T1 232007157 Full text

(1)

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Dalam penyelenggaraan pemerintahan pada suatu Negara, sangat dibutuhkan adanya suatu pengawasan. Pengawasan itu sendiri diterapkan pada seluruh elemen pemerintahan dengan tujuan untuk mendukung terwujudnya good governance dan clean government. Selain itu, terwujudnya good governance dan clean government juga dapat digunakan untuk menjawab tuntutan dari masyarakat yang menginginkan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, dan transparan. Seluruh elemen Pemerintahan yang dimaksudkan yaitu tidak hanya pada Pemerintahan pusat, tetapi juga pada Pemerintahan daerah.

Apalagi kita ketahui saat ini, di Indonesia telah diberlakukan adanya otonomi daerah yang merupakan sistem yang menjadi penghubung antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Sistem ini lebih dikenal dengan sistem desentralisasi, yang artinya berupa penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah. Dengan kata lain, pemerintah daerah berhak untuk mengatur kegiatan rumah tangganya sendiri. Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengawasan yang bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kesalahan yang dapat mengganggu dan menghambat pencapaian tujuan organisasi itu sendiri.

Seperti yang telah tercantum dalam Kep. Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintah Daerah Tahun 2007, adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota.

2. Pemeriksaan kasus kasus pengaduan masyarakat yang disampaikan langsung oleh

masyarakat dan yang diterima dari instansi maupun pelimpahan penanganan kasus dari instansi lain.

3. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan Kepala DaerahDaerah. 4. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu terpadu. 5. Pemeriksaan pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan


(2)

Dari Kep. Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintah Daerah Tahun 2007, dapat dilihat bahwa pengawasan dan pemeriksaan merupakan hal yang wajib dilakukan guna mewujudkan Pemerintahan Daerah yang baik. Untuk pengawasan pada pemerintahan Daerah sendiri, kegiatan tersebut dilakukan oleh Inspektorat daerah. Inspektorat daerah merupakan Badan Pengawas yang mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal (Falah, 2006). Inspektorat juga bertugas mengawasi setiap kegiatan instansi-instansi, dinas-dinas ataupun SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam menjalankan sistem administrasinya, misalnya pelaksanaan pertanggung jawaban anggaran dalam proses pelaksanaan keuangan, serta prosedur pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan sesuai batasan waktu tertib administrasi.

Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat ditujukan untuk memonitor mekanisme pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan, sehingga dapat tepat sasaran untuk mencapai hasil yang efektif, efisien dan ekonomis. Inspektorat akan memberikan penilaian yang objektif dan tidak memihak (independent), serta bekerja secara profesional dalam melakukan kegiatan pengawasan di suatu Daerah Kota/ kabupaten. Dalam melakukan pengawasannya, Inspektorat menggunakan SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) sebagai acuan kerjanya. Seperti yang telah diterapkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang menyatakan bahwa SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya tujuan penyelenggaraan pemerintah negara, kendala pelaporan keuangan, pengamatan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Berikut merupakan item-item SPIP yang telah dipraktikkan di lingkungan Pemerintahan di berbagai negara, meliputi:

1. Lingkungan pengendalian.

Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.


(3)

2. Penilaian risiko.

Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.

3. Kegiatan pengendalian.

Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

4. Informasi dan komunikasi.

Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.

5. Pemantauan.

Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan review lainnya dapat segera ditindak lanjuti.

Dari lima item dalam SPIP tersebut, peneliti hanya menggunakan item pertama yaitu tentang Lingkungan Pengendalian. Lingkungan pengendalian yang dilihat adalah Lingkungan pengendalian yang ada pada SKPD Kabupaten Semarang. Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, yang dimaksud dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Kecamatan Kabupaten atau Kota yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang dipimpin oleh seorang Camat. Sedangkan seorang Camat sendiri berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/ wali kota melalui sekretaris daerah. Organisasi kecamatan dipimpin oleh 1 (satu) camat, 1 (satu) sekretaris, paling banyak 5 (lima) seksi yang masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) kepala seksi, dan sekretariat membawahi paling banyak 3 (tiga) sub bagian yang masing-masing dikepalai oleh 1 (satu) kepala sub bagian.


(4)

Namun terkadang masih terdapat kendala yang dihadapi oleh Inspektorat, kendala tersebut menimbulkan berbagai masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan yang diharapkan. Di Indonesia sendiri, tujuan yang ingin dicapai untuk bisa mewujudkan pemerintahan yang baik dan benar belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Masih terdapat kendala atau masalah yang terjadi seperti kecurangan, korupsi atau belum maksimalnya para staf Inspektorat dalam melakukan pengawasan yang bisa menimbulkan kerugian material yang besar.

Seperti pada kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kembali memanggil pejabat di lingkungan pemerintah kota Semarang. KPK memanggil Kepala Inspektorat Kota Semarang Cahyo Bintarum untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan APBD dengan tersangka Walikota Semarang Soemarmo HS. Selain Cahyo, KPK juga memanggil Asisten IV Pemkot Semarang Masdiana Safitri. Dua Pegawai Negeri Sipil Kota Semarang I Gusti Made Agung dan Agus Riyanto juga dipanggil. Semua itu dinilai sebagai bentuk lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat (Suara Merdeka Jawa Tengah. Semarang. 16 April 2012).

Selain dari contoh kasus tersebut, Penelitian ini juga memiliki acuan atau referensi pada penelitian sebelumnya tentang Audit internal pada sektor publik di Malaysia. penelitian tersebut meneliti tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh audit internal di Malaysia (Ahmad, et al.,2009). Perkembangan pesat dalam infrastruktur dan industri diposisikan Malaysia di dalam globalisasi dan pasar dunia. Ini memperbesar peran penting audit internal untuk memastikan transparansi, integritas, kualitas dan perbaikan layanan yang bertujuan positif tetap menjadi titik akhir dari setiap area proses. Penelitian ini mengeksplorasi pentingnya audit internal di sektor publik Malaysia. Data dikumpulkan dari responden yaitu kepada kepala auditor internal, auditor internal dan staf lain dari departemen audit internal dari kategori departemen dan badan-badan sektor publik di Malaysia. Studi ini menyimpulkan bahwa fungsi audit internal dalam sektor publik di Malaysia dibatasi oleh kekurangan pegawai, terhambat oleh dukungan memadai dari manajemen puncak, auditor jarang memperpanjang kerjasama penuh mereka. Para auditor kurang pengetahuan dan pelatihan yang tepat tentang pendekatan audit yang efektif.

Dari contoh kasus yang terjadi di lingkungan Inspektorat Kota Semarang dan juga referensi tentang Audit internal pada sektor publik di Malaysia, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah tentang staf pengawas pada Inspektorat ataupun pada sektor publik yang


(5)

bertindak selaku auditor internal tersebut belum melakukan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku sebagaimana mestinya. Dari masalah tersebut, Penelitian ini dilakukan untuk bisa melihat persepsi persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang dan juga untuk mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi pengawasan dari para staf pengawas Inspektorat.

Kabupaten Semarang dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kabupaten Semarang merupakan domisili dari Peneliti, sehingga mudah untuk dijangkau serta dapat menghemat waktu dan dana yang digunakan peneliti untuk melakukan Penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD di Kabupaten Semarang dan dapat juga memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Inspektorat terhadap SKPD di Kabupaten Semarang.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang ?

2. Bagaimana persepsi pejabat pengawas Inspektorat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi pengawasan ?

2. Telaah Teoritis

2.1. Audit Internal

Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi, guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan guna memberikan saran-saran kepada manajemen (Bambang,1999). Sedangkan untuk Auditor Internal menurut Mulyadi (2002:29), adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian


(6)

Peran auditor internal adalah:

1. Auditor internal bertanggung jawab kepada manajemen dan dewan, dalam menyediakan informasi tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal dan kualitas kinerja.

2. Auditor internal memastikan kepatuhan terhadap semua keuangan, personalia, pemberian pinjaman, pengolahan data, kebijakan dan prosedur administratif lainnya, serta ekonomi, efisiensi dan efektivitas tentang sumber daya yang digunakan.

3. Audit internal merupakan alat control manajemen utama untuk memberikan keyakinan kepada manajamen bahwa informasi keuangan diserahkan kepada manajemen untuk membantu dalam pengambilan keputusan yang handal, akurat dan berdasarkan catatan yang handal dan dinyatakan untuk memberikan informasi tentang kekurangan dalam organisasi ataupun sistem pengendalian internal, serta menyoroti pratek manajemen yang memerlukan tindakan korektif.

Fungsi audit internal menurut Boynton (2003: 8), adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Audit internal juga dapat berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan mengambil keputusan atau tindak selanjutnya. Dengan demikian, auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

Kemudian untuk tujuan adanya audit internal menurut Sukrisno Agoes (2004:222), adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut:


(7)

a. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari system pengendalian

manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta

mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

b. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.

c. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.

d. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya. e. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh

manajemen.

f. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

Dalam pelaksanaannya, auditor internal memiliki tanggungjawab seperti memberikan informasi dan saran-saran kepada manajemen atas kelemahan-kelemahan yang ditemukannya serta mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan untuk mencapai tujuan audit dan tujuan organisasi atau perusahaan. Dalam melaksanakan tanggungjawab yang dibebankan, auditor internal mendapatkan kewenangan dengan diberikannya keleluasan untuk melakukan audit terhadap catatan-catatan, harta milik, operasi/aktivitas yang sedang berjalan dan termasuk juga para pegawai badan usaha tersebut.

2.2. Audit Internal Pada Pemerintahan

Pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat selaku auditor internal, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan juga ketaatan terhadap peraturan pemerintah yang berlaku. Inspektorat akan melakukan kegiatan audit secara terus menerus untuk meninjau atau melakukan tindak lanjut guna memastikan bahwa temuan-temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan penanganan yang tepat. Auditor internal juga harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil seperti yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak melakukan tindakan korektif terhadap berbagai temuan yang telah dilaporkan oleh auditor internal. Sedangkan


(8)

Pemerintahan Kota atau Kabupaten dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana serta aturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Menurut johnson (1996), tugas-tugas umum auditor internal pada sektor publik meliputi : a. Memberikan salinan atas rekening yang telah diaudit berupa laporan.

b. Para auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah memberikan pandangan yang

benar dan wajar terhadap urusan operasi manjemen.

c. Auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah memberikan semua informasi di bawah perundang-undangan yang telah ditetapkan.

d. Auditor internal harus melaporkan jika terdapat ketidakpuasan atas laporan keuangan.

Peran dan fungsi inspektorat secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 tahun 2007. Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, inspektorat mempunyai fungsi dan perannya sendiri. Inspektorat mempunyai fungsi menyusun perencanaan program pengawasan; melakukan perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; melaksanakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan; dan menyelenggarakan tugas lain yang diberikan sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. Sedangkan untuk peran Inspektorat sendiri di suatu daerah adalah untuk membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi permasalahan dan mengawasi setiap kegiatan instansi di dinas SKPD-SKPD dalam menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mengawasi segala kegiatan aparatur pemerintahan dalam segala kegiatan, serta memonitoring mekanisme dalam pelaksanaan kegiatan dalam pencapai tujuannya.

Pada item-item SPIP menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008, hanya digunakan item lingkungan pengendalian untuk mengetahui persepsi dari para staf pengawas Inspektorat. Hal ini dikarenakan pada item-item lingkungan pengendalian menjelaskan tentang hal yang paling mendasar dalam melakukan pengawasan. Item lingkungan pengendalian menjelaskan, bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Dengan kata lain, apabila lingkungan dalam sebuah organisasi telah dapat menimbulkan perilaku positif bagi para staf pengawas, maka para staf pengawas tersebut akan dapat melakukan kegiatan pengawasan dengan baik dan juga tetap independent dalam melakukan penilaian terhadap permasalahan yang


(9)

dihadapi pihak yang diawasi. Selain itu, pada lingkungan pengendalian juga mencakup tentang penyusunan dan penerapan aturan perilaku, hubungan baik antara pengawas dan pihak yang diawasi, menilai sikap mental pengawas, dan menilai kinerja dari pihak pengawas.

Hasil kerja para staf pengawas pada Inspektorat dapat dikatakan baik apabila telah dapat menjalankan tugas mereka guna mengawasi berjalannya kegiatan pada SKPD supaya dapat sesuai dengan aturan yang berlaku sebagaimana mestinya. Selain itu, terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kinerja auditor internal sehingga menghasilkan pengawasan yang efektif. Seperti pada The Effectiveness of Internal Audit in Malaysian Public Sector, Hung dan HAN (1998) menyatakan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi audit internal di instansi pemerintahan, diantaranya sikap positif dari kontroler untuk pekerjaan audit internal, pendidikan yang dirancang dengan baik dan pelatihan auditor internal yang berguna untuk meningkatkan kinerja staf pengawas. Temuan pada penelitian sebelumnya tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata, evaluasi kinerja secara berkala dari auditor internal, sikap positif dari kontroler untuk pekerjaan audit internal, dan tingkat pendidikan yang memadai dan pelatihan auditor internal yang berguna untuk meningkatkan kinerja manajemen. Berbeda dengan Hung dan Han (1998), annual et. al, 2001 menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas internal audit adalah ketrampilan interpersonal, komitmen auditor internal dan dukungan dari komite audit dan BOD, kinerja dan integritas auditor, kompetensi audit, pengetahuan auditor internal terhadap operasi bisnis perusahaan dan industrinya, dan sikap independen auditor.

Adapula beberapa alasan yang dapat memicu ketidakefektifan audit internal dalam mengawasi manajemen sektor publik adalah sebagai berikut:

a. Lack of audit manual

Tidak adanya panduan standar audit internal dan rencana audit kerja secara terperinci akan mempengaruhi kualitas pekerjaan audit terutama untuk audit internal baik non-akuntan ataupun akuntan yang non-qualified.


(10)

b. Non-Career Auditors and lack of growth prospect

Karir auditor yang memenuhi syarat professional akuntan memiliki level atau status dibawah dengan yang dimiliki oleh rekan-rekan professional mereka di departemen keuangan sebagai auditee. Hal ini memberikan auditee keuntungan dan perasaan superioritas kepada auditor internal maka mereka dapat menahan akses auditor untuk mendapatkan informasi dengan ketidakseimbangan proses arus informasi sehingga informasi yang didapatkan auditor adalah informasi yang mereka ingin sediakan untuk dilihat oleh auditor.

c. Reporting structure and professional independence

Pada masa lalu auditor internal merupakan sebuah unit dari accounts department, tetapi untuk menjamin independensi auditor, auditor internal harus melaporkan langsung kepada kepala eksekutif. Perubahan ini berdampak negatif karena kebanyakan kepala eksekutif merupakan pemegang jabatan politik, yang tidak memiliki kepentingan permanen dan mengarah ke non-komitmen untuk laporan audit internal.

d. Scope of work

tidak adanya definisi yang tepat dari tugas, hak, keistimewaan dan keterbatasan auditor internal sehingga dapat menghambat auditor untuk melakukan tugasnya dengan hasil yang memuaskan.

e. Privileges of office

kurangnya upah yang memadai dan pra-syarat kantor telah membuat beberapa auditor internal ikut andil dalam melakukan kecurangan.

f. Hazards of office

faktor lain yang menghambat efisiensi audit internal adalah resiko yang dihadapi oleh auditor internal yang jujur dan berprinsip. Auditor mungkin akan dihadapkan pada masalah-masalah yang dapat mengganggu kehidupan dan sifat dari auditor internal.


(11)

3. Metode Penelitian 3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer, yang didapatkan dari survei melalui kuisioner dan wawancara. Kuisioner dan wawancara ini ditujukan kepada seluruh staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi tentang persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian dan bagian kedua berisi tentang faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi pengawasan para staf pengawas. Kemudian untuk wawancara, terdiri dalam 3 kategori pertanyaan mengenai kondisi kualitas para staf pengawas di Inspektorat Kabupaten Semarang dalam melakukan pengawasannya. Wawancara tersebut yang meliputi tentang kompetensi yang dimiliki oleh para staf pengawas, objektivitas staf pengawas, dan juga kualitas kinerja yang ada pada Inspektorat Kabupaten Semarang.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi data yang diteliti adalah seluruh staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang. Sedangkan untuk sampelnya sendiri, didapatkan dari seluruh staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang yang mengetahui tentang lingkungan pengendalian yang ada pada SKPD di kabupaten Semarang. Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel yaitu dengan menggunakan non probability sampling. Dari teknik sampling tersebut, dipilih purposive sampling karena sampel didapatkan dengan memilih responden yang dinilai benar-benar memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Sehingga dari seluruh staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang yang berjumlah 38 orang, hanya 20 orang yang dipilih karena dinilai mengetahui dan berhubungan langsung dalam hal pengawasan terhadap 50 SKPD yang ada di Kabupaten Semarang. Sedangkan untuk wawancara dilakukan langsung terhadap 6 orang yang mengerti tentang pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat yang telah ditentukan sebelumnya. Respondennya terdiri dari Sekertaris, Inspektorat Kabupaten Semarang, Inspektur Wilayah Bagian I, Inspektur Wilayah Bagian II, Inspektur Wilayah Bagian III, Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan, Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan.


(12)

3.3. Metode Pengumpulan Data

1. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyusun kuesioner dengan pertanyaan yang diperoleh dari item lingkungan pengendalian SPIP pada bagian pertama dan untuk bagian kedua didasarkan pada Ahmad, et al., 2009

2. Penentuan respoden dilakukan dengan cara bertanya kepada sekretariat Inspektorat mengenai jumlah staf yang mengetahui tentang lingkungan pengendalian yang ada pada SKPD di Kabupaten Semarang

3. Kemudian memberikan langsung kuesioner kepada responden agar tidak terjadi adanya salah sasaran sekaligus memberikan penjelasan tentang tujuan dan isi dari kuesioner kepada responden yang melakukan pengisian

4. Menunggu responden pada saat melakukan pengisian serta membimbing dan membantu responden pada saat responden mengalami kesulitan atau kurang mengerti dengan maksud dari pertanyaan yang terdapat pada kuesioner

5. Pada bagian pertama kuesioner, peneliti meminta persepsi dari responden mengenai baik atau buruknya lingkungan pengendalian menurut staf pengawas Inspektorat. Informasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah informasi dari internal audit Ahmad, et al., 2009. (skala 1 : sangat buruk; skala 5 : sangat baik)

6. Pada bagian kedua kuesioner, peneliti meminta persepsi responden mengenai setuju atau tidaknya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas. Informasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah informasi dari internal audit Ahmad, et al., 2009. (skala 1 : sangat tidak setuju; skala 5 : sangat setuju)

7. Dari hasil yang diperoleh pada point 5 dan 6, tiap item informasi dihitung rata-ratanya. 8. Untuk melihat tingkat persepsi responden, maka digunakan rumus interval sebagai berikut:

Dimana

I = Interval

K = Kategori jawaban

Max = Nilai tertinggi


(13)

Range Kriteria

1,00 - 1,80 1,81 - 2,60 2,61 - 3,40 3,41- 4,20 4,21-5,00

Sangat Tidak Setuju/Sangat buruk Tidak Setuju/buruk

Netral/Cukup Setuju/Baik

Sangat Setuju/Sangat baik

9. Dalam kuesioner ini juga diberikan ruang kosong untuk menampung informasi yang dianggap penting oleh responden tentang faktor-faktor lain apa yang mempengaruhi efektivitas dari fungsi pengawasan.

10. Setelah didapat data-data dari persepsi responden, kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik deskriptif, untuk dapat memaknai data yang telah didapat dari hasil penelitian.

11. Untuk mendapat informasi yang lebih mendalam, selain menggunakan kuesioner, data didapat dengan melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa responden pada Inspektorat yang berkompeten mengenai tema yang diangkat dalam Penelitian ini.

3.4. Analisis Data

Setelah didapat data dari hasil penyebaran kuesioner di Inspektorat Kabupaten Semarang, langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah


(14)

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008).

Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis data adalah memasukan data dari hasil kuesioner kemudian dipisahkan menurut bagian yang terdapat pada kuesioner. Langkah kedua menjumlahkan skor dari setiap item-item kuesioner. Langkah ketiga mencari rata-rata pada setiap item-item tersebut. Dari hasil rata-rata tersebut dapat dikelompokan kriteria sesuai dengan interval yang telah ditetapkan pada metode pengumpulan data sehingga setiap item kuesioner dapat disimpulkan hasilnya.

4. Temuan dan Pembahasan

4.1. Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 19 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat, lembaga teknis daerah dan kantor pelayanan perijinan terpadu Kabupaten Semarang, tugas pokok dan fungsi inspektorat Kabupaten Semarang dijabarkan sebagai berikut:

1. Inspektur

Inspektur Kabupaten Semarang mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintah daerah. Sedangkan fungsinya adalah:

a. Perencanaan Program pengawasan.

b. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan.

c. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan.

d. Pembinaan dan pelaksanaan pengawasan daerah meliputi Wilayah I, Wilayah II, Wilayah III dan Wilayah IV.

e. Pelaksanaan pelayanan ke Sekertariatan Inspektorat.

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2. Sekretariat

Sekrertariat mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan koordinasi pengawasan dan memberikan pelayanan teknis administrasi, meliputi urusan keuangan, umum dan kepegawaian,


(15)

perencanaan dan evaluasi, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas inspektorat. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Sekertariat mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana kegiatan keSekertariatan.

b. Penyiapan bahan koordinasi dan pengendalian rencana dan program kerja pengawasan. c. Penghimpunan, pengelolaan, penilaian dan penyimpanan laporan hasil pengawasan. d. Penyusunan bahan data dalam rangka pembinaan teknis fungsional.

e. Penyusunan, penginventarisasian dan pengolahan data dalam rangka penatausahaan proses penanganan pengaduan.

f. Penyiapan bahan pembinaan teknis pengawasan.

g. Pengkoordinasian penyiapan bahan penyusunan laporan penyelenggaraan tugas

inspektorat.

h. Pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, dan umum.

i. Pengendalian, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas Sekertariat.

j. Pembinaan dan pengarahan kepada bawahan.

k. Penilaian pelaksanaan tugas bawahan

l. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang tugasnya.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya tersebut di atas sekertariat terdiri dari: a. Sub bagian Perencanaan dan evaluasi mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan

penyusunan, penghimpun, mengolah, menilai dan menyimpan laporan hasil pengawasan aparat pengawasan fungsional dan melakukan administrasi pengaduan masyarakat, serta menyusun laporan kegiatan pengawasan.

b. Sub bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok melakukan urusan

kepegawaian, ketatausahaan, rumah tangga, perlengkapan, surat menyurat, perpustakaan, kehumasan dan protocol.

c. Sub bagian Keuangan mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan rencana kegiatan dan

melaksanakan pengendalian, pembiayaan, pengelolaan administrasi keuangan serta menyajikan data sebagai bahan evaluasi.

3. Inspektur Pembantu Wilayah

Inspektur Pembantu Wilayah mempunyai tugas pokok membantu inspektur dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengawasan terhadap penyelenggarakan urusan perintahan


(16)

daerah dan kasus pengaduan di perangkatan daerah sesuai wilayah kerjanya. Untuk melakukan tugas pokok tersebut, Inspektur pembantu wilayah menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis operasional pengawasan bidang

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan pada wilayah kerjanya. b. Penyiapan bahan penyusunan rencana kerja pengawasan pada wilayah kerjanya.

c. Pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan.

d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas-tugas pengawsan di wilayah kerjanya.

e. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di wilayah kerjanya.

f. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan atas pelaksanaan tugas di wilayah kerjanya.

g. Pembinaan dan pengarahan tugas bawahan.

h. Penilaian pelaksanaan tugas bawahan.

i. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan bidang tugasnya.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana tersebut di atas, Inspektur Wilayah Pembantu terdiri dari:

a. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan mempunyai tugas pokok membantu Inspektur pembantu dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pembanguan, meliputi pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawsan dan kasus atas pengaduan serta pelaporan.

b. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan mempunyai tugas pokok membantu Inspektur pembantu dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan, meliputi pemeriksaan, pengusutan, penguian dan penilaian tugas pengawasan dan kasus atas pengaduan serta pelaporan.

c. Seksi pengawasan Pemerintah Bidang Kemasyarakatan mempunyai tugas pokok

membantu Inspektur Pembantu dalam melakukan pengawasaan terhadap peyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kemasyarakat, meliputi pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan dan kasus atas pengaduan serta pelaporan.

4. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Inspektorat sesuai dengan keahlian bidang masing-masing.


(17)

4.2. Gambaran secara umum responden penelitian

Secara umum responden pada penelitian ini dibagi menurut jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan lama bekerja. Dari total 20 orang yang berhubungan langsung dengan pengawasan tersebut, yang bersedia dan tidak berhalangan untuk mengikuti penelitian ini adalah sebanyak 19 orang (95%). Menurut jenis kelamin, penelitian ini didominasi oleh responden laki-laki yaitu laki-laki berjumlah 11 orang dan perempuan berjumlah 8 orang. Menurut usia, penelitian ini memiliki lebih banyak responden yang berusia kurang dari sama dengan 50 tahun. Menurut pendidikan terakhir responden dalam penelitian ini yang berkisar antara D3, S1, dan S2, didominasi oleh responden yang berpendidikan terakhir S1. Sedangkan untuk masa jabatan responden dibagi menjadi tiga, yaitu antara 1 sampai 10 tahun, 11 sampai 20 tahun, dan 20 tahun ke atas, temuan pada penelitian ini menunjukan bahwa penelitian ini didominasi oleh responden yang memiliki masa jabatan 20 tahun ke atas (lihat lampiran 1, hal. 34).

4.3. Persepsi responden terhadap item-item di dalam kuesioner

4.3.1. Persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang

Pada bagian ini diuraikan tentang persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang seperti yang ditunjukan pada tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1.

Persepsi pejabat pengawas Inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang

No Item informasi Total

Skor

Rata-rata Persepsi

Integritas dan nilai etis

1 Penyusunan dan Penerapan aturan perilaku


(18)

No Item informasi Total Skor

Rata-rata Persepsi

2 Pemberian keteladanan pelaksanaan aturan

perilaku pada setiap pimpinan SKPD 69 3.63 Baik

3

Penegakan kedisiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur pada lingkungan pengendalian SKPD

59 3.11 Cukup

4

Penjelasan serta pertanggungjawaban terhadap adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern pada SKPD

59 3.11 Cukup

5

Penghapusan kebijakan dan penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis di lingkungan pengendalian SKPD

64 3.37 Cukup

Komitmen terhadap kompetensi

1

Pengidentifikasi serta penetapan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi


(19)

No Item informasi Total Skor

Rata-rata Persepsi

2

Penyusunan standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada masing-masing posisi

66 3.47 Baik

3

Penyelenggarakan pelatihan dan

pembimbingan untuk membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi pekerjaannya

57 3.00 Cukup

4

Pemilihan pimpinan SKPD yang memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaannya

63 3.32 Cukup

Kepemimpinan yang kondusif

1 Pertimbangan resiko dalam pengambilan

keputusan 62 3.26 Cukup

2

Pemberian peringatan dini dan peningkatan efektivitas manajemen risiko dalam

penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah


(20)

No Item informasi Total Skor

Rata-rata Persepsi

3

Pemeliharaan dan peningkatan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah

61 3.21 Cukup

4

Penerapan manajemen berbasis kinerja, mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP pada lingkungan SKPD

66 3.47 Baik

5

Perlindungan atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak sah di lingkungan SKPD

69 3.63 Baik

6

Interaksi secara intensif dengan pejabat pada masing-masing instansi atau

organisasi pada tingkatan yang lebih rendah

66 3.47 Baik

7

Respon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan,

penganggaran, program dan kegiatan pada SKPD

60 3.16 Cukup

Struktur organisasi

1 Penyediaan dan pemanfaatan berbagai


(21)

No Item informasi Total Skor

Rata-rata Persepsi

2

Pengelolaan, pengembangan dan

pembaharuan sistem informasi secara terus menerus

60 3.16 Cukup

3 Pemberian kejelasan dan wewenang serta

tanggung jawab di lingkungan SKPD 67 3.53 Baik

4 Pemberian kejelasan hubungan dan jenjang

pelaporan intern dalam SKPD 68 3.58 Baik

Kebijakan praktek SDM

1

Pelaksanaan evaluasi dan penyesuaian periodik terhadap struktur organisasi pada SKPD yang sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis

68 3.58 Baik

2 Penelusuran latar belakang calon pegawai

dalam proses rekrutmen pada SKPD 58 3.05 Cukup

3 Supervise periodik yang memadai terhadap


(22)

No Item informasi Total Skor

Rata-rata Persepsi

4 Penyesuaian dengan ukuran dan sifat

kegiatan di SKPD 62 3.26 Cukup

5 Penetapan jumlah pegawai yang sesuai,

terutama untuk posisi pimpinan di SKPD 57 3.00 Cukup

Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan hasil temuan di atas, dapat dilihat secara rata-rata bahwa setiap item-item lingkungan pengendalian pada SPIP telah diterapkan dengan cukup baik oleh para staf pengawas. Responden dalam hal ini adalah para staf inspektorat Kabupaten Semarang, secara rata-rata menilai setiap item-item lingkungan pengendalian SPIP dengan skor 3. Sehingga jika dilihat secara keseluruhan, dapat disimpulkan dari hasil pengisian kuesioner oleh responden tentang persepsi para staf pengawas inspektorat terhadap lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang adalah cukup baik. Terdapat 2 persepsi di setiap item lingkungan pengendalian yang tertera pada bagian pertama untuk hasil kuesioner ini, sebagian dari para Responden memberikan persepsi baik untuk item lingkungan pengendalian yang ditanyakan dan sebagian menjawab cukup baik. Untuk 25 pertanyaan yang diperoleh dari item lingkungan pengendalian yang ditanyakan pada kuesioner bagian pertama ini, terdapat 10 item lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang yang telah dianggap dilakukan baik dan sebanyak 15 lainnya dianggap masih cukup baik dalam penerapannya. Jadi dengan kata lebih banyak item pertanyaan yang mendapat jawaban cukup baik dibandingkan dengan jawaban baik.

Dari jawaban para responden mengenai persepsi mereka tentang lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang, diduga bahwa para responden menginginkan agar item pertanyaan dengan persepsi cukup baik supaya bisa diperbaiki atau mungkin bisa ditingkatkan lagi agar bisa menjadi baik. Responden berpendapat bahwa tidak terjadi masalah besar yang dialami Inspektorat jika dilihat dari penerapan lingkungan pengendalian pada SKPD di


(23)

Kabupaten Semarang. Pendapat tersebut dapat disimpulkan jika dilihat dari persepsi pejabat pengawas Inspektorat dalam kuesioner bagian pertama yang tidak terdapat jawaban buruk atau sangat buruk. Hal ini didasarkan pada tujuan item lingkungan pengendalian, yang mengungkapkan bahwa lingkungan pengendalian merupakan hal yang paling mendasar yang harus diterapkan.

Item lingkungan pengendalian yang mendapat jawaban cukup baik dari pejabat pengawas Inspektorat harus bisa segera ditingkatkan menjadi baik ataupun lebih baik lagi. Semua itu dikarenakan keseluruhan dari item lingkungan pengendalian merupakan hal yang penting yang harus bisa diterapkan dengan baik. Untuk tiap bagian pada item lingkungan pengendalian yang meliputi integritas dan nilai etis, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, struktur organisasi, dan pada kebijakan praktek Sumber Daya Manusia di SKPD Kabupaten Semarang masih terdapat jawaban cukup baik dalam penerapannya menurut persepsi para pengawas. Seperti halnya pada tindak lanjut terhadap temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan serta tindakan penanganannya belum dilakukan dengan baik oleh SKPD di Kabupaten Semarang. Kemudian tentang penyelenggaraan pelatihan dan pembimbingan, serta pemilihan terhadap pimpinan SKPD juga dinilai belum baik karena pimpinan SKPD dinilai kurang memiliki kemampuan manajerial serta pengalaman teknis yang luas.

Berdasarkan penerapan item lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang, responden beranggapan bahwa memang tidak terdapat masalah yang timbul akibat penerapan lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang tersebut. Namun menurut responden, penerapan item lingkungan pengendalian di SKPD Kabupaten Semarang harus segera diperbaiki karena belum seluruhnya item tersebut diterapkan dengan baik oleh SKPD di Kabupaten Semarang.

4.3.2. Persepsi Responden Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Para Staf Pengawas

Pada bagian ini diuraikan tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Para Staf Pengawas seperti yang ditunjukan pada tabel 4.3.2.


(24)

Tabel 4.3.2.

Persepsi Responden Terhadap Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Para Staf Pengawas

No Item informasi Total Skor Rata-rata Persepsi

1 Kualitas Pengawas yang mengawasi

SKPD 72 3.79 Setuju

2 Dukungan dari Pimpinan SKPD 76 4.00 Setuju

3 Kecukupan sumber daya manusia

dan dana operasional yang memadai 73 3.84 Setuju

4 Kerjasama diantara staf pengawas 74 3.89 Setuju

Sumber: Data Primer, 2012

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa secara rata-rata responden menilai item-item yang diajukan dalam kuesioner merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dalam fungsi pengawasan. Para responden berpendapat bahwa kualitas pengawas yang mengawasi SKPD berpengaruh terhadap efektivitas fungsi staf pengawas, dikarenakan pengawas harus memiliki keterampilan dan pengalaman yang memadai agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pelatihan teknis pengawas juga berpengaruh terhadap kualitas pengawas untuk menjalankan peran, fungsi, dan tanggung jawab sebagai auditor internal. Seperti pada penelitian sebelumnya The Effectiveness of Internal Audit in Malaysian Public Sector, Hung dan HAN (1998) menyatakan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi audit internal di instansi pemerintahan, diantaranya sikap positif dari kontroler untuk pekerjaan audit internal, pendidikan yang dirancang dengan baik dan pelatihan auditor internal yang berguna untuk meningkatkan kinerja staf pengawas.


(25)

Kemudian untuk dukungan dari pimpinan SKPD, responden menyatakan setuju bahwa ini juga termasuk faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas dari fungsi pengawasan. Inspektorat dalam melakukan pengawasan di SKPD harus mendapat dukungan dari pimpinan SKPD untuk melakukan pertimbangan atas temuan audit. Dengan tidak adanya dukungan dari pimpinan SKPD maka sulit bagi auditor internal untuk menerapkan fungsi dari audit internal. Hal ini juga dijelaskan dalam Ahmad, et al. (2009) tentang kurangnya kerjasama dari auditee

dapat menghambat upaya auditor untuk mencapai pekerjaan yang efektif, dimana auditor akan kesulitan mendapatkan akses penuh untuk melakukan kegiatan pengawasan.

Responden juga setuju mengenai kecukupan sumber daya manusia dan dana operasional yang memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi staf pengawas. Kecukupan jumlah staf pengawas yang memadai dan fasilitas yang baik serta anggaran yang memadai harus diberikan kepada pengawas untuk dapat melakukan pengawasan dengan baik dan bertanggung jawab. Seperti yang dijelaskan dalam bahasan sebelumnya bahwa jumlah staf merupakan faktor yang penting dalam pengawasan dan juga harus diimbangi dengan anggaran yang memadai. Selanjutnya kualitas pengawas adalah faktor yang penting dalam melakukan pengawasan yang efektif. Jika sumber daya manusia yang berkualitas tentu akan menghasilkan pekerjaan yang berkualitas juga.

Kerjasama diantara staf pengawas menurut responden termasuk faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi staf pengawas. Dalam melakukan pengawasan, pengawas harus melakukan kerjasama agar dapat mendapatkan akses penuh di setiap kegiatan dan pencatatan, sehingga pengawas dapat mengetahui di area-area mana yang memerlukan perbaikan agar SKPD berjalan sesuai dengan visi, misi,tujuan dan target-target yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerjasama diantara staf merupakan faktor yang penting dalam mencapai efektivitas pengawasan. Menurut Ahmad, et al (2009) jika auditor memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing dan dapat bekerja sama dengan baik maka pihak luar dari fungsi audi internal dapat menghargai kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan organisasi.

4.4. Faktor-Faktor Lain Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pengawasan


(26)

telah mewakili pemikiran mereka. Namun, terdapat beberapa dari responden yang memberikan pendapat mereka tentang adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi pengawas selain yang tercantum dalam kuisioner bagian kedua. Terdapat 3 responden yang memberikan pendapat mereka, diantaranya :

Tabel 4.4.

Faktor-Faktor Lain Yang Mempengaruhi Efektivitas Pengawasan No

Responden Faktor-Faktor lain yang mempengaruhi fungsi Pengawasan

5 Kepentingan politis berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

5 Menghilangkan budaya ewuh pakewuh (sungkan).

8 Sarana dan prasarana pendukung.

19 Pemanfaatan teknologi untuk mengetahui update peraturan terbaru.

Sumber: Data Primer,2012

4.5. Hasil Wawancara Mendalam

Dalam penelitian ini juga digunakan teknik wawancara yang lebih mendalam guna mendapatkan informasi yang lebih detail, informasi yang ingin didapatkan adalah informasi yang tidak dapat terangkum dalam kuesioner (bagian 1-3) yang telah dibagikan. Wawancara ini dilakukan pada:

Tanggal = 20 – 24 febuari 2012 Waktu = 09.00 – 11.00 WIB

Tempat = Inspektorat Kabupaten Semarang, JL. Letjen Soeprapto 7A Ungaran. Wawancara mendalam ini sendiri ditujukan kepada :

1. Sekertaris Inspektorat Kabupaten Semarang 2. Inspektur Wilayah Bagian I

3. Inspektur Wilayah Bagian II 4. Inspektur Wilayah Bagian III

5. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan

6. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan

Pada wawancara ini, peneliti menanyakan tentang kondisi kualitas pengawasan yang ada pada Inspektorat Kabupaten Semarang yang meliputi dari segi:


(27)

1. Kompetensi staf pengawas 2. Objektivitas staf pengawas 3. Kualitas Kerja staf pengawas

Dari segi kompetensi yang dimiliki oleh para staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang, dapat dipengaruhi oleh 2 hal. Item yang pertama adalah tentang kualifikasi keahlian yang dimiliki oleh pengawas. Menurut responden, kualifikasi keahlian dibutuhkan untuk menunjang kompetensi staf pengawas dalam pengawasan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pelaksana kualifikasi keahlian staf pengawas diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Badan Perencana Pembangunan (BPP). Kualifikasi keahlian yang dimiliki oleh para pengawas adalah berupa sertifikasi yang didapatkan dari pelatihan dan diklat. Kualifikasi keahlian idealnya dimiliki oleh para pengawas sebelum mereka menjabat menjadi seorang pengawas, tetapi ada juga yang mendapatkan kualifikasi keahlian setelah mereka menjabat menjadi pengawas.

Kemudian item kedua dalam pertanyaan adalah mengenai hal lain yang dapat menunjang kompetensi dari staf pengawas tentang pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas. Menurut para responden, adanya pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas sangat dibutuhkan karena bisa menambah wawasan tentang teknik-tenik pengawasan. Dalam hal ini, Inspektur dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) bertanggung jawab dalam memberikan pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas. Untuk pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas yang diberikan oleh Inspektorat Kabupaten Semarang selama ini berupa Diklat. Diklat yang dilakukan terdiri dari pemberian materi dan juga tes yang dilakukan sebanyak 4 kali. Dengan adanya Diklat yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Semarang dalam rangka pelatihan dan pengembangan terhadap tenaga pengawasnya, dapat dirasakan dampaknya secara signifikan pada kualitas pengawasan yang dilakukan oleh para pengawas. Sehingga menurut para responden, kualifikasi keahlian serta pelatihan pengembangan staf pengawas diharapkan dapat membantu meningkatkan kompentensi dalam kualitas pengawasan di SKPD serta menunjang kinerja staf pengawas menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Kemudian menurut responden, apabila dilihat dari segi obyektivitas staf pengawasnya dapat dinilai dari beberapa hal diantaranya melalui jalur pelaporan pengawasan di SKPD. Responden menyatakan bahwa selama ini jalur pelaporan pengawasan di SKPD sudah berjalan


(28)

pembantu wilayah I, II, III, dan IV memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada sekretaris inspektorat, kemudian sekretaris melakukan koreksi terhadap hasil pemeriksaan tersebut apabila dinilai sudah layak (tidak terdapat kesalahan) maka sekretaris akan melanjutkan hasil pemeriksaan tersebut kepada Inspektur atau Kepala Inspektorat Kabupaten Semarang.

Pelaporan pengawasan yang telah disetujui oleh Inspektur dan telah sesuai dengan Standart Operasional Pemeriksaan (SOP), akan dikembalikan berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada SKPD yang bersangkutan dengan disertai tembusan dari BPK dan Inspektorat provinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini, Inspektur bertanggung jawab kepada Bupati dan Sekretaris Daerah. Dengan adanya jalur pelaporan yang sudah terkonsep di inspektorat, hal ini dapat menunjukkan bahwa penilaian yang di lakukan pengawas sudah dapat dikatakan obyektif. Kemudian hal lain yang dapat mempengaruhi obyektivitas yaitu pada pelaksanaan tugas sebagai pengawas dan ruang gerak pengawas di SKPD. Perlu diketahui bahwa para staf pengawas telah melakukan tugasnya secara independen, karena adanya kebebasan yang diberikan kepada para staf pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Menurut para staf pengawas pada Inspektorat Kabupaten Semarang, sudah tidak ada batasan terhadap ruang gerak mereka dalam melakukan pengawasan pada SKPD yang ada. Kemudian juga menurut responden, tidak terdapat masalah atau konflik kepentingan antar rekan kerja dalam mengawasi SKPD. Maka objektivitas para staf pengawas sangat dibutuhkan dalam menunjang kondisi kualitas pengawasan yang ada.

Kemudian untuk kondisi kualitas pengawasan yang terakhir adalah tentang kualitas kinerja para staf pengawas yang ada pada Inspektorat Kabupaten Semarang. Menurut responden, apabila dilihat dari segi kualitas kinerja pengawas yang terbagi atas perencanaan pengawasan dan ruang lingkup pengawas di SKPD, hal tersebut penting untuk menunjang kualitas kerja pengawas untuk menjadi lebih baik. Perencanaan pengawasan di SKPD sudah dilakukan dengan baik, dapat dilihat dari pemaparan responden dalam proses perencanaannya, dimulai dari pembuatan DMP (Daftar Materi Pertanyaan) dari Inspektorat Pembantu Wilyah I, II, III dan IV kemudian setelah DMP selesai, dilanjutkan dengan program perencanaan pengawas yang telah dipersiapkan pengawas daerah dengan Gubernur Jawa Tengah agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melakukan pengawasan, perencanaan pengawasan dilakukan 7 hari sebelum pelaksanaan. Kualitas kerja juga dapat dilihat dari ruang lingkup pengawasan, menurut reponden tidak terdapat kendala dalam menentukan ruang lingkup pengawasan. Karena perlu diketahui bahwa


(29)

staf pengawas sebelum melakukan pemeriksaan di SKPD sudah dikoordinasikan dalam menentukan ruang lingkup pengawasannya, agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaanya.

5. Kesimpulan dan Keterbatasan

Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan pada Inspektorat Kabupaten Semarang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut penilaian pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang terhadap penerapan pengawasan di SKPD Kabupaten Semarang telah dilakukan dengan cukup baik. Tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan adalah mempertahankan atau mungkin lebih meningkatkan pada kegiatan pengawasan inspektorat Kabupaten di SKPD Kabupaten Semarang. Apabila hal tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka akan berdampak baik pula terhadap kualitas pengawasan dalam membantu pemerintah Kabupaten Semarang.

Kemudian dari aspek-aspek SPIP terutama dilihat dari Lingkungan pengendaliannya telah dinilai baik oleh para staf pengawas Inspektorat. Hal tersebut didasarkan pada aspek filosofi manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi, kebijakan dan praktik SDM yang tertuang dalam SPIP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang menjadi acuan dalam Pengendalian Intern seluruh instansi di Pemerintahan Kota atau Kabupaten. Selanjutnya berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, beberapa narasumber menganggap bahwa pelaksanaan praktik pengawasan di SKPD sudah dilaksanakan dengan baik serta tidak terdapat permasalahan ataupun kendala yang dihadapi oleh pengawas selama ini. Hal ini ditunjukan dengan adanya kompetensi staf pengawas yang memadai, obyektivitas staf pengawas dalam pelaksanaan praktik pengawasan, serta kualitas para staf pengawas yang telah sesuai dengan harapan.

Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas, responden berpendapat bahwa kerjasama diantara pengawas merupakan faktor yang paling mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawasan. Dengan melakukan kerjasama dalam melakukan pengawasan, maka mempermudah staf pengawas Inspektorat untuk melakukan akses keseluruh bagian dan mempermudah dalam melakukan pencatatan, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil dari kuesioner pada item


(30)

lainnya. Dukungan dari pimpinan SKPD, kecukupan sumber daya manusia dan dana operasional yang memadai, serta kualitas pengawas yang mengawasi SKPD menurut responden merupakan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas fiungsi staf pengawas. Beberapa responden juga menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas, seperti menghilangkan budaya ewuh pakewuh atau sungkan dan juga tentang sarana prasarana pendukung kegiatan pengawasan untuk lebih diperhatikan.

Setiap penelitian tentu memiliki keterbatasan, demikian halnya dengan penelitian ini. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: Pertama, dalam pengisian kuisoner terdapat beberapa responden dari pengawas inspektorat yang berhalangan hadir dalam penelitian ini. Kedua, terdapat keterbatasan waktu dalam proses wawancara dengan staf pengawas di karenakan kepentingan Dinas. Ketiga, penelitian ini masih berada dalam taraf deskriptif kualitatif, belum terdapat kajian statistik yang mendalam.


(31)

Daftar Pustaka

Adenijii (2004), Tracey (1994), Johnson (1996), Owler dan Brown (1990), Azubike (2002), Boynton (2003:8), Guy (2002:410), Sukrisno agoes (2004:222) Effectiveness of Internal Audit as Instrument of Improving Audit internal

Angus Okechukwu Unegbu, Mohammed Isa Kida, 2011. Effectiveness of Internal Audit as Instrument of Improving Public Sector Management.

Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.

Erika, A.R Yulisman. 2011. “Fungsi Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) dalam Pelaksanaan

Pemerintah Daerah di Kabupaten Pesisir Selatan”. 15 September 2011

Halimah, Nasibah Ahmad, Radiah Othman, Rohana Othma, Kamaruzaman Jusoff, 2009. NAD (2007), Hung dan HAN (1998). The Effectiveness Internal Audit of Malaysian Sector Public.

Hartadi, Bambang, 1999. Sistem Pengendalian Intern dalam Hubungannya dengan Manajemen

Audit. BPFE Yogyakarta.

Ihalauw, John J.O.I, (2003). Bangun Teori Edisi Milenium. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 1998. Standar Profesi Akuntan Publik. Salemba Empat, Jakarta. Suara Merdeka Jawa Tengah. Semarang. 16 April 2012

Supramono dan Intiyas Utami. 2003. Desain Proposal Penelitian, Cetakan 1. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga


(32)

Perundang-undangan

Republik Indonesia, Keputusan Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintah Daerah;

________________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;

________________, Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 19 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat, Lembaga Teknis Daerah dan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Semarang;


(1)

1. Kompetensi staf pengawas 2. Objektivitas staf pengawas 3. Kualitas Kerja staf pengawas

Dari segi kompetensi yang dimiliki oleh para staf pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang, dapat dipengaruhi oleh 2 hal. Item yang pertama adalah tentang kualifikasi keahlian yang dimiliki oleh pengawas. Menurut responden, kualifikasi keahlian dibutuhkan untuk menunjang kompetensi staf pengawas dalam pengawasan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pelaksana kualifikasi keahlian staf pengawas diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Badan Perencana Pembangunan (BPP). Kualifikasi keahlian yang dimiliki oleh para pengawas adalah berupa sertifikasi yang didapatkan dari pelatihan dan diklat. Kualifikasi keahlian idealnya dimiliki oleh para pengawas sebelum mereka menjabat menjadi seorang pengawas, tetapi ada juga yang mendapatkan kualifikasi keahlian setelah mereka menjabat menjadi pengawas.

Kemudian item kedua dalam pertanyaan adalah mengenai hal lain yang dapat menunjang kompetensi dari staf pengawas tentang pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas. Menurut para responden, adanya pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas sangat dibutuhkan karena bisa menambah wawasan tentang teknik-tenik pengawasan. Dalam hal ini, Inspektur dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) bertanggung jawab dalam memberikan pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas. Untuk pelatihan dan pengembangan tenaga pengawas yang diberikan oleh Inspektorat Kabupaten Semarang selama ini berupa Diklat. Diklat yang dilakukan terdiri dari pemberian materi dan juga tes yang dilakukan sebanyak 4 kali. Dengan adanya Diklat yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Semarang dalam rangka pelatihan dan pengembangan terhadap tenaga pengawasnya, dapat dirasakan dampaknya secara signifikan pada kualitas pengawasan yang dilakukan oleh para pengawas. Sehingga menurut para responden, kualifikasi keahlian serta pelatihan pengembangan staf pengawas diharapkan dapat membantu meningkatkan kompentensi dalam kualitas pengawasan di SKPD serta menunjang kinerja staf pengawas menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Kemudian menurut responden, apabila dilihat dari segi obyektivitas staf pengawasnya dapat dinilai dari beberapa hal diantaranya melalui jalur pelaporan pengawasan di SKPD. Responden menyatakan bahwa selama ini jalur pelaporan pengawasan di SKPD sudah berjalan baik, jalur pelaporan pengawasan yang diterapkan, melalui proses sebagai berikut: inspektorat


(2)

pembantu wilayah I, II, III, dan IV memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada sekretaris inspektorat, kemudian sekretaris melakukan koreksi terhadap hasil pemeriksaan tersebut apabila dinilai sudah layak (tidak terdapat kesalahan) maka sekretaris akan melanjutkan hasil pemeriksaan tersebut kepada Inspektur atau Kepala Inspektorat Kabupaten Semarang.

Pelaporan pengawasan yang telah disetujui oleh Inspektur dan telah sesuai dengan Standart Operasional Pemeriksaan (SOP), akan dikembalikan berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada SKPD yang bersangkutan dengan disertai tembusan dari BPK dan Inspektorat provinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini, Inspektur bertanggung jawab kepada Bupati dan Sekretaris Daerah. Dengan adanya jalur pelaporan yang sudah terkonsep di inspektorat, hal ini dapat menunjukkan bahwa penilaian yang di lakukan pengawas sudah dapat dikatakan obyektif. Kemudian hal lain yang dapat mempengaruhi obyektivitas yaitu pada pelaksanaan tugas sebagai pengawas dan ruang gerak pengawas di SKPD. Perlu diketahui bahwa para staf pengawas telah melakukan tugasnya secara independen, karena adanya kebebasan yang diberikan kepada para staf pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Menurut para staf pengawas pada Inspektorat Kabupaten Semarang, sudah tidak ada batasan terhadap ruang gerak mereka dalam melakukan pengawasan pada SKPD yang ada. Kemudian juga menurut responden, tidak terdapat masalah atau konflik kepentingan antar rekan kerja dalam mengawasi SKPD. Maka objektivitas para staf pengawas sangat dibutuhkan dalam menunjang kondisi kualitas pengawasan yang ada.

Kemudian untuk kondisi kualitas pengawasan yang terakhir adalah tentang kualitas kinerja para staf pengawas yang ada pada Inspektorat Kabupaten Semarang. Menurut responden, apabila dilihat dari segi kualitas kinerja pengawas yang terbagi atas perencanaan pengawasan dan ruang lingkup pengawas di SKPD, hal tersebut penting untuk menunjang kualitas kerja pengawas untuk menjadi lebih baik. Perencanaan pengawasan di SKPD sudah dilakukan dengan baik, dapat dilihat dari pemaparan responden dalam proses perencanaannya, dimulai dari pembuatan DMP (Daftar Materi Pertanyaan) dari Inspektorat Pembantu Wilyah I, II, III dan IV kemudian setelah DMP selesai, dilanjutkan dengan program perencanaan pengawas yang telah dipersiapkan pengawas daerah dengan Gubernur Jawa Tengah agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melakukan pengawasan, perencanaan pengawasan dilakukan 7 hari sebelum pelaksanaan. Kualitas kerja juga dapat dilihat dari ruang lingkup pengawasan, menurut reponden tidak terdapat kendala dalam menentukan ruang lingkup pengawasan. Karena perlu diketahui bahwa


(3)

staf pengawas sebelum melakukan pemeriksaan di SKPD sudah dikoordinasikan dalam menentukan ruang lingkup pengawasannya, agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaanya.

5. Kesimpulan dan Keterbatasan

Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan pada Inspektorat Kabupaten Semarang, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut penilaian pengawas Inspektorat Kabupaten Semarang terhadap penerapan pengawasan di SKPD Kabupaten Semarang telah dilakukan dengan cukup baik. Tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan adalah mempertahankan atau mungkin lebih meningkatkan pada kegiatan pengawasan inspektorat Kabupaten di SKPD Kabupaten Semarang. Apabila hal tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka akan berdampak baik pula terhadap kualitas pengawasan dalam membantu pemerintah Kabupaten Semarang.

Kemudian dari aspek-aspek SPIP terutama dilihat dari Lingkungan pengendaliannya telah dinilai baik oleh para staf pengawas Inspektorat. Hal tersebut didasarkan pada aspek filosofi manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi, kebijakan dan praktik SDM yang tertuang dalam SPIP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang menjadi acuan dalam Pengendalian Intern seluruh instansi di Pemerintahan Kota atau Kabupaten. Selanjutnya berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, beberapa narasumber menganggap bahwa pelaksanaan praktik pengawasan di SKPD sudah dilaksanakan dengan baik serta tidak terdapat permasalahan ataupun kendala yang dihadapi oleh pengawas selama ini. Hal ini ditunjukan dengan adanya kompetensi staf pengawas yang memadai, obyektivitas staf pengawas dalam pelaksanaan praktik pengawasan, serta kualitas para staf pengawas yang telah sesuai dengan harapan.

Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas, responden berpendapat bahwa kerjasama diantara pengawas merupakan faktor yang paling mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawasan. Dengan melakukan kerjasama dalam melakukan pengawasan, maka mempermudah staf pengawas Inspektorat untuk melakukan akses keseluruh bagian dan mempermudah dalam melakukan pencatatan, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil dari kuesioner pada item kerjasama diantara pengawas secara rata-rata memiliki nilai paling besar diantara item-item


(4)

lainnya. Dukungan dari pimpinan SKPD, kecukupan sumber daya manusia dan dana operasional yang memadai, serta kualitas pengawas yang mengawasi SKPD menurut responden merupakan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas fiungsi staf pengawas. Beberapa responden juga menambahkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi staf pengawas, seperti menghilangkan budaya ewuh pakewuh atau sungkan dan juga tentang sarana prasarana pendukung kegiatan pengawasan untuk lebih diperhatikan.

Setiap penelitian tentu memiliki keterbatasan, demikian halnya dengan penelitian ini. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: Pertama, dalam pengisian kuisoner terdapat beberapa responden dari pengawas inspektorat yang berhalangan hadir dalam penelitian ini. Kedua, terdapat keterbatasan waktu dalam proses wawancara dengan staf pengawas di karenakan kepentingan Dinas. Ketiga, penelitian ini masih berada dalam taraf deskriptif kualitatif, belum terdapat kajian statistik yang mendalam.


(5)

Daftar Pustaka

Adenijii (2004), Tracey (1994), Johnson (1996), Owler dan Brown (1990), Azubike (2002), Boynton (2003:8), Guy (2002:410), Sukrisno agoes (2004:222) Effectiveness of Internal Audit as Instrument of Improving Audit internal

Angus Okechukwu Unegbu, Mohammed Isa Kida, 2011. Effectiveness of Internal Audit as Instrument of Improving Public Sector Management.

Bastian, Indra, 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.

Erika, A.R Yulisman. 2011. “Fungsi Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) dalam Pelaksanaan

Pemerintah Daerah di Kabupaten Pesisir Selatan”. 15 September 2011

Halimah, Nasibah Ahmad, Radiah Othman, Rohana Othma, Kamaruzaman Jusoff, 2009. NAD (2007), Hung dan HAN (1998). The Effectiveness Internal Audit of Malaysian Sector Public.

Hartadi, Bambang, 1999. Sistem Pengendalian Intern dalam Hubungannya dengan Manajemen Audit. BPFE Yogyakarta.

Ihalauw, John J.O.I, (2003). Bangun Teori Edisi Milenium. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 1998. Standar Profesi Akuntan Publik. Salemba Empat, Jakarta.

Suara Merdeka Jawa Tengah. Semarang. 16 April 2012

Supramono dan Intiyas Utami. 2003. Desain Proposal Penelitian, Cetakan 1. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga


(6)

Perundang-undangan

Republik Indonesia, Keputusan Mendagri No.35 Tahun 2006 tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintah Daerah;

________________, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;

________________, Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 19 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat, Lembaga Teknis Daerah dan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Semarang;