetahuan awal siswa tentang materi; (b) Pemahaman, penjelasan singkat guru tentang materi yang akan dipelajari siswa; (c) Situasi
(31)
Masalah, pemberian situasi masalah atau informasi terbuka pada siswa, situasi masalah dapat berupa studi kasus atau informasi terbuka berupa teks dan gambar; (d) Pengajuan masalah, siswa mengajukan pertanyaan dari situasi masalah atau informasi terbuka yang diberikan guru; (e) Pemecahan masalah, siswa memberikan jawaban atau penyelesaian soal dari pertanyaan yang telah diajukan oleh siswa; (f) Verifikasi, mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.21
Menurut As’ari yang dikutip oleh Hobri ada sembilan langkah
bersesuaian yang dapat dilakukan guru dan siswa dalam pembelajaran dengan problem posing. Kesembilan langkah tersebut adalah sebagai berikut:22
a. Guru menyiapkan bahan atau alat pembelajaran, sementara siswa menyiapkan bahan atau alat belajar.
b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan siswa memahami tujuan pembelajaran tersebut.
c. Guru menjelaskan materi pelajaran, sedangkan siswa memperhatikan dan mencoba memahami penjelasan guru
d. Guru memberikan contoh cara membuat atau mengajukan soal, dan siswa diminta untuk memperhatikannya.
e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
f. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat soal sebanyak mungkin dari situasi yang diberikan, sedangkan siswa
21
Era Budi Waluyo, “Penerapan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Siswa SD”, JPGSD, Vol. 01, No. 2 (2013), 3
22
(32)
melakukan kegiatan merumuskan soal berdasarkan situasi yang diberikan.
g. Guru mempersilahkan siswa menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri;
h. Guru memberikan kesempatan lagi agar siswa mengajukan soal sesuai dengan informasi yang diberikan, tetapi situasi yang diberikan harus berbeda dengan situasi sebelumnya, kemudian siswa membuat soal sesuai dengan situasi yang diberikan dan mendiskusikan dengan teman-temannya.
i. Guru mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang dibuat temannya.
Dalam Penelitian ini penulis menggunakan enam langkah seperti yang dikemukakan oleh Era Budi yaitu Persiapan, Pemahaman, Situasi Masalah, Pengajuan masalah, dan Verifikasi.
B.Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
Ditinjau dari berbagai aspek kehidupan, pengembangan kreativitas sangatlah penting. Banyak permasalahan serta tantangan hidup menuntut kemampuan adaptasi secara kreatif dan kemampuan dalam mencari pemecahan masalah yang imajinatif. Kreativitas yang berkembang dengan baik akan melahirkan pola pikir yang solutif yaitu ketrampilan dalam mengenali permasalahan yang ada, serta kemampuan membuat perencanaanperencanaan dalam mencari pemecahan masalah.
(33)
Menurut Munandar kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.23 Lebih lanjut lagi Utami Munandar menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan yang merupakan tempat individu berinteraksi itu dapat mendukung berkembangnya kreativitas individu. Kreativitas yang ada pada individu itu digunakan untuk menghadapi bebagai permasalahan yang ada ketika berinteraksi dengan lingkungannya dan mencari berbagai alternative pemecahannya sehinga dapat tercapai penyesuaian diri secara adekuat.24
Drevdahl mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.25
Torrance berpendapat bahwa kreativitas adalah proses kemampuan individu untuk memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis baru dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu memerlukan adanya dorongan-dorongan dari
23
Munandar, Kreativitas Dan Keberbakatan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), 6
24
Asrori. Psikologi Pembelajaran. (Bandung: CV Wacana.2007), hal.62.
25
(34)
lingkungan yang didasari oleh potensi-potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya.26
Kreativitas adalah proses menantang ide-ide dan cara-cara melakukan hal-hal yang sudah diterima untuk menemukan solusi-solusi atau konsep-konsep baru.27 Menurut Suryosubroto, kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada yang relative berrbeda dengan apa yang telah ada.28
Mednick dalam lefrancois mendefinisikan kreativitas, kreativitas merupakan bagian dari unsur-unsur asosiatif dalam kombinasi baru yang memenuhii syarat-syarat tertentu atau dengan beberapa cara yang berguna. Makin jauh timbale balik unsur-unsur kombinasi baru, makin kreatif proses pemecahan masalah itu.29Menurut Guilford kreativitas adalah berpikir divergen yang rnenekankan kepada kegiatan pencarian jawaban melalui kebebasan berpikir yang tersebar ke berbagai arah untuk menernukan berbagai alternatif jawaban terhadap suatu permasalahan
Menurut Suratno kreativitas merupakan bentuk aktivitas imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang bersifat asli original. Menurut Nursisto kreativitas adalah kemampuan untuk berhayal. Misalkan anak berhayal
26
Ibid. hal.65.
27
George P. Boulden. Menegmbangkan Kreativitas Anda. (Jogjakarta: Dholpin Books.2006), 10.
28
B. Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. (Jakarta: PT. Rineka Cipta.2009), 191.
(35)
merayakan hari ulang tahunnya , maka dengan sendirinya pikiran yang terbayang adalah roti ulang tahun yang cantik.30
Dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinal sesuai imajinasi atau khayalannya untuk menernukan berbagai alternatif jawaban terhadap suatu permasalahan.
2. Tujuan Pengembangan Kreativitas
Menurut Nursisto kemampuan belajar siswa jadi lebih baik jika kemampuan kreativitasnya juga ikut dilibatkan. Pada dasarnya semua siswa memiliki kreatif dalam dirinya yang harus dikembangkan agar hidup jadi semangat dan produktif. Kesadaran akan kemampuan kreativitas ini harus dilatih untuk memacu keberhasilan siswa demi menyongsong masa depan.31 Hal ini sejalan dengan ungkapan Getzels dkk dalam Nursisto yang mengemukakan dalam achievement test, siswa yang memiliki IQ tinggi hasilnya sama bagusnya dengan siswa yang memiliki kreatif tinggi.32 Ibarat pepatah tiada rotan akar pun jadi, maksudnya tiada IQ tinggi tapi punya kreativitas tinggi akan sama manfaatnya. Menurut Renzulli yang dikutip oleh Munandar kreativitas dapat memunculkan penemuan baru dalam berbagai bidang ilmu dan bidang usaha manusia, yang dapat bermanfaat untuk kehidupan manusia dimasa yang akan datang.33
30
Nursisto, Kiat Menggali Kreativitas (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999), 37.
31
Ibid, 6-7.
32
Ibid 34-35.
33
(36)
Menurut Munandar menekankan perlunya kretivitas dipupuk sejak dini, disebabkan beberapa faktor di bawah ini:34
a. Dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya. Perwujudan diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia.
b. Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya.
c. Kreativitas atau berfikir kreatif sebagai suatu kemampuan untuk melihat bermacam – macam kemungkinan penyelesaian suatu masalah. Hal inilah yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang masih menjadi fokus perhatian adalah penerimaan pengetahuan, ingatan dan penalaran.
d. Bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungannya, tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu. e. Kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya
secara individu serta kwalitas hidup seluruh umat manusia.
Berkembangnya kemampuan siswa untuk menggali kreativitas akan menjadikan anak akan percaya diri, mengurangi rasa takut salah, serta rendah diri. Apabila sudah timbul rasa percaya diri dan hilangnya rasa rendah diri maka siswa akan jadi optimis.35 Dengan begitu siswa lebih semangat mengikuti semua pelajaran di sekolah. Dengan tujuan dan fungsi
34
Ibid, 31.
(37)
pengembangan kreativitas sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka ruang lingkup dalam pengembangan kreativitas harus ada.
3. Tahap-tahap Pengembangan Kreativitas
Kreativitas Menurut Munandar teori Wallas yang dikemukakan pada
tahun 1926 dalam bukunya “The Art of Thought” yang menyatakan bahwa
proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu:36 1) persiapan, 2) inkubasi, 3) iluminasi, dan 4) verifikasi.
Pada tahap pertama, individu mempersiapkan diri mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah dengan belajar berfikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya. Individu mencoba memikirkan berbagai alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi itu. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajagi berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun, pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengekplorasi berbagai alternative pemecahan masalah. Pada tahap ini masih amat diperlukan pengembangan kemampuan berpikir divergen.
Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data atau informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi adalah tahap dimana individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar tetapi
“mengeramnya” dalam alam pra sadar. Proses inkubasi ini dapat
36
(38)
berlangsung lama (berhari-hari atau bahkan bertahun-tahun). Dan juga bisa sebentar (beberapa jam saja) sampai kemudian timbul inspirasi atau gagasan untuk pemecahan masalah.
Tahap iluminasi adalah tahap timbulnya “insight” atau “Aba
-Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses
psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Ini timbul setelah diendapkan dalam waktu yang lama atau bisa juga sebentar pada tahap inkubasi.
Tahap verifikasi atau evaluasi adalah tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan kata lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis). Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Dan, imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
Kreativitas diukur melalui skala penilaian yang meliputi 5 (lima) kriteria, yaitu : Kelancaran (fluency) yaitu kemampuan mengemukakan ide–ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah., Kelenturan (flexibility) yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah diluar kategori yang bisa., Keaslian (originality) yaitu kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa, Keterperincian (elaboration) yaitu kemampuan menyatakan
(39)
pengarahan ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan., dan Perumusan kembali (Redefinition) kemampuan untuk mengkaji atau menilik kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim. Namun dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan 3 (empat) kriteria yaitu Kelancaran (fluency), Kelenturan (flexibility), dan Keaslian (originality).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan bahwa faktor – faktor dalam kreativitas meliputi : daya imajinasi, rasa ingin tahu dan orisinalitas (kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan tidak biasa) dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingat, daya tangkap, penalaran, pemahaman terhadap tugas dan faktor lain dalam intelegensi. Jadi, pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kreativitas sangatlah penting. Kreativitas perlu dicari atau dilatih oleh pendidik dan orang tua, setiap anak pada dasarnya memiliki potensi akan kreativitasnya. Oleh karena itu pendidik atau orang tua harus bisa meningkatkan kreativitas dengan melakukan pengamatan dan penilaian secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai alat pemantau keefektifan kemampuan berkreativitas.
Menurut Clark faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas dikelompokkan menjadi dua kelompok, faktor yang mendukung dan menghambat kretivitas, yaitu: 37
37
(40)
a. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan kreativitas:
1) Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan. 2) Situasi yang memungkinkan timbulnya banyak pertanyaan
3) Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu 4) Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian
5) Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memprakirakan, menguji hasil prakiraan, dan mengkomunikasikan. 6) Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk mengembangkan potensi
kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi msalah dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda umumnya orang lain yang dapat muncul dari pengalaman yang di milikinya.
7) Posisi kelahiran (berdasarkan tes kreativitas, anak sulunglaki-laki lebih kreatif dari pada anak laki-laki yang lahir kemudian).
8) Perhatian orang tua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolah, dan motivasi diri.
b. Faktor-faktor yang menghambat perkembangan kreativitas:
1) Adanya kebutuhan akan keberhasilan, ketidakberanian dalam menanggung resiko atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
(41)
3) Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan penyelidikan.
4) Stereotip peran seks/jenis kelamin. 5) Diferensiasi antara bekerja dan bermain. 6) Otoritarianisme.
7) Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
Guru yang waspada pada karakteristik anak didik yang menunjukkan potensi kreatif dapat mengakui perbedaan individu dalam masa kanak – kanak dan pemeliharaan perkembangan dari kreativitas melalui tingkat dalam semua daerah perkembangan. Oleh karena itu dukungan guru untuk memahami segala aspek perkembangan anak hendaknya dapat memunculkan atau menggali potensi anak yang masih tersembunyi, dan mengembangkan yang sudah muncul dalam bermain sampai anak merasa senang melakukan semua kegiatan.
Menurut B.E.F.Montolalu,dkk ada beberapa faktor lingkungan yang dapat menunjang dan menghambat kreativitas yang dapat dilihat pada tabel berikut:38
Tabel 2.1 Lingkungan yang mempengaruhi kreativitas Jenis Lingkungan yang Terlibat Lingkungan yang Menunjang Lingkungan yang Menghambat Sarana prasarana Suasana kelas (pengaturan
fisik di kelas) bersifat fleksibel
Suasana kelas kaku
Orang dewasa
(Guru, Kepala
Sekolah)
Sering mengajukan
pertanyaan terbuka
(mengapa, bagaimana,
Selalu mengajukan pertanyaan tertutup
38
(42)
kira-kira, pendapat kamu tentang...
Program pembelajaran
Kegiatan-kegiatan yg disajikan penuh tantangan sesuai dg usia dan karakteristik anak
Kegiatan yg disajikan sulit, membuat anak frustas
Orang dewasa Berperan sebagai model, fasilisator, mediator, inspirator
Berperan sebagai
instruksi
Orang dewasa Mendorong anak untuk
belajar mandiri
Cenderung membantu dan melayani
Program pembelajaran
Anak ikut ambil bagian pada pembelajaran
Tidak melibatkan anak secara aktif
Program pembelajaran
Menekankan pada proses belajar
Lebih mementingkan produk/ hasil belajar
Orang dewasa Menghindari memberikan
contoh dan mengarahkan pemikiran anak
Cenderung
memberikan contoh dan berada di depan
anak untuk
mengarahkan
Orang dewasa Sebagai mitra belajar Sebagai sumber
belajar dan penyampai informasi satusatunya
5. Ciri-ciri Kreativitas
Anak yang kreatif cirinya yaitu punya kemampuan berfikir kritis, ingin tahu, tertarik pada kegiatan atau tugas yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mampu berbuat atau berkarya, menghargai diri sendiri dan orang lain.39 Sementara, Sund yang dikutip oleh Nursisto menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenali secara mudah melalui pengamatan ciri – ciri yang dimiliki terutama dalam setiap
39
(43)
pertemuan atau diskusi, ciri –ciri tersebut, antara lain:40 a) Mempunyai hasrat ingin mengetahui b) Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru c) Panjang akal d) Keinginan untuk menemukan dan meneliti e) Cenderung lebih suka melakukan tugas yang lebih berat dan sulit f) Berfikir fleksibel, bergairah, aktif, dan berdedikasi dalam melakukan tugas, serta g) Menanggapi pertanyaan dan punya kebiasaan untuk memberikan jawaban lebih banyak.
Menurut Guilford yang dikutip oleh Munandar membagi ciri anak yang dapat mendukung kreativitas kedalam dua bagian yaitu:41 ciri bakat (aptitude Trait) dan ciri non bakat (non – aptitude Trait). Ciri – ciri yang berupa bakat/ aptitude trait pada kreativitas (sikap kreatif) seperti kelancaran, kelenturan, keluwesan atau fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berfikir, ciri–ciri bakat / aptitude sikap kreatif perlu dikembangkan sejak dini sebagai potensi kreatif yang dimiliki seorang anak agar dapat berkembang optimal. Selain ciri bakat atau aptitude, sikap kreatif perlu didukung oleh kematangan pribadi. Beberapa karakteristik pribadi yang sudah teruji dalam penelitian atau kajian ilmiah, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kreativitas adalah rasa ciri non aptitude antara lain: percaya diri, keuletan atau daya juang yang tinggi, apresiasi estetik, serta kemandirian.
40
Ibid, Kiat Menggali Kreativitas, 35.
41
(44)
C.Problem Posing dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa
Hasil penelitian Silver dan Cai menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah.42 Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil pembelajaran dan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Dari sini diperoleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran guna meningkatkan kreativitas siswa.
Problem Posing akan memacu kemampuan siswa dalam membuat banyak ide (fluency), menyusun ide yang baru dan berbeda (Originality), menciptakan ide yang bervariasi (flexibility) dan membuat ide yang detail dan rinci (elaboration). Melalui pendekatan problem posing siswa akan mampu membuat banyak pertanyaan yang akan mengembangkan aspek Fluency atau kelancaran dalam menciptakan ide. Dari pertanyaan siswa yang bersifat divergen (pertanyaan yang memungkinkan banyak jawaban) akan memunculkan banyak jawaban yang bervariasi (flexibility). Selain itu, pertanyaan dan jawaban yang dibuat siswa akan memunculkan ide-ide baru yang unik dan berbeda (Originality). Dan dari proses siswa menjawab pertanyaan siswa akan belajar menjawab pertanyaan secara terperinci, runtut dan jelas (elaboration).43
Kreativitas penting bagi siswa sekolah dasar karena dengan berpikir kreatif memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis,
42Ibid, Thobroni………, 282 43Ibid, Era Budi………….., 3
(45)
menghadapi masalah secara teroganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi orisinal. Dengan demikian siswa akan memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap berbagai hal, memunculkan banyak gagasan baru, orisinal, dan unik dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Selain itu siswa juga akan memiliki daya imajinasi yang tinggi dan mampu mengemukakannya dalam memecahkan masalah.
D.Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Pengembangan sistem pembelajaran merupakan suatu proses untuk menciptakan suatu kondisi dimana siswa dapat berinteraksi sedemikian hingga terjadi perubahan tingkah laku yang diinginkan. Model pengembangan sistem perangkat pembelajaran yang digunakan peneliti adalah model Thiagarajan, Semmel dan Semmel. Model Thiagarajan ini dikenal dengan model 4-D (four D Model) yang terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut antara lain tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (development), dan tahap penyebaran (disseminate). Adapun tahap-tahap pengembangan perangkat pembelajaran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:44
1. Tahap Pendefinisian (Define)
Tujuan dari tahap pendefinisian ini adalah menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan pembelajaran dengan menganalisis tujuan dan batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi awal ke sekolah yang akan dijadikan tempat
44
(46)
penelitian, kemudian memikirkan langkah apa yang akan diambil. Tahap pendefinisian ini terdiri dari lima langkah pokok, antara lain:
a. Analisis Awal-Akhir (Front-end Analysis)
Langkah pokok yang pertama yaitu analisis awal-akhir. Kegiatan analisis awal-akhir dilakukan untuk menetapkan masalah dasar yang diperlukan dalam pengembangan bahan pembelajaran. Pada tahap ini dilakukan telaah terhadap kurikulum matematika yang digunakan saat ini, berbagai teori belajar yang relevan, tantangan dan tuntutan masa depan, sehingga diperoleh deskripsi pola pembelajaran yang dianggap paling sesuai. Peneliti mencari informasi ke tempat penelitian mengenai kurikulum pembelajaran yang digunakan serta kegiatan pembelajaran matematika yang biasa dilakukan sehingga nantinya akan diperoleh pola pembelajaran yang dianggap sesuai.
b. Analisis Siswa (Learner Analysis)
Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan ciri, kemampuan dan pengalaman siswa, baik secara individu maupun kelompok yang meliputi karakteristik-karakteristik antara lain kemampuan akademik, usia dan tingkat kedewasaan serta motivasi terhadap pelajaran, pengalaman, keterampilan psikomotorik, keterampilan bekerja sama, keterampilan sosial dan sebagainya. Pada tahap analisis siswa ini peneliti mencari tahu dan bertanya kepada guru kelas mengenai karakteristik siswa yang akan dijadikan subyek penelitian.
(47)
c. Analisis Konsep (Concept Analysis)
Analisis konsep dilakukan dengan mengidentifikasi konsep-konsep yang akan diajarkan dan menyusun secara sistematis sesuai urutan penyajian dan merinci konsep-konsep yang relevan.
d. Analisis Tugas (Task Analysis)
Analisis tugas dilakukan dengan mengidentifikasi tugas atau keterampilan yang akan dilakukan siswa selama pembelajaran untuk mempelajari materi yang diberikan sesuai dengan standar kompetensi pada kurikulum. Analisis ini merupakan dasar perumusan tujuan pembelajaran.
e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran (Specifying Instructional Objectives) Spesifikasi tujuan pembelajaran ditujukan untuk mengkonversi tujuan dari analisis tugas dan analisis konsep menjadi tujuan pembelajaran khusus, yang dinyatakan dengan tingkah laku. Perincian tujuan pembelajaran khusus tersebut merupakan dasar dalam penyusunan tes hasil belajar dan rancangan perangkat pembelajaran
2. Tahap Perancangan (Design)
Tahap yang kedua dari model 4-D ini yaitu tahap perancangan (design). Tujuan dari tahap ini adalah merancang perangkat pembelajaran, sehingga diperoleh prototipe (contoh perangkat pembelajaran). Tahap perancangan terdiri dari empat langkah pokok, yaitu penyusunan tes, pemilihan media, pemilihan format dan perancangan awal (desain awal).
(48)
Dasar dari penyusunan tes adalah hasil dari analisis tugas dan analisis konsep yang terdapat dalam indikator. Tes yang dimaksud adalah tes kreativitas. Untuk merancang tes kreativitas siswa dibuat kisi-kisi soal dan acuan penskoran.
b. Pemilihan Media (Media Selection)
Kegiatan pemilihan media ini dilakukan untuk menentukan media yang tepat dalam penyajian materi pembelajaran.
c. Pemilihan Format (Format Selection)
Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran mencakup pemilihan format untuk merancang isi, pemilihan strategi pembelajaran dan sumber belajar.
d. Perancangan Awal (Initial Design)
Tahap perancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh kegiatan yang harus dilakukan sebelum uji coba dilaksanakan. Adapun rancangan awal perangkat pembelajaran yang akan melibatkan aktivitas siswa dan guru yaitu RPP, Lembar Kerja, instrument penelitian yang berupa lembar observasi aktivitas siswa, angket respon siswa, lembar validasi perangkat pebelajaran dan lembar pengamatan keterlaksanaan sintaks pembelajaran.
3. Tahap Pengembangan (Development)
Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang telah divalidasi dan direvisi berdasarkan masukan dari beberapa validator/pakar-pakar. Kegiatan pada tahap ini meliputi:
(49)
a. Penilaian Para Ahli (Expert Appraisal)
Penilaian para ahli meliputi validasi isi (content validity) yang mencakup semua perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan pada tahap perancangan (design). Hasil validasi para ahli digunakan sebagai dasar melakukan revisi dan penyempurnaan perangkat pembelajaran. Secara umum validasi pembelajaran ini meliputi:
1) Isi perangkat pembelajaran
a) Apakah isi perangkat pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran dan tujuan yang akan diukur.
b) Apakah ilustrasi perangkat pembelajaran dapat memperjelas konsep dan mudah dipahami
2) Bahasa
a) Apakah kalimat pada perangkat pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b) Apakah kalimat pada perangkat pembelajaran tidak menimbulkan penafsiran ganda
b. Uji Coba Lapangan (Developmental Testing)
Uji coba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung dari lapangan terhadap perangkat pembelajaran yang telah disusun. Dalam uji coba dicatat semua respon, reaksi, komentar dari guru, siswa dan para pengamat.
(50)
4. Tahap Penyebaran (Disseminate)
Tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Namun dalam penelitian ini tahap disseminate belum dilakukan dikarenakan keterbatasan waktu dan kondisi yang memungkinkan.
E.Materi Pembelajaran
1. Materi Pembelajaran Ciri-ciri Orang Munafik45
يض رْيره يبأ ْنع ه
هْ ع : س َ أ ه
ىَلص ه ق مَلس هْيلع
:
لث قف ْلا ةيآ َ ح ا إ ٌ
خ ن تْؤا ا إ فلْخأ ع ا إ ك (
ملسم خ لا ا )
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; apabila berkata selalu berbohong, apabila berjanji selalu mengingkari, dan apabila dipercaya selalu khianat. (H. R. Bukhari dan Muslim)
Isi kandungan hadits tentang ciri-ciri orang munafik
1. Secara khusus, kaitannya dengan iman, munafik adalah orang yang mengatakan beriman dengan mulut, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak beriman (kafir). Sedangkan kaitannya dengan keyakinan, munafik berada di antara mukmin dan kafir. Mukmin adalah orang yang percaya kepada Allah, sedangkan munafik lidahnya berucap percaya kepada Allah, akan tetapi di hatinya tidak.
45
(51)
2. Munafik merupakan penyakit rohani yang yang sangat dipengaruhi oleh batin manusia. Oleh karena itu, penyakit ini tidak tampak. Namun yang dapat diketahui hanyalah penjelmaan dari batin tersebut dalam bentuk sikap dan tingkah laku sehari-hari.
3. Adapun sikap dan perilaku orang munafik adalah sebagai berikut.
a. Apabila berkata berdusta. Ciri pertama dari munafik adalah dusta, yaitu menyatakan apa yang tidak sebenarnya. Sikap berdusta ini baik dalam bidang akidah maupun muamalah. Dalam bidang akidah, misalnya lidahnya mengatakan beriman, namun dihatinya tidak beriman. Sikap munafik seperti ini digambarkan oleh Allah dalam surat al-Baqarah ayat 14.
ا ل ق ا مآ ني َلا ا قل ا إ َنإ ا ل ق ْم يط يش ىلإ اْ لخ ا إ َ مآ
ئزْ ْسم نْحن َنإ ْم عم
Artinya: Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, ”Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, ”Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.” (Q.S. al-Baqarah: 14)
Dalam bidang muamalah, orang munafik mempunyai kebiasaan berkata dusta. Dusta mempunyai arti yang sama dengan bohong. Oleh karena itu perkataan orang munafik tidak bisa dipercaya. Mereka pada umumnya mempunyai sikap lain di mulut lain di hati. Apa yang telah keluar dari mulutnya tidak sama dengan apa yang ada dalam benak hatinya.
(52)
b. Apabila berjanji mengingkari. Ciri yang kedua dari munafik adalah apabila berjanji sering menyalahi. Mereka dengan mudah membuat janji dan mereka juga yang tidak memenuhi janjinya. Tindakan mengingkari janji ini sudah menjadi sikap dan perilaku dalam hidup orang munafik.
Pada masa Rasulullah perbuatan semacam ini seringkali dijumpai oleh beliau dan para sahabatnya. Misalnya, ketika akan terjadi peperangan. Pertama, mereka berjanji bersama nabi untuk membela agama Islam. Namun, ketika pasukan Islam telah siap maju ke medan perang mereka (orang-orang munafik) sibuk mencari-cari alasan agar tidak ikut berperang.
c. Apabila diberi amanat berkhianat. Ciri yang ketiga dari munafik adalah apabila menerima amanat dia selalu berkhianat. Sifat ketiga ini muncul sebagai kelanjutan dari dua sifat di atas yaitu sifat sering berdusta dan mengingkari janji. Dua ciri tersebut erat kaitannya dengan ucapan orang munafik. Sedangkan ciri ketiga erat kaitannya dengan perbuatan orang munafik.
Orang munafik mempunyai sifat sulit untuk melaksanakan amanat. Jika menerima amanat, maka ia berkhianat. Sifat munafik merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya, dan akan membawa akibat kerugian pada diri sendiri dan orang lain. Akibat yang ditimbulkan dari sifat munafik tersebut diantaranya:
(53)
1) Bersikap ragu-ragu (bingung) dalam menentukan sikap, karena sikap mendua.
2) Dijauhi orang, karena sering merugikan orang lain. 3) Sifat munafik akan merusak tatanan persahabatan
4) Akan memperoleh siksa yang sangat pedih yaitu masuk dalam neraka yang paling bawah.
Kita harus menjauhi sifat munafik. Sebab sifat tersebut akan mencelakakan diri sendiri dan mendapat laknat Allah. Oleh karena itu, kita harus menghindarkan diri dari sifat munafik. Untuk menghindarkan diri dari sifat-sifat atau perbuatan munafik kita dapat membiasakan hal-hal sebagai berikut:
1) Selalu berkata jujur dan tidak mau berkata bohong, 2) Selalu menepati janji,
3) Selalu menjaga dan menunaikan amanah. 2. Materi Pembelajaran Puasa Wajib46
a. Ketentuan puasa 1. Syarat Sah Puasa
a) Syarat Sah Puasa
b) Orang Yang Diwajibkan Berpuasa: Islam, Baligh, Berakal, Mampu Melaksanakan.
2. Rukun Puasa a) Niat
46
Ngatmin Abbas, Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar Kelas V (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Pendidikan Nasional, 2011), 119 - 123
(54)
b) Menahan diri dari semua yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai magrib.
3. Sunah-sunah Puasa
a) Mengakhirkan makan sahur.
b) Menyegerakan berbuka puasa setelah masuk waktu berbuka. c) Berbuka dengan kurma atau sesuatu yang manis.
d) Berdoa sewaktu berbuka. e) Mengakhirkan makan sahur.
f) Memperbanyak iktikaf di masjid, terutama pada akhir bulan Ramadan, yaitu tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29.
g) Memperbanyak ibadah seperti membaca Al-Qur’an h) salat sunah.
i) Memperbanyak amal kebaikan seperti sedekah, tolong-menolong dalam kebaikan,
4. Yang Membatalkan Puasa
a) Makan dan minum dengan sengaja. b) Keluar mani dengan sengaja. c) Nifas.
d) Haid.
e) Berubah akal, mabuk, pingsan. f) Muntah dengan sengaja. g) Murtad (keluar dari Islam).
(55)
5. Orang Yang Boleh Berbuka Puasa
a) Orang yang sakit parah (harus mengqada, yaitu mengganti sejumlah hari yang ditinggalkan).
b) Orang yang dalam perjalanan jauh atau musafir (wajib mengqada atau mengganti)
c) Orang lanjut usia berkewajiban membayar fidiah, yaitu bersedekah tiga perempat liter beras kepada fakir miskin. Orang yang hamil tua dan menyusui berkewajiban membayar fidiah
b. Hikmah Puasa
a) Sebagai tanda syukur atas nikmat yang diberikan Allah, puasa Ramadan mendidik manusia untuk senantiasa mensukuri nikmat pemberian Allah swt. Dengan berpuasa melatih jiwa kita untuk senantiasa ingat pada kenikmatan yang telah diberikan kepada kita. Sehingga dapat menimbulkan sikap sabar dan tawakal.
b) Mendidik umat untuk taat kepada peraturan (mendidik disiplin). Puasa mendidik kita untuk bersikap disiplin. Kita tidak akan makan dan minum sebelum waktu berbuka tiba, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
c) Mendidik untuk berbelas kasihan kepada fakir miskin. Puasa mendidik kita untuk merasakan penderitaan orang-orang fakir dan miskin. Bagaimana keadaan orang yang berpuasa, baik kaya maupun miskin, mereka merasakan lapar dan dahaga. Hal itu mengingatkan
(56)
kepada kita tentang bagaimana rasanya menahan lapar dan dahaga, sehingga kita dapat merasakannya.
d) Mendidik untuk hidup dengan tertib dan teratur. Puasa mendidik kita untuk selalu hidup teratur, teratur dalam makan, minum, maupun tidur. Dengan pola hidup yang teratur, maka semua aktivitas kehidupan terjadwal dengan baik.
e) Menjaga kesehatan. Puasa menjaga kesehatan jasmani maupun rohani kita. Menurut hasil penelitian telah banyak penyakit yang dapat disembuhkan dengan cara berpuasa. Rasulullah saw bersabda:
“Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat”
F. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Herawati47 yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Problem Posing terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang” dapat disimpulkan bahwa: 1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, 2) Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, 3) sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing adalah positif. Secara umum pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing
47
Oktiana Dwi Putra Herawati, “Pengaruh Pembelajaran Problem Posing terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang”, Jurnal
(57)
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa.
Kedua, yang ditulis oleh Arikan, E. E. & Unal, H 48 dengan judul An
investigation of eighth grade students’ problem posing skills. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan problem posing pada siswa kelas 8. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah siswa dapat mengajukan masalah atau soal tetapi belum bisa memecahkan masalah tersebut karena pembelajaran dengan problem posing merupakan topik yang baru bagi siswa selain itu juga dipengaruhi oleh faktor motivasi dari guru yang kurang melatih siswa untuk memecahkan masalah. Hal itu dikarena memakan waktu yang lama. ketika menggunakan problem posing guru seharusnya membantu siswa dalam mengajukan masalah dan memecahkannya.
Ketiga, yang ditulis oleh M. Astra49 dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre Solution Posing Terhadap Hasil Belajar Fisika dan Karakter Siswa SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing terhadap hasil belajar Fisika siswa SMA dan karakter yang bisa dikembangkan. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen, populasi yang dipakai adalah seluruh peserta siswa di SMA Labschool Jakarta, dengan sampel dua kelas yang berasal dari kelas IX SMA Labschool Jakarta satu kelas
48
Arikan, E. E. & Unal, H, “An investigation of eighth grade students’ problem posing skills”,
International Journal of Research in Education and Science, Vol. 1, No.1 (Winter, 2015)
49 M. Astra, Umiatin, M. Jannah, “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre Solution Posing Terhadap Hasil Belajar Fisika dan Karakter Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 8, (Juli 2012)
(58)
sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Melalui model pembelajaran ini juga dapat dikembangkan karakter siswa meliputi berfikir kreatif, kritis dan logis bekerja dengan teliti, jujur dan berperilaku santun serta keterampilan sosial seperti bekerja sama dan saling menghargai. Kesimpulannya adalah adanya pengaruh model pembelajaran Problem Posing tipe Pre-Solution Posing terhadap hasil belajar Fisika siswa, dimana kelas yang diajar dengan model Problem Posing tipe Pre-Solution Posing lebih besar dari pada kelas yang tidak diajar dengan model Problem Posing tipe Pre-Solution.
Dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat perbedaan yaitu penelitian ini akan mengembangkan pembelajaran PAI berbasis problem posing untuk mengetahui bagaimana kreativitas siswa dengan menggunakan pembelajaran problem posing.
(59)
BAB V PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pengembangan pembelajaran matematika PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa tersebut dikembangkan dengan menggunakan model pengembangan Thiagarajan yang terdiri dari empat tahap. Berikut perinciannya: Pertama, tahap pendefinisian (define). Kedua, tahap perancangan (design). Ketiga, tahap pengembangan. Keempat, tahap penyebaran (Disseminate).
2. Perangkat pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa yang dikembangkan dalam penelitian ini yakni yang terdiri dari RPP dan Lembar Kerja. Perangkat tersebut telah divalidasi oleh tiga validator dan telah memenuhi criteria sangat valid. Berdasarkan penilaian kepraktisan perangkat dari setiap perangkat pembelajaran yang meliputi RPP dan LK masing-masing memperoleh rata-rata minimal nilai B dan sesuai dengan kategori kepraktisan maka perangkat pembelajaran tersebut dapat dikatakan praktis.
3. Berdasarkan dari hasil pretest post-test dan observasi kreativitas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PAI berbasis problem posing dapat meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo.
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Melalui
model pembelajaran ini juga dapat dikembangkan karakter siswa meliputi berfikir kreatif, kritis dan logis bekerja dengan teliti, jujur dan berperilaku santun serta keterampilan sosial seperti bekerja sama dan saling menghargai. Kesimpulannya adalah adanya pengaruh model pembelajaran Problem Posing tipe Pre-Solution Posing terhadap hasil belajar Fisika siswa, dimana kelas yang diajar dengan model Problem Posing tipe Pre-Solution Posing lebih besar dari pada kelas yang tidak diajar dengan model Problem Posing tipe Pre-Solution.
Dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat perbedaan yaitu penelitian ini akan mengembangkan pembelajaran PAI berbasis problem posing untuk mengetahui bagaimana kreativitas siswa dengan menggunakan pembelajaran problem posing.
(2)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pengembangan pembelajaran matematika PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa tersebut dikembangkan dengan menggunakan model pengembangan Thiagarajan yang terdiri dari empat tahap. Berikut perinciannya: Pertama, tahap pendefinisian (define). Kedua, tahap perancangan (design). Ketiga, tahap pengembangan. Keempat, tahap penyebaran (Disseminate).
2. Perangkat pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa yang dikembangkan dalam penelitian ini yakni yang terdiri dari RPP dan Lembar Kerja. Perangkat tersebut telah divalidasi oleh tiga validator dan telah memenuhi criteria sangat valid. Berdasarkan penilaian kepraktisan perangkat dari setiap perangkat pembelajaran yang meliputi RPP dan LK masing-masing memperoleh rata-rata minimal nilai B dan sesuai dengan kategori kepraktisan maka perangkat pembelajaran tersebut dapat dikatakan praktis.
3. Berdasarkan dari hasil pretest post-test dan observasi kreativitas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PAI berbasis problem posing dapat meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo.
(3)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B.SARAN
Saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perangkat pembelajaran PAI berbasis problem posing dalam meningkatkan kreativitas siswa pendidikan dasar di Sidoarjo dapat digunakan dalam pembelajaran PAI baik di MI maupun SD kelas V. Dengan menggunakan perangkat pembelajaran ini dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kreativitas siswa.
2. Bagi pembaca yang tertarik dengan penelitian ini dapat mengembangkan perangkat pembelajaran yang lebih baik pada materi yang lain dan diujicobakan pada beberapa sekolah yang lebih luas.
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR PUSTAKA
Abbas Ngatmin, Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Pendidikan Nasional, 2011. Arikan, E. E. & Unal, H, “An investigation of eighth grade students’ problem
posing skills”, International Journal of Research in Education and Science, Vol. 1, No.1, Winter, 2015.
Asrori. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana.2007.
Astra, Umiatin, M. Jannah, “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe
Pre Solution Posing Terhadap Hasil Belajar Fisika dan Karakter Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 8, Juli 2012.
Boulden George P, Menegmbangkan Kreativitas Anda. Jogjakarta: Dholpin Books.2006.
Hadi Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offser, 1989.
Hamid Abd., Buku Siswa Al-Qur’an Hadits Kelas V. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014.
Herawati Oktiana Dwi Putra, “Pengaruh Pembelajaran Problem Posing terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 4, No. 1, Juni, 2010.
Hobri, Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: CSS, 2008.
Hobri, Metodologi Penelitian Pengembangan [Aplikasi Pada penelitian Pendidikan Matematika] Jember: Pena Salsabila, 2010.
Kusumah Wijaya dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks, 2010.
Montolalu,B.E.F, Bermain dan Permainan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.
Munandar, Kreativitas Dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Nata Abuddin, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana, 2009.Sukiman, “Teori Pembelajaran dalam Pandangan Konstruktivisme dan Pendidikan Islam”, Kependidikan Islam, vol 3, No. 1, 2008.
Nursisto, Kiat Menggali Kreativitas. Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1999. Pascasarjana UIN Sunan Ampel, Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis
dan Disertasi. Surabaya: PPs UIN Sunan Ampel, 2012.
Singer Florence Mihaela, Nerida F. Ellerton, Jinfa Cai, Mathematical Problem Posing From Research to Effective Practice New York: Springer Science Business Media, 2015.
Soedjadi, Kiat pendidikan Matematis di Indonesia: Konstantasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas, 2000 Stephen I. Brown, Marion I. Walter, The Art of Problem Posing 3rd Edition. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers, 2005.
Sumanto, Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak TK. Jakarta: Diretur Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005.
Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.. Jakarta: PT. Rineka Cipta.2009.
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Pustaka, 2009. Sutejo Agus, Hasil Belajar Siswa yang Diberi Tugas Pengajuan Soal Matematika
Berdasarkan Dua Sajian Informasi yang Berbeda, Tesis, PPs. Unesa, 2002 Tafsir Ahmad, Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam.
Bandung: Maestro, 2008.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S. & Semmel, M.I., Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Indiana: Indiana University Bloomington, 1974.Thobroni, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktik. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2015.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
Upu Hamzah, Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2003.
Waluyo Era Budi, “Penerapan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Siswa SD”, JPGSD, Vol. 01, No. 2, 2013.