ProdukHukum BankIndonesia

(1)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 21

BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI

Pada triwulan III-2010, inflasi tahunan Gorontalo tercatat sebesar 7,60% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,73% (y.o.y). Lonjakan permintaan masyarakat menyambut Bulan Ramadhan ditengah terhambatnya aspek produksi memberikan dampak yang berlipat pada peningkatan harga-harga di Gorontalo. Sementara itu, beberapa sumber tekanan inflasi lainnya meliputi kenaikan TDL, faktor preferensi konsumen, dan distorsi pasar turut memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga jual barang/jasa kepada masyarakat.

2.1 INFLASI GORONTALO

Inflasi Gorontalo pada triwulan-III 2010 mengalami lonjakan menjadi 7,60% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,73 (y.o.y). Inflasi volatile food

berperan besar dalam pembentukan inflasi Gorontalo sebesar 15,71% (y.o.y) jauh lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,95% (y.o.y). Sementara itu, core inflation

relatif stabil sebesar 3,40% (y.o.y) sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya

sebesar 3,41% (y.o.y). Sedangkan administered price inflation mengalami tekanan sebesar

5,30% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebelumnya sebesar 2,39%

(y.o.y). Faktor seasonal cenderung berperan penting dalam pembentukan inflasi Gorontalo

periode ini. Lonjakan permintaan masyarakat menyambut Bulan Ramadhan di tengah faktor cuaca yang menyebabkan keterlambatan musim panen sehingga memberikan dampak yang berlipat pada peningkatan harga-harga di Gorontalo. Sementara itu, beberapa sumber tekanan inflasi lainnya meliputi kenaikan TDL, faktor preferensi konsumen, dan distorsi pasar turut memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga jual barang/jasa kepada masyarakat.


(2)

22 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA Tabel 2.1 Disagregasi Inflasi Tahunan (y.o.y) Provinsi Gorontalo

Sumber : Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)

Inflasi Gorontalo pada triwulan III-2010 sebesar 7,60% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 5,80% (y.o.y). Bila dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Sulampua inflasi Gorontalo pada triwulan III-2010 sebesar 7,60% (y.o.y) menempati posisi ketiga terbesar setelah inflasi Maluku sebesar 13,15% (y.o.y) dan inflasi Papua Barat Sebesar 8,65% (y.o.y). Sementara itu, bila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi, inflasi Gorontalo menunjukkan posisi tertinggi.

Tabel 2.2

Inflasi Tahunan (y.o.y) Provinsi Di Sulampua Triwulan III-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik

2.1.1 FAKTOR FUNDAMENTAL

Output gap negatif diperkirakan turut berperan dalam pembentukan inflasi Gorontalo yang disebabkan oleh tingginya tekanan permintaan pada periode laporan terkait dengan maraknya kegiatan ekonomi menyambut Ibadah Ramadahan dan Hari Raya Idul Fitri.

SEPT DEC JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AUG SEPT

Total Inflasi (yoy) 3.97% 4.35% 4.07% 4.89% 3.59% 2.74% 2.69% 2.73% 3.91% 7.28% 7.60%

Core Inflation 3.58% 3.43% 3.89% 3.55% 3.32% 3.05% 3.09% 3.41% 4.46% 5.03% 3.40%

Volatile Food 5.64% 7.89% 5.31% 7.97% 5.05% 3.50% 2.28% 1.95% 3.09% 12.80% 15.71%

Administered Price 2.53% 1.63% 2.76% 3.35% 2.13% 1.07% 2.41% 2.39% 3.91% 4.17% 5.30%

Disagregasi 2009 2010

Wilayah Inflasi (yoy) (%)

Nasional 5.80

Gorontalo 7.60

Sulawesi Utara 7.38

Sulawesi Tengah 6.92

Sulawesi Barat 3.69

Sulawesi Selatan 6.58

Sulawesi Tenggara 3.99

Maluku Utara 4.69

Maluku 13.15

Papua 4.56


(3)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 23 Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.2 Indeks Keyakinan Konsumen

Meningkatnya tekanan permintaan masyarakat dapat tercermin dari hasil Survey Konsumen (SK) September 2010 yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen sebesar 163,97 lebih tinggi dibandingkan Juni 2010 sebesar 141,53. Peningkatan IKK didukung oleh peningkatan pada seluruh komponen pembentuknya yaitu penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu, ketersediaan lapangan kerja saat ini, ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lama, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang, dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Di sisi lain, peningkatan permintaan juga didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh kenaikan NTP (Nilai Tukar Petani) pada triwulan III-2010 sebesar 102,54 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,27.

Sumber : BPS Prov. Gorontalo Grafik 2.3 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sementara itu, ekspektasi inflasi turut memperkuat tekanan inflasi pada periode

laporan. Hasil rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah menginformasikan bahwa


(4)

24 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

makanan setelah mendengar bahwa harga-harga di Pulau Jawa meningkat terkait dengan tingginya permintaan menjelang lebaran. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan Perkembangan Realisasi Harga Jual pada triwulan laporan sebesar 22,12 (SBT) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,77 (SBT).

Sumber : SKDU, Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Harga Jual

Faktor kenaikan harga-harga barang yang diimpor (imported inflation) baik antar pulau maupun komoditas internasional mempengaruhi pergerakan tingkat inflasi Gorontalo. Gorontalo belum mampu memproduksi kebutuhan masyarakat sepenuhnya untuk komoditas tertentu seperti minyak goreng dan tepung sehingga sebagian besar harus impor dari luar provinsi, sementara untuk komoditas emas pergerakan harga mengikuti perkembangan harga internasional, sehingga kenaikan harga-harga komoditas dimaksud akan menyumbang pada peningkatan inflasi Gorontalo. Berdasarkan survey pemantauan harga terjadi peningkatan harga-harga barang yang diimpor pada triwulan laporan yaitu komoditas minyak goreng, tepung dan emas.

Sumber : Diskoperindag Prov. Gorontalo Grafik 2.5 Perkembangan Harga Komoditas Impor di Gorontalo


(5)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 25 2.1.2 FAKTOR NON – FUNDAMENTAL

Faktor non-fundamental sangat berperan penting dalam peningkatan inflasi periode

laporan. Lonjakan harga komoditas volatile food yang pada umumnya merupakan komoditas

bahan makanan sangat mendominasi sehingga mampu menggerakkan tingkat inflasi Gorontalo ke level tertinggi, sementara administered price inflation turut memberi tekanan sejalan dengan kebijakan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada triwulan laporan.

Sumber : BPS Prov. Gorontalo Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi kelompok Bahan makanan

Masyarakat Gorontalo yang mayoritas muslim cenderung meningkatkan

permintaannya terhadap barang dan jasa dalam menyambut ibadah di bulan Ramadhan. Kebutuhan terhadap bahan makanan menjadi prioritas mengingat budaya dan selera masyarakat Gorontalo untuk menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya termasuk mengkonsumsi hidangan istimewa dalam santap sahur dan berbuka puasa. Sementara itu, di tengah lonjakan permintaan masyarakat, faktor produksi tidak mampu mengimbangi sehingga harga-harga melonjak, sejalan dengan mekanisme pasar. Sementara itu, aspek distribusi yang tidak merata dan dominasi pedagang besar turut meningkatkan harga-harga komoditas bumbu-bumbuan. Di sisi lain, cuaca yang kurang mendukung (hujan berlebihan) juga menghambat produksi terutama pada beras, gula, dan komoditas perikanan. Menurut BMKG, distribusi curah hujan di wilayah Teluk Tomini pada Agustus 2010 tergolong pada menengah ke atas dan tinggi.


(6)

26 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA Sumber : BMKG Gambar 2.1 Distribusi Curah Hujan di Indonesia

Harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price) juga mengalami

peningkatan pada periode ini. Per 1 Juli 2010, Pemerintah dan DPR sepakat untuk menaikkan tarif dasar listrik secara variatif berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan oleh PT. PLN (Persero). Berdasakan analisis input-output oleh Bank Indonesia Gorontalo, kenaikan TDL akan memberikan dorongan peningkatan beban produksi mencapai 0,62% dibandingkan keseluruhan input total. Peningkatan beban produksi yang cukup signifikan tentunya turut mendorong harga jual barang dan jasa pada level konsumen.


(7)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 27 Tabel 2.3 Dampak Kenaikan TDL (Analisis Input-Output)

Sumber : Analisis Input output, Bank Indonesia Gorontalo

Sementara itu, hasil Survei Bank Indonesia Gorontalo kepada pelaku industri menunjukkan bahwa 70% responden merasakan secara langsung kenaikan harga TDL terhadap produksi. Kebijakan kenaikan TDL dirasakan memberi pengaruh terhadap kenaikan biaya produksi terutama biaya energi listrik. Sementara itu, hampir seluruh responden yang merasa terkena dampak TDL akan membebankan kenaikan biaya produksi kepada konsumen (harga jual).

Sumber: Bank Indonesia Gorontalo (Hasil Survei)

Nominal % Nominal % Nominal %

Padi - - 925.97 0.386 925.97 0.386 Tanaman Pangan Lain - - 522.91 0.069 522.91 0.069 Tanaman Pertanian Lain - - 385.96 0.135 385.96 0.135 Peternakan 23.99 0.010 242.43 0.105 266.42 0.115 Kehutanan - - 417.48 0.785 417.48 0.785 Perikanan 11.72 0.004 270.72 0.085 282.44 0.089 Pertambangan - - 1,063.41 1.262 1,063.41 1.262 Industri Makanan 687.46 0.088 2,372.39 0.302 3,059.84 0.390 Industri Lain 1,384.96 0.731 4,099.91 2.164 5,484.87 2.896 Penyulingan minyak - - - - - -Listrik 637.52 0.930 2,115.38 3.086 2,752.90 4.016 Gas dan Air Minum 173.26 1.606 464.60 4.306 637.86 5.911 Konstruksi 186.09 0.025 1,414.21 0.191 1,600.30 0.216 Perdagangan 1,130.51 0.178 4,577.91 0.721 5,708.42 0.898 Hotel dan Restoran 356.56 0.207 1,251.24 0.726 1,607.80 0.934 Angkutan & Komunikasi 746.60 0.106 4,096.12 0.579 4,842.72 0.685 Keuangan 517.55 0.082 5,018.30 0.791 5,535.84 0.872 Pemerintahan Umum 2,852.78 0.162 7,799.09 0.443 10,651.86 0.605 Jasa Lainnya 535.96 0.440 1,477.08 1.213 2,013.04 1.654 Kegiatan lainnya 213.44 0.193 1,031.86 0.933 1,245.29 1.126

Keseluruhan 9,458.38 0.120 39,546.94 0.500 49,005.32 0.620

Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung Dampak Total SEKTOR

Grafik 2.7 Persentase Responden Terpengaruh Kebijakan TDL

Grafik 2.8 Persentase Kenaikan Biaya Produksi Akibat Kebijakan TDL


(8)

28 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA 2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA

2.2.1 INFLASI TAHUNAN (y.o.y)

Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan III-2010 sebesar 7,60% (y.o.y) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,73% (y.o.y). Lonjakan kenaikan harga terutama terjadi pada kelompok bahan makanan akibat membumbungnya permintaan masyarakat ditengah keterbatasan produksi. Di sisi lain, kondisi cuaca hujan berlebihan mengurangi produktivitas hasil pertanian dan perikanan sehingga aspek supply terganggu.

Tabel 2.4

Inflasi Tahunan Kelompok Barang dan Jasa (y.o.y)

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo

Kenaikan inflasi kelompok bahan makanan terutama didorong oleh kenaikan sub kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada triwulan III-2010, inflasi tahunan kelompok bahan makanan sebesar 15,63% (y.o.y) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,03% (y.o.y). Penyebab utama tingginya tekanan inflasi pada kelompok ini karena perkembangan harga subkelompok padi-padian mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Subsektor padi-padian pada triwulan III-2010 mengalami inflasi sebesar 16,62% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,97% (y.o.y).

Tabel 2.5

Inflasi Tahunan Sub-kelompok Bahan Makanan (y.o.y)

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Umum 4.07% 4.89% 3.59% 2.74% 2.69% 2.73% 3.91% 7.28% 7.60%

1 Bahan makanan 5.26% 7.98% 5.10% 3.54% 2.34% 2.03% 3.13% 12.76% 15.63%

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 8.13% 8.52% 5.93% 4.09% 5.83% 5.56% 8.41% 8.22% 7.87% 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 3.57% 3.17% 3.06% 2.98% 3.06% 3.57% 4.45% 5.42% 3.45%

4 Sandang 2.63% 0.42% -0.18% 0.27% 1.17% 2.25% 2.30% 3.21% 3.05%

5 Kesehatan 7.81% 8.10% 9.35% 7.86% 7.31% 7.36% 7.64% 7.86% 2.37%

6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.53% 0.28% 0.36% 0.18% 0.35% 0.35% 0.47% 0.52% 0.41% 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0.97% -0.09% -0.06% -0.20% -0.36% -0.40% 0.65% 0.94% 2.57%

2010

No Inflasi Tahunan

JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AUG SEPT

BAHAN MAKANAN 5.26 7.98 5.1 3.54 2.34 2.03 3.13 12.76 15.63

Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 5.41 9.06 7.46 4.17 3.36 5.97 7.25 19.29 16.62 Daging dan Hasil-hasilnya -4.86 -1.62 0.31 1.59 0.86 0.63 0.68 3.72 5.29 Ikan Segar 5.18 5.74 5.58 -0.55 -10.89 -8.8 -4.83 6.68 15.86 Ikan Diawetkan 0.75 8.67 10.14 7.56 7.8 9.94 6.66 8.44 8.01 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -5.81 -2.3 -2.47 -4.7 -5.14 -2.91 -0.81 -1.01 -0.92 Sayur-sayuran -7.25 8.55 25.92 10.17 21.99 30.25 -11.72 14.53 21.8 Kacang - kacangan 11.58 10.85 4.09 1.65 6.85 9.04 9.65 10.77 4.57 Buah - buahan 29.04 40.99 27.79 24.31 24.21 -4.61 2.61 25.87 20.07 Bumbu - bumbuan 21.23 8.32 -17.84 9.74 44.9 26.78 47.83 43.11 49 Lemak dan Minyak 5.86 7.34 6.45 2.8 -8.82 -7.23 -7.61 -7.29 -7.73 Bahan Makanan Lainnya 2.49 5.01 2.3 0.95 0.95 0.95 1.87 1.87 0.83

Kelompok / Sub kelompok


(9)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 29 2.2.2 INFLASI TRIWULANAN (q.t.q)

Secara triwulanan, perkembangan harga-harga di Gorontalo pada triwulan III-2010 mengalami inflasi sebesar 5,63% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,25% (q.t.q). Kenaikan inflasi secara triwulanan terutama didorong oleh kenaikan harga-harga pada subkelompok bahan makanan dan subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Tabel 2.6

Kelompok Barang dan Jasa (q.t.q)

Sumber : BPS Provinsi Gorontalo

Subkelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar 12,57% (q.t.q) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -2,07% (q.t.q). Lonjakan permintaan masyarakat menyambut perayaan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri memberi tekanan kenaikan harga-harga pada triwulan laporan. Sementara itu, beberapa permasalahan diantaranya faktor cuaca, keterlambatan panen beras, hambatan distribusi, ekspektasi harga, dan dominasi pedagang besar menghambat kelancaran di sisi pasokan. Ketidakseimbangan sisi permintaan dan penawaran kemudian diterjemahkan dengan kenaikan harga-harga pada hampir seluruh komoditas bahan makanan. Di sisi lain, inflasi subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 2,91% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -0,21% (q.t.q). Perayaan

ceremony lokal yaitu „Tumbilotohe‟ atau „malam pasang lampu‟ mendorong lonjakan

kenaikan harga minyak tanah. Perayaan „Tumbilotohe‟ merupakan budaya untuk

menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan menyalakan lampu (pada umumnya berbahan bakar minyak tanah) di seluruh wilayah Gorontalo secara serentak.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Umum 0.47 1.23 1.59 0.32 -0.92 -0.25 2.09 5.47 5.63

1 Bahan makanan -0.18 2.73 4.25 1.02 -4.04 -2.07 2.22 12.67 12.57

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1.18 1.48 7.45 0.17 1.80 1.57 4.95 3.59 4.24 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1.03 0.41 9.85 -0.18 0.25 0.42 1.55 2.45 2.11

4 Sandang 1.13 0.32 2.34 -0.49 0.17 1.33 1.35 2.01 1.00

5 Kesehatan 0.08 0.40 1.67 1.53 1.17 -0.08 0.16 0.68 0.69

6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.03 -0.05 -0.05 -0.13 0.19 0.19 0.40 0.15 0.26 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.08 0.04 0.05 0.02 -0.15 -0.21 0.84 1.32 2.91

2010


(10)

30 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA Grafik 2.9 Perkembangan Harga-harga


(11)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 31

Konvergensi Inflasi Koefisien Konvergensi Prob t-stat Adj R-squared Dw-Stat

Gorontalo - Sulteng - Sulut 0.632 0.000 0.524 1.965

Gorontalo - Nasional 0.708 0.000 0.522 1.708

BOX 1 : KONVERGENSI INFLASI GORONTALO

Konsep Konvergensi Inflasi

Konvergensi inflasi dapat diartikan bahwa dalam jangka panjang pergerakan inflasi antar daerah akan menjadi konvergen (searah) atau diffrensial inflasi semakin lama semakin kecil. Melalui analisis konvergensi inflasi dapat memberi gambaran apakah kebijakan moneter yang diterapkan berperan dalam membawa tingkat inflasi antar daerah menjadi konvergen dan berpengaruh pula terhadap persistensi inflasi. Dalam analisis kuantitatif ekonometrika, untuk mengetahui konvergensi inflasi antar provinsi digunakan metode Augmented Dickey-Fuller terhadap persamaan diferensial inflasi yang digunakan oleh Kocenda & Papell (1997), sebagai berikut:

Dimana π merupakan inflasi danφ merupakan koefisiensi konvergensi.

Inflasi antar daerah dinilai konvergen bila nilai koefisien konvergensi inflasi bernilai lebih kecil dari pada 1. Bila inflasi daerah konvergen, maka selisih antara inflasi individual dengan rata-rata inflasi semakin kecil dari waktu ke waktu. Sebaliknya bila nilai koefisien konvergensi bernilai lebih besar dari 1 mengindikasikan divergensi. Tingkat

konvergensi dapat dinyatakan sebagai berikut r yang dihitung dengan menggunakan

koefisien konvergensi (φ).

Hasil Analisis Konvergensi Inflasi

Tabel 2.7 Hasil Estimasi Analisis Konvergensi

Hasil analisis Pool Least Squared dengan periode 2003:1 – 2008:5 menunjukkan

bahwa inflasi daerah-daerah di Teluk Tomini yaitu Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara akan mengalami konvergensi dengan nilai koefisien konvergensi sebesar 0,632. Sementara itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa inflasi Gorontalo dan inflasi nasional akan mengalami konvergensi dalam jangka panjang dengan nilai koefisien konvergensi sebesar 0,708. Konvergensi inflasi antar wilayah di Teluk Tomini


(12)

32 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

cenderung lebih cepat dibandingkan konvergensi inflasi antar Gorontalo-Nasional yang ditunjukkan dengan nilai koefisien inflasi wilayah Teluk Tomini yang lebih kecil dibandingkan nilai koefisien inflasi Gorontalo-Nasional. Hal ini diperkirakan terjadi karena pergerakan inflasi daerah terkait erat dengan kelancaran/kecepatan distribusi barang antar daerah sehingga kedekatan geografis mempengaruhi kecepatan tingkat konvergensi antar daerah.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 2.10 Grafik 2.11


(13)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 33

BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Kinerja perbankan di Provinsi Gorontalo selama triwulan III-2010 menunjukkan perkembangan yang cukup baik, tercermin dari beberapa indikator seperti penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK, penyaluran kredi dan rasio kredit bermasalah (NPLs). DPK yang berhasil dihimpun mengalami pertumbuhan, demikian pula dengan penyaluran kredit ke masyarakat. Pertumbuhan penyaluran kredit diikuti oleh risiko kredit yang relatif terkendali seperti tercermin dari indikator NPLs yang masih berada pada level aman (dibawah 5%). Hal yang masih perlu mendapat perhatian adalah potensi risiko likuiditas, mengingat rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) menunjukkan angka yang masih berada pada level

‘kurang wajar’.

3.1 FUNGSI INTERMEDIASI

Fungsi intermediasi perbankan di Gorontalo hingga triwulan III-2010 menunjukkan perkembangan yang cukup baik seperti tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR), yakni sebesar 154,37%. Jumlah penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan di, Gorontalo menunjukkan peningkatan yakni sebesar 10,47%(y.o.y), demikian pula dengan jumlah kredit yang disalurkan meningkat sebesar 29,49%(y.o.y)

3.1.1 PERKEMBANGAN KANTOR BANK

Kegiatan perbankan di Provinsi Gorontalo saat ini dilayani oleh 9 Bank Umum Konvensional, 3 Bank Umum Syariah, 4 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jaringan kantor Bank Umum baik yang konvensional maupun syariah di Provinsi Gorontalo terdiri dari 14 kantor cabang, 26 kantor cabang pembantu, 12 kantor kas serta 22 kantor unit, sedangkan jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 2 kantor kas.

3.1.2 PENYERAPAN DANA MASYARAKAT

Pada posisi akhir triwulan III-2010 dana yang dihimpun tercatat sebesar Rp2,06 triliun, tumbuh sebesar 10,47% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,79% (y.o.y). Tabungan sebagai komponen DPK dengan share sebesar 2,58% mengalami pertumbuhan sebesar 9,20% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 11,31% (y.o.y). Giro dengan share terhadap DPK sebesar 19,98%

mengalami pertumbuhan sebesar 38,86% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 15,79% (y.o.y). Pertumbuhan giro yang cukup tinggi di satu pihak membantu likuiditas dana perbankan namun di lain pihak merefleksikan cukup tingginya dana pemerintah yang ada di perbankan akibat pengeluaran pemerintah yang belum


(14)

34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

optimal. Sementara itu simpanan deposito mengalami kontraksi sebesar 1,94%. Kontraksi pada perkembangan deposito tersebut sejalan dengan tren penurunan suku bunga deposito.

Grafik 3.1 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Grafik 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga

Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR), penghimpunan dana hingga triwulan III-2010 tercatat sebesar Rp.9,14 milliar, mengalami kontraksi sebesar -6,51% (y.o.y) lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan DPK tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan jumlah tabungan 22,16%, yang diperkirakan karena adanya penarikan sebagian dana tabungan masyarakat yang ada di BPR untuk keperluan selama bulan Ramadhan dan Lebaran serta perpindahan dari tabungan ke deposito. Untuk deposito, mengalami ekspansi menjadi sebesar Rp5,41 miliiar atau tumbuh 8,54% (y.o.y).

Penyerapan dana masyarakat di Gorontalo secara umum masih relatif kecil, yang terefleksi dari angka LDR yang mencapai 154,29% (Bank Umum) dan 225,92% (BPR). Untuk mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga, maka pada 20 Februari 2010 lalu telah

diluncurkan produk” Tabunganku” dengan berbagai kemudahan antara lain pembebasan

biaya administrasi tabungan dan setoran minimum yang rendah. Sejak produk tersebut dilaunching pada 20 Februari 2010 lalu, respon masyarakat terhadap produk tersebut cukup

baik yang terlihat dari perkembangan jumlah rekening dan nominal “Tabunganku” yang

menunjukkan peningkatan cukup baik. Jika pada awal diluncurkan (Februari 2010), jumlah

rekening “Tabunganku” adalah 1.836 rekening dengan nominal tabungan sebesar

Rp57.420.000,00, maka pada bulan maret 2010 jumlahnya meningkat menjadi 2.430 rekening dengan nominal Rp608.064.639,25. Selanjutnya, pada triwulan III-2010, jumlah rekening tercatat 2.955 rekening dengan nominal Rp4.324.940.014,275. Beberapa fasilitas

produk “Tabunganku” seperti tidak adanya biaya administrasi dan jumlah setoran minimum

yang relatif kecil, menjadi faktor yang dipertimbangkan masyarakat dalam memanfaatkan produk ini. Untuk mendorong peningkatan produk ini, Bank Indonesia secara intensif

(60.00) (40.00) (20.00) -20.00 40.00 60.00 80.00 JU N JU L I A G T S E P O K T N O V D E S JA N F E B M A R A P R M E I JU N JU L I A G T S E P 2010 P e rt u m b u h a n ( y o y ) (% )

DPK Total Giro Deposito Tabungan

19.98%

27.44% 52.58%

DPK BANK UMUM


(15)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 35

melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya ke sekolah-sekolah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat untuk menabung.

3.1.3 PENYALURAN KREDIT

Pada posisi akhir triwulan laporan, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp3,18 triliun, tumbuh 29,49% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 31,99% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi antara lain didorong oleh perkembangan kredit investasi yang tercatat tumbuh sebesar 39,50% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 33,25% (y.o.y).

Meskipun pertumbuhan kredit investasi tercatat yang tertinggi pada triwulan laporan, namun pangsanya terhadap portofolio kredit masih sangat rendah yaitu hanya sebesar 6,39%. Sementara itu, meskipun pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 36,84%(y.o.y) tercatat lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 40,07%(y.o.y), namun kredit konsumsi masih mendominasi pangsa kredit terbesar di Gorontalo yaitu sebesar 61,56%. Sementara itu, kredit modal kerja tercatat memiliki pangsa sebesar 32,05% terhadap total kredit dan memiliki pertumbuhan sebesar 15,87%. Dari sisi risiko, portofolio kredit yang didominasi oleh kredit konsumtif merupakan hal yang baik karena kredit konsumsi memiliki

exposure resiko yang relatif rendah. Namun, dari segi perannya terhadap perekonomian daerah, dominasi kredit konsumtif menunjukkan bahwa peran perbankan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi kurang optimal karena kredit konsumtif tidak memberikan efek multiplier yang tinggi bila dibandingkan kredit investasi atau modal kerja.

Untuk BPR, jumlah kredit yang disalurkan hingga triwulan laporan tercatat sebesar Rp20,64 milliar atau tumbuh sebesar -0,44%(y.o.y), karena adanya penurunan pada kredit produktif (investasi dan modal kerja) masing-masing sebesar 14,44%(y.o.y) dan 9,97%(y.o.y). Kredit konsumsi tercatat sebesar Rp.7,95 milliar atau tumbuh sebesar 20,22% (y.o.y) yang diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya kegiatan konsumsi masyarakat. Berbeda dengan bank umum, pangsa kredit terbesar pada BPR disalurkan untuk kegiatan produktif yaitu modal kerja dengan pangsa sebesar 59,56% sedangkan untuk konsumsi hanya 38,50% dari total kredit.


(16)

36 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Grafik 3.4 Komposisi Kredit Penggunaan

Dari sisi sektoral, kredit sektor produktif menunjukkan perlambatan selama triwulan III-2010. Sektor pertanian, pertambangan, dan industri mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu terkontraksi masing-masing sebesar -49,23% (y.o.y), -26,38% (y.o.y), dan 34,71%. Kinerja kredit perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 12,89% (y.o.y) namun relatif lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,99% (y.o.y). Hal yang sama juga terjadi pada sektor konstruksi tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya yaitu 37,44% (y.o.y) meskipun masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 64,60% (y.o.y). Meningkatnya realisasi proyek (infrastruktur) pada akhir tahun masih menjaga pertumbuhan kredit sektor konstruksi, karena sebagaimana diketahui bahwa pendanaan proyek-proyek infrastruktur umumnya memanfaatkan jasa kredit perbankan, antara lain untuk penyelesaian proyek pelabuhan dan jalan provinsi pada beberapa kabupaten.

Untuk BPR, dari total kredit sebesar Rp.20,64 milliar, kredit terbesar disalurkan ke sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yaitu sebesar Rp.9.43 milliar atau 45,69% dari total kredit. Penyaluran kredit BPR nampaknya disesuaikan dengan karakteristik wilayah Gorontalo yang umumnya didominasi oleh sektor PHR. Adapun kredit sektor pertanian dan industri hanya memiliki share yang terkecil yaitu masing-masing 1,46% dan 1,52% dari total kredit. Seperti halnya dengan kredit pada bank umum, kredit pada kedua sektor tersebut juga menunjukkan kontraksi masing-masing sebesar -26,65% dan 11,11% yang diperkirakan selain karena cukup tingginya angka NPLs (kredit sektor pertanian misalnya tercatat 49,38%), turut dipengaruhi oleh faktor cuaca yang mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat di sektor tersebut.

Data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 2009 pangsa kredit terhadap total PDRB Gorontalo adalah sebesar 8,20%. Selanjutnya, hingga triwulan III-2010 pangsa kredit terhadap total PDRB mengalami peningkatan menjadi 9,94%. Hal tersebut

-10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 JU N JU L I A G T S E P O K T N O V D E S JA N F E B M A R A P R M E I JU N JU L I A G T S E P 2010 P e rt u m b u h a n ( y o y ) (% )

Kredit Total Investasi Modal Kerja Konsumsi

6.39%

32.05% 61.56%

KREDIT BANK UMUM


(17)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 37

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Angkutan SHARE SEKTORAL

merefleksikan bahwa peran perbankan terhadap pembentukan PDRB di Gorontalo semakin meningkat, namun masih relatif kecil jika dibandingkan dengan daerah lain misalnya Sulawesi Selatan yang pada tahun 2009 pangsa kredit terhadap PDRB mencapai 35,75%. Dengan kondisi tersebut maka peluang perbankan dalam meningkatkan pembiayaan di Gorontalo masih terbuka luas.

Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.5 Pertumbuhan Kredit Sektoral Grafik 3.6 Komposisi Kredit Sektoral

Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp2.70 triliun atau mengambil pangsa sebesar 84,95% dari total kredit di Gorontalo, yang merefleksikan bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan di Gorontalo merupakan skala menengah kebawah. Kredit UMKM tersebut tumbuh 77,67% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 76,67% (y.o.y), yang tak lepas dari kinerja perbankan untuk terus menggali dan men-support potensi daerah dengan berbagai program kegiatannya. Untuk meningkatkan

akses UMKM ke perbankan, sejak triwulan lalu telah dibentuk Financial Advisor (FA) yaitu

merupakan forum individu profesional dari perbankan yang dikoordinir oleh Bank Indonesia untuk memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dan pelaku UMKM secara langsung. Forum ini diharapkan efektif dalam menggali informasi dan mencari solusi untuk mendorong

akses dunia usaha khususnya mikro dan kecil agar tidak hanya feasible namun juga

bankable. (100.00) (50.00) -50.00 100.00 150.00 200.00 JU N JU L I A G T S E P O K T N O V D E S JA N F E B M A R A P R M E I JU N JU L I A G T S E P 2010 P e rt u m b u h a n ( y o y ) (% ) Pertanian Industri Konstruksi Perdagangan Angkutan


(18)

38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit UMKM

3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN

Stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Data perbankan hingga

triwulan laporan menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPLs) masih berada pada

ambang toleransi/wajar sesuai ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Namun demikian, hal yang

perlu mendapat perhatian adalah fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari Loan to

Deposit Ratio (LDR) karena berada di ambang „tidak wajar‟ mencapai lebih dari 154% yang berpotensi mengancam ketersediaan likuiditas perbankan. Sedangkan volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap risiko pasar, karena paparan tehadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.

3.2.1 RISIKO KREDIT

Hingga triwulan laporan, kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) bank umum secara keseluruhan masih berada pada level 1,90% (bruto) yang tercatat mengalami perbaikan (lebih rendah) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,03%. Hal tersebut merefleksikan bahwa meskipun jumlah kredit yang disalurkan di Gorontalo tergolong tinggi, namun kualitas kredit tetap terjaga pada level wajar sesuai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5% (bruto). Secara sektoral, kualitas kredit sektor-sektor yang masih perlu mendapat perhatian adalah pertanian dan industri dengan rasio NPLs masing-masing sebesar 6,45% dan 5,32%. Sedangkan sektor strategis yang memiliki tingkat NPL yang relatif rendah adalah angkutan sebesar 0,70%, konstruksi sebesar 2,25%, dan perdagangan sebesar 3,43%.

-10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JULI AGT SEP 2010

P

e

rt

u

m

b

u

h

a

n

K

re

d

it

U

M

K

M

(

%

)


(19)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 39 -1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 N P L ( % )

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.8 Perkembangan NPL Grafik 3.9 NPL per Sektor

Untuk BPR, kredit bermasalah masih perlu mendapat perhatian khusus, mengingat rasio NPLs pada triwulan laporan tercatat cukup tinggi yaitu 20,38% atau cukup jauh dari rasio NPLs wajar yang diharapkan yaitu sebesar 5%. Penyumbang pembentukan NPLs terbesar adalah sektor pertanian dengan rasio sebesar 49,38% yang diperkirakan karena adanya gangguan pada kegiatan produksi pertanian akibat banjir yang mengenangi lahan pertanian masyarakat.

Konsentrasi kredit di sektor tertentu. Selain NPL, risiko kredit yang stabil-rendah disebabkan pula oleh komposisi kredit yang disalurkan, dimana kredit konsumsi memiliki pangsa yang dominan sebesar 61,56%. Selain itu, pangsa terbesar kredit produktif dikucurkan ke sektor PHR sebesar 26,55%%. Sektor-sektor produktif lain yang dianggap lebih tinggi tingkat risikonya memiliki pangsa kucuran kredit yang relatif kecil.

Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.10 Konsentrasi Kredit

1.50 1.70 1.90 2.10 2.30 2.50 2.70 2.90 3.10 3.30 3.50

JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JULI AGT SEP 2010 N o n P e rf o rm in g L o a n ( % )

Rasio NPLs Gross sektoral (%)

22% 0% 18% 0% 8% 12% 2% 19% 15% 4% Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Angkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial


(20)

40 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS

Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan

Deposit Ratio menunjukkan risiko likuiditas pada triwulan laporan patut mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dari dana jangka pendek. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito hanya mencapai 27,44% dari total DPK lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 26,25% dari total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 73,75% dalam struktur dana pihak ketiga yaitu giro sebesar 19,33% dan tabungan sebesar 54,42%.

Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11 Perkembangan Portofolio DPK

Posisi LDR pada triwulan laporan sebesar 154,29% (bank umum) dan 225,92% (BPR) menunjukkan bahwa likuiditas Perbankan Gorontalo sangat ketat. Tingginya LDR menunjukkan bahwa jumlah kredit yang disalurkan jauh melebihi jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan, yang terefleksi dari angka pertumbuhan DPK bank umum (10,47%) dan DPK BPR (-6,51%) yang jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan kredit bank umum yang tercatat 29,49% (y.o.y) dan BPR tercatat sebesar -0,44% (y.o.y). Hal ini tentunya patut mendapat perhatian mengingat bila sewaktu-waktu nasabah mengambil dananya dalam jumlah besar dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada kesehatan perbankan. Untuk itu, perbankan Gorontalo harus lebih meningkatkan kemampuannya dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk mengimbangi jumlah kredit yang digelontorkan menuju tingkat LDR yang dinilai optimal berada pada kisaran tidak jauh dari 90%. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% JU N JU L I A G T S E P O K T N O V D E S JA N F E B M A R A P R M E I JU N JU L I A G T S E P 2010


(21)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 41 Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo

3.2.3 RISIKO PASAR

Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas suku bunga dan kurs. Kebijakan Bank Indonesia untuk menetapkan suku bunga acuan yang mendukung sektor rill dengan mempertimbangkan potensi tekanan inflasi ke depan diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Gorontalo, karena paparan terhadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.

Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Kurs USD dan BI-Rate

100.00 110.00 120.00 130.00 140.00 150.00 160.00 170.00

JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JULI AGT SEP

2010 L o a n t o D e p o s it R a t io ( % )

L D R (%)

6.20% 6.30% 6.40% 6.50% 6.60% 6.70% 6.80% 6.90% 7.00% 7.10% Rp8,000.00 Rp8,500.00 Rp9,000.00 Rp9,500.00 Rp10,000.00 Rp10,500.00 Ju n -0 9 Ju l-0 9 A u g -0 9 S e p -0 9 O c t-0 9 N o v -0 9 D e c -0 9 Ja n -1 0 F e b -1 0 M a r-1 0 A p r-1 0 M a y -1 0 Ju n -1 0 Ju l-1 0 A u g -1 0 S e p -1 0


(22)

42 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

BOX 3 : SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI ALTERNATIF

PEMBIAYAAN DALAM KORIDOR PENGUATAN

ACCESS TO

FINANCE

BAGI UMKM

Pelaku usaha di Provinsi Gorontalo sejak awal berdirinya di tahun 2001 mengalami perkembangan yang cukup signifikan, baik dari dari segi jumlah maupun komposisi. Hingga

tahun 2010 tercatat sebanyak 55.891 unit usaha berhasil “dilahirkan” dengan komposisi

usaha Mikro sebanyak 48.238 unit usaha, usaha Kecil sebanyak 7.431 unit usaha dan usaha Menengah sebanyak 222 unit usaha (data Diskoperindag Provinsi Gorontalo). Namun jumlah unit usaha yang sedemikian besarnya itu juga menyimpan berbagai permasalahan.

Berdasarkan penelitian Baseline Economic Survei (BLS) yang dilakukan oleh Bank

Indonesia, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan fundamental yang dihadapi UMKM yang salah satunya terkait pembiayaan.

Berbagai macam pembiayaan baik yang disalurkan langsung oleh perbankan melalui skim kreditnya maupun kredit program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) nampaknya belum mampu menjawab permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM. Hal ini terlihat dari realisasi penyaluran KUR di Provinsi Gorontalo berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga bulan Agustus 2010 tercatat Rp143.282 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 20.189 UMKM apabila kita menghitung secara matematis, maka realisasi KUR baru menjangkau sekitar 36.12% UMKM dari total

UMKM yang ada di Provinsi Gorontalo. Padahal pemerintah pusat sangat concern dengan

penyaluran kredit program ini.

Sebagai alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut dikemukakan suatu skim atau pola pembiayaan yang dapat memberikan kemudahan bagi pelaku usaha khususnya petani untuk memperroleh fasilitas pembiayaan dari perbankan. Skim atau pola pembiayaan

tersebut kemudian dikenal dengan istilah “resi gudang atau warehouse receipt”. Resi

gudang (warehouse receipt) merupakan Dokumen yang diterbitkan pengelola gudang

(warehouse operator) yang menyatakan komoditi atau barang tertentu disimpan oleh

pemilik (depositor) di gudang yang dikelola oleh pengelola gudang.

Saat ini di Provinsi Gorontalo telah selesai dibangun dua buah gudang penyimpanan yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo dengan nilai investasi untuk masing-masing gudang mencapai Rp2,5 miliar. Gudang-gudang tersebut saat ini dalam tahap pengkajian perijinan oleh Badan Pengawas Pedagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Beberapa permasalahan yang dihadapi berhasil

diidentifikasi dalam workshop sistem resi gudang yang digelar Bank Indonesia dan

bekerjasama dengan Diskoperindag Provinsi Gorontalo salah satunya terkait dengan


(23)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 43

gudang disikapi dengan menyiapkan salah satu koperasi berprestasi yaitu KSU Mekar Jaya sebagai calon pengelola gudang. Dengan adanya sistem pengelolaan gudang oleh koperasi, diharapkan dapat menekan anggaran biaya pengelolaan yang selama ini menjadi kendala. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengusulkan kepada Bappebti agar menyetujui koperasi sebagai pengelola gudang karena selama ini pengelola gudang yang diakui oleh Bappebti salah satunya PT Sucofindo.

Sistem resi gudang dijelaskan dalam skema berikut ini:

Gambar 3.1 Sistem Resi Gudang

Permohonan penerbitan Resi Gudang diberikan petani kepada pengelola gudang untuk selanjutnya diterbitkan Resi Gudang Atas Perintah (RGAP). Selanjutnya RGAP dilimpahkan kepada koperasi tani selaku asosiasi yang menaungi para petani. RGAP selanjutnya diregistrasi di pusat registrasi oleh pengelola gudang. Permohonan pembiayaan resi gudang diajukan oleh koperasi tani kepada bank dengan membawa RGAP yang telah diregistrasi dan berkas proposal kredit. Verifikasi permohonan kredit dan RGAP dilakukan oleh bank untuk melihat validitasnya. Setelah bank menyetujui, dilakukan akad kredit dan akta penjaminan resi gudang antara bank dan kelompok tani. Tahap terkhir merupakan pencairan dana kredit dari Koperasi tani kepada petani atas pengawasan bank. Kredit yang diberikan memiliki plafon maksimal 70% dari nilai agunan, dengan jangka waktu kredit 6 bulan hingga 1 tahun.

Manfaat diterapkannya sitem resi gudang bagi petani, disamping sebagai alternatif pembiayaan saat dibutuhkan, juga dapat menunda penjualan saat musim panen yang menyebabkan turunnya harga komoditas pertanian. Bagi perbankan manfaat dari adanya


(24)

44 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

resi gudang adalah adanya agunan berupa komoditas yang dijamin kualitas dan diminimalisir resikonya karena dijamin oleh pihak asuransi. Sistem resi gudang merupakan salah satu solusi dari permasalahan siklikal yang dihadapi petani saat panen tiba dan menjadi sumber pembiayaan agar roda produksi pertanian dapat senantiasa berputar.

Hasil dari workshop sistem resi gudang dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan

komitmen bersama untuk memastikan sistem resi gudang dapat berjalan dengan baik di Provinsi Gorontalo. Selanjutnya, setiap Kota/Kabupaten diharapkan dapat menganggarkan APBD-nya masing-masng untuk membiayai pengelolaan gudang dalam sistem resi gudang. Dalam fungsinya selaku regulator, Bank Indonesia mendukung sepenuhnya sistem resi

gudang dalam koridor penguatan access to finance bagi UMKM dan menjaga kestabilan

harga di sisi makro, karena dengan berkurangnya fluktuasi harga di pasar harapannya masyarakat dapat berproduksi secara optimal sehingga kesejateraan masyarakat meningkat. Kemudian perbankan di Provinsi Gorontalo diharapkan dapat mendukung pelaksanaan sistem resi gudang untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi daerah, karena pada hakikatnya tujuan resi gudang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani.


(1)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 39

-1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

N

P

L

(

%

)

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 3.8 Perkembangan NPL Grafik 3.9 NPL per Sektor

Untuk BPR, kredit bermasalah masih perlu mendapat perhatian khusus, mengingat rasio NPLs pada triwulan laporan tercatat cukup tinggi yaitu 20,38% atau cukup jauh dari rasio NPLs wajar yang diharapkan yaitu sebesar 5%. Penyumbang pembentukan NPLs terbesar adalah sektor pertanian dengan rasio sebesar 49,38% yang diperkirakan karena adanya gangguan pada kegiatan produksi pertanian akibat banjir yang mengenangi lahan pertanian masyarakat.

Konsentrasi kredit di sektor tertentu. Selain NPL, risiko kredit yang stabil-rendah disebabkan

pula oleh komposisi kredit yang disalurkan, dimana kredit konsumsi memiliki pangsa yang dominan sebesar 61,56%. Selain itu, pangsa terbesar kredit produktif dikucurkan ke sektor PHR sebesar 26,55%%. Sektor-sektor produktif lain yang dianggap lebih tinggi tingkat risikonya memiliki pangsa kucuran kredit yang relatif kecil.

Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.10 Konsentrasi Kredit

1.50 1.70 1.90 2.10 2.30 2.50 2.70 2.90 3.10 3.30 3.50

JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JULI AGT SEP 2010

N

o

n

P

e

rf

o

rm

in

g

L

o

a

n

(

%

)

Rasio NPLs Gross sektoral (%)

22%

0%

18%

0% 8% 12% 2% 19%

15% 4%

Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas & Air Konstruksi Perdagangan Angkutan Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial


(2)

40 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS

Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan

Deposit Ratio menunjukkan risiko likuiditas pada triwulan laporan patut mendapat perhatian.

Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dari dana jangka pendek. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito hanya mencapai 27,44% dari total DPK lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 26,25% dari total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 73,75% dalam struktur dana pihak ketiga yaitu giro sebesar 19,33% dan tabungan sebesar 54,42%.

Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11 Perkembangan Portofolio DPK

Posisi LDR pada triwulan laporan sebesar 154,29% (bank umum) dan 225,92% (BPR) menunjukkan bahwa likuiditas Perbankan Gorontalo sangat ketat. Tingginya LDR menunjukkan bahwa jumlah kredit yang disalurkan jauh melebihi jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan, yang terefleksi dari angka pertumbuhan DPK bank umum (10,47%) dan DPK BPR (-6,51%) yang jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan kredit bank umum yang tercatat 29,49% (y.o.y) dan BPR tercatat sebesar -0,44% (y.o.y). Hal ini tentunya patut mendapat perhatian mengingat bila sewaktu-waktu nasabah mengambil dananya dalam jumlah besar dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada kesehatan perbankan. Untuk itu, perbankan Gorontalo harus lebih meningkatkan kemampuannya dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk mengimbangi jumlah kredit yang digelontorkan menuju tingkat LDR yang dinilai optimal berada pada kisaran tidak jauh dari 90%.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

JU

N

JU

L

I

A

G

T

S

E

P

O

K

T

N

O

V

D

E

S

JA

N

F

E

B

M

A

R

A

P

R

M

E

I

JU

N

JU

L

I

A

G

T

S

E

P

2010


(3)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 41 Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo

3.2.3 RISIKO PASAR

Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas suku bunga dan kurs. Kebijakan Bank Indonesia untuk menetapkan suku bunga acuan yang mendukung sektor rill dengan mempertimbangkan potensi tekanan inflasi ke depan diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Gorontalo, karena paparan terhadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.

Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Kurs USD dan BI-Rate

100.00 110.00 120.00 130.00 140.00 150.00 160.00 170.00

JUN JULI AGT SEP OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JULI AGT SEP

2010 L o a n t o D e p o s it R a t io ( % )

L D R (%)

6.20% 6.30% 6.40% 6.50% 6.60% 6.70% 6.80% 6.90% 7.00% 7.10% Rp8,000.00 Rp8,500.00 Rp9,000.00 Rp9,500.00 Rp10,000.00 Rp10,500.00 Ju n -0 9 Ju l-0 9 A u g -0 9 S e p -0 9 O c t-0 9 N o v -0 9 D e c -0 9 Ja n -1 0 F e b -1 0 M a r-1 0 A p r-1 0 M a y -1 0 Ju n -1 0 Ju l-1 0 A u g -1 0 S e p -1 0


(4)

42 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

BOX 3 : SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI ALTERNATIF

PEMBIAYAAN DALAM KORIDOR PENGUATAN

ACCESS TO

FINANCE BAGI UMKM

Pelaku usaha di Provinsi Gorontalo sejak awal berdirinya di tahun 2001 mengalami perkembangan yang cukup signifikan, baik dari dari segi jumlah maupun komposisi. Hingga

tahun 2010 tercatat sebanyak 55.891 unit usaha berhasil “dilahirkan” dengan komposisi

usaha Mikro sebanyak 48.238 unit usaha, usaha Kecil sebanyak 7.431 unit usaha dan usaha Menengah sebanyak 222 unit usaha (data Diskoperindag Provinsi Gorontalo). Namun jumlah unit usaha yang sedemikian besarnya itu juga menyimpan berbagai permasalahan.

Berdasarkan penelitian Baseline Economic Survei (BLS) yang dilakukan oleh Bank

Indonesia, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan fundamental yang dihadapi UMKM yang salah satunya terkait pembiayaan.

Berbagai macam pembiayaan baik yang disalurkan langsung oleh perbankan melalui skim kreditnya maupun kredit program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) nampaknya belum mampu menjawab permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM. Hal ini terlihat dari realisasi penyaluran KUR di Provinsi Gorontalo berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga bulan Agustus 2010 tercatat Rp143.282 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 20.189 UMKM apabila kita menghitung secara matematis, maka realisasi KUR baru menjangkau sekitar 36.12% UMKM dari total

UMKM yang ada di Provinsi Gorontalo. Padahal pemerintah pusat sangat concern dengan

penyaluran kredit program ini.

Sebagai alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut dikemukakan suatu skim atau pola pembiayaan yang dapat memberikan kemudahan bagi pelaku usaha khususnya petani untuk memperroleh fasilitas pembiayaan dari perbankan. Skim atau pola pembiayaan

tersebut kemudian dikenal dengan istilah “resi gudang atau warehouse receipt”. Resi

gudang (warehouse receipt) merupakan Dokumen yang diterbitkan pengelola gudang

(warehouse operator) yang menyatakan komoditi atau barang tertentu disimpan oleh

pemilik (depositor) di gudang yang dikelola oleh pengelola gudang.

Saat ini di Provinsi Gorontalo telah selesai dibangun dua buah gudang penyimpanan yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo dengan nilai investasi untuk masing-masing gudang mencapai Rp2,5 miliar. Gudang-gudang tersebut saat ini dalam tahap pengkajian perijinan oleh Badan Pengawas Pedagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Beberapa permasalahan yang dihadapi berhasil

diidentifikasi dalam workshop sistem resi gudang yang digelar Bank Indonesia dan

bekerjasama dengan Diskoperindag Provinsi Gorontalo salah satunya terkait dengan


(5)

BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010 43

gudang disikapi dengan menyiapkan salah satu koperasi berprestasi yaitu KSU Mekar Jaya sebagai calon pengelola gudang. Dengan adanya sistem pengelolaan gudang oleh koperasi, diharapkan dapat menekan anggaran biaya pengelolaan yang selama ini menjadi kendala. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengusulkan kepada Bappebti agar menyetujui koperasi sebagai pengelola gudang karena selama ini pengelola gudang yang diakui oleh Bappebti salah satunya PT Sucofindo.

Sistem resi gudang dijelaskan dalam skema berikut ini:

Gambar 3.1 Sistem Resi Gudang

Permohonan penerbitan Resi Gudang diberikan petani kepada pengelola gudang untuk selanjutnya diterbitkan Resi Gudang Atas Perintah (RGAP). Selanjutnya RGAP dilimpahkan kepada koperasi tani selaku asosiasi yang menaungi para petani. RGAP selanjutnya diregistrasi di pusat registrasi oleh pengelola gudang. Permohonan pembiayaan resi gudang diajukan oleh koperasi tani kepada bank dengan membawa RGAP yang telah diregistrasi dan berkas proposal kredit. Verifikasi permohonan kredit dan RGAP dilakukan oleh bank untuk melihat validitasnya. Setelah bank menyetujui, dilakukan akad kredit dan akta penjaminan resi gudang antara bank dan kelompok tani. Tahap terkhir merupakan pencairan dana kredit dari Koperasi tani kepada petani atas pengawasan bank. Kredit yang diberikan memiliki plafon maksimal 70% dari nilai agunan, dengan jangka waktu kredit 6 bulan hingga 1 tahun.

Manfaat diterapkannya sitem resi gudang bagi petani, disamping sebagai alternatif pembiayaan saat dibutuhkan, juga dapat menunda penjualan saat musim panen yang menyebabkan turunnya harga komoditas pertanian. Bagi perbankan manfaat dari adanya


(6)

44 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN III-2010| BANK INDONESIA

resi gudang adalah adanya agunan berupa komoditas yang dijamin kualitas dan diminimalisir resikonya karena dijamin oleh pihak asuransi. Sistem resi gudang merupakan salah satu solusi dari permasalahan siklikal yang dihadapi petani saat panen tiba dan menjadi sumber pembiayaan agar roda produksi pertanian dapat senantiasa berputar.

Hasil dari workshop sistem resi gudang dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan

komitmen bersama untuk memastikan sistem resi gudang dapat berjalan dengan baik di Provinsi Gorontalo. Selanjutnya, setiap Kota/Kabupaten diharapkan dapat menganggarkan APBD-nya masing-masng untuk membiayai pengelolaan gudang dalam sistem resi gudang. Dalam fungsinya selaku regulator, Bank Indonesia mendukung sepenuhnya sistem resi

gudang dalam koridor penguatan access to finance bagi UMKM dan menjaga kestabilan

harga di sisi makro, karena dengan berkurangnya fluktuasi harga di pasar harapannya masyarakat dapat berproduksi secara optimal sehingga kesejateraan masyarakat meningkat. Kemudian perbankan di Provinsi Gorontalo diharapkan dapat mendukung pelaksanaan sistem resi gudang untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi daerah, karena pada hakikatnya tujuan resi gudang adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani.