MAKNA HAUL AKBAR KH SHOLEH TSANI BAGI MASYARAKAT DESA BUNGAH KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK.

(1)

MAKNA HAUL AKBAR K.H. SHOLEH TSANI BAGI

MASYARAKAT DESA BUNGAH KECAMATAN BUNGAH

KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

DIAN NAZARUDDIN LUTFI

NIM. B05208056

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Dian Nazarudin Lutfi, 2015,Makna Haul Akbar KH Sholeh Tsani bagi

Masyarakat Desa Bungah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik,Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Makna, Haul dan KH Sholeh Tsani

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini ADALAHHaul Bungah KH Sholeh Tsani ini menjadi hal yang sakral pada masyarakat Kabupaten Gresik, seiring dengan pergeseran zaman kearifan lokal ini mulai kehilangan eksistensi Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi pada Haul Akbar KH Sholeh Tsaniadalah

George Herbert Mead.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwaPerspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspektif fenomenologis atau perspektif interpretif. Maurice Natanson menggunakan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Menurut Natanson, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjekif terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam.Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme yang pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada diluar dirinya. Oleh karena individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Jadi interaksi lah yang dianggap sebagai variable penting yang menentukan perilaku manusia bukan struktur masyarakat.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 6

C. TujuanPenelitian ... 6

D. ManfaatPenelitian ... 7

E. DefinisiKonseptual ... 7

F. TelaahPustaka ... 8

G. MetodePenelitian... 23

1. PendekatandanJenisPenelitian ... 23

2. LokasidanWaktuPenelitian ... 25

3. PemilihanSubyekPenelitian ... 26

4. Tahap-TahapPenelitian ... 29

5. TeknikPengumpulan Data ... 32

6. TeknikAnalisis Data ... 34

7. TeknikPemeriksaanKeabsahan Data ... 35

H. SistematikaPembahasan ... 36

BAB II : SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD ... 38

A. TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK ... 38

BAB III : MAKNA HAUL AKBAR K.H. SHOLEH TSANI ... 53

A. MASYARAKAT DESA BUNGAH KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK ... 53

B DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ... 73

C MAKNA HAUL AKBAR K.H. SHOLIH TSANI PERSPEKTIF GEORGE HERBERT MEAD. ... 85

BABIV : PENUTUP ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran. ... 92


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. SuratKeterangan (bukti melakukan penelitian) 2. Pedoman Wawancara


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Nama Pejabat Wilayah Administrasi Pemerintah Desa Bungah 2014 ... 54 Tabel 1.2 Nama Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) Pemerintah Desa


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan yang beraneka ragam yang tersebar mulai dari sabang sampai merauke. Kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia tidak hanya berupa kekayaan sumber alam saja, tetapi masyarakat Indonesia juga memiliki kekayaan lain seperti kekayaan akan kebudayaan dan juga Indonesia memiliki berbagai suku bangsa dan setiap suku bangsa yang ada di Indonesia ini memiliki kekhasan tersendiri. Salah satu kekhasan yang dimiliki suku bangsa di indonesia seperti kepercayaan akan roh dan kekuatan gaib (animisme) karena Masyarakat indonesia meyakini bahwa semua benda di sekelilingnya itu bernyawa atau mempunyai roh, dan semua yang bergerak dianggap hidup serta mempunyai kekuatan gaib.

Dan ketika membahas tentang masyarakat itu tidak akan lepas dengan kebudayaan karena keduanya merupakan satu sub sisistem yang tidak dapat dipisahkan, dimana ada masyarakat pasti disitu ada kebudayaan begitu juga sebaliknya. Karena Masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup bersama dalam waktu yang lama di suatu daerah atau wilayah tertentu dan


(10)

2

menghasilkan sebuah kebudayaan, sedangkan kebudayaan itu sendiri adalah semua hasil cipta, karsa, rasa dan karya manusia dalam masyarakat.1

Dan dari bermacam-macam kebudayaan yang ada di Indonesia ini, perlu adanya pelestarian kebudayaan dari masa ke masa dan tanpa mengenal batas waktu bahkan sampai bumi ini tenggelam sekalipun. Karena tradisi secara ideal dipandang sebagai karya para leluhur, maka tradisi telah memasuki hampir seluruh aspek kehidupan komunitas yang mengakibatkan semua perilaku individu serba dibatasi. Di Indonesia, terdapat aneka kebudayaan yang beragam baik yang berbentuk materi maupun inmaterial yang menunjukkan arti penting bagi masyarakat, serta memiliki makna yang luas, baik dari segi penafsiran maupun perwujudan budaya lokal yang berlainan.2

Pada dewasa ini yang sudah memasuki era modern yang ditandai dengan adanya industrialisasi memberikan pengaruh yang sangat dahsyat bagi keberlangsungan tradisi yang telah ada dari zaman dulu yang merupakan peninggalan nenek moyang masyarakat. Setidaknya Industrialisasi dapat mengikis banyak tradisi yang sudah ada sekian tahun atau abad yang lalu. Sedangkan kebudayaan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pembentukan kepribadian dan sikap hidup manusia. Dalam kebudayaan itu terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat.Pada hakekatnya kehidupan sosial di masyarakat tidak

1

Pip Jones,2009. Pengantar Teori-Teori Sosial,Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.hal 30

2


(11)

3

terlepas dari hasil-hasil kebudayaan yang berjalan dan berlaku di masyarakat itu sendiri.

Industrialisasi juga dapat menyebabkan pergeseran pemikiran masyarakat yang awalnya tradisional atau primitive menjadi masyarakat yang lebih modern, selain itu dengan adanya industrialisasi akan menyebabkan bergesernya atau hilangnya norma-norma yang ada di masyarakat . Menurut Everrett Rogers dalam bukunya Francis Abraham mengatakan “Modernisasi merupakan proses dimana individu berubah dari cara tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologi dan cepat berubah”. Pergeseran ini ditandai oleh perubahan sosial yang direncanakan terlebih dahulu oleh pihak- pihak yang menghendaki suatu perubahan, mulai perubahan pemikiran ideologi, politik dan ekonomi, tindakan dan tingkah laku dan lain sebagainya.3

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan diatas bahwa keanekaragaman budaya di Indonesia itu banyak sekali dan luas penjabarannya, diantara bagian dari kebudayaan tersebut adalah peringatan Haul K.H. Sholeh Tsani yang ada di Kec. Bungah Kab. Gresik. Sebelum dipaparkan tentang apa itu Haul K.H. Sholeh Tsani, akan lebih bijak kalau dijelaskan dulu tentang gambaran Kabupaten Gresik sebagai berikut.

Gresik merupakan salah satu kabupaten yang ada di Indonesia dan terletak di provinsi jawa timur, letak geografis Kabupaten Gresik berada antara 7° dan 8° Lintang Selatan dan antara 112° dan 113° Bujur Timur.

3


(12)

4

Bagian Utara Kabupaten Gresik dibatasi oleh Laut Jawa, bagian Timur dibatasi oleh Selat Madura dan Kota Surabaya, bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto, sementara bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

Kabupaten Gresik itu sendiri sudah dikenal sejak abad ke-11 ditandai dengan adanya makam wanita muslimah, Siti fatimah binti Maimun di Leran-Manyar-Gresik, tahun 475 H/1082 M. Sehingga masyarakat gresik mempunyai Semangat islam yang kental, oleh sebab itu tidak heran kalau banyak kebudayaan-kebudayaan islam yang ada di kabupaten Gresik,salah satunya adalah tradisi Haul yang ada di kecamatan Bungah.

Haul itu sendiri merupakan bahasa Arab yang berarti setahun,sedangkan peringatan Haul adalah peringatan kematian seseorang yang diadakan setahun sekali dengan tujuan utama untuk mendoakan ahli kubur agar semua amal ibadah yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Biasanya, Haul itu diadakan untuk para keluarga yang telah meninggal dunia atau para tokoh masyarakat untuk sekedar mengingat dan meneladani jasa-jasa dan amal baik mereka. Sedangkan tradisi Haul yang menjadi pokok pembahasan dalam proposal ini merupakan makna Haul K.H. Sholeh Tsani yang terjadi di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik.

Perlu diketahui K.H. Sholeh Tsani merupakan salah satu sesepuh yang sangat berjasa untuk masyarakat Bungah dan Pondok Pesantren Qomaruddin, karena beliau orang pertama yang melaksanakan pendidikan di Pondok Pesantren Qomaruddin sehingga menjadi salah satu Pondok Pesantren yang


(13)

5

berwibawa dan dikenal oleh masyarakat luas, beliau lahir di Desa Rengel Tuban. K.H. Sholeh Tsani mempunyai nama kecil yaitu Mohammad Nawawi. Beliau merupakan cucu dari K.H. Sholeh Awal yang merupakan pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah Gresik yang kedua. K.H. Sholeh Tsanimenerima pendidikan islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri yaitu di Pondok Pesantren Sampurnan yang sekarang bernama Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah Gresik. Selanjutnya beliau mondok ke Kedung Madura Sidoarjo,saat mondok beliau segenerasi dengan KH. Moh.Kholil Bangkalan. Pada tahun 1279 H/ 1862 beliau diangkat menjadi pemangku Pondok Pesantren Sampurnan.4

Sepuluh tahun kemudian beliau menunaikan ibadah haji dan mendapatkan barokah nama K.H. Sholeh Tsani atau K.H. Sholih Enom. Beliau juga seorang penulis kitab-kitab baru salah satunya Kitabus Syuruth, Nadhom Qoshidah lis shibyan dan lain sebagainya. Pada hari kamis, 24 Jumadil Ula 1320 H/28 Agustus 1902 KHSholeh Tsani, intiqal ilaa rahmatillah setelah memimpin Pondok Pesantren Sampurnan selama 40 tahun. Beribu-ribu kiai,Ulama’, santri, dan masyarakat turut berduka cita mengantarkan pemakamannya. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Khusus para muassis (Pemangku) Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah. Dan semenjak itu diadakan acara Haul K.H. Sholeh Tsani dan para muassis Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah Untuk mengenal jasa-jasanya.

4

ABD.Rouf Djabir,.2008. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Qomaruddin. Gresik: Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik.hal 20


(14)

6

Dimana Sampai saat ini masyarakat Bungah dan para santri beliau masih tetap melestarikan tradisi Haul itu. Dan dalam memperingati acara Haul K.H. Sholeh Tsani tersebut Beribu-ribu kiai,Ulama’,santri dan masyrakat sekitar berbondong-bondong untuk datang ke makam atau ke pesarean untuk berdoa dan dzikir bersama dan masih banyak acara-acara yang dilakukan dalam Haul K.H. Sholeh Tsani tersebut. Sedangkan pelaksanaan Haul K.H. Sholeh Tsani tersebut dilaksanakan di Pondok Pesantren Qomaruddin yang berada di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Kecamatan Bungah itu sendiri berada di tengah-tengah kawasan industrialisasi, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa industry baik itu industry besar maupun industry kecil yang tengah eksis di desa ini, misalnya: PT. Beringnas Jaya Abadi, PT. Karung Emas, PT. Distribusi Energi Jatim, PT.Bumi Sakti, PT. Maju Bersama, PT. Jasa Pertiwi, CV. Teknologi Indonesia, PT. Mahakam dan lain sebagainya. Selain itu kecamatan Bungah juga merupakan pusat industri pengerajin peci/kopya dan rebana atau bedug, ternyata dibalik itu semua didesa atau kecamatan ini masih tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi tradisi.Seperti Haul K.H. Sholeh Tsani yang masih tetap dilestarikan masyarakat kecamatan Bungah Kabupaten Gresik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Makna Haul Akbar Mbah K.H. Sholeh Tsani bagi masyarakat Desa Bungah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik?


(15)

7

C. TUJUAN PENELIATIAN

1. Untuk mengetahui Makna Haul Akbar Mbah K.H. Sholeh Tsani bagi masyarakat Desa Bungah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik

2. Untuk Mengetahui latar belakang tradisi Haul Akbar Mbah K.H. Sholeh Tsani

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Dengan melakukan penelitian ini, peneliti akan mengetahui lebih dalam tentang fenomena sosial khususnya Makna Haul Akbar K.H. Sholeh Tsani, sehingga hal ini menjadi peluang yang sangat baik bagi peneliti untuk terus mengkaji realitas masyarakat lebih jauh dengan berpedoman pada teori-teori sosial. khususnya bagi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

2. Manfaat praktis

Diharapkan penelitian ini bisa memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Sosiologi, walaupun dalam bentuk yang sangat minim dan sederhana.

Bagi masyarakat, diharapkan bisa lebih peka dan kritis terhadap lingkungan dan realitas sosial sekitar, Lebih lanjut, semoga penelitian ini bisa menambah kajian ilmiah yang berhubungan dengan fenomena kesejahteraan keluarga dalam masyarakat,


(16)

8

E. DEFINISI KONSEPTUAL

Dalam penelitian ini peneliti mengambil dua kata kunci, yaitu Makna dan Haul, secara definitif Makna yaitu bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang dituturkan, sedangkan Haul Secara bahasa kata “haul” berasal dari bahasa Arab, Haala-Yahuulu-Haulan yang artinya setahun atau masa yang sudah mencapai satu tahun. Secara kultural, “haul” ialah peringatan hari kematian seorang tokoh masyarakat, seperti syaikh, wali, sunan, kiai, habib dan lain-lain yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan tanggal wafatnya. Untuk mengenang jasa-jasa, karomah, akhlaq, dan keutamaan mereka.

F. TELAAH PUSTAKA

1. Pengertian Haul

Perkataan “haul” berasal dari bahasa Arab yang artinya “satu tahun” atau genap setahun. Kata haul ini adalah mufrod dari jama’ “ahwal” (arab) atau “huul” yang artinya beberapa tahun.

Istilah haul sering dipergunakan dalam kegiatan urusan zakat, yakni Zakat sesuatu barang yang harus dikeluarkan apabila telah mencapai genap satu tahun atau haul. Sedangkan meurut perngertian yang berlaku atau berkembang di tengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia khususnya Jawa, istilah haul ini biasanya diartikan sebagai “suatu bentuk kegiatan upacraa yang bersifat peringatan yang diselenggarakan pada tiap-tiap tahun (setahun sekali) atas wafatnya seseorang yang telah dikenal sebagai pemuka agama, wali, ulama, dan para pejuang Islam serta


(17)

9

lainnya.akan tetapi bagi orang-orang NU, gema haul akan lebih dahsyat jika yang meninggal itu seorang tokoh karismatik, ulama’ besar atau pendiri sebuah pesantren.5

Menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat (Islam), haul diselenggarakan dengan bentuk suatu upacara yang sangat meriah, meskipun ada juga yang bersifat sederhana. Pada umumnya upacara haul diselenggarakan bertepatan dengan hari wafatnya seseorang yang meningal atau si mayit dan mengambil tempat dimakamnya atau dirumah ahli warisnya.

Pada hakekatnya upacara haul diselenggarakan adalah dikandung maksud maksud yang telah jelas membawa akibat dan melahirkan kemaslahatan bagi kaum muslimin yang masih hidup, lebih dari itu yang jelas dengan adanya penyelenggaraan upacara haul ini dapat meningkatkan ketaqwaan kepada Allah dan mempertebal keimanan, disebabkan secara langsung kita yang masih hidup ini diingatkan kepada persoalan mati dan ingat pula kepada akherat.

Jelasnya upacara haul memberikan peringatan kepada kita yang masih hidup ini untuk selalu berbuat dalam hidup yang lebih baik dan bermanfaat sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya serta tuntunan para ulama sebagai pewaris para-Nabi.

Upacara haul adalah termasuk salah satu bentuk peringatan yang didalamnya terdapat amalan-amalan ibadah yang dapat berakibat

5


(18)

10

membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi para mukmin yang hidup di dunia ini, seperti ziarah kubur, membaca ayat-ayat Al-Qur’an, membaca sholawat Nabi, berdo’a kepada Allah, dan lain sebagainya. Semua amalan ini telah dianjurkan di dalam Islam, baik itu lewat Al-Qur’an maupun Hadits. Jadi upacara haul adalah

Merupakan peringatan baik karena dapat memberikan manfaat bagi sekalian mukmin yang hidup.Dengan demikian dapat diketahui sebenarnya upacara peringatan haul itu sebagaimana pemahaman Masyarakat NU adalah berasal dari ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Ini dirujuk dari beberapa rangkaian yang terdapat dalam aktifitas haul itu sendiri yang penuh dengan nilai-nilai positif yang sangat dianjurkan oleh syari’at Islam. Upacara haul merupakan perkembangan dari budaya mauled Nabi yang sudah tersebar luas di seluruh dunia Islam. Upacara Maulid Nabi pertama kali diadakan pada masa kekuasaan Ayyubiyah. Disana di dapati suatu jenis upacara yang khas, disebut “Maulid”, upacara maulid itu dicetuskan oleh ibunya Khalifah Harun Al -Rasyid yaitu Khaizurom.6 Dan mengenai sejarah timbulnya haul sendiri belum dapat diketahui dengan jelas. Sedangkan upacara haul yang ada di Indonesia merupakan ajaran dari tasawuf, karena upacara haul dilakukan untuk memberi penghormatan terhadap seseorang yang dianggap wali atau ulama besar yang ketika hidupnya memiliki keutamaan-keutamaan yang

6


(19)

11

tidak dimiliki oleh orang-orang biasa dan hanya dimiliki orang-orang tertentu, selain jasa-jasa besarnya terhadap masyarakat.

Orang-orang sufi itu yakin bahwa wali-wali itu mempunyai keistimewaan, kelihatan pada dirinya keadaan atau tingkah laku perbuatan yang aneh-aneh pada saat-saat tertentu. Mereka dapat menciptakan sesuatu yag tidak dapat diperbuat oleh manusia biasa. “Pekerjaan atau kelebihan yang luar biasa ini disebut karomah”. Karomah biasanya lahir pada seseorang hamba Allah yang biasa, yang shaleh, yang tetap mengikuti syariat Nabi, bersih i’tikadnya, dan mengerjakan amal ibadah dan amal shaleh. Adapun perbedaanya dengan Nabi, bahwa orang-orang yang kramat itu tidak maksun (terpelihara dari pada segala pekerjaan jahat) karena itu pekerjaan tersebut hanya diberikan kepada Nabi saja. Akan tetapi wali-wali itu mempunyai sifat Mahfuzh, yaitu pada dasarnya tidak mengerjakan ma’siat, tetapi jika terjadi kekhilafan maka wali-wali tersebut segeran menyesal dan bertaubat dengan sebenar-benarnya.

Dengan demikian, dimungkinkan munculnya haul di Indonesia khususnya di Jawa adalah timbul dari pengaruh ajaran tasawuf yang ditujukan untuk memberi penghormatan terhadap seseorang yang dianggap wali atau ulama besar yang ketika hidupnya memiliki keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa dan hanya dimiliki orang-orang tertentu, selain jasa-jasa besarnya terhadap masyarakat, disisi lain bagi orang-orang NU, yang termaktub dalam


(20)

12

tradisi-tradsisi NU gema haul akan lebih dahsyat jika yang meninggal itu seorang tokoh karismatik, ulama’ besar atau pendiri sebuah pesantren.

2. Haul Menurut Syariat Islam

Sebagaimana yang kita ketahui bersama peringatan satu tahun kewafatan seseorang atau biasa disebut haul, merupakan bentuk peringatan yang ada di tengah tengah masyarakat Islam yang dihadirkan dan di dinamiskan oleh waraga NU dan di bekukan menjadi milik orang NU (Tradisi orang-orangorang NU). Secara sederhana peringatan satau tahun kewafatan tersebut menurut orang-orang NU sendiri merupakan amalan yang sangat dianjurkan. Ini dirujuk dari beberapa rangkaian yang terdapat dalam aktifitas haul itu sendiri yang penuh dengan nilai-nilai positif yang sangat dianjurkan oleh syari’at Islam. Disisi lain juga disesuaikan oleh penulis yang dihasilkan oleh penelitian tokoh-tokoh antropolog terdahulu, bahwasannya ciri masyarakat Islam Jawa adalah individu shaleh bukan sosial shaleh. sedikit pemaparan tersebut kiranya memeberikan pemahaman dan hipotesa bahwasannya ciri masyarakat individu shaleh mengimplikasikan pada ajaran Tasawuf, dimana seseorang memiliki ke lebihan yang tidak dimiliki orang lain. Selebihnya hubungan yang terbentuk antara seseorang yang mempunyai kelebihan dengan masyarakat biasa terjadi bentuk hubungan yang sangat mencolok, ini terbukti dari penghormatan yang berlebihan yang muncul dalam hubungan tersebut, dimana Santri sangat tunduk dan patuh dengan semua yang dikatan oleh Kiai tersebut tanpa melakukan sedikit bantahan. Jadi bisa dipahami wujud


(21)

13

penghormatan yang di implikasikan dengan peringatan Haul akan wafatnya tokoh tersebut yang mempunyai kharismatik selain mempunyai jasa besar terhadap masyarakat ini merupakan bukti dari ciri masyarkat individu shaleh yang searah denga ajaran tasawuf.

Al Ijtihadul Qiyasi, yaitu meletakkan (wadl`an) hukum-hukum syari`ah untuk kejadian/peristiwa yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah, dengan jalan menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam nash-nash hukum syar`i.Al Ijtihadul Isthishlahi, yaitu meletakkan hukum-hukum syari`ah untuk kejadian/peristiwa yang terjadi yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah menggunakan ar ra`yu yang disandarkan atas isthishlah.

Sedangkan menurut golongan lain orang-orang Muhammadiyah masalah haul atau peringatan kematian adalah hal yang sia-sia atau Bid’ah menurut istilah syari’ah adalah suatu perkara yang menyelisihi Sunnah. Jika dikatakan :”Seseorang berbuat suatu bid’ah”, maka maksudnya adalah ia membuat amalan dalam Islam yang tidak ada contoh sebelumnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullahmemberikan definisi bid’ah, “Bid’ah didalam agama (syari’at) adalah apa yang tidak disyariatkan Alloh dan RosulNya, yaitu apa yang tidak diperintahkan untuk berbuat dan beramal dengannya, tidak perintah wajib tidak pula perintah Sunnah.7 Selanjutnya mengenai bid’ah hakikiyah diantaranya Mengadakan peringatan kematian, misalnya tiga hari, empat puluh hari, seratus hari,

7Abu Nu’aim Muhammad Faishal Jamil, “Salafy edisi XI/Jumadil Akhir 1417 H” , dalam


(22)

14

haul/ temu tahun, seribu hari dan seterusnya, yang itu semua tidak ada dalilnya, bahkan bertentangan dengan dalil, dan menirukan adat orang musyrik.

Bid’ah idhafiyyah adalah Contoh adanya penentuan dan penertiban beberapa bacaan yang dilakukan dalam selamatan atas kematian seseorang atau lainnya pada pengertian yang bisa disebut dengan “tahlilan”. Penentuan yang dimaksud dalam hal ini, selain dari penentuan waktu, seperti pada hari ke 7, ke 40, ke 100, ke 1000 dst, juga penentuan bacaan. Baik jumlah bilangannya, juga penentuan penertibannya.

Namun keterangan Al Qur’an dan As Sunnah bahwa hal itu untuk amalan sebagaimana dilakukan itu tidak didapatkan. Begitulah yang dimaksud dengan bid’ah idhafiyyah beserta beberapa contohnya. Hukum Bid’ah pada agama dengan segala macamnya Semua bid’ah pada agama, hukumnya haram dan sesat. karena sabda Rasulullah SAW:“Hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara yang diada-adakan, maka sesungguhnya tiap-tiap yang diada-adakan itu bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat”.

Dan sabda Nabi SAW: Artinya: “Barangsiapa yang mengada -adakan pada perkara kami ini, sesuatu yang bukan perkara dari kami, maka itu adalah tertolak”. Dan dalam riwayat lain: “Barangsiapa yang mengamalkan amalan bukan atas perkara kami, maka yang demikian itu tertolak”.

Hadits itu menunjukkan bahwa tiap-tiap sesuatu yang diada-adakan pada agama, maka itu adalah bid’ah dan tiap-tiap bid’ah adalah sesat dan


(23)

15

tertolak. Dan makna yang demikian, sesungguhnya bid’ah pada ibadah dan i’tiqad , yang itu semua sudah jelas diharamkannya. Akan tetapi pengharamannya bertingkat-tingkat, sesuai dengan macam bid’ahnya. Dianataranya ada yang hukumnya kufur dengan jelas, seperti: thowaf (keliling) pada kubur dalam bertaqarrub (mendekatkan diri pada Allah), atau mempersembahkan sembelihan dan nadhar untuk kubur. Dan di antaranya termasuk sarana wasail syirik. Seperti membangun bangunan di atas kubur, serta shalat dan berdoa di kuburan.

3. KH Sholeh Tsani

K.H. Sholih Tsani atu biasa disebut dengan Mbah Sholih bernama kecil Mohammad Nawawi. Beliau lahir di Desa Rengel, Tuban. Ayahnya bernma madyani (K.H. Abi Ishaq) dan ibunya bernama Rosiyah binti K.H. Moh. Sholih awal. Dengan demikian beliau adalah cucu K.H. Sholih awal. Kata ”Tsani” (berarti yang kedua), yang melekat pada namanya semata-mata hanya untuk membedakan dengan nama kakeknya yang dikenal dengan nama K.H. Sholih awal. Selain itu, di Pondok pesantren Qomaruddin Sampurnn Bungah, memangterdapat tiga pemangku yang bernama depan Moh. Sholih.

a. Pendidikan K.H. Moh.Sholih Tsani

Pendidikan K.H. Moh. Sholih Tsani menerima pendidikan Islam tingkat dasar dari ayahnya sendiri, yaitu di Pondok Pesantren Sampurnan. Selanjutnya beliau Mondok ke Kedung Madura sidoardjo, tepatnya Pondok Pesantren Kedung Madura, diasuh oleh Kiai


(24)

16

Nidlomuddin (Murid Kiai Salim bin Samir Al Hadromi, pengarang kitab Safinatun Najah). Saat mondok di Kedung Madura itu beliau segenarasi dengan K.H. Moh. Kholil Bangkalan.

Diceritakan bahwa antara Pendidikan K.H. Moh. Sholih Tsani (Moh. Nawawi) dengan K.H. Moh. Kholil (Moh Kholil) sewaktu dipesantren Kedung terjalin hubungan persahabatan yang sangat akrab. Keduanya dikenal sebagai santri yang cerdas, tekun, dan alim, meskipun diantara keduanya memiliki fokus belajar yang berbeda. Moh. Nawawi lebih menekuni ilmu fiqih, sedangkan Moh. Kholil lebih banyak menekuni ilmu alat (nahwu-sharaf). Terkait dengan fokuks belajar kedua calon Kiai tersebut ada sebuah anekdot (cerita lucu berhikmah) yang mereka ciptakan. Disebutkan bahwa Moh. Kholil pernah bercanda kepada Moh. Nawawi saat sedang mutholaah Al-Qur’an kitab fiqih. Katanya, ”buat apa Sampeyan mempelajari kitab-kitab fiqih, toh di Indonesia tidak akan pernah ada orang zakat onta?”. Maka kelakar bernada sidiran itu pun dijawab oleh Moh. Nawawi, ”Buat apa Sampeyan mempelajari ilmu nahwu-sharaf sampai bertahun-tahun, toh kelak kitab-kitab Kuning akan banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa kita?”.

Jika kita saksikan perkembangan dewasa ini tampaknya apa yang diucapkan Moh. Nawawi satu abad yang lalu, kini telah menjadi kenyataan. Sekarang sudah banyak dijumpai kitab-kitab kuning yang


(25)

17

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa (Pemutihan kitab kuning).

Meskipun demikian, bukan berarti ilmu Nahwu-Sharaf sudah tidak diperlukan lagi, karena ilmu tersebut merupakan salah satu alat untuk menghantarkan kita dapat memahami kitab kuning dan menerjemahkanya ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.8 Pernyatan kedua calon Kiai tersebut rupanya berhikmah. Anekdot menunjukkkan keintiman persahabatan mereka dan sekaligus menunjukkan betapa jeli penglihatan mereka terhadap kehidupn mendatang. Selain itu mungkin juga keduanya berharap agar kedua ilmu tersebut terus dipelihara dan bahkan dijadikan ciri khas mata pelajaran di pondok pesantren.

Karena ketekunannya mempelajari kitab fiqih, Moh. Nawawi dikenal sebagai santri yang banyak mengemukakan masail fiqhiyah. Oleh karenya 20 beliau sering aktif dalam musyawarah bahtsul masail (wahana santri dalam memecahkan masalah hukum fiqih).

b. Keluarga K.H. Moh. Sholih Tsani

Pada usia 25 tahun Kiai Moh. Nawawi menikah dengan Nyai Muslihah, putri Nyai Asiyah bin Moh. Harun. Jadi beliau menikah dengan saudar misannya sendiri, sebab Asiyah adala saudara Rosiyah, ibunya. Semula beliau pernah diminta oleh Kia Mas asy’ari dara Sawahan Surabaya untuk dijodohkan dengan puterinya. Akan tetapi

8

Rauf Jabir Abd. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Qomaruddin, (Sampurnan, 25 Maret 2007), 26-27


(26)

18

atas nasihat gurunya, beliau sebaiknya kawin dengan putri Bungah yang masih ada hubungan kerabat dekat. Ioleh sebab itu beliau Muslihah, misannya tersebut. Perkawianan seperti itu menunjukkan bahwa bagi para Kiai Jawa, termasuk lingkungan keluarga sampurnan, perkawinan antara misanan (saudara misan) atau mindoan merupakan pola perkawinan yang dianggap ideal. Secara sosiologis, kelompok Kiai tidak dapat dianggap sebagai kelompok yang terbuka karen kuatnya perasaan mereka sebagai suatu group atas kuatnya keterikatan mereka kepada prinsip perkawinan endogamous antara sesama mindoan sangat sering terjadi dalam lingkungan keluarga Kiai karena secara darah tidak terlalu dekat, tetapi masih kerabat yangcukup dekat.Perkawian K.H. Moh. Sholih Tsani dengan Nyai Maslihah dekaruniai 11 orang anak, yaitu:

1) Abdullah tinggal di Banara Babat, Lamongan. a) Kiai Amiri – Banaran Lamongan

b) Robi’ah, ibn KH. Ah. Maimun Adnan (Pendiri dan pemangku Pondok Pesantren Al Islah Bungah Gresik).

2) Ismail, yang kemudian menjadi pengganti beliau

3) Nafisah, istri K.H. Moh. Ya’qub. Keluarga ini menurunkan Kiai Muhammad (Sampurnan).

4) Nashihah, istri H. Abu Bakar

5) Umamah, istri KH. Abd. Rahman. Keluarga ini melahirkan keturunan:


(27)

19

a) Kiai Aqib – Leran

b) K.H. Abdul Hamid (Mbah Malik) - sampurnan 6) Moh. Said (wafat kecil)

7) Amianah, istri KH. Musthafa bin Abd. Karim, Pendiri Pondok Pesantren. Tarbiyut Thalabah Kranji Paciran Lamongan. Keluarga ini melahirkan keturunan:

a) K.H. Abd. Karim, Penggagas dan pendiri jami’yatul quro’ (MTQ), Nasional

b) K.H. Moh. Sholih Tsalis, Pemangku Pondok Pesantern Qomaruddin yang ke 6

8) Abu Hasan (Mbah Abu) – Sampurnan 9) Shofiyah, istri H.Usman – sampurnan

10)Abd. Karim, ayah KH. Moh. Zuaber – sampurnan

11)Umar (ayah KH. Moh. Zuber - Sendang) kawin dengan Zalikhoh bin Zubair bin K. Musthafa Sendang Agung.

c. Perjuangan K.H. Moh. Sholih Tsani (Kiprah-kiprah beliau)

Setelah menikah Moh. Nawawi bersama istrinya menetap di Sampurnan Bungah. Pada tahun 1279 H/1862 M., beliau beliau diangkat menjadi pemangku Pondok Pesantren sampurnan Menggantikan kedudukan ayah mertuanya, yaitu Kiai Musthofa, yang sudah tua. Kiai Musthafa adalah pimpina Pondok Pentren Qomaruddin selama lebih kurang dua setengah tahun menggantikan Kiai Basyir, Sepuluh tahun kemudian KH. Moh. Nawawi menuanikan ibadah haji


(28)

20

dan mendapat barokah nam, KH. Sholih. Dalam tradisi Pesantren Sampurnan beliau dikenal dengan nama panggilan KH. Moh. Sholih enom.

Dibawah pimpinan K.H. Moh. Sholih Tsani, Pondok Pesantren maju pesat. Banyak santri yang datang dari daeah-daerah jauh, diantaranya: Surabaya, Madura, Pasuruan, Lumajang, Tuban, Bojonegoro dan bahkan dari cirebon, Banten dan Serang Jawa Barat.

Dalam menjalankan kepemimpinannya, beliau dibantu oleh putra-putra menantunya, yaitu: K.H. Moh. Ya’qub dan K.H. Abd. Rahman, serta dibantu oleh para santri senior lainnya. Sejak kepempinannya itulah mulai dikenal tradisi pengajian mingguan untuk para santri kalong yaitu santri yang pulang-pergi, tidak ikut menetap di asrama pesantren. Mereka mengikuti pengajian yang diselenggarakan setiap pasaran legi. Pada umumnya pra santri kalong ini berasal dari para tokoh masyarakat, para modin, dan umunya mereka yang sudah berusia menegah ke atas. Karena pertemuan dan pengajiannya pada Kiai setiap pasaran legi, maka akhirnya dikenallah dengan sebutan Santri Legian. Pada masa kepemimpinan beliau jumlah santri semakin banyak. Untuk menambah daya tmpung santri, maka diadakanlah rehabilitas dan perluasan bangunan fisik, diantaranya:

1) Pada tahun 12 H/186 M merehab atap langgar agung yang semula dari sirap/welit diganti dengan genting.


(29)

21

2) Pada tahun 1291 H/1874 M didirikan asrama pesantren baru yang terletak di sebelah selatan langgar. Bangunan terdiri dari 8 kamar yang seluruhnya terbuat dari kayu jati dengan atap genting.

3) Pada tahun 1293 H/1876 M didirikan asrama Pesantren lagi dengan posisi berhadapan dengan asrama pesantren sebelumnya. Sejak itu trekenal sebutan Pondok Barat dan Pondok Timur. Pondok barat itu dihuni oleh santri-santri yang berasal dari daerah sebelah Barat Bungah, sedangkan Pondok Timur dihuni oleh san tri yang berasal dari daerah sebelah timur Bungah.

4) Pada tahun itu pula (1293 H/1876 M) didirikan asrama Pondok putri yang terletak di belakang rumah Kiai, serta didirikan langr putri (langar panggung) di sebelah timur asrama Pondok putri.

Dipihak lain, K.H. Moh. Sholih Tsani adalah seorang ulama yang produktif, beliau tidak hanya pandai membaca kitab karangan orang lain, tetapi beliau juga banyak manyusun atau menulis kitab-kitab baru, utamanya yang membahas masalah fiqih, diantanya:

1) Kitabus Syuruth, yang berisi penjelasan tentang syrat-rukunnya ibadahibadah, mulai dari Shalat, Puasa, Zakat, haji dan masalah-masalah yang berkaitan dengan muamalah.

2) Nadhom Qoshidah lis Syibyan, yang berisi ajaran tauhid untuk anak-anak dan para mubtadi’an yang baru mempelajari masalah tauhid, yang dikemas dalam bentuk nadhom atau syi’ir untuk memudahkan hapalan dan mengairahkan belajar.


(30)

22

3) Tashilul awam fiil Mas’alatis Shiyam, Tashilul awam fiil Mas’alatis Shiyam, yang berisi penjelasan khusus tentang petunjuk praktis tentang pelaksanaan puasa.

Pada hari kamis, 24 Jumadil Ula 1320 H/28 Agustus 1902 K.H. Moh. Sholih Tsani intiqal ilaa rahmatilah setelah memimpin Pondok Pesantren Sampurnan selama 40 tahun. Beribu-ribu Kiai, ulama’, Santri, dan masyarakat turut berduka cita mengantarkan pemakamnnya. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman khusus para muasis (pemangku Pondok Peantren Qomaruddin Bungah).9

4. Latar Belakang Haul K.H Sholih Tsani

Pada dasarnya haul ini memang ditujukan untuk memperingati kematian beliau “K.H. Moh. Sholih Tsani” dan juga memperingati jasa beliau, hal ini dimungkinkan karena masa kepemimpinan beliau ponpes Qomaruddin mengalami kejayaan “secara kuantitas santri bertambah” atas dasar faktor tersebut maka para santri baik yang masih aktif atau sudah senior (pasca) beserta K.H. Ismail (Pemangku pondok pesantren Qomaruddin yang ke lima atau setelah Mbah Sholih Tsani), mengusulkan untuk memperingati wafatnya beliau beserta penghormatan pada jasa-jasa beliau.

Peringatan haul itu berlangsung semenjak wafatnya beliau, dan semenjak usulan para santri yang juga direspon positif oleh pemangku pondok berikutnya “K.H. Ismail”, sekitar tanggal 20 Jumadil Akhir, tetapi

9

Rauf Jabir Abd. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Qomaruddin, (Sampurnan, 25 Maret, 2007), 28-30.


(31)

23

dalam perekembangannya untuk menyesuaikan dengan tanggal tersebut agak sulit, maka pemangku pondok berikutnya “ KHR. Muhammad Muhammad Al-Hammad” menyarankan untuk memeperingati di tanggal 21 ke-atas di Bulan Jumaddil akhir.10 K.H. Moh. Sholih Tsani merupakan pewaris atau pemimpin pondok pesantren Qomaruddin yang ke empat, beliau adalah putera K.H. Abu Ishaq dan ibunya bernama Rosiyah Binti K.H. Sholeh Awal. K.H. Moh. Sholih Tsani Bernama kecil Mohammad Nawawi. Beliau dilahirkan di Desa Rengel, Tuban.11

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada umumnya penelitian menggunakan dua model pendekatan, yaitu penelitian dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. ”Secara sederhana, kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan informan. Sedangkan kuantitatif dapatdiartikan sebagai proses penelitian dengan menyebarkan angket atau questioner pada informan.”12

Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif guna memberikan penjelasan tentang fenomena objek yang diteliti, yaitu Makna Haul Akbar K.H. Sholeh Tsani bagi Masyarakat Desa Bungah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. ”Pendekatan kualitatif adalah proses penelitian yang digunakan untuk

10

Wawancara dengan bapak Muslikh, salah satu keluaga dalem tgl. 2 mei 2015

11

Rauf Jabir Abd. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Qomaruddin, (Sampurnan, 25 Maret 2007), hlm.25-6.

12


(32)

24

mengetahui suatu fenomena atau permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.”13

Menurut Bogdan dan Taylor, ”kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau informan dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).”14

Mengacu pada pendapat tersebut, maka dalam pendekatan kualitatif ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari keutuhan. Hal ini dimaksudkan agar dapat memahami pengalaman dan praktek para key informan untuk menempatkan mereka secara tepat dan benar dalam konteks penelitian.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, maksdunya adalah berusaha untuk menuturkan keadaan, tingkah laku, atau makna dari keadaan dan tingkah laku yang adaberdasarkan data-data kualitatif yang telah dikumpulkan.15 Dalam hal ini, peneliti langsung terjun ke berbagai informan (peziarah makam, santri ponpes Qomaruddin, masyarakat sekitar, tokoh masyarakat dan perangkat desa) di desa Bungah kecamatan Bungah kabupaten Gresik. Adapun alasan menggunakan deskriptif karena bagian dari karakteristik pendekatan kualitatif dibutuhkan data deskriptif dengan kata-kata, bukan

13

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003), hal. 3

14

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2005), hal. 3

15


(33)

25

mengangkakan data. Sebagaimana yang berlaku dalam penelitian kuantitatif.

Di samping itu, peneliti juga menggunakan pengamatan melalui partisipasi dan wawancara mendalam atau wawancara tidak terstruktur guna memperoleh data. Dalam wawancara mendalam bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari informan. Prof. Deddy Mulyana mengatakan, ”wawancara mendalam pada setiap pertanyaan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, khususnya disesuaikan dengan kondisi informan.”16

Dengan demikian, peneliti, sebagai penggali data, harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi informan. Peneliti tidak boleh memaksa informan untuk diajak wawancara atau menjawab seperti yang diharapkan peneliti. Dalam hal ini, informan sangat bebas mengemukakan pendapatnya tanpa harus diintervensi oleh peneliti.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di desa Bungah kecamatan Bungah kabupaten Gresik. Di desa ini, Letak makam K.H. Sholeh Tsani dimakamkan dan letaknya tidaklah jauh dengan Ponpes Qomaruddin yang masih senatiasa dirayakan oleh sebagian masyarakat setempat. Peneliti merasa perlu untuk mengkajinya lebih dalam dengan melakukan riset ini. Bungah adalah sebuah desa yang berada di kabupaten Gresik, salah satu kabupaten yang ada di pulau jawa. Mayoritas penduduk desa ini bekerja

16


(34)

26

sebagai guru karyawan pabrik dengan kebudayaan setempat yang masih melekat pada mereka. Salah satu contohnya adalah Haul Bungah sebagaimana dijelaskan di atas.

Adapun waktu penelitian ini berkisar hampir satu bulan. Peneliti mulai menggali data dari tanggal 1 Mei s/d 1 Juni 2015. Waktu ini dirasa cukup untuk melakukan penggalian data yang sangat mendalam terkait fenomena Haul Bungah. Tentu saja dengan memanfaatkan betul waktu yang telah ditentukan. Waktu tersebut merupakan rancangan dari peneliti yang sewaktu-waktu bisa berubah karena kebijakan dari program studi ataupun fakultas sebagai lembaga yang menaungi peneliti.

3. Pemilihan Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah peziarah makam, tokoh masyarakat dan perangkat desa di desa Bungah kecamatan Bungah kabupaten Gresik . Tokoh masyarakat sebagai key informan. Peneliti tidak menentukan atau membatasi berapa banyak informan yang akan wawancarai. Peneliti akan terus mencari informan apabila data yang telah didapatkan dirasa kurang. Akan tetapi bukan berarti proses penelitian ini tiada akhir. Proses penggalian data akan dihentikan apabila data yang didapat dirasa cukup.

4. Jenis dan Sumber Data

Imam Suprayogo dan Tobroni mengatakan, ”sumber data merupakan salah satu pertimbangan dalam masalah penelitian, adapun jenis sumber data dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan sebagai


(35)

27

berikut: informan, peristiwa atau aktifitas, tempat atau lokasi, dokumen atau arsip.”17

Informan di sini adalah peziarah makam, tokoh masyarakat dan perangkat desa. Peristiwa atau aktifitas yaitu mengenai proses dilangsungkannya Haul Bungah. Sedangkan tempat atau lokasi penelitian ini adalah didesa Bungah kecamatan Bungah kabupaten Gresik. Dokumentasinya berupa foto-foto saat Haul Bungah dan didukung oleh foto-foto tempat makam K.H. Sholeh Tsani, foto-foto aktifitasnya dan sebagainya.Selanjutnya ada dua kategori data dalam penelitian, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Sanapiah Faisol mengatakan, ”data primer merupakan data yang didapat dari subjek penelitian dengan munggunakan alat pengambilan data secara langsung sebagai sumber informasi yang dicari.”18

Data primer peneliti dilakukan dengan dua cara yaitu participant observer dan indepth interview. ”Participant observer adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mengamati perilaku subjek.”19

Peneliti juga berbaur dengan mereka. Ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan dan aktifitas sehari-hari mereka. Sedangkan indepth interview dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam, serta kompleksitas data yang mungkin

17

Imam Suprayogo dkk, Metodologi Penelitian Sosial dan Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 164

18

Sanapiah Faisol, Metode Penelitian Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hal. 390

19

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2007), hal. 156


(36)

28

didapatkan pada saaat observasi. Dengan demikian, peneliti menyimpulkan beberapa hal yang termasuk dalam kategori data primer:

1) Individu dan masyarakat atau yang kita kenal dengan sebutan informan, peninggalan berkenaan dengan kelompok atau organisasi.

2) Penuturan melalui lisan oleh key informan tentang suatu peristiwa.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat melalui pihak lain. Dengan kata lain, data itu tidak secara langsung didapat oleh peneliti dari subjek penelitian. Deddy Mulyana mengatakan, ”biasanya data sekunder berbentuk data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia seperti data sejarah desa di atas, data penduduknya dan lain sebagainya.”20 Data sekunder ”…berasal dari literatur

-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan seperti buku, foto hasil penelitian dan sebagainya.”21

Selain itu data online dari internet seperti Google, Wikipedia juga disertakan guna memperkaya data dalam penelitian ini, mengingat dunia cyber mempunyai andil besar dalam perkembangan dunia akademis. Dengan demikian, data sekunder sangatlah penting sebagai penunjang dalam penellitian.

20

Deddy Mulyana, Metode Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya:2005), hal. 78

21


(37)

29

5. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga tahap yang meliputi getting on, getting in along dan getting out. Berikut adalah penjelasannya:

a. Tahap pra-lapangan (getting on)

Pekerjaan-pekerjaan dalam tahap getting on ini peneliti kelompokkan menjadi enam bagian.

1) Menyusun rancangan penelitian

Dalam rancangan ini peneliti menetapkan tema dan fokus penelitian yang akan dilaksanakan. Tema dalam penelitian adalah tentang fenomena Haul Bungah serta persepsi masyarakat

2) Memilih lapangan penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Bungah kecamatan Bungah kabupaten Gresik Alasan peneliti memilih desa ini karena sebagian masyarakatnya masih mempertahankan tradisi Haul Bungah. 3) Mengurus perizinan

Sebagai salah satu bentuk konkrit legalnya sebuah riset maka harus ditunjukkan dengan surat izin penelitian. Dalam hal ini, peneliti telah meminta surat pengantar penelitian dari Program Studi Sosiologi lalu diserahkan kepada kepala desa Bungah kecamatan Bungah. Dalam surat itu dijelaskan bahwa penelitian ini dimulai pada tanggal 1 Mei s/d 1 Juni 2015.


(38)

30

4) Menjajaki dan menilai kondisi lapangan

Maksut dan tujuan dari penjajakan lapangan ini untuk berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik dan kondisi alam desa, sehingga peneliti dapat memahami setting penelitian dengan baik.

5) Memilih informan

Informan adalah orang yang dianggap dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Mereka adalah orang-orang yang terkait dengan subjek penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah peziarah makam, tokoh masyarakat, kepala desa dan modin (pejabat desa yang menangani masalah agama). 6) Menyiapkan sarana penelitian

Sarana penelitian yang telah dipersiapkan adalah alat tulis, recorder dan kamera. Alat tulis dimaksudkan untuk mencatat data yang diperoleh, kamera untuk mengambil gambar lokasi penelitian dan contoh proses berlangsung acara Haul Bungah. Secara kebetulan, pada saat penelitian ini dilakukan ada satu peristiwa haul bunagh yang berlangsung di desa ini. Recorder untuk merekam penuturan informan. Sehingga peneliti dapat merekam pandangan para informan. Hasil rekaman ini kemudian ditranskrip agar diperoleh poin-poin penting yang dibutuhkan. Untuk bisa melaksanakan penelitian ini dengan baik, peneliti melakukan proses penggalian


(39)

31

data pada siang hari dan me-review atau mengalisis kembali data-data yang telah diperoleh pada malam harinya.

b. Proses hidup bersama/berbaur bersama masyarakat (getting in a

long).

Proses ini adalah partisipasi diri memasuki lapangan serta berperan dalam aktifitas yang ada seperti aktifitas mantenan, membantu pekerjaan keluarga subjek penelitian. Dengan proses berbaur ini, peneliti merasa mudah untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Informan merasa senang karena telah dibantu pekerjaannya dan peneliti tidak perlu merasa canggung untuk mewawacarai mereka. Dengan demikian, antara peneliti dan informan terkesan lebih akrab.

c. Menulis laporan (getting out).

Ini merupakan tahap akhir dari penelitian. Setelah mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan data, yaitu dengan pengamatan mendalam dan trianggulasi atau menggabungkankan data yang telah diperoleh dari observasi, wawancara ataupun statistik desa. Setelah semua komponen terkait dengan data analisisnya, peneliti mulai menulis laporan disesuaikan dengan metode dalam penulisan penelitian kualitatif dengan tidak mengabaikan kebutuhan peneliti terkait kelengkapan data.


(40)

32

6. Teknik Pengumpulan Data

Pada dasarnya penelitian mempunyai beberapa teknik dalam proses pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti menggunakan tiga teknik, yaitu:

a. Observasi

“Observasi merupakan pengamatan terhadap peristiwa yang diamati secara langsung oleh peneliti. Observasi bukanlah sekadar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat.”22 Observasi ini dilakukan untuk mengamati atau menyelidiki di lapangan mengenai perayaan Haul Bungah.

Alasan peneliti melakukan observasi ialah untuk menyajikan deskripsi realistik mengenai perilaku atau aktifitas peziarah kemakam K.H. Sholeh Tsani. Merupakan suatu keharusan bagi peneliti untuk melakukan observasi guna mengetahui dan memahami keadaan sebenarnya dari subjek penelitian yang dalam hal ini adalah peziarah makam. Dengan melakukan observasi ini, maka secara tidak langsung peneliti bisa mengetahui informasi terkait persepsi masyarakat makna dari Haul Bungah. Dengan demikian, peneliti bisa mendeskripsikan kondisi secara riil. Dalam penelitian ini, observasi tentu saja berlangsung di Desa Bungah Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik.

22


(41)

33

b. Interview

“Interview atau wawancara adalah bentuk percakapan dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian.”23

Suharsimi Arikunto membagi jenis wawancara menjadi dua macam, yaitu wawancara tidak terstruktur dan wawancara terstruktur. ”Wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.”24

Tentu saja kreativitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini lebih banyak tergantung pada pewawancara dan ini cocok untuk penelitian kasus seperti fenomena Haul Bungah. ”Wawancara terstruktur berupa pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai check list.”25

Wawancara jenis ini biasanya lebih bersifat formal.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik interview tidak terstruktur karena wawancaranya mendalam. Peneliti tidak perlu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan pada informan, peneliti hanya membuat pedoman pokok wawancara sehingga informan bisa leluasa dan terbuka dalam memberikan jawaban dan keterangan yang diinginkan oleh peneliti. Wawancaraini bertujuan untuk mengumpulkan data primer yang menanyakan Haul Bungah

23

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.180

24

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 227

25


(42)

34

didesa Bungah, kehidupan atau aktifitas pelakunya, interaksi dengan masyarakat sekitar, kondisi anaknya dan lain sebagainya.

c. Dokumentasi

“Dokumentasi adalah cara memperoleh data dari dokumen seperti catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.”26

Oleh karena itu, peneliti merasa perlu membaca literatur, surat kabar, artikel, majalah dan sebagainya yang ada kaitannya dengan Haul Bungah. Di samping itu, dokumentasi berupa foto-foto tentang berlangsungnya proses acara Haul Bungah, aktifitas atau kehidupan sehari-hari, tempat makam K.H. Sholeh Tsani juga diperlukan. Peneliti mengambil beberapa gambar selama proses penelitian berlangsung seperti saat proses dilangsungkannya acara Haul Bungah, aktifitas sehari-hari dan sebagainya untuk memberikan bukti secara nyata kondisi di lapangan.

7. Teknik Analisis Data

Patton mengatakan dalam Lexy J. Moleong, ”analisis data adalah proses untuk mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.”27

Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik tianggulasi data, yaitu menggabungkan data yang telah diperoleh ketika melakukan penelitian. Data tersebut merupakandata primer yang berupa pengamatan, interview, maupun foto-foto mengenai proses berlangsungnya acara Haul Bungah. Setelah data terkumpul,

26

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 231

27

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 103


(43)

35

kemudian mengklasifi data. Proses analisis data ini dilakukan dengan menelaah semua data yang didapat dari wawancara, catatan lapangan, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya. Tujuannya untuk memilih data sesuai dengan kebutuhan dan kemudian menganalisisnya dengan menggunakan teori yang telah peneliti pilih.

8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

a. Pengamatan Mendalam

Menurut Lexy J. Moleong, ”pengamatan mendalam bertujuan untuk menemukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam sitasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.”28 Peneliti merasa perlu mengamati secara serius sejarah K.H. Sholeh Tsani. Sehinggapeneliti mendapatkan data-data deskriptif.

b. Trianggulasi

Peneliti menggunakan metode triangulasi sebagai upaya untuk melihat keabsahan data. “Triangulasi dilakukan dengan cara membuktikan kembali keabsahan hasil data yang telah diperoleh di lapangan.”29 Trianggulasi diartikan sebagai, “…teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.”30

Teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi wawancara, observasi atau pengamatan langsung.

28

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 103

29

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 256

30

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 241


(44)

36

Sumber data yang diperoleh juga berasal dari kantor kelurahan desa Bungah, ini dimaksudkan agar data-data yang terkumpul lebih akurat sehingga pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini bisa terjawab. Kemudian data-data tersebut digabungkan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah sehingga pertanyaan tersebut bisa terjawab dengan lengkap.

H. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini terdiri dari empat bab. Masing-masing akan peneliti jelaskan dalam sub-bab ini. Bab I adalah pendahuluan. Peneliti mengulasdeskripsi umum tentang latar belakang penelitian dan rumusan masalah yang erat kaitannya dengan tema penelitian. Di samping itu, tujuan dan manfaat penelitian peneliti kupas di bab ini. Definisi konsep terkait dengan judul penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, tahap penelitian, teknik pengumpulan dan teknik keabsahan data dan terakhir sistematika pembahasan, peneliti jelaskan di bab pendahuluan ini.

Bab II merupakan Kajian Teori yang berisi kajian pustaka, kerangka teoretik yang relevan. Dalam kajian pustaka ini peneliti mendeskripsikan beberapa definisi atau kata kunci yang berkaitan dengan tema penelitian. Selanjutnya kerangka teoretik berupa teori yang digunakan peneliti untuk membedah analisis masalah yang menjadi fokus penelitian. Yang terakhir adalah penelitian terdahulu yang relevan. Ini merupakan salah satu upaya mempermudah proses penelitian


(45)

37

Deskripsi umum tentang objek penelitian mengenai kondisi geografis dan demografis desa, peneliti sajikan dalam bab III. Peneliti menyuguhkan hasil temuan-temuan di lapangan selama proses penelitian berlangsung, membahasnya dengan tuntas dan kemudian mengalisisnya menggunakan teori yang telah dipilih oleh peneliti.

Bab terakhir adalah penutup. Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari semua pembahasan dan disertai saran-saran atau rekomendasi kepada pihak-pihak terkait yang ada sangkut pautnya dengan penelitian.


(46)

38

BAB II

SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD

A. Teori Interaksionisme Simbolik

Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, William James, Charles H. Cooley, John Dewey, William I.Thomas, dan George Herbert Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori tersebut. Mead mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun 1920-an dan 1930-an ketika ia menjadi professor filsafat di Universitas Chicago. Namun gagasan-gagasannya smengenai interaksionisme simbolik berkembang pesat setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksi simbolik, yakni : Mind, Self , and Society (1934) yang diterbitkan tak lama setelah Mead meninggal dunia. Penyebaran dan pengembangan teori Mead juga berlangsung melalui interpretasi dan penjabaran lebih lanjut yang dilakukan para mahasiswanya, terutama Herbert Blumer. Justru Blumer-lah yang menciptakan istilah “interaksi simbolik” pada tahun (1937) dan mempopulerkannya di kalangan komunitas akademis.1

Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan cirri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat

1

Douglas (1973), dalam Kamanto Sunarto (2004). Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hlm, 35


(47)

39

tulisannya, dan juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas, dan Charles H. Cooley.

Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspektif fenomenologis atau perspektif interpretif. Maurice Natanson menggunakan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Menurut Natanson, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjekif terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. Ia mengakui bahwa George Herbet Mead, William I.Thomas, dan Charles H. Cooley, selain mazhaberopa yang dipengaruhi Max Weber adalah representasi perspektif fenomenologis ini. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah interaksi simbolik dan etnometodologi.

Selama awal perkembangannya, teori interaksi simbolik seolah-olah tetap tersembunyi di belakang dominasi teori fenomenologisme dari Talcott Parsons. Namun kemunduran fungsionalisme tahun 1950-an dan 1960-an mengakibatkan interaksionisme simbolik muncul kembali ke permukaan dan berkembang pesat hingga saat ini. Selama tahun 1960-an tokoh-tokoh interaksionisme simbolik sperti Howard S.Becker dan Erving Goffman menghasilkan kajian-kajian interpretif yang menarik dan menawarkan


(48)

40

pandangan alternatif yang sangat memilkat mengenai sosialisasi dan hubungan antara individu dan masyarakat.

Menurut Meltzer, sementara interaksionisme simbolik dianggap relative homogen, sebenarnya perspektif ini terdiri dari beberapa mahzab berdasarkan akar historis dan intelektual mereka yang berbeda. Aliran-aliran interaksionisme simbolik tersebut adalah mahzab Chicago, Mahzab Iowa, Pendekatan Dramaturgis, dan Etnometodologi. Mazhab Chicago dan Dramaturgis tampaknya memberikan pemahaman lebih lengkap mengenai realitas yang dikaji. Kedua pendekatan itu tidak hanya menganalisis kehadiran manusia di antara sesamanya, tetapi juga motif, sikap, nilai yang mereka anut dalam privasi mereka.

Sebagian pakar berpendapat, teori interaksionisme simbolik, khususnya dari George Herbert Mead, seperti teori etnometodologi dari Harold Garfinkel yang juga berpengaruh di Amerika, serta teori fenomenologi dari Alfred Schutz yang berpengaruh di eropa, sebenarnya berada di bawah teori tindakan sosial yang ikemukakan filsuf dan sosiolog Jerman, Max Weber .2

Sebagaimana diakui Paul Rock, interaksionisme simbolik mewarisi tradisi dan posisi intelektual yang berkembang di eropa abad ke-19, meskipun interaksionisme simbolik tidak punya hak waris atasnya atau dianggap sebagai tadisi ilmiah tersendiri. Dengan kata lain, George Herbert Maead tidaklah secara harfiah mengembangkan teori Weber atau bahwa teori Mead

2

Herbert Blumer dan George Herbert Mead dalam Agus Salim (2008). pengantar sosiologi mikro, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hlm, 11


(49)

41

diilhami oleh teori Weber. Hanya memang ada kemiripan dalam pemikiran kedua tokoh tersebut mengenai tindakan manusia. Pemikiran Mead sendiri diilhami beberapa pandangan filsafat, khususnya pragmatisme dan behaviorisme. Ada kemiripan antara pandangan Mead dengan pandangan Schutz. Sejumlah interaksionis memang menekankan dimensi fenomenologis dengan mensintesiskan karya mereka dengan gagasan Alfred Schutz dan para pengikutnya.

Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia ketika dan sejauh individu memberikan suatu makna subjektif terhadap perilaku tersebut. Tindakan disini bisa terbuka atau tersembunyi, bisa merupakan intervensi positif dalam suatu situasi atau sengaja berdiam diri sebagai tanda setuju dalam situasi tersebut. Menurut Weber, tindakan bermakna sosial sejauh berdasarkan makna subjektifnya yang diberikan individu atau individu-individu, tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorientasikan dalam penampilannya.

Sedangkan interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme yang pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada diluar dirinya. Oleh karena individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Jadi interaksi lah


(50)

42

yang dianggap sebagai variable penting yang menentukan perilaku manusia bukan struktur masyarakat.3

Struktur itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama. Senada dengan asumsi di atas, dalam fenomenologi Schutz, pemahaman atas tindakan, ucapan, dan interaksi merupakan prasyarat bagi eksistensi sosial siapa pun. Dalam pandangan Schutz, kategori pengetahuan pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu dalam interaksi tatap muka dengan orang.

Interaksionisme simbolik Mazhab Iowa menggunakan metode saintifik (positivistik) dalam kajian-kajiannya, yakni untuk menemukan hukum-hukum universal mengenai perilaku sosial yang dapat diuju secara empiris, sementara Mazhab Chicaga menggunakan pendekatan humanistik. Dan Mazhab yang populer digunakan adalah Mazhab Chicago.

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orag lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya atau

3


(51)

43

tuntutan peran. Manusia bertindak hanyalah berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Tidak mengherankan bila frase-frase “definisi situasi” , “realitas terletak pada mata yang melihat” dan “bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil dalam konsekuensinya” sering dihubungkan dengan interaksionisme simbolik.4

Mead mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun 1920-an ketika beliau menjadi profesor filsafat di Universitas Chicago. Namun gagasangagasannya mengenai interaksionisme simbolik berkembang pesat setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksionisme simbolik, yakni mind, self and society.

Karya Mead yang paling terkenal ini menggarisbawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Tiga konsep ini saling mempengaruhi satu sama lain dalam term interaksionisme simbolik. Dari itu, pikiran manusia (mind) dan interaksi sosial (diri/self dengan yang lain) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) di mana kita hidup. Makna berasal dari interaksi dan tidak dari cara yang lain. Pada saat yang sama “pikiran” dan “diri” timbul dalam konteks sosial masyarakat. Pengaruh

4

Yoseph S Roucek, dalam Fahroni (2009), Skripsi, Interaksi Sosial Mahasiswa Asing (Studi Tentang Mahasiswa Petani dalam berinteraksi dengan warga sekitarnya di Dusun Karang Bendo, Banguntapan , Bantul). Hlm, 11


(52)

44

timbal balik antara masyarakat, pengalaman individu dan interaksi menjadi bahan bagi penelahaan dalam tradisi interaksionisme simbolik.5

Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah payung perspektif yang lebih besar lagi, yakni perspektif fenomenologis atau perspektif interpretif. Secara konseptual, fenomenologi merupakan studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran atau cara kita sampai pada pemahaman tentang objek-objek atau kejadian-kejadian yang secara sadar kita alami.

Fenomenologi melihat objek-objek dan peristiwa-peristiwa dari perspektif seseorang sebagai perceiver. Sebuah fenomena adalah penampakan sebuah objek, peristiwa atau kondisi dalam persepsi individu (Rahardjo, 2005: 44). Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu itu bukanlah sesorang yang bersifat pasif, yang keseluruhan perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur-struktur lain yang ada di luar dirinya, melainkan bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Oleh karena individu akan terus berubah maka masyarakat pun akan berubah melalui interaksi itu. Struktur itu tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama Jadi, pada intinya, bukan struktur masyarakat melainkan interaksi lah yang dianggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku manusia. Melalui

5


(53)

45

percakapan dengan orang lain, kita lebih dapat memahami diri kita sendiri dan juga pengertian yang lebih baik akan pesan-pesan yang kita dan orang lain kirim dan terima. Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia. Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik, proses sosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan aturanaturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.

Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang


(54)

46

dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.

Teori ini berpandangan bahwa kenyataan sosial didasarkan kepada definisi dan penilaian subjektif individu. Struktur sosial merupakan definisi bersama yang dimiliki individu yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang cocok, yang menghubungkannya satu sama lain. Tindakan-tindakan individu dan juga pola interaksinya dibimbing oleh definisi bersama yang sedemikian itu dan dikonstruksikan melalui proses interaksi.6

Mead adalah pemikir yang sangat penting dalam sejarah interaksionisme simbolik. Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) mengatakan bahwa ada tiga tema besar yang mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik.7

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia

a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan

orang lain terhadap mereka.

b. Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.

6

Maryati dan Suryawati (2003), dalam syafruddin 2011. pola komunikasi antar budaya dalam interaksisosial etnis karo dan etnis minang di kecamatankabanjahe kabupaten karo. dalam jurnal Ilmu Sosial-Fakultas Isipol UMA. Volume4/ nomor 2/ oktober 2011. Hlm, 87

7


(55)

47

c. Makna dimodofikasi melalui proses interpretif.

2. Pentingnya konsep mengenai diri

a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.

3. Hubungan antara individu dan masyarakat

c. Orang dan kelompok- kelompk dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.

d. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam bukunya yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik. Dengan demikian, pikiran manusia (mind), dan interaksi sosial (diri/self) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society).

1. Pikiran (Mind)

Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan


(56)

48

individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan. Itulah yang kita namakan pikiran.

Melakukan sesuatu berarti memberi respon terorganisir tertentu, dan bila seseorang mempunyai respon itu dalam dirinya, ia mempunyai apa yang kita sebut pikiran. Dengan demikian pikiran dapat dibedakan dari konsep logis lain seperti konsep ingatan dalam karya Mead melalui kemampuannya menanggapi komunitas secara menyeluruh dan mengembangkan tanggapan terorganisir. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah.8

2. Diri (Self)

Banyak pemikiran Mead pada umumnya, dan khususnya tentang pikiran, melibatkan gagasannya mengenai konsep diri. Pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri adalah kemampuan khusus untuk menjadi subjek maupun objek. Diri mensyaratkan proses sosial yakni komunikasi antar manusia. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan antara hubungan sosial. Menurut Mead adalah mustahil membayangkan diri yang muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial. Tetapi, segera setelah diri berkembang, ada kemungkinan baginya untuk terus ada tanpa kontak sosial.9

8

Raho, Bernard, (2007). Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka: Jakarta. Hlm, 110-111

9


(57)

49

Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran. Artinya, di satu pihak Mead menyatakan bahwa tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. Di lain pihak, diri dan refleksitas adalah penting bagi perkembangan pikiran. Memang mustahil untuk memisahkan pikiran dan diri karena diri adalah proses mental. Tetapi, meskipun kita membayangkannya sebagai proses mental, diri adalah sebuah proses sosial.

Dalam pembahasan mengenai diri, Mead menolak gagasan yang meletakkannya dalam kesadaran dan sebaliknya meletakkannya dalam pengalaman sosial dan proses sosial. Dengan cara ini Mead mencoba memberikan arti behavioristis tentang diri. Diri adalah di mana orang memberikan tanggapan terhadap apa yang ia tujukan kepada orang lain dan dimana tanggapannya sendiri menjadi bagian dari tindakannya, di mana ia tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri, tetapi juga merespon dirinya sendiri, berbicara dan menjawab dirinya sendiri sebagaimana orang lain menjawab kepada dirinya, sehingga kita mempunyai perilaku di mana individu menjadi objek untuk dirinya sendiri. Karena itu diri adalah aspek lain dari proses sosial menyeluruh di mana individu adalah bagiannya.

Mekanisme umum untuk mengembangkan diri adalah refleksivitas atau kemampuan menempatkan diri secara tak sadar ke dalam tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak.


(58)

50

Akibatnya, orang mampu memeriksa diri sendiri sebagaimana orang lain memeriksa diri mereka sendiri. Seperti dikatakan Mead :

“Dengan cara merefleksikan, dengan mengembalikan pengalaman individu pada dirinya sendiri keseluruhan proses sosial menghasilkan pengalaman individu yang terlibat di dalamnya; dengan cara demikian, individu bisa menerima sikap orang lain terhadap dirinya, individu secara sadar mampu menyesuaikan dirinya sendiri terhadap proses sosial dan mampu mengubah proses yang dihasilkan dalam tindakan sosial tertentu dilihat dari sudut penyesuaian dirinya terhadap tindakan sosial itu”

Diri juga memungkinkan orang berperan dalam percakapan dengan orang lain. Artinya, seseorang menyadari apa yang dikatakannya dan akibatnya mampu menyimak apa yang sedang dikatakan dan menentukan apa yang akan dikatakan selanjutnya.

Untuk mempunyai diri, individu harus mampu mencapai keadaan “di luar dirinya sendiri” sehingga mampu mengevaluasi diri sendiri, mampu menjadi objek bagi dirinya sendiri. Untuk berbuat demikian, individu pada dasarnya harus menempatkan dirinya sendiri dalam bidang pengalaman yang sama dengan orang lain. Tiap orang adalah bagian penting dari situasi yang dialami bersama dan tiap orang harus memperhatikan diri sendiri agar mampu bertindak rasional dalam situasi tertentu. Dalam bertindak rasional ini mereka mencoba memeriksa diri sendiri secara impersonal, objektif, dan tanpa emosi.10

Tetapi, orang tidak dapat mengalami diri sendiri secara langsung. Mereka hanya dapat melakukannya secara tak langsung melalui penempatan diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain itu. Dari

10


(1)

91

a. Objek Fisik (Benda)

Maksud dari objek fisik (benda) dari penelitian ini menyangkut material budaya yang digunakan dalam tradisi haul, seperti menabur bunga, menyiram kuburan, membaca kitab suci dll. b. Objek Sosial (Perilaku Manusia) Dari segi objek sosial (perilaku

manusia), tentunya diaplikasikan melalui perilaku-perilaku yang tampak dari perilaku-perilaku orang tersebut yang menjadikan tradisi haul sebagai komunikasi ritual, seperti perilaku verbal dan non verbal.

2. Produk Interaksi Sosial Selaras dengan hal itu penelitian ini pun menyangkut simbol-simbol atau lambang cultural yang dimaknai oleh prilaku orang yang melakukan Ritual Dalam Tradisi haul Di desa bungah


(2)

92

BAB 1V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Desa Bungah adalah masyarakat Salafi yang masih mempertahankan berbagai tradisi keagamaan, termasuk Haul, yang dibawanya dari daerah asalnya masing-masing, selain juga dilakukan oleh masyarakat muslim asli daerah ini. Tradisi Haul, sebagaimana beberapa tradisi keagamaan lainnya, ini dapat bertahan di tengah terpaan modernisasi dan indutrialisasi yang terjadi di Desa Bungah dilakukan dalam dua konteks, yakni silaturahmi keluarga, dan mengenang wafatnya K.H. Sholeh Tsani, Haul memiliki beberapa makna simbolik, yakni ketaatan terhadap agama, kerekatan atau kolektivitas masyarakat, solidaritas sosial, dan penciri masyarakat tradisional.

B. SARAN

Di masa kepemimpinan Kiai Ahmad Muhammad al-Hammad (1982 – 2013), sekarang digantikan kiai Muhammad Iqlil perkembangan pendidikan semakin maju. Terbukti, animo masyarakat terhadap TPP Qomaruddin semakin besar. Sampai sekarang, nama Pondok Pesantren Qomaruddin inilah yang secara resmi atau secara formal administrative dipergunakan, baik untuk keperluan internal maupun eksternal. Dikatakan secara resmi atau secara formal administrative, karena sejak tahun 1972, telah dibentuk yayasan pengelolah pendidikan di pesantren dengan nama


(3)

93

“Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin”. Dalam usianya yang telah

mencapai dua abad lebih, secara berturut-turut pesantren Qomaruddin dipimpin oleh dzurriyat (keturunan) kiai Qomaruddin yang ditetapkan melalui musyawarah keluarga. Dalam tradisi pesantren Qomaruddin, suksesi kepemimpinan dilakukan pada saat pemangku pulang kerahmatullah (meninggal dunia). Sebelum dilakukan sholat jenazah dan pemakaman, para sesepuh pesantren yang terdiri atas dzurriyat (keturunan) kiai Qomaruddin bermusyawarah untuk menentukan yang berhak menjadi pemangku (pemimpin) berikutnya. Di antara kreteria utama yang menjadi pertimbangan adalah, pertama, hubungan kekerabatan. Kedua, kemampuan membaca kitab. Ketiga, penguasaan terhadap ilmu agama. Keempat, pengabdian di pesantren. Kelima, dikenal oleh masyarakat luas. Sampai saat ini pemangku (kepemimpinan) di Pondok Pesantren Qomaruddin sudah mengalami pergantian sebanyak delapan kali (delapan generasi).

Para pemangku yang dimaksud ialah:

1. Kiai Qomaruddin, pendiri Pondok Pesantren Qomaruddin (1775 – 1783)

2. Kiai Harun (Kiai Shalih Awwal) (1801 – 1838M/1215 – 1254H) 3. Kiai Basyir, memangku tahun (1838 – 1862M/1254 -1279H)

4. Kiai Nawawi (Kiai Shalih Tsani) pada tahun (1862 – 1902M/1279 – 1320H)


(4)

94

6. Kiai Shalih Musthafa pada tahun 1948 – 1982/1368 – 1402H)

7. Kiai Ahmad Muhammad al-Hammad, memangku tahun (1982M/1402H – 2013M/1434H).


(5)

96

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Dinamika Islam Cultural. Bandung: Mizan, 2000. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

Bassam, Tibi. Islam dan Perubahan Social. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2001. Bruinessen, Martin van. NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru.

Jakarta: Mizan, 1994.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010

Blumer, Herbert. dan George Herbert Mead. Dalam Agus Salim Pengantar Sosiologi Mikro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Cerita rakyat, desa Bungah Gresik.

Departemen Agama Republik Indonesia, al- Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Karya Agung, 2006.

Derajat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintan. 1996. D. Sibb, et. Al. The Enclopaedie of Islam.

Douglas. Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004

Faisol, Sanapiah. Metode Penelitian Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1992.

Freire, Paulo. Politik Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Geertz, clevertz Budaya dan Tatanan Sosial, dalam perspektif Antropologi Budaya. 1957

Jabir, Abd Rauf. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Qomaruddin. Sampurnan: 25 Maret, 2007.


(6)

97

Maryati dan Suryawati. Pola Komunikasi Antar Budaya dalam Interaksisosial Etnis Karo Dan Etnis Minang Di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo. 2011.

Marzuki. Metodologi Riset. Yogjakarta: BPFE-UII, 2002

Mulyana, Deddy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Munawir, Abdul fatah. Tradsisi Orang-Orang NU. Yogyakarta: Lkis, 2006. Mustopo, Habib. Kebudayaan Islam di Jawa Timur. Yogyakarta: Candela

Grafika, 2001.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2005.

Monografi desa Bungah Maret 2015.

Narbuko, Cholid. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara, 1997.

Nu’aim, Abu Muhammad Faishal Jamil. Salafy edisi XI/Jumadil Akhir 1417 H. 2015

Raho, Bernard. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007. Roger, Kessing. Antropologi Budaya. Jakarta: Airlangga, 1992.

Roucek, Yoseph S. Interaksi Sosial Mahasiswa. 2009.

Septi, Ariadi dan Suyanto Bagong. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Asing Studi Tentang Mahasiswa Petani dalam berinteraksi dengan warga sekitarnya di Dusun Karang Bendo, Banguntapan. Bantul.

Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial dan Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003.