Perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia di Soroako
PERBEDAAN JOB INSECURITY ANTARA KARYAWAN TETAP DAN KARYAWAN OUTSOURCING PT. VALE INDONESIA DI SOROAKO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Yovanita Septiani Alamako 129114142
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
(3)
(4)
iv
HALAMAN MOTTO
“Hidup bukan pilihan tapi perjuangan –
Papa”
“You may not always end up where you thought you were going, but you will always end up where you are meant to be. – Jessica Taylor”
I a adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita
harapkan dan bukti dari
sesuatu yang tidak kita
lihat
–
Ibra i 11:1
Ja ga lah he dak ya
kamu kuatir akan apa pun
juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal
keinginanmu kepada Allah
dalam doa dan
permohonan dengan
ucapan syukur
–
Filipi 4:6
(5)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teruntuk,
Tuhan Yesus Kristus yang aku percaya selalu menyertai, menuntun dan menolong dalam setiap usahaku untuk menyelesaikan skripsi ini.
Papa dan Mama, kedua orangtuaku tercinta yang terus memberikan dukungan dan mendoakan keberhasilanku.
Saudara-saudaraku tersayang kakak Ray, Febby dan Winda yang selalu memberikan semangat dan kekuatan agar aku berani dan berjuang menyelesaikan skripsiku.
Keluarga dan sahabat-sahabatku terkasih yang selalu ada untuk menemaniku berjuang bersama-sama.
(6)
(7)
vii
PERBEDAAN JOB INSECURITY ANTARA KARYAWAN TETAP DAN KARYAWAN OUTSOURCING PT. VALE INDONESIA DI SOROAKO
Yovanita Septiani Alamako
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia di Soroako. Penelitian ini melibatkan 144 subjek yang terdiri dari 72 karyawan tetap dan 72 karyawan outsourcing. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing dimana karyawan outsourcing lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Instrumen penelitian ini menggunakan skala job insecurity yang terdiri dari 24 item dengan reliabilitas Alpha Cronbach (α) sebesar 0,890. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah uji Independent Sample t-test dan Mann-Whitney U. Hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,003 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat perbedaan job insecurity yang signifikan antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing, dimana karyawan outsourcing (M = 11,39)merasakan job insecurity yang lebih tinggi daripada karyawan tetap (M =9,93). Kata kunci: job insecurity, kondisi krisis, karyawan tetap, karyawan outsourcing
(8)
viii
THE DIFFERENCE OF JOB INSECURITY BETWEEN PERMANENT AND OUTSOURCING EMPLOYEES AT PT. VALE INDONESIA AT SOROAKO
Yovanita Septiani Alamako
ABSTRACT
This research aimed to examine the difference of job insecurity between permanent and outsourcing employees at PT. Vale Indonesia at Soroako. Subjects in this research were 144 employees consisting of 72 permanent employees and 72 outsourcing employees. The hypothesis in this research there is a difference of job insecurity between permanent and outsourcing employees, which outsourcing employees have higher job insecurity than permanent employees. The instrument in this research was job insecurity scale consist of 24 items with reliability Alpha Cronbach (α) = 0,890. Researcher used Independent Sample t-test and Mann-Whitney U as statistical method to analyze data. The result showed that significant (p) value was 0,003 (p < 0,05). The hypotesis was accepted that there is a difference of job insecurity between permanent and outsourcing employees, which outsourcing employees (M = 11,39) have higher job insecurity than permanent employees (M = 9,93).
(9)
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai dan memberkati penulis selama mengerjakan tugas akhir hingga dapat menyelesaikannya dengan baik.
Penulisan skripsi tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan bagiku untuk dapat belajar dan berkembang menjadi lebih baik.
2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang banyak mengajarkanku tentang kedisiplinan.
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Ketua Program Studi Universitas Sanata Dharma.
4. Suster Th. Dewi I. G., FJC., S.Psi., Psi. dan Bapak Drs. Hadrianus Wahyudi M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi untuk belajar dengan baik di Psikologi.
5. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang sabar dalam membimbing dan menolong saya selama mengerjakan skripsi hingga akhirnya dapat terselesaikan. Terima kasih Pak.
(11)
xi
6. Bapak Minta Istono, M.Si. dan Ibu P. Henrietta PDADS., M.A., selaku dosen penguji skripsi atas saran dan bimbingannya sehingga dapat menjadi lebih baik.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata yang telah mengajarkan banyak hal dan pengalaman berharga selama saya menjadi mahasiswa di Psikologi.
8. Seluruh staff yang bekerja di Fakultas Psikologi yang telah membantu saya selama menjadi mahasiswa Psikologi.
9. PT. Vale Indonesia, Tbk di Soroako yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian disana.
10. Karyawan tetap dan karyawan outsourcing di PT. Vale Indonesia, Tbk yang telah bersedia untuk menjadi responden dan membantu kelancaran penelitian.
11. Papa dan Mama yang selalu memberikan dukungan dan kekuatan untuk terus berjuang menyelesaikan skripsi, yang tidak pernah berhenti untuk menyemangati dan bisa memahami keadaanku. Terima kasih Papa Mama.
12. Saudara-saudaraku, Kakak Ray, Febby dan Winda yang selalu menanyakan kabar dan mendoakanku agar cepat lulus.
13. Sahabatku Maureen Gracia Priskila dan Lika Abraham Lomo, terima kasih untuk dukungan dan bantuan kalian selama saya mengerjakan skripsi. Saya bersyukur bisa menjadi sahabat kalian. Walaupun
(12)
xii
sekarang jalan kita berbeda-beda, semoga kita bisa berkumpul lagi bertiga di satu kota.
14. Teman Cabe’ (Seprina, Nona, Dira, Putri, Bincik, Gung Is, Mitha, Igan, Anggie, dan Olivia), terima kasih sudah menjadi teman seperjuanganku dari semester awal hingga saat ini. Terima kasih sudah memberi warna di masa kuliahku.
15. Teman Cucok Rempong (Sawilda, Monica, Nona, Dira, Bincik, Nata, dan Desi) yang selalu sekelas dari awal semester sampai akhirnya kita berpisah karena skripsi. Terima kasih untuk kebersamaan kita baik di kelas maupun di luar kelas dan dukungan kalian berikan.
16. Teman Nusantara (Maureen, Nia Kurnia, Ochi, Eni, Yesi, Esthy, Clara, Rikjan, Mas Kris, dan Leo). Terima kasih karena memberikanku kesempatan untuk menjadi bagian dari kalian. Terima kasih untuk waktu yang telah kita habiskan bersama (kumpul di rumah Clara, jalan-jalan, dan olahraga).
17. Delvi, Tia, dan Nila. Teman-teman yang dipertemukan melalui sebuah kegiatan hingga akhirnya kita selalu bersama. Terima kasih karena telah menjadi salah satu bagian dari duniaku.
18. Teman-teman satu bimbingan. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama bimbingan. Bagi yang sudah lulus semoga cepat dapat kerja atau lanjut S2 dan yang belum lulus semoga segera menyusul memperoleh gelar S. Psi. Amin.
(13)
xiii
19. Teman-teman Psikologi 2012. Terima kasih untuk kekeluargaan yang boleh kurasakan. Semoga kita semua berhasil mengejar cita-cita kita. 20. Teman-teman SMAN 17 Makassar yang berada di Jogja, makasih guys
sudah berikan saya semangat dan terus menanyakan kapan saya pendadaran. Semoga kalian sukses selalu baik kerja maupun kuliah S2. 21. Teman-teman Soroako yang sering ngajakin kumpul di waktu yang
kurang tepat tapi sekalinya ngumpul sampai lupa waktu. Semoga kalian sukses dalam pekerjaan kalian.
22. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
(14)
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR GRAFIK ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
(15)
xv
A. Job Insecurity ... 9
1. Pengertian Job Insecurity ... 9
2. Dimensi Job Insecurity ... 10
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity ... 12
B. Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing ... 17
1. Karyawan Tetap ... 17
2. Karyawan Outsourcing ... 18
C. Perusahaan PT. Vale Indonesia, Tbk ... 19
D. Job Insecurity antara Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing ... 20
E. Kerangka Pemikiran ... 24
F. Hipotesis ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Variabel Penelitian ... 26
C. Definisi Operasional... 26
1. Status Karyawan... 26
a. Karyawan Tetap ... 26
b. Karyawan Outsourcing ... 27
2. Job Insecurity ... 27
D. Subjek Penelitian ... 27
E. Metode Pengumpulan Data ... 28
F. Validitas dan Reliabilitas ... 29
(16)
xvi
2. Seleksi Item ... 30
3. Reliabilitas ... 31
G. Metode Analisis Data ... 33
1. Uji Asumsi ... 33
a. Uji Normalitas ... 33
b. Uji Homogenitas ... 33
2. Uji Hipotesis ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Pelaksanaan Penelitian ... 35
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 36
C. Deskripsi Data Penelitian ... 37
D. Analisis Data Penelitian ... 39
1. Uji Asumsi ... 39
a. Uji Normalitas ... 39
b. Uji Homogenitas ... 40
2. Uji Hipotesis ... 41
E. Analisis Tambahan ... 42
1. Analisis Berdasarkan Deskripsi Subjek ... 42
2. Uji Beda Mean Skala Job Insecurity Keseluruhan ... 42
F. Pembahasan ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
(17)
xvii
1. Bagi Subjek Penelitian ... 49
2. Bagi Perusahaan ... 50
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(18)
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi Item Uji Coba Skala Job Insecurity ... 29
Tabel 2 Item Skala Job Insecurity Setelah Uji Coba ... 31
Tabel 3 Reliabilitas Sebelum dan Setelah Seleksi Item ... 32
Tabel 4 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 36
Tabel 5 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 36
Tabel 6 Deskripsi Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 37
Tabel 7 Data Teoritik dan Empirik ... 37
Tabel 8 Kategorisasi Skala Job Insecurity ... 38
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Dimensi Job Insecurity ... 40
Tabel 10 Hasil Uji Homogenitas Dimensi Job Insecurity... 41
Tabel 11 Hasil Uji Hipotesis Dimensi Job Insecurity ... 41
Tabel 12 Perbedaan Mean Usia ... 42
(19)
xix
DAFTAR GRAFIK
(20)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Job Insecurity ... 55
Lampiran 2 Hasil Uji Reliabilitas Skala Job Insecurity ... 64
Lampiran 3 Hasil Uji Deskriptif dan Uji T ... 70
Lampiran 4 Hasil Uji Normalitas ... 72
Lampiran 5 Hasil Uji Homogenitas ... 74
Lampiran 6 Hasil Uji Hipotesis ... 76
(21)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis harga nikel dan logam yang sedang terjadi di dunia membuat perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mengalami kerugian. Salah satu perusahaan tambang yang turut mengalami kondisi ini adalah PT. Vale Indonesia, Tbk yang berlokasi di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Dilansir dari laman market.bisnis.com pada tanggal 02 Februari 2016, harga nikel berada di level terendah dalam waktu dua Minggu. Pada bulan Februari 2016 harga nikel turun sebesar 1,91% atau 163,75 poin hingga menjadi US$8.428,25 per ton. Dilansir dari bisnis.liputan6.com, rendahnya harga nikel dan besi dunia saat ini membuat PT. Vale Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap rencana pembelanjaan modal serta memanfaatkan sumber daya manusia dan alam dengan sebaik-baiknya.
Menghadapi kondisi tersebut, perusahaan perlu melakukan strategi untuk dapat mengatasi krisis yang terjadi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia, kebijakan yang telah dilakukan oleh perusahaan antara lain adalah tidak memberikan bonus tahunan kepada karyawan, tidak memberikan promosi kenaikan pangkat dan kenaikan gaji tahunan, dan menawarkan pensiun dini kepada karyawan perusahaan. Selain itu, beredar isu bahwa perusahaan akan “merumahkan” karyawan atau memberhentikan untuk sementara waktu
(22)
(layoff) dengan pembayaran gaji sebesar 50% dari gaji bulanan mereka. Isu mengenai pemutusan kerja (PHK) apabila kondisi perusahaan terus memburuk juga beredar di perusahaan.
Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa karyawan untuk mengetahui pendapat mereka mengenai krisis yang terjadi di perusahaan. Salah satu karyawan tetap PT. Vale Indonesia mengaku bahwa dirinya merasa khawatir akan dirumahkan atau diberikan tawaran pensiun dini apabila perusahaan melakukan pengurangan karyawan. Menurut pengalamannya, jika harga nikel terus menurun dan kondisi perusahaan semakin memburuk perusahaan akan merumahkan karyawan kemudian menawarkan pensiun dini. Hal serupa juga dirasakan oleh salah satu karyawan outsourcing yang diwawancarai peneliti. Berdasarkan informasi yang didapatkannya dari karyawan yang telah lama bekerja di perusahaan, harga nikel yang semakin rendah membuat perusahaan melakukan pengurangan karyawan outsourcing dengan melakukan PHK sepihak karena tidak lagi dibutuhkan oleh perusahaan. Informasi ini membuat dirinya merasa khawatir akan kehilangan pekerjaan apabila terjadi pengurangan karyawan outsourcing (wawancara pribadi tanggal 15 April dan 13 September 2016).
Perubahan yang terjadi sebagai upaya mengatasi krisis di perusahaan dapat mempengaruhi aktivitas organisasi, kesejahteraan maupun komitmen karyawan. Situasi ini dapat membuat karyawan merasa pekerjaannya sedang terancam atau yang disebut sebagai job insecurity,
(23)
yaitu kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian mengenai masa depan pekerjaan (Coetzee & De Villiers, 2010). Job insecurity tidak hanya mengacu pada ketidakpastian mengenai kelanjutan pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan tapi juga mengenai kelanjutan aspek-aspek dalam pekerjaan tersebut, seperti kesempatan mendapat promosi jabatan atau kemungkinan diberhentikan untuk sementara waktu oleh perusahaan (Mauno & Kinnunen, 2002). Sverke, Hellgren, dan Naswal (2006) mengemukakan bahwa perubahan yang dilakukan perusahaan seperti pengurangan karyawan (downsizing), pemberhentian sementara (layoff), dan tawaran pensiun dini menyebabkan job insecurity
menjadi isu yang penting di lingkungan kerja karena menciptakan situasi yang tidak aman bagi karyawan.
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) mendefinisikan job insecurity
sebagai perasaan tidak berdaya dalam mempertahankan keinginan untuk terus bekerja pada situasi kerja yang terancam. Sejalan dengan definisi yang diberikan, Greenhalgh dan Rosenblatt melibatkan kehilangan fitur pekerjaan yang dianggap penting dan perasaan tidak berdaya sebagai bagian dari job insecurity. Menurut De Witte, De Cuyper, Elst, Vanbelle, dan Niesen (2012) job insecurity merupakan persepsi subjektif sehingga tiap individu dapat merasakan job insecurity yang berbeda walaupun berada dalam situasi yang sama. Semakin besar kemungkinan individu akan kehilangan pekerjaan atau merasakan beratnya konsekuensi dari
(24)
kehilangan pekerjaan, maka ia akan semakin merasakan job insecurity
(Klandermans, Hessenlink & Van Vuuren, 2010).
Hadirnya job insecurity di lingkungan kerja memberikan dampak yang buruk pada karyawan maupun perusahaan. Job insecurity yang tinggi dapat mempengaruhi karyawan dan menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis serta kesehatan karyawan. Selain itu, job insecurity membuat kepuasan kerja pada karyawan menurun. Sementara terhadap perusahaan, job insecurity dapat menyebabkan komitmen organisasi dan tingkat kepercayaan karyawan terhadap manajemen menurun. Situasi ini dapat meningkatkan keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan (De Witte et al., 2012).
Keim, Landis, Pierce, dan Ernest (2014) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi job insecurity menjadi dua, yaitu faktor subjektif dan objektif. Faktor subjektif meliputi locus of control (LOC), ambiguitas peran dan koflik peran, dan komunikasi organisasi. Sementara faktor objektif meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan status karyawan.
Sebagai salah satu produsen nikel terbesar di Indonesia, PT. Vale Indonesia di Soroako menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di Luwu Timur dan sebagian besar perusahaan outsourcing di Luwu Timur mengandalkan perusahaan ini sebagai tempat untuk berusaha. Selain itu, kondisi krisis pun dialami oleh semua perusahaan sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat lain. PT. Vale Indonesia mempekerjakan kurang lebih 2.500 pekerja berstatus karyawan tetap dan
(25)
5.000 pekerja berstatus karyawan outsourcing. Status karyawan sebagai salah satu faktor job insecurity menjadi penting untuk diteliti khususnya dalam situasi krisis yang saat ini sedang dialami oleh PT. Vale Indonesia dan beredarnya isu mengenai karyawan akan “dirumahkan” atau di-PHK.
Klandermans et al. (2010) menyatakan bahwa status karyawan yang berbeda dapat merasakan job insecurity yang berbeda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang secara objektif memiliki posisi yang kurang aman yaitu para pekerja dengan status temporer merasakan job insecurity yang tinggi daripada kelompok pekerja yang memiliki posisi lebih aman di perusahaan. Karyawan tetap umumnya mendapat perlindungan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sehingga mereka tidak dapat diberhentikan tanpa izin dari pemerintah. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, karyawan tetap terikat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Berbeda dengan karyawan outsourcing atau alih daya yang merupakan suatu pendekatan manajemen dengan memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya menjadi aktivitas perusahaan (Wahyuni, Idrus, Zain & Rahayu, 2011). Menurut Arubayi (2012) jasa karyawan outsourcing banyak digunakan oleh perusahaan karena memberikan hasil yang baik dengan biaya murah, meningkatkan fleksibilitas dan kualitas, akses teknologi terbaru dan
(26)
kemampuan terbaik. Penggunaan outsourcing semakin berkembang seiring meningkatnya kebutuhan perusahaan untuk menjalin hubungan kerja yang fleksibel sehingga memudahkan perusahaan untuk merekrut dan melakukan PHK. Oleh karena itu, pada umumnya perjanjian kerja
outsourcing menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu suatu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu yang diatur dalam Kep. 100/Men/VI/2004 (Budiartha, 2016).
Terkait status karyawan sebagai salah satu faktor job insecurity, Rigotti, De Cuyper, De Witte, Korek, dan Mohr (2009) menunjukkan bahwa karyawan dengan status temporer lebih merasakan job insecurity
daripada karyawan tetap. Hal ini disebabkan karyawan temporer kurang merasakan prospek kerja yang menjanjikan dimasa depan dibandingkan karyawan tetap. Selain itu, karakteristik status yang dimiliki oleh karyawan temporer cenderung tidak terikat dengan perusahaan tempatnya bekerja (Keim et al., 2014). Oleh karena itu, karyawan temporer lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Namun, hasil yang berbeda ditemukan oleh De Witte dan teman-temannya (De Cuyper & De Witte, 2005, 2006, 2007; De Witte & Naswall, 2003) yang mengungkapkan bahwa karyawan tetap cenderung lebih merasakan job insecurity daripada karyawan temporer. Penelitian yang dilakukan oleh De Witte dan De Cuyper (2005) memperlihatkan bahwa job insecurity lebih mempengaruhi karyawan tetap daripada karyawan temporer. Hasil
(27)
menunjukkan bahwa job insecurity berhubungan negatif dengan kesejahteraan hidup karyawan, khususnya pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada karyawan tetap. Sementara pada karyawan temporer tidak terlihat dampak dari job insecurity. Menurut Klandermans et al. (2010) perasaan job insecurity dirasakan oleh karyawan tetap ketika kondisi perusahaan sedang mengalami krisis seperti kemerosotan, pengurangan karyawan (downsizing), pindah ke tempat lain, penutupan departemen, atau bahkan melakukan penutupan perusahaan. Selain itu, Hartley dan Jacobson (dalam Klandemans, 2010) mengemukakan bahwa karyawan temporer yang memiliki kontrak kerja fleksibel menyadari bahwa job insecurity merupakan salah satu karakteristik dari status pekerjaan mereka, sehingga mereka tidak begitu berharap dapat terus bekerja di perusahaan yang sama. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa job insecurity dapat terjadi dan dirasakan oleh kedua status karyawan, yaitu karyawan berstatus tetap dan berstatus temporer.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia yang saat ini sedang berada dalam kondisi krisis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan job insecurity
(28)
antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia di Soroako?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia di Soroako.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan bagi Ilmu Psikologi Industri dan Organisasi mengenai perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Subjek Penelitian
Menjadi bahan evaluasi dan refleksi sehingga dapat membantu karyawan dalam upaya lebih memahami sejauh mana tingkat job insecurity yang dialaminya berkaitan dengan krisis.
b. Bagi Perusahaan
Membantu memberikan masukan bagi perusahaan mengenai tingkat job insecurity karyawan pada saat ini dan mampu menjadi bahan evaluasi dalam usaha meningkatkan kondisi perusahaan yang lebih baik.
(29)
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Job Insecurity
Sub bab ini akan membahas tentang pengertian, faktor dan dampak
job insecurity.
1. Pengertian Job Insecurity
Job Insecurity pertama kali diperkenalkan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt pada tahun 1984. Greenhalgh dan Rosenblatt meneliti job insecurity setelah melihat fenomena penurunan ekonomi di Amerika yang meningkatkan kemungkinan karyawan untuk kehilangan pekerjaannya (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984). Bagi beberapa karyawan, perubahan yang terjadi di dunia pekerjaan disebabkan dampak dari perubahan ekonomi menyebabkan munculnya perasaan tidak aman terkait lingkungan dan masa depan pekerjaannya (Sverke & Hellgreen, 2002).
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) mendefinisikan job insecurity
sebagai perasaan tidak berdaya dalam mempertahankan keinginan untuk terus bekerja di situasi kerja yang terancam. Job insecurity
menandakan adanya suatu ancaman yang akan membuat individu kehilangan pekerjaan atau kelanjutan pekerjaannya. Greenhalgh dan Rosenblatt dalam definisinya melibatkan kehilangan fitur pekerjaan yang dianggap penting dan perasaan tidak berdaya sebagai bagian dari
(30)
Menurut Cheng dan Chan (2008) job insecurity adalah keprihatinan mengenai kelanjutan pekerjaan di masa depan. Hal serupa disampaikan oleh De Witte et al. (2012) yang menggambarkan job insecurity sebagai ketidakpastian mengenai pekerjaan di masa depan, apakah individu dapat terus bekerja atau akan kehilangan pekerjaannya. Sverke et al. (2006) mengemukakan bahwa job insecurity didasarkan pada persepsi individu dan interpretasi mereka terhadap lingkungan kerjanya sehingga setiap individu dapat merasakan job insecurity yang berbeda-beda walaupun berada dalam situasi kerja yang sama. Mengacu pada pemahaman tersebut, job insecurity merupakan persepsi subjektif karena berdasarkan pengalaman dan interpretasi individu terhadap situasi di lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa job insecurity merupakan persepsi subjektif individu yang merasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang mengancam kelanjutan pekerjaan atau aspek penting dari pekerjaannya.
2. Dimensi Job Insecurity
Terdapat dua konsep mengenai pengertian job insecurity, yaitu konsep global dan konsep multi-dimensional. Konsep global
menggambarkan job insecurity sebagai keseluruhan kekhawatiran individu terhadap kelanjutan atau kelangsungan pekerjaannya.
(31)
Sementara konsep multi-dimensional menekankan bahwa job insecurity disebabkan oleh ancaman kehilangan pekerjaan, keinginan untuk dapat terus melanjutkan pekerjaan, resiko kehilangan fitur pekerjaan yang dianggap penting dan ketidakberdayaan untuk bertindak mengubah situasi (Keim et al., 2014).
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) memahami job insecurity
dalam konsep multi-dimensional yang mengidentifikasi ancaman terhadap pekerjaan baik secara umum maupun terhadap fitur-fitur pekerjaannya, serta ketidakberdayaan untuk melawan ancaman tersebut. Mereka menilai bahwa konsep global kurang tepat untuk digunakan karena subjek yang berbeda akan memilih respon yang sama walaupun merujuk pada aspek yang berbeda (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984). Berdasarkan pemahaman tersebut, job insecurity
tidak hanya merasakan ancaman kehilangan pekerjaan saja namun melibatkan gagasan mengenai kehilangan fitur pekerjaan yang penting, seperti gaji, status, dan promosi jabatan (Dhacapalli & Parumasur, 2012).
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) menyebutkan dimensi job insecurity, yaitu:
a. Desired continuity atau keinginan untuk terus bekerja.
Keinginan karyawan untuk dapat terus bekerja dan menginginkan posisi yang tetap di perusahaan.
(32)
b. Threat atau ancaman.
Karyawan merasa bahwa situasi tertentu berpotensi untuk menganggu kelanjutan pekerjaan mereka sehingga menimbulkan ketidakamanan kerja walaupun ancaman tersebut belum tentu terjadi atau hanya sekedar rumor.
c. Job features at risk atau ancaman terhadap fitur pekerjaan.
Karyawan merasa khawatir mengenai perubahan di perusahaan yang mengakibatkan mereka kehilangan fitur pekerjaan yang dianggap penting.
d. Powerlessness atau perasaan tidak berdaya.
Karyawan yang merasa pekerjaannya terancam namun tidak mampu melakukan strategi untuk melawan ancaman tersebut. Akibatnya karyawan merasa rentan terhadap situasi yang mengancam.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menggunakan konsep
multi-dimensional dan dimensi job insecurity yang dikemukakan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt sebagai acuan untuk memahami job insecurity.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity
Keim et al. (2014) membagi faktor-faktor job insecurity menjadi dua, yaitu faktor subjektif dan faktor objektif. Faktor subjektif berkaitan dengan kontrol individu di tempat kerja. Adanya ancaman yang membuat individu merasa tidak memiliki kontrol dapat
(33)
mempengaruhi individu untuk merasakan job insecurity. Sementara faktor objektif mengarah pada hal-hal yang bersifat demografik atau karakteristik objektif individu. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Subjektif 1) Locus of Control
Beberapa studi menemukan bahwa locus of control memiliki hubungan yang signifikan dengan job insecurity. Karyawan dengan locus of control internal yang tinggi kurang merasakan
job insecurity karena merasa dirinya mampu menghadapi situasi yang sedang terjadi (Raja, Johns & Ntalianis; Ashford, Lee & Bobko dalam Keim et al., 2014).
2) Ambiguitas dan Konflik Peran
Ambiguitas peran terjadi ketika karyawan tidak mengetahui tanggung jawab dan tujuan dari pekerjaannya. Sementara konflik peran disebabkan banyaknya tuntutan dari berbagai sumber yang meningkatkan ketidakpastian. Ambiguitas dan konflik peran dapat membuat karyawan merasakan job insecurity. Situasi ini dapat meningkatkan kecemasan karyawan karena tidak mengetahui dengan jelas cara untuk menjalankan tugasnya dengan baik (Keim et al., 2014).
(34)
3) Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi yang buruk dapat dikaitkan dengan munculnya perasaan job insecurity. Kemudahan dalam mendapatkan informasi serta kualitas komunikasi organisasi yang baik dapat mengurangi job insecurity yang dirasakan oleh karyawan (Kinunnen & Natti; Parker, Axtell & Turner dalam Keim et al., 2014).
b. Faktor Objektif 1) Usia
Usia dapat mempengaruhi job insecurity yang dirasakan oleh individu. Karyawan yang berusia 30 sampai 40an cenderung merasakan job insecurity yang lebih tinggi daripada karyawan dengan usia lebih muda. Hal ini disebabkan adanya tanggung jawab keluarga untuk merawat dan membesarkan anak dan kemungkinan kemungkinan sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan baru (Sverke et al., 2006). Selain itu, rendahnya mobilitas pekerjaan dan kondisi perekonomian membuat karyawan yang lebih tua cenderung bergantung pada pekerjaannya (Cheng & Chan, 2008). Sebaliknya, Fullerton dan Wallace (2007) menemukan bahwa karyawan berusia muda dan tua merasa pekerjaannya berada di posisi yang aman dibandingkan karyawan yang berusia setengah tua ( middle-aged) yang merasa pekerjaannya kurang aman.
(35)
2) Jenis Kelamin
Beberapa studi menunjukkan bahwa karyawan laki-laki cenderung merasakan job insecurity daripada karyawan perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih peka terhadap kondisi perekonomian dan adanya kekhawatiran terhadap konsekuensi negatif sebagai akibat dari kehilangan pekerjaan (Cheng & Chan, 2008). Namun, penelitian yang dilakukan oleh Mauno dan Kinnunen (2002) menemukan hasil sebaliknya. Dalam penelitiannya, perempuan lebih merasakan ketidakpastian mengenai kelanjutan pekerjaannya daripada laki-laki.
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi job insecurity. Karyawan dengan tingkat pendidikan yang tinggi merasa pekerjaan mereka lebih aman daripada yang berpendidikan rendah. Sverke et al. (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah memiliki sedikit peluang untuk menemukan alternatif pekerjaan di tempat lain sehingga membuat individu menjadi lebih bergantung pada pekerjaannya.
4) Status Karyawan
Status karyawan yang berbeda dapat mempersepsikan job insecurity yang berbeda. Beberapa studi menemukan bahwa
(36)
karyawan yang memiliki batas waktu cenderung lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Rigotti et al. (2009) menemukan bahwa karyawan dengan status temporer lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Hal ini disebabkan karyawan temporer kurang merasakan prospek kerja yang menjanjikan dimasa depan dibandingkan karyawan tetap. Selain itu, mungkin disebabkan karyawan berstatus temporer tidak begitu terikat dan dilindungi oleh perusahaan yang bersangkutan (Keim et al., 2014). Sementara karyawan dengan status tetap menganggap dirinya sebagai bagian dari perusahaan sehingga apabila akan dilakukan pengurangan karyawan, maka karyawan yang tidak terikat dengan perusahaan akan terlebih dulu diberhentikan (Sverke et al., 2006). Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh De Witte dan rekannya (De Cuyper & De Witte, 2005, 2006, 2007; De Witte & Naswall, 2003) yang menemukan bahwa karyawan tetap cenderung lebih merasakan job insecurity daripada karyawan temporer. Hasil menunjukkan bahwa karyawan tetap merasakan job insecurity pada aspek kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Sementara pada karyawan temporer tidak terlihat dampaknya.
(37)
B. Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing
Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 (pasal 56), perjanjian kerja dibagi menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). PKWTT adalah perjanjian yang tidak memiliki batas waktu bekerja yang merupakan perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan tetap. Sementara PKWT adalah perjanjian yang memiliki jangka waktu atau berakhir apabila suatu pekerjaan tertentu telah selesai yang umumnya terjalin antara perusahaan dengan karyawan berstatus temporer, salah satunya adalah outsourcing atau alih daya.
1. Karyawan Tetap
Karyawan tetap umumnya mendapat perlindungan sehingga mereka tidak dapat di-PHK tanpa izin sebelumnya (Bhandari & Heshmati, 2006). Karyawan tetap sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Selain itu, karyawan tetap memiliki ketentuan sebagai berikut:
a) Adanya masa percobaan kerja paling lama 3 bulan. b) Tidak memiliki jangka waktu kerja yang terbatas.
(38)
c) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, uang penghargaan kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. 2. Outsourcing atau Alih Daya
Outsourcing atau alih daya merupakan pendekatan manajemen yang memberikan wewenang pada sebuah agen luar (pihak ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan (Wahyuni, Idrus, Zain & Rahayu, 2011). Brown dan Wilson (dalam Davis-Blake & Broschak, 2009) mendefinisikan outsourcing sebagai tindakan memperoleh barang atau jasa dari individu atau organisasi diluar perusahaan. Penggunaan
outsourcing berkembang mengikuti kebutuhan perusahaan untuk menjalin hubungan kerja yang fleksibel, yaitu mudah untuk melakukan perekrutan dan mudah melakukan PHK pada karyawan. Pada umumnya, perjanjian kerja outsourcing menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu suatu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu yang diatur dalam Kep. 100/Men/VI/2004 (Budiartha, 2016).
Aturan penggunaan jasa outsourcing ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65, dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
(39)
Indonesia No. Kep.100/Men/IV/2004 tahun 2004. Ketentuan kerja karyawan outsourcing, antara lain:
a) Perjanjian kerja didasarkan pada jangka waktu tertentu; atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, yaitu:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara. - Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun. - Pekerjaan yang bersifat musiman.
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan. b) Perjanjian kerja tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
c) Perjanjian kerja berlangsung paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk waktu paling lama 1 tahun. d) Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum
jangka waktu yang ditetapkan atau adanya pelanggaran yang dilakukan salah satu pihak, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan unuk membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya kontrak.
C. Perusahaan PT. Vale Indonesia, Tbk
Melalui web PT. Vale Indonesia, Tbk perusahaan pertambangan ini merupakan salah satu anak perusahaan dari Vale, yaitu perusahaan
(40)
multitambang yang berpusat di Brasil. Vale merupakan pemimpin global dalam produksi bijih besi dan salah satu produsen nikel terbesar di dunia.
Salah satu cabang PT. Vale Indonesia berlokasi di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu operasi tambang dan pengolahan nikel laterit terpadu terbesar di dunia. Sebelumnya, perusahaan ini bernama PT. International Nickel Indonesia Tbk (PT. INCO) yang didirikan pada bulan Juli 1968. Perusahaan ini mendapatkan izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan, pengolahan dan produksi nikel. Saat ini PT. Vale Indonesia menjadi produsen nikel terbesar di Indonesia dan menyumbang 5% pasokan nikel dunia yang mempekerjakan sekitar 3.300 karyawan dan lebih dari 3000 personil kontraktor.
Sebagai satu-satunya perusahaan terbesar di Luwu Timur, PT. Vale Indonesia menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat setempat. Rata-rata karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia merupakan penduduk lokal yang tinggal di Luwu Timur. Kondisi krisis yang juga dialami oleh perusahaan-perusahaan kecil membuat hampir semua perusahaan outsourcing di Luwu Timur mengandalkan PT. Vale Indonesia sebagai tempat bekerja (wawancara pribadi 15 April 2016).
D. Perbedaan Job Insecurity Antara Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing
Turunnya harga nikel dan logam di dunia menyebabkan PT. Vale Indonesia mengalami kerugian yang besar dan tengah mengalami krisis.
(41)
Sebagai salah satu produsen nikel terbesar di Indonesia, PT. Vale Indonesia di Soroako menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di Luwu Timur dan sebagian besar perusahaan outsourcing di Luwu Timur mengandalkan perusahaan ini sebagai tempat untuk berusaha. Krisis yang terjadi membuat perusahaan tambang nikel ini harus melakukan beberapa strategi agar perusahaan tetap dapat beroperasi dengan baik. Strategi yang dilakukan perusahaan PT. Vale Indonesia antara lain tidak memberikan bonus, kenaikan gaji, dan promosi jabatan kepada karyawan, bahkan beredar isu akan dilakukannya PHK jika kondisi terus memburuk. Beberapa karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia merasa khawatir akan kehilangan pekerjaannya karena berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi dulu ketika perusahaan mengalami krisis maka akan dilakukan pengurangan karyawan dengan cara “dirumahkan” atau PHK. Selain itu, kondisi krisis juga dialami oleh semua perusahaan sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat lain. Situasi ini dapat menyebabkan karyawan di PT. Vale Indonesia merasakan
job insecurity.
Job insecurity dapat dilihat melalui dua konsep, yaitu konsep global
dan konsep multi-dimensional. Konsep global melihat job insecurity
sebagai kekhawatiran kehilangan pekerjaan secara total. Sementera konsep
multi-dimensional memandang job insecurity sebagai persepsi subjektif individu yang merasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang mengancam kelanjutan pekerjaan atau aspek penting dari pekerjaannya.
(42)
Dampak yang ditimbulkan job insecurity dapat mempengaruhi karyawan maupun perusahaan. Job insecurity dapat menyebabkan menurunnya tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi, rendahnya kesehatan fisik dan mental, dan kecenderungan karyawan untuk meninggalkan perusahaan (Klandermans et al., 2010; Greenhalgh & Rosenblatt, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi job insecurity terbagi menjadi faktor subjektif, yaitu meliputi locus of control (LOC), ambiguitas peran dan koflik peran dan faktor objektif, yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, dan status karyawan (Keim et al., 2014).
Terkait status karyawan sebagai salah satu faktor job insecurity, Klandermans et al. (2010) menyatakan bahwa status pekerjaan yang berbeda dapat menghasilkan job insecurity yang berbeda. Beberapa studi menemukan bahwa karyawan dengan status temporer merasakan job insecurity yang lebih tinggi dibandingkan karyawan tetap. Hal ini disebabkan karyawan tetap merasakan prospek kerja yang lebih menjanjikan dimasa depan dibandingkan karyawan temporer. Selain itu, karyawan dengan status temporer cenderung tidak begitu terikat dengan perusahaan tempatnya bekerja (Riggoti et al., 2009; Keim et al., 2014). Sebaliknya, De Witte dan De Cuyper (2005) memperlihatkan bahwa karyawan tetap lebih merasakan job insecurity daripada karyawan temporer. Hasil menunjukkan bahwa job insecurity berhubungan negatif dengan kesejahteraan hidup karyawan, khususnya pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada karyawan tetap. Sementara pada karyawan
(43)
temporer tidak terlihat dampak dari job insecurity. Klandermans et al. (2010) berpendapat bahwa karyawan tetap merasakan job insecurity yang tinggi ketika kondisi perusahaan sedang mengalami krisis seperti kemerosotan, pengurangan karyawan (downsizing), pindah ke tempat lain, penutupan departemen, atau bahkan melakukan penutupan perusahaan.
PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako, Sulawesi Selatan mempekerjakan kurang lebih 2.500 karyawan tetap dan 5.000 karyawan
outsourcing. Di perusahaan ini terdapat tiga departemen yang mempekerjakan karyawan tetap dan karyawan outsourcing untuk melakukan tugas dan tanggung jawab yang sama di perusahaan. Walaupun menjalankan tugas dan tanggung jawab yang sama, kedua status karyawan tersebut memiliki posisi yang berbeda. Apabila dilihat berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, karyawan tetap terikat dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), sementara karyawan outsourcing terikat dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Pada umumnya karyawan tetap mendapat perlindungan dari pemerintah juga oleh perusahaan di tempatnya bekerja. Sementara karyawan outsourcing atau alih daya memiliki posisi yang lebih mudah untuk diberhentikan. Salah satu contoh adalah ketika perusahaan akan melakukan pengurangan karyawan. Perusahaan akan terlebih dahulu melakukan PHK terhadap karyawan outsourcing sebelum melakukan pemutusan kerja pada karyawan tetap (wawancara pribadi tanggal 14 September 2016).
(44)
E. Kerangka Pemikiran
Karyawan mempersepsikan job insecurity yang tinggi Karyawan mempersepsikan job
insecurity yang rendah
Krisis Perusahaan
Karyawan Outsourcing
- Memiliki jangka waktu terbatas
- Bukan anggota inti/bagian dari perusahaan tempatnya bekerja
- Mudah untuk mengalami pemutusan kerja
Karyawan Tetap
- Memiliki jangka waktu kerja tidak terbatas
- Mendapat perlindungan dari pemerintah
- Merupakan anggota/ bagian dari perusahaan
- Memiliki posisi yang lebih aman di perusahaan
Strategi Perusahaan - Tidak ada bonus
- Tidak ada promosi dan kenaikan pangkat - Tidak ada kenaikan gaji
- Menawarkan pensiun dini Beredarnya Isu - Karyawan akan “dirumahkan” - PHK
Karyawan merasa pekerjaannya lebih aman
Karyawan merasa pekerjaannya terancam
(45)
F. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini yaitu terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing, dimana karyawan outsourcing lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap.
(46)
26 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik komparatif, yaitu membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2013). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan job insecurity pada karyawan tetap dan karyawan outsourcing. B. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel Bebas : Status Karyawan
a. Karyawan Tetap b. Karyawan Outsourcing
2. Variabel Tergantung : Job Insecurity
C. Definisi Operasional 1. Status Karyawan
a. Karyawan Tetap
Karyawan tetap merupakan individu yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan dan terikat dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu di tempatnya bekerja. Pengisian identitas diri akan memperlihatkan status karyawan.
(47)
b. Karyawan Outsourcing
Outsourcing atau alih daya merupakan karyawan dari pihak ketiga yang bekerja di perusahaan dan terikat perjanjian kerja waktu tertentu. Pengisian identitas diri akan memperlihatkan status karyawan.
2. Job Insecurity
Job insecurity merupakan persepsi subjektif karyawan yang merasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang mengancam kelanjutan pekerjaan dan aspek penting dari pekerjaannya. Variabel
job insecurity akan diukur menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan dimensi job insecurity, yaitu keinginan untuk terus bekerja, ancaman, ancaman terhadap fitur pekerjaan, dan perasaan tidak berdaya. Semakin tinggi nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek cenderung merasakan job insecurity yang tinggi. Sebaliknya, apabila memperoleh hasil yang rendah menunjukkan bahwa subjek memiliki perasaan job insecurity yang rendah.
D. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan. Subjek adalah karyawan tetap dan karyawan outsourcing yang menjalankan tugas dan tanggung jawab yang sama di perusahaan PT. Vale Indonesia.
(48)
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
convenience sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kemudahan dan ketersediaan (Creswell, 2014). Selain itu, peneliti juga menggunakan purposive sampling dikarenakan penentuan sampel melibatkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Pertimbangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Karyawan yang telah bekerja lebih dari 1 tahun.
2. Karyawan tetap dan karyawan outsourcing di perusahaan PT. Vale Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama di perusahaan.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian berupa kuesioner. Penggunaan kuesioner atau angket bertujuan untuk memperoleh data, sehingga dapat menjelaskan suatu populasi yang terlalu besar untuk diamati secara langsung (Morissan, 2012).
Skala pengukuran variable job insecurity disusun sendiri oleh peneliti menggunakan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (2010). Pengukuran skala job insecurity
disusun menggunakan format skala Likert. Skala ini menyajikan pernyataan-pernyataan dengan 4 pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS) dengan nilai 4, Sesuai (S) dengan nilai 3, Kurang Sesuai (KS) dengan nilai 2, dan Tidak Sesuai (TS) dengan nilai 1 untuk pernyataan favorable. Sebaliknya, pernyataan unfavorable untuk Sangat Sesuai (SS) mendapat
(49)
nilai 1, Sesuai (S) mendapat nilai 2, Kurang Sesuai (KS) mendapat nilai 3, dan Tidak Sesuai (TS) mendapat nilai 4. Peneliti tidak menggunakan pilihan netral dengan tujuan untuk menghindarkan subjek dari kecenderungan untuk memilih jawaban yang bersifat netral (Supratiknya, 2014).
Distribusi item pada skala job insecurity dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi item uji coba skala job insecurity
No. Dimensi Favorable Unfavorable Total % 1. Keinginan untuk terus
bekerja 4,11,25,26,35 6, 9,18,19,38 10 25% 2. Ancaman 7,12,27,36,39 5,10,20,21,22 10 25% 3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 1,16,30,32,33 3,13,17,23,40 10 25% 4. Perasaan tidak berdaya 14,15,24,28,34 2,8,29,31,37 10 25%
Total 20 20 40 100%
F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Validitas merupakan kualitas suatu alat tes yang menunjukkan sejauh mana alat tersebut dapat mengukur atribut psikologis yang ingin diukur (Supratiknya, 2014). Suatu pengukuran dikatakan valid apabila hasil yang diberikan sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut. Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity) dengan melibatkan seorang expert judgment dalam pengujian terhadap kelayakan isi suatu alat tes (Azwar, 2015). Peneliti meminta bantuan dosen pembimbing skripsi sebagai expert judgment dalam penelitian ini.
(50)
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk memutuskan item-item mana yang memenuhi syarat sehingga dapat digunakan dalam pengambilan data final (Supratiknya, 2014). Kriteria pemilihan item yang baik dilihat berdasarkan daya diskriminasi item, yaitu sejauh mana item mampu membedakan individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Pengukuran daya diskriminasi item dilakukan dengan menghitung korelasi distribusi skor item dengan distribusi skor skala yang akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix). Umumnya batasan yang digunakan sebagai kriteria pemilihan item adalah rix ≥ 0,30. Item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan (Azwar, 2014).
Pelaksanaan uji coba (try out) dilakukan pada tanggal 14 - 17 Januari 2017 dengan mengumpulkan karyawan yang sedang tidak bertugas di ruang istirahat. Peneliti membagikan kepada karyawan yang berkumpul dan meminta mereka untuk mengisi angket tersebut. Angket yang disebar oleh peneliti adalah sebanyak 40 skala. Angket yang dapat dianalisis sebanyak 35 skala, terdiri dari 18 responden karyawan tetap dan 17 responden karyawan outsourcing. Saat melakukan seleksi item, sedikitnya jumlah item yang lolos dengan menggunakan batasan 0,30 membuat peneliti menurunkan batasan menjadi 0,25 agar memperoleh jumlah item yang diinginkan. Menurut Azwar (2014), apabila jumlah item yang lolos belum mencukupi
(51)
jumlah yang diinginkan, dapat dilakukan pertimbangan untuk menurunkan sedikit batas kriteria misalnya menjadi 0,25 sehingga dapat mencapai jumlah item yang diinginkan.
Berdasarkan hasil uji coba item, dari 40 item skala job insecurity akhirnya diperoleh 24 item yang memenuhi syarat. Berikut hasil uji coba yang diperoleh:
Tabel 2. Item skala job insecurity setelah uji coba
No. Dimensi Favorable Unfavorable Total 1. Keinginan untuk terus
bekerja
4,11,25, 26,35*
6, 9,18*,
19*,38* 6
2. Ancaman 7,12,27,
36,39
5,10,20*,
21,22 9
3. Ancaman terhadap fitur pekerjaan
1,16,30, 32,33
3*,13*,17*,
23*,40* 5 4. Perasaan tidak berdaya 14,15,24,
28,34*
2*,8*,29*,
31*,37* 4
Total 18 6 24
* : item yang gugur
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran apabila pengukuran dilakukan beberapa kali terhadap suatu populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014). Suatu pengukuran yang mampu menghasilkan menghasilkan data yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel atau dapat dipercaya (Azwar, 2015).
Penelitian ini merupakan salah satu pengukuran reliabilitas menggunakan pendekatan penyajian skala satu kali atau yang disebut
(52)
insecurity diukur dengan menghitung nilai Alpha Cronbach (α) menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistic versi 22. Sementara reliabilitas job insecurity secara keseluruhan diukur menggunakan koefisien alpha terstratifikasi (alpha stratified). Supratiknya (2014) menyebutkan koefisien minimum yang dianggap memuaskan untuk suatu reliabilitas tes adalah 0,70.
Berdasarkan hasil uji coba, dimensi skala job insecurity
menghasilkan koefisien reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3. Reliabilitas Sebelum dan Setelah Seleksi Item
No. Dimensi Sebelum Setelah
1. Keinginan untuk terus
bekerja 0,362 0,713
2. Ancaman 0,740 0,750
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 0,433 0,708
4. Perasaan tidak berdaya 0,186 0,799
αstrat 0,798 0,890
Hasil koefisien alpha terstratifikasi yang diperoleh setelah dilakukan seleksi item adalah 0,890. Hasil tersebut menunjukkan bahwa alat ukur job insecurity dapat dipercaya karena memiliki nilai koefisien diatas 0,70.
(53)
G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian yang diambil berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji normalitas perlu dilakukan karena perhitungan statistik parametrik mengasumsikan bahwa data yang akan dianalisis berasal dari populasi yang sebarannya normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov dalam program IBM SPSS Statistic versi 22. Data dikatakan memiliki sebaran yang normal apabila hasil signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2010).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dalam rangka menguji kesamaan varians setiap kelompok data (Supardi, 2013). Apabila syarat uji homogenitas terpenuhi yaitu signifikasi (p) lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) dapat dikatakan bahwa varian antar kelompok memiliki besar yang sama (Santoso, 2010).
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik
Independent Sample t-test yaitu dengan menggunakan program IBM SPSS Statistic versi 22. Pada dasarnya Independent Sample t-test
(54)
berhubungan (Santoso, 2010). Apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi normal, data yang didapatkan akan dianalisis menggunakan statistik nonparametrik yaitu teknik Mann-Whitney U
(55)
35 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian mulai dilaksanakan pada tanggal 9 Januari 2017. Peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan dengan menyerahkan surat izin penelitian kepada departemen External Relations PT. Vale Indonesia. Setelah mendapatkan persetujuan peneliti mulai melaksanakan penelitian. Peneliti melakukan pengambilan data pada tanggal 2 Februari 2017 sampai dengan 18 Februari 2017. Peneliti menyebarkan skala pada karyawan tetap dan karyawan outsourcing yang bekerja di PT. Vale Indonesia. Penyebaran skala dilakukan dengan cara menitipkan skala kepada karyawan yang bekerja di beberapa departemen yang berbeda untuk membagikan skala tersebut. Peneliti menitipkan skala kepada karyawan yang dipercaya dan telah terbiasa mengisi sebuah angket penelitian sehingga dapat menjelaskan kepada karyawan lain cara mengerjakan dan mengisi skala sesuai dengan petunjuk yang tertera.
Skala yang dapat dititipkan adalah sebanyak 160 skala. Kondisi krisis yang dialami perusahaan membuat peneliti tidak mendapatkan akses untuk masuk kedalam perusahaan sehingga peneliti hanya menitipkan skala kepada karyawan disana. Skala yang kembali kepada peneliti sebanyak 150 eksemplar, namun yang dapat digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 144 skala. Banyaknya skala yang gugur disebabkan subjek tidak mengisi identitas dengan lengkap seperti usia, pendidikan,
(56)
dan status karyawan. Selain itu, beberapa subjek tidak menjawab seluruh pernyataan yang ada. Secara keseluruhan, total skala yang dapat digunakan sebanyak 144 skala yang terdiri dari 72 orang karyawan tetap dan 72 orang karyawan outsourcing.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap dan outsourcing
di PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako. Berdasarkan data penelitian, didapatkan data demografik sebagai berikut:
Tabel 4. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis
Kelamin Tetap Outsourcing Jumlah Persentase
1. Laki-laki 63 64 127 88,2 %
2. Perempuan 9 8 17 11,8 %
Total 72 72 144 100 %
Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa subjek dengan jenis kelamin laki-laki memiliki persentase lebih banyak yaitu sebesar 88,2% dibandingkan perempuan dengan persentase sebesar 11,8%.
Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia No. Rentang
Usia Tetap Outsourcing Jumlah Persentase
1. 21-30 3 26 29 20,1 %
2. 31-40 38 37 75 52,1 %
3. > 40 31 9 40 27,8 %
Total 72 72 144 100 %
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa subjek berusia 31 hingga 40 tahun merupakan subjek yang paling banyak dalam penelitian dengan persentase sebesar 52,1 %.
(57)
Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Tetap Outsourcing Jumlah Presentase
1. SMA/SMK/STM 42 42 84 58,3 %
2. Diploma 2 1 - 1 0,7 %
3. Diploma 3 5 10 15 10,4 %
4. Strata 1 21 19 40 27,8 %
5. Strata 2 3 1 4 2,8 %
Total 72 72 144 100 %
Dapat dilihat pada tabel 6 bahwa tingkat pendidikan subjek dalam penelitian cukup beragam. Berdasarkan data pada tabel tersebut, subjek dengan tingkat pendidikan SMA dan sederajatnya memiliki persentase paling banyak yaitu 58,3%. Kemudian sebanyak 27,8% merupakan subjek dengan tingkat pendidikan S1.
C. Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh, berikut hasil analisis mean teoritik dan mean empirik penelitian:
Tabel 7. Data Teoritik dan Empirik Job
Insecurity N
Data Teoritik Data Empirik
Sig. (p) Mean Skor SD Mean Skor SD
Min Max Min Max
Tetap 72 60 24 96 12 54,81 41 68 6,069 0,000 Outsourcing 72 60 24 96 12 57,57 44 72 6,558 0,002
Pada tabel 7 diketahui bahwa nilai mean empirik karyawan tetap maupun karyawan outsourcing lebih rendah dari nilai mean teoritiknya. Mean empirik yang diperoleh karyawan tetap adalah sebesar 54,81 sementara mean teoritiknya sebesar 60. Berdasarkan uji One-Sample t-test
didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean
(58)
teoritik dan mean empirik karyawan tetap. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa job insecurity yang dimiliki karyawan tetap cenderung rendah. Sementara nilai mean empirik karyawan outsourcing
adalah sebesar 57,57 yang lebih rendah dari mean teoritiknya yaitu sebesar 60. Berdasarkan uji One-Sample t-test didapatkan hasil signifikansi (p) sebesar 0,002 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empirik karyawan
outsourcing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa job insecurity pada karyawan outsourcing cenderung rendah.
Untuk dapat mengetahui tingkat job insecurity yang diperoleh subjek dalam penelitian ini, maka dilakukan pengkategorisasian. Kategorisasi dilakukan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2014). Berdasarkan kategorisasi dalam Azwar (2014), kategorisasi skala job insecurity sebagai berikut:
Tabel 8. Kategorisasi Skala Job Insecurity
Skor Jumlah Subjek Persentase Kategori Tetap Outsourcing
X < (42) 2 - 1,4 % Sangat Rendah
(42) ≤ X < (54) 27 19 31,9 % Rendah
(54) ≤ X < (66) 40 45 59,1 % Sedang
(66) ≤ X < (78) 3 8 7,6 % Tinggi
(59)
Grafik 1. Kategorisasi Job Insecurity
Berdasarkan norma kategorisasi skala job insecurity, data menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 59,1%, dimana karyawan tetap berjumlah 40 subjek dan karyawan outsourcing sebanyak 45 subjek.
D. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kondisi sebaran data yang ada apakah terdistribusi secara normal atau tidak. Teknik analisis yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov pada IBM SPSS Statistics versi 22. Data terdistribusi normal apabila memiliki nilai signifikansi (p) lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Berikut hasil
(60)
uji normalitas dimensi job insecurity karyawan tetap dan karyawan
outsourcing:
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Dimensi Job Insecurity
No. Dimensi Status Karyawan Tetap Outsourcing 1. Keinginan untuk terus
bekerja
,200 ,071
2. Ancaman ,091 ,200
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan ,018 ,069
4. Perasaan tidak berdaya ,001 ,006
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 9 diketahui bahwa dimensi keinginan untuk terus bekerja dan dimensi ancaman memiliki sebaran data yang normal. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi (p) yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Sementara pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan dan dimensi perasaan tidak berdaya, nilai signifikansi (p) yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hasil menunjukkan bahwa sebaran data pada kedua dimensi tersebut tidak normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan varians setiap kelompok data. Pengukuran homogenitas menggunakan Lavene’s test pada IBM SPSS Statistics versi 22. Uji homogenitas terpenuhi apabila nilai signifikansi (p) yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).
(61)
Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Dimensi Job Insecurity
No. Dimensi Levene
Statistic df1 df2 Sig. 1. Keinginan untuk terus bekerja ,034 1 142 ,853
2. Ancaman ,310 1 142 ,579
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 3,176 1 142 ,077
4. Perasaan tidak berdaya ,018 1 142 ,893 Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa keempat dimensi job insecurity memperoleh nilai signifikasi (p) lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat dimensi job insecurity memiliki variansi yang sama.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan dua teknik, yaitu
Independet Sample t-test dan Mann-Whitney U dengan bantuan program IBM SPSS Statistics versi 22. Teknik Independet Sample t-test
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata (mean) dari dua sampel tidak berhubungan yang memiliki sebaran data normal. Sementara teknik Mann-Whitney U digunakan untuk data yang sebarannya tidak normal.
Tabel 11. Uji Hipotesis Dimensi Job Insecurity
No. Dimensi Mean Sig. (1-tailed) Tetap Outsourcing
1. Keinginan terus bekerja 19,15 19,44 0,285
2. Ancaman 18,13 18,68 0,189
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 9,93 11,39 0,003
4. Perasaan tidak berdaya 7,60 8,06 0,060 Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga dimensi job insecurity yaitu keinginan terus bekerja, ancaman, dan perasaan tidak berdaya
(62)
memiliki nilai signifikansi (p) diatas 0,05 (p > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan job insecurity yang signifikan untuk dimensi keinginan terus bekerja, ancaman, dan perasaan tidak berdaya pada karyawan tetap dan karyawan
outsourcing. Sementara pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,003 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan job insecurity yang signifikan pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Mean pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan memperlihatkan bahwa karyawan
outsourcing merasakan job insecurity yang lebih tinggi pada dimensi ini daripada karyawan tetap dengan mean sebesar 11,39.
E. Analisis Tambahan
1. Analisis Berdasarkan Deskripsi Subjek
Tabel 12. Perbedaan Mean Usia
No. Rentang Usia Jumlah Mean One-Sample t-test
Sig. (2-tailed) 1. 21 – 30 29 56,72 0,002
0,873 2. > 40 40 56,98 0,011
Pada tabel 12 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan yang berusia 21-30 tahun dengan karyawan berusia diatas 40 tahun. Hal ini terlihat dari hasil uji Independent Sample t-test yang memperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,873. Selain itu, melalui uji One-sample t-test diketahui bahwa nilai signifikansi (p) yang diperoloeh karyawan berusia 21-30 tahun sebesar
(63)
0,002 dan karyawan berusia diatas 40 tahun sebesar 0,011. Hasil ini menunjukkan bahwa job insecurity yang dirasakan oleh kedua kelompok usia cenderung rendah.
2. Uji Beda Mean Skala Job Insecurity Keseluruhan
Tabel 13. Uji Independent Sample t-test Job Insecurity Keseluruhan Status Karyawan N Mean Sig. (1-tailed)
Tetap 72 54,81
0,005 Outsourcing 72 57,57
Pada tabel 13, terlihat bahwa berdasarkan hasil uji Independent Sample t-Test untuk job insecurity keseluruhan memperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,005 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing di mana job insecurity karyawan outsourcing
lebih tinggi daripada karyawan tetap.
F. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan job insecurity
antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan teknik Independent Sample t-Test dan Mann-Whitney U diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tiga dimensi job insecurity yang memperoleh nilai signifikansi (p) diatas 0,05 (p > 0,05). Ketiga dimensi tersebut yaitu keinginan terus bekerja dengan sig. (p) sebesar 0,285, dimensi ancaman dengan sig. (p) sebesar 0,189, dan perasaan tidak berdaya dengan sig. (p) sebesar 0,060. Sementara pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan diperoleh nilai
(64)
signifikansi (p) sebesar 0,003 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan job insecurity yang signifikan pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing.
Mean pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan memperlihatkan bahwa karyawan outsourcing merasakan job insecurity yang lebih tinggi pada dimensi ini daripada karyawan tetap dengan mean sebesar 11,39. Apabila diukur secara keseluruhan, pada tabel 13 diperoleh signifikansi (p) sebesar 0,005 (p < 0,05). Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat perbedaan job insecurity yang signifikan antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing yang menunjukkan bahwa job insecurity karyawan
outsourcing lebih tinggi daripada karyawan tetap.
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan
outsourcing pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan dengan nilai sig. (p) sebesar 0,003, dimana job insecurity karyawan outsourcing lebih tinggi daripada karyawan tetap. Pada dimensi ini, karyawan mempersepsikan adanya ancaman terhadap fitur pekerjaan seperti prospek karir dan gaji mereka (Elst, Ritcher, Sverke, Naswall, De Cuyper, & De Witte, 2014). Penelitian yang dilakukan Sels (dalam De Witte & Naswall, 2003) memperlihatkan bahwa berdasarkan kondisi kerja karyawan tetap lebih banyak mendapatkan keuntungan seperti bonus, asuransi, job security, dan pengembangan karir daripada karyawan temporer.
(65)
Blackmore dan Kuntz (2011) juga mengatakan bahwa karyawan tetap kurang mempersepsikan job insecurity karena merasakan adanya dukungan dari perusahaan yang terlihat dari lingkungan kerja yang aman, lingkungan kerja yang memiliki suasana positif, dan memberikan kesempatan untuk pengembangan diri dan karir di pekerjaannya. Berbeda dengan karyawan temporer yang kurang memiliki suara atau tempat di perusahaan untuk melakukan negosiasi dalam pemilihan tugas, durasi pekerjaan, dan perpanjangan kontrak sehingga mereka merasa lebih
insecure ketika beredar isu mengenai pekerjaan baru atau mempertahankan kontrak (De Cuyper, Notelaers, & De Witte, 2009).
Berdasarkan tabel 7, karyawan tetap memperoleh mean sebesar 54,81 sedangkan pada karyawan outsourcing nilai mean yang diperoleh sebesar 57,57. Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan outsourcing
merasakan job insecurity yang tinggi daripada karyawan tetap. Selain itu, tabel 13 menunjukkan apabila variabel job insecurity diukur secara keseluruhan (global) nilai signifikasi (p) yang diperoleh adalah sebesar 0,005. Hasil ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan job insecurity
antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Sverke et al. (2006) mengatakan bahwa jenis kontrak kerja tertentu dapat mempengaruhi persepsi job insecurity individu. Karyawan dengan status tetap kurang merasakan job insecurity karena menganggap dirinya sebagai bagian dari organisasi. Sementara karyawan dengan status temporer merasakan job insecurity yang tinggi karena mereka tidak begitu terikat maupun
(66)
dilindungi oleh organisasi tempat mereka bekerja (Keim et al., 2014). Sehingga apabila perusahaan harus mengurangi jumlah karyawan, kemungkinan besar yang akan diberhentikan adalah karyawan dengan status temporer.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa tiga dimensi job insecurity, yaitu dimensi keinginan terus bekerja, dimensi ancaman, dan dimensi perasaan tidak berdaya memperoleh nilai sig. (p) diatas 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing pada ketiga dimensi tersebut. Berdasarkan wawancara, baik karyawan tetap maupun karyawan outsourcing menganggap bahwa krisis yang sedang terjadi di perusahaan sebagai suatu ancaman yang dapat membuat mereka kehilangan pekerjaannya dan tidak dapat terus bekerja di perusahaan. Bagi karyawan tetap dan karyawan outsourcing, perusahaan memiliki kuasa yang besar dalam membuat keputusan yang menentukan masa depan pekerjaan mereka sehingga mereka bergantung sepenuhnya pada keputusan perusahaan. Selain itu, PT. Vale Indonesia memberikan perlakuan yang adil kepada karyawan tetap dan karyawan outsourcing
yang membuat mereka berusaha untuk mempertahankan pekerjaannya dengan bekerja sebaik-baiknya agar perusahaan tetap mempertahankan mereka sebagai karyawan (wawancara pribadi tanggal 17 Juli 2017).
Berdasarkan kategori job insecurity pada tabel 8, sebesar 59,1% subjek berada di kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
(67)
besar karyawan cenderung tidak khawatir namun juga tidak cukup merasa aman dengan pekerjaannya. Peneliti melakukan wawancara terhadap dua orang karyawan PT. Vale Indonesia untuk mengetahui pandangan mereka tentang kondisi krisis. Dalam wawancara tersebut, karyawan tetap merasa bahwa pekerjaan yang dimilikinya saat ini berada di posisi yang cukup aman. Hal ini disebabkan kecilnya kemungkinan karyawan yang berstatus tetap untuk dikeluarkan dari perusahaan. Selain itu, karyawan tetap tersebut tidak begitu bergantung pada pekerjaannya saat ini karena memiliki alternatif pekerjaan lain di bidang pertanian. Walaupun demikian, karyawan tersebut juga merasa khawatir apabila kehilangan pekerjaan karena akan berdampak pada penghasilan tetap yang didapatnya setiap bulan. Sementara itu, karyawan outsourcing yang bekerja di PT. Vale Indonesia merasa bahwa pekerjaannya saat ini sedang dalam posisi yang kurang aman. Karyawan tersebut mengatakan bahwa kondisi perusahaan yang dapat berubah sewaktu-waktu memperbesar kemungkinan dirinya akan kehilangan pekerjaan di perusahaan. Disisi lain, kehilangan pekerjaan tidak membuatnya begitu khawatir karena merasa dirinya masih mampu untuk menemukan pekerjaan lain walaupun akan berdampak pada penghasilannya yang menjadi tidak menentu setiap bulannya (wawancara pribadi tanggal 24 Maret 2017).
Selain status karyawan, perbedaan usia juga dapat mempengaruhi job insecurity. Pada tabel 12 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan yang berusia 21-30 tahun dengan yang berusia
(68)
diatas 40 tahun. Berdasarkan uji One-Sample t-test untuk rentang usia 21-30 tahun didapatkan hasil signifikasi (p) sebesar 0,002 dan untuk diatas 40 tahun sebesar 0,011. Hasil ini menunjukkan bahwa job insecurity pada kedua kelompok rentang usia cenderung rendah. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fullerton dan Wallace (2007) yang memperlihatkan kelompok karyawan berusia muda dan tua merasa cenderung merasa aman dengan posisi mereka di tempat kerja dibandingkan karyawan yang berusia setengah tua (middle-aged). Namun, jumlah subjek pada rentang usia 31-40 yang tidak seimbang dengan kelompok usia lainnya membuat penelitian ini tidak dapat sepenuhnya digunakan untuk pengujian.
Beberapa hambatan yang terjadi selama penelitian antara lain adalah pengambilan data yang tidak memungkinkan bagi peneliti untuk memantau dan melihat langsung proses pengisian angket oleh subjek. Hal ini disebabkan shift kerja karyawan yang berbeda-beda dan akses untuk masuk ke dalam perusahaan sehingga peneliti hanya dapat menitipkan pada beberapa karyawan di departemen yang berbeda untuk membagikan kepada rekannya di tempat kerja. Selain itu, kondisi krisis yang sedang dialami perusahaan membuat peneliti juga tidak dapat menjangkau semua departemen PT. Vale Indonesia disebabkan kurangnya akses untuk bisa menitipkan angket di semua departemen yang ada.
(69)
49 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat perbedaan job insecurity
antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing di mana karyawan
outsourcing lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil uji hipotesis dimensi job insecurity
dan uji job insecurity secara keseluruhan yang menunjukkan nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Selain itu, mean yang diperoleh kedua kelompok status karyawan menunjukkan bahwa karyawan
outsourcing lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. B. Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Hasil menunjukkan bahwa karyawan outsourcing lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Oleh karena itu, bagi karyawan outsourcing diharapkan untuk terus berusaha, bekerja yang lebih baik untuk menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan PT. Vale Indonesia. Sementara bagi karyawan tetap diharapkan untuk memperlihatkan kinerja yang lebih baik sehingga perusahaan mempertimbangkan untuk terus mempertahankannya di perusahaan.
(70)
2. Bagi Perusahaan
Berdasarkan norma kategorisasi, sebanyak 40 karyawan tetap dan 45 karyawan outsourcing berada di kategori sedang. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan dapat lebih memperhatikan kelangsungan pekerjaan karyawan dalam jangka panjang untuk mengurangi job insecurity yang dirasakan oleh para karyawan. Hal ini diperlukan agar
job insecurity yang dirasakan karyawan tidak semakin meningkat. Selain itu untuk mencegah dampak buruk dari job insecurity yang dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan dan perusahaan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk dapat meneliti dan memantau langsung proses pengambilan data di perusahaan untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian.
(1)
79
Dimensi Ancaman terhadap Fitur Pekerjaan
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Dimensi_3 Tetap 72 9,93 2,451 ,289
Outsourcing 72 11,39 2,905 ,342
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Dimensi_3 Equal
variances assumed
3,176 ,077
-3,256 142 ,001 -1,458 ,448
-2,344 -,573
Equal variances not assumed
-3,256 138,096 ,001 -1,458 ,448
(2)
80
Dimensi Perasaan Tidak Berdaya
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Dimensi_4 Tetap 72 7,60 1,774 ,209
Outsourcing 72 8,06 1,845 ,217
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Dimensi_4 Equal
variances assumed
,018 ,893
-1,520 142 ,131 -,458 ,302
-1,055 ,138
Equal variances not assumed
-1,520 141,777 ,131 -,458 ,302
(3)
81
LAMPIRAN 7
(4)
82
One-Sample StatisticsN Mean Std. Deviation Std. Error Mean
21-30 tahun 29 56.72 5.126 .952
One-Sample Test
Test Value = 60
t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
21-30 tahun -3.441 28 .002 -3.276 -5.23 -1.33
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SkorTotal 40 56.98 7.181 1.135
One-Sample Test
Test Value = 60
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
(5)
83
Group StatisticsUsia_tetap N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SkorTotal 21-30 29 56.72 5.126 .952
Lebih dari 40 40 56.98 7.181 1.135
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Skor Equal
variances assumed
2.112 .151
-.161 67 .873 -.251 1.562 -3.368 2.866
Equal variances not assumed
(6)
84
Analisis Tambahan
Job Insecurity
secara Menyeluruh
Group Statistics
Status_karyawan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Total Tetap 72 54,81 6,069 ,715
Outsourcing 72 57,57 6,558 ,773
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Total Equal
variances assumed
,271 ,603 -2,625 142 ,010 -2,764 1,053 -4,846 -,682
Equal variances not assumed
-2,625 141,