Masyarakat Batak Toba Di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang (1954-1990)

(1)

MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG

KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

( 1954-1990 )

Skripsi Sarjana

Dikerjakan O L E H

NAMA : EDYTA SIANTURI NIM : 080706007

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SEJARAH MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG

KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

(1954-1990)

Yang diajukan oleh :

Nama : EDYTA SIANTURI NIM : 080706007

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing,

Drs. TIMBUN tanggal: 5 Mei 2014

NIP. 195901281984031001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M. Hum tanggal: 7 Mei 2014 NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG

KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG

(1954-1990

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh

Nama : EDYTA SIANTURI

Nim : 080706007

Pembimbing

Drs. TIMBUN NIP. 195901281984031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian PENGESAHAN:

Diterima Oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada

Tanggal : 30 Mei 2014 Hari : Jumat

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 195110131976031001

PanitiaUjian

No. Nama TandaTangan

1 . Drs. Edi Sumarno, M.Hum (………)

2 . Dra.Nurhabsyah, Msi (……….…………)

3. Drs. Timbun (………)

4. Dra. Peninna Simanjuntak, M.S (………)


(6)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan segala puji syukur bagi kemuliaan-Mu yang Maha tinggi, karena berkat dan karunia yang Engkau berikan kepada penulis sehingga tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik, semua ini tidak terlepas dari uluran tangan Tuhan Yesus Kristus. Kasih-Nya telah memampukan penulis dan atas kehendakNya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, sebab tanpa ada pertolongan dariNya semua itu tidaklah akan terlaksana.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi setiap mahasiswa dalam menyelesaikan studinya dari jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Untuk memenuhi syarat tersebut penulis mengangkat sebuah permasalahan yang dapat dituliskan menjadi sebuah skripsi dengan judul MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG (1954-1990) . Sepanjang penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kelemahan serta kekurangan dari segi isi maupun penulisan.

Tulisan ini akan lebih sempurna apabila ada saran-saran, kritik dan pandangan yang sifatnya dapat membangun dari para pembaca. Sehingga segala bentuk pendapat yang bertujuan memperbaiki skripsi ini akan diterima dengan senang hati. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan seluruh masyarakat.

Medan, 2014 Penulis Edyta Sianturi


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, ini semua tak terlepas dari dukungan dan doa orang-orang tercinta. Dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus kristus, karena kasihNya yang tanpa batas selalu menyertai

setiap langkah dalam kehidupanku.

2. Teristimewa buat kedua orang tuaku tercinta, khusus buat mama yang selalu

memberi semangat dalam mengerjakan skripsiku.

3. Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU,

Pembantu Dekan serta seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Sejarah, yang telah bersedia berbagi pengalaman dan pengetahuan akademis, sehingga penulis memperoleh banyak wawasan sebagai bekal dikemudian hari.

4. Bapak Drs. Edi Sumarno, M. Hum dan Dra. Nurhabsyah M. Si, selaku ketua

dan sekretaris jurusan Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Drs. Timbun, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

Beliau memberikan saran-saran dan waktunya untuk memberikan bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada adikku Rista uli Sianturi, Santoni Sianturi, Roy humisar Sianturi yang

telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

7. Buat Himawari: kak Taruli, Novita perangin-angin, riyeni dan adik-adikku stambuk 011: Rani, Wendi, Nelvida, Evelida, Martionar, Susan dan buat Amang Pendeta kami tercinta H. Simangunsong yang telah memberi dukungan semangat dan doa dalam penulisan skripsi ini.

8. Buat Pelayanan Mahasiswa UKM KMK USU UP FIB yang telah

memberikan dukungan doa dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat terselesaikan.

9. Buat teman-teman seperjuanganku stambuk 08 dan buat sahabatku Niko

sianipar, Melisa F Manalu, kak dorta, kak intan, adikku Ira susanti dan Endang yang telah membantu penulis dalam mengerjakan penulisan skripsi ini.

10.Para informan yang telah membantu, memberi kemudahan kepada penulis

dalam penulisan skripsi.

Waktu terus berlalu, apa yang terjadi hari ini dan besok tidak ada yang tahu. Tapi semua berlalu dangan begitu indah, karena hidup ini akan indah pada waktunya.

Tertanda,


(9)

ABSTRAK

Kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli serdang merupakan judul skripsi yang dapat diselesaikan dengan berbagai tahapan dalam penulisan sejarah, yang mana kajian tersebut mengenai migrasi atau perpindahan orang Batak Toba di kawasan desa Serdang belum pernah diteliti.

Semua manusia hampir pernah melakukan migrasi, perpindahan sesaat juga dapat diartikan sebagai migrasi, walaupun hanya berpergian dalam bentuk waktu yang relatif singkat. Orang Batak Toba telah lama dikenal sebagai perantau yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka tinggal dan dapat bertahan hidup dalam bidang pertanian. Sebab ciri khas masyarakat Batak Toba yang pergi melakukan perantauan adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di tempat yang akan dituju.

Para perantau ini membangun pemukiman dari generasi ke genarasi pada wilayah-wilayah yang dirasa dapat sesuai untuk meningkatkan sumber kehidupan mereka. Dimana wilayah tersebut sebagian besar berada di desa-desa, sebab didesalah dapat menanam segala macam tanaman seperti padi, jagung dan lainnya. Termasuklah salah satu lokasinya yang telah penulis lakukan yaitu di daerah desa Serdang.

Kehidupan masyarakat Batak Toba yang bermigrasi ke tempat tujuan saling berkaitan dengan adat-istiadat dan mata pencaharian, sehingga berpindah menjadi satu kebiasaan ataupun kebanggaan bagi mereka secara turun-temurun, maka secara perlahan terlihatlah pada kenyataannya sebagian besar orang Batak toba di kabupaten Tapanuli Utara, Tengah dan lainnya selalu berada di perantauan dari pada di kampung halamannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perantau Batak Toba yang terdapat di desa dengan serangkaian dorongan yang memaksa mereka untuk berpindah, sehingga menimbulkan berbagai tujuan dalam memperoleh manfaat bagi masa depan individu ataupun kelompok keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara. Sehingga hasil penelitian ini menjelaskan bahwa orang Batak Toba dapat mengembangkan budayanya dengan adanya system merantau dan mereka dapat bertahan hidup ditempat perantauan, dimana efek dari migrasi tersebut dirasakan dengan meningkatnya jumlah perantau Batak Toba di Desa serdang pada sekitar tahun 1954-1990.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..

UCAPAN TERIMA KASIH………

ABSTRAK……….

DAFTAR ISI……….

DAFTAR INFORMAN………... LAMPIRAN………..

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah……….1

1.2Rumusan Masalah………...9

1.3Tujuan dan Manfaat

Penelitian………...10

1.4Tinjauan Pustaka………

11

1.5Metode Penelitian………..


(11)

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SERDANG (1954-1990)

2.1 Topografi Desa Serdang……….. 18

2.2 Sistem Kemasyarakatan……… 23

2.2.1 Intern……….

24

2.2.2 Ekstern……… 29

2.3 Sistem Religi Masyarakat Batak Toba………. 30

2.4 Sistem Mata Pencaharian ……… 36

BAB III KEBERADAAN ORANG BATAK TOBA DI DESA SERDANG

3.1 Sebelum dan Sesudah Masuknya Orang Batak Toba di Desa Serdang…… 35

3.2 Interaksi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang………...32

3.2.1 Sikap Masyarakat Melayu Menerima Orang Batak ……… 41


(12)

3.2.2 Hubungan Masyarakat Batak Toba dengan penduduk setempat…. 41

3.3 Upaya Mendapatkan Lahan

………. BAB IV PERANAN ORANG BATAK

4.1 Pembangunan………. 46

4.1.1 Masuknya Listrik……… 47

4.1.2 Sarana Transportasi dan jalan……… 49

4.1.3 Pendidikan……… 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………. 54

5.2 Saran……….. 56

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN


(13)

ABSTRAK

Kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli serdang merupakan judul skripsi yang dapat diselesaikan dengan berbagai tahapan dalam penulisan sejarah, yang mana kajian tersebut mengenai migrasi atau perpindahan orang Batak Toba di kawasan desa Serdang belum pernah diteliti.

Semua manusia hampir pernah melakukan migrasi, perpindahan sesaat juga dapat diartikan sebagai migrasi, walaupun hanya berpergian dalam bentuk waktu yang relatif singkat. Orang Batak Toba telah lama dikenal sebagai perantau yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka tinggal dan dapat bertahan hidup dalam bidang pertanian. Sebab ciri khas masyarakat Batak Toba yang pergi melakukan perantauan adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di tempat yang akan dituju.

Para perantau ini membangun pemukiman dari generasi ke genarasi pada wilayah-wilayah yang dirasa dapat sesuai untuk meningkatkan sumber kehidupan mereka. Dimana wilayah tersebut sebagian besar berada di desa-desa, sebab didesalah dapat menanam segala macam tanaman seperti padi, jagung dan lainnya. Termasuklah salah satu lokasinya yang telah penulis lakukan yaitu di daerah desa Serdang.

Kehidupan masyarakat Batak Toba yang bermigrasi ke tempat tujuan saling berkaitan dengan adat-istiadat dan mata pencaharian, sehingga berpindah menjadi satu kebiasaan ataupun kebanggaan bagi mereka secara turun-temurun, maka secara perlahan terlihatlah pada kenyataannya sebagian besar orang Batak toba di kabupaten Tapanuli Utara, Tengah dan lainnya selalu berada di perantauan dari pada di kampung halamannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perantau Batak Toba yang terdapat di desa dengan serangkaian dorongan yang memaksa mereka untuk berpindah, sehingga menimbulkan berbagai tujuan dalam memperoleh manfaat bagi masa depan individu ataupun kelompok keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara. Sehingga hasil penelitian ini menjelaskan bahwa orang Batak Toba dapat mengembangkan budayanya dengan adanya system merantau dan mereka dapat bertahan hidup ditempat perantauan, dimana efek dari migrasi tersebut dirasakan dengan meningkatnya jumlah perantau Batak Toba di Desa serdang pada sekitar tahun 1954-1990.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Perpindahan penduduk (migrasi) pada dasarnya dapat dikatakan sebagai gerak pindah penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk mengadu nasib. Menurut Everett S. Lee, ada dua faktor yang terdapat di daerah asal maupun tujuan yang terkait dengan perpindahan penduduk, yaitu faktor positif dan negatif. Faktor positif yaitu faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut dan memberi nilai yang menguntungkan, misalnya daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, iklim yang baik. Sedangkan faktor negatif yaitu faktor yang menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut yang sudah ada pada nilai yang negatif, sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi

penduduk.1

- Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan pada daerah asal sehingga

menyebabkan migrasi ke daerah yang memiliki sumber-sumber kehidupan yang lebih memadai.

Terjadinya migrasi dapat disebabkan dengan beberapa hal yaitu :

- Berkurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal (misalnya tanah untuk

pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit), sehingga

1

Everett S.Lee, A Theory Of Migration, Analisa Migrasi Indonesia, Tanpa Tempat dan Penerbit, 1976, hal. 15.


(15)

kebanyakan para migran beralih ke daerah yang mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih luas.

- Adanya tekanan-tekanan pada bidang politik yang melanggar hak asasi

penduduk di daerah asal. Contohnya : kerusuhan dan demonstrasi besar-besaran pada era orde baru yang menuntut lengsernya kepempimpinan pemerintahan Soeharto sehingga menyebabkan kurangnya rasa aman bagi para penduduk setempat khususnya penduduk keturunan bangsa oriental berelokasi atau migrasi ke daerah yang lebih aman seperti di daerah Jawa Barat.

- Adanya tekanan pada perbedaan suku. Karena tidak adanya rasa saling

menghormati dan menghargai perbedaan kebudayaan antar suku maka mengakibatkan perselisihan antar suku yang kemudian menyebabkan terpecahnya integrasi sosial diantara dua suku.

- Alasan pendidikan dan perkawinan. Sama halnya dengan lapangan pekerjaan,

pendidikan dan perkawinan juga memegang peranan penting sebagai faktor penyebab terjadinya migrasi. Contohnya : dalam bidang pendidikan, kurangnya pendidikan di daerah terpencil yang sulit dijangkau menyebabkan sebagian orangtua menyekolahkan anaknya di kota besar yang tingkat dan fasilitas pendidikannya lebih maju dan memadai, dengan harapan anaknya mendapatkan masa depan yang lebih cerah. Sedangkan dalam faktor


(16)

perkawinan, ada anggapan bahwa seorang istri yang memiliki suami dari luar daerah harus ikut tinggal bersama dengan suami di daerah asal suaminya.

- Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim

kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.2

Begitu juga dengan proses migrasi masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang berasal dari Samosir, Dolok Sanggul, Parapat, Pangururan dan Porsea. Mereka bermigrasi ke Desa Serdang karena faktor keadaan lahan yang tidak mendukung di daerah asalnya. Selain itu jumlah penduduk yang semakin meningkat tidak sesuai dengan luasnya lahan yang tersedia, yang mana lahan mereka digunakan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal mereka. Hal ini membuat masyarakat Batak Toba berusaha mencari lahan baru yang lebih luas dan subur untuk dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sehingga pada akhirnya orang Batak Toba melakukan perpindahan ke daerah lain, salah satunya ke Desa Serdang.

Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang merupakan sebuah desa dengan keadaan alam yang menjanjikan. Banyaknya lahan dan ditambah dengan kondisi tanah yang sangat subur menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar untuk datang bahkan menetap di desa tersebut. Sebelum kedatangan masyarakat Batak Toba, Desa Serdang sudah terlebih dahulu dihuni oleh masyarakat suku

2

O.H.S Purba dan Elvis F. Purba, Migrasi Spontan Batak Toba(Marserak): sebab, motif dan akibat perpindahan dari dataran tinggi Toba, Medan: Monora, 1997, hal. 20.


(17)

Melayu. Mereka bertahan di desa ini dengan memanfaatkan lahan yang subur dan menjadikannya sebagai tempat untuk bercocok tanam.

Pada tahun 1930 telah terjadi bencana alam besar yang menimpa Desa Serdang, yaitu banjir bandang yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat desa. Rumah-rumah rusak dan tanaman yang mereka tanami terutama padi menjadi hancur serta gagal panen akibat banjir bandang tersebut. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat tidak hanya itu, lahan yang biasanya digunakan untuk tempat bercocok tanam tidak bisa digunakan untuk sementara waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mempunyai penghasilan seperti biasanya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.

Lambat laun keadaan ini membuat masyarakat suku Melayu yang mendiami Desa Serdang mulai meninggalkan desa mereka dan pindah ke daerah lain untuk memulai hidup baru. Sebagian besar masyarakat ada yang pindah ke Percut Sei Tuan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung, Perbaungan, dan Tanjung Morawa. Ada juga sebagian masyarakat yang tetap memilih tinggal di Desa Serdang

tersebut.3

Sepeninggalan masyarakat suku Melayu, Desa Serdang mulai terbengkalai dan menjadi hutan belantara. Bencana alam yang menimpa Desa Serdang dalam jangka waktu yang cukup lama, terutama karena tidak adanya sistem irigasi yang memadai mengakibatkan surutnya debit air akibat banjir bandang semakin lama. Kemudian

3


(18)

muncullah inisiatif dari pemerintah dalam menanggulangi bencana ini dengan membuat galian tanah menjadi sebuah aliran sungai yang saat ini dikenal orang dengan nama Sungai Serdang. Dengan dibuatnya Sungai Serdang, intensitas air di daerah ini semakin berkurang bahkan surut dan banjir pun tidak ada lagi. Ketika banjir bandang telah surut, orang-orang Melayu yang sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan desa tetap tidak berkeinginan datang kembali ke desa tersebut.

Pada tahun 1954, dua orang warga asal Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan datang ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Mereka adalah orang Batak Toba pertama yang melakukan migrasi dan kemudian menetap di desa tersebut bersama istri dan anaknya. Tersedianya lahan yang cukup luas dan lahan ini tidak diolah atau dimanfaatkan masyarakat sekitar desa menjadi salah satu faktor menarik sebagai daerah tujuan para migran.

Namun kedatangan pertama kali orang Batak Toba ke Desa Serdang ini mendapatkan kendala terutama soal keyakinan agama dengan orang Melayu. Sebagian masyarakat Melayu yang masih tetap memilih tinggal di desa tersebut menganut keyakinan agama Islam, sedangkan orang Batak Toba yang menjadi pendatang menganut keyakinan agama Kristen.

Orang Batak Toba terkenal dengan pintar berpolitik. Mereka kemudian memikirkan bagaimana cara untuk dapat tinggal di Desa Serdang yang lahannya subur tersebut. Salah satu cara yang dilakukan yang dilakukan itu ialah berpindah


(19)

keyakinan mereka, dari agama Kristen menjadi beragama Islam untuk mengikuti keyakinan orang Melayu yang menghuni desa itu. Dengan berpindahnya keyakinan orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan membuat mereka dengan mudah berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat di Desa Serdang. Setelah mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat Melayu dengan baik, akhirnya mereka menetap di Desa Serdang dan memulai kehidupan baru mereka menjadi warga Desa Serdang dengan bercocok tanam sebagai mata pencahariannya.

Seiring berjalannya waktu, orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan beranggapan bahwa Desa Serdang cocok dijadikan tempat tinggal mereka. Dengan giat dan penuh semangat orang Batak Toba bermarga Samosir dan Nainggolan mengelola lahan subur di Desa Serdang yang telah menjadi hutan belantara ini menjadi tempat untuk bercocok tanam sehingga akhirnya mereka menanam padi dengan hasil yang memuaskan. Berita keberhasilan mereka di tanah rantau kemudian di dengar oleh keluarga dan sanak saudara yang ada di kampung mereka masing-masing. Sehingga berdatanganlah saudara-saudara mereka dari kampung ke Desa Serdang bahkan memilih untuk tinggal juga di desa tersebut. Mereka secara bersama-sama membangun Desa Serdang tersebut dan setelah masuknya masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang ini, ada hal baru yang mereka (baik orang Melayu maupun Batak) dapatkan yaitu menjalin komunikasi dengan yang lain.


(20)

Sebelumnya dapat diketahui bahwa orang Melayu sangat mudah menjual tanahnya kepada orang Batak Toba tanpa adanya perdebatan ataupun perkelahian. Hal ini dikarenakan orang Melayu tidak mau tinggal ditempat yang sunyi, kebanyakan orang Melayu sangat suka tinggal ditempat yang ramai. Lalu akhirnya orang-orang Melayu banyak menjual tanahnya kepada para pendatang orang Batak Toba. Dalam masyarakat agraris, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting. Dalam sistem nilai Batak Toba, memiliki tanah terutama persawahan memberi status yang tinggi bagi mereka. Tanah merupakan lambang kekayaan dan

kerajaan.4

Dari peristiwa tersebut akhirnya orang Batak Toba ini komunikasinya kurang baik dengan masyarakat yang lainnya di Desa Serdang. Perlu diketahui juga bahwa transportasi ke Desa Serdang ini sangat jarang, sehingga dahulu masyarakat Batak Setelah beberapa tahun, ternyata jumlah penduduk masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang semakin meningkat, sehingga ada julukan “kampung orang-orang Batak”. Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang ini banyak sekali memelihara ternak hewan seperti : babi, anjing dan ayam. Akan tetapi ternak yang mereka pelihara ini sering sekali keluar dari kandangnya seperti babi, sehingga orang luar yang datang ke Desa Serdang tersebut menjadi ketakutan dan akhirnya pergi.

4


(21)

Toba yang berdomisili di Desa Serdang ketika melakukan perjalanan ke Batang Kuis pekan harus berjalan kaki. Jarak antara Desa Serdang ke Batang Kuis Pekan ± 6 km.

Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang bermata pencaharian di bidang pertanian yaitu dengan bercocok tanam. Mereka menanami lahan mereka dengan aneka tanaman pangan seperti ubi, jagung, sayur-sayuran dan yang paling dominan ialah padi. Hasil yang mereka peroleh dari menanam padi dan juga yang lainnya mereka jual ke pasar. Kehidupan mereka selalu serba cepat karena orang Batak Toba itu identik dengan kerja keras, sehingga mereka ingin berusaha melakukan yang terbaik termasuk bagi anak-anaknya.

Pada tahun 1990-an sudah mulai ada perkembangan yang terjadi di Desa Serdang, termasuk itu ialah mulai adanya televisi, perbaikan jalan dan lainnya, sehingga Desa Serdang ini mulai dikenal oleh masyarakat lain. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara

perorangan dengan kelompok manusia.5

Dari sejumlah permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Serdang, penulis membatasi waktu dalam penulisan skripsi ini, agar penulis dapat fokus terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul. Maka penulis memulai dari tahun 1954. Dimana pada tahun tersebut masyarakat Batak Toba sudah

5

Muhammad Abduh, SH., Pengantar sosiologi, Medan : Fakultas Hukum USU, 1984, hal. 128.


(22)

ada di Desa Serdang dan menjadikan corak kehidupan bagi masyarakat tersebut. Sedangkan penulis mengakhiri tahun 1990, karena pada tahun ini Desa Serdang sudah berkembang dan suku Batak Toba sudah menyebar ke Sungai Tuan, Batang Kuis dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis memilih beberapa permasalahan pokok dari kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang 1954–1990. Agar dapat mengetahui hal-hal apa saja yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah penelitian.

Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis perlu untuk membuat pokok permasalahan yang dianggap penting dalam studi sejarah dan untuk mempermudah penulisan ini agar dapat mencapai penelitian yang objektif, maka perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian yang berjudul “Migrasi Batak Toba ke Desa Serdang (1954-1990)” memiliki beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji antara lain:

1. Bagaimana kondisi Desa Serdang sebelum tahun 1954?

2. Bagaimana awal kedatangan Suku Batak Toba yang bermigrasi ke Desa

Serdang?

3. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba di Desa


(23)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum, masa lampau manusia memang tidak dapat ditampilkan kembali secara utuh, melainkan perlu dipelajari sebagai aktifitas kehidupan manusia yang mampu mengharapkan suatu pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses serta pengaruh terjadinya perpindahan orang Batak Toba ke Desa Serdang yang awalnya bermukim orang Melayu hingga dampak masuknya orang Batak Toba serta pengaruh sosial budaya didalamnya.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi Desa Serdang sebelum tahun 1954.

2. Untuk mengetahui awal kedatangan Suku Batak Toba yang bermigrasi ke

Desa Serdang.

3. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba di

Desa Serdang.

Sedangkan manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai proses masuknya orang

Batak Toba di Desa Serdang,

2. Secara akademik penulisan ini dapat menambah literatur dalam penulisan

sejarah mengenai tentang proses masuknya suku Batak Toba di Desa Serdang.


(24)

3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis memadukan semua informasi dilapangan, sesuai dengan kenyataan yang ada, berdasarkan pengalaman dan sumber– sumber yang akurat dengan menggunakan beberapa buku-buku yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian sebagai pendukung. Dalam hal ini buku-buku yang digunakan antara lain :

Dalam bukunya O. H. S Purba dan Elvis F.Purba yang berjudul “Migrasi

Spontan Batak Toba (Marserak): sebab, motif dan akibat perpindahan penduduk dari daratan tinggi Toba” menjelaskan bahwa perpindahan orang Batak Toba dari daerah dataran tinggi Toba disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor pendorong dan faktor penarik baik dari daerah asal maupun daerah yang dituju.

Masih dalam buku yang sama dijelaskan, bahwa faktor yang dominan bagi etnis Batak Toba bermigrasi adalah faktor alam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebahagian besar tanah Batak, yang berada di punggung bukit, pada umumnya gersang dan bergunung–gunung sehingga tidak mungkin dapat dijadikan lahan pertanian yang cukup menjanjikan. Pengertian lahan pertanian yang dimaksud itu ialah untuk melakukan perluasan areal akan mendapatkan hambatan yang rumit dari tata letak tanah tersebut. Jadi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka pergi merantau ke daerah lain. Disamping dominannya faktor alam juga salah satunya


(25)

adalah faktor pendidikan, dimana pada masa colonial orang-orang Batak Toba mendapatkan pendidikan Barat yang notabennya tidak mengerjakan lahan pertanian, mereka lebih suka menjadi pegawai karena memiliki penghasilan yang terjamin serta memberikan status sosial yang tinggi.

Menurut Koenjaraningrat dalam bukunya “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia”, memberikan penjelasan tentang kebudayaan Batak bahwa orang Batak khususnya orang Batak Toba prasarana yang menghubungkan dan memperkenalkan orang Batak dengan dunia luar adalah sarana jalan yang sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan.

Jaringan jalan-jalan raya telah mencapai sampai daerah-daerah pelosok

sehingga memudahkan orang Batak Toba untuk berintegrasi dengan dunia luar.6

6

Koenjaraningrat, Manusia dan kebudayaan Indonesia , Medan : Djambatan. 1988, hal. 94.

Telah banyak orang Batak Toba melakukan migrasi keberbagai daerah seperti daerah Langkat,Deli,Serdang dan kota Medan.

Perpindahan orang Batak Toba keluar Daerah dalam jangka 40 Tahun bertambah hamper tiga kali lipat. Dan dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana kehidupan orang Batak Toba, pola pemukiman, mata pencaharian, sistem

kekerabatan, sistem religi di bonapasogit sebelum mengadakan perpindahan ke


(26)

Luckman Sinar dalam bukunya “Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di Sumatera Timur“, dalam buku ini menjelaskan tentang Kerajaan Serdang. Nama “Serdang” berasal dari nama sebuah pohon Serdang,daunnya dipergunakan untuk atap rumah. Berkisar pada Tahun 1723 terjadi perang suksesi perebutan tahta di Deli. Maka salah seorang putera dari Tuanku Panglima Paderap, bernama Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah,bergelar kejeruan Junjongan (1713-1782) tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli.Tuanku umar selaku putera gahara (permaisuri) menurut adat prioritas pertama menjadi raja, maka terjadi konflik dalam perebutan dengan abangnya yaitu panglima Pasutan, karena ia masih kecil menderita kekalahan lalu diusingkan bersama ibunya, Tuanku Puan Sampali, (permaisuri) pindah dan mendirikan Kampung Besar Serdang. Peristiwa perpindahan ini berkisar pada Tahun 1723.

Dr. Usman Pelly dalam bukunya mengenai “Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan Kesultanan Langkat, Deli dan Serdang“ dalam buku ini menjelaskan tentang mulai adanya kesultanan Serdang itu dan sampai kepada pemerintahannya serta pemekaran wilayah. Dalam buku ini juga menjelaskan mengenai sebahagian jumlah penduduk melayu. Dimana orang melayu lebih suka menetap di daerah-daerah pantai/pesisir.

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, hubungan sosial dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi, hal ini dapat dilihat pada masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Hubungan antar individu dalam


(27)

masyarakat diwujudkan dalam bentuk kerjasama, gotong - royong. Masyarakat dapat berinteraksi dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya selama tidak terjadi konflik yang serius, karena seringkali konflik yang terjadi juga memutuskan jalan interaksi dalam masyarakat.

Seluruh sarana dan prasarana seperti prasarana perhubungan, sarana komunikasi dan fasilitas media masa diarahkan agar dapat menunjang pembangunan desa. Masuknya media komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya. Salah satu usaha untuk

meningkatkan kesejahteraan penduduk adalah meningkatkan pemakaian listrik7

7

Sugiarto Dakung, Dampak Listrik Masuk Desa cisande, kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, hal 1.

. Merupakan pendapat dari Sugiarto Dakung dalam bukunya yang berjudul “Dampak Listrik Masuk Desa di Desa Cisande, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi”. Dalam penelitian ini juga dapat diketahui sejauh mana listrik mempengaruhi kehidupan masyarakat desa Serdang dan dampaknya bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara umum. Masyarakat telah mengetahui manfaat listrik bagi kehidupan mereka jauh sebelum listrik masuk desa, sebab sebelumnya sekelompok kecil masyarakat telah menikmati sumber daya listrik secara terbatas. Saat itu manfaat listrik tidak benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat penggunanya karena hanya penggunaan sebuah listrik swasta hanya 6 jam sehari.


(28)

Kemudian setelah listrik PLN masuk di desa Serdang diawal tahun 1980 an, masyarakat secara bertahap mulai menikmati manfaat dari listrik dengan lebih leluasa, karena mereka telah memiliki listrik dirumah masing - masing, kecuali bila terjadi pemadaman oleh pihak PLN.

1.5 Metode Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merekonstruksi sejarah dan

menghasilkan sebuah karya sejarah yang bernilai ilmiah,sehingga tahapan demi tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Untuk itu dalam merekonstruksi masa lampau pada objek yang ditulis tersebut dipakai metode sejarah dengan mempergunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa

lampau.8

Langkah pertama yang dilakukan adalah Heuristik, yaitu mencari dan

mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dan menjadi bahan penelitian. Sumber-sumber penelitian dapat berupa tulisan maupun lisan yang diperoleh

Metode penelitian sejarah juga merupakan proses kerja yang memperlihatkan tahap - tahap, mulai dari yang teoritis sampai pada pelaksanaan teknis yang dilakukan pada masa penelitian. Tahap - tahap yang harus dilakukan dalam metode sejarah adalah:

8

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hal. 32.


(29)

dilapangan/tempat berlangsungnya penelitian. Sumber yang berbentuk tulisan biasanya berupa dokumen/arsip, buku, dan sebagainya yang tersaji dalam tulisan. Sedangkan sumber lisan dapat diperoleh melalui proses wawancara dengan narasumber yang mengetahui betul tentang permasalahan yang diteliti oleh penulis.

Wawancara sangat penting dilakukan apalagi bila sumber tertulis sangat minim dilapangan. Penulis juga perlu melakukan observasi secara langsung kelapangan atau lokasi objek penelitian yaitu dengan mengamati kondisi masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Dengan begitu penulis akan mendapat gambaran yang nyata tentang penelitian, untuk mengetahui sejauh mana dampak dari perubahan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan membandingkannya dengan keterangan para saksi dan keterangan dari data - data yang ada. Data-data diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat yang ada disekitar tempat penelitian maupun instansi yang dianggap mengetahui dan memahami tentang proses migrasi Batak Toba ke Desa Serdang.

Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik sumber. Kritik sumber

merupakan kegiatan yang mempertanyakan, menilai bahan-bahan yang sudah terkumpul dapat dipercaya baik dari segi materi maupun isi dan memang dapat dipercaya kebenarannya. Kritik sumber dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui apakah sumber benar-benar asli


(30)

susunan kata, memperhatikan tanggal, dan sebagainya. Kritik ekstern merupakan kritik yang dilakukan terhadap tampilan luar sumber.

2. Kritik intern dilakukan setelah kritik ekstern, dimana penulis

mempertanyakan kebenaran isi dari sumber, apakah dapat diterima sebagai kenyataan. Membandingkan kesaksian narasumber dengan sumber-sumber tertulis. Sebaliknya mencermati narasumber, apakah masih layak didengar kesaksiannya. Melalui kritik sumber akan mendapati fakta sejarah.

Langkah yang ketiga adalah interpretasi. Disini, penulis menafsirkan dengan menguraikan (menganalisa) fakta - fakta yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya dengan tujuan untuk memperoleh fakta yang memiliki arti. Penulis dapat memahami situasi pada masa penelitian dengan berdasarkan pada fakta-fakta yang telah disimpulkan. Pada tahap ini penulis dihadapkan pada pemahaman terhadap sumber yang telah ada dan sekaligus merangkainya dalam uraian yang kronologis.

Langkah yang keempat adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian atau sumber-sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berarti secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan kedalam skripsi, dan menghasilkan sebuah tulisan yang baik dan mudah dimengerti.


(31)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1Topografi Desa Serdang

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan.

Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu Kota Medan yang menjadi ibukota Propinsi Sumatera Utara. Kota Binjai dan Kota Tebing Tinggi disamping berbatasan dengan beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Langkat, Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km² yang terdiri dari 33 kecamatan dan 902 kampung.

Daerah ini sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun 1970an mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena Kota Medan, Tebing


(32)

Tinggi dan Binjai yang berada di daerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta atau mengadakan perluasan daerah sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km².

Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahan karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah Kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera ± 30 km dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.

Tahun 2004 kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara geografis maupun administrasi pemerintahan. Setelah adanya pemekaran daerah dengan lahirnya kabupaten baru yaitu Kabupaten Serdang Bedagai sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah maka luas wilayahnya sekarang menjadi 2.497,72 km² terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan yang terhampar mencapai 3.34 % dari luas Sumatera Utara.

Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, hindu dan Budha dengan total jumlah


(33)

penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya (LPP) sebesar 2,74 % dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa/km².

Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang tercantum dalam lambang daerahnya adalah “Bhineka Perkasa Jaya” yang memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras dan golongan bersatu dalam kebhinekaan secara kekeluargaan dan gotong royong membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.

Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak diantara 2°57’-3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’-99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km² dari luas Propinsi Sumatera Utara dengan batas sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Desa Serdang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Desa ini terletak di sekitar bantaran sungai yang jaraknya dari Batang Kuis Pekan ke Desa Serdang ± 6 km, dan dari Bandara Kuala Namu ke


(34)

Desa Serdang sekitar ± 6 km, sementara jarak dari Medan ± 24 km. Adapun batas-batas wilayah Desa Serdang yaitu sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Tengah Kecamatan Pantai Labu.

b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Sidorip/Durian Kecamatan Pantai

Labu.

c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Baru/Paya Gambar Kecamatan

Batang Kuis.

d. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Aras Kabu Kecamatan Beringin.

Desa Serdang berada di dataran rendah dengan ketinggian 1 sampai dengan 8 meter di atas permukaan laut yang curah hujannya 200 mm, dengan ketinggian tersebut dapat dijadikan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian. Sehingga struktur atau bentuk permukaan laut dan produktivitas tanah dapat dikatakan baik sebagai tempat pertanian dan memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami tanaman lain seperti tanaman ubi, jagung, sayuran dan padi, oleh sebab itulah di Desa Serdang terdapat tumbuh-tumbuhan yang hijau. Desa Serdang memiliki iklim sub-tropis dengan 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh 2 angin yang terdiri dari angin gunung yang membawa udara panas sedangkan angin laut membawa udara lembab. Pada tahun 1954 curah hujan masih dapat diprediksi, tetepi sekarang curah hujan tidak dapat diperidiksi lagi, Curah hujan yang menonjol pada tahun 1954 yaitu pada bulan November–Juni sedangkan musim kemarau pada bulan Juni–Oktober.


(35)

Menurut data yang di peroleh dari kantor Kepala Desa berdasarkan Luas pemukiman Desa Serdang 10 ha/m², luas persawahan 275 ha/m², luas perkebunan 14 ha/m², luas pekarangan 8 ha/m², luas tanah sawah tadah hujan 275 ha/m². Ada pun iklim yang berada di Desa Serdang seperti curah hujan 200 Mm dan jumlah bulan

hujan ada 3 bulan. Kelembapan 1,5 dan suhu rata-rata harian itu ada 28,6°C.9

Pada tahun 1954 tanah di Desa Serdang masih berupa tanah rawa-rawa, rendah dan datar, sehingga masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Serdang tersebut menjadikan tempat itu sebagai lahan pertanian di dataran rendah dan sebagian besar lahan untuk perumahan penduduk ditimbun agar menjadi tempat tinggal dan terhindar dari banjir. Desa serdang memiliki suhu rata-rata harian yaitu

28,6 0C yang beriklim subtropis, sehingga mengakibatkan hujan. Dengan adanya

hujan maka lahan di desa ini ditanami tanaman yang berupa padi, sayuran dan pohon-pohon.

Terdapat juga keadaan alam di Desa Serdang ini yang sangat indah bila dipandang oleh mata, seperti adanya sungai yang mengalir begitu deras ditambah lagi jembatan kereta api yang berada melintasi sungai tersebut. Dan jalan kecil disamping jembatan itu terbuat dari papan dan sekarang papan tersebut sudah mulai lapuk. Oleh karena itu masyarakat yang datang dari luar menjadi ketakutan ketika melewati jalan kecil tersebut, tetapi masyarakat yang berada didesa serdang tidak ketakutan melewati jembatan tersebut, sebab hal ini bagi mereka sudah terbiasa. Keadaan alam

9


(36)

yang ada di Desa Serdang sangat lah sejuk dan penuh dengan peghijauan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya padi yang bertebaran di desa Serdang.

Selain dari pada prasarana jalan, sarana transportasi juga jarang sekali ada, bahkan pada tahun 1954 belum ada kendaraan yang beroda dua ataupun beroda tiga dan empat. Sehingga pada tahun 1954 masyarakat yang berada di Desa Serdang, ketika melakukan perjalanan ke Batang Kuis hanya berjalan kaki saja dan perjalanan mereka tidaklah dekat selangkah, melainkan jaraknya sekitar 6 km bahkan lebih yang mereka tempuh.

2.2 Sistem Kemasyarakatan

Penulis menggunakan kata sistem kemasyarakatan dalam pembahasan bukan sistem kekerabatan, hal ini disebabkan karena sistem kemasyrakatan itu adalah keseluruhan dari struktur sosial masyarakat, sedangkan sistem kekerabatan itu hanya membahas tentang pergaulan hidup. Seperti garis keturunan yang terlihat dari silsilah marga. Dengan berkembangnya kemajuan zaman mengakibatkan kata pergaulan hidup semakin meluas dalam hal sistem kemasyarakatan. Oleh sebab itu digunakanlah penulisan kata itu menjadi sistem kemasyarakatan. Suatu masyarakat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal tertentu. Masyarakat yang mempunyai tempat tinggal tetap biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai


(37)

pengaruh kesatuan tempat tinggalnya.10

2.2.1 Intern

Masyarakat yang mendiami suatu tempat tinggal akan menjalin komunikasi dengan masyarakat lainnya karena pada umumnya masyarakat adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang terdapat sistem kemasyarakatan yang meliputi intern dan ekstern.

Dalam masyarakat Batak Toba di Desa Serdang tidak terlepas dengan yang namanya komunikasi. Salah satu komunikasi yang diterapkan dalam sistem kemasyarakatan suku Batak Toba di Desa Serdang ialah adanya serikat tolong menolong (STM). Serikat tolong menolong tujuannya untuk menggalang kerjasama dan kebersamaan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menimpa warga, khususnya yang berhubungan dengan masalah kematian. STM ini dapat dilihat dari sejumlah uang yang terkumpul baik secara sukarela maupun secara wajib yang akan disumbangkan/diberikan kepada anggota masyarakat yang terkena musibah kematian atau dalam bentuk peralatan yang dibutuhkan untuk suatu acara pesta. Dengan adanya STM ini terlihatlah solidaritas dari sesama warga masyarakat yang sepenanggungan untuk bekerja secara bersama-sama (gotong-royong) dalam melaksanakan dan mengerjakan sesuatu.

Penelitian ini mengangkat tentang STM yang terbentuk atas dasar kesamaan suku dan agama yang berada pada wilayah yang sama. Dalam hal ini adalah sesama

10


(38)

suku Batak Toba dan beragama Kristen terkait dengan keberadaan suku Batak yang merupakan pendatang di Desa Serdang yang memiliki suku asli adalah suku Melayu, maka aspek budaya yang menuntut mereka untuk mencari/berkumpul dengan sesama suku Batak sebagai makhluk sosial. Sebagai pendatang di Desa Serdang mereka terdesak oleh situasi lingkungan yang baru, agar dapat bertahan mereka harus menyatukan diri dalam satu wadah dalam hal ini adalah STM. Dengan harapan sesama anggota dapat hidup saling kenal, saling menolong dan hidup harmonis.

Adapun bentuk kepercayaan diatas dapat diartikan sebagai bentuk saling percaya antara anggota kelompok yang didasari dengan pengharapan melalui anggota STM agar saling menguntungkan dalam hal moril maupun materil. Harapan yang dimaksud menunjuk pada sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang melalui tindakan nyata yang dilakukan oleh setiap anggota terhadap anggota yang lain yang sedang membutuhkan pertolongan. Sehingga hal tersebut akan memperkuat rasa saling percaya antara anggota STM.

Jaringan sosial dalam STM yang didasari oleh hubungan sosial antar individu karena adanya kesamaan agama serta diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat mampu membentuk kerja sama dan rasa sepenanggungan diantara anggotanya. Melalui jaringan sosial setiap anggota saling mengingatkan, saling menginformasikan, saling membantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah yang akan lebih mudah diselesaikan bersama-sama dengan anggota yang lain dari pada bekerja sendiri. Selain STM dalam sistem kemasyarakatan di Desa Serdang terdapat juga


(39)

sistem kekerabatan. Orang Batak Toba dalam hidup merantau akan mencari keluarga baru di daerah rantau atau lebih mencari hubungan kekerabatan. Demikian juga di Desa Serdang, jika seseorang yang baru datang dari daerah akan ditanyakan marga agar dapat dimengerti partuturon (menentukan kedudukan dalam hubungan

kekerabatan). Karena ada istilah dalam masyarakat Batak Toba:“ Jalo tinitip sanggar

laho bahen huruhuran, jalo sinungkun marga asa binoto partuturan “ yang berarti lebih dahulu ditanyakan marga untuk mengetahui apakah yang bersangkutan sebagai ”dongan sabutuha, hula-hula atau boru” sehingga dapat diketahui kedudukannya. Hubungan komunikasi dengan sesama orang Batak cukup terjalin dengan akrab, ini terlihat jika ada acara adat seperti perkawinan, kematian, dan kelahiran maka orang Batak Toba akan datang dan sudah mengetahui kedudukannya dalam adat, sehingga membantu secara bersama-sama. Setiap orang Batak Toba dalam pesta adat

mempunyai kedudukan dalam suatu pesta seperti hula-hula, boru dan donggan

sabutuha. Kedudukan mereka dalam adat diterima secara sukarela, hal ini menunjukkan hubungan sesama orang Batak Toba lebih mengandalkan Dalihan Na

Tolu.Pemeliharaan hubungan baik antara kelompok-kelompok kerabat tertentu sering

menjadi alasan bagi perkawinan. Perkawinan orang Batak adalah perkawinan dengan orang di luar marganya sendiri. Artinya perkawinan semarga sangat terlarang.

Kalau perlakuan itu dilakukan oleh mereka yang masih sangat dekat hubungannya atau generasi mereka kurang dari enam sundut, maka keduanya dihukum usir dari huta, dibuang dari rumpun marganya. Tetapi kalau sumbang itu


(40)

dilakukan mereka yang sudah jauh pertalian kekeluargaannya berdasarkan sundut, misalnya sudah lebih dari 7 generasi, maka dicari jalan dengan manompas bongbong. Maksudnya agar perdamaian diantara kedua kelompok yang terlibat tetap terpelihara. Dengan pesta besar dilakukan upacara manompas bongbong, akhirnya timbul marga-marga baru.11

Dalam adat masyarakat Batak Toba proses perkawinan itu harus melalui tahapan-tahapan. Ketika kedua muda-mudi sudah seiya sekata untuk menikah, maka masing-masing memberitahukan kepada orang tuanya. Kemudian pihak laki-laki

Sistem perkawinan yang ideal, yang dilakukan sejak dahulu kala ialah marboru ni tulang. Latar belakang perkawinan semarga dilarang itu disebabkan, agar partuturan (hubungan kekerabatan ) tidak menjadi kacau dan terbalik-balik dan hubungan sosial di dalam masyarakat tidak menjadi rusak. Orang yang mariboto terikat kepada pantangan yang sangat kuat. Mereka tidak boleh berbicara secara bebas dan tidak boleh memanggil nama satu sama lain. Kalau memanggil nama harus memakai kata penghalus hamu (kamu) atau halak (orang). Kalau laki-laki hendak memanggil saudaranya perempuan tersebut, dia memanggil nama anaknya (kalau sudah punya anak), misalnya nai mawan (ibu si mawan). Demikian juga sebaliknya, perempuan memanggil nama anak terbesar dari saudara laki-laki tersebut. Pemanggilan dengan memakai nama anak ini merupakan adat kebiasaan orang Batak dan dianggap sebagai kehormatan status.

11


(41)

menyuruh utusannya, yaitu borunya beberapa orang untuk menyampaikan pinangan dan membicarakan berapa kira-kira tuhornya. Pembicaraan tuhor mula-mula dilakukan oleh golongan boru dari kedua belah pihak, dinamakan marhusip (berbisik membicarakan tuhor, belum boleh diketahui umum, jadi harus dengan berbisik-bisik). Didalam marhusip selalu terjadi tawar-menawar adat soal tuhor, yang dibicarakan itu ialah panjuhuti (daging untuk pesta), jumlah ulos yang akan diberikan pihak hula-hula, jumlah undangan kedua belah pihak, tempat pesta, dan lain-lain. Setelah prinsip dasar perkawinan itu disetujui oleh kedua belah pihak, maka dipilih hari baik untuk pelaksanaan pesta perkawinan.

Pada zaman dahulu penentuan hari perkawinan diserahkan kepada datu (dukun), yang disebut maniti ari (memilih hari baik). Sekarang itu tidak ada lagi. Dahulu pengantin memulai hidup berumah tangga dengan tinggal satu minggu dirumah perempuan. Setelah satu minggu baru mereka berangkat kerumah pengantin laki-laki untuk seterusnya diantar oleh kaum ibu. Kemudian upacara maningkir tangga rumah hela (menantu laki-laki) dan putrinya, dilakukan oleh pihak hula-hula setelah satu minggu kemudian. Setelah kedatangan hula-hula ini, maka pengantin baru bebas mengunjungi rumah keluarga istri, dinamakan paulak une. Semua upacara ini dilakukan dalam rangkaian upacara perkawinan. Setelah upacara ini dilakukan, maka kedua belah pihak bebas saling mengunjungi secara biasa di luar kunjungan adat. Selama hula-hula belum datang maningkir tangga, kedua pengantin tidak boleh pergi ke rumah pihak istri atau ke kampung asal istri.


(42)

Perubahan yang terjadi sekarang ialah maningkir tangga, pulak une maupun

marune (berangkat kerumah laki-laki langsung dari pesta perkawinan) sudah

disatukan pelaksanaannya selama satu hari di dalam gedung pesta. Sehingga sebagai formalitas saja, tidak sungguh-sungguh seperti dahulu, hanya mempertahankan unsure adat. Penyebab perubahan yaitu bahwa semakin timbul kesadaran orang bahwa pesta perkawinan seperti dahulu menghabiskan banyak waktu dan biaya. Bagi mereka yang tinggal di perantauan, misalnya di Jakarta, dan kawin di Desa Serdang, waktu perkawinan harus dilaksanakan dengan cepat dan singkat, karena si pengantin laki-laki harus segera kembali ke Jakarta untuk bekerja. Karena itu seluruh unsur-unsur adat perkawinan tidak dapat dituruti lagi.12

12

Wawancara, pak Suhut Parhusip Nainggolan, Desa Serdang, 11 Oktober 2013.

2.2.2 Ekstern

Dalam sebuah kehidupan masyarakat tidak terlepas dengan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain. Hubungan yang dimaksud ialah adanya interaksi guna terjalinnya kehidupan yang harmonis dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sebagai makhluk sosial di dalam masyarakat. Seperti halnya yang terjadi di Desa Serdang, dimana keragaman etnis yang terdapat di Desa Serdang memiliki masyarakat yang majemuk.


(43)

Keragaman etnis yang ada didaerah Desa Serdang ialah Melayu, Jawa, Batak Toba dan Karo. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Batak sangat terkenal dengan nada bicara yang kasar dan keras yang terbawa dari daerah asalnya dan sampailah ditempat tinggalnya sekarang, oleh sebab itu didalam masyarakat orang Batak Toba yang berada di daerah Desa Serdang selalu beradu pendapat ketika terjadi suatu permasalahan mengenai lahan yang ingin dikuasai. Agar tidak semakin besar

permasalahannya, maka mereka membangun kampung lainnya yaitu adanya

kampung sumur, kampung karo, dan kampung mesjid yang letaknya tidak jauh dari Desa Serdang. Dengan adanya kampung sumur, kampung karo, dan kampung mesjid tidak menjadikan orang Batak Toba tersebut berselisih paham, melainkan interaksi mereka tetap terjaga dengan baik antara yang satu dengan yang lainnya.

2.3 Sistem Religi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang

Sistem religi merupakan semua aktivitas manusia yang mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Sistem religi juga berhubungan dengan kepercayaan dan agama. Secara sederhana agama merupakan pegangan hidup agar tidak menyimpang. Tapi bagi orang-orang yang beraliran komunis mungkin agama hanya merupakan candu yang tidak membawa dalam kemajuan atau kehidupan yang sempurna. Kepercayaan dan agama ini memiliki perbedaan, dimana kepercayaan itu lahir dari adanya kesadaran akan kekuatan supranatural, seperti kepercayaan terhadap roh nenek moyang, dewa - dewa, kekuatan alam, ilmu gaib dan lain - lain. Sedangkan agama itu adalah keyakinan yang mutlak dan harus diterima


(44)

oleh umatnya yang berisi pedoman - pedoman tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan dan menuntun umatnya agar memperoleh keselamatan di dunia dan di surga.

Masyarakat yang ada di Desa Serdang pada umumnya menganut agama Kristen, Islam, Katholik dan sebagian lagi ialah kepercayaan Parmalim. Dahulu kepercayaan Parmalim yang ada di Desa Serdang hanya ada 2 keluarga, akan tetapi sekarang tinggal 1 keluarga. Hal ini disebabkan orang tua dari salah satu keluarga tersebut meninggal dan hanya tinggal anaknya saja yang masih hidup, lalu anak-anaknya masuk ke agama Kristen. Sampai sekarang agama parmalim masih bertahan hanya 1 keluarga saja di Desa Serdang.

Kedatangan masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang membawa pengaruh agama yang mereka anut dari daerah asal mereka masing-masing. Agama yang dianut oleh masyarakat Batak Toba mayoritasnya adalah Kristen dan Katholik yang beribadah ke gereja.


(45)

Tabel I

Jumlah pemeluk agama di Desa Serdang kecamatan Beringin

Agama Laki – laki Perempuan

ISLAM 160 Orang 147 Orang

KRISTEN 900 Orang 949 Orang

KATHOLIK 323 Orang 300 Orang

JUMLAH 1283 Orang 1296 Orang

Sumber data: Kantor Kepala Desa Serdang

2.4 Sistem Mata Pencaharian

Pada umumnya Desa Serdang merupakan salah satu daerah lahan pertanian, dimana masyarakat yang tinggal didaerah ini hidup dari sektor pertanian. Dengan kata lain bertani merupakan mata pencaharian utama dari Desa Serdang tersebut. Pada awalnya Desa Serdang ini dibuka oleh masyarakat Melayu, tetapi pada tahun 1930 terjadi bencana alam yaitu banjir bandang yang mengakibatkan sebagian masyarakat Melayu berpindah ke daerah lain, seperti: Percut Seituan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung dan Perbaungan. Sehingga didaerah Desa


(46)

Serdang tersebut menjadi lahan yang kosong ataupun dapat dikatakan bahwa Desa Serdang tersebut menjadi hutan.

Pada waktu daerah Desa Serdang itu menjadi hutan, maka ada 2 orang Batak yang bermarga Samosir dan nainggolan, mereka melihat bahwa lahan yang ada di Desa Serdang yang hutan atau rawa-rawa sangat cocok dijadikan lahan pertanian untuk ditanami segala jenis tanaman, seperti: jagung, sayuran,dan yang peling dominan ialah padi.

Kemudian sesudah orang Batak tersebut membuka lahan pertanian diajaklah sebagian orang Batak yang berasal dari kampung halaman mereka yaitu samosir untuk bermigrasi ke Desa Serdang, agar dapat memperbaiki kehidupan ekonomi mereka. Sehingga dengan bermigrasi orang Batak ke Desa Serdang maka desa tersebut lebih dominan dihuni oleh masyarakat Batak Toba.

Pada tahun 1954 mulai dibuka Desa Serdang yang dulunya rawa-rawa menjadi lahan pertanian. Masyarakat Desa Serdang pada tahun 1954 masih mengandalkan air dari sungai untuk mengairih sawah mereka, agar dapat ditanami padi, karena keadaan alam dan letak sawah atau ladang mereka berada dekat dengan pinggiran sungai, sehingga memudahkan masyarakat Desa Serdang tersebut untuk menanam padi. Pada tahun 1954 masyarakat Desa Serdang tersebut menanam padi dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti: cangkul, tajak, sabit, dan untuk membajak sawah yaitu kerbau agar dapat ditanami padi.


(47)

Namun setelah mengalami perkembangan masyarakat Batak yang berada di Desa Serdang ini mengganti sistem peralatan yang dulunya mereka pergunakan alat sederhana seperti cangkul, tajak, sabit dan kerbau menjadi tenaga mesin seperti jetor. Hasil pertanian mereka pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sebagian juga dijual. Setelah mereka menggunakan tenaga mesin, akhirnya membawa dampak yang cukup baik dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Selain menanam padi, masyarakat Desa Serdang juga menanam tanaman palawija, seperti sayur-sayuran dan cabai yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka dan hasilnya mereka jual ke pasar. Selain bertani masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang juga melakukan kegiatan berdagang. Berdagang juga merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang.

Pada tahun 1980 an masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang mulai mengalami perubahan, baik itu dari segi kehidupan sehari-hari dan juga pekerjaan mereka setiap harinya. Terlebih lagi setiap tahun jumlah penduduk yang ada di desa Serdang semakin bertambah dan sebagian pergi dari desa tersebut untuk menambah wawasan mereka ditempat perantauan. Sebelum tahun 1954 orang melayu yang tinggal di desa Serdang diperkirakan sekitar 3308 orang, sedangkan Pada tahun

sekarang orang melayu yang ada di Desa Serdang sekitar 271 orang.13

13

Wawancara, Abdul Malik, Desa Serdang, 20 agustus 2013.


(48)

Sehingga dilihat dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa orang melayu sekarang jumlah penduduknya tidak sebanding dengan tahun sebelum datangnya Batak Toba di Desa Serdang.


(49)

BAB III

KEBERADAAN ORANG BATAK TOBA DI DESA SERDANG 3.1 Sebelum Dan Sesudah Masuknya Orang Batak Toba di Desa Serdang

Keberadaan kerajaan Serdang ini sebagai salah satu kerajaan Melayu di pesisir pantai Timur Sumatera Utara dan tidak terlepas dari kerajaan Deli. Kerajaan Serdang secara Historis berasal dari keturunan yang sama dengan kerajaan Deli. Kedua kerajaan ini mengakui bahwa leluhur mereka adalah panglima Gocah Pahlawan.

Lahirnya kerajaan ini disebabkan oleh konflik perebutan tahta kerajaan yang terjadi di Deli antara keturunan Tuanku Panglima Paderap. Konflik bersaudara ini diawali dari pengambil alihan mahkota kerajaan oleh tuanku Pasutan yang merupakan putera kedua dari tuanku Panglima Paderap. Berdasarkan adat melayu, putera bungsu

Tuanku Panglima Paderaplah yang lebih berhak memimpin kerajaan Deli.14 Hal ini

dikarenakan Tuanku Umar , putera bungsunya tersebut merupakan putera gahara (permaisuri) yang bernama tuanku Puan Sampali. Pada saat peristiwa tersebut terjadi, Tuanku Umar belum cukup umur sehingga mengalami kekalahan akibat perebutan tersebut. Akibatnya dari kekalahan tersebut Tuanku Umar dan permaisuri

(ibundanya) pindah dan mendirikan kampung besar (Serdang).15

14

Ichwan Azhari, Jejak Sejarah Dan Kebudayaan Di Sumatera Utara, Medan: Badan Perpustakaan Arsip Dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2009.

15

Kampung Besar terletak di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.


(50)

Pada awalnya Desa Serdang ini dihuni oleh orang Melayu sekitar tahun 1723, namun dengan kurun waktu selama 207 tahun orang melayu mendiami Desa Serdang. Perlahan-lahan orang melayu tidak mendiami Desa Serdang lagi, hal ini disebabkan oleh adanya terjadi suatu bencana alam yaitu: Banjir bandang sekitar tahun 1930. Faktor inilah yang menyebabkan mereka harus berpindah tempat tinggal dari Desa Serdang ke daerah lain, seperti: Percut Sei Tuan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung dan Perbaungan. Sehingga daerah Desa Serdang itu menjadi kosong atau hutan. Kemudian pada tahun 1954 ada 2 orang batak yang bermarga samosir dan nainggolan melihat Desa Serdang yang kosong atau hutan tersebut dan mereka beranggapan bahwa daerah Desa Serdang itu cocok untuk dijadikan sebuah tempat tinggal / perkampungan dan sebagai lahan pertanian.

Membicarakan perpindahan orang Batak Toba dari Tapanuli Utara Ke Desa Serdang tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan nilai-nilai filosofis mereka yang masih dipegang teguh hingga dewasa ini. Ada beberapa nilai yang menjadi pegangan

bagi etnis Batak Toba dalam menjalani sendi-sendi kehidupannya yaitu: Hagabeon,

Hamoraon, dan Hasangapon, akan tetapi kadang- kadang ditambah dengan Sahala. Setiap keluarga selalu mendambakan banyak keturunan dan panjang umur (hagabeon), kekayaan dan sejahtera (hamoraon), wibawa sosial (hasangapon), dan memiliki kemampuan untuk berkuasa (sahala harajaon), serta kemampuan untuk dihormati (sahala hasangapon).


(51)

Pertambahan jumlah penduduk yang pesat bukan hanya menimbulkan tekanan terhadap lahan pertanian, tetapi juga bagi perkampungan. Keluarga- keluarga muda yang baru berdikari (manjae), dapat mendorong pendirian rumah-rumah baru dikampung yang sama bahkan pembukaan kampung baru besereta lahan-lahan pertanian yang baru. Perkembangan kebudayaan yang membuka peluang bagi masyarakat Batak Toba untuk tidak lagi menempati daerah asalnya masing-masing.

Kemudian dikenal dengan konsep marserak yang artinya terjadi penyebaran penduduk ke daerah-daerah bukaan yang baru. Konsep pendirian Huta dalam hal ini disebut dengan marserak, yang umumnya dilakukan dengan pendirian kampung untuk satu marga. Pergeseran kata marserak memiliki arti yang lebih luas. Sehingga

dikenal dengan arti yang lain yaitu Manombang16

Dasar Migran untuk tidak kembali kedaerah asalnya adalah karena keinginan hidupnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik telah terpenuhi, seperti:

. Istilah Manombang memiliki arti yang luas, yang kenyataan sehari-harinya pergi meninggalkan kampung halaman menuju daerah yang baru.

Kemajuan zaman yang berkembang dengan cepat dan kebutuhan hidup yang semakin banyak disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang beranekaragam tersebut yang mungkin sangat sulit untuk dipenuhi jika tetap di kampungnya.

16

Manombang adalah istilah orang Batak Toba untuk mencari daerah yang baru yang tanahnya masih luas ataupun masih kosong.


(52)

kepemilikan tanah, rumah dan dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai kelak anak-anaknya menjadi mandiri.

Kemiskinan mendorong penduduk untuk meninggalkan desa menuju daerah lain yang lebih banyak memiliki kesempatan ekonomi. Kemiskinan ditandai dengan pendapatan yang sangat rendah, produktivitas masyarakat yang rendah, penghasilan di desa yang relatif rendah dan kurangnya pekerjaan non pertanian, tanah pertanian yang dimiliki sudah sangat sempit sekali atau kurang yang diakibatkan oleh semakin bertambahnya penduduk.

Setelah Etnis Batak Toba melakukan perpindahan dari tempat asalnya dan menetap sekian lama di tempat yang baru, pada umumnya etnis Batak Toba tidak ada yang kembali kekampung halamanya dan bilapun ada yang kembali kekampung halamanya hanya sekedar untuk jiarah dan melepaskan rindu akan kampung halamanya serta sanak keluarganya bahkan mereka pun semakin memperluas tanahnya di daerah tujuan.

Tanah yang mereka miliki yang ada di daerah tujuan tersebut mereka anggap adalah” harajaon”, sama halnya seperti tanah mereka yang ada di daerah asalnya. Mereka mempergunakan tanah yang sudah ada bekas peninggalan dari orang–orang Melayu yang telah berpindah kedaerah percut dan pantai labu. Orang Batak Toba memperoleh tanah dari orang Melayu sangat mudah karena orang-orang Melayu tidak ingin berada di sekitar perkampungan orang batak dan orang Batak Toba Sangat


(53)

pintar dalam hal berpolitik sehingga dengan mudah mereka mendapat tanah milik orang-orang Melayu yang ada di Desa Serdang.

Didaerah yang baru tersebut mereka berusaha meningkatkan taraf kehidupannya agar lebih maju tidak seperti di daerah asal mereka. Sifat dan kemauan keras dari masyarakat etnis Batak Toba ini menyebabkan mereka pada umumnya berhasil di daerah yang baru. Daerah yang baru tersebut kemudian menjadi semakin luas dan berkembang seiring dengan pertambahan penduduknya.

Sebagai faktor penarik yang menyebabkan daerah Desa Serdang menjadi pilihan orang Batak Toba adalah tersedianya lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian, dimana hasil pertanian tersebut dapat membantu dan merubah sisten perekonomian orang Batak Toba ini di Desa Serdang. Selain itu Desa Serdang ini juga dekat dengan jalur kereta Api yang mempermudah jalur lintas perdagangan untuk penjualan hasil pertanian mereka, dan untuk di ekspor ke daerah lain.

3.2.Interaksi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang

Interaksi sosial menyangkut adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis antara orang-orang perorangan, antara kelompok - kelompok manusia, maupun antara orang perongan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu interaksi sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan


(54)

bentuk-bentu interaksi sosial. Dengan adanya interaksi maka setiap masyarakat akan lebih mengenal masyarakat yang ada dilingkungannya. Demikian juga orang Batak Toba yang ada di Desa Serdang, sebagai penduduk yang bukan asli dari daerah tersebut senantiasa membutuhkan orang lain, maka diperlukan interaksi agar dapat saling berkomunikasi dengan masyarakat yang berada di Desa Serdang.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara lain: faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:

1. Adanya kontak Sosial

2. Adanya Komunikasi.

Dalam lingkungan yang baru, sebuah komunitas yang baru dengan sendirinya akan melakukan proses penyesuaian, baik itu secara kultur maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan keharusan alam untuk menghindari konflik antara komunitas yang satu dengan komunitas lainnya. Proses penyesuaian ini dengan segala bentuk trasformasi sosial menjadikan berbagai komunitas masyrakat tersebut yang dapat saling memahami dan menerima. Penyesuaian ini disebut juga dengan Interaksi Sosial, dimana komunitas yang satu dengan komunitas yang lainnya saling mengisi dan memahami karakter kesukuan yang berbeda-beda.


(55)

Begitu juga halnya dengan migran Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Proses interaksi yang mereka lakukan berjalan dengan lama untuk saling memahami dengan komunitas masyarakat setempat. Penyesuaian-penyesuaian tersebut tidak hanya meliputi kultur akan tetapi juga dibidang teknologi, bahasa, dalam partisipasi dalam lembaga-lembaga sosial. Salah satu cara yang bisa dipakai untuk menjelaskan sikap dan interaksi sosial antara penduduk setempat dengan migran Batak Toba adalah dengan jalan membatasi ruang lingkup permasalahannya kepada lingkaran-lingkaran hubungan sosial tertentu.

3.2.1 Sikap Masyarakat Melayu Menerima Orang Batak

Awalnya orang Melayu yang berada di Desa Serdang sulit menerima orang lain untuk masuk didalam lingkungan tempat tinggal mereka, hal ini disebabkan oleh salah satunya ialah faktor agama. Dapat diketahui bahwa orang Batak Toba pintar berpolitik, Oleh sebab itu orang Batak tersebut sebagai pendatang memiliki cara agar orang Melayu dapat menerima orang Batak Toba tersebut. Orang Batak melihat kepercayaan orang melayu yang mereka anut ialah agama Islam, sedangkan orang Batak Toba sebagai pendatang menganut kepercayaan agama Kristen, sehingga salah satu cara yang dilakukan oleh orang Batak Toba ialah mereka masuk kepercayaan dengan orang Melayu. Dengan masuknya orang Batak ke dalam kepercayaan orang melayu menjadikan orang Batak Toba dapat diterima tanpa adanya perselisihan ataupun permasalahan.


(56)

3.2.2 Hubungan masyarakat Batak Toba Di Desa Serdang Dengan Penduduk Setempat

Hubungan selalu dialami setiap individu apabila dihadapkan pada hal-hal yang baru di dalam hidupnya terutama dalam lingkungan. Lingkungan yang ada disetiap individu menetap itu berupa lingkungan alam, sistem sosial maupun budaya akan menimbulkan perpaduan antara individu dengan lingkungan alam, sehingga menimbulkan keselarasan dan keserasian.

Dilingkungan yang baru bagi migran Batak Toba otomatis berbeda dengan asli mereka. Hal ini menuntut adanya penyesuaian agar kehidupan migran Batak Toba dapat berkesinambungan. Etnis batak Toba dikenal dengan etnis yang suka bekerja keras, tabah dan ulet. Dengan kegigihan dan keuletan mereka dapat menyambung hidup di tempat yang baru. Di Desa Serdang migran Batak Toba mau tidak mau harus berinteraksi dengan masyarakat setempat, sebab mereka tidak dapat hidup dengan sendiri. Mereka juga senang dengan bekerja keras tanpa memperdulikan jenis pekerjaan yang dilakukan dengan satu keinginan, supaya dapat menyambung kehidupan untuk hari esok. Karena untuk menimbang kelayakan pekerjaan bagi mereka hanya membuang-buang waktu dan akan sia-sia akibatnya.

Proses adaptasi dan interaksi yang mereka lakukan, baik itu pengenalan terhadap lingkungan yang baru maupun hubungan relatif baik dengan masyarakat


(57)

setempat dan dapat kebijakan bagi mereka ditanah perantauan. Kesinambungan hidup masyarakat migran batak toba merupakan wujud konkrit dari adaptasi dan interaksi yang mereka lakukan dengan komunitas masyarakat setempat, karena tanpa adanya penyesuaian yang baik dengan lingkungan mustahil dapat hidup bertahan dalam lingkungan baru tersebut.

Migran Batak Toba meyakini penyesuaian dengan lingkungan sebagai salah satu bentuk cara bertahan dalam komunitas-komunitas tertentu. Disamping adanya adaptasi yang baik, kesabaran juga dituntut untuk saling mengerti dan memahami masyarakat lain khususnya yang berbeda kebudayaan dengan etnis Batak Toba sendiri.

Hubungan migran Batak Toba dengan penduduk setempat dapat dilihat dari kualitas hubungan antara keduanya, dengan kata lain sejauh mana keakraban yang terjadi antara migran Batak Toba dengan penduduk setempat. Keakraban ini menghilangkan jarak sosial antara migran dengan penduduk setempat. Proses interaksi dalam hal ini menjadi hal yang sangat penting untuk menghindari konflik yang berujung pada pertentangan suku.

Perwujudan integrasi dapat tercermin dalam berbagai aktifitas sosial seperti tolong-menolong dalam setiap acara kematian, perkawinan, gotong royong. Gotong - royong biasanya terjadi di antara migran Batak Toba dengan masyarakat setempat, lebih sering terjadi untuk membersihkan lingkungan masing - masing. Dalam


(58)

gotong-royong tersebut biasanya di pimpin oleh kepala lingkungan yang bertanggung jawab untuk kebersihan lingkungannya.

Kerjasama diantara kedua suku ini cukup harmonis, bukan hanya pada gotong-royong saja, melainkan juga dalam hal acara adat perkawinan yang turut mengundang antara satu dengan yang lainnya. Dan bukan itu juga tetapi dalam acara hari besar agama, penduduk di Desa Serdang hidup secara berdampingan. Umumnya orang-orang melayu yang ada di Desa Serdang yang beragama Islam dan orang Batak Toba yang beragama Kristen tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk berhubungan.

Hal ini dapat terlihat ketika orang melayu yang ada di Desa Serdang beragama Islam yang mengadakan acara hari besar agamanya Idul Fitri maka orang Batak Toba datang berkunjung ke rumah mereka dan mengucapkan selamat hari raya serta saling bermaafan. Demikian sebaliknya jika orang Batak Toba yang beragama Kristen mengadakan acara hari besar agamanya Natal, maka orang melayu tersebut datang berkunjung. Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang telah lama saling berhubungan dan hubungan tersebut terjalin dengan sangat erat dan kompak. Penggunaan bahasa juga dalam kehidupan sehari-hari di Desa Serdang lebih umum menggunakan bahasa Batak Toba, akan tetapi untuk memperlancar hubungan sehari-hari bila orang Melayu menggunakan bahasa daerahnya maka orang Batak Toba yang tinggal di daerah Desa Serdang lamban laun dapat mengerti bahasa mereka, tetapi kemudian orang melayu


(59)

juga dapat mengerti sedikit bahasa Batak Toba juga. Bahasa yang digunakan bukan hanya bahasa daerah tetapi bahasa nasional/Indonesia.

3.4 Upaya Mendapatkan Lahan

Kehidupan dalam masyarakat begitu penting pada setiap orang yang saling membutuhkan satu sama lain dalam hidup berinteraksi dengan komunitas yang sama maupun komunitas yang berbeda. Dalam masyarakat, tanah menjadi dasar kehidupan sebab tanah merupakan tempat tinggal dan dapat mendirikan suatu bangunan diatasnya, maka tanah bagi orang Batak Toba merupakan lambang kekayaan dan kerajaan. Memiliki tanah, terutama persawahan memberi status yang tinggi bagi mereka. Berharganya nilai tanah membuat setiap orang berlomba untuk memiliki bahkan menguasai dengan berbagai cara. Termasuk di wilayah Desa Serdang, dimana orang Batak Toba mendapatkan lahan dengan muda. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar orang Melayu yang tinggal di Desa Serdang tidak menyukai tempat tinggal mereka yang jauh dari keramaian, sehingga mereka dengan mudah melakukan

penjualan tanah mereka kepada orang Batak Toba.17

17


(60)

BAB IV

PERKEMBANGAN DESA SERDANG 4.1 Pembangunan

Pertumbuhan tidak akan terlepas dari pembangunan. Pembangunan selalu melibatkan masyarakat. Masyarakat didalam menjalani kehidupannya sudah barang tentu selalu mengalami perubahan. Hanya perubahan tidak akan sama dialami pada setiap masyarakat ada yang lambat prosesnya dan ada yang cepat dalam menerima pengaruh perubahan tersebut. Kita dapat melihat bahwa pembangunan akan berjalan dengan adanya masyarakat sebagai pelaksananya, karena tanpa masyarakat pembangunan tidak akan berjalan dengan baik. Secara garis besar tujuan pembangunan masyarakat desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan atau meningkatkan taraf hidup masyarakat, karena dapat menjadi sarana dan pendorong

bagi pemenuhan kebutuhan.18

Pembangunan desa berkaitan erat dengan adanya permasalahan sosial, ekonomi, politik, ketertiban dan lain-lain. Dimana masyarakat itu dinilai masih perlu diberdayakan dalam berbagai aspek kehidupan dan pembangunan, sehingga perlu perhatian dan bantuan pemerintah dan masyarakat umumnya untuk melakukan percepatan pembangunan desa diberbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu pembangunan desa sesungguhnya perlu kesadaran dari masyarakat dan pemerintah dengan menggunakan sumber daya yang bersumber dari desa maupun

18

Soetomo, strategi – strategi pembangunan masyarakat, Yogyakarta, Pustaka pelajar, cetakan 1 November 2006


(61)

bantuan organisasi - organisasi untuk menciptakan perubahan - perubahan ke arah yang lebih baik.

Perubahan - perubahan yang dilakukan manusia pada awalnya didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin majunya suatu zaman maka kehidupan hidup masyarakat akan mendorong masyarakat tersebut menggunakan kecerdasannya untuk melakukan upaya - upaya tertentu. Dengan adanya upaya tersebut maka masyarakat tersebut menjadi lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.

4.1.1 Masuknya Listrik di Desa Serdang

Listrik membawa perubahan sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Pada awalnya listrik masuk ke Desa serdang itu dimulai tahun 1975, dimana listrik yang dipakai itu ialah listrik swasta. Listrik swasta ini mulai penggunaannya itu pada waktu jam 7 malam sampai jam 12 malam, setelah itu tidak bisa lagi listrik digunakan. Listrik swasta ini cara memakainya berbeda dengan yang PLN, karena cara menggunakan listrik swasta ini melalui mesin. Pada tahun 1985 masuk lah listrik (PLN) ke Desa Serdang, sedangkan listrik swasta pun tidak ada lagi. Listrik PLN masuk tidak bersamaan seluruh masyarakat mampu memasang listrik dirumahnya. Karena tidak semua mampu membeli perangkatnya (meteran) dan


(62)

melunasi administrasinya yang mahal bagi hitungan masyarakat di Desa Serdang.

Secara perlahan akhirnya penggunaan listrik dari rumah ke rumah terus meningkat19

Minat masyarakat terhadap televisi begitu besar, hal ini disebabkan pada awal tahun 1990 an adanya film silat dan telenovela sedang marak-maraknya. Sehingga membuat masyarakat menjadi tertarik dengan adanya televisi. Tontonan masyarakat terus berubah-ubah karena film yang ditayangkan selalu berganti, seperti halnya anak-anak suka menonton film satria baja hitam dan yang lainnya juga ingin .

Dengan adanya listrik masuk ke Desa Serdang mengakibatkan cara hidup masyarakat secara perlahan ikut berubah. Listrik tidak hanya menawarkan penerangan dengan lampu di malam hari, melainkan listrik juga dapat digunakan untuk mensetrika pakaian, tanpa harus membakar arang yang terbuat dari besi dan berat seperti dahulu.

Setelah adanya listrik, kebutuhan masyarakat akan barang elektronik juga meningkat, seperti halnya yang dapat dilihat yaitu adanya Televisi. Televisi merupakan barang paling diminati masyarakat, karena masyarakat sudah dapat menikmati tontonan yang menarik. Pada malam hari suasana menjadi lebih ramai, karena aktivitas juga masih dilakukan dengan menonton Televisi. Maka dengan adanya televisi masyarakat Batak Toba mengalami perubahan, dimana sebelum ada listrik masyarakat tidur dengan cepat setelah masuknya listrik ditambah dengan adanya televisi maka jam tidur semakin lama.

19


(63)

mengganti tontonan lain dari telenovela, drama jepang, film india sampai menangis dan itu adalah hal yang wajar mereka lakukan. Para remaja bahkan ingin tampil seperti idola mereka, mereka mengikuti gaya berbusana sang idola mereka.

Mereka ingin memakai semua produk yang diiklankan di televisi. Sehingga kebutuhan juga berubah, sebelumnya mereka hanya tahu mencuci dengan memakai sabun balok, tetapi dengan adanya iklan di televisi mereka mulai memakai rinso,

sabun ekonomi,dan lain-lainnya20. Dan mereka juga suka makan yang instan seperti

indomie (mi instan apa saja yang disebut indomie), mulai mengganti minyak kemiri sebagai minyak rambut. Semua informasi yang mereka dapat itu dari televisi, secara tidak langsung listrik sudah mempengaruhi pola kehidupan masyarakat.

Selain televisi, barang-barang lain yang menggunakan listrik adalah kulkas, radio, kipas angin, masakan nasi, masakan teh dan sebagainya. Khususnya kulkas dapat digunakan untuk membuat es dengan beraneka ragam lalu dijual. Bagi warga yang berkemampuan membeli mesin air dan membuat sumur bor tidak perlu lagi pergi ke sungai. Tetapi dari perubahan pola hidup dan pola pikir karena pengaruh penggunaan listrik ternyata juga menimbulkan dampak yang negatif, seperti halnya masyarakat menjadi pemalas, karena lebih santai dalam melakukan pekerjaannya dan jam belajar anak sekolah tidak lagi teratur malah jam main bertambah sampai malam hari yang akhirnya ketergantungan pada listrik tersebut.

20


(64)

4.1.2 Sarana Transportasi dan Jalan

Sarana transportasi sangat mendukung terjadinya perubahan. Dengan sarana transportasi yang semakin baik, maka masyarakat dapat membuka peluang untuk lebih sering berhubungan dengan dunia luar dan dapat semakin sering berinteraksi ke kota. Sarana transportasi yang ada di Desa Serdang yaitu becak, rbt atau disebut ojek, dan angkot. Dengan adanya becak, rbt atau ojek maka masyarakat tidak terlalu kuatir bila pergi ke kota. Sedangkan angkot jarak sekali muncul di Desa Serdang, yang sering itu hanya becak dan ojek. Salah satu hal yang paling mendukung lancarnya transportasi adalah jalan. Sebenarnya ada dua jalan yang dapat dilalui dari Desa Serdang ke kota yaitu:

- Melalui jembatan sungai serdang dapat melewati ke pakam, tetapi

masyarakat sangat jarak melewati jembatan sungai serdang tersebut, karena jembatan sungai Serdang tersebut sangat berbahaya, dimana titinya sangat kecil dan berpapan, sehingga membuat masyarakat menjadi takut untuk melewatinya.

- Melalui jalan ke Batang Kuis. Dimana jarak antara Batang Kuis ke Desa

Serdang sekitar 6 km. Dengan adanya kondisi yang tidak baik oleh karena jalur transportasi ke Desa Serdang melewati jembatan sungai serdang, maka masyarakat lebih memilih untuk melalui jalan ke Batang Kuis.


(65)

-4.1.3 Pendidikan

Pendidikan sangat berpengaruh di dalam perubahan masyarakat karena sistem pendidikan yang dijalankan mengutamakan pengetahuan praktis sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan. Mereka memperolehnya dengan meniru/warisan dalam arti yang luas dari orang tua masing-masing. Sejak saat itu terbuka kesempatan yang lebih baik untuk memperoleh pendidikan dan terbukanya pekerjaan dengan gaji tinggi di instansi pemerintah dan perkebunan. Dengan adanya kesempatan ini maka masyarakat Batak Toba di Desa Serdang menjadi termotivasi untuk memperoleh pendidikan yang tinggi supaya dapat bekerja di instansi-instansi tersebut.

Kekurangan tenaga terdidik untuk jabatan - jabatan di kantor pemerintah, kemudian diisi oleh lulusan sekolah - sekolah tersebut. Kemajuan ini semakin terasa di kemudian hari dengan semakin membanjirnya orang-orang Batak yang melanjutkan pendidikan ke kota-kota besar di Sumatera maupun di Jawa.

Pendidikan pula sebagai modal mereka untuk mencari kerja di perusahaan-perusahaan Belanda terutama perkebunan di Sumatera Timur. Tidak dapat dibantah bahwa hasil dari perkembangan pendidikan tersebut dirasakan oleh orang - orang Batak, yang sekarang menjadi pejabat menengah maupun tinggi di pemerintahan Indonesia. Demikian juga di perusahaan - perusahaan swasta asing. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan pemerintah tahun 1930 yang menyatakan semua


(66)

keresidenan di Hindia Belanda yang terbanyak penduduknya telah mengenal huruf

(“tahu baca”).21

Sekolah - sekolah yang ada di Desa Serdang ini mulai ada pada tahun 1980, dan sekolah tersebut itu ialah SD (sekolah dasar), sedangkan SMP itu mulai ada pada tahun 1998. Dengan adanya sekolah - sekolah tersebut, maka masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang dapat menuntut ilmu pengetahuan mereka di dalam dunia pendidikan. Ketika mereka menuntut ilmu pengetahuan, ada beberapa hal yang dapat berubah dalam diri mereka, misalnya dalam cara berpikirnya. Cara berpikir mereka tidaklah sama dengan cara berpikir orang lain yang tidak sekolah, sehingga perlunya Kehadiran sekolah-sekolah yang didirikan oleh zending dan pemerintah belanda memberikan jalan terbaik bagi mereka untuk mengembangkan dirinya, sehingga mereka mau bersekolah karena hal itu memberikan jalan dan keuntungan bagi dirinya dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidupnya. Ada kecenderungan bagi masyarakat Batak Toba untuk memperoleh pendidikan tersebut, yaitu untuk meninggalkan pertanian dan bekerja di instansi pemerintahan diakibatkan karena penghidupan dari pertanian sudah tidak mencukupi lagi, sehingga mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik lagi dan mengangkat harkat dan martabat keluarganya. Hal tersebut menjadikan motivasi yang tinggi bagi para anak didik sekolah untuk melanjutkan pendidikannya.

21

Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba, Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal 65


(67)

pendidikan dalam kehidupan memanglah utama di tengah-tengah masyarakat

manapun, agar tidak mudah dilecehkan.22

Dengan adanya pendidikan tersebut, maka para pemuda yang sudah mengenyam pendidikan sekolah semakin mempunyai keberanian untuk meninggalkan kampung halamannya dan pergi merantau. Dengan harapan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik di perantauan. Pemuda yang biasanya ingin merantau pastilah diberangkatkan oleh orang tuanya dengan doa, supaya si anak

mendapatkan papangan nalomak 23dan tidak melupakan kampung halamannya

sebagai bona pasogit yang harus tetap diingat dan dilestarikan sampai generasi yang berikutnya.

22

Wawancara, Bapak Mangadap Habeaan, Desa Serdang, 13 Oktober 2013.

23


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Di sekitar wilayah Desa Serdang yang pertama kali dihuni oleh orang - orang Melayu. Pola pemukiman orang melayu biasanya beraturan, ini dapat terlihat dari rumah-rumah mereka selalu dipinggir jalan dan tidak melingkar, melainkan memanjang, seperti mengikuti ruas jalan agar dapat sebagai akses yang lebih baik dalam kehidupan mayarakat.

Terjadinya migrasi oleh masyarakat Batak Toba ke wilayah desa Serdang dilakukan dengan dorongan ingin hidup lebih baik. Pola migrasi yang dilakukan oleh mereka tidaklah secara serentak, melainkan bertahap dan biasanya akan mengikuti kerabat-kerabat mereka yang lebih dahulu merantau. Kedatangan masyarakat Batak Toba yang bermigrasi ke wilayah desa Serdang membawa perubahan yang cukup pesat terhadap wilayah tersebut. Perubahan itu dapat dilihat dari pola pemukiman penduduk, dimana pesatnya pertambahan penduduk semakin meluas. Diantaranya ialah Batang Kuis, Sei Tuan, Batang Jambu, Paya Gambar, Kampung Sumur dan lain sebagainya.

Kehidupan masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang, sebelum terjadinya perubahan ini mereka sangat terbatas. Ini dapat dilihat dari sarana yang kurang memadai, seperti halnya transportasi, pendidikan, listrik dan lainnya, sehingga


(1)

(2)


(3)

(4)

(5)

(6)