ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MASYARAKAT MELANAU DI DESA PETANAK, KECAMATAN MUKAH, KABUPATEN KUCHING, MALAYSIA.

ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MASYARAKAT MELANAU DI DESA
PETANAK, KECAMATAN MUKAH, KABUPATEN KUCHING,
MALAYSIA

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :
Fakhrul Nizam Maula Mohd Nur Furqan Abdullah
NIM: A4.22.12.110

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABSTRAK
Skripsi ini mengenai, “Adat Istiadat Perkawinan Masyarakat Melanau Di
Desa Petanak, Kecamatan Mukah, Sarawak”. Permasalahan yang dibahas dalam

skripsi ini meliputi, (1) Bagaimanakah gambaran umum kondisi kehidupan
masyarakat desa Petanak? (2) Bagaimana prosesi pernikahan adat masyarakat
Melanau? (3)Bagaimanakah perbedaan perlaksanaan perkawinan masyarakat
Melanau Islam dan non-muslim?
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan etnografi yang
bertujuan mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan
berdasarkan penelitian lapangan (fieldwork) yang intensif.. Sedangkan teori yang
digunakan adalah teori Etnologi yang akan mendeskripsikan kebudayaan
masyarakat Melanau dalam adat pernikahan yang terdiri dari peralatan upacara,
prosesi upacara, serta sistem keyakinan dan emosi keagamaan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan yaitu (1) Gambaran umum
kondisi kehidupan desa Petanak yaitu jumlah penduduk di Desa Petanak kurang
lebih 353 jiwa. Rata-rata masyarakat Desa Petanak bekerja sendiri sebagai
nelayan dan menjual hasil hutan mereka walaupun ada juga anggota masyarakat
bekerja sebagai guru, pegawai swasta dan sebagainya. (2) Prosesi perkawinan adat
masyarakat Melanau dilakukan menurut tradisi turun-temurun yang terdiri dari
banyak sub-upacara, yaitu: Miliek Menato, Merisik, Adet A Petuneing, Majlis
Bertunang, Adat Berinai, Lau Kawin, Berarak dan Bersanding. (3) Perbedaan
perlaksanaan perkawinan masyarakat Melanau Islam dan non-muslim adalah
praktek yang dilakukan sebelum pernikahan dan sesudahnya. Bagi masyarakat

Melanau yang beragama Islam, mereka lebih mengadopsi perkawinan masyarakat
Melayu yang diketahui beberapa darinya adalah merupakan cerminan agama.
Sedangkan bagi Masyarakat Melanau bukan Islam, mereka tidak menolak
beberapa aspek yang tidak melanggar keimanan seseorang.

ABSTRACT

This thesis about, "Traditional Marriage of Melanau in Village Petanak,
Mukah, Sarawak". The problems discussed in this thesis include, (1) how is the
general picture of the living conditions of the village Petanak? (2) How the
wedding procession of the Traditional Marriage of Melanau? (3) how is the
difference in marriage between Melanau Muslims and non-Muslims?
In this study, the authors used an ethnographic approach to get a
description and a thorough analysis of culture based on fieldwork intensive. The
theory used is the theory of Ethnology that describe the cultural community in
the indigenous Melanau marriage consists of equipment ceremony, procession
ceremony, as well as the system of beliefs and religious emotions.
From the results of this research, it can be concluded that (1) an
overview of the living conditions of the village of Petanak, namely the number
of inhabitants in the village Petanak approximately 353 inhabitants. The average

villagers Petanak self-employed as a fisherman and sell their forests although
there are also members of the community to work as teachers, employees of the
private sector and so on. (2) the wedding procession of Melanau is performed
according to the traditions from generation to generation that comprises many
sub-ceremony, namely: Miliek Menato Merisik, Adet, A Petuneing, the Majlis
Adat Bertunang, Malam Berinai, Lau Kawen, and Berarak dan Bersanding. (3)
the difference in marriage between Melanau Muslims and non-Muslims is the
practice that is done before the wedding and afterward. For the Melanau
Muslim, they adopt marriage Malays known some of it is a reflection of the
religion. Whereas for the Melanau is not Islam, they do not reject some aspects
which do not violate a person's faith.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI....................................................... iv
TRANSLITERASI ............................................................................ v
MOTTO ............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR....................................................................... ix
ABSTRAK ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ..................................................................................... xii
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ..................................................... 7
E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik ............................... 7
F. Penelitian Terdahulu ...................................................... 8
G. Metode Penelitian .......................................................... 10
H. Sistematika Bahasan ...................................................... 14

xii

BAB II: GAMBARAN
DESA

UMUM


PETANAK

MASYARAKAT

KECAMATAN

MELANAU

MUKAH

KABUPATEN

KUCHING, SARAWAK, MALAYSIA
A. Letak Dan Aksesibilitas ................................................. 16
B. Sejarah Melanau ............................................................ 19
C. Kependudukan ............................................................... 20
D. Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa Petanak
1. Kondisi Ekonomi ..................................................... 21
a. Pertanian ............................................................ 23
b. Penternakan ....................................................... 26

c. Perikanan ........................................................... 26
d. Kerajinan Tangan .............................................. 28
2. Sosial Budaya
a. Pesta Kaul .......................................................... 31
b. Pisa’ Tibow (Permainan Tradisional) ................ 35
3. Kondisi Sosial Agama ............................................. 36

xiii

DI

Bab III:

ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MASYARAKAT MELANAU
DI DESA PETANAK, KECAMATAN MUKAH
A. Latar Belakang Adat Istiadat Perkawinan Masyarakat Melanau
....................................................................................... 38
B. Status Sosial: Bangsa Sembilan Pikul ........................... 40
C. Status Sosial: Bangsa Tujuh Pikul ................................. 46
D. Prosesi Perkawinan Masyarakat Melanau

1.

Miliek Menato (Memilih Jodoh) ........................... 49

2.

Merisik (Menyelidiki) ........................................... 50

3.

Adet A Petuneing (Adat bertunang)....................... 51

4.

Acara Bertunang .................................................... 52

5.

Adat Berinai .......................................................... 55


6.

Lau Kawen (Hari Perkawinan) .............................. 56

7.

Berarak Dan Bersanding ....................................... 60

BAB IV: PERBEDAAN PERLAKSANAAN PERKAWINAN MELANAU
MUSLIM DAN NON MUSLIM
A. Pandangan Adat Istiadat Perkawinan Kaum Melanau .. 64
B. Prosesi Perkawinan Menurut Agama Islam .................. 66

xiv

1.

Mengenal Calon Pasangan Hidup ......................... 66

2.


Nazhar (Melihat calon pasangan hidup) ................ 68

3.

Khitbah (Peminangan) ........................................... 68

4.

Akad Nikah............................................................ 69

5.

Walimatul ‘urs ....................................................... 70

C. Prosesi Perkawinan Menurut Agama Kristian .............. 72
1.

Bimbingan Konseling Pranikah............................. 74


2.

Majlis Perkawinan ................................................. 75

D. Perbedaan Pelaksanaan Perkawinan Masyarakat Melanau Islam
Dan Melanau Kristen ..................................................... 77
E. Respon Masyarakat Dan Ulama Desa Petanak Terhadap Adat
Istiadat Perkawinan Masyarakat Melanau ..................... 78
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................... 87
B. Saran .............................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 90
LAMPIRAN

xv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sarawak memang cukup dikenal sebagai negeri yang mempunyai
pelbagai masyarakat yang unik dan sukar untuk di dapati di tempat lain.
Untuk mengetahui latar belakang serta kepelbagaian masyarakat yang
terdapat di Sarawak, rasanya tidak cukup jika sekadar dengan membaca buku
tanpa melihat sendiri gaya hidup serta suasana penempatan masyarakatmasyarakat tersebut. Sarawak juga dikenal sebagai Bumi Kenyalang. Negeri
ini merupakan negeri yang terbesar di Malaysia dengan keluasan kira-kira
124,449.51 km2 dan terletak di Pulau Borneo iaitu di Malaysia Timur.
Sarawak terkenal dengan pecahan masyarakat yang tersendiri iaitu kira-kira
27 kumpulan. Antara masyarakat yang terdapat di Sarawak ialah Iban,
Bidayuh, Melanau, Kayan, Kenyah, Lun Bawang, Penan, Kelabit, Kedayan,
Bisaya, Berawan, Lahanan, Sekapan, Kejaman, Punan, Baketan, Ukit, Sihan,
Tagal, Tabun, Saban, Lisum, Longkiput dan lain-lain.1
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari
kata Latin, socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata
bahasa Arab, syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi). Masyarakat
adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah

1

Jabatan Penerangan Malaysia, “Profil Negeri Sarawak”, dalam http: //www. sarawak. gov. my/
(30 Maret 2016)

saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana
melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat
adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat
istiadat tertentu yang bersifat berterusan, dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.
Masyarakat Melanau merupakan salah satu masyarakat yang ada di
Sarawak yang mempunyai adat dan keistimewaan tersendiri. Menurut statistik
2010 yang diambil dari Banci Penduduk dan Perumahan Malaysia 2010 dan
yang dikeluarkan Jabatan Perangkaan Malaysia, masyarakat Melanau
merupakan suku masyarakat kelima terbesar di Sarawak dengan peratusan 5%
iaitu sebanyak 123,410 orang daripada keseluruhan 2,471,140 orang. Bagi
masyarakat yang beragama Kristian yang ada di Sarawak, dapat diketahui
bahawa anggaran kasar dengan peratusan 42.6% yang berjumlah 1,020,390
berbanding orang yang beragama Islam yang agak sedikit kurang dengan
peratusan 32.2% yang berjumlah 772,847. Namun bagi masyarakat Melanau,
dapat diketahui secara umum bahawa kebanyakan mereka memeluk agama
Islam.
Umumnya masyarakat Melanau

mempunyai persamaan dengan

masyarakat Melayu baik dari segi kepercayaan, kebudayaan dan adat resam.
Boleh dikatakan bahawa masyarakat ini merupakan salah satu bagian dalam
masyarakat Melayu. Namun begitu, masyarakat Melanau tetap mempunyai
budaya dan adat istiadat mereka yang tersendiri. Adat istiadat ini jelas terlihat
dalam aspek kehidupan mereka seperti kelahiran, perkawinan dan juga

2

kematian. Adat istiadat atau amalan ini diwarisi sejak zaman berzaman dan
masih diteruskan hingga ke hari ini.
Ada beberapa pandangan dari tokoh-tokoh barat mengenai asal usul
orang Melanau yang diantaranya adalah; Moris (1978) mengaitkan orang
Melanau sebagai orang Kajang, MacDonald (1958) sebagai orang Kayan
manakala Edwards dan Stevens (1971) sebagai orang Kanowit. Dari segi
dialek (bahasa penuturan), menurut Aloysius (1997), dialek Melanau ada kala
timbul masalah kerana terdapat lima atau enam dialek yang sukar difahami
dan menyebabkan memerlukan kepada bantuan medium komunikasi yang
lain. Perkara ini perlu dilihat sebagai faktor yang menyatukan di mana
kesemua dialek tersebut diketahui dan dikenal pasti dalam masyarakat itu
sendiri. Kepelbagaian dialek Melanau itu digunakan secara lazim dalam
percakapan tradisional dan mereka menggunakan secara bebas sama ada
dalam hiburan dan nyanyian.
Menurut Saiee Driss (1996), perkara yang menarik mengenai
masyarakat Melanau ialah wujudnya toleransi dan luasnya konsep identiti
yang dipegang mereka sehinggakan begitu payah sekali untuk mentakrifkan
siapa Melanau. Secara tradisi memang mudah untuk mengenal identiti dan
ciri-ciri Melanau tetapi akibat terlalu mudah menyesuaikan diri dengan
suasana dan keadaan, maka batas identiti sekarang tinggal pada amalan dan
adat sahaja. Demikianlah antara faktor yang mempengaruhi terhakis identiti.
Mereka tidak sungkan mengaku Melayu atau diterima sebagai Melayu apabila
mereka menganut agama Islam. Setiap kumpulan masyarakat walau di

3

manapun akan mempunyai kepercayaan dan adat masing-masing yang tidak
dapat ditinggalkan. Begitu juga dengan masyarakat Melanau.
Dalam adat perkawinan, masyarakat Melanau menampilkan beberapa
ciri menarik. Perkawinan dalam masyarakat Melanau mengandungi beberapa
adat istiadat yang sangat diambil berat kerana implikasi sosial yang terdapat
padanya.

Aspek pangkat dititikberatkan

dalam

institusi

perkawinan

berbanding dengan institusi yang lain. Masyarakat Melanau juga begitu
mementingkan status sosial mereka. Namun begitu, asas adat perkawinan
adalah sama seperti masyarakat lain iaitu merisik, meminang dan majlis
perkawinan.2 Berikut akan dijelaskan secara umum terlebih dahulu mengenai
merisik, meminang dan majlis perkawinan.
1. Merisik
Merisik adalah adanya wakil dari pihak laki-laki datang kerumah
orang yang hendak dipinang. Mereka datang untuk mengambil tahu atau
merisik tentang perempuan. Merisik adalah satu langkah pertama untuk
pasangan mendirikan rumahtangga. Amalan ini menjadi kebiasaan bagi
pihak lelaki untuk datang ke rumah keluarga si perempuan yang bakal
dijadikan teman hidupnya. Walaupun begitu, tidak salah sekiranya pihak
perempuan merisik lelaki yang menjadi pilihannya. Tujuan daripada
merisik adalah hendak menanyakan perihal anak perempuan keluarga
tersebut sama ada sudah dipinang, atau apakah si perempuan sudah

2

Yasir Abdul Rahman, Melanau Mukah: Satu Kajian Budaya (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1987), 6-10.

4

mempunyai pilihan orang atau belum.3 Jika belum, maka si pihak lelaki
akan datang ke rumah pihak perempuan sambil menyatakan hajat pihak
lelaki untuk melamarnya. Sekiranya risikan itu mendapat jawaban yang
positif, maka pihak lelaki bolehlah membuat keputusan sama ada hendak
meneruskan hasratnya atau membatalkannya.

2. Meminang
Setelah pihak lelaki datang merisik pihak perempuan, maka proses
kedua adalah Meminang. Meminang bermaksud menyatakan hasrat untuk
menjadikan anak perempuan pihak yang dirisik sebagai bakal isteri dan
hasrat ini sama ada diterima atau ditolak oleh keluarga pihak
perempuan,walaupun pada kebiasaannya kemungkinan diterima daripada
ditolak. Dalam adat meminang, pihak lelaki akan membawa sesuatu
hadiah dan barang yang boleh dijadikan tanda pertunangan, seperti cincin
pertunangan. Dengan kata lain, cincin itu menjadi tanda bahwa anak
perempuan keluarga itu telah diikat janji untuk dinikahkan dengan lelaki
tersebut dalam waktu yang sudah di sepakati.

3. Acara Perkawinan
Acara perkawinan adalah peristiwa yang amat penting yang bukan
saja kepada pasangan pengantin tetapi kepada ibu bapa dan keluarga serta
3

Ahmad Baei Haji Jaafar, Panduan Calon Pengantin: Seri Panduan Hidup Mukmin (Kuala
Lumpur: Giliran Timur Books, 2015), 13.

5

sahabat karib. Kebiasaannya acara perkawinan dilaksanakan secara besarbesaran maupun secara kecil-kecilan tergantung kepada persetujuan
diantara pihak lelaki dan pihak perempuan.

B. Rumusan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis ingin mengetengahkan suatu yang telah ada
dalam masyarakat ini, yaitu suatu yang boleh dikatakan budaya atau ciri khas
dari perkawinan masyarakat Melanau sehingga hal ini dipandang perlu adanya
kajian kebudayaan. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas,
maka penulis merumuskan masalah-masalah pokok yang dikaji dalam skripsi
ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran umum kondisi kehidupan desa Petanak?
2. Bagaimanakah proses perkawinan adat masyarakat Melanau?
3. Bagaimanakah perbedaan perlaksanaan perkawinan masyarakat Melanau
Islam dan non-muslim?

C. Tujuan Penelititan
Dalam uraian masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran umum kondisi kehidupan desa Petanak.
2. Mengetahui dan memahami prosesi perkawinan adat masyarakat Melanau
3. Dapat memastikan dan membedakan perlaksanaan perkawinan diantara
masyarakat Melanau Islam dan non-muslim.

6

D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bertujuan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan akan
dijadikan sumbangan buat masyarakat Melanau.
2. Menyediakan rujukan kepada pengkaji sosio-budaya dan penyelidik
tentang amalan budaya masyarakat Melanau di Desa Petanak, Mukah.
3. Untuk menambahkan khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang Sejarah
Dan Kebudayaan Islam di Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan etnografi.
Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoritis yang bertujuan mendapatkan
deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian
lapangan (fieldwork) yang intensif. Kajian budaya etnografi memusatkan diri
pada penjelajahan kualitatif tentang nilai dan makna dalam konteks
keseluruhan cara hidup masyarakat Melanau, yaitu dengan persoalan
kebudayaan, dunia-kehidupan (life-worlds) dan identitas masyarakat Melanau
sendiri. Dalam kajian budaya yang berorientasi media, pendekatan etnografi
digunakan dalam skripsi peneliti yang berjudul “Adat Istiadat Perkawinan
Masyarakat Melanau di Desa Petanak, Kecamatan Mukah, Kabupaten
Kuching, Sarawak , Malaysia” yang diwakili beberapa bentuk metode

7

kualitatif, seperti pengamatan pelibatan, wawancara mendalam dan kelompok
diskusi terarah.
Sedangkan

untuk

menguraikan

tradisi

kebudayaan

itu,

peneliti

mengunakan teori Etnologi yang merupakan salah satu cabang ilmu
antropologi. Terjemahan harfiah dari etnologi ialah ilmu bangsa-bangsa. Kata
itu ada kelebihannya, yakni mengandung suatu petunjuk jelas pada obyek
penyelidikan, yakni bangsa sebagai pengembang suatu kebudayaan tertentu.4
Dalam Tradisi Perkawinan yang terdiri dari peralatan upacara, prosesi
upacara, serta sistem keyakinan dan emosi keagamaan. Upacara perkawinan
sebagai tradisi yang menjadi milik masyarakat Melanau masa kini.

F. Penelitian Terdahulu
Mengenai kajian tentang masyarakat Melanau sudah banyak yang
menulis, akan tetapi, kajian yang membahas secara khusus tentang budaya
adat perkawinan masyarakat Melanau di Desa Petanak, Mukah belum ada
yang membahasnya. Namun ada beberapa karya tulis yang berhubungan
dengan judul ini yang peneliti temukan. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya karena dalam penelitian terdahulu sebagian besar
membahas masyarakat Melanau dan amalan upacara yang melibatkan agama
sahaja. Adapun karya tulis tersebut antara lain:

4

J. Van Baal, Sejarah Dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (Hingga Dekade 1970), jilid
pertama, (Jakarta: PT. Gramedia), 5.

8

1. Dr. Tengku Intan Zarina Bt Tengku Puji, Analisa Terhadap Adat dan
Keistimewaan Masyarakat Melanau Di Sarawak, Mahasiswa Universitas
Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor, Jurusan Dakwah.
Fokus karya beliau adalah terhadap kepercayaan masyarakat Melanau
dimana dapat disimpulkan bahawa masyarakat Melanau mempunyai adat
kepercayaan tersendiri termasuk kepercayaan terhadap alam, asal usul
makhluk, cara perubatan dan juga cara keramaian.
2. Jeniri Amir, Masyarakat Melanau di Sarawak, Tahun terbit: 2014,
Jumlah halaman: 229. Penolong kanan dekan Universiti Malaysia
Sarawak (UNIMAS) di Fakulti Sains Sosial.
Dalam buku ini, penulis prolifik, Dr, Jeniri Amir mengupas pelbagai
persoalan tentang masyarakat Melanau, termasuk sejarah dan asal usul,
sistem

kekeluargaan

dan

kekerabatan,

organisasi

sosial,

sistem

kepercayaan, adat resam dan pantang larang, sistem politik dan
kepimpinan, sistem dan kegiatan ekonomi, serta transformasi dan
kemajuaannya tanpa mengetepikan aspek sejarah dan kehidupan
masyarakat Melanau pada masa silam.
3. Dzulfawati Haji Hassan, Upacara kematian Melanau Likow di Sarawak,
Tahun Terbit: 2006, Jumlah halaman: 120 halaman, Universiti Malaysia
Sarawak.
Penulis buku ini menjelaskan adat dan budaya kematian yang
dilakukan oleh masyarakat Melanau. Secara lengkapnya, buku ini sesuai

9

dibaca bagi para pembaca yang mahu mengetahui secara lanjut akan
kepercayaan dan budaya masyarakat Melanau terhadap kematian.

Adapun fokus penulisan skripsi yang saya tuliskan ini adalah berbeda
daripada penelitian sebelumnya. Penulisan penelitian saya menfokuskan
aspek adat istiadat perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Melanau.

G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode etnografi yang bersifat kualitatif digunakan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
a. Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari informan
dengan menggunakan wawancara dan pengamatan. Selain itu, data
monografi dari Desa Petanak, Mukah juga digunakan. Dalam tulisan
ini, wawancara terdiri dari Kepala Desa yaitu Bapak Wak Laen.
Sedangkan data sekunder adalah data

yang diperoleh

dari

dokumentasi, majalah atau bacaan lainnya yang berkaitan dengan
judul yang akan dibahas.

10

b. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka peneliti
menggunakan beberapa teknik diantaranya pengamatan, wawancara
dan studi pustaka.
i.

Pengamatan Terlibat (Participant Observation)
Pengamatan langsung dilakukan untuk memperoleh fakta
nyata tentang budaya adat perkahwinan masyarakat Melanau,
kemudian dilakukan pencatatan lapangan yang meliputi prosesi,
perlengkapan

dan

tempat

terpenuhinya

standar

dilaksanakan

ilmiah

maka

tradisinya.

peneliti

harus

Agar
ikut

berpartisipasi dalam prosesi tradisi tersebut dan ikut serta di
dalamnya sebagai pelaku budayanya.5

ii. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
mengadakan dialog atau percakapan terkait dengan tema
penelitian kepada informan.6 Metode ini dimaksudkan untuk
memperoleh data primer, karena data ini diperoleh langsung
melalui wawancara dengan pelaku. Selain itu, wawancara juga
diartikan

sebagai

percakapan

5

dengan

maksud

tertentu.

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyaakarta: Gajah Mada University
Press, 2006), 169.
6
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),
186.

11

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara
(interviewer)

yang

mengajukan

pertanyaan

dan

yang

diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong: 2002: 135).

iii. Dokumentasi
Peneliti melakukan dokumentasi yaitu pengumpulan datadata yang ada dengan menggunakan alat-alat dokumentasi
seperti kamera dan perekam yaitu dengan mengambil foto-foto
saat pelaksanaan perkahwinan di dalam masyarakat masyarakat
Melanau.

iv. Penelusuran Pustaka
Dalam kaedah penelusuran pustaka ini, metode dokumentasi
akan diaplikasi, iaitu dengan mendapatkan maklumat dan data
melalui sumber sekunder dari perpustakaan, majalah dan sumber
internet. Penelusuran pustaka boleh diartikan sebagai suatu
teknik bagi seseorang penyelidik mendapatkan data dan bukti
melalui kajian ke atas dokumen dan rekod.7 Metode ini penting
bagi tujuan mendapatkan informasi dan maklumat yang sahih
dan tepat.

7

Mohd Shaffie Abu Bakar, Metodologi Penyelidikan (Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia,
1987), 41.

12

2. Analisis Data
Adapun data yang terkumpul bukanlah merupakan hasil akhir dari
suatu penelitian ilmiah, tetapi data-data tersebut masih perlu dianalisis
lagi. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk
menganalisis data yaitu mengungkapkan atau mendeskrispsikan makna
yang nampak dalam sebuah data atau gejala. Dalam kerja penelitiannya,
fenomenologi dapat mengacu pada tiga hal yaitu, filsafat, sejarah dan
pada pengertian yang lebih luas.8Dalam kaitannya dengan tulisan ini,
peneliti menggunakan acuan yang ketiga karena dianggap paling relevan
dengan penelitian agama Islam dalam perspektif ilmu budaya. Metode ini
bisa diterapkan dalam meneliti ajaran-ajaran, kegiatan-kegiatan, tradisi,
dan simbol keagamaan.9

3. Penulisan
Setelah peneliti melakukan proses penggalian data dan penelitian
dengan berbagai metode pendekatan, maka penulis melakukan proses
penulisan dalam skripsi ini berdasarkan fakta dan data yang diperoleh
selama penelitian.10

8

Deden Ridwan, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antar Disiplin Ilmu (Bandung:
Nuansa Cendekia, 2001), 220.

10

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 67.

13

H. Sistematika Bahasan
Bagi memudahkan perbincangan tajuk kajian ini, pengkaji telah
membahagikan kajian kepada 5 bab yang utama. Setiap bab mengandungi
tajuk-tajuk kecil dan mempunyai kaitan antara satu sama lain. Hasil penelitian
ini ditulis berdasarkan fakta dan data yang diperolehi selama penelitian. Bab
pertama merupakan pendahuluan yang merangkumi, latar belakang masalah
kajian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan
dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika
bahasan.
Bab kedua membahas secara rinci tentang desa Petanak, Mukah, letak
geografis Desa Petanak, kependudukan dan kondisi sosial dalam hal
keberagamaan dan kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat melanau di
situ.
Bab ketiga pula akan menghuraikan dan menganalisis adat istiadat
perkawinan masyarakat Melanau di Desa Petanak, Mukah. Dalam bab ini
akan membahas atribut yang digunakan sewaktu perkawinan masyarakat
Melanau, menjelaskan cara pelaksanaan masyarakat Melanau di Desa
Petanak, Mukah sebelum, sewaktu dan setelah perkawinan.
Bab keempat, pengkaji cuba mendeskripsikan budaya adat perkawinan
masyarakat Melanau di Desa Petanak, Mukah berdasarkan sistem agama dan
kepercayaan diantara masyarakat Melanau Muslim dan yang bukan Muslim.
Di dalam bab ini, pengkaji cuba menjelaskan adat perkawinan yang
diamalkan masyarakat Melanau diantara kedua agama ini.

14

Bab kelima berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada pada
bab-bab sebelumnya dan dimuatkan juga saran.

15

BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELANAU DI DESA
PETANAK KECAMATAN MUKAH KABUPATEN KUCHING,
SARAWAK, MALAYSIA

A. Letak dan Aksesibilitas
Desa secara umum berarti sebuah kumpulan komunitas yang terdiri dari
berbagai masyarakat beragam etnis atau etnis tertentu yang berdiam dalam
satu wilayah dan hidup secara berkelompok dengan pola hidup sederhana
yang memiliki aturan yang arif dan bijak dan dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, desa diartikan juga sebagai suatu wilayah teritorial
yang dijaga dengan hukum atau aturan yang telah disepakati bersama yang
mengatur tentang tata dan pola hidup masyarakat secara bersama-sama diakui
dan saling menghargai, dan masih mempertahankan nilai-nilai luhur tradisi
yang sejalan dengan gerak pembangunan diwilayahnya.11
Desa Petanak adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Mukah
dengan jarak tempuh ke kecamatan kurang lebih selama 5 menit saja. Adapun
jarak dari Desa Petanak ke kabupaten Kuching dapat ditempuh kurang lebih
12 jam perjalanan. Desa Petanak ini dibagi menjadi 3 dusun yaitu Desa
Petanak Daya, Desa Petanak Hilir dan Desa Petanak Seri. Meskipun Desa
Petanak ini terletak jauh dari kabupaten Kuching, namun pembangunan yang

11

Smiet Lalove Palu, “Konsep Dasar Desa Budaya” dalam
http://mediabudayasmietlalove.blogspot.co.id (23 Maret 2016)

17

ada di desa ini tetap tidak ketinggalan. Faktor jalan, kemudahan pendidikan
dengan terbinanya sekolah dan lain-lain lagi tetap ada.
Selain itu, desa Petanak merupakan tempat yang strategis sebagai tempat
perikanan dan sumber hutan sejak dahulu lagi. Faktor inilah yang
menyebabkan masyarakat Melanau datang menangkap ikan dan mencari hasil
hutan lalu lama kelamaan pada akhirnya menetap disitu dan membentuk
komunitas mereka sendiri. Pengamatan saya ini bisa dibuktikan hasil dari
wawancara kepada beberapa warga masyarakat disitu bahawa masyarakat
Melanaulah yang terlebih dahulu bermukim dan membina komunitas mereka
sendiri di Desa Petanak. Hal ini juga bisa saya sandarkan sesuai dengan
pernyataan Yasir Abd Rahman (1987), bahawa penempatan utama komuniti
Melanau kebanyakannya terletak di muara sungai dan juga anak sungai di
kawasan persisiran dari daerah Rajang sehingga daerah Bintulu. Dalam
kawasan ini, terdapat pusat penempatan tertentu yang berhampiran dengan
laut yaitu antara lain adalah Rajang, Paloh, Balawei, Daro, Matu, Igan, Oya,
Mukah, dan Bintulu. Sedangkan penempatan yang agak di pedalaman pula
adalah seperti Dalat, Medong, Kut, Narub, Balingian dan Tatau.12
Pola penempatan kesemua komuniti ini adalah bercorak “lineal”. Lineal
bermaksud pola pemukiman yang memanjang. Pola permukiman linear ini
terdiri dari berbagai macam, ada permukiman yang memanjang sepanjang
jalan, ada pemukiman yang memanjang sepanjang rel kereta api dan ada juga
pola permukiman yang memanjang disepanjang sungai. Pola permukiman
12

Yasir Abdul Rahman, Melanau Mukah: Satu Kajian Budaya (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, Kementerian Pendidikan, Malaysia, 1987), 16.

17

yang sepanjang jalan banyak berkembang saat ini di desa Petanak. Pola
permukiman sepanjang jalan bermaksud mengikuti jalan.
Banyak penduduk atau masyarakat yang tinggal di sepanjang jalan
memanfaatkan rumahnya dijadikan untuk berwirausaha seperti membuka toko
untuk berdagang. Zaman dahulu pola permukiman masyarakat Melanau
adalah memanjang di sepanjang sungai. Hal tersebut dikarenakan untuk
memudahkan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena pada
zaman dahulu masyarakat bergantung kepada bercocok tanam dan juga sungai
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rumah mereka terletak di tebing
sungai dan anak sungai di kawasan tersebut. Pola penempatan ini berkaitan
dengan kegiatan ekonomi masyarakat ini tetapi ia lebih dipengaruhi oleh
faktor alam seperti hutan dan sungai yang luas. Namun begitu, sesuai dengan
kemajuan pembangunan yang dilakukan pada zaman sekarang, dapat
diperhatikan bahawa pola petempatan di desa Petanak lebih bersifat
pemukiman sepanjang jalan dan juga memanjang di sepanjang sungai.
Masyarakat di desa Petanak tidak hanya ditempati oleh masyarakat
Melanau saja namun juga terdiri daripada berbagai masyarakat yaitu
masyarakat Melayu, Cina dan Iban. Namun, masyarakat masyarakat Melanau
lebih menonjol sebagai penduduk yang paling banyak menetap di wilayah ini.
Dengan adanya berbagai suku di kalangan masyarakat di desa Petanak,
terjadilah akulturasi antar budaya. Masuknya berbagai budaya dan adat
istiadat yang dibawa ke desa Petanak ini tidak mengurangi kerukunan dan
keharmonian antara masyarakat di wilayah itu, karena keragaman budaya ini

18

dianggap suatu kemajuan dan bukanlah penghambat. Masyarakat Melanau
yang pada dulunya lebih awal menetap disini menerima budaya masyarakat
lain namun tetap tidak menghilangkan identitas masyarakat masyarakat
Melanau itu sendiri.

B. Sejarah Melanau
Ada beberapa versi mengenai sejarah masyarakat Melanau ini. Nama
perkataan “Melanau” dikatakan muncul pada zaman pemerintahan Kerajaan
Kesultanan Brunei.13 Pada masa itu, Daerah Bintulu masih di bawah jagaan
dan penguasaan Kerajaan Kesultanan Brunei. Kerap kali Sultan Brunei akan
datang ke Bintulu untuk melihat keadaan dan situasi yang muncul di daerah
ini serta memungut hasil panen daripada penduduk di situ. Pada suatu hari,
sebuah perahu kerajaan Brunei sedang belayar dan menuju ke Kuala Bintulu,
tiba-tiba bertemulah perahu itu dengan beberapa buah perahu yang menuju ke
tempat yang sama. Nahkoda pun bertanya dengan seorang pembantu kapal
"Perahu siapakah yang banyak di hadapan kita?" Jawab pembantu kapal itu,
"Perahu orang memanau (memanah) Datuk." Dari hari ke hari perkataan
memanau ini dengan tidak disadari oleh siapapun berubah kepada perkataan
Melanau sampai sekarang.14 Untuk versi yang lain, ada yang menyatakan
bahwa Masyarakat Melanau dipercayai berasal dari Pulau Jawa karena
pakaian tradisinya yang mirip dengan Jawa. Berdasarkan kajian lapangan dari
13

Mr. Amos, “Malano: Masyarakat Melanau, Borneo Sarawak”, dalam
http://wow6ad.blogspot.co.uk/2016/01/malano-masyarakat-melanau-boneo-sarawak.html (22
Maret 2016)
14
Ibid., 13.

19

Awang Azman Awang Pawi, pakaian tradisi yang mirip dengan jawa ini
adalah merupakan kesan hubungan perdagangan di pesisiran petempatan
Melanau.15
Bagi orang Melanau sendiri, mereka lebih suka menyebutmasyarakat
mereka sebagai aliko. A liko boleh ditafsirkan dengan pelbagai makna. A liko
dikatakan merujuk kepada petempatan penduduk. Namun apabila ditinjau
secara lebih meluas A liko bermaksud “dunia” dan “peribumi”.

C. Kependudukan
Berdasarkan data dari balai desa Petanak dan hasil wawancara dengan
Kepala Desa Petanak yaitu Bapak Wak Laen, penduduk di desa Petanak
berjumlah 353 jiwa. Berikut akan disertakan data klasifikasi penduduk
berdasarkan hasil wawancara daripada ketua desa Petanak.
Data penduduk berdasarkan masyarakat:16
Jenis masyarakat

Jumlah jiwa

Masyarakat Melanau

239

Masyarakat Melayu

84

Masyarakat Iban

19

Masyarakat Cina

11

15

Awang Azman Awang Pawi, Weltanschauung and the Manifestation of Beliefs in the Ethnic
Traditions of Sarawak, (Institut Pengajian Asia Timur Universiti Malaysia Sarawak), 140.
16
Wak Laen, Wawancara, Desa Petanak, 17 Mei 2016.

20

Jumlah

353

D. Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa Petanak
1. Kondisi Ekonomi
Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta
menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat
kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan.Suatu sistem ekonomi
tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah, pandangan
dan pola hidup masyarakat dimana ia berpijak. Sistem ekonomi
sesungguhnya merupakan salah satu unsur dalam suatu supra sistem
kehidupan masyarakat. Sehingga sistem ekonomi merupakan bagian dari
kesatuan ideologi masyarakat di suatu negara.17
Mata pencaharian penduduk dapat memberikan gambaran
tentang

budaya

masyarakat

setempat,

karena

mata

pencaharian

merupakan salah satu unsur kebudayaan universal. Mata pencaharian
merupakan aktivitas manusia untuk mempertahankan hidupnya dan
bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Kondisi ekonomi masyarakatdesa Petanak pada saat ini dapat
terlihat kesenjangan antara penduduk kalangan ekonomi lemah, sedang
dan kaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua desa yaitu Bapak
Wak Laen, sebagian besar penduduk Desa Petanak berada di kalangan
sedang sebesar 90,18 %. Sedangkan penduduk kalangan ekonomi lemah
17

Dumairy, Perekonomian Indonesia cet-5, (Erlangga Jakarta, 1996), 30.

21

sebesar 9,07% dan jumlah penduduk kaya sebesar 0,76%. Kesenjangan
ini dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian baik di sektor formal
maupunnon formal. Pada umumnya, rata-rata masyarakat Desa Petanak
bekerja sendiri sebagai nelayan dan menjual hasil hutan mereka walaupun
ada juga anggota masyarakat bekerja sebagai guru, pegawai swasta dan
sebagainya.18
Bagi masyarakat Melanau, mata pencaharian mereka lebih
bergantung kepada hasil tangkapan ikan dan hasil hutan. Melalui
penulisan artikel yang bertajuk “Wajah dan Identiti Melanau” oleh
Nasrudin Mohammed (1996) di dalam “Majalah Wawasan Melanau”, dia
mengatakan bahawa masyarakat Melanau bergantung hidupkepada
sumber hutan tebal kerana rupa bentuk bumi di kawasan penempatan
yang utama itu dibentuk sebahagian besarnya oleh kawasan sungai dan
berhutan tebal. Sungai yang mengalir di kawasan tersebut pula agak
perlahan alirannya ke arah Laut China Selatan. Oleh sebab itu, faktor
inilah yangmenjadikan sumber hutan sebagai kegiatan ekonomi mereka.
Antara hasil hutan yang memberi sumbangan paling besar kepada
kehidupan orang Melanau sejak sekian lama adalah sagu, rotan, madu
lebah, burung dan kayu balak. Menurut Yasir lagi dua kegiatan ekonomi
yang paling dikenali dan menjadi tanda kepada masyarakat ini adalah
aktiviti penanaman dan memproses rumbia bagi mendapatkan sagu.

18

Hajjah Mahani, Wawancara, Desa Petanak, 19 Mei 2016.

22

Seperti yang telah disebutkan sebelum ini, kita mengetahui
bahwa pola penempatan bagi masyarakat Melanau adalah di persisiran
pantai dan tebing sungai. Faktor ini memudahkan mereka mendapatkan
bekalan air yang mencukupi yang amat perlu dalam pemprosesan sagu.
Kegiatan ekonomi ini dilihat begitu menarik dan penting bagi etnik
Melanau sehingga H. S Morris (1971) di dalam bukunya yang bertajuk
“Report on a Melanau Sago Producing Community in Sarawak” telah
menguraikan secara terperinci mengenai cara pemprosesan sagu
dilakukan. Tidak dapat dinafikan lagi, etnik Melanau adalah penanam
utama rumbia dan kebolehan mereka dalam memproses bahan ini menjadi
kanji dan bahan makanan (sagu, biskut) tidak ada tandingan daripada
masyarakat lain.
Berikut akan dibahas secara lebih rinci mengenai sektor-sektor
utama dalam perekonomian Desa Petanak. Seperti yang sudah dijelaskan,
perekonomian Desa Petanak ditunjang oleh beberapa sektor yaitu
pertanian, peternakan, perikanan dan kerajinan tangan.
a.

Pertanian
Mukah adalah merupakan salah satu dusun yang merupakan
satu-satunya kawasan di Sarawak yang menjadikan tanaman
rumbia atau pohon sagu sebagai tanaman komersial. Masyarakat
Melanau menggelarkan pohon rumbia disebut “Balau”. Bagi
orang Melanau, pohon rumbia ibarat pohon yang menyediakan
segala yang diperlukan untuk menampung kehidupan mereka.

23

Bahkan pohon rumbia dikatakan sebagai salah satu identitas
masyarakat Melanau. Di desa Petanak, penanaman “balau”
adalah berskala sederhana.19
Tanah gambut di Desa Petanak yang sesuai untuk penanaman
pohon rumbia menjadi sumber ekonomi buat masyarakat
masyarakat Melanau. Tidak hanya sebagai tanaman jualan, pohon
rumbia menyediakan juadah atau makanan istimewa yang dikenal
sebagai sagu dan “siet”. Nama lain bagi “siet” adalah ulat
mulong. “Siet” adalah larva kumbang yang bersarang di dalam
batang pohon pohon rumbia yang sudah mati. Ulat mulong
terutama yang gemuk berlemak bisa di masak dengan berbagai
macam antara lain; kicap, disalai, sup ataupun sate.

Gambar 1: diambil pada tanggal 19 Mei 2016

19

Lawing Bin Rajuwin, Wawancara, Mukah, 19 Mei 2016.

24

(Siet yang diperoleh dari pohon rumbia)

Gambar 2: diambil pada tanggal 21 Mei 2016 (Sagu)

Gambar 3:diambil pada tanggal 19 Mei 2016
(Pohon Rumbia yang ditanam di desa Petanak)

25

b.

Penternakan
Peternakan merupakan salah satu kegiatan yang ada di Desa
Petanak. Meskipun demikian, peternakan bukanlah merupakan
sektor utama perekonomian Desa Petanak melainkan sebagai
ekonomi

tambahan

untuk

kebutuhan

keseharian

mereka.

Kebanyakan masyarakat Melanau beternak ayam, bebek, sapi
(hanya sebagian saja yang beternak sapi dan diperkirakan berjumlah
2-3 orang saja). Seperti halnya dalam sektor pertanian, sebagian
hasil ternak dijual dan sebagian lagi untuk dimakan.20

c.

Perikanan
Pendapatan penduduk Desa Petanak dari berbagai mata
pencaharian berbeda-beda. Namun begitu, mayoritas warga Desa
Petanak bekerja sebagai nelayan. Pendapatan dari nelayan tidak
tetap dan bergantung pada musim tangkap ikan. Berikut adalah tabel
kalender musim tangkap ikan:

Bulan

Kondisi Laut

Hasil
Tangkapan

20

Bpk Rajuwin, Wawancara, Desa Petanak, 20 Mei 2016.

26

Maret

Kondisi laut dalam

Melimpah

keadaan normal dan
tenang
Kondisi laut dalam
April

keadaan normal dan

Melimpah

tenang
Kondisi laut dalam
Mei

keadaan normal dan

Melimpah

tenang
Juni

Angin barat

Cukup
melimpah

Juli

Angin barat

Cukup
melimpah

Agustus

Angin barat

Cukup
melimpah

September

Angin barat

Cukup
melimpah

Angin Utara
Oktober

berbahaya

Kurang

disarankan tidak ke
laut
Angin Utara
November

berbahaya

27

Kurang

disarankan tidak ke
laut
Angin Utara
Desember

Kurang

berbahaya
disarankan tidak ke
laut

Januari

Angin Utara

Kurang

berbahaya
disarankan tidak
kelaut

d.

Kerajinan Tangan
Salah satu kegiatan ekonomi yang ada di Desa Petanak adalah
kerajinan tangan antara lain: baju melanau biasanya dipakai untuk
pesta, makanan tebaloi (sejenis kue), umai (sejenis ikan tengiri), dan
terendak (capil/ topi).

28

Gambar 4: diambil pada tanggal 28 Mei 2016
(Terendak yang dihasilkan oleh Masyarakat Melanau)

Gambar 5: diambil pada tanggal 21 Mei 2016
(Umai yang telah diolah dari ikan tenggiri)

29

Gambar 6: diambil pada tanggal 28 Mei 2016
(Hasil kerajinan tangan Melanau)

Selain menjadi kegiatan ekonomi, kerajinan juga merupakan ciri
khas dari masyarakat Desa Petanak. Sebagian kerajinan dibuat di
desa itu sendiri dan sebagiannya pula di luar. Pendapatan yang
dihasilkan dari sektor kerajinan ini berbeda-beda. Sebagian uang
hasil pendapatan tersebut disimpan di bank, dan sisanya disimpan

30

sendiri. Kerajinan-kerajinan ini telah dikembangkan sejak zaman
dulu. Biasanya kerajinan tersebut dibuat di rumah. Dari segi
kerajinan, masyarakat Melanau sangat terkenal dengan terendak
dengan ukuran yang berbeda-beda, besar, sedang dan kecil. .
Penggunaan terendak secara tradisional digunakan untuk
masyarakat melanau untuk bertani. Terendak yang dibuat berukuran
besar dan sedang biasanya digunakan untuk perhiasan dinding dan
yang berukuran kecil untuk dipakai bertani atau ketika hendak ke
pasar.
Penghasilan para warga desa Petanak dari kerajinan tangan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa perekonomian warga tergolong
dalam tingkatan ekonomi rendah. Hal tersebut disebabkan karena
penjualan dari kerajinan tangan baru diproduksi ketika mendapat
pesanan dari orang saja.

2. Sosial Budaya
a.

Pesta Kaul
Di desa Petanak, terdapat beberapa budaya yang masyarakat
Melanau jalankan. Salah satunya adalah

perayaan Pesta

Kaul.Pesta kaul dipraktekkan untuk menjamu ipok (nama dewa
laut) yang mengawal laut. Pelaksanaan pesta kaul dilakukan ditepi
pantai, dan kaul ini dijalankan setahun sekali pada bulan
April/Maret. Kaul ini berjalan selama satu minggu dan bertempat
31

di kecamatan Mukah. Tujuan dari kaul ini untuk mendapat
tangkapan ikan yang banyak, selamat sewaktu menangkap ikan di
laut, dijauhkan dari wabak penyakit dan melambangkan akan
datangnya musim menangkap ikan. Upacara kaul dilakukan
berawal dengan memberi makanan kepada dewa laut menurut
kepercayaan mereka. Hal ini dilakukan melalui serahang yang
dibuat dari daun buluh dan daun kelapa. Serahang tersebut diisi
dengan telur ayam, nasi kuning/pulut kuning (ketan), kirai atau
rokok daun.
Serahang adalah "kepala hantaran" kepada ipok. Ia harus
dibuat berdasarkan motif tertentu. Motif pada serahang adalah
gambaran dari sistem kepercayaan atau kosmologi Melanau,
khususnya sejauh yang terkait dengan ipok. Lambang itu
menggambarkan bahwa ia ada kaitan dengan jumlah lapisan dunia
yang dikatakan tujuh lapisan di atas dan tujuh lapis di bawah.
Motif-motif pada serahang turut melambangkan gambar ipok laut,
darat,

dan

udara.

Motif

yang

sesuai

dan

cukup

akan

menyenangkan hati ipok. Serahang yang terbuat dari bahan-bahan
berikut yaitu bambu, tedieng, semat, daun nipah muda, daun iseng
dan daun tegoh yang disediakan beberapa hari sebelum kaul.
Sebagian dari bahan itu tidak mudah diperoleh karena itu perlu
dicari didalam hutan. Serahang dibuat oleh wanita karena motif-

32

motif tertentu membutuhkan mereka yang teliti, dan ini sesuai
dengan sifat wanita.
Sebenarnya, serahang berasal dari kata "menyerah", yaitu barang
persembahan untuk ipok. Dan, bunyinya juga begitu dekat dengan
"Rirang" yang mengacu kepada Rirang Rabu Bunga dalam mitos
terkait dengan sepok di Dalat.
Serahang yang tingginya sekitar tujuh kaki memiliki bentuk
dan komponen serta unsur-unsur tersendiri. Komponen harus
lengkap karena serahang yang tidak sempurna dapat menyebabkan
ipok

murka,

dan

akhirnya

menimpa

mereka

yang

membuatnya.Justru, hanya mereka yang berpengalaman dapat
memimpin pekerjaan membuatnya. Struktur utama serahang
adalah batang bambu tedieng. Komponen wajib yang harus ada
pada serahang adalah paka, tepasik, tetilip, beburung dan patik,
dengan jumlah yang menggambarkan jumlah ipok dan lapisan
bumi. Ada tujuh batang tetilip dan tujuh tiang bendera berbagai
warna diletakkan di atas, dengan tujuh ekor burung.21

21

Muhammad Asyraf, “Pesta Kaul Etnis Melanau Di Mukah, Sarawak, Malaysia”, (Skripsi,
UINSA Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2015), 32.

33

Gambar 6:
6 diambil pada tanggal 27 April 20166 (Acara Pesta Kaul)

Gambar 7: diambil pada tanggal 27 April 2016 (Serahang)

34

b.

Pisa’ Tibow (Permainan tradisional)
Pada saat pesta kaul ada satu hiburan yang menjadi tarikan
masyarakat yakni pisa’ tibow. Pisa’ Tibow adalah sejenis
permainan buaian gergasi wajib ada apabila pesta ini berlaku.
Permainan Pisa’ Tibow ini sebenarnya adalah salah satu simbol
perpaduan dan bersuka-ria dan mencabar para pemuda-pemudi
untuk bermain kerana banyak aksi ngeri yang berlaku sewaktu
permainannya. Pada waktu dahulu, permainan ini dilakukan untuk
mencari jodoh dan hanya boleh dimainkan saat acara kaul saja
tapi sekarang acara ini telah bergeser hanya sebagai hiburan
masyarakat.
Permainan ini tidak boleh dilakukan begitu saja. Menurut
kepercayaan orang Melanau, harus dinyanyikan satu pantun yakni,
“kat kerakat,kerurieng udat,tibow idei pada mekat”.22
Pantun ini dinyanyikan untuk meminta tolong pada Ipok (dewa
laut) supaya pisa’ tibow selamat dimainkan dan diberkati.

22

Bpk Rajuwin, Wawancara, Desa Petanak, 19 Mei 2016.

35

Gambar 8: diambil pada tanggal 21 April 2016
(Permainan Pisa’ Tibow)

3. Kondisi Sosial Agama
Dalam sisi kehidupan manusia, agama menjadi landasan dan
pedoman dasar utama untuk bermasyarakat. Pada dasarnya manusia tidak
bisa dilepaskan dari naungan agama, sebab tanpa adanya identitas
seseorang dalam beragama dapat dikatakan tidak ada arah dan tujuan
serta pedoman bagi dirinya. Di desa Petanak sendiri, mayoritas
masyarakatnya beragama Kristen. Dan masih ada sejumlah masyarakat
yang memegang kepercayaan tradisi nenek moyang mereka.
Sebagaian masyarakat Melanau di desa Petanak tidak memiliki
agama.23Meskipun ada sebagaian dari mereka yang berkeyakinan selain
23

Bpk Sukor Bin Ali, Wawancara, Desa Petanak, 20 Mei 2016.

36

agama Kristen, namun hal itu tidak menjadikan penghalang bagi mereka
untuk

berinteraksi

antar

warga

masyarakat.

Terdapat

beberapa

kemudahan fasilitas untuk penduduk yang beragama Muslim disediakan.
Terdapat 3 buah musolla didirikan dan hampir setiap bulan penduduk
desa Petanak yang beragama Islam kerja bakti membersihkan musolla.
Walaupun di kalangan masyarakat desa Petanak terdapat beragam
agama, namun masyarakat tetap menjaga hubungan persaudaraan antar
sesama dan selalu menghargai kerukunan dengan pemeluk agama lain.
Hal ini dibuktikan dengan adanya upacara serta peringatan hari besar
agama yang diselenggarakan oleh masyarakat menurut keyakinan masingmasing. Acara tersebut dapat berjalan dengan tidak ada halangan dan
hambatan dari pihak manapun.Karena masyarakat saling menghargai
terhadap keyakinan masing-masing, maka terbentuklah keharmonisan
dalam lingkungan mereka sehari-hari.
Mayoritas masyarakat desa Petanak yang beragama Kristen dianggar
sebanyak 80%, sedangkan masyarakat beragama Islam adalah sebanyak
15% saja dan agama lain seperti Budha dan Pagan (tidak mempunyai
agama) sebanyak 5%.24

24

Ibnu Shahidullah, “Kajian bebas beragama di Sarawak”, (Kuching, Kertas Kerja: 2013), 12.

37

BAB III
ADAT ISTIADAT PERKAWINAN MASYARAKAT
MELANAU DI DESA PETANAK, KECAMATAN MUKAH

A. Latar Belakang Adat Istiadat Perkawinan Masyarakat Melanau
Setiap masyarakat tentu ada budaya dan tradisinya masing-masing.
Setiap budaya dan tradisi tentu ada masyarakat karena keduanya adalah satu
kesatuan. Norma yang berlaku di masyarakat adalah norma kebiasaan.
Adapun norma kebiasaan itu sendiri adalah sekelompok peraturan sosial yang
berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak sadar
tentang prilaku yang diulang-ulang, sehingga prilaku tersebut menjadi sebuah
kebiasaan. Norma-norma tersebut adalah nilai budaya yang sudah terkait
dengan peran-peran tertentu dari manusia dalam masyarakat.
Adat istiadat yang dilakukan masyarakat Melanau adalah merupakan
salah satu cerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan diatur
oleh tatanan nilai yang luhur. Sehingga tata nilai yang luhur tersebut
melahirkan manifestasi tata kehidupan masyarakat Melanau yang serba hatihati agar dalam melaksanakan pekerjaan tersebut mendapatkan keamanan
baik lahir maupun batin.
Di desa Petanak Kecamatan Mukah, upacara perkawinan merupakan
suatu hal yang sakral sehingga menjadi keharusan bagi masyarakat Melanau
untuk melakukannya dengan segenap kepercayaan dan keyakinan yang
dimilikinya. Ini disebabkan masyarakat Melanau pada zaman dahulu percaya

39

bahwa ketika upacara-upacara itu tidak dilakukan, ia akan berakibat kurang
menyenangkan bagi kehidupan mereka dikemudian hari bahkan kemungkinan
akan ditimpa musibah. Perkawinan dalam masyarakat Melanau berisi
beberapa adat istiadat yang sangat penting dalam implikasi sosial yang ada
padanya.
Faktor status sosial lebih dipentingkan dalam perkawinan dibandingkan
dengan faktor-faktor yang lain. Masyarakat Melanau sangat mementingkan
status sosial mereka karena mereka beranggapan bahwa dengan status sosial
yang dimiliki, mereka akan l