1 STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG ADAT PERKAWINAN KEJAWEN DI DESA PANDEYAN KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG ADAT PERKAWINAN KEJAWEN DI DESA PANDEYAN KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

Oleh :

TINGGENG RUSYANTI K6403058 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG ADAT PERKAWINAN KEJAWEN DI DESA PANDEYAN KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

Oleh :

TINGGENG RUSYANTI K6403058 SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Drs. E.S Ardinarto, M.Pd) (Drs. Suyatno, M.Pd) NIP. 19460727 198003 1 001 NIP. 19470312 198003 1 001

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Kamis Tanggal : 11 Pebruari 2010

Tim Penguji Nama Terang: Tanda Tangan:

Ketua : Drs. Machmud, AlRasyid. Msi ……………... Sekretaris

: Drs. H. Utomo. M.Pd ..……………... Anggota I

: Drs. ES Ardinarto, M.Pd ……………... Anggota II

: Drs. Suyatno, M.Pd ..……………...

Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof.Dr.Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

ABSTRAK

Tinggeng Rusyanti. STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG ADAT PERKAW INAN KEJ AWEN D I DES A P ANDEYAN KEC AM ATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI. Skripsi. Surakarta ; Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Bagaimana sikap masyarakat terhadap adat perkawinan yang telah dilanggar oleh warga desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri, (2) Bagaimana persepsi masyarakat tentang adat perkawinan kejawen di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri, (3) Bagaimana tanggapan dari masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan di Desa Pandeyan apabila di pandang dari segi Hukum Adat yaitu adat Kejawen yang berlaku di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan strategi studi kasus tunggal terpancang dalam arti lokasi yang diteliti hanya di wilayah Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Sumber data yang digunakan berupa informan, tempat dan peristiwa serta arsip dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purpose sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian adalah dengan teknik wawancara, dan analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan analisis data model analisis interaktif.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Sikap masyarakat terhadap adat perkawinan kejawen di Desa Pandeyan adalah sebagian besar menerima adat perkawinan kejawen yaitu yang terdiri dari 34 warga desa sebagai responden yang keseluruhannya masih dalam bimbingan orang tua yang masih menganut kepercayaan tersebut. Serta ada 18 responden yang menlak dan tidak setuju diantaranya para tokoh agama yang beranggapan bahwa kepercayaan pada sesuatu hal selain Tuhan termasuk syirik dan ditentang oleh agama. Selain itu dari pemerintah desaada yang masih mengikuti adat dan ada juga sebagian yang tida.

2) Persepsi masyarakat di desa pandeyan mengenai akibat dari pelanggaran adat kejawen adalah untuk menghindari dampak perkawinan tersebut adalah warga desa Pandeyan tetap melaksanakan adat perkawinan kejawen seperti yang telah dilaksanakan oleh warga lainnya pada waktu dahulu agar tidak terjadi sesuatu halyang tidak diharapkan bagi pelaku perkawinan maupun keluarga kedua belah pihak. 3)Tanggapan warga desa Pandeyan terdapat 26 respondren yang percaya yaitu yang terdiri dari 2 responden dari pemerintah desa, 2 narasumber yaitu tokoh masyarakat, dan 22 warga desa Pandeyan dengan tanggapan bahwa adat perkawinan kejawen tetap dilaksanakan dan digunakan sebagai aturan dalam melaksanakan perkawinan. Dari yang tidak percaya terhadap adat perkawinan kejawen terdapat 19 responden yang terdiri dari 2 responden dari pemerintah desa, 5 tokoh agama, dan 12 warga desa yang menganggap adat perkawinan yang 2) Persepsi masyarakat di desa pandeyan mengenai akibat dari pelanggaran adat kejawen adalah untuk menghindari dampak perkawinan tersebut adalah warga desa Pandeyan tetap melaksanakan adat perkawinan kejawen seperti yang telah dilaksanakan oleh warga lainnya pada waktu dahulu agar tidak terjadi sesuatu halyang tidak diharapkan bagi pelaku perkawinan maupun keluarga kedua belah pihak. 3)Tanggapan warga desa Pandeyan terdapat 26 respondren yang percaya yaitu yang terdiri dari 2 responden dari pemerintah desa, 2 narasumber yaitu tokoh masyarakat, dan 22 warga desa Pandeyan dengan tanggapan bahwa adat perkawinan kejawen tetap dilaksanakan dan digunakan sebagai aturan dalam melaksanakan perkawinan. Dari yang tidak percaya terhadap adat perkawinan kejawen terdapat 19 responden yang terdiri dari 2 responden dari pemerintah desa, 5 tokoh agama, dan 12 warga desa yang menganggap adat perkawinan yang

MOTTO

“ Kekuatan tradisi tidak dapat dikesampingkan, karena melaksanakan modernisasi sambil meremehkan tradisi, sesungguhnya merupakan anasir sikap

keterbelakangan pula"

(Dr. S. De Jong & Van Magnis )

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Ayah dan Ibu tercinta atas do’a dan kasih sayangnya

2. Suami tersayang atas do’a dan dukungannya

3. Putra tercinta ( Vebbryananda Susilo)

4. Adik tersayang ( Cahyo dan Oen)

5. Teman-teman PPKn angkatan 2003

6. Almamater UNS

KATA PENGANTAR

Puji syukurpenulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan judul Studi Persepsi Masyarakat Tentang Adat Perkawinan Kejawen Di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono kabupaten Wonogiri dapat dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Yang Terhormat:

1. Bapak Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS atas pemberian ijin penelitian.

2. Bapak Ketua Jurusan P.IPS atas pemberian ijin penelitian

3. Ketua Prodi PPKn atas pemberian ijin penelitian

4. Drs. E.S Ardinarto, M.Pd, Pembimbing I atas saran dan bimbingannya

5. Drs. Suyatno, M.Pd, Pembimbing II atas saran dan bimbingannya

6. Kepala Desa Pandeyan atas bantuan yang di berikan pada saat penelitian

7. Sesepuh Desa Pandeyan atas bantuan pada saat penelitian

8. Masyarakat desa Pandeyan atas partisipasinya pada saat penelitian Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan dari tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari dalam skripsi ini masih ada kekurangan namun diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pragmatika.

Surakarta,

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian -----------------------------------------

31 Tabel 2 : Luas daerah Desa Pandeyan dan Penggunaannya ---------------

41 Tabel 3 : Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamain-----

42 Tabel 4 : Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian---------------

43 Tabel 5 : Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan-------------

44 Tabel 6 : Komposisi Penduduk Menurut Agama----------------------------

44 Tabel 7 : Sarana Jalan -----------------------------------------------------------

45 Tabel 8 : Jenis Sarana Trasportasi dan komunikasi Desa Pandeyan -----

45 Tabel 9 : Sarana/ Prasarana Pendidikan di Desa Pandeyan ----------------

46 Tabel 10 : Sarana Tempat Ibadah -----------------------------------------------

47 Tabel 11 : Kepercayaan Terhadap Adat Perkawinan Kejawen -------------

55 Tabel 13 : Dampak Pelanggaran Adat Perkawinan Kejawen ---------------

59 Tabel 14 : Tanggapan Terhadap Pelaksanaan Adat Perkawinan Kejawen

67

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Skema Terjadinya Persepsi ---------------------------------------

9 Gambar 2 : Skema Kerangka Berpikir-----------------------------------------

30 Gambar 3 : Metode Analisis Interaktif ---------------------------------------

39

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Untuk Tokoh Pemerintah Desa-----------

77 Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Untuk Tokoh Agama-----------------------

78 Lampiran 3. Daftar Pertanyaan Untuk Para Sesepuh Desa -----------------

79 Lampiran 4. Daftar Pertanyaan Untuk Para Pelaku Pelanggaran Perkawinan Adat Kejawen ------------------------------------------------------

80 Lampiran 5. Daftar Pertanyaan Untuk Warga Desa -------------------------

81 Lampiran 6. Hasil Wawancara Pemerintah Desa ----------------------------

82 Lampiran 7. Hasil Wawancara Tokoh Agama -------------------------------

87 Lampiran 8. Hasil Wawancara Para Sesepuh Desa--------------------------

94 Lampiran 9. Hasil Wawancara Para Pelaku Pelanggaran-------------------

100 Lampiran 10. Hasil Wawancara Dengan Warga Desa -----------------------

121 Lampiran 11. Trianggulasi Data ------------------------------------------------

147 Lampiran 12. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Pandeyan ----------

149 Lampiran 13. Peta Desa Pandeyan----------------------------------------------

150 Lampiran 14. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ----------------------------------------------------------

151 Lampiran 15. Surat Keputusan Ijin Penulisan Skripsi Dekan FKIP UNS

152 Lampiran 16. Surat Permohonan Ijin Reseach Kepada Rektor UNS ------

153 Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Reseach Kepada Bupati Wonogiri -

154 Lampiran 18. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kepala Desa Pandeyan ----------------------------------------------------

155 Lampiran 19. Surat Rekomendasi Dari Badan Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Wonogiri----------------------------------------------

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki dasar Negara Pancasila walau ada banyak perbedaan tetapi memiliki satu kesatuan yang terikat oleh hak dan kewajiban warga sebagai wujud dari kecintaan terhadap tahan air yang berdasar ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Keberagaman tersebut yang sangat mencolok pada adat istiadat. Setiap daerah memiliki adapt istiadat sendiri-sendiri dan mereka sebagai kelompok adapt selalu menjaga kelestarian adapt yang ada didaerah mereka. Dalam menjaga kesatuan bangsa sangat perlu adanya moral yang baik yang dimiliki kelompok adat di setiap daerah. Walaupun setiap adat istiadat di setiap daerah di Indonesia itu sendiri berbeda-beda namun dasar kesifatannya adalah satu, yaitu ke- Indonesiaan. Semua adat kebudayaan yang ada di Indonesia adalah cermin suatu peradaban yang bersifat religius.

Adat istiadat bangsa Indonesia yang Ber-Bhinneka Tunggal Ika tidaklah statis, melainkan selalu berkembang mengikuti kemajuan jaman. Adat istiadat yang hidup serta yang berhubungan dengan tradisi rakyat inilah yang merupakan sumber bagi hukum adat kita. Adat istiadat dengan hukum adat adalah berbeda, tidak semua adat menjadi hukum adat, tetapi hanya adat istiadat yang bersanksi saja mempunyai sifat hukum. Adanya sanksi inilah yang menguatkan kedudukan hukum adat untuk dilaksanakan. Lain halnya dengan adat istiadat biasa yang tidak mempunyai sanksi, kemungkinan untuk ditinggalkan bisa saja terjadi. Adat istiadat seperti ini apabila dilaksanakan didasarkan pada suatu kepercayaan saja atau keyakinan.

Berbeda dengan hukum pidana maupun hukum perdata yang memiliki sanksi lebih tegas dari hukum adat. Hal ini untuk menjadi warga negara sadar hukum sehingga negara aman dari tindak kejahatan yang merugikan negara, seperti perampokan, pembunuhan, korupsi dan sebagainya. Oleh karena itu agar menjadi warga negara yang baik dan sadar akan hukum.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan setiap warga Negara Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah- masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranyasecara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945. (Tim : 2002 : 7)

Kepercayaan merupakan suatu kajian dari kebudayaan serta bagian dari suatu agama yang dipercayai atau diyakini oleh warga. Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang dipergunakan untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi terwujudnya suatu tindakan. Dalam kehidupan masyarakat Jawa sistem kepercayaan yang ada bukanlah suatu agama. Yang di maksud dengan sistem kepercayaan manusia Jawa adalah agama jawa , agama asli atau agama pribumi yang tidak termasuk salah satu dari agama yang diakui pemerintah. Adapun isi dari sistem kepercayaan Jawa menurut Lucas Sasongko Triyoga (1990:6) adalah :

Pada hakikatnya sistem kepercayaan Jawa sama dengan kebudayaan Jawa, maka ia adalah serangkaian pengetahuan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, dan strategi-strategi, untuk menyesuaikan diri dan membudidayakan lingkungan hidup yang bersumber pada sistem etika dan pandangan hidup manusia Jawa.

Sistem etika adalah berupa keseluruhan norma dan penilaian yang di pergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana seharusnya menjalani hidup. Sistem dan pandangan hidup Jawa memberikan pedoman bagi manusia jawa bagaimana ia harus membawa diri, sikap dan tindakan mana yang harus diambil dan dikembangkan terhadap hidup yang lebih baik dan selaras.

Seperti yang dikatakan Lucas Sasongko Triyoga yang juga mengatakan bahwa orang jawa pada umumnya masih percaya pada suatu adat istiadat dengan melaksanakan adat tersebut yang bertujuan untuk mewujudkan harapan-harapan dan maksud-maksud tertentu. Dalam masyarakat jawa kepercayaan terhadap sesuatu adalah terjadi secara turun temurun. Kondisi inilah yang membawa suatu adat tradisi dapat hidup terus menerus dalam masyarakat. Salah satu tradisi yang masih sakral atau diyakini kemistikannya adalah adat perkawinan. Menurut pamikiran orang-orang kejawen adat ini tidak dapat dilaksanakan secara Seperti yang dikatakan Lucas Sasongko Triyoga yang juga mengatakan bahwa orang jawa pada umumnya masih percaya pada suatu adat istiadat dengan melaksanakan adat tersebut yang bertujuan untuk mewujudkan harapan-harapan dan maksud-maksud tertentu. Dalam masyarakat jawa kepercayaan terhadap sesuatu adalah terjadi secara turun temurun. Kondisi inilah yang membawa suatu adat tradisi dapat hidup terus menerus dalam masyarakat. Salah satu tradisi yang masih sakral atau diyakini kemistikannya adalah adat perkawinan. Menurut pamikiran orang-orang kejawen adat ini tidak dapat dilaksanakan secara

Adat kejawen merupakan suatu kepercayaan yang masih sangat kental dan selalu diyakini secara turun temurun bagi orang- orang jawa asli yang di yakini memiliki pengaruh bagi masa mendatang terutama bila adat istiadat tersebut dilanggar atau diabaikan, padahal kepercayaan dan keyakinan terhadap akibat yang akan ditimbulkan. Namun di jaman sekarang ini terutama di masa modern perkawinan secara logika atau menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal

1 adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga perkawinan tersebut tergabung dalam tata aturan Hukum Perdata.

Dapat kita ketahui bahwa menurut hukum adat, perkawinan merupakan suatu perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik. Aturan tata tertib perkawinan sudah ada sejak masyarakat sederhana yang dipertahankan anggota-anggota masyarakat dan para pemuka masyarakat adat dan atau para pemuka agama. Aturan tata tertib tersebut berkembang secara maju dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan pemerintahan dan di dalam suatu negara. Di Indonesia aturan tata tertib perkawinan itu sudah ada sejak zaman kuno, sejak zaman Sriwijaya, Majapahit sampai masa kolonial Belanda dan sampai Indonesia telah merdeka yang telah dibukukan dalam aturan hukum perkawinan. Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. Seperti halnya pada adat perkawinan bangsa Indonesia yang masih dipengaruhi adat budaya masyarakat setempat. Dan juga masih dipengaruhi ajaran agama maupun adat perkawinan Dapat kita ketahui bahwa menurut hukum adat, perkawinan merupakan suatu perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik. Aturan tata tertib perkawinan sudah ada sejak masyarakat sederhana yang dipertahankan anggota-anggota masyarakat dan para pemuka masyarakat adat dan atau para pemuka agama. Aturan tata tertib tersebut berkembang secara maju dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan pemerintahan dan di dalam suatu negara. Di Indonesia aturan tata tertib perkawinan itu sudah ada sejak zaman kuno, sejak zaman Sriwijaya, Majapahit sampai masa kolonial Belanda dan sampai Indonesia telah merdeka yang telah dibukukan dalam aturan hukum perkawinan. Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. Seperti halnya pada adat perkawinan bangsa Indonesia yang masih dipengaruhi adat budaya masyarakat setempat. Dan juga masih dipengaruhi ajaran agama maupun adat perkawinan

Bila di sesuaikan dengan Undang-Undang Perkawinan yaitu Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 semua dasar dan syarat-syarat baik hak dan kewajiban sama dengan adat perkawinan Jawa hanya saja terdapat perbedaan yang mendasar pada pelaksanaan ritualnya. Terutama dalam adat kejawen terlalu ditekankan pada hal-hal yang memiliki akibat buruk pada masa depan baik bagi para kedua mempelai maupun kedua belah pihak keluarga. Sehingga di masyarakat kejawen perkawinan dianggap sangat sakral yang dapat menimbulkan akibat psikologis (kejiwaan) yang akan berpengaruh dalam kehidupan orang yang bersangkutan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis merasa terdorong untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul “Studi Persepsi Masyarakat Tentang Adat Perkawinan Kejawen Di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri”.

B. Rumusan Masalah

Untuk memberikan kejelasan arah dalam penelitian maka, dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan adat kejawen di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ?

2. Bagaimanakah persepsi masyarakat tentang akibat dari pelanggaran perkawinan adat kejawen di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ?

3. Bagaimana tanggapan dari masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan di Desa Pandeyan apabila di pandang dari segi Hukum Adat yaitu adat Kejawen yang berlaku di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana sikap dari masyarakat kejawen terhadap adat perkawinan yang dilanggar oleh sebagian warga agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan oleh keluarga yang menjalani maupun masyarakat sekitar.

2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat kejawen di Desa Pandeyan tentang akibat dari adat perkawinan yang dilanggar oleh sebagian warga.

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan dari masyarakat terhadap pelaksanaan perkawinan di Desa Pandeyan apabila di pandang dari segi Hukum Adat yaitu adat Kejawen yang berlaku di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan dalam pengembangan Ilmu pengetahuan khususnya materi Ilmu Kewarganegaraan tentang hak dan kewajiban warga negara dalam melaksanakan agama dan kepercayaan yang di percayai warga sesuai dengan yang mereka yakini sejak dahulu untukmenjaga moral warga sebagai wagra yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa..

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan khususnya kepada masyarakat di Desa Pandeyan Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri mengenai keyakinan warga sebagai warga negara Indonesia yang memiliki rasa patriotisme terhadap bangasa dengan cara menghindari akibat atau dampak dari pelanggaran perkawinan adat kejawen yang mamiliki sanksi alam bagi kehidupan warga setelah menikah yang tidak dapat dihindari oleh setiap kodrat manusia sebagai makhluk yang berkeyakinan terhadap Tuhan melalui alam dan segala pengaruhnya bagi hukum adat di Desa Pandeyan yang telah dipercayai secara turun temurun sebagai warga Indonesia dengan keberagaman adat.

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Persepsi Masyarakat

a. Pengertian Persepsi

Berkaitan dengan persepsi menurut Jalaludin Rahmat (1992:51) mengemukakan bahwa : “Persepsi adalah pengamatan tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Dalam menghadapi suatu obyek, akan terjadi kesan penerimaan yang diperoleh dari indra yang di peroleh dari alat indra. Lebih lanjut Kartini Kartono dan Dali Gulo (1987:143) menyatakan bahwa : “Persepsi adalah proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimiliki”.

Sedangkan menurut Dimyati Mahmud (1976:268) yang menyatakan bahwa : “Persepsi disebut juga menafsirkan stimullus yang telah ada di dalam otak dengan satu atau lebih mekanisme”.

Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses memberikan arti terhadap obyek dari luar yang menjadi rangsangan, kemudian diterima oleh alat indra yang disampaikan ke otak, lalu terjadilah proses kejiwaan yang akhirnya terbentuklah tanggapan terhadap stimullus tersebut.

1) Faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Jalaludin Rahmat (1992:52) menyatakan bahwa : “Faktor yang mempengaruhi persepsi meliputi ; faktor perhatian, faktor fungsional, dan faktor struktural”. Mengenai penjelasan faktor-faktor tersebut sebagai berikut :

a) Faktor Perhatian Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi perhatian menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi bila mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain. Faktor perhatian masih terdapat dua factor lainnya yakni :

(1) Faktor Eksternal Penarik Perhatian Bahwa apa yang diperhatikan seseorang ditentukan oleh faktor- faktor situasional dan personal. Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat- sifat yang menonjol, antara lain gerakan intensitas stimuli, kebaruan dan perulangan.

(2) Faktor Internal Penarik Perhatian Alat indra manusia pada umumnya lemah tetapi, menunjukan perhatian yang selektif. Apa yang menjadi perhatian seseorang belum tentu menyamai perhatian dari orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan seseorang melihat apa yang ingin dilihat, mendengar apa yang ingin di dengar. Perbedaan perhatian ini timbul dari faktor-faktor internal dalam diri seseorang, yaitu faktor biologis dan faktor sosio psikologis.

b) Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang temasuk faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.

c) Faktor Struktural Faktor ini berasal dari semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf individu.

Selain dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut diatas, persepsi juga dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan pemahaman yang tinggi, cara mempersepsikan sesuatu hal juga akan berbeda dengan orang yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman rendah.

2) Proses Terjadinya Persepsi Persepsi sebagai suatu proses mempunyai tahapan-tahapan yang berkelanjutan antara satu tahap ke tahap yang berikutnya. Proses persepsi adalah sebagai berikut :

Obyek menimbulkan stimuli dan stimullus mengenai alat indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimullus yang diterima oleh indra fisiologis, kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sehingga akibat suatu akibat dari stimullus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan dengan Obyek menimbulkan stimuli dan stimullus mengenai alat indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimullus yang diterima oleh indra fisiologis, kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sehingga akibat suatu akibat dari stimullus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan dengan

Skema terjadinya persepsi adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Skema terjadinya persepsi Keterangan :

L = Lingkungan S = Stimullus O = Organisme R = Respon atau reaksi

Dari pendapat tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadinya persepsi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

a) Tahap physis (saat dimana alat indra menerima stimullus).

b) Tahap physiologis (tahap stimullus yang diterima alat indra diteruskan ke otak).

c) Tahap Physykis (tahap stimullus yang diterima sampai otak dan timbulnya kesadaran).

d) Tahap tanggapan itu sendiri, tahap sudah terbentuk tingkah laku.

b. Pengertian Masyarakat

Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung menerima stimullus atau rangsangan dari luar disamping dari dalam dirinya sendiri. Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat indranya. Persepsi merupakan suatu proses yang di dahului oleh pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimullus oleh individu melalui alat reseptornya. Stimullus yang di indra itu oleh individu diorganisasikan, kemudian diinterprestasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindra itu. (Bimo Walgito, 2003 : 88).

Persepsi sering dimaknakan dengan pendapat, sikap dan penilaian. Persepsi selalu melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek tertentu, sehingga persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia tentang obyek dan peristiwa yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan tenang pesan tersebut. Persepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek, dan dilingkungan disekitarnya, sehingga tercapai komunikasi antara manusia dengan lingkungannya. Persepsi merupakan proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain persepsi adalah cara seseorang untuk mengubah energi-energi fisik lingkungan menjadi pengalaman yang beermakna. (Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat, 2002:25-26).

Setiap individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu obyek. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan pengalaman atau lingkungan, maka persepsi dapat berubah-ubah sesuai dengan suasana hati, cara belajar, dan keadaan jiwa (Jalaludin Rahmat, 1992:56). Jadi persepsi itu tergantung pada proses berpikir atau kognitif seseorang, sehingga persepsi dapat berubah setiap saat. Perubahan itu tergantung pada kemampuan selektivitas informasi yang diterima setelah diolah ternyata bermakna positif maka seseorang mendukung informasi yang diterima, tetapi bila negative maka yang terjadi sebaliknya.

Masyarakat tidak saja dipandang sebagai kumpulan individu atau penjumlahan dari individu-individu akan tetapi masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup karena manusia itu hidup secara bersama. Setiap manusia tersebut dalam masyarakat masing-masing mempunyai persepsi yang berbeda- beda dalam menanggapi suatu obyek. Namun tidak menutup kemungkinan ada sejumlah individu yang mempunyai persepsi yang sama terhadap suatu obyek, keseluruhan persepsi tersebut termasuk ke dalam persepsi masyarakat.

Persepsi masyarakat adalah keseluruhan atau rata-rata persepsi individu terhadap suatu obyek yang kurang lebih mempunyai persepsi yang sama. Kesamaan-kesamaan tersebut biasanya diwujudkan pengakuan bersama terhadap Persepsi masyarakat adalah keseluruhan atau rata-rata persepsi individu terhadap suatu obyek yang kurang lebih mempunyai persepsi yang sama. Kesamaan-kesamaan tersebut biasanya diwujudkan pengakuan bersama terhadap

Persepsi masyarakat terhadap suatu obyek merupakan landasan pokok bagi timbulnya perilaku dari masing-masing individu dalam setiap kegiatan. Makna positif dan negatif sebagai hasil persepsi masyarakat terhadap suatu obyek sangat tergantung dari bentuk dan proses interaksinya. Masing-masing individu mempunyai persepsi yang berbeda dalam menanggapi suatu obyek. Kemudian masing-masing individu akan melakukan proses pertukaran persepsi diantara masing-masing individu. Proses pertukaran persepsi tersebut dapat berlangsung dalam proses individu yang tergabung dalam komunitas tertentu.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat timbul karena adanya persepsi dari masing-masing individu dimana masing-masing individu tersebut terhadap suatu obyek dikumpulkan menjadi satu sehingga timbullah suatu persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat merupakan proses mengamati obyek melalui indra kemudian diorganisasikan dan diinterprestasikan melalui bentuk-bentuk rangsangan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan latar belakang masing-masing individu sehingga tercapai komunikasi antara manusia dengan obyek.

2. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat Kejawen

a. Perkawinan Adat Kejawen

1) Pengertian Perkawinan

Menurut Purwadarminta (1976) yang dikutip oleh Bimo Walgito (2002:11) dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan, nikah adalah : “Perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri”. Sedangkan Hornby (1957) yang dikutip pula oleh Bimo Walgito (2002:11) menyebut perkawinan sebagai “marriage the union of two persons as husben and wife”. Ini berarti perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri. Dan secara lebih jelas lagi di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1, dikatakan bahwa perkawinan adalah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang Menurut Purwadarminta (1976) yang dikutip oleh Bimo Walgito (2002:11) dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan, nikah adalah : “Perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri”. Sedangkan Hornby (1957) yang dikutip pula oleh Bimo Walgito (2002:11) menyebut perkawinan sebagai “marriage the union of two persons as husben and wife”. Ini berarti perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri. Dan secara lebih jelas lagi di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1, dikatakan bahwa perkawinan adalah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

Dari beberapa pengertian di atas maka dapatlah diketahui bahwa sebuah perkawinan memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a) Ikatan lahir batin

b) Antara seorang pria dan seorang wanita

c) Sebagai suami istri

d) Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

e) Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Sementara itu Hilman Hadikusumo (1990:70) memberikan definisi perkawinan menurut hukum adat, sebagai berikut : Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti ikatan antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan maksud mendapatkan keturunan dan membangun atau membina kahidupan keluarga (rumah tangga), tetapi juga berarti hubungan yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan pihak suami.

Dari uraian tersebut, maka dapat diketahui pula bahwa di dalam suatu perkawinan tidak hanya terjadi ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, namun berarti berlakunya pula ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan yang rukun dan damai.

Sedangkan dalam hukum Islam Ny. Soemiyati (1986:8) memberikan definisi perkawinan sebagai berikut : Perkawinan yang menurut agama Islam adalah nikah yaitu melakukan aqad

atau perjanjian untuk mengikat diantara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara dua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dengan seorang wanita untuk menghalalkan hubungan sebagai suami istri dan Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dengan seorang wanita untuk menghalalkan hubungan sebagai suami istri dan

2) Pengertian Adat

Adat sama halnya dengan tradisi atau kebiasaan, menurut Abu Ahmadi (1980:282) mengatakan bahwa : “Adat atau tradisi adalah kebiasaan dalam adat istiadat yang di pelihara secara turun-temurun mengenai kepercayaan”. Sedangkan menurut E.S Ardinarto (1996 : 1) : ”Adat istiadat adalah suatu tingkah laku seseorang atau suatu bangsa yang terjelma dalam kehidupan sehari-hariyang dapat mencerminkan jiwa atau kepribadiannya”. Hukum menurut Soerjono Sukanto yang mengutip pendapat dari Djojodigoeno dalam Hukum Adat Indonesia (1983:148) berpendapat bahwa :

Hukum adat merupakan suatu aturan yang mengtur pola perilaku masyarakat dalam suatu paguyuban, dimana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, dimana perhubungan-perhubungan manusia menghadapi sesamanya manusia dengan segala perasaannya sebagai cinta, benci, sympatie, antipatie, dan sebagainya dari yang baik dan kurang baik. Selaras dengan pandangannya atas masyarakat maka dihadapilah oleh hukum adat manusia itu dengan suatu kepercayaan. Yang artinya sebagai manusia yang menghargai benar perhubungan damai dengan sesame manusia dan oleh sebab itu untuk menyelesaikan segala perselisihan dengan perukunan dan perdamaian, serta kompromi.

Di dalam buku Hukum Adat Indonesia tersebut Soerjono Soekanto yang juga mengutip suatu hasil penelitian yang diadakan di Fakultas Hukum Universitas Andalas pada tahun 1977-1978 mengatakan bahwa :

Pada umumnya adat itu terbagi atas 4 (empat) bagian, yaitu :

1) Adat yang sebenar adat. Ini adalah merupakan undang-undang alam. Dimana dan kapanpun dia akan tetap sama, antara lain adat air membasahi, adat api membakar dan sebagainya.

2) Adat istiadat. Ini adalah pedoman peraturan hidup di seluruh daerah ini yang diperturun naikkan selama ini, waris yang dijawek, pusako nan di tolong, artinya diterima oleh generasi yang sekarang dari generasi yang dahulu supaya dapat kokoh berdirinya.

3) Adat nan teradat. Ini adalah kebiasaan setempat. Dapat ditambah maupun dikurangi menurut tempat dan waktu.

4) Adat yang diadatkan. Ini adalah adat yang dapat dipakai setempat, seperti dalam suatu daerah adat menyebut dalam perkawinan mempelai harus memakai pakaian kebesaran, jikalau tidak maka helat tidak akan 4) Adat yang diadatkan. Ini adalah adat yang dapat dipakai setempat, seperti dalam suatu daerah adat menyebut dalam perkawinan mempelai harus memakai pakaian kebesaran, jikalau tidak maka helat tidak akan

Selain pendapat tersebut Soekanto dalam bukunya Meninjau Hukum Adat Indonesia yang di kutip oleh Bushar Muhammad dalam buku Asas-asas Hukum Adat (suatu pengantar) (1988:19) mengemukakan “ Hukum adat itu merupakan keseluruhan adat (tidak tertulis) tetapi mempunyai sanksi yang bersifat paksaan dan aturan itu hidup dalam masyarakat yang berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum”.

Menurut Adat Van Dijk dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia yang juga di kutip oleh Bushar Muhammad dalam buku Asas-asas Hukum Adat (suatu pengantar) (1988:21):

Van Dijk menyimpulkan 4 (empat) hal penting tentang adat :

1. Segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari, antara satu sama lain, di sebut adat.

2. Adat itu terdiri dari dua bagian, yaitu yang tidak mempunyai akibat hukum dan yang mempunyai akibat hukum, dan di sebut sebagai hukum adat.

3. Antara kedua bagian tersebut tidak ada pemisah hukum yang tegas.

4. Bagian yang menjadi “hukum adat” itu mengandung pengertian yang lebih luas daripada pengertian “hukum” dari pengertian Eropa.

Dari pendapat tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan, yang dimaksud dengan adat atau tradisi adalah suatu kebiasaan yang merupakan warisan keyakinan sosial dan kepatuhan terhadap dengan apa yang dianggap selalu ada yang dipelihara secara turun-temurun dimana keberadaannya dilembagakan.

Orang Jawa memandang dan mengalami kehidupan mereka sebagai keseluruhan yang bersifat sosial dan simbolik, kehidupan Jawa bersifat seremonial, orang selalu meresmikan keadaan dengan upacara-upacara, harus diulangi baik yang sudah ada maupun yang timbul harus diupacarakan.

Menurut Budiono Harusatoto (2000:92) menyatakan bahwa : “Adat dapat dibagi dalam empat tingkatan, yaitu tingkatan nilai budaya, nilai norma-norma, tingkatan hukum, tingkatan aturan khusus”.

3) Pengertian Kejawen

Kejawen merupakan suatu adat istiadat yang terdapat di wilayah Jawa yang di anggap masih sangat sakral pelaksanaannya. Menurut Paku Buwono XII dalam bukunya Kraton Surakarta ( 2001 : 11-12):

Kejawen juga merupakan suatu pemikiran yang berkembang dari tradisi dan identitas masyarakat Jawa yang di kenal dengan kejawen. Kejawen dapat diartikan dengan suatu kesatuan harmoni antara apa yang dilihat dan dengan apa yang tidak dilihat, dan lebih khususnya antara Hyang Sukma, sumber kehidupan dengan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang telah di berikan kehidupan kepadanya kehidupan yang pinesti. Pinesti adalah kepercayaan bahwa manusia yang pada akhirnya akan kembali pada yang memberikan eksistensi kejadian nyata melalui pemikiran yang dipercayai, menurut orang jawa hal ini di sebut dengan Sangkon Paraning Pumadi yang telah menjadi salah satu prinsip hidup orang-orang Jawa.

Selain itu K.R.M.H Yosodipura juga menjelaskan mengenai makna dari Kejawen, beliau mengatakan bahwa: “Kejawen merupakan suatu budaya jawa yang bersumber dari Keraton

Surakarata yang kemudian mengartikan kembali bahwa kejawen adalah suatu pandangan hidup orang jawa dengan pengertian serta tindakakn- tindakannya dibidang kehidupan dan penghidupan lahir maupun batin kemudian menerapkannya dalam masyarakat dengan gaya serta iramanya yang khas”.

Sedangkan menurut Niels Mulder mendefinisikan sebagai suatu tradisi yang khas. Unsur-unsur ini biasanya diperkirakan sebagai berasal dari masa Hindhu Budha dalam sejarah jawa dan bergabung dalam suatu filsafat, yaitu system khusus dari dasar-dasar perilaku kehidupan.

Tradisi kejawen adalah sangat kaya dan mencakup suatu kepustakaan luas yang meliputi paling kurang seribu tahun, dari yang paling kuno berupa sumber-sumber yang sangat berbau Sansakerta lewat laporan-laporan sejarah dan setengah sejarah, seperti misalnya Pararaton dan Nagarakartagama dan Babad Tanah Jawi, lewat risalah mistik dan keagamaan yang tak terhitung banyaknya dimana pengaruh Islam secara bertahap semakin nyata. Dengan kata lain, tradisi kejawen merupakan suatu tradisi yang berkesinambungan yang sepenuhnya hidup. (Niels Mulder, 1985 : 16)

Kejawen bukanlah suatu kategori keagamaan, tetapi menunjuk pada suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh cara pemikiran Javanisme. Penafsiran Kejawen bukanlah suatu kategori keagamaan, tetapi menunjuk pada suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh cara pemikiran Javanisme. Penafsiran

Menurut Franz Magnis-Suseno dalam bukunya Etika Jawa (2001:15) mengatakan bahwa “Orang Jawa Kejawen adalah orang yang lebih percaya kepada adanya

berbagai macam bentuk roh yang tidak kelihatan, yang dapat menimbulkan kecelakaan, kesengsaraan dan penyakit apabila mereka di buat marah atau kita kurang hati-hati, maka apabila kita ingin terhindar dari berbagai macam bentuk musibah maka sesekali kita membuat sesajen terutama yang menggunakan daun-daun, bunga dan kemenyan”.

Menurutnya Ritus religius Jawa kejawen adalah dengan mengadakan selametan, yaitu suatu perjamuan sederhana yang dilakukan dengan mengundang tetangga dengan tujuan agar alam raya atau keadan alam dapat pulih kembali.

Menurut pendapat diatas secara jelasnya menyatakan bahwa adat kejawen tersebut berasal dari masyarakat Jawa langsung yang meyakini akan adanya kesatuan pemikiran yang dapat mengakibatkan suatu kepastian kehidupan dari Tuhan Yang Maha Esa kepada msyarakat Jawa yang meyakininya.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan adat kejawen adalah peristiwa perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang bertujuan untukmenjamin ketenangan, kebahagiaan dan kesuburan serta menimbulkan hak dan kewajiban sebagai suami istri yang dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan adat kejawen yang telah ada dan dilaksanakan sejak zaman dahulu dan sampai sekarang masih dipercaya dan dilaksanakan.

b. Tujuan Perkawinan

1) Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pengertian umum

Berbicara mengenai tujuan memang merupakan hal yang tidak mudah, karena masing-masing individu akan mempunyai susunan yang mungkin berbeda antara yang satu dengan yang lain. Demikian pula halnya dalam perkawinan. Dalam pasal 1 Undang-Undang No1 Tahun 1974 tentang perkawinan sudah jelas bahwa tujuan perkawinan adalah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Adapun unsur- unsur agar tujuan perkawinan dapat tercapai antara lain:

a) Adanya persetujuan yang bebasantara calon suami dengan calon istri.

b) Para pihak harus sudah mencapai umur yang sudah di tentukan (minimal 16 tahun untuk calon istri dan minimal 19 tahun untuk calon suami).

c) Mereka menikah bukan karena semata-mata dorongan nafsu biologis atau dorongan-dorongan lain yang tidak baik. Dari unsur diatas dapat digunakan untuk mencegah terjadinya poligami, terkecuali sangat diperlukan. Sebab dengan adanya poligami keadaan rumah tanggaakan tidak damai dan tentram terlebih apabila suami tidak adil dan bijaksana.

Dan penjelasan tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa dalam sebuah perkawinan perlu diniati sekali kawin untuk seterusnya, berlangsung untuk seumur hidup, untuk selama-lamanya. Pasangan suami istri akan berpisah jika salah satu pasangan tersebut meningal dunia. Karena itu diharapkan agar pemutusan hubungan suami istri itu tidak terjadi kecuali kematian.

Sedangkan mengenai masalah kebahagiaan merupakan persoalan yang tidak mudah. Hal itu disebabkan karena kebahagiaan seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain walaupun kebahagiaan itu bersifat subjektif dan relative, tetapi adanya ukuran atau patokan umum yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa keluarga itu merupakan keluarga yang seperti dikemukakan oleh Bimo Walgito (2002:14), yaitu : “Keluarga merupakan keluarga yang bahagia bila dalam keluarga itu tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan atau pertengkaran-pertengkaran sehingga keluarga itu berjalan dengan smooth tanpa kegoncangan-kegoncangan yang berarti (free from quarilling)”.

Sedangkan tujuan perkawinan menurut hukum adat yang ditulis oleh Hilman Hadikusuma (1990:23) yaitu yang bersifat kekerabatan, adalah “Untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakkan atau keibuan atau keibu-kebapakan, untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, untuk mempertahankan kewarisan”.

Pada bagian lain disebutkan pula bahwa tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah “ Untuk menegakkan agama, untuk mendapatkan keturunan, untuk mencegah maksiat dan untuk membina keluarga / rumah tangga yang damai dan teratur”.

Dari beberapa penjelasan mengenai tujuan perkawinan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga yang kekal, damai, dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan dan kewarisan, sehingga memperoleh nilai-nilai adat budaya serta untuk mencegah terjadinya perbuatan- perbuatan maksiat.

2) Tujuan perkawinan menurut adat Menurut adat perkawinan memiliki tujuan untuk membentuk unit keluarga secara syah, yang anggota-anggotanya saling bekerja sama untuk menyusun suatu rumah tangga yang otonom dan yang mempunyai hak untuk melakukan hubungan seksual dengan syah dan berusaha untuk mempunyai keturunan yang syah pula.

c. Asas-asas dan Prinsip Perkawinan

Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan juga mengenai ap asas dan prinsip dari perkawinan. Penjelasan umum mengenai asas dan prinsip perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tersebut adalah :

Asas dan prinsip yang ada dalam penjelasan penjelasan umum Undang- Undang No.1 Tahun 1974:

1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga bahagia dan kekal, untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapi kesejahteraan spiritual dan material.

2) Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut agamanya dan kepercayaannya itu dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pencatatan tiap peristiwa adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan suatu akta resmi yang juga dalam daftar pencatatan.