PERBEDAAN SELF MONITORING DAN MINAT KERJA KARYAWAN OUTSOURCING PT. POS INDONESIA KEBON ROJO SURABAYA.

(1)

PERBEDAAN SELF MONITORING DAN MINAT KERJA KARYAWAN

OUTSOURCING PT. POS INDONESIA KEBON ROJO SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) psikologi (S.Psi)

Retno Maisyaroh B77211106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

PERT{YATAAN

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa.skripsi yang-berj-u!)ll "Perbedaan Sef

Monitoring dan tvtinat K"4u tcuryu*

a! outsouriw

PT. POS Indonesia Kebon

Rojo Surabuyu" t"tuputun k"ry". asli yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana psikologi di Universitasislam Negeii lunan Ampel Surabaya' Karya ini sepanjang pengetahuan feneliti tidak terd;pat karya atau pendapat yang pemah

ditulis atau diterbitkan

i"t

otung lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka'

Surabaya, l8 Agustus 2015


(3)

SKRIPSI

PERBEDAAN SELF MONITORING DAN MINAT KERJA KARYAWAN

OUTSOURCING PT. POS INDONESIA KEBON ROJO SURABAYA

Yang disusun oleh

Retno Maisyaroh 877211106

Yang dipertahankan di depan Tim Penguji

Pada Tanggal l8 Agustus 2015

Kesehatan

Tim Penguji

Penguji L/Pembimbing,

Sholeh, M.Pd

1990021001

,t

offi-.;*ffi,vr.si

Nip. 1952050419800

Dr. i, M.Si

t/

Rizma Fitri, S.Psi, M.Si


(4)

INTISARI

Memasuki era globalisasi, persaingan dalam dunia kerja menjadi kompetitif. Agar Indonesia dapat bersaing dengan Negara lainnya, maka diperlukan tenaga kerja yang mampu bersaing dengan tenaga kerja dari Negara lain. Dengan kata lain, dibutuhkan tenaga kerja dengan performasi kerja yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian komparasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala self monitoring dan skala minat kerja. Subjek penelitian berjumlah lima puluh populasi melalui teknik pengambilan sampling purposive teknik sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self monitoring dan minat kerja pada karyawan outsourcing PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya.


(5)

ABSTRACT

Entered the era globalization, competition in the world of work to be competitive. So that Indonesia can compete with other countries, it is neceddary workforce able to compete with workers from other countries. In other words, it takes manpower with good working perfomation. The purpose of this study was to determine differences in Self-Monitoring and outsourced employees working interest in PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya. This study is a comparative study using data collection techniques such as Self-Monitoring scale and the scale of the working interest. Research subjects, fifty populations through sampling technique purposive sampling technique. The results showed that there are differences in Self-Monitoring and interest of the employees working in outsourcing PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya. Keywords: Self-Monitoring, the working interest, outsourcing.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PENGESAHAN……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN………... iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL………...…… vii

DAFTAR GAMBAR………..……… viii

DAFTAR LAMPIRAN………..………. ix

INTISARI………...………….. x

ABSTRACT………...…………... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………...……… 1

B. Rumusan Masalah……….……… 11

C. Tujuan Penelitian……….………. 11

D. Manfaat Penelitian………... 11

E. Keaslian Penelitian……… 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Monitoring………..……… 14

B. Minat Kerja……….……….. 24

C. Perbedaan Minat Kerja dengan Self Monitoring…………..………. 32

D. Kerangka Teoritis/Landasan Teoritis………..……….. 38

E. Hipotesis………..……….. 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional………..……….. 42

B. Populasi, Sample dan Teknik Sampling………...………. 44

C. Teknik Pengumpulan Data………...……. 45

D. Validitas dan Reliabilitas………...………...……… 46

E. Analisis Data………...…….. 57

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek………...……… 58

2. Deskripsi dan Reliabilitas………...……….. 65

3. Pengujian Hipotesis………...……… 73

B. Pembahasan………...……… 75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………...………. 78

B. Saran……….. 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Blueprint Aitem Self Monitoring…………...……… 79


(7)

Lampiran 3 Blueprint Self Monitoring………..…… 85

Lampiran 4 Blueprint Minat Kerja……… 87

Lampiran 5 Blueprint Penelitian Aitem Self Monitoring…...……...……… 90

Lampiran 6 Blueprint Penelitian Aitem Minat kerja ……… 93

Lampiran 7 Blueprint Penelitian Self Monitoring……….……… 96

Lampiran 8 Blueprint Penelitian Minat Kerja…………...……..……….. 98

Lampiran 9 Tabulasi Data Uji Coba Aitem Self Monitoring……….. 101

Lampiran 10 Tabulasi Data Uji Coba Self Monitoring………... 103

Lampiran 11 Tabulasi Data Uji Coba Aitem Minat Kerja……….. 105

Lampiran 12 Tabulasi Data Uji Coba Minat Kerja………. 107

Lampiran 13 Tabulasi Data Aitem Penelitian Self Monitoring………... 108

Lampiran 14 Tabulasi Data Penelitian Self Monitoring……….. 111

Lampiran 15 Tabulasi Tabulasi Penelitian Minat Kerja………. 114

Lampiran 16 Uji Coba Self Monitoring ………...……….. 117

Lampiran 17 Uji Coba Minat Kerja……… 121

Lampiran 18 Angket Penelitian Self Monitoring……… 123

Lampiran 19 Angket Minat Kerja ………. 126

Lampiran 20 Hasil Reliabilitas dan Validitas Self Monitoring……….. 128

Lampiran 21 Hasil Reliabilitas dan Validitas Minat Kerja……… 132

Lampiran 22 Hasil Uji Coba Normality………. 135


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki era globalisasi, persaingan dalam dunia kerja menjadi kompetitif. Agar Indonesia dapat bersaing dengan Negara lainnya, maka diperlukan tenaga kerja yang mampu bersaing dengan tenaga kerja dari Negara lain. Dengan kata lain, dibutuhkan tenaga kerja dengan performasi kerja yang baik.

Demi tercapainya visi dan misi dari perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk perencanaan dan pengembangan SDM. Salah satunya adalah untuk proses seleksi karyawannya. Hal ini menyebabkan adanya suatu ekspektansi dari pihak pengelola terhadap kinerja karyawannya.

Pada saat peneliti sedang ada tugas di waktu magang di sebuah Perusahaan yang di mana perusahaan tersebut adalah salah satu perusahaan BUMN, yang performasi kerjanya harus baik dan bernilai positif di mata masyarakat. Perusahaan tersebut adalah PT. POS Indonesia Kebon Rojo Surabaya. Di mana perusahaan tersebut diwajibkan untuk melayani para pengguna jasa tersebut dengan performasi kerja secara baik dan bernilai positif atau berkerja secara profesional. Dari fenomena yang terjadi saat ini, banyaknya konsumen yang merasa tidak dan kurang puas


(9)

2

dalam konteks pelayanan terhadap jasa perusahaan tersebut, seperti adanya masalah keterlambatan pengiriman, dan pembayaran atau administrasi barang, maka para pekerja distribusi dan loket atau sales harus benar-benar bekerja secara profesional dan masalah yang selanjutnya yaitu menurut hasil wawancara dari karyawan tetap kenapa karyawan outsourcing tersebut mau diletakkan bagian yang berbeda sedangkan gajinya pun sama, apakah hal tersebut dari minat kerja mereka, agar konsumen dapat merasa puas terhadap jasa perusahaan dan menyakinkan, para konsumen untuk terus memiliki rasa kepercayaan terhadap jasa dan kinerja perusahaan tersebut.

Dari fenomena yang ada di lapangan yang ada peneliti meneliti minat kerja, karena adanya performasi kerja yang kurang baik dari pekerja outsourcing di bagian loket (sales person) dengan bagian distribusi di PT POS Indonesia Kebon Rojo Surabaya.

Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, di mana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan management berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak. Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing dalam bahasa Indonesia tersebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan management harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni


(10)

3

Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut maka perusahaan harus benar-benar mencari dan menyeleksi calon karyawan yang mempunyai self monitoring dan minat yang baik, agar mampu tercapainya kesuksesan dalam karir bekerja.

Kesuksesan karir dan tercapainya tujuan organisasi, ternyata sangat tergantung pada hubungan inter-personal yang efektif. Sehubungan dengan hal ini, pekerjaan dalam bidang penjualan khususnya di bagian loket atau biasa yang disebut dengan salesperson, pantas mendapatkan perhatian lebih karena pekerjaan tersebut memegang peranan penting dalam menunjang perekonomian perusahaan (Vinchur, Schippmann, dkk, 1998; Smee, 1990).

Individu yang bekerja dalam bidang ini harus selalu siap menerima penolakan dari pelanggan, mencoba mencari pelanggan baru, dan mempertahankan pelanggan yang lama (Vinchur, Schipmann, dkk, 1998). Chan (2003), menyatakan bahwa saat ini konsumen butuh dikenali, diberi reward dan pelayanan yang baik.

Selain dapat menfasilitasi pekerjaan kita, kehadiran individu lain membuat apa yang kita kerjakan menjadi lebih berarti dan dapat mengurangi stress kerja. Hubungan interpersonal yang baik sangat berguna


(11)

4

untuk mengembangkan konsep diri yang baik, membantu individu dalam proses aktualisasi diri dan dalam membangun mental yang sehat. Di lain pihak, hubungan interpersonal yang buruk dapat menyebabkan individu terisolasi dari dunia luar, menjadi kurang pengetahuan, dipecat dari pekerjaan, menurun produktivitasnya, bahkan dapat menyebabkan gangguan psikologis dan gangguan kesehatan (Johnson, 1986; Cohen & Williamson, 1991).

Salah satu factor yang berperan dalam membantu hubungan interpersonal yang baik adalah bagaimana individu mampu menampilkan kesan yang tepat pada situasi atau individu yang berbeda. Hal ini disebut sebagai self-monitoring (Baron & Byrne, 1994).

Berdasarkan teori self-monitoring, individu akan menyesuaikan diri dengan situasi tertentu menggunakan banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self-monitoring rendah) ataupun sekitarnya (self-monitoring tinggi) sebagai informasi. Individu dengan self-monitoring tinggi selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain (Ganggested & Snyder, 2000).

Self monitoring merupakan tingkatan individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan internal dan reaksi orang lain (Self-monitoring tinggi) atau atas dasar factor internal seperti keyakinan, sikap dan minat (Self-monitoring rendah). Self-monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya


(12)

5

dihadapan orang lain dengan menggunakan informasi yang ada pada dirinya atau informasi yang ada disekitarnya.

Menurut Bringgs dan Cheek (1998) self-monitoring mempunyai tiga komponen, komponen tersebut, yaitu Ekspressive self control, social stage presence, dan other directed self present.

Ekspressive self control, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai Self-monitoring tinggi suka mengontrol tingkah lakunya agar telihat baik.

Social stage presence, yaitu kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian social.

Other directed self present, kemampuan untuk memainkan peran seperti yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi social, kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi.

Self monitoring adalah individu yang memiliki perbedaan cara memaknai sebuah situasi eksternal untuk berperilaku. Perbedaan tersebut berdasarkan seberapa bisa atau seberapa besar mereka mengontrol sebuah perilaku.

Teori Mark Snyder menyebutkan bahwa self monitoring terbagi menjadi dua yaitu high self-monitoring dan low self-monitoring namun pada dimensi yang sama. High self-monitoring merupakan perilaku seseorang yang memiliki responsifitas tinggi dan kekuatan interpersonal yang sesuai terhadap situasi eksternal. Sedangkan low self-monitoring


(13)

6

bukan merupakan perilaku yang tidak ekspresif terhadap situasi namun lebih tepatnya, perilaku yang dikarenakan secara fungsional yang mencerminkan sebuah emosi terhadap situasi tersebut (Gangestad & Snyder, 2000). Menurut Mark Snyder bahwa self-monitoring merupakan sebuah sifat umum terhadap penerimaan dan menjadi arah dalam perilaku seseorang berdasarkan isyarat umum didalam diri seseorang atau pada situasi tertentu.

Proses terbentukanya self-monitoring adalah adanya faktor-faktor seperti pergaulan sosial, pergaulan sosial, latar belakang sosial, keyakinan, sikap, dan minat. Dengan self monitoring seseorang dapat bertingkah laku yang sesuai kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya.

Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran, karena kenyakinan merupakan suatu sikap, sedangkan sikap adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap stimulus atau obyek, dan minat adalah suatu kekuatan yang memotivasi untuk bertingkah laku memilih pekerjaan yang dirasakan memberikan kesenangan dan kepuasan (Drever, 2006).

Ada beberapa indicator dalam self-monitoring:

1. Menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial

2. Memperhatikan informasi eksternal sebagai acuan berperilaku 3. Kemampuan mengontrol dan mengubah perilaku


(14)

7

4. Hubungan interpersonal

5. Variasi tingkah laku terhadap situasi dilingkungan sosial

6. Mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya pada situasi-situasi yang penting.

Hubungan self-monitoring terhadap dunia kerja yaitu sama-sama mempunyai keinginan tercapainya visi dan misi. Dalam melakukan pekerjaannya banyak faktor yang dapat mempengaruhi performasi kerja individu, antara lain hubungan interpersonal. Kesuksesan karir dan tercapainya tujuan organisasi, ternyata sangat tergantung pada hubungan interpersonal yang efektif.

Hubungan interpersonal yang baik sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan social dan kognitif, mengembangkan konsep diri yang baik, membantu individu dalam proses aktualisasi diri dan dalam membangun mental yang sehat. Di lain pihak, hubungan interpersonal yang buruk dapat menyebabkan individu terisolasi dari dunia luar, menjadi kurang pengetahuan, dipecat dari pekerjaan, menurun produktivitasnya, bahwa dapat menyebabkan gangguan psikologis dan gangguan kesehatan (Johnson, 1986; Coben & Williamson, 1991).

Salah satu faktor yang berperan dalam membangun hubungan interpersonal yang baik adalah bagaimana individu mampu menampilkan kesan yang tepat pada situasi atau individu yang berbeda (Baron & Bryne, 1994).


(15)

8

Konsep self-monitoring dikemukakan oleh Snyder (1974) sebagai kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan factor internal seperti kepercayaan, sikap, dan kepentingan dari individu yang bersangkutan.

Dari beberapa factor yang mempengaruhi self monitoring peneliti memilih minat untuk dijadikan sebagai variable x (bebas), karena minat mempengaruhi hubungan interpersonal dan performasi kerja. Anastasi (1997) menyatakan bahwa minat seseorang merupakan aspek penting kepribadian dan dapat mempengaruhi hubungan antar pribadi.

Noah (2001) menyatakan bahwa minat seseorang terhadap pekerjaan tertentu dapat menjadi dasar prediksi bagi kesuksesan pekerjaannya di kemudian hari.

Minat terhadap pekerja sebagai distribusi dan salesperson (tenaga penjual khususnya loket). Harrocks (1976) dan Skinner (1979) mendefinisikan minat sebagai tatanan sikap yang menunjukkan adanya ketertarikan atau perhatian selektif terhadap objek atau aktivitas tertentu.

Anastasi (1997), menyatakan bahwa minat seseorang merupakan aspek penting kepribadian dan dapat mempengaruhi hubungan antar pribadi.

Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat terhadap pekerja outsourching bagian distrubusi dan loket yaitu kecenderungan individu untuk merasa tertarik pada bidang atau hal yang berhubungan


(16)

9

dengan pelayanan jasa, merasa senang berkecimpung atau melakukan aktivitas dalam bidang tersebut.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat seseorang antara lain keluarga, teman sepermainan dan pengalaman. Minat seseorang pada pekerjaan tertentu dapat dipengaruhi pula oleh kompensasi atau apa yang akan didapatkannya dari pekerjaan tersebut (Desseler, 2000).

Jadi, self-monitoring merupakan sebuah proses adaptasi yang melibatkan individu dalam merencanakan dan menentukan tingkah laku untuk menghadapi situasi eksternal, sedangkan minat itu sendiri adalah kekuatan yang memotivasi untuk bertingkah laku memilih pekerjaan yang dirasakan memberikan kesenangan dan kepuasan (Drever, 2006). Selain itu, minat juga dapat berperan sebagai motivator sehingga individu memiliki kesiapan yang mengarah tingkah lakunya ke arah goal tertentu (J.P. Chaplin, 2002).

Woodworth & Marquis mengemukakan, bahwa kegiatan akan berlangsung dengan lancar dan berhasil, apabila ada minat yang besar dari individu. Sedangkan menurut Steers & Porter, 2002, minat merupakan intrinsically motivating, yaitu individu akan lebih termotivasi dalam menyelesaikan tugasnya, karena tugas tersebut dirasakan menyenangkan.

Dari fenomena yang terjadi saat ini, banyaknya konsumen yang merasa tidak dan kurang puas dalam konteks pelayanan terhadap jasa perusahaan tersebut, seperti adanya masalah kesalahan dalam pengiriman,


(17)

10

pembayaran atau administrasi barang, dan kurang kecekatan pekerja dalam pelayanannya, maka para pekerja distribusi dan loket atau sales harus benar-benar bekerja secara professional dan masalah yang selanjutnya yaitu menurut hasil wawancara dari karyawan tetap kenapa karyawan outsourching tersebut mau diletakkan bagian yang berbeda sedangkan gajinya pun sama, apakah hal tersebut dari minat mereka bekerja, agar konsumen dapat merasa puas terhadap jasa perusahaan dan menyakinkan, para konsumen untuk terus memiliki rasa kepercayaan terhadap produk dan kinerja perusahaan tersebut.

Dari berbagai uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hubungan interpersonal, yang mempengaruhi self monitoring, serta minat terhadap suatu pekerjaan memegang peranan penting dalam menentukan performasi kerja individu.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan self monitoring yang ditinjau dari minat kerja antara karyawan outsourcing bagian distribusi dengan loket PT. POS INDONESIA kebon rojo Surabaya dengan menggunakan perusahaan, sampel, instrument dan analisa data yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.


(18)

11

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan self monitoring karyawan outsourcing PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya.

2. Apakah terdapat perbedaan minat kerja karyawan outsourcing PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sejauh mana minat kerja mempengaruhi perbedaan self monitoring pada karyawan outsourcing PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan bidang psikologi industri, khususnya memberi tambahan informasi kajian empirik tentang perbedaan self monitoring dan minat kerja antara karyawan outsourcing bagian loket (salesperson) dengan bagian distribusi PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya.

Dari segi pekerja, diharapkan dapat memberi masukan yang berguna dari para pekerja yang berkecimpung di dunia industri.


(19)

12

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk merekomendasikan pentingnya minat terhadap self monitoring karyawan, khusunya pegawai outsourcing bagian loket (salesperson) dengan bagian distribusi.

E. Keaslian Penelitian

Fenomena perbedaan self monitoring karyawan yang ditinjau dari minat kerja telah diteliti atau dikaji dalam penelitian-penelitian terdahulu. Dalam penelitian sebelumnya, penelitian dilakukan terhadap 85 tenaga penjualan (salesperson) PT. GKM, dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan self monitoring karyawan yang ditinjau dari minat kerja. Dari data yang diperoleh para peniliti sebelumnya yaitu menggunakan metode One Way Anova dengan bantuan program SPSS v.16 for Windows. Pada penelitian Nita Ratnasari (2012) juga melakukan penelitian dengan judul dan konsep serta metode penelitian maupun analisa yang sama seperti halnya penelitian ini. Pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian disebuah PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-Renz Taxi), jumlah populasi penelitian sebanyak 33 orang. Kemudian data dianalisis menggunakan teknik analisis statistic parametric Independent T-test dengan bantuan program SPSS v.16 for windows. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua kelompok self monitoring. Besar taraf signifikansi 0.011 yaitu lebih kecil


(20)

13

dari 0.05 sehingga perbedaan yang ada signifikan secara statistic. Besar etasquared adalah 0.18890 yang berarti efek yang ditimbulkan besar.

Pada penelitian sebelumnya, yang ketiga yaitu, penelitian dari Anastasia Anin, peneliti mengambil populasi di Universitas Gadjah Mada fakultas ekonomi dengan subjek sebanyak 92 mahasiswa. Dalam penelitiannya terdapat identifikasi positif dan signifikan, yaitu (r = 0.402; p = 0.000) yang mengartikan hipotesis berhubungan, dan kontribusi self monitoring 16.2%. Pada penelitian Raharjo Soni sebelumnya, selanjutnya peneliti mengambil populasi di sebuah SD Negeri di kecamatan Tanjungmorawa kabupaten Deli Serdang. Peneliti meneliti tentang self monitoring guru, dengan populasi penelitian sebanyak 49 orang yang dipilih secara random sampling. teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu angket untuk mengukur setiap varibel penelitian. Teknik analisis data yaitu pendekatan kuantitatif dengan analisis jalur. Hasil penelitian sebelumnya, analisis dari pengujian hipotesis penelitian diperoleh bahwa r = 0.495,2 terdapat pengaruh pada self monitoringnya guru. Namun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada tempat observasi dan subjek penelitian, sehingga hasil penelitian dan analisa jelas murni berbeda.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Self Monitoring

Setiap individu berbada dalam memilih jenis informasi yang digunakan untuk konsep dirinya. Tiap-tiap individu memiliki kesadaran berbeda-beda tentang cara menampilkan perilaku pada orang lain yang disebut sebagai self monitoring (Penrod, 1986). Self-monitoring adalah kemampuan individu untuk menangkap petunjuk yang ada disekitarnya, baik personal maupun situasi yang spesifik untuk mengubah penampilannya, dengan tujuan untuk menciptakan kesan yang positif yang meliputi kemampuan individu untuk memantau perilakunya dan juga sensitivitas individu untuk melakukan pemantauan terhadap dirinya (Hiskawati, 2004).

Self-monitoring merupakan tingkatan induvidu yang mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan internal dan reaksi orang lain (Self-monitoring tinggi) atau atas dasar factor internal seperti keyakinan, sikap, dan minat (Self-monitoring rendah). Self-monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan informasi yang ada pada dirinya atau informasi yang ada disekitarnya (Snyder & Ganggested, 1986).


(22)

15

Menurut Baron & Byrne (1994), Self-monitoring adalah salah satu factor yang berperan dalam membangun hubungan interpersonal yang baik adalah bagaimana individu mampu menampilkan kesan yang tepat pada situasi atau individu yang berbeda.

Direzkia (1999), Self monitoring melibatkan pertimbangan ketepatan dan kelayakan sosial, perhatian terhadap informasi perbandingan social (social comparison), kemampuan untuk mengendalikan dan memodifikasi penampilan diri dan fleksibilitas penggunaan kemampuan ini dalam situasi tertentu.

Self-monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan konsep pengaturan kesan (impression management) atau konsep pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Teori tersebut menitikberatkan perhatian pada control diri individu untuk memanipulasi citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam melakukan interaksi social (Shaw & Constanzo, 1982). Individu yang baik secara sadar maupun tidak sadar memang selalu berusaha untuk menampilkan kesan tertentu mengenai dirinya terhadap orang lain pada saat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Menurut Snyder (1999, Watson et al., 1984), Self monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada di sekitarnya. Berdasarkan konsep ini Mark Snyder mengajukan konsep self monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang dialami


(23)

16

setiap individu dalam menampilkan impression management dihadapan orang lain.

Snyder & Cartor (1999, Fiske & Taylor, 1991) mendefinisikan self monitoring sebagai cara individu dalam membuat perencanaan, bertindak, dan mengatur keputusan dalam berperilaku terhadap situasi social. Hal ini diperkuat dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan bahwa self monitoring merupakan suatu cirri kepribadian yang mengukur kemampuan individu untuk menyesuaikan perilakunya pada factor-faktor luar.

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa self monitoring merupakan kemampuan individu dalam menampilkan dirinya terhadap orang lain dengan menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya maupun petunjuk-petunjuk yang ada disekitarnya guna mendapatkan informasi yang diperlukan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya.

Berdasarkan teori self monitoring, sewaktu individu akan menyesuaikan diri dengan situasi tertentu, secara umum menggunakan banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self monitoring rendah) ataupun di sekitarnya (self monitoring tinggi) sebagai informasi. Individu dengan self monitoring tinggi selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain. Raven & Rubin 1983, Seorang individu yang memiliki self monitoring tinggi cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu


(24)

17

dengan menggunakan informasi yang diterimanya. Hal ini mencerminkan bahwa individu yang mempunyai self minotoring tinggi biasanya sangat memperhatikan penyesuaian tingkah lakunya pada situasi social dan hubungan interpersonal yang dihadapinya.

Baron & Byrne, 1997:169) menambahkan bahwa individu dengan self monitoring tinggi mampu untuk menyesuaikan diri pada situasi dan mempunyai banyak teman serta berusaha untuk menerima evaluasi positif dari orang lain. Singkatnya, individu dengan self monitoring tinggi cenderung fleksibel, penyesuaian dirinya baik dan cerdas sehingga cenderung lebih cepat mempelajari apa yang menjadi tuntutan di lingkungan pada situasi tertentu (Wrightsman & Deaux, 1981).

Selanjutnya Fiske & Taylor, (1991) menyatakan bahwa individu dengan self monitoring tinggi juga sangat sensitive terhadap norma sosial dan berbagai situasi yang ada disekitarnya sehingga dapat lebih mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Hal ini mencerminkan bahwa individu dengan self monitoring yang tinggi cenderung peka terhadap aturan yang ada di sekitar dirinya sehingga selain berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan situasi (Brehm & Kassin, 1993).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Hoyle & Sowards (Baron & Byrne, 1997) menyatakan bahwa individu dengan self monitoring tinggi cenderung melakukan analisis terhadap situasi social dengan cara


(25)

18

membandingkan dirinya dengan standar perilaku social dan berusaha untuk mengubah dirinya sesuai dengan situasi saat itu.

Individu dengan self monitoring rendah memiliki cirri-ciri yang berkebalikan dengan individu yang memiliki self monitoring tinggi.

Individu yang mempunyai self monitoring rendah lebih mempercayai informasi yang bersifat internal. Menurut Fiske & Taylor (1991), individu dengan self monitoring rendah dalam menampilkan dirinya terhadap orang lain cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya sendiri. Hal ini mencerminkan bahwa individu dengan self monitoring rendah kurang peka akan hal-hal yang ada di lingkungannya sehingga kurang memperhatikan tuntutan-tuntutan dari lingkungannya tersebut yang ditujukan kepada dirinya.

Baron & Byrne (1994), menambahkan bahwa individu yang memiliki self monitoring rendah menunjukkan perilaku yang konsisten. Hal ini dikarenakan factor internal seperti kepercayaan, sikap, dan meinatnya yang mengatur tingkah lakunya (Kreitner dan Kinichi, 2005).

Engel (1995), juga menyatakan bahwa individu dengan self monitoring rendah tidak peduli dengan pendapat orang lain dan lebih mementingkan perasaan dan faktor internal yang dimilikinya. Tidak mengherankan apabila individu ini menjadi cenderung memegang teguh pendiriannya dan tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dan luar dirinya sehingga kurang berhasil dalam melakukan hubungan social (Baron & Byrne, 2004). Hal ini mencerminkan bahwa individu dengan self


(26)

19

monitoring rendah tidak berusaha untuk mengubah perilakunya sesuai dengan situasi dan tidak tertarik dengan informasi-informasi social dari lingkungan di sekitarnya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki self monitoring tinggi menunjukkan ciri-ciri tanggap terhadap tuntutan lingkungan di sekitarnya, memperhatikan informasi social yang merupakan petunjuk baginya untuk menampilkan diri sesuai dengan informasi dan petunjuk tersebut, mempunyai control yang baik terhadap tingkah laku yang akan ditampilkan, mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk berperilaku dalam situasi-situasi yang penting dan mampu mengendalikan diri, menjaga sikap, perilaku serta ekspresif.

Sebaliknya, individu yang memiliki self monitoring rendah menunjukkan ciri-ciri kurang tanggap terhadap situasi-situasi yang menuntutnya untuk menampilkan dirinya, kurang memperhatikan pendapat orang lain dan kurang memperhatikan informasi sosial, kurang dapat menjaga dan tidak peduli dengan kata orang lain, kurang berhasil dalam menjalin hubungan interpersonal, perilaku dan ekspresi diri lebih dipengaruhi oleh pendapat dirinya pada situasi sekitarnya.

1. Aspek-aspek Self monitoring

Menurut Shaw & Constanzo (1982), self monitoring mempunyai aspek yang meliputi:


(27)

20

a. Kesesuaian lingkungan social dengan presentasi diri seorang individu berarti menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam situasi social.

b. Memperhatikan informasi perbandingan social sebagai petunjuk dalam mengekspresikan diri agar sesuai dengan situasi tertentu berarti memperhatikan informasi eksternal yang berasal dan lingkungan sekitarnya sebagai pedoman bagi dirinya dalam berperilaku.

c. Kemampuan mengontrol dan memodifikasi presentasi diri berarti berhubungan dengan kemampuan untuk mengontrol dan mengubah perilakunya.

d. Kesediaan untuk menggunakan kemampuan yang dimilikinya pada situasi-situasi khusus berarti mampu untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki pada situasi-situasi yang penting.

e. Kemampuan membentuk tingkah laku ekspresi dan presentasi diri pada situasi yang berbeda-beda agar sesuai dengan situasi di lingkungan sosialnya berarti tingkah lakunya bervariasi pada berbagai macam situasi di lingkungan social.

Briggs & Cheek (1986, Snyder & Gangestad, 1986) menyempurnakan pendapat Snyder (1974) maupun Lennox & Wolfe (1984) mengenai komponen self monitoring. Briggs & Cheek (Snyder & Gangestad, 1986) menyatakan bahwa pendapat para pendahulunya tersebut kurang dapat digunakan untuk mengukur secara individual.


(28)

21

Ketiga komponen self monitoring yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (Snyder & Gangestad, 1986) adalah sebagai berikut:

a. Expressive self control, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self monitoring tinggi suka mengontrol tingkah lakunya agar terlihat baik. Adapun cirri-cirinya adalah sebagai berikut:

1) Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpura-pura, dan melakukan control ekspresi baik secara verbal maupun non verbal serta control emosi.

2) Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana. 3) Berbicara di depan umum secara spontan.

b. Social Stage Presence, yaitu kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kamampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian social. Ciri-cirinya adalah:

1) Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian. 2) Suka melucu.

3) Suka menilai kemudian memprediksi secara tepat pada suatu perilaku yang belum jelas.

c. Other directed selfpresent, yaitu kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan oleh orang lain dalam situasi social, kemampuan untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi. Ciri-cirinya adalah:


(29)

22

1) Berusaha untuk menyenangkan orang lain.

2) Berusaha untuk tampil menyesuaikan diri dengan orang lain (conformity).

3) Suka menggunakan topeng untuk menutupi persaannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek self monitoring meliputi: expressive self control, social stage presence, dan other directed self presen.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self monitoring

Menurut Wrightsman & Deaux, 1993, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi self monitoring seseorang adalah

a. Bentuk pergaulan sosial b. Kebutuhan sosial

Sejak manusia dilahirkan, mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup sendiri. Setiap manusia selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain menurut Soekanto disebut dengan gregariousness dan karena itu manusia juga disebut dengan social animal, hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah mempunyai dua hasrat yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingny, dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya (Soekanto, 2001)


(30)

23

Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tersebut. Reaksi tersebut kemudian menyebabkan tindakan seseorang menjadi bertambah luas. Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut di atas, manusia menggunakan pikiran, perasaan, dan kehendak.

Dalam setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilaku atau paterns of behavior. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut. Pola-pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang lain dinamakan social organization) (Soekanto, 2001).

Ada beberapa indicator dalam self monitoring:

1. Menyesuaikan peran seperti yang diharapkan orang lain dalam situasi social.

2. Memperhatikan informasi eksternal sebagai acuan berperilaku. 3. Kemampuan mengontrol dan mengubah perilaku.

4. Hubungan interpersonal.

5. Variasi tingkah laku terhadap situasi di lingkungan social.

6. Mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya pada situasi-situasi yang penting.


(31)

24

Di dalam dunia kerja, hubungan self monitoring terhadap dunia kerja yaitu sama-sama mempunyai keinginan tercapainya visi dan misi. Dalam melakukan pekerjaannya banyak factor yang dapat mempengaruhi performasi kerja individu, antara lain hubungan interpersonal. Kesuksesan karir dan tercapainya tujuan organisasi, ternyata sangat tergantung pada hubungan interpersonal yang efektif.

Hubungan interpersonal yang baik sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan sosial dan kognitif, mengembangkan konsep diri yang baik, membantu individu dalam proses aktualisasi diri dan dalam membangun mental yang sehat. Dilain pihak, hubungan hubungan interpersonal yang buruk dapat menyebabkan individu terisolasi dari dunia luar, menjadi kurang pengetahuan, dipecat dari pekerjaan, menurun produktivitasnya, bahwa dapat menyebabkan gangguan psikologis dan gangguan kesehatan (Johnson, 1986; Coben & Williamson, 1991).

B. Minat Kerja

Minat kerja merupakan suatu ketertarikan individu terhadap satu pekerjaan tertentu yang membuat individu itu sendiri merasa senang dengan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini Mappier (1982:62) menjelaskan bahwa minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari campuran-campuran perasaan, harapan, pendidikan, rasa takut atau


(32)

25

kecenderungan lain yang menggerakan individu kepada suatu pilihan tertentu.

Menurut Sukardi (1994:83), minat merupakan satu unsure kepribadian yang memegang peranan penting dalam mengambil keputusan masa depan. Minat kerja mengarahkan individu terhadap suatu pekerjaan atas dasar rasa senang atau rasa tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang merupakan dasar suatu minat kerja terhadap pekerjaan tersebut. Minat kerja seseorang dapat diketahui dari pernyataan senang atau tidak senang terhadap suatu pekerjaan tertentu.

Suryobroto (1988:109) mendefinisikan minat kerja sebagai kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada suatu pekerjaan atau menyayangi suatu pekerjaan. Timbulnya minat kerja terhadap suatu pekerjaan ini ditandai dengan adanya rasa senang atau tertarik. Jadi boleh dikatakan orang yang berminat terhadap sesuatu maka seseorang tersebut akan merasa senang atau tertarik terhadap pekerjaan yang diminati tersebut.

Selain itu Suryobroto (1983:7) juga menyatakan minat kerja adalah pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu pekerjaan serta banyak sedikitnya kekuatan yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan.

Kemudian Suryanto (1983:101) juga mendefinisikan minat kerja sebagai suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauan dan tergantung dari bakat dan lingkungan.


(33)

26

Pemusatan perhatian menurut pendapat tersebut merupan tanda seseorang yang mempunyai minat kerja terhadap suatu yang muncul dengan tidak sengaja yang menyertai sesuatu aktivitas tertentu.

Crown & Crow (1984) menjabarkan bahwa minat kerja dapat menunjukkan kemampuan untuk memperhatikan seseorang. Sesuatu barang atau kegiatan atau sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh kegiatan itu sendiri. Minat kerja dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan hasil dari turut sertanya dalam kegiatan tersebut. Lebih lanjut Crow & Crow menyebutkan bahwa minat kerja mempunyai hubungan erat dengan dorongan-dorongan, motif-motif, dan respon-respon emosional.

Minat kerja menurut Chauhan (1987), pada orang dewasa menentukan aturan penting dalam perkembangan pribadi dan perilaku mereka. Minat kerja adalah hal penting untuk mengerti individu dan menentukan aktivitas di amsa yang akan datang.

Tampubolon (1993) mengemukakan bahwa minat kerja adalah perpaduan antara keinginan dan kemauan kerja yang dapat berkembang jika ada motivasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Sandjaja (2005) bahwa suatu aktivitas tersebut, disini Nampak bahwa minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan sesuatu aktivitas. Meichati (Sandjaja, 2005) mengartikan minat kerja adalah perhatian yang kuat, intensif dan menguasai pekerjaan individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu pekerjaan.


(34)

27

Ginting, 2005 mengungkapkan definisi minat kerja sebagai kesukaan terhadap pekerjaan melebihi pekerjaan lainnya. Ini berarti minat kerja berhubungan dengan nilai-nilai yang membuat seseorang mempunyai pilihan dalam hidupnya, hal tersebut diungkapkan Anastasia dan Urbina (Ginting, 2005). Selanjutnya Ginting (2005) menjelaskan, minat kerja berfungsi sebagai daya penggerak yang mengerahkan seseorang melakukan pekerjaan tertentu yang spesifik, lebih jauh lagi minat kerja mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan yang dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat membentuk suatu kebiasaan dalam diri seseorang. Ditegaskan oleh Elliot dkk (2000) bahwa minat kerja adalah karakteristik tetap yang diekspresikan oleh hubungan antara seseorang dan pekerjaan khusus.

Sutjipto (2001) menjelaskan bahwa minat kerja adalah kesadaran seseorang terhadap suatu pekerjaan, pegawai, masalah kerja, atau situasi kerja yang mempunyai kaitan dengan dirinya. Artinya, minat dalam bekerja harus dipandang sebagai sesuatu yang sadar. Kerenanya minat kerja merupakan aspek psikologis seseorang untuk menaruh perhatian yang tinggi terhadap pekerjaan tertentu dan mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

Nunnally (Sutjipto, 2001), menjabarkan minat kerja sebagai suatu ungkapan kecenderungan tentang kegiatan yang sering dilakukan setiap hari, sehingga kegiatan itu disukainya, sedangkan Guilford (Sutjipto, 2001) menyatakan minat kerja sebagai tendensi seseorang untuk


(35)

28

berperilaku berdasarkan ketertaikannya pada jenis-jenis pekerjaan tertentu. Sementara itu Sax (Sutjipto, 2001), mendefinisikan bahwa minat kerja sebagai kecenderungan seseorang terhadap kegiatan tertentu di atas pekerjaan yang lainnya. Sedangkan Crites (Sutjipto, 2001) mengemukakan bahwa minat kerja seseorang terhadap sesuatu akan lebih terlihat apabila yang bersangkutan mempunyai rasa senang terhapa pekerjaan tersebut.

Ormrod, (2003) berpendapat minat kerja adalah bentuk dari motivasi instrinsik. Pengaruh positif minat akan membuat seseorang mereka tertarik bereksperimen seperti merasakan kesenangan, kegembiraan, dan kesukaan. Ormrod, (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki minat kerja terhadap apa yang dikerjakan lebih dapat mengingatnya dalam jangka panjang dan menggunakannya kembali sebagai sebuah dasar untuk pembelajaran di masa yang akan datang. Pintrich dan Schunk (1996) juga menyebutkan bahwa minat kerja merupakan sebuah aspek penting dari motivasi yang mempengaruhi perhatian, belajar, berpikir dan prestasi.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat diasumsikan bahwa timbulnya minat kerja seseorang itu disebabkan oleh beberapa factor penting yaitu rasa tertarik atau rasa senang, faktor perhatian dan kebutuhan. Kaitannya dengan penelitian minat kerja terhadap pekerjaan yang dikerjakan, minat kerja terhadap sesuatu tersebut tidak dapat diketahui atau diukur secara langsung harus digunakan factor-faktor yang


(36)

29

dapat digunakan untuk mengungkap minat kerja seseorang terhadap pekerjaan. Karena minat kerja tidak dapat diukur secara langsung, maka unsure-unsur atau faktor yang menyebabkan timbulnya minat kerja tersebut diangkat untuk mengungkap minat kerja seseorang. Dalam factor ini disusun pertanyaan yang berguna untuk mengungkap minat seseorang terhadap suatu kegiatan.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat

Minat pada hakikatnya merupakan sebab akibat dari pengalaman. Minat berkembang sebagai hasil dari pada suatu kegiatan dan akan menjadi sebab akan dipakai lagi dalam kegiatan yang sama (Crow, 1973:22). Menurut Crow ada beberapa factor yang mempengaruhi minat kerja.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. The Factor Inner Urge: Rangsangan yang datang dari lingkungan atau ruang lingkup yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan seseorang akan mudah menimbulkan minat kerja.

b. The Factor Of Social Motive: Minat kerja seseorang terhadap pekerjaan atau sesuatu hal. Disamping itu juga dipengaruhi oleh factor dari dalam diri manusia dan oleh motif social.

c. Emosional Factor: Faktor perasaan dan emosi ini mempunyai pengaruh terhadap pekerjaan.

2. Pembagian dan Jenis Minat


(37)

30

1) Minat subyektif: Perasaan yang menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman tertentu yang bersifat menyenangkan.

2) Minat obyektif: Reaksi yang merangsang kegiatan-kegiatan dalam lingkungannya.

b. Menurut Samsudin (1961:8) minat kerja jika dilihat dari segi timbulnya terdiri dari dua macam yaitu:

1) Minat spontan: minat kerja yang timbul dengan sendirinya secara langsung.

2) Minat yang disengaja: minat kerja yang dimiliki karena dibangkitkan atau ditimbulkan.

3. Minat terbagi menjadi 3 aspek, yaitu: (Hurlock, 1995 : 117) a. Aspek kognitif

Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, tempat kerja, dan masyarakat serta dan berbagai jenis media massa.

b. Aspek afektif

Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, lingkungan, dan teman terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.


(38)

31

c. Aspek psikomotor

Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat. 4. Factor-faktor yang Menimbulkan Minat Kerja.

Minat kerja timbul bila ada perhatian dengan kata lain minat kerja merupakan sebab dan akibat dari perhatian. Menurut Wetherrington (1983:136) minat kerja adalah seseorang yang mempunyai perhatian terhadap sesuatu yang dikerjakan, maka ia mempunyai sikap yang positif dan merasa senang terhadap hal tersebut, sebaliknya perasaan tidak senang akan menghambat. Minat kerja timbul karena adanya factor interen dan eksteren yang menentukan minat kerja seseorang.

5. Bentuk-bentuk Minat Kerja

Menurut Buchori (1991:136) minat kerja dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Minat primitive: minat primitive disebut minat yang bersifat biologis, seperti kebutuhan makan, minum, bebas bergaul dan sebagainya. Jadi pada jenis minat ini meliputi kesadaran tentang kebutuhan yang langsung dapat memuaskan dorongan untuk mempertahankan organism.

b. Minat cultural: minat cultural atau biasa yang disebut juga minat social yang berasal atau diperoleh dari proses belajar.


(39)

32

Jadi minat cultural disini lebih tinggi nilainya dari pada minat primitive.

Dari beberapa definisi minat kerja di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai minat kerja, bahwa minat kerja merupakan motivasi intrinsic sebagai kekuatan bekerja yang menjadi daya penggerak seseorang dalam melakukan pekerjaan dengan penuh ketekunan dan cenderung menetap, di mana pekerjaan tersebut merupakan proses pengalaman bekerja yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan mendatangkan perasaan senang, suka, dan gembira.

C. Perbedaan Minat Kerja Terhadap Self Monitoring

Minat kerja merupakan suatu ketertarikan individu terhadap satu pekerjaan tertentu yang membuat individu itu sendiri merasa senang dengan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini Mappier (1982:62) menjelaskan bahwa minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari campuran-campuran perasaan, harapan, pendidikan, rasa takut atau kecenderungan-kecenderungan lain yang menggerakan individu kepada suatu pilihan tertentu.

Menurut Sukardi (1994:83), minat merupakan satu unsur kepribadian yang memegang peranan penting dalam mengambil keputusan masa depan. Minat kerja mengarahkan individu terhadap suatu pekerjaan atas dasar rasa senang atau rasa tidak senang. Perasaan senang


(40)

33

atau tidak senang merupakan dasar suatu minat kerja terhadap pekerjaan tersebut. Minat kerja seseorang dapat diketahui dari pernyataan senang atau tidak senang terhadap suatu pekerjaan tertentu.

Suryobroto (1988:109) mendefinisikan minat kerja sebagai kecenderungan dalam diri individu untuk tertarik pada suatu pekerjaan atau menyayangi suatu pekerjaan. Timbulnya minat kerja terhadap suatu pekerjaan ini ditandai dengan adanya rasa senang atau tertarik. Jadi boleh dikatakan orang yang berminat terhadap sesuatu maka seseorang tersebut akan merasa senang atau tertarik terhadap pekerjaan yang diminati tersebut.

Selain itu Suryobroto (1983:7) juga menyatakan minat kerja adalah pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu pekerjaan serta banyak sedikitnya kekuatan yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan.

Kemudian Suryanto (1983:101) juga mendefinisikan minat kerja sebagai suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauan dan tergantung dari bakat dan lingkungan.

Pemusatan perhatian menurut pendapat tersebut merupan tanda seseorang yang mempunyai minat kerja terhadap suatu yang muncul dengan tidak sengaja yang menyertai sesuatu aktivitas tertentu.

Crown & Crow (1984) menjabarkan bahwa minat kerja dapat menunjukkan kemampuan untuk memperhatikan seseorang. Sesuatu barang atau kegiatan atau sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh kegiatan itu sendiri. Minat kerja


(41)

34

dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan hasil dari turut sertanya dalam kegiatan tersebut. Lebih lanjut Crow & Crow menyebutkan bahwa minat kerja mempunyai hubungan erat dengan dorongan-dorongan, motif-motif, dan respon-respon emosional.

Minat kerja menurut Chauhan (1987), pada orang dewasa menentukan aturan penting dalam perkembangan pribadi dan perilaku mereka. Minat kerja adalah hal penting untuk mengerti individu dan menentukan aktivitas di amsa yang akan datang.

Tampubolon (1993) mengemukakan bahwa minat kerja adalah perpaduan antara keinginan dan kemauan kerja yang dapat berkembang jika ada motivasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Sandjaja (2005) bahwa suatu aktivitas tersebut, disini Nampak bahwa minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan sesuatu aktivitas. Meichati (Sandjaja, 2005) mengartikan minat kerja adalah perhatian yang kuat, intensif dan menguasai pekerjaan individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu pekerjaan.

Aiken (Ginting, 2005) mengungkapkan definisi minat kerja sebagai kesukaan terhadap pekerjaan melebihi pekerjaan lainnya. Ini berarti minat kerja berhubungan dengan nilai-nilai yang membuat seseorang mempunyai pilihan dalam hidupnya, hal tersebut diungkapkan Anastasia dan Urbina (Ginting, 2005). Selanjutnya Ginting (2005) menjelaskan, minat kerja berfungsi sebagai daya penggerak yang mengerahkan seseorang melakukan pekerjaan tertentu yang spesifik, lebih jauh lagi


(42)

35

minat kerja mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan yang dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat membentuk suatu kebiasaan dalam diri seseorang. Ditegaskan oleh Elliot (2000) bahwa minat kerja adalah karakteristik tetap yang diekspresikan oleh hubungan antara seseorang dan pekerjaan khusus.

Sutjipto (2001) menjelaskan bahwa minat kerja adalah kesadaran seseorang terhadap suatu pekerjaan, pegawai, masalah kerja, atau situasi kerja yang mempunyai kaitan dengan dirinya. Artinya, minat dalam bekerja harus dipandang sebagai sesuatu yang sadar. Kerenanya minat kerja merupakan aspek psikologis seseorang untuk menaruh perhatian yang tinggi terhadap pekerjaan tertentu dan mendorong yang bersangkutan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

Sutjipto, (2001), menjabarkan minat kerja sebagai suatu ungkapan kecenderungan tentang kegiatan yang sering dilakukan setiap hari, sehingga kegiatan itu disukainya, sedangkan Sutjipto, (2001) menyatakan minat kerja sebagai tendensi seseorang untuk berperilaku berdasarkan ketertaikannya pada jenis-jenis pekerjaan tertentu. Sementara itu Sutjipto, (2001), mendefinisikan bahwa minat kerja sebagai kecenderungan seseorang terhadap kegiatan tertentu di atas pekerjaan yang lainnya. Sedangkan Sutjipto, (2001) mengemukakan bahwa minat kerja seseorang terhadap sesuatu akan lebih terlihat apabila yang bersangkutan mempunyai rasa senang terhapa pekerjaan tersebut.


(43)

36

Ormrod, (2003) berpendapat minat kerja adalah bentuk dari motivasi instrinsik. Pengaruh positif minat akan membuat seseorang mereka tertarik bereksperimen seperti merasakan kesenangan, kegembiraan, dan kesukaan. Garner (2003, Ormrod, 2003) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki minat kerja terhadap apa yang dikerjakan lebih dapat mengingatnya dalam jangka panjang dan menggunakannya kembali sebagai sebuah dasar untuk pembelajaran di masa yang akan datang. Pintrich dan Schunk (1996) juga menyebutkan bahwa minat kerja merupakan sebuah aspek penting dari motivasi yang mempengaruhi perhatian, belajar, berpikir dan prestasi.

Menurut Briggs & Cheek pada tahun 1986 (Snyder & Gangestad, 1986) menyempurnakan pendapat Snyder (1974) maupun Lennox & Wolfe (1984) mengenai komponen self monitoring. Briggs & Cheek (Snyder & Gangestad, 1986) menyatakan bahwa pendapat para pendahulunya tersebut kurang dapat digunakan untuk mengukur secara individual. Ketiga komponen self monitoring yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (1987, Snyder & Gangestad, 1986) adalah sebagai berikut:

a. Expressive self control, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self monitoring tinggi suka mengontrol tingkah lakunya agar terlihat baik. Adapun cirri-cirinya adalah sebagai berikut:


(44)

37

1) Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpura-pura, dan melakukan control ekspresi baik secara verbal maupun non verbal serta control emosi.

2) Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana. 3) Berbicara di depan umum secara spontan.

b. Social Stage Presence, yaitu kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kamampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian social. Ciri-cirinya adalah:

1) Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian. 2) Suka melucu.

3) Suka menilai kemudian memprediksi secara tepat pada suatu perilaku yang belum jelas.

c. Other directed selfpresent, yaitu kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan oleh orang lain dalam situasi social, kemampuan untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi. Cirri-cirinya adalah:

1) Berusaha untuk menyenangkan orang lain.

2) Berusaha untuk tampil menyesuaikan diri dengan orang lain (conformity).


(45)

38

3) Suka menggunakan topeng untuk menutupi persaannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek self monitoring meliputi: expressive self control, social stage presence, dan other directed self presen.

Maka hubungan antara minat kerja dengan self monitoring ini adalah jika minat kerja itu dalam tingkatan tinggi, maka self monitoring pada pegawai outsourching ini tinggi dan dapat menghasilkan performansi yang baik, tetapi jika minat kerja tersebut rendah, maka dapat dipastikan self monitoring pada pegawai outsourching ini rendah, dan dapat menghasilkan performansi yang buruk terhadap konsumen atau pelanggan yang menggunakan pelayanan jasa tersebut.

D. Kerangka Teoritik/Landasan Teoritis

Menurut teori Snyder (1974) Self Monitoring dapat mempengaruhi minat kerja, jika Self monitoring tersebut tinggi, maka minat kerja tersebut tinggi, tatapi jika self monitoring tersebut rendah maka minat kerja tersebut akan rendah.

Self-monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan menggunakan informasi yang ada pada dirinya atau informasi yang ada disekitarnya (Snyder & Ganggested, 1986). Self-monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan konsep pengaturan kesan (impression management)


(46)

39

atau konsep pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Teori tersebut menitikberatkan perhatian pada control diri individu untuk memanipulasi citra dan kesan orang lain tentang dirinya dalam melakukan interaksi social (Shaw & Constanzo, 1982).

Self monitoring yang tinggi individu cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya dan berusaha untuk berperilaku sesuai situasi saat itu dengan menggunakan informasi yang diterimanya. Sedangkan Self monitoring yang rendah individu menampilkan dirinya terhadap orang lain cenderung hanya didasarkan pada apa yang diyakininya adalah benar menurut dirinya sendiri.

Menurut Snyder (1974) Self monitoring dibagi menjadi 3 faktor yang menjadi penyebab self monitoring yang ditinjau dari minat kerja pada karyawan outsourching. Ketiga faktor penyebab self monitoring yang dimaksud adalah kemampuan mengontrol perilaku, merubah tingkah laku, dan kemampuan tanggap pada situasi social.


(47)

40

Dari tiga faktor penyebab self monitoring yang ditinjau dari minat kerja tersebut, maka dapat divisualkan sebagai berikut:

Briggs & Cheek (Snyder & Gangestad, 1986)

Berdasarkan visualisasi di atas dapat dideskripsikan bahwa dari ketiga faktor penyebab self monitoring yang ditinjau dari minat kerja di atas, hanya self monitoring yang dipilih menjadi pembeda untuk tingkat self monitoring karyawan pada penelitian ini. Yang mana self monitoring dibagi ke dalam dua ketegori yaitu self monitoring rendah dan self monitoring tinggi, yang mana penelitian ini membandingkan self monitoring yang ditinjau dari minat kerja pada karyawan outsourcing antara bagian loket (salesperson) dengan bagian distribusi PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya. Penelitian ini membandingkan tingkat self monitoring yang ditinjau dari minat kerja karyawan outsourcing bagian loket (salesperson) dengan bagian distribusi dari kedua

Kemampuan mengontrol perilaku Merubah tingkah laku social Kemampuan tanggap pada situasi social Self monitoring tinggi Self monitoring rendah Karyawan uotsourcing bagian loket Karyawan outsourcing bagian distribusi

≠ atau = Minat kerja


(48)

41

E. Hipotesis

Ho : Tidak ada perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing PT. KANTOR POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya. Ha : Ada perbedaan antara self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing PT. KANTOR POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

Dalam penelitian ini¸ komparasi (perbedaan) digunakan untuk melihat perbedaan antar variable yang digunakan dalam penelitian. Variable-variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variable Bebas (Independent) : Minat Kerja (X) 2. Variable Terikat (Dependent) : Self Monitoring (Y)

Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian: 1. Self Monitoring

Self Monitoring adalah sebuah proses adaptasi yang melibatkan individu dalam merencanakan dan menentukan tingkah laku untuk mengahadapi situasi eksternal yang berhubungan dengan konsep pengaturan kesan (impression management) atau konsep pengaturan diri.

Self Monitoring dalam penelitian ini diukur menggunakan skala self monitoring yang dibuat oleh peneliti dengan kriteria penilaian dengan aspek-aspeknya yang terdiri dari:

a. Kemampuan mengontrol perilaku (Expressive self control) seperti marah dan emosional.


(50)

43

c. Kemampuan tanggap pada situasi social (Other directed selfpresent) seperti cepat dan lambat, serta masih banyak hal lain sebagainya.

2. Minat Kerja

Menurut Pintrich dan Schunk (1996), minat kerja adalah kekuatan yang memotivasi untuk bertingkah laku memilih pekerjaan yang dirasakan memberikan kesenangan dan kepuasan, dan dapat berperan sebagai motivator sehingga individu memiliki kesiapan yang mengarah tingkah lakunya ke arah goal tertentu.

Tinggi rendahnya minat kerja dapat diukur dengan tingkatan pada self monitoring karyawan outsourching bagian loket (salesperson) dengan bagian distribusi, jika minat kerja tersebut rendah maka dapat dikatakan bahwa self monitoring karyawan tersebut juga rendah, sebaliknya dengan minat kerja yang tinggi maka self monitoring juga ikut tinggi.

Hurlock (1995), Aspek-aspek minat antara lain: a. Aspek kognitif

Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik di rumah, tempat kerja, dan masyarakat serta berbagai jenis media massa.

b. Aspek afektif

Konsep yang membengun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua,


(51)

44

lingkungan dan teman terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.

c. Aspek psikomotor

Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat.

B. POPULASI SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

Populasi penelitian adalah karyawan outsourcing bagian loket (salesperson) dengan bagian distribusi pada PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya yang keseluruhan dari dua bagian tersebut berjumlah 50 karyawan. Sedangkan penelitian mengambil semua dari populasi sampelnya, yang berjumlah 50 pekerja, yang diantaranya terdiri dari PT. KANTOR POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya sebanyak 50 orang, laki-laki sebanyak 9 dan 16 perempuan yang rata-rata berusia 23-31 tahun, baik perempuan atau laki-lakinya. Sedangkan yang di bagian distribusi sebanyak 25 orang, laki-laki sebanyak 17 dan 8 perempuan yang rata-rata berusia 21-28 tahun. Pada penelitian ini sample terdiri dari karyawan outsourcing bagian loket (salesperson) dan bagian distribusi.

Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah purposive sampling dikarenakan sample yang diambil sebagai subjek penelitian harus dengan criteria yang ditentukan karyawan outsourching bagian loket


(52)

45

(salesperson) dan bagian distribusi. Karyawan outsourcing bagian loket (salesperson) dan bagian distribusi PT. POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya menunjukkan indikasi adanya para konsumen yang mengeluhkan tentang pelayanan dari dua perusahaan tersebut, hal ini dilihat berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Sample karyawan yang akan diberikan angket untuk mengetahui perbedaan tingkat self monitoring sesuai dengan banyaknya karyawan.

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Metode pada pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket. Angket yang telah diberikan kepada karyawan outshourcing bagian loket (salesperson) dan bagian distribusi pada PT. KANTOR POS INDONESIA Kebon Rojo Surabaya. Dari angket itulah data untuk penelitian diperoleh. Angket digunakan untuk metode pengumpulan data pada penelitian ini. Sedangkan instrument penelitian yang digunakan adalah skala penelitian Self Monitoring.

Penelitian ini menggunakan skala self monitoring dan dengan model skala likert. Skala ini dikembangkan oleh Rensis Likert pada tahun 1932 untuk mengukur sikap masyarakat. Skala sikap berisi pernyataan sikap (Attitude Statements), yaitu suatu pernyataan mengenai objek sikap. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam, yaitu pernyataan Favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap/tingkah laku) dan pernyataan Unfavorable (tidak mendukung objek sikap/tingkah laku) (Azwar, 2001).


(53)

46

Skala yang digunakan yaitu skala self monitoring yang disusun oleh Mariani (Mariani dalam Azwar, 1999), sejumlah 20 aitem. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek self monitoring, seperti:

a. Kemampuan mengontrol perilaku (Expressive self control) seperti marah dan emosional.

b. Merubah tingkah laku social (Social Stage Presence) seperti yang awalnya konsumen yang tidak percaya atau ragu atas pelanan, menjadi percaya. c. Kemampuan tanggap pada situasi social (Other directed selfpresent)

seperti cepat dan lambat, serta masih banyak hal lain sebagainya

D. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Pengertian Validitas

Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu skala atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrument tersebut menjalankan fungsi ukurannya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud yang dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan


(54)

47

pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang yang dimaksudkan untuk mengukur variable A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variable A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variable A akan tetapi menghasilkan data mengenai variable A atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variable A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variable A atau B (Azwar, 1986).

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain.

Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau error. Alat ukur yang valid memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya (Azwar, 1986).

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk


(55)

48

semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam alat ukur ini valid adalah kurang lengkap (Azwar, 1986).

Pengertian validitas menurut Walizer (1987) adala tingkat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasioanal. Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrument berkaitan dengan kemampuan instrument itu untuk mengukur atau mengungkap karakteristik dari variable yang dimaksudkan untuk diukur.

Validitas suatu instrument banyak dijelaskan dalam konteks penelitian social yang variablenya tidak dapat diamati secara langsung, seperti minat, persepsi, motivasi, dan lain sebagainya. Untuk mengukur variable yang demikian sulit, untuk mengembangkan instrument yang memiliki validitas yang tinggi karena karakteristik yang akan diukur dari variable yang demikian tidak dapat diobservasi secara langsung, tatapi hanya melalui indicator tertentu (Aritonang R., 2007).

Menurut Masri Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran itu mengukur apa yang ingin diukur. Sekiranya peneliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam praktek belum tentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid. Banyak hal-hal lain yang akan mengurangi validitas data.


(56)

49

Menurut suharsimi Arikunto, validitas adalah keadaan yang menggambarkankan tingkat instrument bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur. Menurut Soetarlinah Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatukan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tapi tergantung penggunaan dan subjeknya.

a. Jenis-jenis validitas

Ebel (dalam Narzirz 1988) membagi validitas menjadi:

1) Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.

2) Construct Validity adalah validitas yang berkenaan denga kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta dapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.

3) Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang Nampak dalam mengukur sesuatu yang bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

4) Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan factor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis factor.

5) Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu criteria. Criteria tersebut adalah


(57)

50

ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

6) Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan pengukuran teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

7) Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan anatara skor suatu alat ukur dengan kinerja seorang di masa mendatang.

8) Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.

9) Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu:

1) Content Validity (validitas isi) adalah validitas yang diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Validitas isi suatu instrument berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik variable yang dirumuskan pada definisi konseptual dan operasioanalnya. Apabila semua karakteristik variable yang dirumuskan pada definisi konseptual dapat diungkap melalui


(58)

51

butir suatu instrument, maka instrument itu dinyatakan memiliki validitas isi yang baik.

2) Construct Validity (validitas konstruk) adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).

3) Criterion-related Validity (validitas yang berdasar criteria), validitas ini menghendaki tersedianya criteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu criteria adalah variable perilaku yang akan diprediksi oleh skor alat ukur.

Menurut Saifuddin Azwar (1986), validitas ini menunjukkan seberapa besar derajat skor alat tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain yang sudah mantab, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan dengan criteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama.

Asosiasi Psikologi Amerika (APA) (1974, dalam Anastasia, 1982) membedakan tiga tipe validitas, yaitu validitas isi, yang dikaitkan dengan criteria, dan konnstrak. Ketiga tipe validitas tersebut dapat diuji dengan dan atau tanpa menggunakan instrument yang telah teruji validitas maupun reliabilitasnya.


(59)

52

2. Pengertian Reliabilitas

Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah keajegan pengukuran. Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003:475) reliabilitas adalah hal yang dapat dipercaya. Popham (1995:21) menyatakan bahwa reliabilitas adalah the degree of which test score are free from error measurement.

Menurut Masri Singarimbun, reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsistensi suatu alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.

Menurut Brennan (2001:295) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes. Menurut Sumadi Suryabrata (2004:28) reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.

Dalam pandangan Aiken (1987:42) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relative sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang.

Dengan demikian, keandalan sebuah alat ukur dapat dilihat dari dua petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas.


(1)

76

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 SELF MONITORING &

MINAT KERJA

50 .017 .908

Pada tabel paired samples correlations self monitoring dan minat kerja, dari kolom correlation 0.017 dengan signifikansi 0.908.

Paired Samples Test

Paired Differences T df Sig. (2-tailed) Mea n Std. Deviati on Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pa ir 1 SELF MONITORING - MINAT KERJA 6.65 600 E1 9.7878 7 1.3842 1 63.778 32 69.341 68 48.0 85

49 .000

Dari tabel paired samples testself monitoring dan minat kerja, dari kolom mean = 6.65600E1, standar deviation = 9.78787, standar error mean = 1.38421, lower = 63.77832 upper = 69.34168, t = 48.085, difensiasi = 49 dengan signifikansi = 0.000.

2. Pembahasan

Pada tabel paired sample statistic, menurut deskriptif tentang perbedaan self monitoring dan minat kerja yang meliputi banyaknya data, mean, standart deviation dan standart error mean.

Banyaknya data (N) masing-masing pekerja outsourcing, self monitoring dan minat kerja = 50, rata-rata (mean) self monitoring = 91.1200, rata-rata (mean) minat kerja = 24.5600, simpangan baku (standart deviation) masing-masing untuk self monitoring = 9.59302, dan minat kerja = 2.11081, dan untuk standart error of mean masing-masing


(2)

77

pekerja outsourcing minat kerja dan self monitoring = 1.35666, minat kerja = 0.29851.

Pada tabel paired sample correlation, memuat data tentang ada tidaknya korelasi perbedaan self monitoring dan minat kerja correlation

sebesar 0.017 yang menunjukkan adanya perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing PT. POS Indonesia Kebon Rojo Surabaya.

Pada tabel paired sample test, memuat data hasil analisis Uji-t dua sampel berpasangan yang meliputi t-hitung dan signifikan.

Berdasarkan data di atas maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan dua cara yaitu, jika hitung > t tabel, maka Ho ditolak, dan jika t-hitung, maka Ho diterima.

Dari hipotesis bahwa Ho ada perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing PT. POS Indonesia Kebon Rojo Surabaya, dan Ha tidak ada perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan

outsourcing pada PT. POS Indonesia Kebon Rojo Surabaya.

Untuk melihat harga t tabel maka didasarkan pada derajat kebebasan (dk), yang besarnya adalah N-1, yaitu 50-1 =49, berdasarkan hasil analisis Uji-t dua sampel berpasangan, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut: t-hitung lebih besar dari t tabel (48.085 > 0.281), maka Ho


(3)

78

diterima, yang artinya ada perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing PT. POS Indonesia Surabaya.

Ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya yang dilakukan Nita Ratnasari dan penelitian lain dalam buku Noor & Muhammad, 2005, individu yang merespon akan menyesuaikan diri dengan situasi tertentu menggunakan banyak petunjuk yang ada pada dirinya (self monitoring

rendah) ataupun sekitarnya (self monitoring tinggi) sebagai informasi. Individu dengan self monitoring tinggi selalu ingin menampilkan citra diri yang positif dihadapan orang lain (Ganggested & Snyder, 2000).

Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Dessler (2000) yang mengungkapkan bahwa subjek memiliki skor minat terhadap pekerjaan sebagai salesperson yang cukup tinggi. Karena berminat terhadap pekerjaan tersebut, dan menyukai tuntutan dari pekerjaan tersebut, maka subjek akan berperilaku sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

Berdasarkan uraian sebelumnya, hasil penelitian Clara (2001), membuktikan bahwa individu dengan minat kerja yang tinggi mempunyai

self monitoring yang baik. Hal ini disebabkan karena individu ini mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Minat individu terhadap pekerjaan sebagai salesperson, juga dapat mempengaruhi hubungan interpersonal subjek. Seperti dikemukakan di atas, minat terhadap sesuatu dapat menimbulkan kecenderungan untuk berperilaku atau bersikap sesuai dengan tuntutan minatnya tersebut.


(4)

79 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang diuji dengan menggunakan dengan teknik analisis UJI-t Sampel Berpasangan (Paired-Samples T-test), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self monitoring dan minat kerja karyawan outsourcing pada PT. POS Indonesia Kebon Rojo Surabaya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan diharapkan dapat lebih meningkatkan lagi self monitoring

bagi para pekerja outsourcing khususnya pekerja outsourcing bagian loket (salesperson) dan bagian distribusi.

2. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya bisa menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan. Selain itu sebaiknya peneliti selanjutnya memperhatikan waktu penelitian agar kondisi penelitian baik subyek dan alat ukur dapat dipersiapkan dengan baik.


(5)

144 DAFTAR PUSTAKA

Hurlock. E. B. 1995. Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill. Hal: 117.

Baron, R.A., & Byrne, D. (1994). Social psychology: Understanding human interaction (7th ed). New York: Allyn & Bacon.

Chan, S. (2003). Relation marketing: Inovasi pemasaran yang membuat pelanggan bertekuk lutut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Johnson, D. W. (1986). Reaching out interpersonal effectiveness and self actualization. (3rd Ed.). san Fransisco: Prentice Hall.

Penrod, S. 1986. Social Psychology 2th ed. New Jersey: Prentice Hall. Inc.

Azwar, S. 1986. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Anastasi, A. (1997). Tes psikologi. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Gangestad, W. Steven, & Snyder, Mark. (2000). Self-Monitoring: Appraisal and Reappraisal. Psychological Bulletin. Vol.126, No.4.

Synder, M., & Gangestad, S. (1997). On the Nature of Self-Monitoring: Matters of Assessment, Matters of Validity. Journal of Personality and Social Psychology, 15(1), 125-139.

Snyder. 1974. The Self-Monitoring of Expressive Behavior. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 30, 526-537.

Snyder & Swan, W. B. 1991. When Actions Reflect Attiudes: The Politics of impressions Management. Journal of Personality And Social Psychology. Vol 34, 1034-1042.

Ratnasari, Nita. 2012. Perbedaan Orientasi Pelanggan Ditinjau Dari Tingkat Self-Monitoring Pada Karyawan Call Center PT. Serasi Transportasi Nusantara (O-Renz Taxi). Vol.1 No.02.

Anin F., Anastasia. 2012. Hubungan Self Monitoring dengan Impulsive Buying Terhadap Produk Fashion Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol 35, No. 2, 181-193.

Moningka, Clara. 2005. Pengaruh Hubungan Interpersonal, Self Monitoring, dan Minat Terhadap Performasi Kerja Pada Karyawan Bagian Penjualan.


(6)

145

Kim, Jonghan. 2012. Living in Alaska: the Role of Self-Monitoring and Uniquness in Subjective Well-Being. Vol. 2 No. 5.

Afshar jahanshahi, Asghar. (2011). Study the Effects of Customer Service and Product Quality on Customer Satisfaction and Loyalty. Vol. 1 No. 7. Goksoy. 2012. The Impact of Job Insecurity, Role Ambiguity, Self Monitoring and

Perceived Fairness of Previous Change on Individual Readiness For Change. Vol. 11 No. 11.

Qaiser Danish, Rizwan. 2013. Effect of Perceived Organizational Support and Work Environment on Organizational Commitment; Mediating Role of Self-Monitoring. Vol. 1 No. 4.

Soibel, Alexander. 2012. Is Self-Monitoring Related to Social Comparison? It Depends How You Ask. Vol. 10 No. 4.

Noah, S.M. (2001) Penggunaan ujian psikologi dalam pemilihan kerja (on-line). Available: http://www.uum.edu.my. Access 30 April 2015, 19.00 WIB.


Dokumen yang terkait

Monitoring Data Karyawan PT. Pos Indonesia

0 4 1

Pengaruh Kompensasi terhadap Produktifitas Kerja Karyawan dan Dampaknya terhadap Loyalitas Kerja Karyawan Outsourcing di PT. Alih Daya Indonesia

0 9 150

PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN DAN KOMPENSASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. POS INDONESIA Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Kompensasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Pos Indonesia Kantor Pos Wonogiri.

0 6 18

PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN DAN KOMPENSASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. POS INDONESIA Pengaruh Motivasi, Disiplin Dan Kompensasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Pos Indonesia Kantor Pos Wonogiri.

0 2 13

PENGARUH KOMPENSASI, MOTIVASI, DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. POS INDONESIA Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Pos indonesia Kantor Pos Wonogiri.

0 2 18

PENGARUH KOMPENSASI, MOTIVASI, DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. POS INDONESIA Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Pos indonesia Kantor Pos Wonogiri.

1 3 14

PERBEDAAN Perbedaan Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Tetap Dan Karyawan Outsourcing.

0 1 15

Perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia di Soroako

0 1 104

LOYALITAS KERJA KARYAWAN OUTSOURCING PERUSAHAAN TAXI DI SURABAYA.

0 5 89

HUBUNGAN MINAT KERJA DENGAN SELF MONITORING KARYAWAN OUTSOURCING PT. POS INDONESIA KEBON ROJO SURABAYA.

2 7 74