fusi protoplas

Fusi protoplas untuk mendapatkan ketahanan terhadap penyakit juga dilakukan pada tanaman
terung. Pada budidaya tanaman terung (Solanum melongena), masalah yang sering dihadapi
antara lain adalah serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia
Solanacearum yang mengakibatkan kehilangan hasil 15-95% (Husni, A. et al, 2004).
Penyakit ini memiliki kisaran inang yang luas, bukan hanya menyerang famili Solanaceae ,
tetapi juga menjadi masalah serius dalam budidaya tanaman jahe dan beberapa tanaman
lainnya.
Pada tanaman terung sumber ketahanan (resistensi) terhadap penyakit layu bakteri banyak
ditemukan pada spesies liar antara lain pada takokak ( Solanum torvum) . Pemindahan sifat
ketahanan dari species liar ke dalam species terung budidaya secara konvensional dengan
persilangan seksual sering mengalami kegagalan akibat inkompatibilitas atau dihasilkan
hibrida yang steril . Salah satu cara untuk memindahkan sifat genetik dari dua spesies yang
berbeda tersebut adalah melalui fusi protoplas (Husni, A. et al., 2004) .
Hibrida soma

Contoh Fusi Protoplas antara Solanum melongena (terung) dan
Solanum torvum (takokak) (Husni et al., 2004) sbb: metode
1). Persiapan eksplan (Sumber Protoplas)
Eksplan yang digunakan adalah S.melongena dan S. torvum .Benih dari kedua species
tersebut disterilkan dalam alkohol 70 %, kemudian dalam 0,05% HgCl2, dan 30 % clorox
masing masing selama 3 menit. Setelah itu benih dicuci dengan aquades. Benih yang telah

disterilisasi dikecambahkan dalam media MS + 20 g/l sukrosa dan 7 g/l agar. Media tersebut
disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121 oC selama 20 menit. Setelah berkecambah, benih
disubkultur pada media baru dan diinkubasi pada suhu 25-27 oC, dengan penyinaran 1000
lux selama 12 jam setiap hari. Satu bulan setelah pengkulturan daunnya digunakan sebagai
sumber protoplas (Husni,A. et al.,2004).
2). Persiapan Larutan Enzim
Enzim yang digunakan adalah enzim Sellulase Onozuka RS 0,5 % (ml/l); 0,5 % (M/v)
macerozyme R-10 (Yakult honssa Co.);0,05% (M/v) MES dan 9,1 % (M/v) manitol. Senyawa
tersebut dilarutkan dalam CPW dan pH diatur 5,5 – 5,6, dan disterilisasi dengan filter ukuran
0,22 μm. Larutan tersebut kemudian dimasukkan kedalam cawan petri berdiameter 5 cm,
masing masing 5-6 ml setiap cawan (Husni,A. et al.,2004).
3). Isolasi Protoplas

Permukaan bagian bawah daun S.melongena dan S.torvum digores dengan pisau secara
merata dengan jarak antar irisan 2-3 cm. Daun yang telah diiris ditempatkan dalam cawan
petri yang berisi larutan enzim, kemudian diinkubasi dalam kamar gelap pada suhu 27oC
selama 16 jam. Untuk membantu melepaskan protoplas, cawan petri digoyang selama 30
detik sehingga diperoleh larutan protoplas.
berukuran 100μm, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit
sampai dihasilkan pelet. Kemudian larutan enzim dipisahkan dan protoplas dilarutkan dalam

21 % sukrosa dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Protoplas murni diambil
menggunakan pipet dan disentrifugasi kembali. Kemudian protoplas dilarutkan dalam 0,5 M
manitol + 0,5 mM CaCl2 dan disentrifugasi selama 5 menit sampai terbentuk pelet protoplas.
Akhirnya protoplas dicuci dan densitas nya diukur (Husni,A. et al.,2004).
4). Fusi Protoplas
Protoplas S.melongena dan S torvum yang telah dimurnikan seperti tersebut diatas masing
masing diencerkan dengan larutan pencuci sehingga densitasnya menjadi
+ 5 x 104 protoplas /ml. Kemudian suspensi protoplas dicampur dalam tabung reaksi dengan
perbandingan volume yang sama dan diresuspensi sampai homogen. Setelah homogen
suspensi protoplas diambil dengan pipet sebanyak 600-800 μl kemudian dimasukkan kedalam
cawan petri berdiameter 5 cm dan dibiarkan selama 5 menit sehingga protoplas mengendap.
Selanjutnya di sekeliling suspensi protoplas ditambahkan 100 μl larutan PEG dengan
konsentrasi 30 % atau 50 % sebagai perlakuan selama 10 dan 20 detik untuk menginduksi
terjadinya fusi. Larutan PEG kemudian dibuang dan protoplas dibersihkan dengan larutan
pencuci. Selanjutnya dilakukan penghitungan secara mikroskopis terhadap protoplas yang
mengalami fusi. Protoplas yang telah difusikan dikultur dalam media perlakuan untuk
memacu pertumbuhannya (Husni,A. et al.,2004).
5). Kultur Protoplas Hasil Fusi
Media yang digunakan adalah media dasar KM8P dan VKM, masing masing diperkaya
dengan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 0,1 mg/l NAA dengan pH 5,8.Media tersebut

disterilisasi dengan filter ukuran 0,22 μm. Masing masing medium dipipet dan dimasukkan
ke dalam cawan petri yang berisi protoplas yang telah difusi,masing masing 6 ml setiap
cawan. Kultur dipelihara dalam ruangan tanpa atau dengan penyinaran 1000 lux pada suhu 27
oC sampai terbentuk koloni sel atau mikrokalus. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah
koloni sel dan mikrokalus yang dihasilkan (Husni,A. et al.,2004).
6). Pengenceran Suspensi (Koloni ) Sel

Untuk mendorong mikrokalus membentuk kalus, suspense sel diencerkan dengan media
dasar yang sama (KM8P dan VKM), tetapi ZPT nya diganti dengan 0.1 mg/l 2,4-D

+ 2mg/l BAP. Koloni atau mikrokalus dari setiap cawan petri dibagi menjadi tiga, dan setiap
bagian dimasukkan ke dalam cawan petri baru yang telah berisi media pengenceran masing
masing 6 ml. Kultur disimpan kembali tanpa cahaya dalam inkubator bersuhu
27 oC..Lalu diamati jumlah kalus yang dihasilkan (Husni,A. et al.,2004).
7). Regenerasi Tunas
Kalus yang dihasilkan dari setiap perlakuan dipindahkan ke dalam media padat MS + vitamin
Morell + 0,1 mg/l IAA dan konsentrasi zeatin sebagai perlakuan (2,4 dan 6 mg/l).Kemudian
diamati keberhasilan regenerasi kalus membentuk tunas. Tunas yang dihasilkan dipindahkan
ke media dasar yang sama ,yaitu MS + vitamin Morell(padat) tanpa menggunakan zpt untuk
induksi akar (Husni,A. et al.,2004).