PENGARUH TRADISI MEMBACA MANAQIB SYAIKH ABDUL QODIR AL JAILANIY DALAM UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AHMADA AL HIKMAH PURWOASRI KEDIRI.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Penulis : Farida Aisyah Hanief NIM : B53213047

Judul : Pengaruh Tradisi Membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy dalam Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual

Santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana kecerdasan spiritual santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri; (2) Bagaimana pelaksanaan Manaqib An-Nur Al-Burhaniy karya Abu Luthf

Al-Hakim Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy di Pondok Pesantren Ahmada

Al-Hikmah Purwoasri Kediri; (2) Adakah pengaruh tradisi membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy An-Nur Al-Burhaniy karya Abu Luthf Al-Hakim

Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy terhadap kecerdasan spiritual santriwati

Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri.

Skripsi ini membahas tentang cara meningkatkan kecerdasan spiritual santriwati pondok pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri menggunakan metode membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy yang dimodifikasi menjadi sebuah terapi. Sehingga dalam menjawab permasalahan di atas, maka peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan eksperimen sebagai desain. Penelitian ini merupakan penelitian sampel karena responden yang berjumlah 30 santriwati diambil dari 14% jumlah populasi yaitu 220 santriwati. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket kuesioner tertutup untuk memperoleh data variabel X yaitu membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy dan variabel Y yaitu kecerdasan spiritual.

Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan uji-T

(Paired Sampel T Test). Sebelum dianalisa, dilakukan proses treatment kepada

responden dengan metode muhasabah diri setelah membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy. Kemudian mengaplikasikan nasehat-nasehat yang terkandung di dalamnya pada kehidupan sehari-hari. Langkah selanjutnya yaitu melihat ada atau tidaknya pengaruh kegiatan membaca manaqib ini dalam peningkatan kecerdasan spiritual para responden.

Dengan melihat hasil uji-T menunjukkan bahwa nilai sig. Sebesar 0,000. Karena nilai sig. 0,000 < 0,05 sesuai dasar pengambilan keputusan Paired Sample

T Test, maka hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari Tradisi Membaca

Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy dalam Upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BAGIAN INTI BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Metode Penelitian... 9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 10

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 11

3. Variabel dan Indikator Penelitian... 13

4. Definisi Operasional... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Teknik Analisis Data ... 24

F. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 26

1. Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy ... 26

a. Pengertian Manaqib... 26

b. Isi Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy ... 30

c. Sejarah Timbulnya Manaqib di Indonesia ... 40

d. Manfaat Manaqib ... 45

2. Kecerdasan Spiritual ... 47

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 48

b. Manfaat Kecerdasan Spiritual ... 52

c. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual... 55


(8)

3. Manaqib Sebagai Terapi dalam Meningkatkan

Kecerdasan Spiritual ... 64

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan... 71

C. Hipotesis ... 74

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 76

1. Profil Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah ... 80

a. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri ... 80

b. Identitas Yayasan ... 80

c. Kondisi Lingkungan Pesantren ... 80

d. Struktur Pesantren ... 84

e. Sarana/ Prasarana ... 86

f. Kegiatan ... 89

g. Potensi Pengembangan... 95

2. Pengajian Manaqib di Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah ... 96

B. Instrumen Pengumpulan Data, Indikator, dan Sampel... 98

1. Penilaian Angket ... 98

2. Indikator dan Deskripsi Angket ... 99

3. Sampel ... 103

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 105

1. Proses Pelaksanaan... 106

a. Tahap Permulaan... 108

b. Tahap Pelaksanaan ... 109

c. Tahap Akhir... 111

2. Tahap Penyajian Data... 112

D. Uji Keabsahan Instrumen ... 114

1. Uji Validitas Data... 114

2. Uji Reliabilitas... 117

E. Pengujian Hipotesis... 118

BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Kegiatan Membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy pada Santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri ... 120

B. Analisis Pengujian Hipotesis... 122

1. Uji Prasyarat Analisis... 122

a. Uji Normalitas ... 122

b. Uji Homogenitas ... 124


(9)

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan... 133 B. Saran ... 134 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rentang waktu yang panjang, manusia pernah sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar atau yang biasa kita kenal dengan sebutan kecerdasan intelektual (IQ). Setiap orang mempunyai harapan untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupannya. Dalam rangka mencapai hal tersebut, kecerdasan intelektual dipercaya sebagai jalannya. Kemampuan berpikir dianggap sebagai dewa sehingga pada akhirnya berakibat pada dimarginalkannya potensi dalam diri manusia yang lain. Pola pikir dan cara pandang tersebut telah melahirkan manusia terdidik dengan otak yang cerdas, namun perilaku serta pola hidup yang sangat kontras dengan kemampuan intelektualnya. Banyak orang yang cerdas secara akademik, namun gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Sehingga tidak terjadi integrasi antara otak dan hati. Kondisi yang demikian selanjutnya menimbulkan krisis multidimensi yang sangat memprihatinkan.3

Namun, kecerdasan intelektual yang selalu dibanggakan oleh kebanyakan orang tidak memberikan hasil yang sesuai dengan kesuksesan hidup seseorang karena orang yang tinggi IQ-nya belum tentu dia akan sukses dalam kehidupan sosialnya. Sehingga kemudian ditemukan bahwa ada kecerdasan lain yang lebih mendominasi daripada kecerdasan intelektual (IQ)

3 Abd. Wahab & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual (Jogjakarta:


(11)

2

yakni kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan emosional termasuk di dalamnya kecerdasan sosial yang dipercaya lebih mudah membuat seseorang mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Pada tahun 1990, kecerdasan emosional yang dikemukakan serta dikembangkan oleh Daniel Goleman menjadi tren di tahun tersebut setelah berhasil ditemukannya melalui pengolaborasian temuan-temuan mutakhir di bidang neurologi dan psikologi. Daniel Goleman melihat bahwa keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh tinggi-rendahnya kecerdasan intelektual (IQ) seseorang, melainkan ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut megelola hubungan antarpersonal secara lebih bermakna.4 Kecerdasan emosional (EQ) telah memberikan rasa empatik, cinta, ketulusan, kejujuran, kehangatan, kemampuan, motivasi, serta merespon kebahagiaan dan kesedihan secara cepat. EQ juga memberikan kesadaran mengenai perasaan diri sendiri begitu juga dengan perasaan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual tidak terlalu menentukan pada kehidupan manusia tetapi kecerdasan eomosional yang menggerakkan manusia untuk mencapai sukses dalam hidupnya.

Pasca datangnya teori kecerdasan emosional (EQ) yang dibawa oleh Daniel Goleman, datang juga pasangan suami-istri Ian Marshall dan Danah Zohar dengan bukunya Spiritual Quotient (SQ) yang juga dikenal dengan istilah kecerdasan spiritual. Temuan ilimiah yang dikemukakan oleh Ian Marshall dan Danah Zohar serta riset yang dikembangkan oleh V.S.

4 Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional (Mengapa EI Lebih


(12)

3

Ramachandran pada tahun 1997 yang menemukan adanya God Spot dalam otak manusia yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual

centre) yang terletak di antara jaringan saraf dan otak, menjadi referensi utama

membangun kecerdasan spiritual. Tidak jauh berbeda dengan riset yang dilakukan oleh Wolf Singer yang menunjukkan adanya saraf dalam otak manusia yang bekerja untuk mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman serta kehidupannya. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman manusia secara bersama untuk hidup lebih bermakna.5 Pada God

Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam. Sehingga, ketika

dikaji God Spot inilah yang yang melahirkan konsep kecerdasan spiritual, yakni suatu kemampuan yang dimiliki manusia dan berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan dalam kehidupannya agar menjadi lebih bermakna.

Banyak diantara kita yang menganggap bahwa kecerdasan spiritual harus selalu yang berurusan dengan permasalahan agama. Padahal sesungguhya kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Ketika kita sadar siapa diri kita sebenarnya, dimana tempat kita berada di alam semesta ini, dan akan kemana tujuan hidup kita, berarti kita telah memasuki wilayah spiritualitas.

Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh, kata ini berasal dari bahasa Latin, Spiritus, yang berarti nafas. Selain itu kata spiritus dapat mengandung arti sebuah bentuk alkohol yang di murnikan, sehingga spiritual dapat diartikan sesuatu yang murni. Diri kita yang sebenarnya adalah roh kita.

5 Abd. Wahab & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual (Jogjakarta:


(13)

4

Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernafas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu diluar tubuh fisik kita, termasuk fikiran, perasaan, dan karakter kita.6

Spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengenal dan memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan makna dan nilai. Serta dapat menempatkan berbagai kegiatan dalam kehidupan, juga dapat mengukur atau menilai bahwa salah satu kegiatan atau langkah kehidupan tertentu lebih bermakna dari yang lainya. Orang yang cerdas secara spiritual, tidak akan memecahkan masalah hidupnya hanya dengan rasional dan emosional saja. Ia akan menghubungkannnya dengan makna kehidupan secara spiritual.

Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan terbawa arus adalah para remaja. Hal ini, tak lain dikarenakan kelompok mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik yang tidak dimiliki oleh kelompok usia yang lain. Karakteristik unik itu antara lain ialah: labil, sedang pada taraf mencari identitas, mengalmi masa transisi dari remaja menuju dewasa, dan lain sebagainya.

Dalam tahap perkembangan remaja yang sedang mencari jati dirinya inilah, kecerdasan spiritual sebagai basic of needs dalam kehidupan akan sangat dibutuhkan untuk mempertahankan keyakinan, mengembalikan keyakinan, memenuhi kewajiban agama, serta untuk menyeimbangkan kemampuan intelektual dan emosional.

6 M.R. Rosan, “Pengaruh Pembiasaan Shalat Dhuha dalam upaya Meningkatkan

Kecerdasan Spiritual (SQ) Sisiwa di Sekolah (Study Kasus di SMP Ar-Risalah Lirboyo Kediri)”,


(14)

5

Keinginan mempertahankan keyakinan dalam diri bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan mengendalikan. Hal tersebut juga merupakan cabang dari spiritualitas manusia dalam menerjemahkan aspek keimanannya. Inilah mengapa kecerdasan spiritual tidak selalu berkaitan dengan agama, dan bahkan mereka berbeda. Karena Danah Zohar menemukan bahwa sebagian orang menganggap bahwa SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal, tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ tinggi, sebaliknya banyak orang yang beragama memiliki SQ rendah. 7

Agama formal adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang dibebankan secara eksternal. Ia bersifat top-down, diwarisi dari pendeta, nabi, dan kitab suci atau ditanamkan melalui keluarga dan tradisi. Kecerdasan spiritual juga disebut sebagai kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. Banyak sekali diantara kita saat ini yang menjalani kehidupan dengan penuh luka dan juga berantakan.

Dengan adanya kecerdasan spiritual (SQ), kita sebagai manusia akan memiliki kesadaran untuk mengakui tentang nilai-nilai yang ada, tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai yang baru, karena SQ tidak bergantung pada budaya maupun nilai. Ia tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. Hal ini,

7 Danah Zohah dan Ian Marshall, SQ: Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan Media Utama,


(15)

6

dikarenakan SQ mendahului seluruh nilai spesifik dan budaya manapun. Oleh karena itu, ia pun mendahului bentuk ekspresi agama manapun yang pernah ada. SQ membuat agama menjadi mungkin (bahkan mungkin perlu), tetapi SQ tidak bergantung pada agama.8

SQ atau kecerdasan spiritual adalah sarana yang diberikan oleh Sang pencipta kepada ciptaanNya agar mereka bisa lebih mudah berhubungan denganNya. Potensi SQ pada setiap manusia sangat besar dan tak dibatasi oleh faktor keturunan atau materi lainnya. Kecerdasan spiritual sendiri setara dengan ruh manusia. Dan inilah intan yang belum terasah yang kita semua sebenarnya telah memilikinya. Kita sendiri seharusnya mengenalinya dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, Kecerdasan Spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan nampaknya tidak terbatas.

Salah satu cara meningkatkan kecerdasan spiritual yakni dengan meneladani akhlak para kekasih Allah. Dan ini yang akan dijadikan bahan uji coba oleh peneliti yang merupakan lulusan salah satu pondok pesantren di Kediri. Peneliti mengambil obyek penelitian di pondok asalnya karena memang di sana sudah ada sebuah tradisi yang merupakan kegiatan rutinan yakni membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy.

Di pondok pesantren asal peneliti ini, kegiatan membaca kitab manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy hanya dilaksanakan sebulan sekali. Sehingga,

8 Danah Zohah dan Ian Marshall, SQ: Kecerdasan Spiritual (Bandung: Mizan Media Utama,


(16)

7

peneliti ingin menjadikannya sebagai bahan kajian yang berisi tentang pemahaman terhadap kitab manaqib tersebut sekaligus membuat frekuensi membaca di pondok pesantren tersebut menjadi lebih besar. Sehingga manfaat yang didapat melalui pemahaman terhadap kandungan kitab manaqib dapat dirasakan serta diaplikasikan oleh para santriwati setiap harinya.

Oleh karena itu, peneliti ingin mencoba untuk meningkatkan Kecerdasan Spiritual dengan cara mendekatkan hubungan dengan Sang Pencipta, mencoba mendalami isi perintah-Nya dan meneladani utusan serta kekasihnya melalui tokoh Islam yang sudah sangat terkenal yakni Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy. Sebagaimana sirah atau perjalanan hidup beliau yang tertuang dalam Manaqib An-Nur Al-Burhaniy karya Abu Luthf Al-Hakim

Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy.

Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy adalah cerita perjalanan hidup beliau atau kisah-kisah teladan yang penuh dengan karamah yang dimiliki beliau. Imam Ibnu Rajab menyatakan bahwa Syaikh ‘Abdul Qodir al-Jailani lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan. wafat pada hari Sabtu malam, ba’da

Maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Beliau meninggalkan tanah kelahiran, merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abu al-Khatthat, Abu al-Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al


(17)

8

Mukharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

1 .Bagaimana kecerdasan spiritual santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri?

2 .Bagaimana pelaksanaan Manaqib An-Nur Al-Burhaniy karya Abu Luthf

Al-Hakim Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy di Pondok Pesantren

Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri?

3 .Adakah pengaruh tradisi membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy An-Nur Al-Burhaniy karya Abu Luthf Al-Hakim Mushlih bin Abdur

Rahman Al-Maraqiy terhadap kecerdasan spiritual santriwati Pondok

Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kecerdasan spiritual santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri.

9Samsul Ma’arif, Berguru Pada Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Jailani (Yogyakarta:


(18)

9

2. Untuk mengetahui pelaksanaan Manaqib An-Nur Al-Burhaniy karya Abu

Luthf Al-Hakim Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy di Pondok

Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri.

3. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh tradisi membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy An-Nur Al-Burhaniy karya Abu Luthf Al-Hakim

Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy terhadap kecerdasan spiritual

santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperkaya khazanah keilmuan baik secara teoritis maupun secara parktis, yakni sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan teori keilmuan yang terkait dengan peningkatan kecerdasan spiritual pada sebuah lembaga pendidikan. 2. Manfaat Praktis

Memberi kontribusi yang positif untuk melaksanakan kegiatan membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy bagi pesantren-pesantren pada khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya.

E. Metode Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani :“methodos” yang berarti cara atau jalan. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk


(19)

10

mendapatkan data dan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.10

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif sendiri merupakan suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.11

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah eksperimen. Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode yang dijalankan di bawah kondisi buatan (artificial condition) yang diatur oleh peneliti.12 Desain yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini

menggunakan jenis penelitian eksperimen one group. Desain eksperimen ini menggunakan hanya satu kelompok dan dapat diterapkan dalam beberapa bentuk seperti one group pretest dan posttest design.13 Dengan pola sebelum dan sesudah dengan struktur sebagai berikut.

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Tes sebelum treatment dilakukan (pretest)

10 Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2013), hal. 127.

11 S. Margono, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hal. 105.

12 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan Penuntun Langkah

Pelaksana Penelitian (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 76.

13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014),


(20)

11

X : Treatment

O2 : Tes sesudah treatment dilakukan (posttest)

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi merupakan sekelompok elemen atau kasus, baik itu individual, objek, atau peristiwa, yang berhubungan dengan kriteria spesifik dan merupakan sesuatu yang menjadi target generalisasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.14 Dengan demikian, yang dimaksud dengan populasi adalah sumber data dalam penelitian tertentu yang memiliki jumlah banyak dan luas dan memiliki kualitas serta karakteristik tertentu.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri yang berjumlah 220 orang.

b. Sampel

Sampel ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan masalah, tujuan, hipotesis, metode, dan instrumen penelitian. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik dan kualitas yang sama dengan populasi. Bila populasi yang dipilih besar, sehingga peneliti tidak mungkin meneliti seluruh populasi yang ada, maka yang

14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014),


(21)

12

bisa dilakukan peneliti adalah meneliti sebagian dari keseluruhan populasi.15

Adapun dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 30 orang santriwati kelas 1-3 Madrasah Aliyah Al-Hikmah yakni 14% dari total populasi sebanyak 220 orang.

c. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

nonprobability/nonrandom sampling”. Nonrandom sampling adalah

cara pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.16 Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan oleh faktor kebetulan atau faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah “Purposive

Sampling”yakni responden yang terpilih menjadi anggota sampel atas

dasar pertimbangan peneliti sendiri.17 Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Sehingga dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah santriwati kelas 1-3

15 Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2013), hal. 138.

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014),

hal. 84.

17

Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2013), hal. 152.


(22)

13

Madrasah Aliyah karena mereka memiliki karakteristik yang hampir sama dan juga karena pada usia remaja akhir menuju dewasa awal, seorang individu akan mulai mencari jati dirinya. Oleh karena itu, peneliti merasa hal tersebut akan mendukung proses penelitiannya.

3. Variabel dan Indikator Penelitian

a. Variabel

Salah satu tahapan paling penting dalam proses penelitian kuantitatif adalah penentuan variabel atau ubahan penelitian. Dalam tahap ini seorang peneliti harus memutuskan variabel-variabel apa saja yang akan dijadikan objek atau titik perhatian dalam penelitiannya. Variabel adalah suatu konsep yang memiliki variasi nilai. Konsep apa saja asalkan memiliki variasi nilai dapat disebut sebagai variabel.18

Dalam penelitian ini hanya terdapat dua variabel, yaitu variabel X dan variabel Y, yang mana variabel X (variabel bebas) adalah membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy sedangkan variabel Y (variabel terikat) adalah peningkatan kecerdasan spiritual pada santriwati.

b. Indikator Penelitian

Indikator dalam penelitian adalah alat ukur variabel yang berfungsi mendeteksi secara penuh variabel yang diukur. Indikator didapatkan dari definisi operasional masing-masing variabel yang

18 S. Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta: Pustaka


(23)

14

berasal dari beberapa buku referensi terkait, kemudian di rumuskan menjadi alat ukur dalam pembuatan angket. Indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Indikator variabel X

Frekuensi membaca manaqib, pemahaman terhadap kandungan manaqib, keyakinan terhadap adanya karamah yang dimiliki oleh Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, kekhusyu’an ketika membaca manaqib, konsistensi membaca manaqib, meneladani sifat yang dimiliki Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, Berakhlaqul karimah, mengambil pelajaran dari isi manaqib.

2) Indikator variabel Y

Kemampuan bersikap fleksibel, bertanggung jawab, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, memahami visi-misi hidup, berpandangan holistik, mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit, memiliki kecenderungan untuk mencari pemahaman dari sesuatu, tidak suka menyebabkan masalah.

4. Definisi Operasional

a. Tradisi Membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy 1) Pengertian Membaca Manaqib

Kata manaqib berasal dari bahasa Arab berdasar lafadz

naqaba, naqabu, naqban yang memiliki makna menyelidiki,

melubangi, memeriksa, membahas dan menggali. Jika diartikan secara umum hal ini bermakna adanya unsur riset, penggalian


(24)

15

informasi dan penyelidikan tentang sesuatu yang pada awalnya masih samar-samar. Sedangkan manaqib merupakan bentuk jamak dari lafadz manqiban yang merupakan isim makan dari lafadz

naqaba. Jadi, manaqib sama halnya dengan wahana atau media

penuangan hasil penelitian tentang seseorang atau sesuatu. Bisa juga disebut dengan biografi seseorang.

Pada Al-Qur’an sendiri, lafadz “naqaba” disebutkan sebanyak sebanyak tiga kali dalam berbagai bentuknya, yakni:

naqban (QS. Al-Kahfi: 97), naqabu (QS. Qaf: 36), dan naqiba (QS.

Maidah: 12). Jika dikomparasikan substansi makna pada

Al-Qur’an dan dikaitkan dengan berbagai makna yang sudah dikemukakan di atas, nampak ada kesesuaian. Kemudian diambillah suatu pengertian bahwa manaqib adalah riwayat hidup yang berhubungan dengan seorang tokoh masyarakat, yang dapat dijadikan suri tauladan baik mengenai silsilah, akhlak, karamah, ajaran, dan segala sisi kehidupannya.

Salah satu budaya mengenang sejarah dan autobiografi wali adalah manaqib. Manaqiban atau membaca manaqib dipercaya sebagai jalinan untuk terus-menerus menyambung tali silaturahmi dengan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy yang dikenal dengan Sulthanul Auliya.19

19 Muhammad Solikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani


(25)

16

Ayat di bawah ini bisa dijadikan landasan mengapa kita harus berada di belakang orang-orang yang selalu berada dalam jalan kembali kepada Allah SWT.

ِهِب َكَل َسْيَل اَم يِب َكِرْشُت ْنَأ ىَلَع َكاَدَاَج ْنِإَو

اَمُهْ بِحاَصَو اَمُهْعِطُت َََف ٌمْلِع

فْوُرْعَم اَيْ نُدلا يِف

ْمُتْنُك اَمِب ْمُكُئِبَ نُأَف ْمُكُعِجْرَم يَلِإ َمُث َيَلِإ َباَنَأ ْنَم َلْيِبَس ْعِبَتاَو ا

َنْوُلَمْعَ ت

Artinya:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu. Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15).20

Salah satu tradisi yang dilakukan oleh dunia pesantren adalah mengamalkan manaqib. Manaqib yang dibaca adalah seputar prikehidupan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy yang dikenal dengan Sulthanul Auliya. Karenanya manaqib yang dibaca adalah manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy.

Dalam pembacaan manaqib ini biasanya salah seorang memimpin bacaan yang terdapat dalam kitab manaqib. Sementara

yang lainnya dengan khusyu’ mendengarkan secara aktif dengan

memuji Allah menggunakan kalimat-kalimat Asmaul Husna. Bagi yang mengerti bacaannya dapat menyelami lebih dalam maksud dan pelajaran-pelajaran dari isi kitab tersebut. Sebab di dalamnya berisi

20 Kementrian Agama RI, Mushaf Aisyah:Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita (Bandung:


(26)

17

prikehidupan, kebiasaan dan kelebihan-kelebihan dari Wali Allah. Bagi yang tidak mengerti akan diterangkan oleh gurunya.

2) Manfaat Manaqib

Menurut kamus Munjib dan kamus Lisanul 'Arab, Manaqib

adalah ungkapan kata jama’ yang berasal dari kata Manqibah artinya

قيرطلأ

لابجلا يف atau jalan menuju gunung atau dapat diartikan dengan

sebuah pengetahuan tentang akhlaq yang terpuji. Dari pengertian ini manaqib dapat diartikan sebuah upaya untuk mendapatkan limpahan kebaikan dari Allah SWT dengan cara memahami kebaikan-kebaikan para kekasih Allah yaitu para Auliya. Sebab para wali dicintai oleh Allah dan para wali sangat cinta kepada Allah. (Yuhibbunallah wayuhibbuhum).21

b. Kecerdasan Spiritual

1) Pengertian Spiritual Quotient (SQ)

Salah satu anugerah yang sangat luar biasa dari Tuhan kepada manusia adalah kecerdasan. Anugerah ini diberikan dengan cuma-cuma alias gratis agar manusia dapat menjadi wakil-Nya atau khalifah di muka bumi. Dengan demikian, dapat mengelola kehidupan dengan baik.22 Seperti yang telah dituliskan dalam firman Allah SWT.

21 PISS KTB, Tim Dakwah Pesantren, Tanya Jawab Islam (Yogyakarta: Darul Hijrah

Technology, 2015), hal. 830-831.

22 Ahmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual bagi Anak (Jogjakarta:


(27)

18

َو ِإ

ْذ

َق

َلا

َر ب

َك

ِل ْل

َم

ََ

ِئ َك

ِة

ِإ ِن

َج ي

ِعا

ٌل

ِف

ي

َْلا

ْر

ِض

َخ ِل

ْ ي َف

ة

َق ُلا

ْو

َأ ا

َت ْج

َع ُل

ِف

ْ ي َه

َم ا

ْن

ُ ي ْف

ِس

ُد

ِف ْ ي

َه

َو ا

َي ْس

ِف

ُك

ِدلا

َم َءا

َو َن

ْح

ُن

ُن

َس ِب

ُح

ِب

َح

ْم ِد

َك

َو ُ ن َق

ِد

ُس

َل

َك

َق

َلا

ِإ ِن

َأ ي

ْع َل

ُم

َم ا

َل

َ ت

ْع َل

ُم ْو

َن

Artinya:

“Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-Baqarah: 30).23

Pendapat lain mengatakan, secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri atas gabungan kata kecerdasan dan spiritual. Maka, sebelum menelaah tentang pengertian spiritual quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual secara komprehensif menurut beberapa ahli, penulis akan terlebih dahulu memaparkan makna spirit secara bahasa.

Dalam kamus bahasa Salim’s Ninth Collegiate Englis

h-Indonesian Dictionary,24kata spirit memiliki sepuluh arti etimologis

bila diperlakukan sebagai benda (noun). Lalu, bila spirit diperlakukan sebagai kata kerja (verb) atau kata sifat (adjective), memiliki beberapa arti pula.

23 Kementrian Agama RI, Mushaf Aisyah:Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita, (Bandung:

Jabal Roudloh Al-Jannah, 2010), hal. 6.

24 Peter Salim, Salim’s Ninth Collegiate English Dictionary (Jakarta: Modern English Press,


(28)

19

Dari kesepuluh arti arti itu, dipersempit menjadi tiga arti saja, yaitu yang berkaitan dengan moral, semangat, dan sukma. Kemudian setelah dipilih arti spirit seperti ini, banyak sekali tindakan yang dapat diperbuat bila mendengar kata spirit atau kata bentuknya,

spiritual. Dari sini, spiritual dapat diartikan sebagai suatu hal yang

berkaitan dengan kemampuan dalam membangkitkan semangat. Dengan kata lain, bagaimana seseorang benar-benar memerhatikan dan menunjukkan jiwa atau sukma dalam menyelenggarakan kehidupan di dunia. Selain itu, apakah perilakunya merujuk ke sebuah tatanan moral yang benar-benar luhur dan agung.25

Bahkan, ada yang berpendapat bahwa kata spirit secara etimologi berasal dari bahasa latin spiritus, yang di antaranya berarti ruh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup. Dalam perkembangannya, kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filsuf, mengonotasikan spirit dengan: (1) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan inteligensi, (2) makhluk immaterial, (3) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keIlahian).26

Menurut Munandir, kecerdasan spiritual tersusun dalam dua

kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah

kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang

25 Mimi Doe dan Marsha Walch, 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan

dan Merawat Sukma Anak-Anak Anda (Bandung: Kaifa, 2001), hal. 5.

26Look2sky, Melayani, Bentuk Penguatan Spiritual Religius, 2008,


(29)

20

dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelligence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru.

Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau

value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita

dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.27

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan yang bertumpu pada bagian

dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang kita gunakan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai yang baru.”

27 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital: Memberdayakan SC di Dunia Bisnis.


(30)

21

2) Pengukuran SQ

Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah suatu kemampuan yang sama tuanya dengan umat manusia. Namun, sejauh ini ilmu pengetahuan dan psikologi ilmiah belum menemukan cara untuk mendiskusikan masalah makna dan perannya dalam hidup kita. Banyak bukti ilmiah mengenai SQ sebenarnya ada dalam telaah-telaah neurologi, psikologi, dan antropologi masa kini tentang kecerdasan manusia, pemikirannya, dan proses-proses linguistik.

Para ilmuwan telah melakukan penelitian dasar yang mengungkapkan adanya fondasi-fondasi saraf bagi SQ di dalam otak, namun dominasi paradigma IQ telah menutup penelitian lebih jauh terhadap data-datanya.28

Danah Zohar dan Ian Marshall memberikan delapan dimensi untuk menguji sejauh mana kualitas kecerdasan spiritual seseorang. Barometer kepribadian yang dipakai meliputi:

a) Kapasitas diri untuk bersikap fleksibel, seperti aktif dan adaptif secara spontan.

b) Memiliki tingkat kesadaran (self-awareness) yang tinggi.

c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan (suffering).

d) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

28 Agus Nggermanto, Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Kecerdasan Quantum (Bandung: Penerbit


(31)

22

e) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

(unnecessary harm).

f) Memiliki cara pandang yang holistik, dengan melihat kecenderungan untuk melihat keterkaitan diantara segala sesuatu yang berbeda.

g) Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya: “Mengapa” (“why”) atau “Bagaimana jika” (how if”) dan cenderung untuk mencari jawaban yang fundamental (prinsip dan mendasar). h) Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “field

-independent” (“bidang mandiri”), yaitu memiliki kemudahan

untuk bekerja melawan konvensi.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu hal yang penting dalam penelitian, karena metode ini merupakan strategi atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitiannya.29 Teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah:

a. Angket (kuesioner)

Angket atau kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk diberikan respon sesuai

29

S. Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 33.


(32)

23

dengan permintaan pengguna. Angket merupakan metode pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.30

Dipandang dari cara menjawabnya, angket dapat dibedakan menjadi angket terbuka dan tertutup. Namun, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan angket tertutup yang merupakan angket dengan jumlah item dan alternatif jawaban maupun responnya sudah ditentukan oleh peneliti, responden tinggal memilihnya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Dalam angket yang dibuat oleh peneliti ini menggunakan pernyataan favourable saja. Yaitu, semua pernyataan dalam angket membutuhkan jawaban yang positif.

b. Observasi

Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data di mana pengumpul data mengamati secara visual gejala yang diamati serta menginterpretasikan hasil pengamatan tersebut dalam bentuk catatan sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan observer.31

Sementara model observasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah observasi partisipan (partisipant obeservation). Dengan observasi partisipan ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap

30

S. Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 33.

31 S. Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta: Pustaka


(33)

24

dan tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat mana dari setiap perilaku yang nampak.

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah.32

Teknik analisis yang akan digunakan oleh peneliti adalah statistik inferensial. Teknik ini digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statsitik ini cocok digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas. Statistik ini disebut statistik probabilitas, karena kesimpulan yang diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat peluang.

F. Sistematika Pembahasan

BAB I Pendahuluan

Pada BAB ini disajikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

32 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2014),


(34)

25

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada BAB ini disajikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan fakta atau kasus yang sedang dibahas. Disamping itu juga dapat disajikan mengenai berbagai asas atau pendapat yang berhubungan dan benar-benar bermanfaat sebagai bahan untuk melakukan analisis terhadap fakta atau kasus yang diteliti pada BAB IV. Dalam kajian pustaka memuat tiga sub bahasan, antara lain:

1. Kajian Teoritik

2. Penelitian Terdahulu yang Relevan 3. Hipotesis Penelitian

BAB III Penyajian Data

BAB ini berisi Deskripsi umum objek penelitian, Deskripsi hasil penelitian dan Pengujian hipotesis.

BAB IV Analisis Data

BAB ini berisi pemaparan tentang argumentasi teoritis terhadap hasil pengujian hipotesis. Harus ada alasan mengapa hipotesis diterima atau ditolak.

BAB V Penutup

BAB ini merupakan kristalisasi dari semua yang telah dicapai pada masing-masing BAB sebelumnya. BAB ini tersusun atas Kesimpulan dan Saran.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy a. Pengertian Manaqib

Kata manaqib berasal dari bahasa Arab berdasar lafadz naqaba,

naqabu, naqban yang memiliki makna menyelidiki, melubangi,

memeriksa, membahas dan menggali. Jika diartikan secara umum hal ini bermakna adanya unsur riset, penggalian informasi dan penyelidikan tentang sesuatu yang pada awalnya masih samar-samar. Sedangkan manaqib merupakan bentuk jamak dari lafadz manqiban yang merupakan isim makan dari lafadz naqaba. Jadi, manaqib sama halnya dengan wahana atau media penuangan hasil penelitian tentang seseorang atau sesuatu. Bisa juga disebut dengan biografi seseorang.

Pada Al-Qur’an sendiri, lafadz “naqaba” disebutkan sebanyak sebanyak tiga kali dalam berbagai bentuknya, yakni:

1) Naqban (QS. Al-Kahfi: 97)

سٱ اَمَف

ْاوُعَٰط

ظَي نَأ

ُوُرَه

اَمَو

سٱ

ْاوُعَٰطَت

ُهَل

ۥ

قَن

اب

٩٧

,فهكلا ةروس[

٩٧

]

Artinya:

“Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya” (QS. Al-Kahf: 97)


(36)

27

2) Naqabu (QS. Qaf: 36)

َأ مَكَو

اَكَل

مُهَلبَق

نِم

نرَق

مُ

دَشَأ

مُه ِم

اشطَب

ْاوُبَقَ َ ف

يِف

لٱ

ِدَٰلِب

لَ

نِم

صيِحَم

,ق ةروس[

٣٦

]

Artinya:

“Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)” (QS. Qaf: 36)

3) Naqiba (QS. Al-Maidah: 12)

بيِقَن َرَشَع يَثٱ ُمُه ِم اَثَعَ بَو َليِءَٰرسِإ يَِب َقَٰثيِم ُهَللٱ َذَخَأ دَقَلَو

ا

ۖ

َلاَقَو

يِنِإ ُهَللٱ

مُكَعَم

ۖ

نِئَل

ُمُتضَرقَأَو مُوُمُترَزَعَو يِلُسُرِب مُت َماَءَو َةٰوَكَزلٱ ُمُتيَتاَءَو َةٰوَلَصلٱ ُمُتمَقَأ

َسَح اًضرَق َهَللٱ

ا

َنَرِفَكََُ

مُك َع

ِيَس َ

مُكِتا

مُكََلِخدَََُو

تََٰج

يِرجَت

نِم

اَهِتحَت

ُرَٰهنََٱ

ۖ

نَمَف

َرَفَك

عَب

مُك ِم َكِلَٰذ َد

,ةدئاملا ةروس[ ِليِبَسلٱ َءاَوَس َلَض دَقَ ف

١٢

]

Artinya:

“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus” (QS.

al-Ma’idah: 12)

Jika dikomparasikan substansi makna pada Al-Qur’an dan dikaitkan dengan berbagai makna yang sudah dikemukakan di atas, nampak ada kesesuaian. Kemudian diambillah suatu pengertian bahwa


(37)

28

masyarakat, yang dapat dijadikan suri tauladan baik mengenai silsilah, akhlak, karamah, ajaran, dan segala sisi kehidupannya.

Yang dimaksud dengan Manaqib secara istilah adalah membaca kisah tentang orang-orang sholeh, seperti kisah Nabi atau auliya’ (para kekasih Allah). Dalam tradisinya, kisah-kisah tersebut ditulis dengan menggunakan bahasa yang benar-benar indah.

Manaqib tentang Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy cukup banyak, antara lain sebagai berikut. 1) Bahjat Al-Asrar, yang ditulis oleh Asu-Syattanawi (w. 713 H/1313 M), merupakan biografi tertua dan terbaik tentang Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy yang penuh dengan kisah keajaiban sang wali dan menjadi rujukan penulis berikutnya. 2)

Khulashah Al-Mufakhir, yang ditulis oleh Al-Yafi’i (w. 768 H/1367 M)

sebagai apologinya tentang Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, memuat 200 kisah legenda tentang keshalehan tokohnya dan sekitar 40 kisah mistik lainnya. Naskah ini di dalam bahasa Jawa dikenal sebagai hikayah Abdul Qodir Al-Jailaniy yang hanya memuat 100 kisah, termasuk dalam 79 tembang. 3) Khalaid Al-Jawahir karya Al-Tadifi. Penyusunannya bersifat historis yang dimulai dari pembahasan kehidupan, keturunan dan lingkungan wali dan kisah ilustratif. 4) Natijah At-Tahqiq oleh Abdullah Muhammad Ad-Dilai (w. 1136 H/1724 M) memuat deskripsi kehidupan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy dan ucapannya yang menunjukkan kebesaran sang wali. 5) An-Nur Al-Burhani fi Tarjamah Al-Lujjaini Ad-Dani fi Manaqib Sayyid Abdul Qodir Al-Jilani oleh Abu Luthf Al-Hakim


(38)

29

Mushlih bin Abdurrahman Al-Maraqi, memuat legenda dan kisah ajaib

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy. 6) Lubab Al-Ma’ani fi Tarjamah Ad

-Dani fi Manaqib Sayyidi Asy-Syekh Abdul Qodir oleh Abu Muhammad

Shalih Mustamir Al-Hajian Al-Juwani memuat kisah kehidupan dan kekeramatan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy.33

Salah satu budaya mengenang sejarah dan autobiografi wali adalah manaqib. Manaqiban atau membaca manaqib dipercaya sebagai jalinan untuk terus-menerus menyambung tali silaturahmi dengan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailaniy yang dikenal dengan Sulthanul Auliya.34

Ayat di bawah ini bisa dijadikan landasan mengapa kita harus berada di belakang orang-orang yang selalu berada dalam jalan kembali kepada Allah SWT.

َم يِب َكِرْشُت ْنَأ ىَلَع َكاَدَاَج ْنِإَو

يِف اَمُهْ بِحاَصَو اَمُهْعِطُت َََف ٌمْلِع ِهِب َكَل َسْيَل ا

َمْعَ ت ْمُتُْك اَمِب ْمُكُئِبَ نُأَف ْمُكُعِجْرَم يَلِإ َمُث َيَلِإ َباَنَأ ْنَم َلْيِبَس ْعِبَتاَو اًفْوُرْعَم اَيْ نُدلا

َنْوُل

Artinya:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku

sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan

baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya

kepada-Ku lah kembalimu. Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15).35

33J. Suyuti Pulungan, “Manakib,” Ensiklopedi Islam, Vol. 4, ed. Nina Armando, et. Al.

(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), hal. 264.

34 Muhammad Solikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

(Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), hal. 47-48.

35 Kementrian Agama RI, Mushaf Aisyah:Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita (Bandung:


(39)

30

Salah satu tradisi yang dilakukan oleh dunia pesantren adalah mengamalkan manaqib. Manaqib yang dibaca adalah seputar prikehidupan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy yang dikenal dengan Sulthanul Auliya. Karenanya manaqib yang dibaca adalah manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy.

Dalam pembacaan manaqib ini biasanya salah seorang memimpin bacaan yang terdapat dalam kitab manaqib. Sementara yang lainnya

dengan khusyu’ mendengarkan secara aktif dengan memuji Allah menggunakan kalimat-kalimat Asmaul Husna. Bagi yang mengerti bacaannya dapat menyelami lebih dalam maksud dan pelajaran-pelajaran dari isi kitab tersebut. Sebab di dalamnya berisi prikehidupan, kebiasaan dan kelebihan-kelebihan dari Wali Allah. Bagi yang tidak mengerti akan diterangkan oleh gurunya.

b. Isi Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy merupakan tokoh sufi yang paling masyhur di Indonesia. Tokoh yang diyakini sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah ini lebih dikenal masyarakat lewat cerita-cerita karamahnya dibandingkan ajaran spiritualnya. Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya, biografi (manaqib) tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di masyarakat dengan sebutan manaqiban.

Manaqiban diadakan setiap tahun, setiap bulan, bahkan setiap ada kegiatan-kegiatan penting di masyarakat. Bukan hanya itu, manaqib juga


(40)

31

digunakan untuk menambah keyakinan seseorang kepada Sang Pencipta atau untuk mencari ketenangan hati bila sedang dilanda masalah.

Namun, sudahkah kita mengenal Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy secara mendalam? Siapa sebenarnya belia, bagaimana proses belajarnya, apakah beliau hanya ahli di bidang tasawuf? Penulis berusaha menghadirkan beliau secara utuh. Sebagai manusia, pemimpin para wali, dan suri tauladan bagi kaum muslimin. Berikut Biografi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy:

Kemasyhuran Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy di kalangan umat Islam, bahkan di dunia, sudah tidak diragukan lagi. Orang Islam mengenal beliau sebagai “Pemimpin Para Wali.” Di dunia Barat beliau dikenal sebagai Syaikhul Islam dan Filsuf Islam.36 Sebagai orang Islam,

sudah sepantasnya kita lebih mengenal pribadi beliau. Mencermati dan mengambil pelajaran dari kehidupan beliau sebagai suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak perbedaan mengenai tahun kelahiran Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy. Berdasarkan sumber yang banyak menyebutkan bahwa beliau lahir 470 H (1077 M) seperti dalam Mawa’idz karya Syekh Shalih Ahmad As-Syami. Ada pula yang mengatakan beliau lahir pada tahun 480 H/1078 M dan wafat tahun 561 H/1166 M di Baghdad.37 Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy

36 Samsul Ma’arif, Berguru Pada Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-Jailani

(Yogyakarta: Araska, 2016), hal. 9.

37 Samsul Ma’arif

, Berguru Pada Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-Jailani


(41)

32

dilahirkan di dusun Jilan, kota terpencil di luar kota Thabaristan, pada tahun 471 H (tanggal 1 Ramadhan 471 H).

Tempat kelahiran beliau di Gilan atau Jilan, Irak. Ada juga yang mengatakan Gilan itu terletak di Persia (Iran sekarang). Nama beliau adalah Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jailani bin Abi Shalih Musa Janka Dawsat.38

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy termasuk sayyid, keturunan Nabi Muhammad SAW. atau di Indonesia sering disebut habib. Marga beliau al-Hasani (nasab jalur ayah) wal-Husaini (nasab jalur ibu). Ayahnya

adalah Abu Shalih Musa “Janki Dawsat.” Bahkan kalau diteruskan

melalui Ali bin Abi Thalib karramahullahu wajhahu, nasab beliau bersambung sampai Nabi Ibrahim a.s.

Secara lengkap nasab beliau dari jalur ayah sampai Nabi Muhammad SAW. adalah sebagai berikut:

38

Abu Luthf Al-Hakim Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy, Manaqib Syaikh Abdul

Qodir Al-Jailani Al-Lujjaini Ad- Daniy. Terjemahan oleh Achamd Sunarto (Surabaya: Al-Miftah,


(42)

33

Nabi Muhammad SAW

Fatimah Az-Zahra Ali Ibn Abi Thalib Hasan Ibn Abi Thalib

Hasan Al Mutsanna Abdullah Al Mahdhi

Musa Al Juni Abdullah

Musa Dawud Muhammad Yahya Al Zahid

Abdullah

Abu Shalih Musa “Janki Dawsat”

Syekh Abdul Qodir Al-Jailani39

Sedangkan ibunya yang bernama Ummul Khoir Ummatul Jabbar Fathimah adalah putri Sayyid Muhammad putra Abdullah as-Shauma’i putra Abi Jamaluddin as-Sayyid Muhammad, putra al-Iman Sayid Mahmud bin Thahir, putra al-Iman Abi Atha’, putra Sayid Abdullah al -Imam Sayid Kamaludin Isa, putra -Imam Abi Alaudin Muhammad al-Jawad, putra Ali Rido Imam Abi Musa al-Qadim, putra Ja’far Shadiq,

39

Abu Luthf Al-Hakim Mushlih bin Abdur Rahman Al-Maraqiy, Manaqib Syaikh Abdul

Qodir Al-Jailani Al-Lujjaini Ad- Daniy. Terjemahan oleh Achamd Sunarto (Surabaya: Al-Miftah,


(43)

34

putra Imam Muhammad al-Baqir, putra Imam Zaenal Abidin, putra Abi Abdillah al-Husain, putra Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani adalah Hasani dan sekaligus Husaini.

Abdul Qodir Al-Jailaniy mempunyai beberapa julukan mulia dari masyarakat. Diantaranya adalah Sulthanul Auliya’ (pemimpin para wali),

Syekh Muhyi al-Din (yang menghidupkan agama), Ghauts al-A’zham

(wali agung senantiasa mendengar rintihan orang-orang yang memohon pertolongan dan memberikan bantuan kepada yang memerlukan), al-‘Arif Billah (makrifat dengan Allah), al-Shufi, al-Quthb al-Rabbani (poros Tuhan), al-Hanbali (pengikut madzhab Hanbali).40

Dalam Manqabah kedua, Manaqib Syaikh Abdul Qodir

Al-Jailaniy disebutkan bahwa beliau telah dianugerahi kemuliaan sejak

dalam kandungan. Ayah Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, yaitu Abi Shalih Musa Janki Dawsat, pada malam hari bermimpi dikunjungi Rasulullah SAW. diiringi para Sahabat dan Imam Mujtahidin, serta para wali. Rasulullah bersabda kepada Abi Shalih Musa Janki Dawsat:

Wahai Abi Shalih, kamu akan diberi putra oleh Allah. Putramu bakal

mendapat pangkat kedudukan yang tinggi di atas pangkat kewalian sebagaimana kedudukanku di atas oangkat kenabian. Dan anakmu ini

termasuk anakku juga, kesayanganku dan kesayangan Allah.

40

Samsul Ma’arif, Berguru Pada Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-Jailani


(44)

35

Diceritakan pula bahwa setelah lahir, beliau tidak mau menyusu pada waktu siang hari di bulan Ramadhan dan berbuka (menyusu) di waktu malam datang. Bahkan dalam kisah-kisah yang masyhur (populer) beliau sampai dijadikan pertanda datangnya bulan Ramadhan.

Ada pula riwayat yang menyatakan, saat lahir beliau memiliki tanda berupa tapak kaki Rasulullah SAW. di atas tengkuk beliau. Ini merupakan tanda walayah (kewalian).

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy bukanlah sosok yang mudah putus asa ataupun selalu berpangku tangan. Namun beliau merupakan sosok yang mempunyai semangat belajar dan rasa keingintahuan yang menggebu-gebu. Akhirnya, beliau mempunyai tekad yang bulat untuk memenuhi segala keinginannya tersebut. Hal ini terjadi ketika beliau mengetahui bahwasanya menuntut ilmu adalah wajib hukumnya. Maka beliau pun memutuskan untuk menimba ilmu di Baghdad pada tahun 488 H. Usia beliau ketika itu sekitar 18 tahun.41

Periode Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy selama 37 tahun menetap di Baghdad, tepatnya pada periode lima Khalifah dari pemerintahan dinasti Abbasiyah. Pertama kali masuk di Baghdad, kunci kekhalifahan dipegang oleh Al-Mustadhir Biamrillah, lalu Abul Abbas (w. 512 H) setelah itu kursi kekhalifahan diduduki oleh Al-Mustarsyid, lalu Al-Rasyid, kemudian Al-Muqtafi Liamrillah dan selanjutnya kursi

41 Zainur Rofiq Al-Shadiqi, Biografi Syekh Abdul Qodir Al-Jilani (Jombang: Darul Hikmah,


(45)

36

kekhalifahan diduduki oleh Al-Mustanjid Billah. Pada periode itulah kehidupan Syaikh Abdul Qodir disibukkan dengan berbagai aktifitas rohani seperti penyucian jiwa. Hingga tahun 512 H, yakni pada usia yang ke 51 tahun tak pernah memikirkan pernikahan. Bahkan menurutnya hal itu merupakan penghambat dalam upaya aktifitas penyucian rohani atau jiwa. Namun demikian, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy tak sampai meninggalkan sunnah rasul tersebut. Sehingga pada usia lanjutpun beliau menikah dan memiliki empat istri. Dari keempat istrinya itulah lahir empat puluh sembilan anak.

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy memperoleh ilmu yang cukup banyak di Baghdad berkat ketulusan dan kesungguhannya. Beliau belajar ilmu fiqh kepada ulama besar di zamannya, misalnya Abdul Wafa bin Agil Muhammad bin Hasan Al-Baqilani, Abdul Hasan Muhammad bin Al-Qadhi, Abul Khattab Al-Kalawazani. Belajar ilmu sastra kepada Abu Zakariyah Al-Tibrizi dan belajar ilmu thoriqoh atau tasawuf kepada Abul Khoir Hammad bin Muslim Ad-Dabbas hingga memperoleh ijabah tinggi dari Al-Qadli Abu Said Al-Muhkrami.

Selama belajar di Baghdad Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy selalu hidup dalam keadaan prihatin dan menahan derita dengan tabah. Berkat kejujuran dan keikhlasannya, sehingga ia cepat menerima dan menguasai ilmu dari para gurunya. Dan ia telah berhasil menyusun tiga buah kitab yang diberi judul: Futuhul Ghaib, Fathurabbani, Qosyidiyah Al-Ghausiyah.


(46)

37

Disamping seorang ahli hukum dan sastrawan, beliau juga dikenal sebagai tokoh yang kharismatik, yaitu tokoh spiritual muslim yang mempunyai pengaruh besar baik pada masanya hingga saat ini. Hal ini terbukti dengan tunduknya seorang khalifah pada masanya, pujian tokoh pada masanya hingga masa sesudahnya, penamaan lembaga tarekat yang dinisbahkan kepada namanya, serta kultus masyarakat. Pengaruh tersebut disebabkan oleh antara lain, karena Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy mempunyai nasab yang bersambung hingga Rasulullah SAW, kedalaman spiritual dan karomah yang dimiliknya, serta kepercayaan masyarakat terhadap berkah bisa diperolehnya.

Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, Ibnu

Qumadah menjawab, “Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir

masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardlu.”

Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy juga sebagai orang yang tekun dalam berdakwah, bermujahadah dan mengajar orang-orang. Tugas-tugasnya ini beliau laksanakan hingga wafat. Beliau wafat pada tanggal


(47)

38

dimakamkan di Bab Al-Azaj, Baghdad.42 Syekh wafat setelah menderita sakit ringan dalam waktu tidak lama. Bahkan ada yang mengatakan syekh sakit hanya sehari semalam. Maka cita-cita luhur Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy setelah wafatnya ini diteruskan oleh para muridnya yang senantiasa setia terhadap dakwah Islamiyah. Mereka terdiri dari para ilmuwan dakwah dan ilmuwan-ilmuwan yang ahli dalam bidang pengajaran. Peran mereka dalam pemeliharaan ajaran-ajaran Islam sangat besar sekali, seperti hidupnya kembalu api keimanan, agitasi dalam tugas berdakwah dan berjihad. Bersamaan dengan itu semua telah tumbuh pula manusia-manusia yang berpotensi tinggi untuk menyebarkan Islam ke negeri-negeri yang belum pernah terjamah oleh para tentara Islam atau yang belum pernah bernaung di bawah hukum Islam. Oleh karena itu, maka tersebarlah Islam ke bagian benua Afrika, indonesia, Jazirah Hindia bagian dalam, Cina dan Hindustan.

Sebelum wafatnya, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy telah berwasiat kepada putranya yang bernama Abdul Razzaq. Beberapa wasiatnya diantaranya:

“Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah. Taati Tuhanmu.

Jangan takut dan jangan berharap kepada selain Allah. Serahkan semua kebutuhanmu pada Allah Azza wa Jalla. Minta semua yang kamu butuhkan kepada Allah. Jangan terlalu percaya pada selain Allah.

42 Syekh Abdul Qodir Al-Jilani, Jangan Abaikan Syariat: Adab-Adab Prjalanan Spiritual,


(48)

39

Bergantunglah hanya pada Allah. Bertauhidlah! Bertauhidlah! Bertauhidlah! Karena pangkal dari segala sesuatu adalah tauhid, yakni kepada sifat-sifat Allah yang tertulis. Perintahkanlah dengan sifat-sifat seperti yang telah diwahyukan, hukum dapat berubah, sedangkan ilmu tidak berubah, hukum dihapus sedangkan ilmu tidak dihapus. Wahai anakku, semoga Allah senantiasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya bagimu dan kaum muslimin. Wahai Ananda, ayah berwasiat bertakwalah kepada Allah, pegang syara’ dan laksanakan dengan sebaik-baiknya, pelihara pula batas-batas agama.43

Dari beberapa uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy adalah seorang diantara sederetan orang-orang yang berpengaruh dalam dunia Islam. Beliau adalah seorang mujahid yang paling tidak menyukai dan menolak kehidupan mewah sehingga melupakan Allah dan perkara lain yang tidak ada di dalam ajaran Islam. Dan beliau benar-benar seorang ulama besar yang sudah tidak asing lagi bagi dunia tasawuf khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Jadi, sudah selayaknya pribadi yang besar ini dicintai dan bahkan kebesarannya itu diceritakan baik lewat lisan maupun tulisan-tulisan yang tersusun rapi dengan maksud agar dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk umat Islam.

43

Syekh Muhammad Fadhil Al-Jaelani Al-Hasani, Nahr al-Qadiriyah ‘Abdul Qadir Al


(49)

40

c. Sejarah Timbulnya Manaqib di Indonesia

Sejarah timbulnya manaqib di Indonesia erat sekali kaitannya dengan sejarah tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia. Sebab ajaran-ajaran tasawuf inilah timbul berbagai macam amalan dalam Islam, seperti thoriqoh yang kemudian berkembang menjadi amalan yang lain seperti halnya manaqib.

Dalam kajian sejarah dijelaskan bahwa sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang menjadi daerah lintasan antara Cina dan India.44 Umumnya daerah yang ada di pesisir pulau Jawa dan Sumatera pada abad ke-1 dan ke-7 M menjadi pelabuhan-pelabuhan penting yang sering disinggahi oleh para pedagang.

Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Masuknya Islam melalui India ini menurut sebagian pengamat mengakibatkan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia ini bukan Islam


(50)

41

yang murni dari pusatnya yakni Timur Tengah, tetapi Islam yang sudah banyak dipengaruhi paham mistik sehingga banyak kejanggalan dalam pelaksanaannya. Selain itu, dikatakan bahwa Islam yang berlaku di Indonesia ini tidak sepenuhnya selaras dengan apa yang digariskan

Al-Qur’an dan Sunnah sebab Islam yang datang kepada masyarakat

Indonesia itu bukan Islam yang langsung dari sumbernya, tetapi berdasarkan kitab-kitab fiqih dan teologi yang telah ada semenjak abad ketiga hijriyah.45

Berbeda pendapat dengan pernyataan di atas, S.M.N Al-Attas berpendapat bahwa pada tahap pertama Islam di Indonesia yang menonjol adalah aspek hukumnya, bukan aspek mistik karena ia melihat bahwa kecenderungan penafsiran Al-Qur’an secara mistik itu baru terjadi antara tahun 1400-1700 M. 46

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, menurut kenyataan nilai-nilai tradisional Hindu-Budha telah banyak memengaruhi substansi pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Snouck Hourgronye dalam tulisannya De Islam in Nederlandsch Indie yang kemudian dikutip oleh Syamsul Wahidin dan Abdurahman47 mengemukakan pengamatannya bahwa agama Islam yang diterima oleh masyarakat Indonesia itu sebelumnya sudah mengalami proses penyesuaian dengan agama Hindu

45 Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), hal. 292.

46

Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 292-293.

47 Syamsul Wahidin dan Abdurahman, Perkembangan Ringkas Hukum Islam di Indonesia


(51)

42

sehingga dengan mudah dapat menyelaraskan dirinya dengan agama Hindu campuran yang ada di Jawa dan Sumatera. Dengan demikian, tampak bahwa Islam di Indonesia lebih banyak menonjol aspek mistik daripada aspek hukum sebagai corak aslinya.

Hal ini dapat dimaklumi mengingat peranan mistik dari masa pra-Islam dan dari ajaran Hindu-Budha sangat besar pengaruhnya sebelum datangnya Islam. Namun, justru dengan warna Islam yang sudah bercampur dengan mistik inilah yang lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia waktu itu sehingga agama Islam dapat tersebar dengan cepat. Semua ini merupakan sebuah strategi yang dilancarkan oleh para pendakwah Islam.

Nama lain dari ajaran mistik yang dibawa oleh pedagang yang juga sebagai pendakwah Islam yakni tasawuf. Di dalam Islam, tasawuf merupakan salah satu dari dimensi ajaran Islam yakni esoteris. Ini merupakan dimensi Islam yang bergerak pada ranah ruhaniah. Para sufi (pelaku tasawuf) dalam dakwahnya tentu akan lebih menonjolkan aspek ruhani daripada aspek lahiriyah (normatif). Para sufi yang berdagang hingga singgah di Indonesia, kemudian juga mendakwahkan Islam tentunya muatan nilai-nilai dakwahnya bersifat sufistik atau mistik.48

Tersebarnya ajaran tasawuf di Indonesia tercatat sejak masuknya ajaran Islam di negeri ini. Ketika para pedagang muslim

48 Roeslan Abdulgani, Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Antar


(52)

43

mengislamkan orang-orang Indonesia, tidak hanya dengan menggunakan pendekatan bisnis akan tetapi juga menggunakan pendekatan tasawuf.49

Karena tasawuf mempunyai sifat spesifik yang sudah diterima oleh masyarakat yang bukan Islam kepada lingkungannya dan memang terbukti bahwa tersebarnya ajaran Islam di seluruh Indonesia oleh sebagian besar jasa para sufi baik yang tergabung dalam thoriqoh maupun yang lepas dari thoriqoh.

Tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam itu dalam setiap dakwahnya selalu mengikut sertakan paham-paham tasawufnya sebagaimana para sufi, seperti Hamzah Fansuri, Abdurrauf Singkel, Nuruddin Ar-Raniri, Samsuddin Sumatrani sangat berjasa dalam perkembangan Islam di Sumatera. Dan tersebarnya Islam di Jawa dipimpin oleh para wali sembilan yang juga tergolong sebagai sufi. Para wali sembilan tersebut lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan

wali songo. Para wali songo sangat ahli dalam menentukan taktik dan

strategi ketika menyebarkan dakwahnya. Pendekatan tasawuf adalah strategi yang dipilih sebagai sarana untuk mengislamkan masyarakat Jawa. Hal ini dilakukan karena diketahui bahwa penduduk Jawa dilatarbelakangi oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha yang inti ajarannya adalah kehidupan mistik. Kesamaan dimensi mistik inilah yang kemudian menjadikan perjalanan dakwah Islam oleh para wali

songo ini dapat berjalan lancar. Para wali memperkenalkan ajaran Islam


(53)

44

pada masyarakat yang beragama Hindu dan Budha, maka mereka banyak yang tertarik untuk menganutnya. Meskipun ketika itu mereka sering mengamalkan ajaran Islam dicampuradukkan dengan ajaran yang pernah mereka anut sebelumnya.50

Para ulama Jawa mendapatkan sebutan wali songo karena dianggap sebagai penyebar agama Islam terpenting. Mereka giat sekali menyiarkan Islam dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam. Para ulama ini mempunyai keistimewaan yang lebih tinggi dibanding mereka yang masih memeluk agama lain. Keistimewaan tersebut terletak pada segi kekeramatan. Kekeramatan ulama merupakan hal yang istimewa bagi masyarakat, disamping itu juga mempunyai kekuatan batin yang lebih, mempunyai ilmu yang tinggi, terlebih lagi dalam menyiarkan Islam selalu menggabungkan dengan kehidupan kerohanian di dalam Islam.

Demikian halnya dengan timbulnya manaqib yang sudah menjadi tradisi yang terus berkembang di tengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia, terutama di Jawa tidak lepas dari peranan ulama atau wali yang menyebarkan Islam. Pada awal penyebaran Islam di Jawa, para ulama Islam yang dipimpin oleh wali songo telah mengajarkan kepada masyarakat Islam tentang ilmu thoriqoh, manaqib dan amalan-amalan lain yang selaras dengan itu. Praktek-praktek tersebut ternyata berjalan


(54)

45

dan berkembang terus sampai sekarang bahkan oleh masyarakat Islam hal itu dijadikan sebagai sarana dakwah Islamiyah.51

Dari perkembangan sejarah penyebaran Islam ini, maka wajar sekali jika pada masa itu juga berkembang pesat amalan-amalan tersebut di atas. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa timbulnya manaqib di Indonesia adalah sejak para ulama Islam yang dipimpin oleh para sufi mengajarkan Islam di Indonesia.

d. Manfaat Manaqib

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa manaqib adalah cerita-cerita mengenai kekeramatan para wali yang biasanya dapat didengar melalui juru kunci makam, pada keluarga dan muridnya, atau dibaca dalam sejarah-sejarah hidupnya.

Sejak zaman dahulu, baik di masa Nabi Muhammad SAW. lahir maupun sesudah wafatnya, manaqib sudah ada dan diterangkan di dalam Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah yang bebunyi:

َُّكَو

صُقَ ن

َكيَلَع

ِهِب ُتِبَثُ ن اَم ِلُس رلٱ ِءاَبنَأ نِم

ةَظِعوَمَو قَحلٱ ِِذَٰ يِف َكَءاَجَو َكَداَؤُ ف

ٰىَركِذَو

َنيِِمؤُملِل

١٢٠

Artinya:

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi

orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 120).52

51 Imron Abu Umar, Kitab Manaqib Tidak Merusak Aqidah Islamiyah (Kudus: Menara

Kudus, 1989), hal. 11.

52 Kementrian Agama RI, Mushaf Aisyah:Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita (Bandung:


(55)

46

وَلَو

ُهَِكَٰلَو اَهِب ُهَٰعَفَرَلاَئِش

ٓ

ُهٰىَوَ َعَبَ تٱَو ِضرََٱ ىَلِإ َدَلخَأ

ٓ ۚ

ُهُلَ ثَمَف

نِإ ِبلَكلٱ ِلَثَمَك

َلَع لِمحَت

ثَهلَي ُهكُرتَت وَأ ثَهلَي ِهي

ِب ْاوُبَذَك َنيِذَلٱ ِموَقلٱ ُلَثَم َكِلَٰذ

َ

اَِتَٰيا

ٓ ۚ

ِصُصقٱَف

َكَفَ تَ ي مُهَلَعَل َصَصَقلٱ

َنوُر

١٧٦

Artinya:

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka

ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”

(QS. Al-A’raf: 176).53

Ayat-ayat di atas mengandung pengertian bahwa sejarah para

nabi dan para auliya’ banyak pula yang tidak disebutkan dalam Al

-Qur’an. Secara tidak langsung kita dianjurkan oleh Allah untuk mencari

atau meneliti sejarah-sejarah tersebut, baik dari Hadits Nabi maupun dari sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Tujuan dari penyelenggaraan aktifitas manaqib adalah untuk mencintai dan menghormati keluarga dan keturunan Nabi SAW,

mencintai para orang sholeh dan auliya’, mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, bertawassul dengan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy dan melaksanakan nadzar karena Allah semata dan bukan karena maksiat.

Dengan tujuan seperti yang telah disebutkan di atas, manaqib memiliki manfaat tersendiri bagi pembacanya apabila si pembaca

53 Kementrian Agama RI, Mushaf Aisyah:Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita (Bandung:


(1)

134

memahami isi yang terkandung di dalamnya kemudian menjadikannya sebagai muhasabah diri, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari para santriwati dan yang terakhir adalah tahap akhir yang berisi evaluasi serta follow-up terhadap 30 responden yang telah menjalani terapi membaca manaqib.

3. Dari hasil analisis data pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa tradisi membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy yang dimodifikasi menjadi sebuah terapi dengan teknik CBT berpengaruh terhadap kecerdasan spiritual santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah.

B. Saran

Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh tradisi membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy dalam upaya meningkatkan kecerdasan spiritual santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri, ada beberapa hal yang ingin disampaikan oleh peneliti dalam bentuk saran agar penelitian ini menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat bagi semua kalangan yang membutuhkan.

Adapun saran yang ingin peneliti sampaikan dan dianggap penting dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagi pengasuh dan ustadz / ustadzah Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri

Tradisi membaca manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy di Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah sebaiknya tidak hanya dilakukan untuk


(2)

135

sebuah kewajiban saja, tetapi juga sebagai media untuk muhasabah diri bagi para santri maupun santriwati agar bisa menjalani kehidupan sehari-hari di pondok pesantren dengan baik.

2. Bagi para santriwati Pondok Pesantren Ahmada Al-Hikmah Purwoasri Kediri

Agar menjadikan kitab manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy ataupun kitab-kitab yang lain yang berisi tentang ilmu pengetahuan serta nasehat-nasehat yang baik untuk media atau bahan bermuhasabah serta belajar sehingga diperoleh hasil yang positif tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain terutama teman-teman yang tinggal bersama-sama di dalam pondok pesantren.

3. Bagi peneliti dan juga pembaca lain untuk bisa meneliti ulang masalah ini sebagai bahan komparasi memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Peneliti berharap agar penelitian ini bisa dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Roeslan. Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Antar Kota, 1983.

Abdullah, Udik. Meledakkan IESQ dengan Langkah Taqwa dan Tawakkal, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.

Al-Ghazali, Rahasia Dzikir dan Doa, Terj. Muhammad AL-Baqir, Bandung: Karisma, 1994.

Al-Hasani, Syekh Muhammad Fadhil Al-Jaelani. Nahr al-Qadiriyah ‘Abdul Qadir Al-Jaelani (Biografi syekh ‘Abdul Qadir Al-Jaelani ra.), Depok: Keira Publishing, 2015.

Al-Jilani, Syekh Abdul Qodir. Jangan Abaikan Syariat: Adab-Adab Prjalanan Spiritual, Terjemah. Tatang Wahyudin, Bandung: Pustaka Hidayah, 2007. Al-Maraqiy, Abu Luthf Al-Hakim Mushlih bin Abdur Rahman. Manaqib Syaikh

Abdul Qodir Al-Jailani Al-Lujjaini Ad- Daniy. Terjemahan oleh Achamd Sunarto, Surabaya: Al-Miftah, 2012.

Al-Shadiqi, Zainur Rofiq. Biografi Syekh Abdul Qodir Al-Jilani, Jombang: Darul Hikmah, 2011.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Azzet, Ahmad Muhaimin. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual bagi Anak, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2010.

Darmawan, Deni. Metode Penelitian Kuantitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2013.

Doe, Mimi dan Marsha Walch. 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-Anak Anda, Bandung: Kaifa, 2001. Effendi, Irmansyah. REI KI TUMO: Teknik Efektif untuk Meningkatkan Kesadaran

dan Energi Spiritual, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Gani, Irwan & Siti Amalia. ALAT ANALISIS DATA: Aplikasi Statistik untuk Penelitian Bidang Ekonomi dan Sosial, Yogyakarta: ANDI, 2015.

Goleman, Daniel. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional (Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ). terj. T. Hermaya, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.


(4)

137

Hadjar, Ibnu. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Hamdi, Asep Saepul dan E. Bahruddin. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish, 2014.

Hendrawan, Sanerya. Spiritual Management: From Personal Enlightment Towards, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009.

Kementrian Agama RI, Mushaf Aisyah: Al-Qur’an dan Terjemah untuk Wanita, Bandung: Jabal Roudloh Al-Jannah, 2010.

Khoiri, Alwan dan Idris Thaha. “Pesantren,” Ensiklopedi Islam, Vol. 5 ed. Nina M. Armando, et. Al. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.

Look2sky, Melayani, Bentuk Penguatan Spiritual Religius, 2008, (http://sulaiman.blogdetik.com/category/spiritual/, diakses 4 Oktober 2016). Ma’arif, Samsul. Berguru Pada Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Jailani,

Yogyakarta: Araska, 2016.

Mahjudin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 1991. Margono, S. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000.

Nggermanto, Agus. Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Kecerdasan Quantum, Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, 2015.

PISS KTB, Tim Dakwah Pesantren, Tanya Jawab Islam, Yogyakarta: Darul Hijrah Technology, 2015.

Pulungan, J. Suyuti. “Manakib,” Ensiklopedi Islam, Vol. 4, ed. Nina Armando, et. Al. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.

Ramdlan, Mahbub Ma’afi. Hikmah Membaca Manaqib Syaikh Abdul Qodir Jilani.

(http://www.nu.or.id/post/read/59143/hikmah-membaca-manaqib-syaikh-abdul-qadir-jilani (diakses pada 19 Desember 2016).

Rosan, M.R. “Pengaruh Pembiasaan Shalat Dhuha dalam upaya Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (SQ) Sisiwa di Sekolah (Study Kasus di SMP Ar-Risalah Lirboyo Kediri)”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.

Salim, Peter. Salim’s Ninth Collegiate English Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 2000.

Shihab, M. Quraish. Dia Ada di Mana-mana: “Tangan” Tuhan di Balik Setiap Fenomena, Jakarta: Lentera Hati, 2004.


(5)

138

Siswanto, Victorianus Aries. Belajar Sendiri SPSS 22, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2015.

Solikhin, Muhammad. 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Yogyakarta: Mutiara Media, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2014.

Sujianato, Agus Eko. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009.

Sumardi, Password Menuju Sukses; Rahasia Membangun Sukses Individu, Lembaga, dan Perusahaan, Jakarta: Penerbit Esensi Erlangga, 2007.

Swarjana, I Ketut. Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2012.

Tohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Umar, Imron Abu. Kitab Manaqib Tidak Merusak Aqidah Islamiyah, Kudus: Menara Kudus, 1989.

Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

_____, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Wahab, Abd. & Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Wahid, Abdurrahman. Bunga Rampai Pesantren, Jakarta: Dharma Bhakti, 1978. Wahidin, Syamsul dan Abdurahman. Perkembangan Ringkas Hukum Islam di

Indonesia, Jakarta: Akademia Presindo, 1984.

Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan Penuntun Langkah Pelaksana Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Widoyoko, S. Eko Putro. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Wilding, Christine dan Aileen Milne. Cognitive Behavioural Therapy. Terj. Ahmad Fuandy, Jakarta: Indeks, 2013

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Zohar, Danah dan Ian Marshall. SQ: Kecerdasan Spiritual, Bandung: Mizan Media Utama, 2001.


(6)

139

_____, Spiritual Capital: Memberdayakan SC di Dunia Bisnis. Terj. Helmi Mustofa, Bandung: Mizan, 2005.


Dokumen yang terkait

Peran Guru Al-Qur’an Dalam Menanggulangi Kesulitan Belajar Membaca Al- Qur’an Pada Santriwati MTs Pondok Pesantren Al- Amanah Al- Gontory Perigi Baru Pondok Aren Tangerang

0 11 83

SEJARAH PERKEMBANGAN JAMAAH DZIKIR MANAQIB SYAIKH ABDUL QODIR JAILANI DI PONDOK PESANTREN ALQODIRI JEMBER KECAMATAN GEBANG KABUPATEN JEMBER TAHUN 1997-2015.

0 19 106

EFEKTIVITAS PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL: STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN DARUL HIKMAH SOOKO MOJOKERTO.

1 2 65

MUHASSINAT AL LAFDZIYYAH DALAM KITAB MANAQIB AL FAIDH AL RAHMANY KARYA SYAIKH ‘ABD AL QADIR AL JAILANY.

0 2 71

Kajian Living Hadis: Nilai-nilai sunah nabi dalam tradisi manaqib syaikh ‘abdul qadir al-jilaniy di desa kunir - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 17

Kajian Living Hadis: Nilai-nilai sunah nabi dalam tradisi manaqib syaikh ‘abdul qadir al-jilaniy di desa kunir - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 23

Kajian Living Hadis: Nilai-nilai sunah nabi dalam tradisi manaqib syaikh ‘abdul qadir al-jilaniy di desa kunir - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 19

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Gambaran Objek Penelitian 1. Profil dan Sejarah Manaqib di Pondok Pesantren Al-Qodiri - KOMUNIKASI POLITIK MELALUI RITUAL KEAGAMAAN (studi kasus pemanfaatan Majelis Dzikir Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani dalam su

0 0 25

UPAYA PONDOK PESANTREN DALAM MENANAMKAN AKHLAKUL KARIMAH PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN PUTRI QUEEN AL-FALAH Ploso-Mojo-Kediri

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-AMIEN KOTA KEDIRI

0 0 13