Induksi Tetraploid Pada Pamelo Melalui Perlakuan Kolkisin Dan Fusi Protoplas Serta Perbanyakannya Secara In Vitro

(1)

INDUKSI TETRAPLOID PADA PAMELO (

Citrus maxima

(Burm.) Merr.) MELALUI PERLAKUAN KOLKISIN

DAN FUSI PROTOPLAS

SERTA PERBANYAKANNYA SECARA

IN VITRO

DYAH RETNO WULANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ”Induksi Tetraploid pada Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Perlakuan Kolkisin dan Fusi Protoplas serta Perbanyakannya secara In Vitro” adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Dyah Retno Wulandari NIM A263100031


(4)

(5)

RINGKASAN

DYAH RETNO WULANDARI. Induksi tetraploid pada pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Perlakuan Kolkisin dan Fusi Protoplas serta Perbanyakannya secara In Vitro. Dibimbing oleh AGUS PURWITO sebagai

ketua, SLAMET SUSANTO, ALI HUSNI dan TRI MUJI ERMAYANTI sebagai anggota komisi pembimbing.

Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) merupakan jenis jeruk unggul nasional yang penting untuk dikembangkan. Produksi pamelo secara nasional masih rendah dibandingkan dengan produksi jeruk siam karena daerah pengembangannya juga terbatas. Kuantitas dan kualitas pamelo Indonesia masih perlu ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar global. Program pemuliaan pamelo secara bioteknologi diharapkan dapat melengkapi pemuliaan konvensional untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Penelitian ini bertujuan mengembangkan teknologi induksi tanaman tetraploid dan fusi protoplas untuk meningkatkan kualitas tanaman dan mengembangkan teknologi perbanyakannya melalui organogenesis maupun embriogenesis. Penerapan teknik tersebut, perlu dikembangkan karena pamelo merupakan tanaman buah berkayu tahunan dan bersifat monoembrionik sehingga banyak mengalami kesulitan dan memerlukan waktu lama untuk pemuliaan dan perbanyakan. Induksi tanaman tetraploid dilakukan dengan merendam eksplan biji berkecambah, tunas pucuk dan buku kotiledon dalam larutan kolkisin kemudian deteksi tingkat ploidi dilakukan dengan flow sitometer. Fusi protoplas dengan 40% PEG dilakukan antara pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ melalui tahapan isolasi protoplas secara enzimatik, fusi dan regenerasi protoplas hasil fusi hingga terbentuk koloni sel. Perbanyakan pamelo melalui organogenesis dilakukan dengan eksplan tunas pucuk, buku dan buku kotiledon pada media MS0 padat dan cair dengan penambahan 0.5 mgL-1 BAP atau Kinetin. Perbanyakan in vitro dilakukan dari tahap multiplikasi tunas hingga aklimatisasi dan sambung mikro dengan batang bawah Japansche Citroen. Perbanyakan melalui embriogenesis dilakukan dengan eksplan bulir daging buah, biji muda, tunas pucuk dan potongan daun untuk induksi kalus pada media MS0 dengan penambahan 0.5 dan 1.0 mgL-1 2,4-D atau NAA, eksplan biji muda kupas digunakan untuk induksi embrio adventif pada media MS0 yang ditambahkan 3 mgL-1 BAP dan 1 mgL-1 2,4-D. Tahap induksi embrio somatik dilanjutkan hingga regenerasi tunas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas pamelo tetraploid berhasil didapatkan dengan perendaman eksplan kecambah biji in vitro, tunas pucuk dan buku kotiledon dalam 0.1% kolkisin selama 1, 3 dan 5 jam. Perlakuan yang menghasilkan tunas tetraploid tertinggi yaitu sebesar 60% adalah eksplan tunas pucuk yang direndam dalam 0.1% kolkisin selama 1 jam. Fusi antara pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ telah menghasilkan koloni sel sehingga metode isolasi dengan 0.5% selulase dan 0.5% maserozim selama 16 jam, fusi dengan 40% PEG selama 8-10 menit dan tahap awal kultur pada media BH3 cair dapat diulang dan dilanjutkan untuk proses regenerasi selanjutnya. Perbanyakan tunas secara in vitro telah berhasil dilakukan dengan eksplan terbaik yaitu buku kotiledon pada media padat. Tahap pembentukan akar dilakukan secara in vitro


(6)

dengan media terbaik adalah MS0 dengan pengurangan konsentrasi hara makro karena planlet dapat hidup selama proses aklimatisasi. Teknik sambung mikro juga berhasil dilakukan dan dikonfirmasi dengan terjadinya penggabungan berkas pembuluh dengan sayatan melintang batang. Embrio somatik pamelo berhasil diinduksi secara langsung dari eksplan biji muda kupas berdiameter 4-6 mm pada media MS yang mengandung 3 mgL-1 BAP dan 1 mgL-1 2,4-D. Embrio adventif dapat beregenerasi menghasilkan planlet. Perbanyakan planlet bermanfaat untuk menyediakan bahan untuk induksi tetraploid sekaligus menyiapkan metode untuk memperbanyak tanaman tetraploid sampai dihasilkannya bibit unggul di lapangan.

Kata kunci: pamelo, tetraploid, fusi protoplas, mikropropagasi, sambung mikro, embryogenesis somatic


(7)

SUMMARY

DYAH RETNO WULANDARI. Tetraploid Induction of Pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) by Colchicine Treatment and Protoplast Fusion; and Its In Vitro Micropropagation. Supervised by Agus Purwito, Slamet Susanto, Ali Husni and Tri Muji Ermayanti.

Indonesian pummelo is important to be developed. National production of pummelo is still low compared to the production of tangerines and mandarins because its planting area is also limited. The quantity and quality of the Indonesian pummelo still needs to be improved in order to compete in the global market. Pummelo breeding program using biotechnology is expected to be complement to conventional breeding to obtain better achievement.

This research aims were to develop a technology to induce tetraploid pummelo plant by colchicine treatment and protoplast fusion to improve the quality; as well as to provide plant propagation technology through organogenesis and embryogenesis. The application of such techniques is still undeveloped because pummelo is an annual woody fruit crop and is monoembryonic so there are many limitations and needs a long periode of time for breeding through biotechnology.

Induction of tetraploid on pamelo was conductd by soaking germinated seeds, shoot tip and cotyledonary nodes as explants in colchicine, then the ploidy level detection was performed by flow cytometer. Protoplast fusion with PEG 40% between pamelo ‘Nambangan’ and keprok ‘Garut’, was done with enzymatic protoplast isolation, followed by fusion and regeneration until formation of cell colonies. In vitro propagation of pummelo through organogenesis was conducted by shoot multiplication, acclimatization and micrografting with Japansche Citroen rootstock. Explants for shoot multiplication used were shoot tips, nodes and cotyledonary nodes planted on MS solid and liquid medium supplemented with 0.5 mgL-1 BAP or Kinetin. Juice vesicle, immature seeds, shoot tip and leaves segments were used as explants for callus induction for indirect embryogenesis on MS medium containing 0.5 or 1.0 mgL-1 2,4-D or NAA. Peeled immature seeds were used as explants for embryo adventive induction on MS medium suplemented with 3 mgL-1 BAP and 1 mgL-1 2,4-D. Somatic embryo induction was continued until shoot regeneration phase. Propagation through organogenesis was performed using various explants and several media compositions followed by shoot regeneration phase.

The results showed that the pummelo 'Nambangan' tetraploid shoots were obtained after immersion of explants germinated seed, shoot tip and cotyledonary node in 0.1% colchicine for 1, 3 and 5 h. Soaking shoot tip explants in 0.1% colchicines for 1 h resulted in 60% tetraploid shoots. Protoplast fusion between pummelo 'Nambangan' and keprok 'Garut' resulted in generated cell colonies. Protoplast isolation with 0.5% cellulase and 0.5% macerozim for 16 h, protoplast fusion with 40% PEG for 8-10 min, protoplast culture on BH3 liquid medium were repeatable and could be continued for the next regeneration process. Cotyledonary node was the best explant for in vitro shoots propagation on MS solid medium. In vitro root induction gave the best result on MS medium with half concentration of macro nutrients resulted in high rate of acclimated planlets.


(8)

Micrografting technique had been successfully carried out resulted in bundle sheath connection that was confirmed with horizontally section of stem. Somatic embryos were formed directly from peeled immature seed explants with 4-6 mm in diameter. These embryos could be regenerated into plantlets. Shoot multiplication technique will be beneficial not only to provide plant materials for tetraploid induction but also to provide a protocol for micropropagation of tetraploid plants to produce high quality of seedlings.

Keywords: pummelo, tetraploid, protoplast fusion, micropropagation, micrografting, somatic embryogenesis


(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

INDUKSI TETRAPLOID PADA PAMELO (

Citrus maxima

(Burm.) Merr.) MELALUI PERLAKUAN KOLKISIN

DAN FUSI PROTOPLAS

SERTA TEKNIK PERBANYAKANNYA SECARA

IN VITRO

DYAH RETNO WULANDARI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(12)

Penguji luar komisi pada ujian tertutup: 1. Dr. Mia Kosmiatin S.Si., M.Si. 2. Dr. Awang Maharijaya SP., M.Si.

Penguji luar komisi pada sidang promosi: 1. Dr. Mia Kosmiatin S.Si., M.Si. 2. Dr. Awang Maharijaya SP., M.Si.


(13)

(14)

(15)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadlirat Allah SWT karena atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya maka disertasi dengan judul ”Induksi Tetraploid pada Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Perlakuan Kolkisin dan Fusi Protoplas serta Perbanyakannya secara In Vitro“ dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr.Ir. Agus Purwito MSc.Agr., Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto MSc., Dr. Ali Husni MSi., dan Dr. Tri Muji Ermayanti sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan yang berharga sejak awal penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Dini Dinarty, Dr. Desta Wirnas yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian prakualifikasi program Doktor, Dr. Mia Kosmiatin S.Si., M.Si. dan Dr. Awang Maharijaya SP., M.Si. pada Ujian tertutup dan Ujian promosi yang memberikan masukan dan saran perbaikan untuk hasil yang lebih baik.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dan Kementerian Riset dan Teknologi atas kesempatan tugas belajar dan beasiswa pendidikan program doktor yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Laboratorium Biak Sel dan Jaringan Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dan Kepala Laboratorium Genetika Tumbuhan Pusat Penelitian Biologi LIPI beserta semua anggotanya yang banyak membantu dan memfasilitasi penelitian ini. Terima kasih kepada Dr. Witjaksono atas dukungannya dalam penelitian ini. Kepada teman-teman S3 PBT tahun 2010, terima kasih atas kebersamaannya selama belajar di IPB. Disertasi ini juga disusun atas dukungan dan pengertian orang tua, keluarga, suami Wenda Yandra Komara dan anak-anak tercinta Bening Ardiningrum Izzatul Ilmi dan Lintang Muhammad Raushan Fikri.

Akhir kata, semoga semua bantuan berbagai pihak menjadi pemberat timbangan kebaikan diakhir masa. Harapan penulis, semoga disertasi ini memberi banyak manfaat bagi semua pihak.


(16)

(17)

(i)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Kerangka Pemikiran 4

Alur Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Kebaruan 5

TINJAUAN PUSTAKA 7

Botani dan Morfologi Pamelo 7

Potensi Pamelo 8

Kendala Pengembangan Pamelo 8

Pemuliaan Pamelo dengan Pendekatan Bioteknologi 10 Induksi Pamelo Tetraploid dengan Perlakuan Kolkisin 10 Hibridisasi Somatik dengan Teknik Fusi Protoplas 11 Perbanyakan In vitro melalui Teknik Kultur Jaringan 12

INDUKSI PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.) TETRAPLOID SECARA IN VITRO DENGAN PERLAKUAN

KOLKISIN MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS EKSPLAN 13

Abstrak 13

Abstract 13

Pendahuluan 14

Bahan dan Metode 14

Hasil dan Pembahasan 16

Simpulan 21

FUSI PROTOPLAS ANTARA PAMELO ‘NAMBANGAN’ (Citrus maxima (Burm.) Merr.) DAN KEPROK ‘GARUT’ (Citrus

reticulata L.) 23

Abstrak 23

Abstract 23

Pendahuluan 24

Bahan dan Metode 25

Hasil dan Pembahasan 28

Simpulan 33

EMBRIOGENESIS SOMATIK DAN REGENERASI PLANLET

PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.) 35


(18)

(ii)

Abstract 35

Pendahuluan 36

Bahan dan Metode 37

Hasil dan Pembahasan 38

Simpulan 44

MIKROPROPAGASI PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.), SISTEM REGENERASI DAN SAMBUNG MIKRO DENGAN

BATANG BAWAH JAPANSCHE CITROEN 45

Abstrak 45

Abstract 45

Pendahuluan 46

Bahan dan Metode 47

Hasil dan Pembahasan 48

Simpulan 60

PEMBAHASAN UMUM 61

SIMPULAN UMUM DAN SARAN 65

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 73


(19)

(iii)

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh lama perendaman dan jenis eksplan yang berbeda terhadap pertumbuhan tunas regeneran pamelo pada 8 minggu

setelah perlakuan kolkisin 17

2. Analisis ploidi pada tunas pamelo regeneran dari jenis eksplan

dan lama perendaman yang berbeda, 4 minggu setelah perlakuan 19 3. Analisis kerapatan stomata, panjang dan lebar sel penjaga pada

tunas pamelo diploid, miksoploid dan tetraploid 21 4. Diameter protoplas dan yield hasil degradasi jaringan daun

pamelo ‘Nambangan’ dan kalus keprok ‘Garut’ dengan

perlakuan enzimatik 29

5. Persentase jenis fusi yang terjadi pada kombinasi protoplas pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ pada saat inkubasi selama 8-10 menit, dengan penambahan 40% PEG dalam 1 petri

dari 10 bidang pandang 30

6. Jumlah dan diameter koloni sel pada kultur protoplas hasil fusi pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ serta kultur protoplas keprok ‘Garut’ pada media cair yang diencerkan dengan media

BH3 0.4M, 4 minggu setelah kultur 32

7. Pengaruh jenis eksplan terhadap pembentukan kalus pamelo

pada kultur berumur 4 minggu 39

8. Respon eksplan biji muda kupas pamelo setelah 4 minggu pada

media MS yang mengandung 3 mgL-1 BAP dan 1 mgL-1 2.4-D 41 9. Analisis ragam pengaruh jenis eksplan dan media terhadap

jumlah tunas, jumlah daun dan tinggi tanaman pamelo pada

minggu keenam 52

10. Persentase terbentuknya akar, jumlah akar dan panjang akar pamelo pada umur kultur 6 minggu pada media perakaran yang

berbeda 55

11. Pengaruh jenis media perakaran terhadap tinggi tanaman, jumlah buku, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar tunas pamelo

pada minggu keenam 55

12. Pertumbuhan tunas pamelo hasil sambung mikro pada minggu


(20)

(21)

(v)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alur tahapan penelitian 5

2. Deskripsi pamelo 8

3. Pengaruh jenis eksplan yang berbeda dan lama perendaman

kolkisin terhadap persentase daya hidup eksplan pamelo in vitro 16 4. Pertumbuhan tunas dari regenerasi eksplan kecambah biji

pamelo in vitro, 8 minggu setelah perendaman dalam 0.1%

kolkisin dan kontrol 18

5. Pertumbuhan tunas dari eksplan tunas pucuk pamelo, 8 minggu

setelah perendaman dalam 0.1% kolkisin dan kontrol 18 6. Pertumbuhan tunas dari eksplan buku kotiledon pamelo, 8

minggu setelah perendaman dalam 0.1% kolkisin dan kontrol 18 7. Histogram flow sitometer tunas pamelo yang direndam kolkisin

dan kontrol beserta profil tunas 20

8. Stomata pada epidermis bawah daun pamelo dari tunas yang

dihasilkan dari perlakuan kolkisin dan kontrol 21 9. Lapisan protoplas pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’

yang dihasilkan dari proses gradien sentrifugasi 28 10. Protoplas daun pamelo ‘Nambangan’ dan kalus keprok ‘Garut’

hasil isolasi enzimatik diamati dengan mikroskop pembesaran 40

kali 29

11. Tipe fusi protoplas pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ dengan PEG yang terbentuk setelah inkubasi dengan 40% PEG

selama 8-10 menit 30

12. Kultur protoplas hasil fusi pamelo ‘Nambangan’ dan keprok

‘Garut’ yang berumur 1-5 hari 31

13. Kultur protoplas hasil fusi pamelo ‘Nambangan’ dan keprok

‘Garut’ yang berumur 2-3 minggu 32

14. Kultur protoplas hasil fusi pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ serta kultur protoplas keprok ‘Garut’ yang berumur 4

minggu 33

15. Eksplan membentuk kalus pamelo setelah kultur 4 minggu pada media induksi embriogenesis tidak langsung, diamati dengan

mikroskop stereo 39

16. Kalus pamelo pada induksi embriogenesis tidak langsung dari berbagai jenis eksplan pada umur 8 minggu, diamati dengan

mikroskop stereo (atas) dan dengan mikroskop inverted (bawah) 40 17. Eksplan biji muda kupas pamelo membentuk embrio globular

dan kalus setelah kultur 4 minggu pada media induksi embriogenesis langsung (media MS yang mengandung 1 mg L-1


(22)

(vi)

2,4-D dan 3 mg L-1 BAP, diamati dengan mikroskop stereo (bar=

2mm) 41

18. Kalus pamelo yang terbentuk pada induksi embriogenesis langsung dari eksplan biji muda kupas pada umur 8 minggu, diamati dengan mikroskop stereo (kanan) dan mikroskop inverted

(kiri) 41

19. Regenerasi planlet pamelo melalui induksi embriogenesis

langsung dari eksplan biji muda kupas 43

20. Histogram dari flow sitometer daun pamelo menunjukkan

tingkatan ploidi regeneran 44

21. Rataan jumlah tunas aksilar pamelo dari 3 jenis eksplan pada

kultur padat dan cair setiap minggu 49

22. Rataan jumlah daun pamelo dari 3 jenis eksplan pada kultur

padat dan cair setiap minggu 50

23. Rataan tinggi tanaman pamelo dari 3 jenis eksplan pada kultur

padat dan cair setiap minggu 51

24. Rataan jumlah tunas aksilar pamelo yang dihasilkan pada media perbanyakan padat dan cair dengan 3 jenis eksplan pada kultur 6

minggu 52

25. Rataan jumlah daun pamelo yang dihasikan pada media perbanyakan padat cair dengan 3 jenis eksplan pada kultur 6

minggu 53

26. Rataan tinggi tanaman pamelo yang dihasikan pada media perbanyakan padat cair dengan 3 jenis eksplan pada kultur 6

minggu 53

27. Tunas pamelo yang dihasilkan pada 3 jenis eksplan pada kultur

padat umur 6 minggu setelah tanam pada media 0.5B padat 54 28. Tunas pamelo yang dihasilkan pada 3 jenis eksplan pada kultur

cair umur 6 minggu setelah tanam pada media MS0, 0.5B dan

0.5K 54

29. Akar hasil induksi perakaran in vitro tunas pamelo selama 6

minggu pada media induksi perakaran 56

30. Persentase planlet pamelo yang bertahan hidup pada proses aklimatisasi sampai umur 4 minggu, dari 3 jenis media induksi

perakaran in vitro 56

31. Tunas pamelo yang berasal dari media perakaran ½ MS pada

umur 4 minggu (A) dan 8 minggu (B) dalam media aklimatisasi 56 32. Pertumbuhan tunas pamelo hasil sambung mikro pada minggu ke

4, 6 dan 8 berdasarkan jumlah buku (A) dan daun (B) yang


(23)

(vii)

33. Pertumbuhan tunas pamelo hasil sambung mikro pada minggu ke 4, 6 dan 8 berdasarkan jumlah tunas samping (A) dan akar (B)

yang tumbuh pada batang bawah 57

34. Tunas pamelo hasil sambung mikro dan penampang sayatan melintang diamati dengan mikroskop stereo pada beberapa

bagian 58

35. Penampang melintang sayatan batang JC, pamelo dan daerah persambungan diamati dengan mikroskop cahaya dengan

perbesaran 60 kali 59

36. Sambung mikro pamelo diploid (A), miksoploid (B) dan tetraploid (C) dengan batang bawah JC, umur 2 minggu (atas)

dan umur 5 miggu (bawah). 60

DAFTAR

LAMPIRAN

1. Komposisi media yang digunakan dalam kultur in vitro pamelo


(24)

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pamelo (C. maxima (Burm.) Merr.) merupakan kultivar jeruk unggul nasional yang perlu dikembangkan karena potensinya yang besar sebagai buah sumber nutrisi dan obat (Caengprasath et al. 2013; Buachan et al. 2014). Bunga pamelo berpotensi sebagai sumber wewangian (Zakaria et al. 2010). Kayu pohon pamelo digunakan juga untuk gagang perkakas (Morton 1987).

Indonesia merupakan salah satu daerah asal pamelo selain China, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Jepang (Hodgson 1967). Menurut Susanto et al. (2013), tidak kurang dari 24 kultivar pamelo dikenal masyarakat Indonesia namun hanya beberapa yang diproduksi secara komersial. Kultivar yang paling mudah ditemui di pasar adalah pamelo ‘Nambangan’. Produksi pamelo yang belum optimal membuat Indonesia tidak menjadi produsen utama. Saat ini negara yang menjadi produsen pamelo dan grapefruit dalam bentuk buah segar terbesar di dunia adalah China (FAO 2012).

Potensi komoditas pamelo di Indonesia sangat terbuka untuk pasar domestik maupun ekspor. Namun pamelo lokal belum mampu bersaing dengan pamelo yang didatangkan dari luar negeri, bahkan nilai impor keseluruhan jenis jeruk Indonesia dalam bentuk segar dan olahan sampai bulan Juni 2015 yaitu 80.382.781 kg dan nilai ekspor sebesar 2.081.526 kg (Kementan 2015). Jeruk Indonesia belum dapat memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Standar mutu dibuat berdasarkan kriteria buah pamelo yang banyak disukai pasar untuk dikonsumsi segar. Kriteria penampilan buah pamelo yang disukai pasar adalah buah berukuran sedang (diameter tidak lebih dari 20 cm dengan berat tidak lebih dari 2 kg), warna kulit menarik dan bersih, warna bulir buah menarik, rasa manis asam tanpa getir dan tanpa biji (Pangestuti dan Supriyanto 2009).

Daerah pengembangan pamelo sampai tahun 2014 berkisar 5.665 Ha dengan produksi 141.288 ton secara nasional, sedangkan pengembangan jeruk siam mencapai 51.098 Ha dengan produksi 1.785.256 ton (Kementan 2015). Perluasan lahan pertanian pamelo diperlukan untuk mendukung arah revitalisasi agribisnis jeruk (Deptan 2007). Perluasan lahan berakibat pada meningkatnya kebutuhan bibit. Penggunaan bibit unggul mutlak diperlukan untuk menghasilkan buah berkualitas.

Pemanfaatan teknik pemuliaan dan perbanyakan pamelo secara in vitro perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dalam penyediaan benih jeruk. Kombinasi beberapa teknik in vitro dapat menghasilkan bibit jeruk unggul secara massal dalam waktu relatif lebih cepat. Deptan (2012), mengungkapkan masalah dalam penyediaan benih jeruk yaitu:

1. Permintaan benih belum dapat dipenuhi setiap saat karena produksi benih memerlukan waktu lama;

2. Penangkar benih belum dapat memproduksi benih dalam skala besar karena keterbatasan modal dan keterampilan sumber daya manusia;

3. Sistem informasi perbenihan belum berjalan dengan baik sehingga ketersediaan sumber benih melimpah di suatu tempat tetapi kekurangan di tempat lain;

4. Petani masih sedikit menggunakan benih bermutu;


(26)

2

Pemuliaan pamelo memiliki tujuan utama untuk memperbaiki ketahanan terhadap penyakit, meningkatkan kualitas rasa dan warna buah, memperpanjang musim panen juga mengurangi bahkan menghilangkan kandungan furanokumarin. Rasa dan warna buah yang serupa dengan tipe mandarin dan seedless merupakan karakter utama yang diinginkan untuk buah jeruk yang dikonsumsi segar. (Grosser dan Gmitter 2011).

Program pemuliaan pamelo dengan pendekatan bioteknologi diharapkan dapat melengkapi pemuliaan konvensional untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan lebih cepat. Program pemuliaan pamelo secara bioteknologi untuk menghasilkan buah seedless dan meningkatkan kualitas pamelo dengan fusi protoplas belum pernah dilakukan untuk pamelo Indonesia. Pamelo merupakan tanaman buah tahunan yang sulit diperbanyak secara in vitro. Selain itu sifat monoembrioni pada pamelo menyebabkan induksi embrio somatiknya tidak semudah pada jeruk poliembrioni lainnya sehingga masih memerlukan pemilihan eksplan dan komposisi media yang tepat. Sulitnya induksi kalus embriogenik pada pamelo menyebabkan daun in vitro banyak digunakan sebagai sumber protoplas. Oleh karena itu protoplas pamelo perlu dikombinasikan dengan protoplas dari kalus embriogenik jeruk jenis lain untuk mempermudah proses regenerasi hasil fusi.

Jeruk seedless dapat dihasilkan oleh tanaman triploid. Tanaman triploid dihasilkan dari persilangan antara tanaman diploid dan tetraploid. Sifat pamelo yang monoembrioni merupakan potensi yang baik untuk dijadikan sebagai tetua betina tetraploid dalam persilangan antarploidi karena menghasilkan satu embrio zigotik hasil persilangan pada setiap bijinya. Namun pamelo tetraploid jarang terjadi spontan di alam sehingga perlu dikembangkan teknik-teknik untuk induksi tanaman tetraploid. Tanaman autotetraploid dihasilkan melalui penggandaan kromosom antara lain dengan bantuan kolkisin sedangkan tanaman allotetraploid dihasilkan dari penggabungan inti sel dengan fusi protoplas (Ollitrault et al. 2008).

Perakitan pamelo tetraploid dan hibridisasi somatik untuk peningkatan kualitas pamelo telah dilakukan dengan perendaman eksplan biji berkecambah dalam larutan kolkisin (Kainth dan Grosser 2010) dan fusi protoplas pamelo dengan jeruk bertipe mandarin (Grosser et al. 1992, Grosser et al. 1998, Grosser et al. 2004, Grosser dan Gmitter 2005, Ananthakrishnan et al. 2006, Grosser 2007, Grosser dan Gmitter 2011).

Teknik perbanyakan dan regenerasi pamelo secara in vitro perlu disiapkan untuk mendukung usaha pemuliaan dalam hal penyediaan bahan tanaman dan memperbanyak tanaman hasil pemuliaan. Tahap perbanyakan dan regenerasi dapat ditempuh melalui jalur organogenesis dan embriogenesis.

Perbanyakan pamelo secara organogenesis langsung telah dilakukan oleh Goh et al. (1995) dengan eksplan potongan epikotil dan akar; Paudyal dan Haq (2000) dengan eksplan tunas pucuk dari kecambah; Begum et al. (2004) dengan eksplan kotiledon; Ibrahim (2012) dengan eksplan embrio dari jaringan nuselar dan potongan kotiledon; Tyas (2012) dengan eksplan daun, akar dan epikotil kecambah in vitro; Iswari et al. (2013) dengan eksplan kotiledon. Perbanyakan pamelo dengan sambung mikro sebagai batang atas dilakukan oleh Kainth dan Grosser (2010) sedangkan perbanyakan pamelo melalui embriogenesis telah dilakukan oleh Murashige dan Tucker (1969) dengan eksplan lapisan kulit buah;


(27)

3

Mitra dan Chaturvedi (1972) dengan eksplan pistil, Moore (1985) dengan eksplan ovul yang tidak berkembang; Mourao Fo dan Grosser (1992) dengan eksplan daun dan batang; bunga dimanfaatkan sebagai eksplan oleh Zakaria et al. (2010a).

Penelitian ini terdiri atas kegiatan peningkatan keragaman pamelo dan perbanyakannya. Peningkatan keragaman dilakukan dengan manipulasi ploidi melalui perendaman dengan kolkisin untuk mendapatkan tanaman autotetraploid serta fusi protoplas untuk mendapatkan tanaman allotetraploid. Teknik perbanyakan tunas melalui organogenesis disiapkan untuk memperbanyak tunas regeneran yang dihasilkan dari perlakuan kolkisin sedangkan teknik regenerasi kalus melalui embriogenesis somatik disiapkan untuk meregenerasikan kalus hasil fusi protoplas.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pemuliaan pamelo dengan memanfaatkan metode bioteknologi untuk induksi pamelo tetraploid dan mengembangkan metode perbanyakannya secara in vitro.

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Mendapatkan tunas pamelo tetraploid melalui perendaman berbagai eksplan dalam kolkisin dengan waktu perendaman yang efektif.

2. Mendapatkan teknologi isolasi protoplas, fusi protoplas dan kultur protoplas serta sistem regenerasinya pada pamelo ’Nambangan’.

3. Mendapatkan teknologi perbanyakan pamelo secara in vitro melalui organogenesis dan sambung mikro.

4. Mendapatkan teknologi perbanyakan pamelo secara in vitro melalui embriogenesis somatik.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis eksplan dan waktu perendaman dengan 0.1% kolkisin yang efektif dapat diperoleh untuk menghasilkan tunas pamelo tetraploid.

2. Kombinasi enzim selulase dan maserozim, penambahan 40% PEG selama 8-10 menit dan kultur cair dapat menghasilkan koloni sel hasil fusi antara pamelo ’Nambangan’ dan keprok ’Garut’.

3. Jenis eksplan dan penambahan BAP dan Kinetin pada media dasar MS dapat meningkatkan proses perbanyakan tunas pamelo, pengurangan konsentrasi hara makro dan penambahan IBA dan NAA dapat meningkatkan pengakaran in vitro dan planlet berhasil hidup di Rumah Kaca setelah proses aklimatisasi, teknik sambung mikro berhasil pada pamelo dengan batang bawah JC.

4. Jenis eksplan dan penambahan 2,4-D dan NAA dapat mendorong proses induksi kalus, embrio somatik langsung pada pamelo dihasilkan dengan eksplan biji muda kupas pada media MS yang ditambahkan BAP dan 2,4-D, embrio somatik yang dihasilkan dapat beregenerasi menjadi planlet.


(28)

4

Kerangka Pemikiran

Indonesia adalah salah satu daerah asal pamelo namun kualitas pamelo Indonesia belum memenuhi keinginan konsumen sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas pamelo. Pemuliaan pamelo Indonesia belum berkembang baik. Pamelo adalah tanaman buah tahunan yang memerlukan waktu lama untuk berproduksi sehingga proses pemuliaan konvensional perlu didukung oleh pemuliaan bioteknologi untuk mempercepat tercapainya hasil.

Pemanfaatan teknik in vitro dalam pemuliaan bioteknologi pamelo dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman autotetraploid dengan perlakuan kolkisin dan tanaman allotetraploid yang merupakan hasil fusi protoplas. Teknik perbanyakan in vitro melalui organogenesis dan embriogenesis somatik juga perlu disiapkan untuk mendukung pemuliaan.

Tanaman tetraploid dapat dijadikan sebagai tetua persilangan dengan pamelo diploid untuk menghasilkan pamelo triploid yang seedless dan dengan hibridisasi somatik antara pamelo dan keprok diharapkan akan menghasilkan pamelo yang seedless, kulit buah lebih tipis, aroma yang harum, berat buah matang sempurna tidak melebihi 2 kg dan warna daging buah lebih cerah atau mungkin dihasilkan jeruk batang bawah alternatif yang tahan CTV dan nematoda. Perbanyakan tanaman melalui organogenesis dan embriogenesis diharapkan dapat langsung diterapkan untuk memperbanyak tunas tetraploid hasil perlakuan kolkisin dan meregenerasikan kalus hasil fusi protoplas menjadi planlet.

Alur Penelitian

Untuk mencapai tujuan dan membuktikan hipotesis yang telah disusun, maka penelitian dibagi menjadi 2 kelompok percobaan yaitu induksi tanaman pamelo tetraploid dan perbanyakan pamelo secara in vitro. Masing-masing kelompok penelitian dibagi menjadi 2 kegiatan yang dilakukan secara terpisah yaitu induksi pamelo tetraploid dengan perlakuan kolkisin dan fusi protoplas pamelo dengan keprok. Untuk perbanyakan pamelo secara in vitro, 2 kegiatan juga dilakukan terpisah yaitu perbanyakan dan regenerasi organogenesis dan embriogenesis. Alur penelitian lengkap ditampilkan pada Gambar 1.


(29)

5

Gambar 1. Bagan alur tahapan penelitian

Manfaat Penelitian

Pamelo tetraploid yang dihasilkan dalam penelitian ini bermanfaat sebagai tetua persilangan antar ploidi untuk menghasilkan pamelo triploid yang seedless. Regeneran yang dihasilkan dari teknologi fusi protoplas akan meningkatkan keragaman genetik pada pamelo ‘Nambangan’ sehingga pemuliaan pamelo Indonesia semakin berkembang. Kombinasi beberapa teknik perbanyakan in vitro yang berhasil didapat dalam penelitian ini mempercepat tersedianya bibit pamelo tetraploid.

Kebaruan

Pamelo merupakan salah satu jeruk asli Indonesia dan beberapa kultivar ditetapkan menjadi kultivar unggul nasional. Penelitian sejenis belum dilakukan pada pamelo Indonesia. Kebaruan yang dihasilkan penelitian ini yaitu:

1. Eksplan buku kotiledon baru pertama digunakan untuk induksi tetraploid dengan perlakuan kolkisin dan berpotensi menghasilkan tunas tetraploid yang stabil. Fusi protoplas pamelo ‘Nambangan’+ keprok ‘Garut’ Isolasi protoplas dari daun pamelo dan kalus keprok Fusi protoplas Kultur protoplas hasil fusi Regenerasi menjadi koloni sel

Induksi tetraploid dengan kolkisin secara in vitro

Induksi tunas tetraploid dari berbagai eksplan dengan 0.1% kolkisin dan waktu perendaman berbeda

Regenerasi tunas tetraploid Analisis ploidi dgn Flow sitometer Analisis kerapatan stomata dan ukuran sel penjaga

Perbanyakan in vitro

melalui jalur

organogenesis, sistem regenerasinya dan mikrografting

Perbanyakan tunas dengan berbagai macam eksplan pada media padat dan cair Pengakaran tunas pada media padat Aklimatisasi Sambung mikro

Embriogenesis somatik dan regenerasi planlet

Inisiasi embrio somatik tidak langsung dari berbagai eksplan Inisiasi embrio somatik langsung dari eksplan biji muda Regenerasi embrio somatik menjadi planlet

Analisis kestabilan ploidi regeneran dengan Flow sitometer

Mendapatkan tunas pamelo autotetraploid hasil perlakuan kolkisin

Mendapatkan koloni sel hasil fusi protoplas pamelo dan keprok yang merupakan

hibrida sitoplasmik yang autotetraploid dan allotetraploid

Mendapatkan teknologi perbanyakan tunas pamelo melalui organogenesis yang disiapkan untuk memperbanyak tunas tetraploid

Mendapatkan teknologi regenerasi embrio somatik pamelo menjadi planlet melalui embriogenesis yang disiapkan untuk meregenerasikan kalus hasil fusi protoplas

Induksi pamelo tetraploid secara in vitro Perbanyakan pamelo secara in vitro


(30)

6

2. Fusi protoplas antara pamelo ‘Nambangan’ dan keprok ‘Garut’ baru pertama kali dilakukan termasuk tahapan isolasi protoplas dengan optimasi konsentrasi enzim.

3. Embrio somatik pamelo berhasil diinduksi secara langsung dari eksplan biji muda kupas.

4. Formula media sederhana untuk multiplikasi tunas pamelo telah didapatkan.


(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Pamelo

Pamelo di Indonesia lebih dikenal dengan nama jeruk besar atau jeruk Bali. Pamelo berasal dari kata pompelmoes atau pomplemoose nama yang diberikan oleh bangsa Belanda ketika datang ke Indonesia. Nama latin pamelo adalah C. maxima (Burr.) Merr. dengan sinonim C. grandis (L.) Osbeck, C. aurantium var. grandis L., C. aurantium var decumana L., C. decumana L., Aurantium decumana Mill., C. pamplemos Risso (Hodgson 1967).

Klasifikasi taksonomi pamelo menurut Swingle banyak dijadikan sebagai acuan. Klasifikasi hortikultura menggolongkan buah jeruk komersial menjadi empat jenis utama yaitu kelompok oranges, mandarin (termasuk juga tangerin), pamelo dan grapefruit, serta kelompok jeruk asam lainnya yang terdiri atas sitrun, lemon dan limau. Pamelo dan grapefruit digabung dalam satu kelompok, karena memiliki kekerabatan yang dekat. Grapefruit (Citrus x paradisi Macf.) merupakan hasil persilangan antara pamelo dan jeruk manis (Hodgson 1967).

Klasifikasi taksonomi pamelo menurut Swingle adalah, sbb:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo/bangsa : Rutales

Famili/tribe : Rutaceae

Subfamili : Aurantioideae

Genus/marga/genera : Citrus Sub genus : Eucitrus

Species : C. maxima (Burm.) Merr.

Deskripsi pamelo ditampilkan pada Gambar 2A. Pamelo merupakan jenis jeruk yang berbentuk pohon, dengan tinggi 5-15 m, percabangan sedikit, cabang menyebar, berduri (hasil perbanyakan dengan biji) atau tanpa duri (hasil perbanyakan vegetatif), panjang duri mencapai 5 cm. Daun berbentuk bulat telur hingga lonjong, berukuran 5-20 cm x 2-12 cm, dengan bagian pangkal membulat hingga seperti bentuk hati, bagian tepi daun bergerigi dangkal, bagian ujung membulat dengan sudut lancip, permukaan daun mengandung bintil-bintil kelenjar minyak. Tangkai daun melebar dan bersayap hingga 7 cm, dengan sayap berbentuk mirip hati. Bunga muncul dari percabangan, terdiri atas sekelompok kecil bunga atau bunga tunggal, bunga berukuran besar, kuncupnya sepanjang 2-3 cm, dan melebar menjadi 3-5 cm jika mekar, memiliki bagian-bagian bunga yang lengkap, berbulu halus, kelopak bunga berwarna putih agak krem, tangkai sari berjumlah 20-35, bakal buah memiliki 11-16 lokus. Buah pamelo merupakan buah beri yang berbentuk bulat seperti bola hingga lonjong dengan bagian bawah buah melebar, berdiameter 10-30 cm, berwarna kuning kehijauan, tampak bintik-bintik kelenjar minyak yang rapat pada permukaannya, ketebalan kulit mencapai 3(-4) cm, ruang-ruang buah berisi kantong jus yang berwarna kuning pucat hingga merah jambu, jus memiliki rasa manis. Biji umumnya berjumlah sedikit, berukuran besar, tampak padat berisi, berwarna kekuningan dan bersifat


(32)

8

monoembrionik (Niyomdham 1991). Bagian-bagian buah jeruk pada umumnya ditampilkan pada Gambar 2B.

Gambar 2. Deskripsi pamelo A. Bunga dan buah pamelo (Sumber: Niyomdham 1991); B. Anatomi buah jeruk (Sumber: Spiegel Roy dan Goldschmidt 1996).

Potensi Pamelo

Indonesia merupakan salah satu daerah asal pamelo selain China, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Jepang (Hodgson 1967). Menurut Susanto et al. (2013), tidak kurang dari 24 kultivar pamelo dikenal masyarakat Indonesia namun hanya beberapa yang diproduksi secara komersial. Kultivar yang paling mudah ditemui di pasar adalah pamelo ‘Nambangan’. Kualitas pamelo Indonesia yang belum terjaga baik membuat Indonesia tidak menjadi produsen utama. Saat ini negara yang menjadi produsen pamelo dan grapefruit dalam bentuk buah segar terbesar di dunia adalah China (FAO 2012).

Pamelo merupakan jenis jeruk yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki beberapa sifat khas, yaitu: buah berukuran besar, memiliki rasa segar dan daya simpan sampai 4 bulan (Susanto 2004). Selain buahnya, bunga dan kayu dari pohon pamelo juga bermanfaat. Buah pamelo dapat dimanfaatkan sebagai buah segar, salad dan juga jus buah yang kaya antioksidan, fenolik, asam askorbat, asam galat, hesperidin dan naringin yang bermanfaat bagi kesehatan (Buachan et al. 2014; Caengprasath et al. 2013). Bunga pamelo memiliki potensi sebagai wewangian karena mengandung β-mirsen, limonen, osimen, linalool dan karyopilen sebagai komponen utama (Zakaria et al. 2010b). Kayu pohon pamelo juga dimanfaatkan untuk membuat gagang perkakas (Niyomdham 1991).

Kendala Pengembangan Pamelo

Daerah pengembangan pamelo sampai tahun 2014 berkisar 5.665 Ha dengan produksi 141.288 ton secara nasional, sedangkan pengembangan jeruk siam mencapai 51.098 Ha dengan produksi 1.785.256 ton (Kementan 2015).


(33)

9

Rendahnya produksi nasional pamelo disebabkan karena kondisi pertanaman pamelo di beberapa sentra produksi di Indonesia masih belum intensif, ditanam di lahan pekarangan, mengandalkan bibit hasil perbanyakan sendiri baik secara cangkok maupun okulasi, pemupukan cukup menggunakan pupuk kandang, pengendalian penyakit dilakukan dengan pembungkusan buah. Daerah sentra penanaman di Indonesia meliputi Kabupaten Bireun (Aceh), Kabupaten Sumedang (Jawa Barat), Kabupaten Pati dan Kudus (Jawa Tengah), Kabupaten Magetan (Jawa Timur) dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Sulawesi Selatan) (Susanto et al. 2013).

Kualitas buah yang dihasilkan belum memenuhi keinginan konsumen. Persyaratan mutu pamelo yang baik antara lain, buah tidak rusak akibat benturan, penampilan segar, layak konsumsi, bersih, bebas dari hama dan penyakit, memiliki tingkat kematangan yang cukup, buah berukuran sedang (diameter tidak lebih dari 20 cm dengan berat tidak lebih dari 2 kg), warna kulit menarik dan bersih, warna bulir buah menarik, rasa manis asam tanpa getir dan tanpa biji (Pangestuti dan Supriyanto 2009). Petani hanya berorientasi meraih keuntungan dari penjualan di pasar lokal sehingga pengusahaan pamelo menjadi tidak intensif. Bahkan waktu pemanenan disesuaikan dengan kondisi permintaan pasar sehingga buah pamelo sering dipanen lebih cepat atau lebih lambat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas buah (Susanto et al. 2013).

Kualitas pamelo yang belum baik juga disebabkan karena belum berkembangnya pemuliaan pamelo di Indonesia. Peningkatan kualitas pamelo dapat dilakukan melalui pemuliaan. Pemuliaan pamelo bertujuan untuk menyediakan bibit unggul dan mengusahakan pamelo berdasarkan usaha budidaya yang intensif. Berdasarkan teknik yang digunakan, pemuliaan pamelo untuk mendapatkan bibit unggul dapat dilakukan secara konvensional misalnya melalui persilangan dan mutasi serta memanfaatkan teknik in vitro dalam bidang ilmu bioteknologi tanaman.

Beberapa kendala yang menyebabkan pemuliaan pamelo belum berkembang adalah pamelo merupakan tanaman buah tahunan yang memiliki masa juvenil yang lama yaitu berkisar 5-13 tahun jika ditanam dari biji (Davies dan Albrigo 1994). Kendala lain yang mungkin dihadapi dalam pemuliaan konvensional melalui persilangan adalah adanya sifat poliembrionik dan tingkat heterozigositas yang tinggi pada jeruk keprok, siam, manis dan lemon akan menyulitkan identifikasi hasil persilangan. Pemuliaan dengan mutasi iradiasi sinar gamma terhadap mata tunas jeruk umum dilakukan, namun memiliki kelemahan yaitu kemungkinan terjadi perubahan genetik sangat kecil dan memerlukan waktu lama untuk menghasilkan mutan stabil. Selain itu mutasi dengan iradiasi sinar gamma bersifat merusak susunan DNA (Spiegel-Roy dan Goldschmidt 1996).

Oleh karena itu pemuliaan konvensional perlu didukung oleh pemuliaan bioteknologi agar kualitas pamelo Indonesia menjadi lebih baik. Pemanfaatan teknik in vitro dalam pemuliaan bioteknologi pamelo dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman autotetraploid dengan perlakuan kolkisin dan tanaman allotetraploid yang merupakan hasil fusi protoplas. Teknik perbanyakan in vitro melalui organogenesis dan embriogenesis somatik juga perlu disiapkan untuk mendukung kegiatan pemuliaan.


(34)

10

Pemuliaan Pamelo dengan Pendekatan Bioteknologi

Untuk pamelo dan grapefruit, tujuan utama pemuliaan adalah meningkatkan ketahanan terhadap serangan kanker, memperbaiki kualitas buah (aroma dan warna) dan memperpanjang musim berbuah (Grosser dan Gmitter 2011). Selain itu pemuliaan pamelo juga bertujuan untuk menghasilkan buah seedless karena umumnya dikonsumsi segar (Ollitrault et al. 2008) dan usaha pemuliaan untuk membentuk batang bawah alternatif yang memiliki sifat tahan nematoda (Grosser et al. 2007).

Pemuliaan secara bioteknologi adalah perbaikan sifat genetik tanaman dengan memanfaatkan ilmu biologi seluler dan molekuler tanaman. Perbaikan sifat tanaman dapat diperoleh secara langsung dengan teknik bioteknologi maupun secara tidak langsung untuk meningkatkan keragaman. Keragaman genetik yang tinggi merupakan modal penting dalam program pemuliaan. Teknik yang dimanfaatkan antara lain manipulasi ploidi dengan perlakuan kolkisin dan fusi protoplas. Manipulasi ploidi pada pamelo dengan kolkisin dapat menghasilkan tanaman triploid dan atau tetraploid. Pemanfaatan teknologi fusi protoplas juga dapat menghasilkan tanaman tetraploid sekaligus menggabungkan material genetik dari dua jenis jeruk yang berbeda. Sel, jaringan dan organ tanaman yang dihasilkan dari program pemuliaan tersebut harus dapat diperbanyak secara in vitro. Perbanyakan dapat dilakukan lebih cepat dengan teknik in vitro dan sekaligus dapat dilakukan konservasi plasma nutfah dengan lebih baik. Oleh karena itu penguasaan terhadap teknologi perbanyakan tunas dan embrio somatik dengan kultur jaringan tanaman mutlak diperlukan.

Tanaman tetraploid yang dihasilkan dari perlakuan kolkisin dapat dipergunakan sebagai tetua dalam persilangan antar ploidi dengan tanaman diploid untuk menghasilkan tanaman triploid. Tanaman triploid pada umumnya bersifat seedless karena terjadi ketidakseimbangan perpasangan kromosom dalam proses meiosis (Suryo 2007).

Induksi Pamelo Tetraploid dengan Perlakuan Kolkisin

Tanaman tetraploid adalah tanaman yang mengalami penggandaan kromosom menjadi 2n=4x. Penggandaan kromosom ini dapat dilakukan dengan perendaman jaringan dalam agen penghambat pembentukan benang gelendong pada proses pembelahan sel. Salah satu senyawa anti mitosis yang paling umum digunakan adalah kolkisin. Kolkisin adalah senyawa alkaloid yang diesktrak dari biji dan umbi tanaman saffron liar yaitu Colchicum autumnale (Eigsti dan Dustin 1955). Kolkisin juga memiliki sifat racun terhadap sel tanaman, oleh karena itu penggunaan kolkisin harus melewati tahap optimasi terlebih dahulu. Optimasi dilakukan untuk konsentrasi yang digunakan dan waktu perendaman terhadap eksplan.

Kultivar jeruk monoembrionik yang bersifat autotetraploid dan stabil telah dihasilkan dengan perlakuan kolkisin pada tunas aksilar (Oiyama dan Okudai 1986), tunas pucuk (Aleza et al. 2009) dan biji (Kainth dan Grooser 2010). Oiyama dan Okudai (1986) menghasilkan tanaman autotetraploid yang diperoleh melalui perendaman tunas aksilar C. clementina, C. hassaku dan C. tamurana dalam 0.1% kolkisin selama 2-6 jam, dan tunas disambung dengan batang bawah jeruk trifoliate sebagai batang bawah melalui teknik sambung mikro. Tanaman


(35)

11

tetraploid dapat diidentifikasi dengan mudah melalui pengamatan terhadap ukuran stomata (Aleza et al. 2009).

Pamelo tetraploid (2n=4x=36) bermanfaat sebagai tetua dalam persilangan interploidi dengan tanaman diploid (2n=2x=18) untuk menghasilkan tanaman triploid (2n=3x=27). Tetua tetraploid menghasilkan gamet 2n dan tetua diploid menghasilkan gamet n sehingga menghasilkan tanaman triploid dengan gamet 3n. Sehingga tanaman triploid bersifat seedless karena terjadi ketidakseimbangan perpasangan kromosom pada proses meiosis (Suryo 2007).

Hibridisasi Somatik dengan Teknik Fusi Protoplas

Persilangan pada tanaman jeruk telah menghasilkan banyak hibrida yang meningkat kualitasnya dan lebih disukai konsumen. Namun hambatan juga ditemui karena adanya sifat inkompatibilitas. Pamelo adalah jeruk monoembrionik yang lebih sesuai digunakan sebagai tetua betina dalam persilangan konvensional. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut dan memperluas kombinasi persilangan maka perlu dilakukan hibridisasi somatik dengan fusi protoplas (Bhojwani dan Razdan 1983). Fusi protoplas juga memungkinkan dihasilkannya tanaman tetraploid (Grosser dan Gmitter 2011).

Protoplas adalah sel tanpa dinding sel. Dinding sel didegradasi secara enzimatik menggunakan enzim dalam kelompok selulase, hemiselulase dan pektinase sesuai jenis dinding selnya dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda (Ishi 1989). Teknik fusi protoplas yang murah dan hasilnya baik dilakukan dengan bantuan PEG (Polietilen glikol) sebagai jembatan penghubung antara permukaan protoplas yang satu dengan lainnya dengan bantuan ion Ca2+ (Kao et al. 1974).

Teknik fusi protoplas menggunakan 40% PEG dikembangkan untuk memfusikan pamelo dan jeruk mandarin atau jeruk manis. Hasil fusi berupa tanaman untuk alternatif batang bawah dan tetua tetraploid. Grosser et al. (1992) melakukan fusi antara ’Nova’ tangelo (persilangan keprok dan grapefruit ) + jeruk manis ’Succari’ dan jeruk manis ’Hamlin’ + keprok ’Dancy’, menghasilkan tanaman diploid yang berasal dari regenerasi protoplas tunggal, tanaman ’Hamlin’ dan ’Succari’ tetraploid yang berasal dari regenerasi hasil homofusi.

Grosser et al. (1998) menghasilkan 15 hibrida dari 17 jenis tetua yang berbeda termasuk jeruk manis, keprok, grapefruit, pamelo dan hibrida keprok dan grapefruit untuk pemuliaan jeruk batang atas. Grosser et al. (2004) menghasilkan 12 hibrida baru bersifat allotetraploid dari fusi antara kerpok dan pamelo untuk menghasilkan batang bawah alternatif pengganti jeruk asam yang memiliki sifat tahan CTV. Ananthakrishnan et al. (2006) menghasilkan hibrida allotetraploid dari 7 kombinasi tetua antara keprok unggul dan pamelo terseleksi dan 1 hibrida dari tetua jeruk manis dan pamelo. Fusi bertujuan untuk mendapatkan jeruk batang bawah tetraploid yang tahan CTV. Grosser et al. (2007) memfusikan pamelo dan keprok untuk menghasilkan jeruk batang bawah alternatif pengganti jeruk asam yang tahan terhadap serangan nematoda.

Fusi protoplas pada jeruk terus berkembang pesat seperti yang dilaporkan Grosser dan Gmitter (2005) bahwa teknik fusi protoplas berhasil diterapkan pada jeruk meskipun pada komoditas lain tidak berhasil dengan baik. Aplikasi teknik fusi protoplas pada jeruk untuk pemuliaan batang atas dan batang bawah telah berhasil pada 250 kombinasi tetua. Grosser dan Gmitter (2011) mereview bahwa


(36)

12

sampai tahun 2011 telah dihasilkan tanaman hasil hibrida somatik dari sekitar 500 kombinasi tetua untuk berbagai tujuan pemuliaan jeruk.

Fusi protoplas dapat menghasilkan hibrida unggul yang memiliki kombinasi sifat dari kedua tetua jika tipe fusi yang dihasilkan adalah heterokarion, sedangkan tipe fusi yang homokarion dapat menghasilkan protoplas yang bersifat allotetraploid. Tahapan fusi protoplas harus dapat dilanjutkan dengan terbentuknya dinding sel dan regenerasi protoplas hasil fusi menjadi mikro kalus dan planlet. Oleh karena itu semua tahapan fusi harus dioptimalkan untuk menghasilkan tanaman hibrida somatik.

Perbanyakan

In vitro

melalui Teknik Kultur Jaringan

Perbanyakan in vitro melalui organogenesis pada intinya adalah proses menghasilkan organ (tunas atau akar) secara langsung dari jaringan eksplan maupun secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu, sedangkan embriogenesis adalah proses menghasilkan embrio baik secara langsung dari jaringan eksplan maupun secara melalui pembentukan kalus embriogenik (Bhojwani dan Razdan 1983).

Perbanyakan pamelo secara organogenesis dan embriogenesis dapat menghasilkan tanaman yang merupakan klon dari tanaman terpilih sehingga merupakan bibit unggul. Perbanyakan secara organogenesis dan embriogenesis juga dapat memfasilitasi manipulasi somatik untuk pemuliaan tanaman secara bioteknologi, baik untuk memperbanyak bahan tanaman yang akan dimanipulasi maupun hasil manipulasi.

Perbanyakan pamelo secara organogenesis langsung telah dilakukan oleh (Goh et al. 1995, Paudyal dan Haq 2000, Begum et al. 2004, Ibrahim 2012, Tyas 2012, Iswari et al. 2013) dan tahap sambung mikro yang menggunakan pamelo sebagai batang atas dilakukan oleh Kainth dan Grosser (2010) sedangkan perbanyakan pamelo melalui embriogenesis telah dilakukan oleh Murashige dan Tucker (1969), Mitra dan Chaturvedi (1972), Moore (1985), Mourao Fo dan Grosser (1992), Zakaria et al. (2010a) dengan berbagai macam eksplan.

Dari literatur dapat diperoleh informasi bahwa perbanyakan pamelo melalui organogenesis dan embriogenesis masih banyak kendala, yaitu terkait sifatnya yang merupakan tanaman berkayu tahunan dan monoembrionik. Beberapa hal yang masih menjadi kendala antara lain sulitnya diinduksi kalus embriogenik dari eksplan jaringan nuselar, daya multiplikasi tunas masih rendah, rendahnya persentase planlet yang dapat bertahan hidup pada proses aklimatisasi.


(37)

INDUKSI PAMELO (

Citrus maxima

(Burm.) Merr.)

TETRAPLOID DENGAN PERLAKUAN KOLKISIN

MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS EKSPLAN

i

Abstrak

Jeruk tetraploid memiliki peran penting sebagai tetua dalam persilangan antarploidi untuk menghasilkan jeruk triploid seedless. Kolkisin adalah zat antimitotik yang umum digunakan untuk menginduksi tanaman poliploid. Induksi tetraploid dengan kolkisin pada pamelo dilakukan secara in vitro menggunakan beberapa jenis eksplan yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginduksi pamelo tetraploid dengan perlakuan kolkisin menggunakan eksplan kecambah biji in vitro, tunas pucuk dan buku kotiledon. Induksi tunas tetraploid dilakukan dengan merendam kecambah biji in vitro, tunas pucuk dan buku kotiledon dalam 0.1% kolkisin selama 1, 3 dan 5 jam. Tunas regeneran ditumbuhkan pada media MS dan pertumbuhannya diamati 4 minggu setelah perlakuan. Tingkat ploidi dianalisis menggunakan flow sitometer. Kerapatan stomata, panjang dan lebar sel penjaga stomata juga dicatat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perpanjangan tunas terhambat oleh perlakuan kolkisin. Perendaman eksplan tunas pucuk dalam 0.1% kolkisin selama 1 jam menghasilkan 60% tunas tetraploid. Tunas tetraploid memiliki kerapatan stomata yang lebih rendah dan ukuran sel penjaga yang lebih besar jika dibandingkan dengan tunas diploid.

Kata kunci: kolkisin, tetraploid, pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.), flow sitometri, stomata.

Abstract

Tetraploid citrus are important for interploidal hybridization to create triploid seedless citrus. Colchicine is the most commonly used as antimitotic agent to induce polyploid plants. Tetraploid induction by colchicine in pummelo was conducted in vitro using different types of explants. The aim of this research was to induce tetraploid pummelo by colchicine treatment using in vitro germinated seed, shoot tip and cotyledonary node as explants. Tetraploid shoot induction was conducted by soaking in vitro germinated seeds, shoot tips and cotyledonary nodes in 0.1% colchicine for 1, 3 and 5 h. Regenerant shoots were grown on MS medium and their growth was observed after four weeks in culture. Ploidy level was determined using flow cytometry analysis. Stomata density, length and width of stomatal guard cell were also recorded. The results showed that shoot elongation was inhibited by colchicine treatment. Soaking of shoot tip explants in 0.1% colchicine for 1 h resulted in 60% of tetraploid shoots. Compared to diploid shoots, tetraploids had lower stomata density but had bigger in guard cell size.

Keywords: colchicine, tetraploid, pummelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.), flow cytometry, stomata.


(38)

14

Pendahuluan

Genom jeruk utamanya adalah diploid (2n=2x=18), oleh karena itu manipulasi ploidi menjadi tetraploid diperlukan untuk mendukung program pemuliaan jeruk. Tanaman tetraploid dibutuhkan untuk mendapatkan tetua persilangan antarploidi. Persilangan antara tetua betina tetraploid dengan tetua serbuk sari diploid menghasilkan jeruk triploid seedless (Jaskani et al. 2007, Ollitrault et al. 2008). Penggunaan jeruk monoembrioni sebagai tetua betina tetraploid efektif dalam persilangan interploidi untuk menghasilkan satu embrio zigotik (Aleza et al. 2009, Kainth dan Grosser 2010). Pamelo adalah salah satu spesies jeruk monoembrioni yang diproduksi secara komersial di Indonesia.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan jeruk poliploid. Kultivar jeruk monoembrioni yang bersifat autotetraploid dan stabil telah dihasilkan dengan perlakuan kolkisin pada tunas aksilar (Oiyama dan Okudai 1986), tunas pucuk (Aleza et al. 2009) dan biji (Kainth dan Grooser 2010). Oiyama dan Okudai (1986) menghasilkan tanaman autotetraploid yang diperoleh melalui perendaman tunas aksilar C. clementina, C. hassaku dan C. tamurana dalam 0.1% kolkisin selama 2-6 jam. Tunas yang direndam dan yang tidak direndam disambung dengan batang bawah jeruk trifoliate sebagai batang bawah melalui teknik sambung mikro. Tanaman tetraploid yang dihasilkan memiliki kerapatan stomata 560.5/mm2 dan pada tanaman diploid mencapai 790.8/mm2.

Aleza et al. (2009) menghasilkan ‘Clemenules’ clementines tetraploid menggunakan perendaman tunas pucuk dalam 0.1% kolkisin. Tunas tetraploid juga diperbanyak dengan teknik sambung mikro. Kainth dan Grosser (2010) menghasilkan pamelo (C. grandis) tetraploid dengan tetua pamelo yang bersifat monoembrioni dan memiliki bulir daging buah berwarna merah muda dan merah melalui perendaman dengan 0.1% kolkisin secara in vitro selama 12-24 jam terhadap biji yang meristematiknya sedang aktif, tunas poliploid dianalisis meggunakan flow sitometer.

Senyawa kimia yang paling umum digunakan untuk meningkatkan ploidi adalah kolkisin. Kolkisin adalah senyawa alkaloid yang diesktrak dari biji dan umbi tanaman saffron liar (Colchicum autumnale) dan berfungsi sebagai senyawa antimitotik. Kolkisin menghambat mekanisme pergerakan kromosom menuju kutub dengan menghambat terbentuknya benang-benang gelendong (Eigsti dan Dustin 1955). Jenis eksplan, konsentrasi kolkisin dan waktu perendaman merupakan parameter penting yang mempengaruhi keberhasilan terjadinya penggandaan kromosom. Kolkisin dengan konsentrasi rendah tidak berhasil meningkatkan ploidi tanaman namun konsentrasi yang terlalu tinggi juga meningkatkan kematian eksplan (Dhooghe et al. 2011).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menginduksi pembentukan pamelo tetraploid dengan perlakuan kolkisin menggunakan kecambah biji in vitro, tunas pucuk dan buku kotiledon.

Bahan dan Metode

Persiapan Eksplan

Biji diekstrak dari buah pamelo ‘Nambangan’ matang hasil dari kebun percobaan Cikabayan-IPB, Indonesia. Biji yang telah diekstrak disterilisasi permukaannya dengan cara merendam biji dalam 70% etanol selama 1 jam, kemudian biji-biji tersebut dikeringanginkan dalam laminar. Semua lapis biji


(39)

15

dikupas dan kemudian biji dikecambahkan pada media MS (Murashige dan Skoog 1962) tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Setelah 1 minggu dalam media perkecambahan biji, biji yang berkecambah dan muncul radikula sepanjang 0.5-0.8 cm digunakan sebagai eksplan (eksplan jenis pertama). Eksplan tunas pucuk dan buku kotiledon diambil dari kecambah biji in vitro umur 4 minggu. Tunas pucuk (sepanjang 3-4 cm, 1-2 buku dan daun) juga digunakan sebagai eksplan (eksplan jenis kedua). Buku kotiledon (bagian bawah dari potongan kecambah biji in vitro) juga digunakan sebagai eksplan tanpa menghilangkan kotiledon, hanya memotong akar (eksplan jenis ketiga).

Perlakuan Kolkisin dan Regenerasi Planlet

Laruton stok kolkisin disiapkan dengan cara menambahkan beberapa tetes dimethylsulfoxide (DMSO) pada serbuk kolkisin, kemudian dilarutkan dalam akuades sampai konsentrasi final 0.5%. Larutan tersebut kemudian disterilisasi menggunakan saringan dengan ukuran pori 0.2 µm. Larutan stok diencerkan dengan media MT cair yang mengandung 50 g L-1 sukrosa (Murashige dan Tucker 1969) sampai konsentrasi 0.1%. Sebanyak 10 ulangan dari masing-masing eksplan direndam dalam 0.1% kolkisin selama 1, 3 dan 5 jam. Sebagai kontrol, eksplan direndam dalam media MT tanpa kolkisin selama 1 jam. Eksplan direndam dalam tabung dan diinkubasi pada suhu ruang digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 30 rpm (Kainth dan Grosser 2010).

Setelah perendaman di dalam larutan kolkisin, eksplan kemudian diangkat dan dicuci menggunakan akuades steril kemudian dikeringanginkan di dalam laminar. Eksplan siap ditanam pada media MS0 yang dipadatkan dengan 3 g L-1 gellan gum kemudian diinkubasi di dalam ruang kultur dengan penerangan lampu neon, intensitas cahaya 1000-1400 lux secara terus-menerus pada suhu 25-27ºC. Persentase eksplan yang bertahan hidup diamati setelah 4 minggu. Sebanyak 5 tunas regeneran yang dihasilkan dari masing-masing jenis eksplan, dipindahkan ke media RMAN (Grosser dan Gmitter 1990). Jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah buku, jumlah daun, lebar daun dan jumlah akar diamati pada minggu ke 8 setelah perendaman kolkisin. Data dianalisis dengan analisis keragaman (ANOVA), dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%.

Analisis Ploidi dan Pengukuran Stomata

Tingkat ploidi dianalisis menggunakan flow sitometer (CyFlow ® Space. Partec, Germany). Daun dari kecambah biji in vitro digunakan sebagai kontrol diploid. Daun tanaman regeneran hasil perendaman dengan kolkisin dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan untuk pisang (Doleel et al. 2004). Satu lembar daun kedua dari setiap tunas regeneran digunakan untuk analisis ploidi. Daun dipotong dengan ukuran sekitar 0.4 cm2, kemudian dicacah dengan bufer ekstraksi menggunakan pisau silet. Cairan ekstraksi disaring menggunakan saringan nilon berukuran pori 30 µm dan diwarnai dengan pewarna fluorescen yaitu Propidium Iodida (Partec, Jerman). Pada histogram yang dihasilkan flow sitometer, posisi puncak G0/G1 pada channel 200 ditetapkan sebagai posisi puncak diploid. Tunas tetraploid diidentifikasi dengan dihasilkannya puncak pada channel 400. Hasil dari analisis tingkat ploidi dari setiap regeneran dihitung nilai TIE (Tetraploid Induction Efficiency) dengan rumus yang terdapat dalam Kainth dan Grosser (2010).


(40)

16

Kerapatan stomata dan ukuran sel penjaga dari epidermis atas dan bawah daun pamelo juga diamati. Permukaan daun yang akan dilihat stomatanya diolesi tipis-tipis dengan cat kuku bening dan dibiarkan selama beberapa menit hingga mengering untuk membuat cetakan lapisan epidermal. Lapisan cat kuku tersebut kemudian dikelupas dengan menggunakan selotip dan ditempelkan pada kaca preparat. Setiap preparat diamati dengan mikroskop inverted (Leica DMIL LED) dengan perbesaran 400 kali. Jumlah stomata, panjang dan lebar sel penjaga dicatat dari setiap daun yang diamati. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Leica Application Suit v3.8. Kerapatan stomata, panjang dan lebar sel penjaga diamati dari 5 bidang pandang pada 3 daun dari setiap tunas regeneran yang berbeda. Data dianalisis dengan analisis keragaman (ANOVA), dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Perlakuan Kolkisin terhadap Daya Hidup dan Pertumbuhan Regeneran

Lama waktu perendaman kolkisin mempengaruhi persentase daya hidup dari setiap jenis eksplan yang berbeda. Gambar 3 menunjukkan bahwa jenis eksplan yang berbeda memiliki persentase daya hidup berbeda. Eksplan kecambah biji in vitro yang memiliki persentase daya hidup tinggi yaitu 90-100%, sedangkan eksplan buku kotiledon memiliki persentase daya hidup rendah yaitu 30-40%. Tunas pucuk memiliki persentase daya hidup tertinggi dibandingkan eksplan kecambah biji in vitro dan buku kotiledon. Persentase daya hidup eksplan menurun seiring waktu perendaman dalam kolkisin dan tingkat daya hidup terendah diamati pada perlakuan perendaman selama 5 jam, yaitu 10%.

Gambar 3. Pengaruh jenis eksplan yang berbeda dan lama perendaman kolkisin terhadap persentase daya hidup eksplan pamelo in vitro

0 20 40 60 80 100 120

1 3 5

% eksplan hidup

lama perendaman (jam)


(41)

17

Tabel 1 menampilkan pertumbuhan tunas regeneran dari eksplan yang berbeda pada 8 minggu setelah perendaman kolkisin. Analisis varian menunjukkan bahwa eksplan yang berbeda dan lama perendaman berpengaruh nyata pada semua parameter pertumbuhan. Semua eksplan mengalami penurunan jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah buku, jumlah daun, panjang daun dan jumlah akar seiring dengan meningkatnya lama perendaman dalam kolkisin (Tabel 1, Gambar 4, 5 dan 6). Tinggi tunas pada eksplan kecambah biji in vitro berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Panjang daun dari eksplan tunas pucuk terendah dibandingkan dengan kontrol. Tinggi tunas dan jumlah akar eksplan buku kotiledon paling rendah dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh lama perendaman dan jenis eksplan yang berbeda terhadap pertumbuhan tunas regeneran pamelo pada 8 minggu setelah perlakuan kolkisin Perlakuan Jumlah tunas Tinggi tunas (cm) Jumlah buku Jumlah daun Panjang daun (cm) Jumlah akar Eksplan Lama perenda-man (jam) Kecambah biji in vitro

kontrol 1.0c 8.0a 2.6abcd 5.2ab 2.4ab 1.0ab

1 2.0a 6.7b 4.0a 6.6a 2.8a 1.0ab

3 1.0c 3.9c 3.4abc 5.2ab 2.7a 1.0ab

5 1.0c 3.0de 3.4abc 3.6b 2.3ab 1.0ab

Tunas pucuk

kontrol 1.2bc 3.6cd 2.8ab 3.4b 1.5cde 0.8b

1 1.8a 3.9c 2.6cd 3.4b 1.0de 0.8b

3 1.0c 3.0de 2.2abcd 3.2b 0.9ef 0.0c

5 0.2d 2.7e 1.2abc 0.2c 0.2f 0.0c

Buku kotiledon

kontrol 1.6bc 3.7cd 3.6abcd 5.4ab 2.4bc 1.4a

1 1.2c 0.9f 2.0abcd 5.2ab 1.6cd 0.2c

3 1.0c 0.7f 2.6bcd 4.2ab 1.4cde 0.2c

5 1.0c 0.7f 1.2d 5.4ab 1.2cde 0.6bc

Untuk setiap kolom, rataan diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut DMRT (P=0.05).

Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap daya hidup eksplan tunas pucuk menurun seiring meningkatnya waktu perendaman menunjukkan bahwa tunas pucuk adalah eksplan terbaik pada induksi pamelo ‘Nambangan’ tetraploid, dibandingkan eksplan kecambah biji in vitro dan buku kotiledon. Lama perendaman kolkisin berpengaruh pada setiap eksplan, karena persentase daya hidup eksplan dipengaruhi oleh permeabilitas jaringan eksplan dan kemampuan senyawa antimitotik ditranspor ke titik meristem (Allum et al. 2007).


(42)

18

Gambar 4. Pertumbuhan tunas dari regenerasi eksplan kecambah biji pamelo in vitro, 8 minggu setelah perendaman dalam 0.1% kolkisin dan kontrol: A. kontrol, B. perendaman selama 1 jam, C. perendaman selama 3 jam dan D. perendaman selama 5 jam. (bar=1cm).

Gambar 5. Pertumbuhan tunas dari regenerasi eksplan tunas pucuk pamelo, 8 minggu setelah perendaman dalam 0.1% kolkisin dan kontrol: A. kontrol, B. perendaman selama 1 jam, C. perendaman selama 3 jam dan D. perendaman selama 5 jam.

Gambar 6. Pertumbuhan tunas dari regenerasi eksplan buku kotiledon pamelo, 8 minggu setelah perendaman dalam 0.1% kolkisin dan kontrol: A. kontrol, B. perendaman selama 1 jam, C. perendaman selama 3 jam dan D. perendaman selama 5 jam.

Tunas yang berhasil beregenerasi dari perlakuan kolkisin menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dari tunas kontrol (Tabel 1). Dalam penelitian ini eksplan yang direndam kolkisin lebih lama menghasilkan tunas yang lebih terhambat tumbuhnya. Perbedaan pertumbuhan tunas disebabkan oleh eksplan tunas pucuk memiliki jaringan yang lebih sensitif terhadap kolkisin dibandingkan dengan eksplan biji berkecambah dan buku kotiledon. Penghambatan tumbuh akibat perlakuan kolkisin juga ditemui pada kultivar jeruk monoembrionik (Oiyama dan Okudai 1986), jeruk manis dan tangelos (Gmitter dan Ling 1991), tangor (Wu dan Mooney 2002), pamelo (Kainth dan Grosser 2010). Penghambatan pertumbuhan mengindikasikan bahwa kolkisin bersifat racun pada eksplan yang digunakan (Dhooghe et al. 2011).

D C

B A

A B C D


(43)

19

Analisis Ploidi dan Pengukuran Stomata

Tingkat ploidi pada semua tunas regeneran ditampilkan pada Tabel 2. Tunas diploid, miksoploid dan tetraploid dihasilkan dari eksplan yang dapat bertahan hidup setelah perlakuan kolkisin. Kontrol dari semua jenis eksplan menghasilkan 100% tunas diploid. Nilai TIE (Tetraploid Induction Efficiency) tertinggi diperoleh dari eksplan tunas pucuk yang direndam 0.1% kolkisin selama 1 jam, dan nilai terendah diperoleh dari eksplan buku kotiledon.

Gambar 7 menunjukkan histogram yang dihasilkan tunas diploid, miksoploid dan tetraploid. Gambar 7A mewakili profil tunas diploid yang diperoleh dari tunas kontrol (eksplan tanpa perlakuan). Gambar 7B menampilkan profil tunas miksoploid yang merupakan regeneran kimera karena memiliki sel dengan 2 macam jumlah set kromosom, yaitu inti diploid dan inti tetraploid, sementara itu Gambar 7C menunjukkan profil tunas tetraploid yang tidak kimera.

Tabel 2. Analisis ploidi pada tunas pamelo regeneran dari jenis eksplan dan lama perendaman yang berbeda, 4 minggu setelah perlakuan

Eksplan Lama perenda

-man (jam)

Eksplan yang bertahan hidup (%)

Tingkat ploidi /total regeneran (%) %TIE

Diploid Miksoploid (diploid

dan tetraploid)

Tetraploid

Kecambah biji in vitro

kontrol 10/10(100) 10/0(100.0) 0/10(0) 0/10(0) 0.0

1 10/10(100) 9/10(90) 1/10(10) 0/10(0) 0.0

3 9/10(90) 5/9(56) 0/9(0) 4/9(44) 39.9

5 10/10(100) 6/10(60) 1/10(10) 3/10(30) 30.0 Tunas

pucuk

kontrol 10/10(100) 10/10(100) 0/10(0) 0/10(0) 0.0 1 10/10(100) 1/10(10) 3/10(30) 6/10(60) 60.0

3 9/10(90) 0/9(0) 5/9(56) 4/9(44) 39.9

5 1/10(10) 1/1(100) 0/1(0) 0/1(0) 0.0

Buku kotiledon

kontrol 10/10(100) 10/10(100) 0/10(0) 0/10(0) 0.0

1 5/10(50) 3/5(60) 0/5(0) 2/5(40) 20.0

3 6/10(60) 5/6(83) 1/6(17) 0/6(0) 0.0

5 5/10(50) 5/5(100) 0/5(0) 0/5(0) 0.0


(44)

20

Gambar 7. Histogram flow sitometer tunas pamelo yang direndam kolkisin dan kontrol beserta profil tunas: A. diploid (kontrol), B. miksoploid dan C. tetraploid (sumbu X menunjukkan kandungan DNA dan sumbu Y menunjukkan jumlah inti sel).

Analisis ploidi dari tunas regeneran menunjukkan bahwa tunas tetraploid berhasil diregenerasikan dari semua jenis eksplan (Tabel 2). Nilai TIE lebih tinggi dari hasil penilitian pada ‘Clementine”, ‘Hassaku’ dan ‘Hyuganatsu” (Oiyama dan Okudai 1986), ‘Clemenules’ clementines, ‘Fina’ clementines, ‘Marisol’ clementines dan ‘Moncada’ mandarin (Aleza et al. 2009) dan pamelo ‘Hirado Buntan’ merah muda (Kainth dan Grosser 2010) dengan eksplan tunas aksilar, tunas pucuk dan kecambah biji in vitro dengan konsentrasi 0.1% kolkisin. Oiyama dan Okudai (1986) merendam tunas aksilar dalam 0.1% kolkisin selama 2 dan 6 jam menghasilkan satu tanaman tetraploid yang berhasil disambung, dari 44 mata tunas yang direndam dari 3 kultivar. Aleza et al. (2009) melaporkan bahwa tunas pucuk yang direndam dalam 0.1% kolkisin selama 3 dan 24 jam menghasilkan kimera 2x-4x. Kainth dan Grosser (2010) juga merendam kecambah biji in vitro dalam kolkisin selama 12 dan 24 jam menghasilkan tanaman tetraploid sebanyak 1-2 dalam setiap perlakuan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tunas pucuk adalah eksplan terbaik untuk induksi tetraploid pada pamelo ‘Nambangan’ dan perlakuan yang paling efisien adalah perendaman 0.1% kolkisin selama 1 jam. Perlakuan tersebut menghasilkan 60% tunas tetraploid.

Semua lapisan epidermis daun bagian atas tidak memiliki stomata. Pengamatan dengan mikroskop pada cetakan permukaan daun membuktikan bahwa stomata hanya ada pada epidermis bagian bawah daun. Hasil pengamatan stomata pada lapisan epidermis bagian bawah daun pamelo ditampilkan pada Gambar 8. Analisis varian pada kerapatan stomata, panjang dan lebar sel penjaga stomata berbeda nyata antara daun tunas diploid, miksoploid dan tetraploid. Kerapatan stomata lebih rendah dan ukuran sel penjaga lebih besar pada tunas dengan tingkat ploidi lebih tinggi (Tabel 3).

C File: 48 Date: 23-12-2014 Time: 09:32:24 Particles: 1681 Acq.-Time: 62 s

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100

FL1

-co

u

n

ts

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100

FL1

-co u n ts RN1 partec CyFlow

Region Gate UngatedCount Count/ml%GatedMean-x CV-x% Mean-y CV-y% RN1 <None> 1157 1157 - 68.83 211.30 3.43 - -

A

File: 5 Date: 23-12-2014 Time: 09:11:45 Particles: 3153 Acq.-Time: 87 s

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100

FL1

-c

o

unt

s

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100

FL1

-c o unt s RN1 RN2 partec CyFlow

Region Gate UngatedCount Count/ml%GatedMean-x CV-x% Mean-y CV-y% RN1 <None>823 823 - 26.10 197.02 4.85 - - RN2 <None>1488 1488 - 47.19 394.24 3.30 - -

B

File: 7 Date: 23-12-2014 Time: 09:17:24 Particles: 2628 Acq.-Time: 93 s

0 200 400 600 800 1000

0 20 40 60 80 100

FL1

-co

u

n

ts

0 200 400 600 800 1000

0 20 40 60 80 100

FL1

-co u n ts RN1 partec CyFlow

Region Gate UngatedCount Count/ml%Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y% RN1 <None> 1547 1547 - 58.87 396.82 3.11 - -


(45)

21

Gambar 8. Stomata pada epidermis bawah daun pamelo dari tunas yang dihasilkan dari perlakuan kolkisin dan kontrol: A. Diploid (kontrol), B. Miksoploid dan C. Tetraploid (bar = 50 µm).

Tabel 3. Analisis kerapatan stomata, panjang dan lebar sel penjaga pada tunas pamelo diploid, miksoploid dan tetraploid

Ploidi Kerapatan stomata

(stomata/mm2)

Panjang sel penjaga (µm)

Lebar sel penjaga (µm)

Diploid (kontrol) 888.59a 21.17b 17.28b

Miksoploid

(diploid-tetraploid) 439.47 b 29.72a 25.15a

Tetraploid 318.42b 30.77a 24.53a

Pada setiap kolom, rataan diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P=0.05) menurut DMRT.

Kerapatan stomata dari regeneran tetraploid lebih rendah, sel penjaga lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan tunas diploid (Gambar 8 dan Tabel 3). Ciri daun tanaman tetraploid adalah memiliki kerapatan stomata yang rendah dan ukuran sel penjaga stomata yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman diploidnya (Oiyama dan Okudai 1986, Gu et al. 2005, dan Yang etal. 2006).

Simpulan

Pamelo ’Nambangan’ tetraploid berhasil diperoleh dengan perendaman eksplan biji berkecambah, tunas pucuk dan buku kotiledon dalam 0.1% kolkisin selama 1,3 dan 5 jam. Semakin lama perendaman eksplan berakibat menghambat regenerasi eksplan menjadi tunas. Eksplan tunas pucuk adalah eksplan yang paling sensitif terhadap perendaman 0.1% kolkisin, dan dapat menghasilkan 60% tunas tetraploid putatif pada perendaman selama 1 jam. Tunas tetraploid memiliki kerapatan stomata lebih rendah, panjang dan lebar sel penjaga stomata lebih besar dibandingkan tunas diploid.

i

Bab ini telah dikirim ke jurnal Ilmiah Annales Bogorienses untuk publikasi


(46)

(47)

FUSI PROTOPLAS

ANTARA PAMELO (Citrus maxima (Burm.) Merr.)

‘NAMBANGAN’ DAN KEPROK ‘GARUT’ (Citrus reticulata L.)

Abstrak

Salah satu teknik untuk mendapatkan tanaman tetraploid adalah dengan metode fusi protoplas. Fusi protoplas menghasilkan sel yang memiliki sitoplasma gabungan maupun inti sel dari protoplas yang sama maupun yang berbeda. Fusi dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain dengan induksi kimiawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi isolasi, fusi dan kultur protoplas pada pamelo Indonesia ‘Nambangan’. Pada penelitian ini, isolasi protoplas dilakukan secara enzimatik terhadap daun kecambah biji in vitro pamelo ‘Nambangan’ dan kalus embriogenik jeruk keprok ‘Garut’. Fusi dilakukan dengan larutan 40% PEG yang diteteskan pada suspensi protoplas dalam petri plastik, kemudian diinkubasi selama 8-10 menit, selanjutnya ditambahkan larutan A+B lalu inkubasi dilanjutkan selama 12-15 menit. Pencucian protoplas hasil fusi dan kultur dilakukan dengan media BH3 cair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi enzim yang optimal untuk mendegradasi dinding sel mesofil daun pamelo adalah 0.5% Selulase Onozuka RS10 ditambah 0.5% Maserozim R10 dan 0.1% Pektoliase Y23 dengan yield 5.02 × 106 protoplas mL-1 dan enzim untuk mendegradasi dinding sel kalus embriogenik keprok adalah 1% Selulase Onozuka RS10 ditambah dengan 1% Maserozim R10 dengan yield 2.08 × 106 protoplas mL-1. Protoplas dari mesofil daun pamelo dan kalus embriogenik keprok yang dihasilkan berbeda karakteristiknya dari warna, sedangkan diameter sel tidak berbeda. Inkubasi dengan 40% PEG selama 8-10 menit, menghasilkan 40.6% protoplas yang tidak berfusi, terjadi 4.6% homofusi protoplas dari sel mesofil daun, terjadi 28.2% homofusi dari protoplas sel kalus, terjadi 7.8% heterofusi dan terjadi 9.6% multifusi antara protoplas sel mesofil daun dan kalus. Hasil penggabungan protoplas yang berbeda dicirikan dengan adanya kloroplas dan butir pati dalam satu sel. Pada media 0.6M BH3 cair, protoplas hasil fusi mengalami pembentukan dinding sel dan pembelahan pada minggu pertama kultur dan koloni sel mulai terbentuk. Pada minggu ke 4,kepadatan koloni sel hasil fusi adalah 0.20 sel (mm2)-1 dengan rata-rata diameter 0.60 mm pada media BH3 0.4M cair, dan kepadatan koloni sel dari protoplas kalus keprok ‘Garut’ adalah 0.21 sel (mm2)-1 dengan diameter 0.69 mm. Koloni sel yang dihasilkan memerlukan optimasi media dan lingkungan tumbuhnya agar dapat diregenerasikan lebih lanjut.

Kata kunci: pamelo ‘Nambangan’, keprok ‘Garut’, protoplas, fusi protoplas,

PEG 40%

Abstract

Protoplast fusion is a technique to obtain tetraploid plants. By protoplast fusion, cytoplasmic hybrid cells and heterokaryon or homokaryon cells can be created. Fusion may occur by chemical induction. Protoplast fusion between pummelo ‘Nambangan’ and keprok ‘Garut’ was induced by PEG (Polyethylene Glycol). Protoplasts were isolated from leaves of in vitro seedlings of pummelo


(1)

Niyomdham C. 1991. Citrus maxima (Burm.) Merr. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE (editor). Edible Fruits and Nuts. Bogor. Prosea. Hlm 128-131

Normah MN, Hamidah S, Ghani FD. 1997. Micropropagation of Citrus Halimii-an endHalimii-angered species of South-east Asia. PlHalimii-ant Cell Tiss Halimii-and Org Cult 50:225-227.

Nwe YY, Myint KT, Mochizuki Y, Vazirzanjani M, Okayasu K, Suzuki S, Ogiwara I. 2014. In vitro regeneration through direct shoot organogenesis in Honey Orange (Citrus tangerine). Plant Biotechnol. 31:341-344

Nito N, Iwamasa M. 1990. In vitro plantlet formation from juice vesicle callus of satsuma (Citrus unshiu Marc.). Plant Cell Tiss and Org Cult 20: 137-140. Oiyama I, Okudai N. 1986. Production of colchicine-induced autotetraploid

plants through micrografting in monoembryonic citrus cultivars. Japan J Breed. 36: 371-376.

Ollitrault P, Guo W, Grosser JW. 2007. Somatic hybridization. Di dalam: Citrus Genetics, Breeding and Biotechnology. Khan IA (editor). Wallingford, UK. CAB International. Hlm. 235-260.

Ollitrault P, Dambier D, Luro F, Froelicher Y. 2008. Ploidy manipulation for breeding seedless triploid citrus. Di dalam: Plant Breed Rev, Vol.30. Janick J (editor). John Wiley & Sons, Inc. Hlm. 323-352.

Orbovic V, Calovic M, Viloria Z, Nielsen B, Gmitter FG Jr., Castle WS, Grosser JW. 2008. Analysis of genetic variabilty in various tissue culture-derived lemon plant populations using RAPD and flow cytometry. Euphytica 161:329-335.

Pangestuti R, Supriyanto A. 2009. Kajian standar mutu buah pamelo unggul varietas nambangan. Jurnal standardisasi: Majalah Ilmiah Standardisasi 11(2):112-118.

Paudyal KP, Haq N. 2000. In vitro propagation of pummelo (Citrus grandis L.Osbeck). In Vitro Cell Dev Biol Plant 36:511-516.

Prado MJ, Rodríguez E, Rey L, Gonzalez MV, Santos C, Rey M. 2010. Detection of somaclonal variants in somatic embryogenesis-regenerated plants of Vitis vinifera by flow cytometry and microsatellite markers. Plant Cell Tiss and Org Cult103:49-59.

Ramdan R, Handaji N, Beyahia H, Ibriz M. 2014. Influence of growth regulators on callus induction from embryos of five citrus rootstocks. J Appl Biosci 73:5959-5965.

Rangan TS, Murashige T, Bitters WP. 1969. In vitro studies of zigotic and nucellar embryogenesis in citrus. In: Proceedings of the first International Citrus Symposium. Riverside. University of California. 1: 225-229.

Sandal I, Bhattacharya A, Ahuja PS. 2001. An efficient liquid culture system for tea shoot proliferation. Plant Cell Tiss and Org Cult 65:75-80.

Spiegel-Roy P, EE Goldschmidt. 1996. Biology of Horticultural Crops: Biology of Citrus. USA. CambridgeUniversity Press. Hlm.1-221

Sukarmin, Ihsan F. 2008. Teknik persilangan jeruk (Citrus sp.) untuk perakitan varietas unggul baru. Bul Teknik Pertanian. 13(1): 12-15.

Suryo. 2007. Sitogenetika. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Hlm. 211-291.


(2)

71

Susanto S, Rahayu A, Tyas KN. 2013. Ragam Pamelo Indonesia. Fakultas pertanian-IPB. Bogor. IPB Press. Hlm.1-72.

Susanto S. 2004. Changes in fruit quality of pummelo experiencing storage and remaining on the tree. Hayati 11:25-28.

Tallon CI, Porras I, Perez-Tornero O. 2012. Efficient propagation and rooting of three citrus rootstocks using different plant growth regulators. In vitro Cell Dev Biol Plant. 48:488-499.

Tallon CI, Porras I, Perez-Tomero O. 2013. High efficiency in vitro organogenesis from mature tissue explants of Citrus macrophylla and C. aurantium. In vitro Cell Dev Biol Plant. 49:145-155.

Taufik M. 2000. Uji ketahanan berbagai kultivar jeruk terhadap Citrus Tristeza Virus [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tavano ECR, Stipp LCL, Muniz FR, Mourao Filho FAA, Mendes BMJ. 2009. In vitro organogenesis of Citrus volkameriana and Citrus aurantium. Biologia Plantarum 53(2):395-399.

Tisserat B, Murashige T. 1977. Probable identity of substances in citrus that repress asexual embryogenesis. In Vitro 13:785-789.

Usman M, Muhammad S, Fatima B. 2005. In vitro multiple shoot induction from nodal explants of citrus cultivars. J Centr Eur Agri 6(4):435-442.

Vardi A, Galun E. 1999. Isolation and culture of citrus protoplast. Di dalam: Biotechnology in Agriculture and Forestry, Vol.8. Plant protoplasts and genetic Engineering I. Bajaj YPS (editor). Berlin. Springer. Hlm. 147-159. Vujovic T, Ruzic D, Cerovic R, Momirovic GS. 2010. Adventitious regeneration

in blackberry (Rubus Fructicosus L) and assessment of genetic stability in regenerants. Plant Growth Regul. 61:265-275.

Wu JH, Money P. 2002. Autotetraploid tangor plant regeneration from in vitro citrus somatic embryogenic callus treated with colchicine. Plant Cell Tiss and Org Cult 70:99-104.

Yang XM, Cao ZY, An LZ, Wang YM, Fang XW. 2006. In vitro tetraploid induction via colchicine treatment from diploid somatic embryos in grapevine (Vitis vinifera L.). Euphytica 152:217-224.

Zakaria Z, Zakaria S, Khalid AH, Ishak MAM. 2010a. Induction of callus formation from different parts of Citrus grandis (Osbeck.) Flowers. Biotropia 17:1-7.

Zakaria Z, Zakaria S, Ishak MAM. 2010b. Analysis of major fragrant compounds from Citrus grandis flowers extracts. Sains Malays 39: 565-569.

Zhang J, Zhang M, Deng X. 2007. Obtaining autotetraploids in vitro at high frequency in Citrus sinensis. Plant Cell Tiss and Org Cult 89:211-216. Zhu LH, Li XY, Welander M. 2005. Optimisation of growing conditions for the

apple rootstock M26 grown in RITA containers using temporary immersion principle. Plant Cell Tiss and Org Cult 81:313-318


(3)

(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi media yang digunakan dalam kultur in vitro pamelo (modifikasi dari Grosser dan Gmitter 1990)

Komponen Konsentrasi (mg L-1)

MS MT RMAN BH3

NH4NO3 1650 1650 825 -

KNO3 1900 - 950 -

KH2PO4 170 170 85 170

MgSO4.7H2O 370 185 185 370

CaCl22H2O 440 440 440 440

Na2EDTA 37.3 37.3 37.3 37.3

FeSO4.7H2O (EDTA)

27.8 27.8 27.8 27.8 MnSO4.4H2O 22.3 11.15 11.15 22.3

ZnSO4.7H2O 8.6 8.6 4.3 8.6

H3BO3 6.2 6.2 3.1 6.2

KCl - - - 1500

KI 0.83 0.83 0.42 0.83

Na2MoO4.2H2O 0.25 0.25 0.125 0.25 CuSO4.5H2O 0.025 0.025 0.0125 0.025 CoCl2.6H2O 0.025 0.025 0.0125 0.025

Glutamin - - - 3100

Thiamin HCl 0.1 10 5 10

Piridoksin HCl 0.5 10 5 10

Asam Nikotinat 0.5 5 0.5 1

Glisin 2 2 - -

Myo inositol 100 100 - 100

Ekstrak Malt - - - 500

Kasein hidrolisat

- - - 250

Manitol - - - 0.45M

Air kelapa - - - 20 ml

Stok senyawa organik BH3*

- - - 20 ml

Stok gula BH3* 10 ml

NAA - - 0.02 -

Sukrosa 3% 5% 2.5% 0.15M

Gel pemadat 0.3% 0.3% 0.3% - *Komposisi ada di bagian selanjutnya


(5)

Stok gula untuk BH3

Komponen Konsentrasi (mg L-1)

Fruktosa 250 Ribosa 250 Xilosa 250 Mannosa 250 Rhamnosa 250 Selobiosa 250 Galaktosa 250 Glukosa 250 Stok senyawa organik BH3

Komponen Konsentrasi (mg L-1)

Sodium piruvat 20

Asam sitrat 40

Asam malat 40

Asam fumarat 40

Vitamin B12 0.02

Kalsium pantotenat 1

Asam askorbat 2

Kolin klorid 1

Asam p-aminobensoat 0.02

Asam folat 0.4

Riboflavin 0.2 Biotin 0.01

Vitamin A (retinol) 0.01


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 23 Oktober 1977 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Widodo Darsodiwiryo (Alm.) dan Ibu Sunarti. Pendidikan sarjana sains Fakultas MIPA Jurusan Biologi diperoleh pada Institut Pertanian Bogor-Bogor, lulus tahun 2001. Penulis mendapatkan beasiswa pendidikan dari LIPI untuk melanjutkan program S2 bidang studi Bioteknologi-IPB, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2003 dan lulus tahun 2007. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 pada program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman IPB diperoleh pada tahun 2010, dengan beasiswa Kementerian Riset dan Teknologi.

Penulis bekerja sebagai peneliti di Laboratorium Biak Sel dan Jaringan Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2001 hingga saat ini. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis ialah manipulasi sel somatik dan kultur jaringan tanaman.