Bahasa Indonesia, Perubahan Sosial, dan Masa Depan Bangsa | Salam | Humaniora 1000 1851 2 PB
HUMANIORA
.
No. 3 Oktober 2010
.
. -
.
- -:
-.
'
'BAHRSA INDONESIA, PERUBAHAN SOSIAL,
DAN MASA DEPAN BANGSA
~ ~ r i isdm
us *
ABSTRACT
There has been a significance changing on the existence and conventional function of lndonesian
language. The changing of political constellation in Indonesia, and the dominance of practical and
economic paradigm made the conventionalfunction of lndonesianlanguageexperiencingconstriction.
In that changing, tndonesian Language did not able to accommodate its some primary functions
anymore. The praxis of using lndonesian language becomes such of forrnality-rite just for being
recognized as lndonesian citizen. However, in the midst of other potential divider elements such as
religion, ethnicity, or locality, it is the fact that only lndonesian languagethat is still able to "gwrantee"
the future of lndonesian nationalism.
Key Words: lndonesian language, social movement, potitid constellation
Telah terjadi perubahan penting tentang keberadaan dan fungsi konvensional bahasa lndonesia
Perubahan konstelasi politik di Indonesia, dan dominannya praksis dan paradigma skonomi,
menyebabkan fungsi konvensional bahasa lndonesia mengalami penyempitan. Dalam p e r u b itu,
Bahasa lndonesia tidak mampu lagi mengakomodasi beberapa fungsi utamanya. Praktik panggum
bahasa lndonesiasekedar menjadi ritus formalitas untuk tetap menjadiwarganegara IndonesiaPadahal,
hanya bahasa lndonesia yang masih bisa "rnenggaransi" masa depan kebangsaan Indonesia, di ten&
potensi lain, seperti agarna, etnisitas, atau lokalitas yang berpotensi memecah-belah.
Kata Kunci: bahasa Indonesia, perubahan sosial, perubahan konstelasi
PENGANTAR
Fungsi konvensional bahasa lndonesia
mengalami pasang surut dari waktu ke waktu.
Pada masa beberapa tahun sebelum kemerdekaan dan awal kemerdekaan, ada gairah nasionalisme yang membingkai dan memompa semangat berbahasa lndonesia sembari mencari
proses-proses pembakuan. Pemilikan bahasa
lndonesia disadari sebagai identitas yang mem-
bungkus rasa ber-Indonesia sexam bersarna,di
tengah gejotak revolusi dawahdaerah karena
beberapa pemeteruan internal dan ekstemal
politik.
Padawaktu itu, berbagai gejolak politik berujung pada tahun 1965, dan Indonesiamernasuki
satu periode baru di bawah pemerintah Orde
Baru. Boleh di kata, hingga tahun 1980-an,
Bahasa lndonesia (rnasih) memegang peranan
--
*
Staf pengajarJurusan Sash IndonesiaFakultas llmu Budaya Umivedis Gadjah MadaYogyakarta.
-
Aprinus Salam Bahasa Indonesia, P e ~ b a h a nSosial, dan Mesa Depan hng@a
W. 22, No. 3 QMaberBIO:266-272
Java Camivsl. Peristiwa ternem
?
-.
-
gej& yang semakin penayadiri.
d3hm sk& internarrional. I W h seb&ya,
maqfarakat I
WCWIterpgksa dipa@u
krggffs.
untuk M i t h n B k mngW
Dalamwprak.tiknya,tklakm*
krnn jika kemudian "porsi" pggunaan Wrbahasa InchWia yang sebelumnyatidak cxlkup
luas tersebut mengalami pmgurangan. Di
nggris memposisikan dirinya sebagai met e b n M yam
penting dalam bwbqai p m h i M i u p a n .
wmakin mernperlihatkan bahwa lakalitas,
Mususnya &lam berbhasa, memperlitratcean
bewmdi
e h m i , bahasa-baha
Hal yang tidak mengkh&vatirkm;
daerah tidak atau belum
itu, bahasa Jawa jelas perlu dip9
sebagai bahasa yang memberikan
terhadap perkembangan bahasa In
Dalam sebuah k a j i
mengalami kramaniwi sehingga perlw 4inWw
vensi oleh bahasa Jawa.
PahhaI, di sini lain, ad&& kenyahn pub
bahwa negara-bangsa wmakin mgngi~br-
@n makkwmtphasa
&eta bahasa Indonmia menjad9 semakin tidak
a;kup signifikandiperjuangkan, baik dalam skala
kepentinganinternasionalmaupundalam paradigrna ekonomi rnasa depan.
Di samping itu, perkembangan ilmu dan
:ntenjadi solusi dalam proses-proses komunikasi
;yang membutuhkan kecepatan. Bahasa
dmlmesia mengalami tekanan dalam berbagai
apat kecenderungan lain
rana berbudaya, atau sarana
lainnya, seperti diperlihatkan
n buku dan media cetak
ndonesiatidak memperlihatkangejala
proses komunikasi berbahasa lndonesia tidak
mungkin jika hanya rnengandalkan Peraturan
Pemerintah, apalagi dalam RPP tersebut tidak
menjanjikan apapun terhadap masa depan
ekonomi berbahasa lndonesia selain aturanaturan tekniiyangjusbu rnenyebabkanterjadinya
berbagairesistensidi kalangan masyarakat.
BAHASA DAN (MASA DEPAN)
KEBANGSAAN
Terdapat berbagai faktor lain yang menyebabkan lemahnya semangat masyarakat
lndonesia berbahasa Indonesia, apalagi jika itu
dikaitkandengan berbahasayang baik dan benar.
Selain ha1yang telah disebutkan di atas, maka
rjuang rnempertahankan ha1 itu ada kaitannya dengan potensi-potensi
yang sedang terjadidi Indonesia,terutama dalam
lndonesiayang baik dan benar.
kaitannya dengan kinej a masyarakat lndonesia
dalam ha1bernegara dan secara langsung berhubungan dengan kinerja dan identitas
kebangsaan.
Ada tiga ha1yang berpengaruhtemadap
aikan kinerjanyaagar dapat mengikuti ha1 lain dalam kaitan pemaknaan fungsi
an permainan kapitalisme tersebut konvensional bahasa dalam kaitannya dengan
makna kebangsaan. Ketiga ha1 tersebut
ampu menyiasati kinerjanya sesuai terkondisi untuk selalu bernegosiasi dan sating
aturan main kapitalisme, maka dapat menentukan antara satu ha1 dengan ha1 lain.
kan instiusi tersebut akan mengalami Ketiga ha1 itu adalah eksistensi dan kinerja
(penampilan) negara, musim kewacanaan dan
paradigma yang aktual atau sedang dominan,
akornodasi dan resistensi budaya lokal. Tiga ha1
itu berpengaruh terhadap satu hal, yakni kondisi
soda1tempat praktik berbahasa.
Pertama, kalau negara memiliki kinerja,
merancang dan mempersiapkan Ranperfomansi, dan eksistensi yang bagus, baik di
Peraturan Presiden (RPP) Republik
mata rakyatnya maupun di mata masyarakat
ia tentang Penggunaan Bahasa.' RPP
saja dimaksudkan sekgai salah satu intemasional, maka orang lndonesia akan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Kalau bangga menjadi bangsa Indonesia, tidak
ada halangan untuk tidak banggadengan segala
ha1yang menjadi bagian dari identitas bangsa
lndonesia seperti halnya pemilikan dan praktik
penggunaan berbahasa Indonesia.
Padahal, kenyataannya adalah bahwa
kineja negaratidak mempetiihatkankamarnpuan
yang membuat masyarakat lndonesia bangga.
+
bdbsidari lemahnya kinerja negara terlihat dari
berbagai konflik kerusuhan dan kekerasanyang
di sana sini, masih banyaknya kemiskinan
a n pengangguran, banyaknya pelanggaran
HAM dan korupsi yang tidak tertangani, dan
kecenderungan lain yang mengarah pada
te-tnya
asurnsi negara gagaL8
Kondisi dan situasi itu memberi alasan
kepada masyarakat lndonesia untuk berjuang
memperbaiki nasibnya sendiri-sendiri. Tidak
heran jika kemudian orang lndonesia menjadi
individualis, dan tidak tertarik untuk memper6aiki
kineja bersama, apalagijika itu dikaitkan dengan
tujuan kemaslahatan bersama dan identitas
kolektif yang mengarah pada konsolidasi kebanggaan bangsa Indonesia. Artinya, kinerja
pernerintahyang buruk secara langsungmenyebabkan piranti identitas warganya tidak akan
terkonsolidasidengan baik.
Persoalan itu berimplikasi luas. Ketika
masyarakat lndonesia semakin individualis,
terkondisi dengan kinerja negara yang lemah,
maka ritus-ritus puMik nasionalsemakintidak ada
maknanya dan dirasakan semakin tidak penting.
Hal itu dapat diketahui bahwa banyak institusidi
daerah yang mulai tidak menyelenggarakan
perayaan (ritus) nasional. Artinya, peristhvayang
mampu memelihara kemungkinan mengonsdidasikan fungsi konvensional bahasa lndonesia
juga semakin tidak terkondisikan.
Kedua, seperti telah disinggung, m u s h
kewacanaanyang aktual atau sedang dominan.
Musim kewacanaan ini terbagi dalam tiga lapis,
lapis global, lapis nasional, dan lokat. Lapisglobal
rnempengaruhi lapis nasional, lapis nosional
mempengaruhi lapis lokal. Musim yang blah
bwjdan wkup panjangyang aktualdan dominan
adalah segala sesuatuyang berbaumodem cdan
rnaju. Modem itu identik dengan negah rnaju
seperti terutamaAmerika, atau beberapa negara
Empa. lndikator kemajuanitudapat diperfihatkan
dakm penggunaan simbol-simbol berbahasa
a&u gaya hidup yang dapat dilihat dalam
kddupan sehari-hari.
Dalam situasi tersebut, kekuatan paradigma
e k m i yang menguasai paradigma lainnya
mnyebbkan bahasa lndonesia "tidak begitu
'
berarti". Bahasa Indonesia tidak lebih akan
menjadi hapalan unbk ujian kdulusanbagi para
pelaiar. W i ~ ~ p a d a ~bahasa
~ y a
lndonesia tidak lebih sebagai cam untuk memperlihatkan "cinta bahasa lndonesia dan anta
Indonesia", atau mempeiihatkan "bat aturan
berbahasa" dengan memanipulasi secara
sirnboli nama-mma yang harus menggunakan
bahasa Indonesia yang sebeluinnya terlanjur
ditulis dalam bahasa selain bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia tidak lebih menjadi ritus
fonnalitas untuk tetap dianggap sebagai warga
Indonesia.
Halketiga, akomodasidan resistensi budaya
lokal perlu diperhitungkan dalam merevitafisasi
fungsi konvensional bahasa Indonesia. Pada
tingkat teknis dan m i ,sangat mungkinbahasa
lndonesia bisa diakomodasi oleh daerah karena
seGara historismernangblahbjadi k-katan
nasionaluntuk menggunakanbahasa Indonc#;ia.
Akan tetapi, dalam praktiksehari-hari rnasyarakat
daerah tidak hanya dibesarkan dalam bahasa
Indonesia, tetapi justru bahasa Iokalnya. Dalam
beberapahal, bahasa lokal (bahasa Ibu) bahkan
terasa jauh lebih emosional, ekspresif, dan
kuitural daripada bahasa Indonesia.
Gejala bahwa bahasa lndonesia bukan
rumah kulturai bahasa orang lndonesia pada
umumnya sejalan denganapa p n g diiimputkan
oleh Siegel (1997). Sepetd dibtakan Siegel
bahwa bahasa IndonesiatSdak pernah menjadi
suatubahasayangd~kebudayaantertentu.
Orang IndonesiaMsa @a mengalami intimidad
karena obit% yang dimiliki bahasa Indonesia,
tetapi blsa juga memanfaatkanotoritas tersebut
untuk kepentihgan dirinya sendiri, sekaligus
menjadikamya suatu medium problematik dan
manip&W untuk rnembangunidentitasnasional
atau su;ltu sastra nasional.
Negara tidak mampumemberikebanggaan
beridentitas lndonesia dan sekaligus terdapat
resistensi bahwa bahasa lndonesia seolah
rnenjajah bahasa daerah. Akan tetapi, ha1yang
yang lebih penting di balik itu adalah soal
kenyamananberidentitas dan bertrahasa.Proses
historis dan berbudaya masing-masing di lokallokaldaerah menyebabkan masyarakat merasa
-
Aptinus Salem m
a
--
sosial y&g m8npbakkan
"terynjuf bemllei htb~ a gmas+Elk;at
i
I+&*
b a b a l ~ ~ ~
bahssa tnggris
dah IekbiMk.
-k
h i s ~ u n t
' . Tulisan Umar Kayam tersebut berjudul *Budaya
Indonesia", adinya bertahun 1981. Lihat
t u l i brsebut dalam Idi Subandy lbrahin (Ed.).
1997. Ecstasy Gaya Hidup Kebudayaan Pop
dalam Masyarakat Komoditas Indonesia.
Bandung: M i i n ,
Lihat 'Sebagai Bahasa Sehsri-hari Bahasa Indonesia Mulai Menggeser Bahasa Daerah" dalam
Kompas, 24 Oktober 1987
Lihat juga tulisan Greg Acciaioli, "Culture as Art:
From Practice to Spectacle in Indonesia", dalam
Canbem Anthropology 8,1985.
Lihat David Bourchier, "KisahAdat dalam lmajinasi
Politik lndonesia dan Kebangkitan Masa Kini",
dalam Jamie S. Davidson, David Henley, Sandra
Moniaga. Adat dalarn Politik Indonesia. Jakarta:
KlTLV dan Yayasan Obor Indonesia.Jakarta, 2010.
Pada tahun 1980-an sudah terdapat berbagai
pendapat yang rnengatakan bahwa Bahasa Indonesia mengalami apa yang disebut sebagai
Jawanisasi. Bahasa lndonesia banyak menyerap
kosa-kata dari Bahasa Jawa (Sansekerta) sebagai
kebijakan nasional untuk tidak terlalu banyak
menyerap bahasa asing (dari luar Indonesia),
khususnya Bahasa Inggris. Lihatjuga tulisan Keith
Foulcher, "Konstruksi KebudayaanNaslonal: PolaPola Hegemonidan Resistensi", dalam Idi Subandy
lbrahim (Ed.). 1997. Ecstasy Gaya Hidup
Kebudayaan Pop dalam Masyamkat Komoditas
Indonesia. Bandung: Mizan.
LihatAnderson, Benedict R OG dalarn Language
and Power: Exploring Political Culture in Indonesia. lthaca and London: Cornell University Press.
1990.
Lihat Rancangan Peraturan Presiden (RPP)
Republik lndonesia Tentang Penggunaan
Bahasa, DepartemenPendidikan Nasional, 2010.
*
Tentang kemungkinan Indmesia sarbagai negara
gaga1lihat tulisan MT. Zen, "Jangan Biarkan Indonesia Jadi Negara Gagaln,dalam Kompas, 14 Mei
2008
t
Acciaioli, Greg. 1985. "Culture as Art: From Praaiceto
Spectacle in Indonesia", dalam Canberra
Anthropology 8.
Anderson, Benedict R OG. 1990. language and Power:
Eirploring Political Culture in Indonesia. lthaca and
London: Cornell Univemity Press.
Anderson, Benedict. 2002. Imagined Communitities
Komunitas-KomunitasE r e n g -. Y
InsistPutakaPelajar.
Bourchier, David. 2010 "Kisah Adat dalam Imaginasi
Politik Indonesiadan l@bm@m
Masa Kini", dalarn
JamieS. Davidson. David Hwley, Sandra Moniaga.
Adat dalam Politik Indonesia. Jakarta: KlTLV dan
Yayasan Obor Indonesia.
Foulcher, Keith, 1997. "Konstruksi Kebudayaan
Nasional: Pola-Pola Hegemoni dan Resistensi",
dalam Idi Subandy Ibrahirn (Ed.). 1997. Gstasy
Gaya Hidup Kebudaymn Pop ddam Masyar~kat
Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan.
Kayam, Umar. 1 997. "Budaya Mass Indonesia", dalarn
Idi Subandy lbrahin (Ed.). Ecstasy Gaya Hidup
Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas
Indonesia. Bandung: Mizan.
Sennett, Richard. 2006. The Culture of the New
Capitalism. New Haven: We U?
Siegel, James T. 1997. Fetish, Recognition, Wolution.
Princeton: Princeton University Press.
.
No. 3 Oktober 2010
.
. -
.
- -:
-.
'
'BAHRSA INDONESIA, PERUBAHAN SOSIAL,
DAN MASA DEPAN BANGSA
~ ~ r i isdm
us *
ABSTRACT
There has been a significance changing on the existence and conventional function of lndonesian
language. The changing of political constellation in Indonesia, and the dominance of practical and
economic paradigm made the conventionalfunction of lndonesianlanguageexperiencingconstriction.
In that changing, tndonesian Language did not able to accommodate its some primary functions
anymore. The praxis of using lndonesian language becomes such of forrnality-rite just for being
recognized as lndonesian citizen. However, in the midst of other potential divider elements such as
religion, ethnicity, or locality, it is the fact that only lndonesian languagethat is still able to "gwrantee"
the future of lndonesian nationalism.
Key Words: lndonesian language, social movement, potitid constellation
Telah terjadi perubahan penting tentang keberadaan dan fungsi konvensional bahasa lndonesia
Perubahan konstelasi politik di Indonesia, dan dominannya praksis dan paradigma skonomi,
menyebabkan fungsi konvensional bahasa lndonesia mengalami penyempitan. Dalam p e r u b itu,
Bahasa lndonesia tidak mampu lagi mengakomodasi beberapa fungsi utamanya. Praktik panggum
bahasa lndonesiasekedar menjadi ritus formalitas untuk tetap menjadiwarganegara IndonesiaPadahal,
hanya bahasa lndonesia yang masih bisa "rnenggaransi" masa depan kebangsaan Indonesia, di ten&
potensi lain, seperti agarna, etnisitas, atau lokalitas yang berpotensi memecah-belah.
Kata Kunci: bahasa Indonesia, perubahan sosial, perubahan konstelasi
PENGANTAR
Fungsi konvensional bahasa lndonesia
mengalami pasang surut dari waktu ke waktu.
Pada masa beberapa tahun sebelum kemerdekaan dan awal kemerdekaan, ada gairah nasionalisme yang membingkai dan memompa semangat berbahasa lndonesia sembari mencari
proses-proses pembakuan. Pemilikan bahasa
lndonesia disadari sebagai identitas yang mem-
bungkus rasa ber-Indonesia sexam bersarna,di
tengah gejotak revolusi dawahdaerah karena
beberapa pemeteruan internal dan ekstemal
politik.
Padawaktu itu, berbagai gejolak politik berujung pada tahun 1965, dan Indonesiamernasuki
satu periode baru di bawah pemerintah Orde
Baru. Boleh di kata, hingga tahun 1980-an,
Bahasa lndonesia (rnasih) memegang peranan
--
*
Staf pengajarJurusan Sash IndonesiaFakultas llmu Budaya Umivedis Gadjah MadaYogyakarta.
-
Aprinus Salam Bahasa Indonesia, P e ~ b a h a nSosial, dan Mesa Depan hng@a
W. 22, No. 3 QMaberBIO:266-272
Java Camivsl. Peristiwa ternem
?
-.
-
gej& yang semakin penayadiri.
d3hm sk& internarrional. I W h seb&ya,
maqfarakat I
WCWIterpgksa dipa@u
krggffs.
untuk M i t h n B k mngW
Dalamwprak.tiknya,tklakm*
krnn jika kemudian "porsi" pggunaan Wrbahasa InchWia yang sebelumnyatidak cxlkup
luas tersebut mengalami pmgurangan. Di
nggris memposisikan dirinya sebagai met e b n M yam
penting dalam bwbqai p m h i M i u p a n .
wmakin mernperlihatkan bahwa lakalitas,
Mususnya &lam berbhasa, memperlitratcean
bewmdi
e h m i , bahasa-baha
Hal yang tidak mengkh&vatirkm;
daerah tidak atau belum
itu, bahasa Jawa jelas perlu dip9
sebagai bahasa yang memberikan
terhadap perkembangan bahasa In
Dalam sebuah k a j i
mengalami kramaniwi sehingga perlw 4inWw
vensi oleh bahasa Jawa.
PahhaI, di sini lain, ad&& kenyahn pub
bahwa negara-bangsa wmakin mgngi~br-
@n makkwmtphasa
&eta bahasa Indonmia menjad9 semakin tidak
a;kup signifikandiperjuangkan, baik dalam skala
kepentinganinternasionalmaupundalam paradigrna ekonomi rnasa depan.
Di samping itu, perkembangan ilmu dan
:ntenjadi solusi dalam proses-proses komunikasi
;yang membutuhkan kecepatan. Bahasa
dmlmesia mengalami tekanan dalam berbagai
apat kecenderungan lain
rana berbudaya, atau sarana
lainnya, seperti diperlihatkan
n buku dan media cetak
ndonesiatidak memperlihatkangejala
proses komunikasi berbahasa lndonesia tidak
mungkin jika hanya rnengandalkan Peraturan
Pemerintah, apalagi dalam RPP tersebut tidak
menjanjikan apapun terhadap masa depan
ekonomi berbahasa lndonesia selain aturanaturan tekniiyangjusbu rnenyebabkanterjadinya
berbagairesistensidi kalangan masyarakat.
BAHASA DAN (MASA DEPAN)
KEBANGSAAN
Terdapat berbagai faktor lain yang menyebabkan lemahnya semangat masyarakat
lndonesia berbahasa Indonesia, apalagi jika itu
dikaitkandengan berbahasayang baik dan benar.
Selain ha1yang telah disebutkan di atas, maka
rjuang rnempertahankan ha1 itu ada kaitannya dengan potensi-potensi
yang sedang terjadidi Indonesia,terutama dalam
lndonesiayang baik dan benar.
kaitannya dengan kinej a masyarakat lndonesia
dalam ha1bernegara dan secara langsung berhubungan dengan kinerja dan identitas
kebangsaan.
Ada tiga ha1yang berpengaruhtemadap
aikan kinerjanyaagar dapat mengikuti ha1 lain dalam kaitan pemaknaan fungsi
an permainan kapitalisme tersebut konvensional bahasa dalam kaitannya dengan
makna kebangsaan. Ketiga ha1 tersebut
ampu menyiasati kinerjanya sesuai terkondisi untuk selalu bernegosiasi dan sating
aturan main kapitalisme, maka dapat menentukan antara satu ha1 dengan ha1 lain.
kan instiusi tersebut akan mengalami Ketiga ha1 itu adalah eksistensi dan kinerja
(penampilan) negara, musim kewacanaan dan
paradigma yang aktual atau sedang dominan,
akornodasi dan resistensi budaya lokal. Tiga ha1
itu berpengaruh terhadap satu hal, yakni kondisi
soda1tempat praktik berbahasa.
Pertama, kalau negara memiliki kinerja,
merancang dan mempersiapkan Ranperfomansi, dan eksistensi yang bagus, baik di
Peraturan Presiden (RPP) Republik
mata rakyatnya maupun di mata masyarakat
ia tentang Penggunaan Bahasa.' RPP
saja dimaksudkan sekgai salah satu intemasional, maka orang lndonesia akan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Kalau bangga menjadi bangsa Indonesia, tidak
ada halangan untuk tidak banggadengan segala
ha1yang menjadi bagian dari identitas bangsa
lndonesia seperti halnya pemilikan dan praktik
penggunaan berbahasa Indonesia.
Padahal, kenyataannya adalah bahwa
kineja negaratidak mempetiihatkankamarnpuan
yang membuat masyarakat lndonesia bangga.
+
bdbsidari lemahnya kinerja negara terlihat dari
berbagai konflik kerusuhan dan kekerasanyang
di sana sini, masih banyaknya kemiskinan
a n pengangguran, banyaknya pelanggaran
HAM dan korupsi yang tidak tertangani, dan
kecenderungan lain yang mengarah pada
te-tnya
asurnsi negara gagaL8
Kondisi dan situasi itu memberi alasan
kepada masyarakat lndonesia untuk berjuang
memperbaiki nasibnya sendiri-sendiri. Tidak
heran jika kemudian orang lndonesia menjadi
individualis, dan tidak tertarik untuk memper6aiki
kineja bersama, apalagijika itu dikaitkan dengan
tujuan kemaslahatan bersama dan identitas
kolektif yang mengarah pada konsolidasi kebanggaan bangsa Indonesia. Artinya, kinerja
pernerintahyang buruk secara langsungmenyebabkan piranti identitas warganya tidak akan
terkonsolidasidengan baik.
Persoalan itu berimplikasi luas. Ketika
masyarakat lndonesia semakin individualis,
terkondisi dengan kinerja negara yang lemah,
maka ritus-ritus puMik nasionalsemakintidak ada
maknanya dan dirasakan semakin tidak penting.
Hal itu dapat diketahui bahwa banyak institusidi
daerah yang mulai tidak menyelenggarakan
perayaan (ritus) nasional. Artinya, peristhvayang
mampu memelihara kemungkinan mengonsdidasikan fungsi konvensional bahasa lndonesia
juga semakin tidak terkondisikan.
Kedua, seperti telah disinggung, m u s h
kewacanaanyang aktual atau sedang dominan.
Musim kewacanaan ini terbagi dalam tiga lapis,
lapis global, lapis nasional, dan lokat. Lapisglobal
rnempengaruhi lapis nasional, lapis nosional
mempengaruhi lapis lokal. Musim yang blah
bwjdan wkup panjangyang aktualdan dominan
adalah segala sesuatuyang berbaumodem cdan
rnaju. Modem itu identik dengan negah rnaju
seperti terutamaAmerika, atau beberapa negara
Empa. lndikator kemajuanitudapat diperfihatkan
dakm penggunaan simbol-simbol berbahasa
a&u gaya hidup yang dapat dilihat dalam
kddupan sehari-hari.
Dalam situasi tersebut, kekuatan paradigma
e k m i yang menguasai paradigma lainnya
mnyebbkan bahasa lndonesia "tidak begitu
'
berarti". Bahasa Indonesia tidak lebih akan
menjadi hapalan unbk ujian kdulusanbagi para
pelaiar. W i ~ ~ p a d a ~bahasa
~ y a
lndonesia tidak lebih sebagai cam untuk memperlihatkan "cinta bahasa lndonesia dan anta
Indonesia", atau mempeiihatkan "bat aturan
berbahasa" dengan memanipulasi secara
sirnboli nama-mma yang harus menggunakan
bahasa Indonesia yang sebeluinnya terlanjur
ditulis dalam bahasa selain bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia tidak lebih menjadi ritus
fonnalitas untuk tetap dianggap sebagai warga
Indonesia.
Halketiga, akomodasidan resistensi budaya
lokal perlu diperhitungkan dalam merevitafisasi
fungsi konvensional bahasa Indonesia. Pada
tingkat teknis dan m i ,sangat mungkinbahasa
lndonesia bisa diakomodasi oleh daerah karena
seGara historismernangblahbjadi k-katan
nasionaluntuk menggunakanbahasa Indonc#;ia.
Akan tetapi, dalam praktiksehari-hari rnasyarakat
daerah tidak hanya dibesarkan dalam bahasa
Indonesia, tetapi justru bahasa Iokalnya. Dalam
beberapahal, bahasa lokal (bahasa Ibu) bahkan
terasa jauh lebih emosional, ekspresif, dan
kuitural daripada bahasa Indonesia.
Gejala bahwa bahasa lndonesia bukan
rumah kulturai bahasa orang lndonesia pada
umumnya sejalan denganapa p n g diiimputkan
oleh Siegel (1997). Sepetd dibtakan Siegel
bahwa bahasa IndonesiatSdak pernah menjadi
suatubahasayangd~kebudayaantertentu.
Orang IndonesiaMsa @a mengalami intimidad
karena obit% yang dimiliki bahasa Indonesia,
tetapi blsa juga memanfaatkanotoritas tersebut
untuk kepentihgan dirinya sendiri, sekaligus
menjadikamya suatu medium problematik dan
manip&W untuk rnembangunidentitasnasional
atau su;ltu sastra nasional.
Negara tidak mampumemberikebanggaan
beridentitas lndonesia dan sekaligus terdapat
resistensi bahwa bahasa lndonesia seolah
rnenjajah bahasa daerah. Akan tetapi, ha1yang
yang lebih penting di balik itu adalah soal
kenyamananberidentitas dan bertrahasa.Proses
historis dan berbudaya masing-masing di lokallokaldaerah menyebabkan masyarakat merasa
-
Aptinus Salem m
a
--
sosial y&g m8npbakkan
"terynjuf bemllei htb~ a gmas+Elk;at
i
I+&*
b a b a l ~ ~ ~
bahssa tnggris
dah IekbiMk.
-k
h i s ~ u n t
' . Tulisan Umar Kayam tersebut berjudul *Budaya
Indonesia", adinya bertahun 1981. Lihat
t u l i brsebut dalam Idi Subandy lbrahin (Ed.).
1997. Ecstasy Gaya Hidup Kebudayaan Pop
dalam Masyarakat Komoditas Indonesia.
Bandung: M i i n ,
Lihat 'Sebagai Bahasa Sehsri-hari Bahasa Indonesia Mulai Menggeser Bahasa Daerah" dalam
Kompas, 24 Oktober 1987
Lihat juga tulisan Greg Acciaioli, "Culture as Art:
From Practice to Spectacle in Indonesia", dalam
Canbem Anthropology 8,1985.
Lihat David Bourchier, "KisahAdat dalam lmajinasi
Politik lndonesia dan Kebangkitan Masa Kini",
dalam Jamie S. Davidson, David Henley, Sandra
Moniaga. Adat dalarn Politik Indonesia. Jakarta:
KlTLV dan Yayasan Obor Indonesia.Jakarta, 2010.
Pada tahun 1980-an sudah terdapat berbagai
pendapat yang rnengatakan bahwa Bahasa Indonesia mengalami apa yang disebut sebagai
Jawanisasi. Bahasa lndonesia banyak menyerap
kosa-kata dari Bahasa Jawa (Sansekerta) sebagai
kebijakan nasional untuk tidak terlalu banyak
menyerap bahasa asing (dari luar Indonesia),
khususnya Bahasa Inggris. Lihatjuga tulisan Keith
Foulcher, "Konstruksi KebudayaanNaslonal: PolaPola Hegemonidan Resistensi", dalam Idi Subandy
lbrahim (Ed.). 1997. Ecstasy Gaya Hidup
Kebudayaan Pop dalam Masyamkat Komoditas
Indonesia. Bandung: Mizan.
LihatAnderson, Benedict R OG dalarn Language
and Power: Exploring Political Culture in Indonesia. lthaca and London: Cornell University Press.
1990.
Lihat Rancangan Peraturan Presiden (RPP)
Republik lndonesia Tentang Penggunaan
Bahasa, DepartemenPendidikan Nasional, 2010.
*
Tentang kemungkinan Indmesia sarbagai negara
gaga1lihat tulisan MT. Zen, "Jangan Biarkan Indonesia Jadi Negara Gagaln,dalam Kompas, 14 Mei
2008
t
Acciaioli, Greg. 1985. "Culture as Art: From Praaiceto
Spectacle in Indonesia", dalam Canberra
Anthropology 8.
Anderson, Benedict R OG. 1990. language and Power:
Eirploring Political Culture in Indonesia. lthaca and
London: Cornell Univemity Press.
Anderson, Benedict. 2002. Imagined Communitities
Komunitas-KomunitasE r e n g -. Y
InsistPutakaPelajar.
Bourchier, David. 2010 "Kisah Adat dalam Imaginasi
Politik Indonesiadan l@bm@m
Masa Kini", dalarn
JamieS. Davidson. David Hwley, Sandra Moniaga.
Adat dalam Politik Indonesia. Jakarta: KlTLV dan
Yayasan Obor Indonesia.
Foulcher, Keith, 1997. "Konstruksi Kebudayaan
Nasional: Pola-Pola Hegemoni dan Resistensi",
dalam Idi Subandy Ibrahirn (Ed.). 1997. Gstasy
Gaya Hidup Kebudaymn Pop ddam Masyar~kat
Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan.
Kayam, Umar. 1 997. "Budaya Mass Indonesia", dalarn
Idi Subandy lbrahin (Ed.). Ecstasy Gaya Hidup
Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas
Indonesia. Bandung: Mizan.
Sennett, Richard. 2006. The Culture of the New
Capitalism. New Haven: We U?
Siegel, James T. 1997. Fetish, Recognition, Wolution.
Princeton: Princeton University Press.