TINJAUAN ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO : 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH | Syafei | Legal Opinion 6987 23345 1 PB

TINJAUAN ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO : 100/PUU-XIII/2015
TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA
DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Mohammad Syafei / D 101 12 440
Pembimbing :
1. Dr. Aminudin kasim, S.H.,M.H.
2. Leli Tibaka,S.H.,M.H

ABSTRAK
Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah bisa dilaksanakan sedikitnya dengan dua pasangan calon "Ketentuan ini jelas
tidak memberi ruang apabila ada daerah yang terdapat satu pasangan calon (calon tunggal).
Sehingga Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah belum mengatur secara jelas tentang calon tunggal dalam pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah 2015. Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengisi
kekosongan hukum maka Mahkamah mahkamah konstitusi mengeluarkan putusan No
100/PUU/XIII/2015 Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan normatif. Metode
pengumpulan data dilakukan melalui penelitian data sekunder yang diperoleh dari
kepustakaan. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dan permasalahan apa saja yang dihadapi

oleh masyarakat dalam menghadapi persoalan calon tunggal. Dalam hal ini penulis akan
mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut diatas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ternyata putusan Mahkamah Konstitusi terkait calon tunggal belum bisa
menjawab secara tuntas tentang masalah calon tunggal tersebut.perlu adanya revisi undangundang secara menyeluruh terkait sistem pencalonan dalam pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah selanjutnya..
Kata kunci : Calon Tunggal, Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala
Daerah,Putusan Mahkamah Konstitusi
1. Pendahuluan
A. Latar Belakang

Pemilihan umum yang diselenggarakan
secara

berkala

merupakan

kebutuhan

mutlak sebagai sarana demokrasi yang


melalui

proses inilah akan dihasilkan

pemerintahan yang didukung oleh rakyat,
sekaligus

menentukan

asas

legalitas,

akan melahirkan kedaulatan rakyat sebagai
inti dalam kehidupan bernegara. Sebab
1

legitimasi dan asas kredibilitas. 1 Peran


bentuk tekanan atau cara-cara lain yang

pemilu dalam kehidupan bernegara sangat

bertentangan dengan norma hukum atau

penting,2

kesusilaan,

efektifitas

penyelanggaraan

dan

menjamin

hak-hak


negara sangat ditentukan oleh partisipasi

perwakilan minoritas yang tidak dapat

warga negarnya. Demikian pula halnya

diraih melalui pemilu. Dengan kata lain

dengan sistem ketatanegaraan yang sedang

pemilu dapat di katakana sukses bila di

berlangsung

dibutuhkan

tinjau dari segi hasil ialah jika pemilu yang

partisipasi, peran serta aktif dari warga


di laksanakan dapat menghasilkan wakil-

negara dalam hal membantu efektifitas dan

wakil rakyat dan pemimpin Negara, yang

efisiensi penyelenggaraan negara. Pemilu

mampu mewujudkan cita-cita nasional,

yang berkualitas dan pemilihan umum

sebagaimana tercantum dalam pembukaan

yang berhasil bisa dicapai hanya jika

UUD Negara Republik Indonesia Tahun

dalam


19453

saat

ini,

pembentukan

Undang-undang

Pemilihan umum setelah era Orde

Pemilu memperhatikan berbagai aspek,
antara lain jumlah maksimal anggota DPR

Baru

meskipun

penduduk.


demokrasi kian lama menjadikan wahana

perwakilan,

pemilu menjadi sempit yang pada akhirnya

ada

tambahan

Keseimbangan

antara

penyederhanaan

jumlah

partai,


runtuh

memasung

dengan

sebutan

pesta

artikulatif

keleluasaan

keterpaduan kekuatan politik di DPR,

pemaknaan pemilu tersebut. Hal ini terjadi

pemilihan


wakil

karena esensinya kurang dipahami. Pada

mendorong

prinsipnya pemilu dalam ranah demokrasi

dengan

yang
rakyat

keanggotaan
berwawasan

mendekatkan
pemilih,


yang
luas,

bermutu

dan

optimalisasi

fungsi

lebih bermakna sebagai: Pertama, kegiatan
partisipasi

politik

dalam

menuju


partai dalam melakukan pendidikan politik

kesempurnaan oleh berbagai pihak. Kedua,

terhadap kadernya, mencegah di terjadinya

sistem

pemusatan kekuatan politik pada satu

langsung

partai, dan mencegah proses sentrifugal

kepanjangan tangan

atau fragmentasi antar kekuatan politik,

perwakilan

menjamin pemilu yang jujur, adil, terbuka,

memilih elit politik yang berhak duduk

tertib dan terhindar dan segala macam

mewakili masyarakat. Akibatnya muncul

perwakilan

bukan

dalam

partisipasi

bahasa

politik

di

mana

terjadi

akhir

dalam

penentuan

perlombaan make-up dalam mendapat
1

M. Rusli Karim, Pemilihan Umum Demokratis
Kompetitif, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1991, hlm.
2.
2
Analisa, 1983-3, Pembangunan Politik, CSIS
,Jakarta,1983, hlm. 179

3

H. Rozali Abdullah,., Mewujudkan Pemilu yang
Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), Raja Grafindo
Persada,jakarta, 2009, hlm.3

2

simpati wujud representasi masyarakat

proporsional semi daftar terbuka dan

luas. Ketiga, sirkulasi pada elit politik

sistem proporsional terbuka. Berdasarkan

yang berujung pada perbaikan performa

uraian-uraian diatas, terdapat beberapa

pelaksana eksekutifnya.4 Di indonesia

argumentasi hukum yang kuat dalam

sudah ada

kedua

9

pemilihan

kali

umum

menyelenggarakan
sejak

kemerdekaan

pendapat

menginginkan

tersebut.

apabila

Ada

terjadi

yang
calon

indonesia . Sistem pemilu yang dianut

tunggal, maka pemilu di tunda ke pemilu

indonesia

pemilihan

serentak yang akan datang yang sesuai dan

proporsional , ada usulan untuk merubah

diatur dalam undang-undangn nomor 8

sistem pemilu paska Suharto yang tetap

tahun 2015. Tetapi mahkamah konstitusi

menggunakan sistem proporsional, namun

dalam putusannya menyebutkan bahwa

usulan sistem pemilu distrik

biarlah rakyat langsung yang menunda

adalah

sistem

di tolak.

Dengan alasan bahwa sistem pemilu

bilamana

pasangan

proporsional lebih pas di Indonesia, hal ini

pemilukada

hanya

berkaitan dengan tingkat kemajemukan di

melaksanakan pemilukada tersebut.tetapi

Indonesia,

kemudian tidak semua hakim menyetejui

adanya

kekhawatiran

jika

satu

dalam

dengan cara

menggunakan distrik karena akan ada

putusan

kelompok kelompok yang tidak terwakili

menggunakan desenting opinionnya yaitu

khususnya

Sistem

hakim patrialis akbar. Beliau menyatakan

proporsional juga banyak di setujui oleh

dalam desenting opiniannya,menilai MK

DPR

terlalu

,

masyarakat

karena

kecil.5

sistem

ini

lebih

tersebut.

calon

jauh

Salah

masuk

satu

kedalam

hakim

pokok

saja

sistem

permasalahan tersebut karena nantinya

di

gunakan

akan menimbulkan masalah-masalah baru.

selamanya di Indonesia, karena tidak

Salah satu syarat untuk mewujudkan

mudah untuk mengganti sistem pemilu di

esensi demokrasi salah satunya adalah

suatu negara kecuali perubahan politik

dengan adanya pemilihan umum (Pemilu).

yang radikal di Indonesia sendiri sistem

Walaupun

pemilu sudah mengalami perubahan dari

apakah Pilkada merupakan pemilu atau

sistem

bukan, akan tetapi pada dasarnya adalah

mengutungkan,
proporsional

bisa
ini

tertutup

akan

menjadi

sistem

masih

terdapat

perdebatan

bagaimana rakyat dapat menentukan calon
4

Tataq Chimad, Kritik Terhadap Pemilihan
Langsung, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, ,
2004, hlm. 1.
5
Dhurorudin Mashad, Reformasi Sistem Pemilu
dan Peran Sospol ABRI, Gramedia
Widiasarana,Jakarta, 1998. Hlm. 21

yang di idealkan sehingga akan mampu
membawa

aspirasi

rakyat

secara

keseluruhan pada akhirnya.

3

Pemilihan umum yang demokratis

House of Representative maupun senat

merupakan satu-satunya jaminan untuk

tidak harus berangkat dari Partai Politik,

mewujudkan tujuan pemilu itu sendiri,

misalkan

yakni antara lain: membuka peluang untuk

mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan,

terjadinya

pemerintahan

tetapi terdapat orang yang memilih, maka

sekaligus momen untuk menguji dan

tetap dikatakan sah. Sehingga benar kalau

mengevaluasi

di Indonesia dikatakan sebagai perwakilan

pergantian

kualitas

dan

kuantitas

yang

dukungan rakyat terhadap keberhasilan

yang

dan kekurangan pemerintah yang sedang

representation)7

berkuasa.

sebagai

dinamika

sarana

aspirasi

diindetifikasi,

politik

tidak

(political

menyerap

Perwakilan politik bagi beberapa

untuk

kalangan dirasakan sebagai pengbaian

rakyat

diartikulasi

bersifat

bersangkutan

dan

di

terhadap

kepentingan-kepentingan

dan

waktu

kekuatan-kekuatan lain yang ada didalam

tertentu.yang paling pokok adalah untuk

masyarakat. Oleh karena itu, di beberapa

menguji kualitas pelaksanaan kedaulatan

Negara mencoba mengatasi persoalan

rakyat itu sendiri.

tersebut dengan cara mengikutsertakan

agregasikan

selama

jangka

yang

wakil dari golongan perseorangan atau

sarana

demokrasi

yang dianggap memerlukan perlindungan

perwakilan

setidaknya

khusus. Seperti di India mengangkat

representative

beberapa orang wakil dari golongan

“Perwakilan”

Anglo-Indian sebagai anggota Majelis

(representation) adalah konsep seorang

Rendah, sementara golongan kesusestraan,

atau suatu kelompok yang lebih besar.

kebudayaan, dan pekerja sosial diangkat

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada

menjadi anggota Majelis Tinggi. Lain

umumnya mewakili rakyat melalui partai

halnya dengan Amerika yang memberikan

politik. Pada hal pada dasarnya setiap

peluang bagi calon independent untuk

jabatan politik dalam hal ini pemilihan

bertarung dalam setiap event pemilihan

Presiden, Gubernur, Walikota maupun

jabatan politik. Sehingga dapa dikatakan

Bupati pada tataran teoritis bukan hanya

bahwa

melalui partai politik, akan tetapi seperti

Indonesia adalah demokrasi partai politik,

yang ada di Amerika Serikat, bahwa calon

yang tidak dapat memberikan kesempatan

Pentingnya
demokratis
dalam

sebagai

sistem

menjamin
government.

pemilu

terbentuknya
6

Kata

demokrasi

yang

dibangun di

kepada perorangan atau lembaga non
6

Zakaria Bangun, Demokrasi dan Kehidupan
Demokrasi di Indonesia, Bina Media Perintis,
Medan, 2008, halm2

7

George Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi ,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002

4

1. Apakah putusan mahkamah

partai politik untuk dapat mencalonkan

konstitusi telah menyelesaikan

apalagi menjabat sebagai jabatan politik.
B.

persoalan calon tunggal?

Rumusan masalah

2. Bagaiamana tanggapan masyarakat

Berdasarkan uraian pada latar belakang
tersebut diatas, dapat dirumuskan

terkait dengan pemilihan kepala

permasalahan sebagai berikut :

daerah dengan calon tunggal.

II

PEMBAHASAN
A. Sejarah keberadaan calon
Kedua

Tunggal
Putusan

Mahkamah

Konstitusi

(MK) mengenai calon tunggal dan
syarat calon perseorangan, menjadi
momen penting bagi perbaikan tata
kelola penyelenggaran pemilu kepala
daerah (pilkada) di Indonesia. MK
memutuskan untuk mempersilahkan
setiap daerah yang hanya memiliki
satu pasangan calon atau yang lebih
dikenal dengan istilah calon tunggal
untuk

tetap

pilkada,

menyelenggarakan

dengan

mekanisme

memberikan pilihan kepada pemilih,
“setuju” atau “tidak setuju”. Selain
itu,

MK

memutuskan

untuk

mengubah syarat dukungan calon
perseorangan yang pada awalnya
berlandaskan pada persentase jumlah
penududuk,

menjadi

persentase

jumlah pemilih di daerah tersebut.

putusan

ini

saling

memengaruhi dan berkaitan satu
dengan lainnya. Seperti diketahui,
Pilkada

serentak

2015

diwarnai

munculnya fenomena calon tunggal
dibeberapa daerah, yang berujung
pada penundaan pilkada di tiga
daerah (Kabupaten Tasikamalaya,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Timor
Tengah Utara). Salah satu latar
belakang yang memicu hal itu adalah
adanya peningkatan persentase syarat
dukungan bagi calon perseorangan
menjadi 6,5%, 7,5%, 8,5%, sampai
dengan

10%

yang

diterapkan

berdasarkan jumlah penduduk di
provinsi

dan

Sebagai

contoh,

perseorangan
mencalonkan

kabupaten/kota.
setiap
yang

diri

DKI

kandidat
akan
Jakarta

dengan jumlah penduduk 9,588,198
5

jiwa harus menyertakan dukungan

akan maju di Provinsi Jawa Barat

7,5% dari jumlah penduduk, atau

sebagai

sebanyak 719,115 dukungan yang

penduduk terbesar (43,021,826 jiwa),

dibuktikan

harus

dengan

Penduduk (KTP).

Kartu

Tanda

Begitu pula

dengan calon perseorangan yang

provinsi

dengan

menyertakan

jumlah

dukungan

sebanyak 6,5% atau setara dengan
2,796,419 dukungan.

B.Konsep pemilihan kepala daerah

salah satu jenis pemilihan umum. Menurut

Pemilihan kepala daerah/pilkada sangat

A.S.S Tambunan11 , “pemilihan umum

berkaitan erat dengan penyelenggeraan

merupakan

sarana

pelaksanaan

kedaulatan rakyat di dalam suatu negara.

kedaulatan

rakyat

pada

Kedaulatan rakyat berarti rakyatlah yang

merupakan pengakuan dan perwujudan

menentukan corak dan cara pemerintahan,

dari pada hak-hak politik rakyat dan

dan rakyatlah yang menentukan tujuan apa

sekaligus merupakan pendelegasian hak-

yang hendak dicapai8.

hak tersebut oleh rakyat kepada wakil-

Harold

J.Laski

“kedaulatan

mengatakan9,

(sovereignty)

adalah

kekuasaan yang sah (menurut hukum)
yang tertinggi, kekuasaan tersebut meliputi

wakilnya

untuk

asas

hakikatnya

menjalangkan

pemerintahan. Senada dengan pendapat
diatas

menurut

Moh.Kusnardi

Harmaily ibrahim, juga mengatakan
Pemilu

segenap orang maupun golongan yang ada

memang

dan
12

bukanlah segala-

di dalam masyarakat yang dikuasainya.”

galanya menyangkut demokrasi. Pemilu

Sedangkan C.F. Strong dalam bukunya

adalah sarana pelaksanaan asas demokrasi

modern

dan sendi-sendi demokrasi bukan hanya

politikal

mengemukakan,

constitution

“kedaulatan

adalah

terletak

pada

pemilu.

Tetapi

kekuasaan untuk membentuk hukum serta

bagaimanapun, pemilu memiliki arti yang

kekuasaan

memaksakan

sangat penting dalam proses dinamika

pelaksanaannya10. Pada hakikatnya secara

negara. Kenyataannya, apa pun alasannya

teoritis,pemilihan kepala daerah adalah

hanya pemerintahan yang representatiflah

untuk

11
8

Moh.Kusnardi dan Harmily Ibrahim., hlm.39
9
Harold J.Laski dalam Joeniarto, Demokrasi dan
sistem pemerintahan negara, Rineka Cipta, Jakarta:
1990. Hlm, 12

ASS Tambunan, Pemilu indonesia dan susunan
dan keududukan MPR,DPR dan DPRD, Binacipta,
Bandung,hlm 381
12
Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, pengantar
hukum tata negara indonesia,pusat studi Ilmu
hukum UI, Jakarta,hlm 329

6

yang dianggap memiliki legitimasi dari

Apabila pilihan setuju memperoleh

rakyat untuk memimpin dan mengatur

suara terbanyak maka pasangan calon

pemerintahan

pengelola

ditetapkan sebagai kepala daerah dan

Sehingga dengan melalui

wakil kepala daerah terpilih. Namun jika

kekuasaan).

(menjadi

elit

tidak setuju memperoleh suara terbanyak,

pemerintahan bekerja untuk dan atas nama

maka pemilihan ditunda sampai pilkada

kepentingan rakyat menjadi dapat diakui.

berikutnya. MK mensyaratkan adanya

Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa

usaha yang sungguh-sungguh dari Komisi

penyelenggeraan pemilihan kepala daerah

Pemilihan

yang merupakan salah satu jenis pemilu

penyelenggara pilkada untuk lebih dulu

terkait

hubungan

memenuhi syarat adanya dua pasangan

kedaulatan. Semua jabatan negara yang

calon. Dalam artian, penyelenggaraan

mempunyai

kedaulatan

pilkada dengan calon tunggal bisa digelar

langsung dengan rakyat dalam suatu

setelah KPU mengusahakan pemenuhan

negara yang menamakan diri negara

minimal dua pasangan calon sesuai aturan

demokrasi

yang

pemilu

juga,klaim

jajaran

dengan pelaksanaan

hubungan

pengisian

jabatan

negara

Umum

berlaku

(KPU)

Putusan

MK

sebagai

tersebut

tersebut harus dipilih melalu pemilihan

merupakan respons dari permohonan uji

umum. Begitu pula pemilihan kepala

materi UU No. 8/2015 tentang Pilkada

daerah harus dipilih melalui pemilihan

yang diajukan oleh Effendi Gazali Cs.

umum. Mahkamah Konstitusi memberikan

lantaran tidak memberikan jalan keluar

peluang penyelenggaraan pemilihan kepala

saat syarat dua pasangan calon tidak

daerah dengan calon tunggal melalui

terpenuhi

mekanisme referendum guna menjamin

pilkada.keputusan

hak konstitusional rakyat agar tetap bisa

lantaran penundaan pilkada hanya karena

memilih

calon

dan

dipilih.

Dalam

salinan

dalam

penyelenggaraan
tersebut

tunggal

diambil

dianggap

tidak

putusan MK No. 100/PUU-XIII/2015,

menyelesaikan masalah. “Karena bukan

mekanisme referendum tersebut dilakukan

tidak

dengan memberikan kesempatan kepada

penundaan itu hanya ada satu calon

rakyat

menyatakan

tunggal.” bahwa keputusan itu berisiko

“Setuju” atau “Tidak Setuju” dalam surat

memunculkan liberalisasi politik untuk

suara yang didesain sedemikian rupa

memenangkan

sehingga

Caranya, bisa dilakukan oleh para pemilik

(pemilih)

untuk

memungkinkan

pemilih menentukan pilihan.

rakyat

atau

mungkin,

dalam

satu

pilkada

pasangan

hasil

calon.

modal dengan menguasai sebagian besar
partai politik dengan tujuan untuk menutup
7

kesempatan calon lain. Selanjutnya, dalam

persyaratan

putusan lain No. 68/PUU-XIII/2015, MK

berlaku,

meringankan syarat calon independen

partisipasi pemilih atau batas minimum

dalam pilkada serentak agar partai politik

perolehan suara. Tetap diselenggarakannya

tidak

pemungutan suara menjadi penting untuk

menjadi satu-satunya kendaraan

untuk

mencalonkan

sebagai

kepala

daerah. 13

kemenangan
meliputi

akan

batas

tetap

minimum

memberikan kesempatan masyarakat untuk
berpartisipasi

dalam

memberikan

terhadap

legitimasi kepada calon yang mencalonkan

calon tunggal dalam pemilihan kepala

diri, dan kesempatan untuk mengevaluasi

daerah tahun 2015

atau menolak calon yang maju dalam

Fenomena calon tunggal tentu tidak

pemilihan (the right to descent).

C.Partisipasi

masyarakat

dikehendaki. Jika boleh memilih, calon
tunggal

pasti

memilih

kompetisi

dilanjutkan ketimbang ditunda. Pemilih
juga kehilangan haknya mengevaluasi
kepemimpinan lokal dalam siklus lima
tahunan pilkada. Pilkada yang reguler
tidak bisa terlaksana. Dalam pengalaman
internasional, di beberapa negara calon
tunggal terjadi dan merupakan sebuah
peristiwa

pemilu

yang

instrumen

penyelesaiannya.

disediakan
Mayoritas

negara multipartai, kerangka hukum dan
regulasi akan tetap melantik calon tunggal
sebagai pemenang pemilu, baik melalui
pemungutan
Diadakannya

suara

maupun

pemungutan

aklamasi.

suara

atau

aklamasi bergantung pada kondisi sosial
politik dan kultur pemilu suatu negara.
Jika

pemungutan

diselenggarakan,

suara
peraturan

tetap
terkait

13

Kalau
dikehendaki

calon

tunggal

memang

pemilih

dan

mewakili

kepentingan yang sama dari pemilih, calon
tunggal pasti akan terpilih. Namun, jika
calon tunggal lahir dari persengkongkolan
parpol karena proses transaksi yang terjadi
sejak awal, maka pemilih dan masyarakat
akan

menemukan

perlawananyannya

jalan

kritik

sendiri

dan
untuk

menentukan pilihan yang berbeda. Ada
ruang dan mekanisme korektif yang bisa
diberikan publik. Bagaimana kalau kolom
kosong kalah? Bisa saja calon tunggal
tetap

dikukuhkan

sebagai

pemenang

prasyarat

jumlah

minimum

dengan

partisipasi atau jumlah perolehan suara
minimum 30% misalnya. Atau bisa saja
pilihannya

dilakukan

pembukaan

pendaftaran calon baru dan si calon
tunggal tidak boleh lagi ikut serta seperti
halnya terjadi pada pemilihan kepala desa.

http://kabar24.bisnis.com/read/20150929/15/47719
0/putusan-mk-soal-pilkada-serentak-calon-tunggaldipilih-lewat-referendum-rakyat

8

Pilihan-pilihan tersebut bisa ditentukan

diajukan. Dan membangun komunikasi

pembuat undang-undang.

koalisi tentu tak akan pelik bagi parpol

Polemik

munculnya

pasangan

calon tunggal di pemilihan kepala daerah
(pilkada) serentak masih menjadi pro dan
kontra.

Pemerintah

pun

belum

mengeluarkan solusi untuk menyelesaikan
persoalan ini. beberapa penyebab yang
dapat memunculkan calon tunggal di
pilkada. Pertama, naiknya syarat dukungan
calon dari partai politik (parpol). "Naiknya
syarat dukungan calon dari parpol menjadi
20% kursi DPRD atau 25% suara sah hasil

untuk mempersiapkan keikutsertaan dalam
pilkada. 14

Partisipasi

turnout)

yang

pemilih

(voter

dimaksud

adalah

prosentase pemilih terdaftar yang hadir
dan datang menggunakan hak pilihnya15.
Suara tidak sah tetap dihitung sebagai
partisipasi pemilih—pemilih menggunakan
hak suaranya meski suaranya tidak sah.
Perhitungan
pemilih

diperoleh

dari

jumlah

yang menggunakan haknya

dibagi dengan jumlah pemilih terdaftar.

pemilu lalu juga membuat koalisi menjadi

BAB III

lebih ketat dalam terbentuk Faktor kedua,

PENUTUP

kehadiran petahana yang cukup kuat
A. Kesimpulan

sehingga membuat calon perseorangan
kesulitan menjadi kompetitor, lantaran

1. Permasalahan

calon

tunggal

keterbatasan waktu untuk mengumpulkan

muncul

dalam

dukungan dan beratnya syarat dukungan.

Pilkada

Serentak

Dirinya menambahkan, penyebab lain

kelalaian

munculnya calon tunggal ialah karena

Rakyat

beberapa

Sementara Solusi yang ditawarkan

bakal

calon

dengan

latar

pelaksanaan
2015.

Dewan
sebagai

Ada

Perwakilan

pembuat

UU.

belakang anggota DPR, DPD, atau DPRD

KPU

yang semula banyak menyosialisasikan

membuka

diri maju dalam pilkada membatalkan

‘bermain’ di percalonan. pasca

pencalonan karena kewajiban mundur. Hal

penutupan pendaftaran calon sesi

ini diperparah karena persoalan kaderisasi

pertama 26-28 Juli lalu, dari 269

parpol

daerah

yang

pilkada

serentak,

yang

optimal,semestinya

tidak
parpol

berjalan
sejak

awal

harusnya bisa menyiapkan kader dengan
memperkuat basis suara dan memperkuat
elektabilitas

bakal

calon

yang

akan

lewat

PKPU

ruang

bagi

ternyata
parpol

melangsungkan
menyisakan

14

http://www.perludem.org/index.php?option=com_:
siaran-pers-solusi-calon-tunggal
15
IDEA. 2002. Voter turnout Since 1945: A Global
Report, 2002, hal. 80-82. Lingkaran

9

tunggal.

juga dari calon kepala daerah itu

Sesuai dengan Peraturan KPU soal

sendiri kurang memanfaatkan masa

pencalonan, daerah yang bercalon

kampanye untuk memperkenalkan

tunggal

kembali

diri kepada masyarakat tentang visi

pendaftarannya dengan didahului

dan misi kedepan untuk daerah

proses sosialisasi. Sudah saatnya

tersebut.

daerah

dengan

calon

dibuka

pemilu dikembalikan pada hakikat
dari pemilu itu sendiri yaitu untuk

A. Saran

mewujudkan sarana pemerintahan

Kedepannya jelas perlu adanya

demokrasi yang berhubungan erat

revisi

dengan prinsip kedaulatan rakyat.

sehingga masalah calon tunggal

Pemilu

sarana

terselesaikan dan tidak menjadi

pengisian jabatan publik secara

masalah yang terulang lagi. Yang

tertib dan teratur. Apakah pemilu

penting untuk diperbaiki adalah

dengan

bisa

tentang syarat pencalonan .banyak

memenuhi esensi dari pemilu untuk

calon yang akhirnya tidak bisa

demokrasi itu sendiri? Ini semua

maju ke dalam ajang pemilihan di

perlu

kedepannya

karenakan hal ini. Harus ada

sehingga pemilu itu sendiri dibuat

penyederhanaan misalnya dengan

harus dengan perencanaaan yang

syarat pencalonan yang ingin maju

matang

minimal

juga

sebagai

calon

tunggal

dipikirkan

sehingga

memberikan

dapat

kepastian

hukum

didukung

pemilu

oleh

2

partai,untuk yang melalui jalur
partai

kepada masyarakat

Undang-Undang

politik.

Dan

syarat

2. Tingkat partisipasi pemilih di 3

perseorangan lebih disederhakan

daerah tersebut pun menurun.itu

lagi dengan 2 persen dukungan

bisa dilihat dari angka pasrtisipasi

langsung dari masyarakat dengan

yang

berkisar

menggunakan ktp sebagai bukti

dibawah 50 persen pemilih.ini

dukungannya. Juga yang perlu

disebabkan

dipikirkan

dimiliki

KPU

dari

kurangnya

pemahaman

masyarakat

bagaimana

sistem

tentang

pemilihan

adalah

syarat

bagi

pegawai negeri sipil yang penulis
rasa sangat

memberatkan para

dengan calon tunggal,kurangnya

calon.kedepan

perlu

dipikirkan

sosialisasi dari komisi pemilihan

untuk menyederhakan dengan tidak

umum sebagai penyelenggara dan

perlu berhenti dalam pekerjaannya
10

.karena

kalau

kita

tahu

dengan jiwa independennya juga

potensial

dengan

paham

juga banyak terdapat dikalangan

mereka

miliki

birokrasi dan akademisi. Birokrasi

memberikan

lebih banyak paham tentang tata

kebijakan-kebijakan yang strategis

pemerintahan

kedepan untuk kemajuan daerah

sebenarnya,calon-calon

dan

bagaimana

seharusnya daerah itu kedepannya

keilmuan
pasti
masukan

yang
banyak
dan

tersebut.

.sedangkan juga para akademisi

11

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
ASS Tambunan, Pemilu indonesia dan susunan dan keududukan MPR,DPR dan DPRD, bandung:Binacipta,
Dhurorudin Mashad, Reformasi Sistem Pemilu dan Peran Sospol ABRI, (Jakarta: Gramedia Widiasarana), 1998.
Harold J.Laski dalam Joeniarto, Demokrasi dan sistem pemerintahan negara, Rineka Cipta, Jakarta: 1990.
Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, pengantar hukum tata negara indonesia,pusat studi Ilmu hukum UI,
Jakarta,
M. Rusli Karim, Pemilihan Umum Demokratis Kompetitif, Cet I (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991),.
Prof. H. Rozali Abdullah,S.H., Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2009),
Tataq Chimad, Kritik Terhadap Pemilihan Langsung, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004),

PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang nomor 8 tahun 2015
Putusan Mahkamah Konstitusi no: 100/puu-XIII 2015
SUMBER LAINNYA
Analisa, 1983-3, Pembangunan Politik, CSIS (Jakarta: 1983),
http://kabar24.bisnis.com/read/20150929/15/477190/putusan-mk-soal-pilkada-serentak-calon-tunggal-dipilihIDEA. 2002. Voter turnout Since 1945: A Global Report, 2002, hal. 80-82. Lingkaran
lewat-referendum-rakyat1 http://www.perludem.org/index.php?option=com_:siaran-pers-solusi-calon-tunggal

12

BIODATA PENULIS

Nama

: Mohammad Syafei

Tempat/Tanggal Lahir

: Palu, 1 juli 1994

Alamat Rumah

: Jalan Kedondong No 56

Nomor Telp/Hp

: 08114587574

13