Etika politik dalam pandangan lembaga Tarekat Shiddiqiyyah Losari-Ploso-Jombang.

(1)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

ELI WAHYUNI NIM: E04213023

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

iii ABSTRAK

Etika menjadi sangat penting untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi dasar seseorang ataupun kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, terutama dalam berpolitik. Dimana menghilangkan penggunaan “menghalalkan segala cara” dalam mencapai suatu tujuan yang dampaknya dapat merugikan orang lain. Tujuan etika politik ialah mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat.

Skripsi yang berjudul “Etika Politik dalam Pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah Losari-Ploso-Jombang” menggunakan pendekatan kualitatif dan merupakan jenis penelitian lapangan. Permasalahan penelitian ini difokuskan pada rumusan masalah tentang etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah dan penerapan nilai-nilai etika politik yang dilakukan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah serta warganya.

Hasil penelitian mengenai etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah di Jombang ialah pertama, tidak secara tertulis dan menurut Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah etika politik ada dua sudut pandang yakni ada di dalam Quran dan dipraktekkan Rasulullah yang terkandung dalam surat Al-Hujurot ayat 13 dan Pancasila sebagai sumber etika politik Indonesia. Kedua, Shiddiqiyyah dalam menerapkan nilai-nilai etika politik mencoba membangun ruang publik yang berakar dari orientasi publik yang berpijak pada konsep kepentingan bersama seperti membangun Pesantren Politik Jati Diri Bangsa, mengkritisi pemerintah, dan memberikan kesadaran pada masyarakat. Pada penerapan etika politik secara individual, murid Shiddiqiyyah ketika ingin terjun dalam dunia politik praktis masih belum dapat merealisasikan nilai-nilai etika politik dalam perilaku. Hal ini dikarenakan salah satu murid Shiddiqiyyah kemudian tersandung kasus penyalahgunaan keuangan di lingkup lembaga Shiddiqiyyah pada saat akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Dan juga terjadi pada salah seorang murid Shiddiqiyyah yang berpolitik praktis masih belum dapat mewujudkan nilai-nilai etika politik yaitu nilai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena, kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap kemaslahatan masyarakat.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

ABSTRAK ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN SKRIPSI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 01

B. Rumusan Masalah ... 06

C. Tujuan Penelitian ... 07

D. Manfaat Penelitian ... 07

E. Penelitian Terdahulu ... 08

F. Penegasan Konsep ... 11

G. Metode Penelitian ... 12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 12

2. Penentuan Lokasi Penelitian ... 13

3. Sumber Data dan Jenis Data ... 14

4. Informan Penelitian ... 15

5. Teknik Pengumpulan Data ... 17

6. Teknik Analisis Data ... 19

H. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Dasar 1. Pengertian Etika... 22


(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xii

2. Pengertian Politik ... 26

B. Konsep Etika Politik ... 29

C. Etika Politik dalam Islam ... 35

D. Dimensi Etika Politik ... 38

BAB III: GAMBARAN UMUM TAREKAT SHIDDIQIYYAH A. Sejarah Tarekat Shiddiqiyyah ... 41

B. Identitas Tarekat Shiddiqiyyah ... 73

C. Organisasi dan Kepengurusan ... 60

BAB IV: PEMBAHASAN A. Paparan Data Hasil Wawancara 1. Etika dalam Pandangan Tarekat Shiddiqiyyah ... 66

2. Etika Politik dalam Pandangan Tarekat Shiddiqiyyah ... 71

3. Tarekat Shiddiqiyyah dalam Menerapkan Nilai-Nilai Etika Politik... 88

B. Analisis Data 1. Analisis Etika Politik dalam Pandangan Tarekat Shiddiqiyyah ... 98

2. Analisis Tarekat Shiddiqiyyah dalam Menerapkan Nilai-Nilai Etika Politik ... 107

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Etika merupakan permasalahan dan tantangan yang secara tidak langsung harus dihadapi manusia saat ini dan seterusnya. Pada dasarnya manusia sejak lahir telah memiliki nilai-nilai etika yang mulia. Filsafat kuno biasa berkata “Manusia itu dilahirkan sebagai lembaran kertas yang putih, oleh pendidik dibentuk seperti

apa yang ia kehendaki” atau “Manusia itu seperti tepung cair, oleh pendidik

dicetaknya menurut apa yang ia sukai”.1 Akan tetapi seringkali masih adanya banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Agama Islam telah hadir di tengah-tengah bangsa Arab yang memang pada saat itu sedang merosot etiknya. Kedatangan Islam salah satunya ialah membawa misi utama dalam perbaikan etika bangsa Arab yang telah menyimpang dari peradaban manusia.2

Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk politik, untuk menunjukkan pemikirannya terkait politik, serta turut ikut andil dalam input maupun output dari kegiatan politik dalam suatu pemerintahan. Dalam hal ini manusia haruslah memiliki kriteria atau ukuran tertentu dan tujuan dalam mencapai sebuah tatanan pemerintahan yang baik. Namun, terkadang manusia ketika dihadapi dengan kekuasaan dimanapun dan kapanpun tidak semuanya dilakukan dengan baik dan sering juga disalahgunakan. Oleh karena itu, sejak dulu manusia selalu berupaya

1

Ahmad Amin, Etika(Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 14.

2

Abdul Qadir Jailani, Negara Ideal: Menurut Konsepsi Islam (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), 149.


(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

mencari jalan keluar untuk menentang dalam penyalahgunaan kekuasaan terutama orang-orang yang memegang kekuasaan politik.3

Menurut Franz Magnis Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Politik, etika tentang bagaimana prinsip dasar yang harus diterapkan dalam setiap tindakan manusia di berbagai lingkup kehidupan individu. Etika dapat dikatakan sama halnya dengan akhlak atau moral. Keduanya merupakan pengetahuan tentang sebuah kebiasaan atau adat. Etika politik tergambarkan dari sikap dan perilaku politik suatu bangsa yang mana sesuai dengan kerangka aturan yang dapat membentuk logika berpikir individu ataupun publik demi mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.4 Dasawarsa ini negara seringkali dianggap kurang baik mengingat citra politik yang tidak lepas dari aspek negatif. Tidak jarang

kekuasaan yang dimaksudkan untuk kepentingan umum kemudian

disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.5

Adapun perbedaan tingkatan kriteria atau ukuran tertentu ketika dihadapi dengan betul atau salahnya suatu tindakan politik. Pertama yang paling umum ialah prinsip-prinsip moral dasar seperti prinsip keadilan. Tingkatan kedua lebih mengacu pada bidang permasalahan seperti prinsip bahwa kekuasaan harus dilegitimasikan secara demokratis. Tingkat ketiga ialah menyangkut kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan zaman, kondisi dan situasi.6 Sebagian besar

3 Runi Hariantati, “Etika Politik dalam Negara Demokrasi”,

Jurnal Demokrasi, Vol. II No.1 (t.k: 2003), 57.

4

Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern

(Jakarta: Gramedia, 1994), 12.

5

Anicetus B. Sinaga, Etos dan Moralitas Politik (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 16.

6


(11)

etika politik adalah tentang apa yang seharusnya dilakukan pejabat bila ada sesuatu hal yang salah atau orang yang bertindak salah. Etika yang baik akan mungkin tercipta ketika negara telah menegaskan tata aturan yang mengarah pada setiap perilaku warganya yang baik, guna kebaikan bersama.

Dari sinilah kita bisa mengukur apakah perilaku politik yang berkembang di negeri ini mengarah pada kepentingan bersama (rakyat) atau justru hanya membentuk pada kepentingan kelompok atau pribadi saja. Terkadang atas nama kebebasan, kepentingan menjadi terfokus pada satu titik saja tanpa peduli hak asasi orang lain. Standar etika perlu ditegakkan melalui barometer yang dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan praksis.7

Jika kita melihat sejarah perkembangan umat manusia bahwa tujuan negara tidak hanya untuk kepentingan umum tetapi juga diarahkan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu seperti raja-raja dan sanak saudaranya baik di wilayah-wilayah Barat maupun wilayah-wilayah Timur. Seiring berjalannya waktu tersebarnya beragam pemikiran para ilmuwan atau pakar dan peran media massa menjadi kesadaran bersama oleh masyarakat untuk tidak dapat menerima perlakuan atau paham oligarkis tentang negara. Hal itulah yang kemudian menjadi proses lahirnya demokrasi.8

Untuk menuju demokrasi secara empiris tidaklah mudah untuk beberapa negara terutama negara-negara komunis yang pada kenyataannya sangat otoriter. Pada zaman modern saat inipun beberapa penguasa-penguasa juga seringkali

7

Hariantati, Etika Politik, 58.

8


(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

memiliki implikasi dalam tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) tidak hanya dalam rezim otoriter melainkan juga dalam era reformasi saat ini.

Tidak jarang politik dianggap kotor, bukan hanya rakyatnya yang dipermainkan akan tetapi, juga perjuangan politik untuk kepentingan pribadi maupun pada golongan tertentu dilakukan dengan tindakan yang tidak sesuai dengan norma atau nilai-nilai keadilan. Meski dipertegas secara lisan bahwa konsep negara sebagai negara hukum dan berlakunya undang-undang yang tidak pandang bulu.9

Kodrat sosial manusia menuntut manusia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika negara dan politik sudah merupakan sebuah kodrat maka tidak ada jalan lain selain menjalankannya. Namun di sisi lain tetap harus adanya usaha untuk memperbaiki negara dan politik yang kurang baik atau sesuai dengan tujuan awalnya. Agar usaha tersebut tidak menyimpang dari jalannya maka perlu adanya perenungan terkait etika politik.10

Hal ini yang juga dirasakan oleh kelompok tasawuf atau sufi yang melembaga sebagai sesuatu yang disebut thoriqoh atau tarekat yang saat ini sudah berkembang di seluruh dunia salah satunya yakni Tarekat Shiddiqiyyah. Seperti yang kita ketahui bahwa faham tasawuf adalah faham yang penganutnya selalu menjaga kebersihan jiwanya dari sifat-sifat kotor, tercela dan tidak terpuji. Tarekat Shiddiqiyyah selain menjadi dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia juga

9

Sinaga, Etos dan Moralitas, 14.

10


(13)

baru-baru ini menanggapi perkembangan permasalahan politik yang selama ini ada di Indonesia dan di seluruh dunia.

Tarekat Shiddiqiyyah berpandangan bahwa praktek berpolitik yang terjadi dimana-mana saat ini adalah politik yang kotor dan jahat yang sudah menjadi sistem global. Hal ini sudah tidak terjadi hanya pada karakter pribadi saja melainkan sudah menjadi sistem menyeluruh yang harus diikuti dan tidak boleh tidak jika ingin selamat dan menguntungkan.11

Menurut Tarekat Shiddiqiyyah kiprah politik seharusnya mengedepankan etika yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam yakni Al-Quran dan yang dipraktekkan Rasulullah saw. dimana politik ialah usaha bersama untuk membuat atau mempengaruhi kebijakan suatu negara dan untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Etika politik sangatlah penting jika masuk dalam ranah politik. Karena jika berpolitik tidak berbasis etika maka setiap tindakan pasti akan menyimpang. Tidak memperhatikan etika politik dalam berbangsa dan bernegara hanya akan menyebabkan cita-cita menuju adil dan makmur serta berubah menjadi Indonesia yang terpuruk dimana korupsi, kolusi dan nepotisme mengisi di setiap sudut kehidupan berbangsa dan bernegara.12

Tarekat satu-satunya ukuran adalah Al-Quran dan Hadits yang sangat mementingkan etika atau akhlak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dimana sangat menekankan nilai-nilai kejujuran, persaudaraan, keadilan, berbaik

11 Organisasi Ikhwan, “Mungkinkah Tasawuf Berpolitik?”,

Al-Kautsar Edisi 126 (Jombang, November, 2016), 22.

12


(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

sangka, berkata benar, berpikiran lurus dan lain-lain. Ajaran Tarekat Shiddiqiyyah sangat memperhatikan kebersihan hati. Akan tetapi, meski Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah memiliki pandangan etika politik yang dapat menjadi sebuah acuan masih belum bisa direalisasikan dengan baik. Karena adanya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pengurus di salah satu lembaga Shiddiqiyyah dan adanya warga Shiddiqiyyah yang menjadi pemimpin daerah kemudian masih belum bisa mengabdi kepada masyarakat Kabupaten Jombang secara keseluruhan. Hal ini diindikasikan masih ada penelantaran warga miskin, fasilitas kesehatan yang masih belum dirasakan oleh masyarakat Jombang di daerah pelosok-pelosok, jalanan umum yang masih rusak di beberapa daerah yang ini juga disadari sendiri oleh Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah sendiri.

Menyadari hal tersebut peneliti menyimpan suatu ketertarikan untuk mengkaji secara mendalam sebenarnya apakah yang kemudian menjadi landasan etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah agar bangsa Indonesia berada dalam etika berpolitik yang sesuai dengan wujud politik yang berkeimanan dan berkemanusiaan dengan konsep rohmatan lil ‘alamiin.13 Mengingat masih adanya pelanggaran nilai-nilai etika politik yang dilakukan oleh salah satu pengurus lembaga Shiddiqiyyah juga warga Shiddiqiyyah.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian ini adapun rumusan masalah yang digunakan yakni:

13


(15)

1. Bagaimana etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah?

2. Bagaimana Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah serta warganya menerapkan nilai-nilai etika politik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada dalam penyusunan penelitian ini, maka dibuatlah tujuan ini untuk mengetahui lingkup permasalahan:

1. Untuk mengetahui etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah.

2. Untuk mengetahui penerapan nilai-nilai etika politik yang dilakukan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah serta warganya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritik, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para mahasiswa, peneliti, politisi, hingga masyarakat secara umum sebagai khazanah keilmuan khususnya terkait dengan etika politik dalam pandangan lembaga tarekat Shiddiqiyyah. Dengan begitu, teori, konsep, dan cara analisis yang ada dalam penelitian ini akan memberikan manfaat dalam rangka memahami etika politik dalam berbangsa dan bernegara.


(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

2. Manfaat Praktis

Dalam prakteknya ternyata etika politik sangat diperlukan dalam menjalankan kegiatan yang menyangkut kepentingan publik dan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan kehidupan kenegaraan, pemerintahan, serta kegiatan-kegiatan dari berbagai lembaga sosial, partai politik, dan organisasi keagamaan. Bahkan hal itu berlaku dalam tingkatan organisasi kegamaan sosial di Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan tentang etika politik, sebelumnya pernah dilakukan dan terdapat beberapa hasil penelitian tentang hal tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sebelumnya penelitian tentang etika politik pernah dilakukan oleh Arfiadry Wibisono seorang mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2013 dalam penelitian Arfiadry mengambil

judul “Etika Politik dalam Perspektif Elite Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB) Kabupaten Mojokerto”. Temuan yang didapat dalam penelitan

pertama, konsep etika politik pada partai kebangkitan bangsa kabupaten Mojokerto tidak tertulis secara jelas. Menurut perspektif elite partai berpendapat bahwa konsep etika politik pada PKB ada dua yakni mencontoh Rasulullah dalam berpolitik dan konsep etika politik yang ada di mabda siyasiy (Prinsip Dasar Perjuangan). Kedua, para elite PKB dalam menjalankan konsep etika politik masih jauh dari kata sempurna. Hal ini karena pada saat memperebutkan kursi di DPRD Kabupaten Mojokerto


(17)

sebagian besar elite masih menggunakan money politics. Ketiga elite PKB masih belum bisa mengabdikan ke masyarakat seluruhnya karena adanya indikasi dalam memutuskan kebijakan masih mementingkan kepentingan partai.14

2. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Ali seorang mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2009

dengan judul “Etika Politik Jamaah Hizbut Tahrir di Surabaya”. Hasil dari

penelitian tersebut menyatakan bahwa etika politik Hizbut Tahrir dilakukan berdasarkan etika politik Islam dan dilaksanakan sesuai dengan metode dakwah Rasulullah saw. yang menjadi bagian dari politik Hizbut Tahrir. Sudut pandang etika atau akhlak politik Hizbut Tahrir masuk dalam etika sebab politik yang dilakukan kelompok ini adalah aktivitas yang pernah dilakukan oleh Rasulullah untuk mempersatukan umat di Mekkah dan di Madinah.15

3. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Abdul Salam Ahmad seorang mahasiswa Universitas PGRI Yogyakarta pada tahun 2015 dengan judul

“Paradigma Etika Politik Nabi Muhammad Sebagai Acuan Terhadap Politik Kontemporer”. Dalam penelitian tersebut lebih mengedepankan

human relation (hubungan kemanusiaan). Dimana dalam menjalankan

misi Nabi Muhammad tidak hanya tertuju pada suatu kaum, golongan, atau keturunan berbeda karena adat agamanya. Politik harus didasari oleh

14 Arfiadry Wibisono, “Etika Politik dalam Perspektif Elit PKB Kabupaten Mojokerto”

(Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Politik Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 112.

15 Ibnu Ali, “Etika Politik Jamaah Hizbut Tahrir” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan


(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

moralitas yang tinggi sehingga mampu memberikan kesegaran nuansa politik. Politik tanpa moral merupakan kesalahan yang dapat menghancurkan baik secara pribadi maupun kelompok masyarakat. Politik tidak hanya memperebutkan kekuasaan dan mempertahankannya. Melainkan politik adalah dunia dimana komitmen ditetapkan dan dibulatkan dalam memperjuangkan kepentingan umum.16

4. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2009

dengan judul Konsep Etika Politik dalam Perspektif Ali Syari’ati. Hasil temuan dari penelitian tersebut Ali Syari’ati mewujudkan Islam sebagai kerangka dasar bagi kehidupan sosial dan politik Iran. Ia menginginkan agar Islam dijadikan dasar etika politik yang mampu membebaskan rakyat dari berbagai ketidakadilan dan kedzaliman. Misi sejatinya ialah membebaskan golongan tertindas. Meski dalam penelitian ini Ali Syari’ati tidak mendefinisikan secara jelas tentang etika politik namun, dalam

konsep politik Syari’ati menunjukkan landasan etika politik dalam mendefinisikan politik. Melihat konsep negara Syari’ati yang memiliki arti

birokrasi atau administratif dan tanggung jawab negara untuk mendidik dan memperbaiki pandangan hidup masyarakat.17

16 Abdul Salam Ahmad, “Paradigma Etika Politik Nabi Muhammad Sebagai Acuan

Terhadap Politik Kontemporer” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PGRI Yogyakarta, 2015), 12.

17 Sugiyono, “Konsep Etika Politik dalam Perspektif Ali Syari’ati” (Skripsi tidak


(19)

Penelitian terdahulu di atas menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Perbedaan yang paling mendasar yaitu pada objek penelitian dan waktu yang berbeda. Adapun persamaan pada tema penelitian penulis yakni terkait Etika Politik guna dapat memperkaya bahan kajian yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang akan dilakukan penulis. Kemudian hal yang menarik dari penelitian penulis ialah ketika tarekat yang berfaham tasawuf membicarakan permasalahan politik yang mana menurut Tarekat Shiddiqiyyah saat ini sedang maraknya kemorosotan etika atau moral dalam berpolitik dan perlu adanya usaha membenahi sebuah moral dalam berpolitik guna mengetahui akan jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

F. Penegasan Konsep

Judul penelitian yang penulis kaji ialah “Etika Politik dalam Pandangan

Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah Losari-Ploso-Jombang”. Untuk penjelasannya maka perlu ada batasan operasional dengan tujuan penelitian ini agar tidak keluar dari pembahasan yang seharusnya:

1. Etika Politik: menjalankan suatu sistem kekuasaan atau perjuangan untuk memperolehnya, yang sesuai dengan aturan-aturan etika ataupun moral yang ada sehingga dalam menjalankan suatu pemerintahan tidak merugikan orang lain dan dapat membawa kemaslahatan bagi bangsa dan Negara.


(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

2. Tarekat Shiddiqiyyah: salah satu tarekat yang dikembangkan dan dihidupkan kembali oleh seorang Mursyid asal Jombang yakni

Muchammad Muchtar Mu’thi pada tahun 1958. Sebelumnya nama tarekat ini adalah Tarekat Kholwatiyyah yang mengalami perubahan nama menjadi Tarekat Shiddiqiyyah atas permintaan guru dari Kyai Muchtar yakni Syekh Syu’eb Jamali.

G. Metode Penelitian

Agar penelitian ini mencapai hasil yang valid dan rumusan yang sistematis serta sesuai dengan yang diharapkan, maka penyusun menggunakan metode sebagai berikut;

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk memahami suatu fenomena yang terjadi dan dialami oleh objek penelitian secara menyeluruh dengan cara menggambarkan apa adanya dalam bentuk kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alami serta dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.18

Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan mengungkapkan fakta-fakta yang terkait dengan bagaimana etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah di Losari-Ploso-Jombang. Dilihat dari jenis penelitiannya hal ini merupakan penelitian lapangan.

18

Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 6.


(21)

Penelitian ini mencoba berfokus pada bagaimana cara Tarekat Shiddiqiyyah menerapkan nilai-nilai etika politik di Jombang, mengingat Shiddiqiyyah menganggap bahwa realitas saat ini bangsa lupa akan jati dirinya sehingga ketika melakuan persoalan-persoalan internal maupun eksternal dalam pemerintahan terkadang lalai akan fungsi, kewajiban dan hak-haknya serta memelihara kemerdekaan bangsa untuk mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukan-kedudukan di tengah-tengah bangsa-bangsa lain.

2. Penentuan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini bertempat di Jalan Raya Ploso Babat, Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur yang bertepatan pada pusat Tarekat Shiddiqiyyah. Pengambilan lokasi penelitian ini memiliki beberapa alasan yaitu:

Pertama, Tarekat Shiddiqiyyah adalah salah satu faham tasawuf yang

paling dominan di Jombang melihat banyaknya orang-orang yang menempuh pendidikan di pondok pesantren Tarekat Shiddiqiyyah dan banyaknya warga Jombang menganut faham tasawuf ini.

Kedua, sebagai akademis, penulis merasa tertarik untuk mengetahui

Tarekat Shiddiqiyyah yang merupakan faham tasawuf sangat mengutamakan kebersihan hati kemudian berbicara persoalan politik terutama etika politik, yang biasa dikenal dengan penuh intrik dan perebutan kekuasaan serta adanya dan untuk mengetahui bagaimana cara Lembaga serta warga Tarekat Shiddiqiyyah dalam menerapkan nilai-nilai etika politik


(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Ketiga, akses yang mudah untuk penulis meneliti karena salah satu

anggota keluarga yang juga termasuk murid Tarekat Shiddiqiyyah. Diharapkan pada penelitian ini juga bisa memberikan sumbangsih terutama dalam mewujudkan cita-cita bangsa menuju negara yang berkeimanan dan berkemanusiaan serta maju dalam aspek pendidikan politik.

3. Sumber Data dan Jenis Data

Data merupakan salah satu komponen utama dalam proses pelaksanaan penelitian karena pembacaan dan analisis penulis didapatkan dari data yang diperoleh. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya ialah seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini terbagi menjadi dua sumber data yakni:

a. Data Primer

Data primer adalah suatu data yang diperoleh secara langsung dari sumber data. Data ini diperoleh dengan menggunaan metode-metode tertentu yang telah ditetapkan seperti mengadakan observasi ke lapangan dan wawancara secara langsung dengan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan penelitian.19 Terutama terkait dengan bagaimana etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah dan penerapan nilai-nilai etika politik yang dilakukan Lembaga dan warga Tarekat Shiddiqiyyah yang dikumpulkan dari beberapa informan. Dalam penelitian ini informan yang diambil yakni Umul Khoiron (Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Shiddiqiyyah), Ahmad Fathoni

19

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 129.


(23)

(Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah), dan Kus Hartono (Ketua Redaksi Majalah Al-Kautsar).

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya.20 Sumber data sekunder diperoleh dari hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, antara lain buku, jurnal, artikel, hasil penelitian, browsing data internet, Majalah Al-Kautsar yang membahas terkait etika politik dan berbagai dokumentasi pribadi maupun resmi baik yang didapat dari lapangan maupun dari tempat atau sumber lain.

4. Informan Penelitian

Sugiyono menjelaskan bahwa penentuan informan dalam penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimal dan tepat sasaran, karena itu informan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan penguasaan atau pengetahuan terkait dengan data yang ingin digali, kemudian aktivitasnya yang masih berkaitan dengan objek penelitiannya, serta yang dianggap mempunyai cukup waktu untuk diwawancarai. Untuk itulah peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam penentuan informan pada penelitian ini.21

Pada penelitian ini berikut informan yang ditentukan berdasarkan peranannya, sering berkomunikasi dan dianggap mengetahui betul terhadap

20

M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 99.

21

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dab R & D (Bandung: Alfabeta, 2013), 134.


(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

pemikiran Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah terkait etika politik dalam mencapai tujuan sebuah negara yang thoyyibah:

a. Ahmad Fathoni selaku Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah untuk mengetahui etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah serta penerapan yang dilakukan terkait wujud pelaksanaan nilai-nilai etika politik.

b. Umul Khoiron selaku Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Shiddiqiyyah untuk mengetahui sejarah Tarekat Shiddiqiyyah, penjelasan mengenai organisasi, kepengurusan di Shiddiqiyyah dan yang mengkoordinasi setiap kegiatan organisasi lain termasuk pengembangan program politik jati diri bangsa sebagai wujud pembenahan etika politik saat ini.

c. Kus Hartono selaku Ketua Redaksi Al-Kautsar yang mana Al-Kautsar ini adalah salah satu mediasi atau wadah informasi yang dapat menjangkau seluruh warga yang tertinggal berita terupdate seputar kegiatan-kegiatan yang dilakukan Shiddiqiyyah termasuk menggali informasi terkait pemikiran etika politik dan penerapannya.

d. Serta warga Shiddiqiyyah yang mengampuh pendidikan di Pesantren

Majma’al Bahrain dan aktif dalam kegiatan Tarekat Shiddiqiyyah.

Peneliti mengambil sampel 6 orang yang masing-masing mewakili anggota lembaga otonom Shiddiqiyyah seperti ORSHID, OPSHID, THGB, DHIBRA, YPS, dan Kautsaran Putri. Sehingga di sini diamati dan diambil keterangan seputar efektivitas penerapan etika politik yang dilakukan Tarekat Shiddiqiyyah.


(25)

5. Teknik Pengumpulan Data

Pada peneltian dengan menggunakan pendekatan kualitatif maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi (pengamatan),

interview (wawancara), dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik yang dilakukan dalam pencarian data pada penelitian kualitatif. Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi maupun suasana ada pada fokus penelitian. Selama observasi berlangsung, penulis mampu memberikan gambaran awal tentang data yang akan digunakan sebagai bahan analisis masalah yang ada. Dalam penelitian ini observasi berlangsung di di Jalan Raya Ploso Babat, Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang-Jawa Timur yang bertepatan pada salah satu pusat lembaga Tarekat Shiddiqiyyah. Jenis observasi dalam penelitian ini adalah observasi eksperimen atau sering juga dikenal dengan observasi alamiah. Dalam observasi alamiah peneliti mengamati kejadian-kejadian dan perilaku objeknya secara natural dalam arti tidak ada usaha untuk mengontrol atau yang lainnya. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah check list yaitu suatu daftar yang sudah berisi tentang nama-nama informan dan materi yang akan ditanyakan kepada mereka.22

22


(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

b. Interview atau Wawancara

Interview atau wawancara adalah salah satu cara untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan dengan subyek penelitian. Dalam proses wawancara, subyek penelitian atau informan harus jelas, dengan mengetahui bagaimana latar belakang informan tersebut.23 Pencarian informasi dengan cara wawancara terlebih dahulu ditentukan key-informan (informan kunci). Key-informan merupakan sumber data yang paling urgen dalam upaya pencarian data yang valid. Dalam penelitian ini yang menjadi objek interview adalah orang-orang yang dianggap mengerti dan memahami etika politik yang mewakili pandangan tarekat. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling atau sampel bertujuan yang memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti.24 Dalam hal ini penulis menganggap bahwa informan tersebut mengetahui masalah yang diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan penulis.

Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara mendalam (in-depth interview) merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang

23

Cholid Nurbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 70.

24

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 248


(27)

topik yang diteliti.25 Wawancara model ini lebih memberikan kebebasan bagi seorang peneliti dalam mencari data-data yang dibutuhkan dalam penelitiannya. Dasar pertimbangan menggunakan metode in depth

interview dalam pengumpulan data adalah untuk memperoleh konstruksi

atau kejelasan tentang etika politik yang seharusnya ditanamkan pada diri bangsa Indonesia. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah pertanyaan-pertanyaan yang memang sudah disusun sebelumnya. Dengan instrumen dimaksud, diharapkan peneliti akan lebih fokus pada permasalahan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pencarian data di lapangan yang berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya. Arsip-arsip dan data-data lainnya digunakan untuk mendukung data yang ada dari hasil observasi dan interview.

6. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif yang akan mencoba memahami fenomena atau gejala yang dilihat sebagaimana adanya. Penulis disini menggunakan teknik analisis deskriptif dimana data yang peneliti peroleh kemudian akan diuraikan dan disusun serta dianalisis. Dalam penelitian kualitatif ini pengumpulan data dan analisis

25

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif: Aktuaisasi Metodelogis ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 157-158.


(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

data dilakukan secara bersamaan dengan cara saat pengumpulan data dilakukan, saat itu pula dilakukan analisis data melalui tiga tahap yaitu:26

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan temanya.

b. Data Display (Penyajian Data)

Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sebagainya. Menyajikan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.

c. Conclusion Drawing / Verification

Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti ada di lapangan.27

26

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Yogyakarta:UII Press, 2007), 41.

27


(29)

H. Sistematika Pembahasan

Pada BAB I yaitu Pendahuluan, yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, penegasan konsep, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Pada BAB II yaitu Kajian Pustaka, yang meliputi pengertian etika, pengertian politik, dan pengertian etika politik.

Pada BAB III yaitu Gambaran Umum Tarekat Shiddiqiyyah, berisikan tentang sejarah Tarekat Shiddiqiyyah, identitas Tarekat Shiddiqiyyah serta organisasi dan kepengurusan.

Pada BAB IV yaitu Hasil Penelitian dan Analisis Data, yang menjelaskan terkait etika politik dalam pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah dan cara Lembaga serta warga Tarekat Shiddiqiyyah dalam menerapkan nilai-nilai etika politik.

Pada BAB V yaitu Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka


(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Dasar

1. Pengertian Etika

Pengertian etika menurut filsafat adalah ilmu yang mencermati mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Istilah etika dalam kehidupan sehari-hari sering disamakan dengan istilah budi pekerti, cara berfikir, sikap, susila, kewajiban, sopan santun, moral, akhlak dan lain sebagainya. Akan tetapi, sebenarnya etika dan moral merupakan dua kata yang berbeda dan moral disini sama halnya dengan akhlak. Meski secara konseptual dasar etika dan moral sama yaitu menilai terkait sesuatu yang dianggap baik dan buruk. Dalam pemakaian kehidupan sehari-hari antara etika dan moral ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai sedangkan etika dipakai untuk mengkaji sistem-sistem nilai yang ada.1

Etika secara etimologi berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti watak, adat atau sebuah kebiasaan dan sangat identik dengan moral atau akhlak.

Ethikos yang berarti susila, kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika”

dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik yang berarti kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun etiket yang berarti tata cara atau

1

A. Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: Raja Grafindoo Persada, 1995), 13.


(31)

adat, sopan santun dan sebagainya dalam masyarakat serta memelihara hubungan baik sesama manusia.2

Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan yang membahas terkait baik dan buruk atau benar dan tidaknya tingkah laku manusia serta memfokuskan atau melihat kewajiban-kewajiban manusia. Ethics arti sebenarnya adalah kebiasaan namun seiring berjalannya waktu pengertian etika berubah yakni, suatu ilmu yang membahas tentang masalah perbuatan atau tingkah laku manusia dengan memperlihatkan sejauh yang dapat dicerna oleh akal pikiran.3

Etika berasal dari hati nurani yang timbul bukan paksaan akan tetapi didasarkan pada ethos, jiwa dan semangat. Etichs dapat berasal dari luar diri (menyenangkan orang lain) timbul karena keterpaksaan didasarkan pada norma, kaidah dan ketentuan.4 Etika sosial lebih luas daripada etika individual karena hampir semua kewajiban bersamaan dengan kenyataan bahwa individu tersebut adalah makhluk sosial. Etika sosial membahas norma-norma moral yang dapat menentukan sikap atau tindakan antarmanusia.

Kata lain dari etika adalah akhlak, dari bahasa arab. Dalam bahasa Indonesia akhlak berarti tata susila atau budi pekerti.5 Kata akhlak dalam Al-Quran disebutkan dalam bentuk tunggal. Kata khulq dalam firman Allah swt. merupakan pemberian kepada Muhammad sebagai bentuk pengangkatan menjadi

2

Abd. Haris, Pengantar Etika Islam (Sidoarjo: Al-Afkar, 2007), 3.

3

Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Maskawaih (Malang: Aditya Media, 2010), 58.

4

A. W. Widjaja, Etika Pemerintahan (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 8.

5


(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Rasul Allah. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah swt dalam surat al-Qalam ayat 4:

 

 



Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Akhlak dalam Islam adalah sifat yang diperintahkan Allah kepada Muslim untuk dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah perbuatan. Sehingga wajib bagi Muslim untuk memiliki akhlak terpuji ketika melaksanakan atau meninggalkan sebuah perbuatan. Akhlak hanya bisa dilihat ketika seorang Muslim melaksanakan aktivitas tertentu seperti jujur dalam melaksankan amalan, adil dalam memimpin dan lain sebagainya. Ada kalanya seseorang memusatkan perhatian pada masalah yang sebenarrnya terkait masalah moral. Karena tanpa disadari masalah yang muncul pada ruang lingkup kehidupan ialah masalah moral dan kebutuhan manusia atas berbagai jawaban terhadap masalah etis.6

Menurut Aristoteles dalam buku kuliah Islam tentang etika dan keadilan sosial ada kebaikan yang dapat dicapai dengan melatih dan membiasakan dengan pengajaran terkait etika. Agar apa yang telah diajarkan yaitu kebaikan dapat dicapai semata-mata dengan berfikir, berfikir mencapai hakikat. Jika kita mempelajari al-Quran maka akan sesuai dengan surat Al-A’raaf ayat 7 yaitu:

                        6


(33)

 

 

 

 

 

Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”7

Dalam ayat tersebut Allah mengancam orang-orang yang tidak menggunakan hatinya untuk memahami, memakai matanya untuk melihat dan memakai telinganya untuk mendengar dengan Neraka Jahanam. Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak biasa mengancam orang jika kesalahan seseorang bukan termasuk kesalahan yang besar. Karena, kesalahan ibarat sama dengan kekafiran.

Etika dalam tujuan falsafah untuk mengukur tingkah laku yang baik dan buruk dan mengetahui sejauh mana akal pikiran manusia. Namun, disini etika kemudian mengalami kesulitan karena pandangan baik dan buruk pada masing-masing golongan atau masyarakat memiliki pandangan berbeda-beda dan sifatnya pun relatif. Sedangkan akhlak adalah sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih sehingga jiwa itupun telah melekat pada sifat seseorang yang melahirkan perbuatan-perbuatan secara spontan tanpa dipikirkan atau dibayang-bayangkan lagi.

7

Muchtar Lintang, Kuliah Islam Tentang Etika dan Keadilan Sosial (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 37.


(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Menurut Virginia Held dalam bukunya yang berjudul Etika Moral Pembenaran Tindakan Sosial banyak seseorang berpendapat bahwa tradisi dan agama merupakan jalan untuk mencari bimbingan dalam memecahkan permasalahan moral. Menurutnya kedua bidang ini memiliki nilai yang terbatas karena melihat setiap tradisi yang ditunjukkan seseorang masih meragukan. Semisal setiap tradisi membedakan antara pria dan wanita maka hal ini bisa saja dapat disalah artikan dimana wanita disini telah merendahkan kaum wanita atau dapat dikatakan tradisi bersifat selektif. Atau semisal mengacu pada agama sebagai sumber nilai suatu moral hal yang akan dipikirkan adalah mereka bertindak bukan atas dasar jiwa atau lahiriyah melainkan mereka bertindak atas anjuran agama.8

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan yang etis tidak cukup disandarkan pada nilai agama dan tradisi saja. Melainkan tindakan baik buruk bisa dipelajari dari pesan moral yang disampaikan. Belakangan inipun banyak filosofi yang menaruh minat pada etika penerapan yang menangani masalah moral bukan menangani teori moral yang abstrak.9

2. Pengertian Politik

Pengertian politik secara etimologis, politik berasal dari kata “polis” yang merupakan bahasa Yunani yang artinya negara kota. Kemudian diturunkan

dengan kata lain yakni “polities” yang artinya warga negara. Secara terminologi politik banyak pendapat dari para ilmuwan diantaranya:

8

Virginia Held, Etika Moral Pembenaran Tindakan Sosial (Jakarta: Erlangga, 1991), 8.

9


(35)

a. Menurut Miriam Budiardjo politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses untuk menentukan sebuah tujuan-tujuan dari sistem dan menjalankannya.

b. Menurut Ramlan Surbakti politik adalah interaksi antar pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan suatu keputusan yang mengikat. Hal ini dengan tujuan kebaikan bersama masyarakat dalam suatu wilayah tertentu.

c. Menurut F. Iswara politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau teknik menjalankan kekuasaan terkait masalah-masalah pelaksanaan, kontrol kekuasaan dan pembentukan kekuasaan. Politik sesungguhnya yang dimaksudkan ialah hal-hal yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari terkait masalah negara dan pemerintahan.10

Teori politik memiliki dasar moral yang fungsinya untuk menentukan pedoman dan patokan moral yang sesuai dengan akhlak. Fenomena politik yang terjadi dimaksudkan dalam rangka tujuan dan pedoman moral. Karena, kehidupan politik yang sehat sangatlah diperlukan pedoman dan patokan.11 Sekiranya ada lima pandangan mengenai politik. Pertama, Politik ialah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membahas dan mewujudkan kebaikan bersama.

Kedua, politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara

dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai kegiatan

10

F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Grafindo Persada, 1980), 23.

11

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 44.


(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.12

Makna politik dalam Islam atau biasa digunakan di dunia Timur yakni menggunakan istilah siyasah sebagai pengganti istilah politik. Pemakaian kata

siyasah jauh lebih tua atau lama dibandingkan kata politik. Siyasah berasal dari

bahasa arab yang merupakan pengganti dari kata “sasa yasusu”, pelakunya disebut “sa’is”. Dalam artian bahwa siyasah adalah ilmu pemerintahan yaitu kewajiban menangani suatu yang mendatangkan kemasalahatan. Oleh karena itu, hal ini harus dipegang oleh orang yang benar-benar mengetahui betul tentang dasar-dasar pengetahuan dan peraturan dalam negara. Politik atau siyasah dalam Islam memiliki makna mengurus, memimpin, memerintah, menyuruh, mengelola

kepentingan umum, menegakkan syari’at.13

Dalam tulisan Yusuf Qardhawi dengan bukunya berjudul Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam menyatakan kata siyasah berasal dari bahasa arab asli yang artinya kepemimpinan dan pengertian politik Islam ini berkaitan dengan pandangan ulama terdahulu yang mengartikan politik pada dua makna.

Pertama, makna umum yaitu mengenai urusan manusia dan masalah kehidupan

dunia mereka berdasarkan syari’at agama. Kedua, makna khusus, yang menyatakan pemimpin, hukum dan ketetapan-ketetapan diciptakan untuk

12

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), 2.

13 Zainal Raharawin, “Teologi Politik Islam”,

Jurnal Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN (Ambon: t.p, t.th).


(37)

mencegah kerusakan atau memecahkan masalah khusus yang terbatas dalam lingkup pemerintahan dan negara tertentu.14

Menurut M. Dhiauddin Rais dalam bukunya yang berjudul Teori Politik Islam menyatakan bahwa sistem pemerintahan yang dibangun oleh Rasulullah saw. dan kaum mukminin pada saat itu yang hidup bersama beliau di Madinah.15 Secara praktis dapat dikatakan beliau menggunakan sistem dengan dua karakter sekaligus yakni hakikat Islam yang sempurna, baik dari segi mengurus urusan-urusan materi maupun urusan-urusan rohani serta mengurus perbuatan-perbuatan manusia dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Nabi Muhammad saw. diutus tidak hanya menyempurnakan akhlak manusia melainkan juga pendekatan agama terhadap politik. Para filsafatpun umumnya mengatakan kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, menyatu, saling beriringan satu sama lain.16

B. Konsep Etika Politik

Etika terbagi menjadi dua yakni etika umum berlaku umum dan etika khusus berlaku khusus (terbatas) di kalangan tertentu. Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan manusia baik dalam falsafah Barat maupun Timur, seperti dalam Islam dan aliran-aliran pemikiran lainnya. Tapi pada prinsipinya membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia serta sistem nilai yang terkandung di dalamnya.

14

Yusuf Qardhawi, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999), 38.

15

M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 4.

16


(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Sedangkan etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajiban dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma sosial yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa, dan negara.17 Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus seperti etika keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika pendidikan, etika kedokteran, etika jurnalistik, dan etika politik. Etika politik sebagai cabang dari etika sosial yang membahas kewajiban dan norma-norma kehidupan politik. Dimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan yang berhubungan secara politik dengan individu atau kelompok masyarakat lain.

Sebagai cabang etika lain, etika politik meletakkan dasar fundamental sebagai manusia. Yakni bahwa manusia pada hakikatnya merupakan individu dan anggota sosial sekaligus merupakan pribadi yang merdeka dan juga sebagai makhluk Tuhan. Manusia pada dasarknya adalah makhluk yang beradab dan berbudaya yang tidak bisa hidup di luar adab dan budaya tertentu. Ukuran paling utama dalam etika politik ialah harkat dan martabat manusia. Etika politik tergambarkan dari sikap dan perilaku politik suatu bangsa yang mana sesuai dengan kerangka aturan yang dapat membentuk logika berpikir individu ataupun publik demi mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.18

17

K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 5.

18

Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern


(39)

Dengan demikian pengertian politik yang diletakkan pada etika politik mengandung pengertian luas. Terutama dikaitkan dengan kegiatan yang menyangkut kepentingan publik dan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan kehidupan kenegaraan, pemerintahan, serta kegiatan-kegiatan dari berbagai lembaga sosial, partai politik, dan organisasi keagamaan yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua manusia dapat melakukan tindakan berdasarkan pertimbangan moral dan akal pikiran. Tidak jarang seseorang melalukan tindakan yang mengutamakan egonya untuk hal yang tidak masuk akal dan tidak bermoral. Untuk itu hukum sangatlah berfungsi memberi pengertian mendasar terkait tindakan yang baik dan buruk dan mengingatkan manusia dampak dari pelanggaran yang dilakukannya.

Etika politik adalah filsafat moral yang mempertanyakan tanggungjawab dan kewajiban manusia sebagai manusia bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara melainkan hukum juga berlaku atasnya. Jadi dapat dikatakan etika politik ialah menjalankan suatu sistem dengan aturan-aturan moral yang ada sehingga dari sini tidak merugikan orang atau sebagai perwujudan sikap dan perilaku politikus atau warga negara.

Politikus dan warga negara yang baik adalah politikus dan warga negara yang memiliki moral dan sikap yang jujur, memiliki integritas, menghargai orang lain, memiliki keprihatinan terhadap kesejahteraan umum serta kemaslahatan bersama. Akan tetapi, pada kenyataannya para pejabat pemerintah saat ini adalah


(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

mereka rela melanggar prinsip-prinsip moral karena ingin berkuasa, mencari kekayaan atau loyal terhadap keluarga dan golongannya saja dengan memasang wajah peduli terhadap masyarakat dan melayani kebaikan publik bukan untuk kepentingan pribadi. Sejarah kerajaan-kerajaan atau pangeran zaman dahulu mengingatkan kita kembali akan buruknya moralitas pada zaman mereka. Hal tersebut seakan muncul kembali pada zaman ini.19

Menurut Azyumardi Azzra penguatan etika politik tentu tidak bisa dilepaskan dari ideologi dan konstitusi. Semua gerak politik yang diperankan oleh para elite dan publik haruslah berpijak pada dua bentuk sebagai landasan berbangsa dan bernegara bahkan juga dalam interaksi menyeluruh. Jika etika politik tidak dijalankan oleh para aktor negara maka akan adanya ketidakpedulian politik yang dapat menghambat partisipasi masyarakat. Peningkatan partisipasi bisa tumbuh karena salah satunya yakni adanya apresiasi dari para elite atas aspirasi rakyat. Masyarakat disini akan benar-benar dilibatkan contohnya dalam pengambilan kebijakan dan kontrol atas pemerintahan.20

Sejak masa pemerintahan Orde Baru hingga saat ini berbagai peristiwa dan kasus politik memperlihatkan cara-cara politik di Indonesia yang cenderung terjerumus pada paham memisahkan realitas politik dari moralitas. Pertarungan antara kekuatan-kekuatan politik dalam memperebutkan kekuasaan dan jabatan, tindakan korupsi yang melibatkan pejabat negara, penyalahgunaan keuangan

19

Anicotes B. Sinaga, Etos dan Moralitas Politik (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 16.

20


(41)

negara, dana reboisasi hutan merupakan contoh pelanggaran etika politik yang terjadi di Indonesia.

Di tingkat daerah proses pemilihan Gubernur atau Walikota selalu menjadi ajang pertarungan yang tidak sehat mengingat banyaknya para calon anggota dewan yang ikut dalam memainkan money politic. Praktek yang dilakukan seperti

itu tentu menjadi sangat jauh terhadap nilai “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang secara langsung dan secara verbal para politisi dan birokrat

sering menyatakan bahwa politik yang benar haruslah mengenal peringatan-peringatan moral. Politik sebagai urusan kekuasaan dan kepentingan publik perlu didasarkan atas ideal-ideal moral.21

Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih merupakan keyakinan yang baik untuk diperjuangkan dan selalu menjadi perbincangan dalam agenda politik di setiap pergantian periode kepemimpinan. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup sulit untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Ketika sudah seringkali mensosialisasikan pernyataan untuk melawan korupsi dan dibentuknya tim khusus pemberantasan korupsi. Namun, tetap saja adanya praktek korupsi yang terus terjadi malah semakin tidak terhitung. Kualitas korupsi di Indonesia berada pada titik yang sangat rawan dalam penanganan tindakan korupsi.

Permasalahan suap, korupsi, ketidakjujuran dan kurangnya ketaatan dalam menjalankan tugas merupakan implikasi kemerosotan moralitas baik dari politisi maupun birokrasinya. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi yang

21


(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

diharapkan masyarakat tentunya adalah agar negara mampu menjalankan sistem

check and balance dan mekanisme kontrol yang efektif terhadap kekuasaan.22

Namun akan menjadi percuma ketika berupaya mewujudkan pemerintahan yang memiliki moralitas jika tidak ada kesadaran baik pada diri sendiri maupun secara kolektif. Dengan demikian solusi pemecahan untuk memberantas tindakan seperti korupsi tidak secara seluruhnya diberikan kepada KPK saja melainkan seluruh elemen bangsa juga ikut andil dalam pencegahan tindakan korupsi.23

Ada banyak hal yang dapat menghambat implikasi pemerintahan yang bersih diantaranya; Pertama, kesalahan dalam memilih orang-orang yang masuk dalam ranah politik seperti dalam ruang lingkup birokrasi maupun posisi pemegang kekuasaan. Meski birokrasi merupakan organisasi pelaksana pemerintah yang netral tetapi masuknya orang-orang yang salah dalam birokrasi dapat membuat posisi tersebut menjadi rawan dan mudah disalahgunakan.

Kedua, kurangnya moralitas dan pemahaman terhadap ajaran agama

seperti halnya yang dinyatakan oleh Fritjof Capra bahwa krisis budaya, ekonomi, dan politik sebuah bangsa disebabkan karena rapuhnya etika politik para penguasa yang berada pada lingkup kekuasaan. Karena salah satu ukuran kualitas good

governance adalah dengan melihat bagaimana moralitas para pemimpin

politiknya.24

22

Ibid.

23

Sobhan Setowara dan Soimin, Agama dan Politik Moral (Malang: Intrans Publishing, 2013), 89.

24


(43)

Ketiga lemahnya rasa cinta terhadap negara (nasionalisme). Dapat dikatakan bahwa orang-orang yang melanggar prinsip-prinsip moral terutama dalam berpolitik adalah orang yang telah kehilangan spirit nasionalisme. Orang yang cinta pada negaranya tidaklah mungkin untuk melakukan tindakan yang dapat membuat negaranya terpuruk. Ketika seseorang sudah dalam lingkaran dan posisi pemegang kekuasaan tidak jarang jiwa nasionalismenya hilang begitu saja demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Sebagai bentuk kepedulian etika politik, agama haruslah tetap ikut andil dalam permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini. Sesungguhnya kualitas moral secara signifikan memberi pengaruh terhadap peluang-peluang terjadinya praktek korupsi. Agama menjadi kunci utama sebagai benteng etika atau moral sebelum melakukan aktivitas-aktivitas politik guna tidak terjebak dalam penyelewengan suatu amanah.25

C. Etika Politik dalam Islam

Etika politik dalam Islam adalah seperangkat aturan atau norma dalam bernegara dimana setiap individu dituntut untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan Allah swt. sebagaimana tercantum dalam Al-Quran. Adapun penerapan etika politik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. baik dalam kehidupan secara umum maupun secara khusus yakni dalam tatanan politik kenegaraan. Prinsip yang diajarkan Islam dapat dijadikan etika dalam kehidupan bernegara dan berbangsa saat ini yakni meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah,

25


(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

prinsip persamaan dan pengakuan, keadilan sosial, perlindungan bagi kaum yang lemah dan lain sebagainya.26

Allah swt. telah memilih dua kelompok dari golongan manusia yakni mereka para Nabi as. yang bertugas untuk memberi petunjuk kepada para hamba Allah mengenai tata cara beribadah kepada Allah dan Allah memilih para penguasa untuk menjaga hamba-hamba Allah dari penganiayaan sebagian orang dari sebagian orang lain. Kekuasaan yang mereka dapatkan ialah serta merta sebagai alat untuk membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Dimana masyarakat bergantung kepada kebijaksanaan para penguasa. Karena Allah dengan kekuasaan-Nya memberikan mereka tempat yang paling mulia. Dalam sejarah kaum majusi telah menguasai dunia selama empat ribu tahun. Dapat mempertahankan kekuasaan apabila hal itu direalisasikan dengan perilaku adil terhadap rakyatnya dan memelihara urusan-urusan secara bersama-sama. Mereka tidak akan membiarkan terjadinya kedzaliman, kejahatan, dan mengelola negara secara adil. Perlu diketahui bahwa kemakmuran dan keruntuhan dunia bergantung pada para penguasanya.27

Persoalan etika politik merupakan sesuatu yang penting dalam agama Islam. Karena hal berikut:

1. Politik dipandang sebagai bagian dari ibadah, Oleh karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah yang diniatkan dengan lillahi

26

Faisal Baasir, Etika Politik Pandangan Seorang Politisi Muslim (Jakarta: Sinar Harapan, 2003), 144.

27

Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Etika Berkuasa: Nasihat-Nasihat Imam al-Ghazali (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988), 78-79.


(45)

taala. Tidak melanggar perintah-perintah dalam beribadah karena pelanggaran terhadap prinsip ibadah akan merusak “kesucian” politik. 2. Etika politik dipandang perlu karena politik berkenaan dengan prinsip

Islam dalam pengelolaan masyarakat. Dalam berpolitik sering menyangkut hubungan antara manusia misalnya saling menghormati, menghargai hak orang lain, saling menerima dan tidak memaksakan pendapat sendiri. Hal inilah yang dinamakan prinsip hubungan antar manusia yang berlaku di dalam dunia politik.28

Hubungan yang erat antara etika politik dalam agama Islam karena dalam teori politik Islam tidak adanya pemisahan antara agama dan negara. Islam bukanlah sekedar agama tapi merupakan pola hidup yang lengkap dengan pengaturan untuk segala aspek kehidupan termasuk politik. Islam menetapkan nilai-nilai dasar etika politik yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip musyawarah (syura)

Prinsip musyawarah tidak hanya dinilai sebagai tahap pengambilan keputusan yang direkomendasikan melainkan juga meupakan tugas keagamaan. Musyawarah dapat diartikan sebagai bertukar pendapat, ide, gagasan, dan pikiran dalam menyelesaikan masalah sebelum pengambilan keputusan. Musyawarah merupakan upaya untuk mencari pandangan objektif. Dalam tradisi Islam upaya pengambilan keputusan secara bersama-sama dan berdasarkan suara terbanyak yang disebut dengan

28 Azyumardi Azzra “Etika Politik dalam Islam”,

http://alwasit.net/cetak-169-etika-politik-dalam-islam.html (Sabtu, 15 April 2017, 12.28)


(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

ijma’. Hal yang terpenting dari upaya musyawarah ialah adanya jiwa persaudaraan, nurani, dan akal sehat secara bertanggungjawab.

b. Prinsip persamaan (musawah)

Islam tidak mengenal perlakuan diskriminasi atas dasar perbedaan suku, bangsa, status sosial, harta kekayaan dan lainnya. Satu-satunya hal yang menjadikan manusia berbeda dalam pandangan Allah ialah kualitas ketakwaan seseorang.

c. Prinsip keadilan (‘adalah)

Prinsip keadilan, menegakkan keadilan terutama bagi penguasa.

Islam memerintahkan untuk menjadi manusia yang lurus,

bertanggungjawab, dan bertindak sesuai dengna kontrol sosialnya sehingga dapat terwujudnya keharmonisan dan keadilan.

d. Prinsip kebebasan (al-hurriyah)

Prinsip kebebasan dalam Islam pada dasarnya ialah sebagai tanggungjawab terakhir manusia. Konsep kebebasan harus dipandang sebagai tahapan pertama tindakan arah perilaku yang diatur secara rasional berdasarkan kebutuhan nyata manusia baik secara material maupun spiritual. Kebebasan yang dipelihara oleh politik Islam ialah kebebasan yang mengarah pada ma’ruf dan kebaikan.29

D. Dimensi-Dimensi Etika Politik

Menurut Bernhard Sutor, etika politik mengandung tiga dimensi yang menentukan dinamika politik, yakni:

29


(47)

1. Tujuan Politik

Dimensi tujuan politik dirumuskan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dalam menghadapi masalah-masalah negara, kebijakan umum pemerintah harus ditetapkan dengan jelas dalam prioritas, program, metode dan pendasaran filosofinya. Atas dasar kebijakan umum ini wakil rakyat dan kelompok masyarakat dapat membuat evaluasi pelaksanaan atas kinerja pemerintah dan menuntut pertanggungjawaban pemerintahan. Dimensi moralnya terletak pada kemampuan menentukan arah yang jelas kebijakan umum dan akuntabilitasnya.30

2. Sarana Pencapaian Tujuan Politik

Dimensi ini meliputi sistem dan prinsip pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan institusi-institusi sosial. Hal ini menentukan pengaturan perilaku masyarakat dalam mengahadapi masalah-masalah dasar. Dimensi sarana mengandung dua pola normatif yaitu tatanan politik harus mengikuti prinsip solidaritas dan subsidiaritas, penerimaan pluralitas maka ditata secara politik menurut prinsip keadilan.

Prinsip solidaritas diharapkan keterlibatan warga negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dalam pembentukan lembaga-lembaga bantuan, asosiasi kesejahteraan dan organisasi-organisasi profesi. Solidaritas juga diartikan dalam mekanisme distribusi kekayaan melalui pajak progresif, dana solidaritas dan pendidikan sumber daya manusia.

30


(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

Kedua prinsip antara subsidiaritas dan solidaritas diharapkan penerimaan pluralitas yang berarti menghargai ruang kebebasan politik dan kesamaan. Ruang publik tercipta apabila warga negara bertindak bersama dalam koordinasi melalui wicara dan persuasi bukan dengan kekerasan dan intimidasi. Dimensi moral pada tingkat sarana ini terletak pada peran etika dalam menguji dan mengkritisi legitimasi keputusan, institusi, dan praktik-praktik politik.

3. Aksi Politik

Tindakan politik disebut rasional apabila pelaku mempunyai orientasi situasi dan pemahaman terhadap permasalahan. Hal ini

diharapkan memiliki kemampuan terhadap tanggapan beragam

kepentingan yang dipertaruhkan berdasar pada kekuatan politik yang ada. Guna menghindari dan membantu memperhitungkan dampak aksi politiknya. Aksi politik yang etis ialah menghindari kekerasan dan perilaku anarkhi. Etika identik dengan tindakan rasional dan bermakna. Politik bermakna karena memperhitungkan reaksi yang lain seperti harapan, protes, kritik, persetujuan, dan penolakan terhadap pihak-pihak tertentu.31

31


(1)

119

menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya pasti akan baik, serta menjunjung tinggi keterbukaan dan toleransi.

Dari sini diharapkan pandangan Lembaga Tarekat Shiddiqiyyah mengenai nilai-nilai etika politik dapat diserap dan direalisasikan dengan baik dalam perilaku berpolitik serta menjadi sebuah pembelajaran baik pada Lembaga maupun warga Shiddiqiyyah apabila memegang sebuah kekuasaan agar dapat menjaga sebuah amanah, berlaku adil terhadap rakyatnya dan memelihara urusan-urusan secara bersama-sama.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

I. Kelompok Buku Teks

Amin, Ahmad. Etika(Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Alba, Cecep. Tasawuf dan Tarekat: Dimensi Esoteris Ajaran Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.

Al-Barsany, Noer Iskandar. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Al-Ghazali, Imam Abu Hamid Muhammad. Etika Berkuasa: Nasihat-Nasihat Imam al-Ghazali. Bandung: Pustaka Hidayah, 1988.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Azra, Azyumardi. Etika dan Logika Berpolitik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.

Baasir, Faisal. Etika Politik Pandangan Seorang Politisi Muslim. Jakarta: Sinar Harapan, 2003.

Budiardjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif: Aktuaisasi Metodelogis ke Arah Ragam VarianKontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011. Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah, 2011. Haris, Abd. Pengantar Etika Islam. Sidoarjo: Al-Afkar, 2007.

Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Kompas, 2014.

Held, Virginia. Etika Moral Pembenaran Tindakan Sosial. Jakarta: Erlangga, 1991.

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta:UII Press, 2007.


(3)

Jailani, Abdul Qadir. Negara Ideal: Menurut Konsepsi Islam. Surabaya: Bina Ilmu, 1995.

Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan, 1997.

Lintang, Muchtar. Kuliah Islam Tentang Etika dan Keadilan Sosial. Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Moloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2007. Moleong, Lexy, J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2009.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

Nurbuko, Cholid dan Abu Ahmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Nurwadani, Paristiyanti dkk. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Ristekdikti, 2016.

Qardhawi, Yusuf. Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1999.

Rahmaniyah, Istighfarotur. Pendidikan Etika Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Maskawaih. Malang: Aditya Media, 2010.

Rais, M. Dhiauddin. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani, 2001. Salim, Abd. Muin. Fiqh Siyasah. Jakarta: Raja Grafindo, 1995.

Setowara, Sobhan dan Soimin. Agama dan Politik Moral. Malang: Intrans Publishing, 2013.

Shiddiqiyyah, Organisasi. Sejarah Thoriqoh Shiddiqiyyah Fase Pertama (Kelahiran Kembali Nama Thoriqoh Shiddiqiyyah). Jombang: Organisasi Jombang, 2015.

Shodiq, Muhammad. Tarekat Shiddiqiyyah di Tengah Masyarakat Urban Surabaya. Surabaya: Pustaka Idea, 2016.

Sinaga, Anicetus B. Etos dan Moralitas Politik. Yogyakarta: Kanisius, 2004. Situmorang, Jubair. Etika Politik. Bandung: Pustaka Setia, 2016.


(4)

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2013.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.

Suseno, Franz Magnis. Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern Jakarta: Gramedia, 1994.

Syamsudin, M. Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Tualeka, Hamzah dkk. Akhlak Tasawuf. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013.

Thompson, Dennis F. Etika Politik Pejabat Negara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.

Widjaja, A. W. Etika Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Yatim, M. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Amzah, 2007. Zubair, A. Charris. Kuliah Etika. Jakarta: Raja Grafindoo Persada, 1995.

II. Kelompok Jurnal-Majalah

Organisasi Ikhwan. “Mungkingkah Tasawuf Berpolitik?”. Al-Kautsar Edisi 126. Jombang: November, 2016.

Organisasi Ikhwan. “Bangun Jiwa Bangsa”. Al-Kautsar Edisi 110. Jombang: Agustus, 2016.

Organisasi Ikhwan. “Taman Mini Jadi Taman Besar (Gelegar Cinta Tanah Air Indonesia Merajut Nusantara, Wujudkan Indonesia Raya Jadi Taman Perdamaian Dunia)”. Al-Kautsar Edisi 118. Jombang: Maret, 2016.

Organisasi Ikhwan, “Menolak Kemerdekaan Republik”. Al-Kautsar Edisi 124. Jombang: September, 2016.

Organisasi Shiddiqiyyah, “Profil Organisasi-Organisasi Di Lingkungan Thoriqoh Shiddiqiyyah”. Jombang: Organisasi Shiddiqiyyah.

Runi. “Etika Politik dalam Negara Demokrasi”. Jurnal Demokrasi. Vol. II No.1, 2003.


(5)

Rudi Hartono. Revolusi Mental Menurut Bung Karno. 2015

Wahyu Widodo. “Mewujudkan Budaya Politik Santun, Bersih dan Beretika dalam Rangka Memperkokoh Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”. Humanika, Vol. 19 No. 1. Semarang: Universitas PGRI, 2014.

Zainal Raharawin. “Teologi Politik Islam”. Jurnal Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN. Ambon.

III. Kelompok Bukan Publikasi dan Sumber Lapangan

Ahmad Khuzaini, “Shiddiqiyyah: Studi Perubahan Status Tarekat Dari Ghairu Mu’tabarah ke Mu’tabarah Oleh JATMI (1957-2009M)”, Skripsi tidak diterbitkan, (Surabaya: Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Sunan Ampel, 2014).

Ahmad, Abdul Salam. Skripsi “Paradigma Etika Politik Nabi Muhammad Sebagai Acuan Terhadap Politik Kontemporer”, Skripsi tidak diterbitkan. (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PGRI, 2015).

Ali, Ibnu. “Etika Politik Jamaah Hizbut Tahrir”, Skripsi tidak diterbitkan, (Surabaya: Jurusan Politik Islam Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2009).

Faizah, Sri Rahayu. “Tarekat Shiddiqiyyah di Desa Sri Rande, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan Tahun 1972-1973 (Studi Kasus Shalat Jum’at)”, Skripsi tidak diterbitkan (Surabaya: Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Sunan Ampel, 2013).

Sugiyono. “Konsep Etika Politik dalam Perspektif Ali Syari’ati”, Skripsi tidak diterbitkan (Jakarta: Jurusan Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2009). Totok Sudarmanto, “Tarekat Siddiqiyyah Di Desa Wage, Taman, Sidoarjo (1985

-2008) (Studi Tentang Sejarah dan Ajaran Tarekat Siddiqiyyah)”, Skripsi tidak diterbitkan (Surabaya: Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam IAIN Sunan Ampel, 2009).

Wibisono, Arfiadry. “Etika Politik dalam Perspektif Elit PKB Kabupaten Mojokerto”, Skripsi tidak diterbitkan (Surabaya: Jurusan Politik Islam UIN Sunan Ampel, 2013).


(6)

IV. Kelompok Internet

Kabar Jombang, https://kabarjombang.com/terjerembab-lubang-jalan-gerobak-kakek-ini-terguling-kacang-dagangannya-berserakan/ “Terjerembab lubang jalan” (03 Maret 2017)

Eddy Sugianto, https://hamidassyifa.wordpress.com/2011/02/24/hati-yang-terkunci-mati/ “Hati yang Terkunci Mati” (03 Maret 2017)

Mima Aulia, http://mimaj94.blogspot.co.id/2013/01/penjelasan-tentang-lambang-tanda.html “Penjelasan Lambang Thoriqoh Shiddiqiyyah” (04 April 2017) Muhsin Hariyanto, http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/etika-politik-dalam-islam/

“Etika Politik dalam Islam” (24 November 2016)

PCTAI, http://cintatanahair.org/page/view?s=profile “Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia Yang Dijiwai Manunggalnya Keimanan dan Kemanusiaan” (Kamis, 02 Maret 2017)

OPSHID, http://opshid.org/tulisan-cinta-tanah-air/hubbul-wathon-minal-iman, “Hubbul Wathon Minal Iman” (Kamis, 02 Maret 2017)

Organisasi Shiddiqiyyah, http://www.shiddiqiyyah.org/tentang-shiddiqiyyah/profil/pengertian-tujuan-and-faham-thoriqoh-shiddiqiyyah/ “Pengertian dan Dasar Thoriqoh” (11 Januari 2017)

Tgk. H. Syahrial, http://www.lintasgayo.com/14333/empat-pilar-negeri-baldatun-thayyibatun-wa-rabbun-ghafur.html “Empat Pilar Negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur” (20 Februari 2017)

Zen Arifin, http://m.okezone.com/read/2016/04/22/519/1369614/potret-suram-sulitnya-berobat-di-dusun-nampu/ “Potret Suram Sulitnya Berobat di Dusun Nampu” (19 April 2017)