ETIKA BISNIS DALAM PANDANGAN ISLAM.docx

Etika Bisnis dalam Perspektif Islam
“Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah bahasa Indonesia”
Dosen pengampu: Zein Muttaqien, S.E.I.,MEI

Disusun Oleh:
Nama
Dafi’Fadhilah
Rizky Gustyanti

NIM
14423015
14423005

Universitas Islam Indonesia
Fakultas Ilmu Agama Islam
Prodi Ekonomi Islam
2016

1

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
Latar Belakang...................................................................................................................................3
Rumusan masalah..........................................................................................................................3
BAB 2....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS..................................................................................................4
2.2 KONSEPSI ETIKA BISNIS........................................................................................................4
2.3 LANDASAN DESKRIPTIF, NORMATIF, DAN MORALITAS................................................5
2.4 PRINSIP ETIKA BISNIS...........................................................................................................6
2.5 SIKAP DAN KOMITMEN ATAS ETIKA.................................................................................7
2.6 IMPLIKASI ETIKA DALAM FUNGSI BISNIS ISLAM..........................................................7
BAB 3..................................................................................................................................................14
PENUTUP...........................................................................................................................................14
KESIMPULAN...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

BAB I

2

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap perusahaan atau pelaku bisnis pada saat ini, diberi kebebasan dalam perekonomian
pasar bebas untuk dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.
Sehingga, pelaku bisnis dapat bersaing untuk dapat berkembang dalam mekanisme pasar.
Didalam kebebesan dalam perekonomian pasar tersebut, pelaku bisnis atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan usahanya selalu mengharapkan keuntungan yang maksimal dan produk yang
mereka tawarkan diterima oleh masyarakat. Untuk itu, kerap dari pelaku bisnis atau perusahaan
menghalalkan segala cara agar tidak kalah saing.
Akhir-akhir ini banyak pelaku bisnis melakuakan pelanggaran etika bisnis dengan persaingan
yang tidak sehat. Pelanggaran etika bisnis tersebut sangat merugikan pihak pelaku bisnis atau
perusahaan menengah kebawah karena kurangnya kemampuan yang mereka miliki. Setiap pelaku
bisnis atau perusahaan seharusnya dapat memegang prinsip-prinsip etika bisnis tersebut.
Etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah atau tata
cara dalam menjalankan sebuah bisnis. Dengan adanya etika bisnis pelaku bisnis atau perusahaan
dapat mengetahui aturan-aturan, nilai-nilai bahkan norma-norma dalam menjalankan usahanya.
Perusahaan yang menggunakan etika bisnis dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil, sehat dengan mitra kerja atau

pelanggan, pemengang saham dan masyarakat

Rumusan masalah
1. Bagaimana Pandanan Islam Mengenai Konsep Etika dalam Bisnis ?
2. Bagaimana Implementasi Konsep Etika dalam Bisnis Islam ?

Tujuan penulisan
1. Mengetahui Pandangan Islam Mengenai Etika
2. Mengetahui Konsep Etika dalam Berbisnis

3

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis adalah aplikasi etika umum yang mengatur prilaku bisnis. Norma moralitas
merupakan landasan yang menjadi acuan bisnis dalam prilakunya. Dasar prilakunya tidak hanya
hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong prilaku bisnis itu tetapi niali
moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan kebijakannya.

(Muslich, 2004: 9)
Pengelolaan bisnis dalam konteks pengelolaan secara etik mesti menggunakan landasan norma
dan moralitas umum yang berlaku di masyarakat. Penilaian keberhasilan bisnis tidak saja
ditentukan oleh keberhasilan ekonomi dan finansu=ial semata tetapi keberhasilan itu diukur
dengan tolak ukur paradigma moralitas dan nilai-nilai etika terutama moralitas dan etika yang
dilandasi oleh nilai-nilai sosial dan agama. Tolak ukur ini harus menjadi bagian dan integral dalam
menilai keberhasilan dalam suatu kegiatan bisnis. (Muslich, 2004: 9)
Secara ideal memang diharapkan komitmen aplikasi etika bisnis muncull dari dalam bisnis itu
sendiri. Oleh karena itu etika bisnis diaplikasiakan disamping oleh pelaku bisnis itu sendiri sebagai
komitmen diri yang memang muncul tuntutan dari dalam bisnis itu sendiri sebagai tujuan
profesionalisme pengelola bisnis. Tetapi juga oleh akibat dan tujuan yang akan diraih oleh
lingkungan dan sosial ikut serta mendukung tujuan bisnis itu sendiri dalam jangka waktu panjang
dimasa datang.

2.2 KONSEPSI ETIKA BISNIS
Secara konseptual implementasi etika bisnis di dalam kegiatan bisnis dapat di susun urutannya
bahwa etika didasarkan pada norma dan moralitas. Dari dasar etika tersebut maka etika bisnis
mendasarkan diri pada moralitas dan norma, tetapi juga hukum dan peraturan yang berlaku
dimasyarakat.


Gambar 1.1 Konsepsi Etika Bisnis

Norma
moralitas

etika umum
etika bisnis

Agama, uu,
hukum

etika dalam Islam
Di dalam system etika islam,ada system penilaian atas perbuatan atau perilaku yang dilakukan
manusia dengan kategori baik atau buruk
Perilaku Baik, adalah semua perilaku atau aktivitas yan dilakukan manusia didorong atau dimotivasi
oleh kehendak akal fikir dan hati nurani dalam rangka menjalankan perintah Allah.Secara kronolois di
doron dan disadari serta dimengerti setelah ada ketentuan yan terulang dalam perintah yang berstatus
hukum wajib dan anjuran berstatus sunnah. Orang yang melakukan tindakan ini akan mendapatkan
pahala. Perilaku baik dalam konteks menjalankan perintah wajib dapat dilakukan sebagaimana kita
berkewajiban dalam menjalankan rukun islam yang lima yaitu: kewajiban dalam

bersyahadatain,bershalat fardhu,berpuasa Rhamadan,berzakat dan berhaji.Demikian juga, pada
4

perilaku dalam menjalankan anjuran yan berdimensi sunnah seperti menjalankan amaran menolon
orang yang mengalami kesulitan,bersedekah,berinfaq,membangun ekonomi umat supanya
semakinbaik, membuka lapangan pekerjaan baru untuk menampung dan mengatasi tinkat
penangguran, mencegah tercemarnya linkungan hidup, memberi manfaat dan pelayanan terbaik dan
menyenangkan bagi masyarakat konsumeni
Perilaku Buruk difahami sebagai semua aktivitas dilarang oleh Allah, di mana manusia dalam
melakukan perilaku buruk atau jahat ini didorong oleh keinginan hawa nafsu,godaan syaitan
untukmelakukan perbuatan atau perilaku buruk atau jahat yan akan mendatankan dosa bagi
pelakunya. Perilaku seperti ini dapat meruikan diri sendiri dan yang berdampak pada oran lain atau
masyarakat. Sebagai contoh,perbuatan dzalim terhadap Allah dengan tidak mesyukuri atas nikmat
yang telah Allah berikan,melakukan perbuatan yan jauh dari rasa syukur kepada Allah. Contoh lain
adalah menzdalimi terhadap sesama manusia yan tercermin misalnya pada pemberian upah yang tak
layak terhadap para karyawan, terhadap patner kerja dan terhadap para konsumen, mencuri dengan
melakukan korupsi di berbagai kesempatan dan bidang pekerjaan, menggunakan dan memakai barang
atau penghasilan riba dalam transaksi bisnis, bertindak sabotase terhadap usaha pihak lain,menahan
atau menimbun barang supaya harga menjadi makin tinggi dan mereka untung besar, sementara
barang itu sangat langka dan dibutuhkan di masyarakat . Pada prinsipnya perilaku buruk atau jahat

merupakan perilaku yang merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan hidup. Perilaku buruk
atau jahat merupakan cermin dari melangarnya perintah dan anjuran dari Allah. Pelangaran terhadap
peraturan atau perundang undangan yang berlaku atau norma dan susila yang mengatur tatanan
kehidupan yang harmonis di dalam masyarakat.

2.3 LANDASAN DESKRIPTIF, NORMATIF, DAN MORALITAS
Etika deskriptif adalah objek yang dinilai sikap dan prilaku manusia dalam mengejar tujuan
yang ingin dicapai dan bernilai sebagaumana adanya. Nilai dan pola prilaku manusia seperti apa
adanya sesuai dengan tingkatan kebudayaan yang berlaku dimasyarakat. (Muslich, 2004: 11)
Etika Normatif adalah sikap dan prilaku sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal dan
mesti dilakukan oleh manusia/masyarakat. (Muslich, 2004: 11)
Ada tuntutan yang menjadi acuan bagi semua pihak dalam menjalankan fungsi dan peran
kehidupan dengan sesama lingkungan.
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan bisnis seperti telah dinyatakan oleh pengetahuan bisnis
di era moderenitas akhir-akhir ini antara lain sebagai berikut.
Tujuan Bisnis :









Profit
Pengadaan barang atau jasa
Kesejahteraan
Full employment
Existensi
Growth
Prestise.

Secara konsepsual dapat dinyatakan bahwa proses pencapaian tujuan seuatu kegiatan bisnis melalui
pengelolaan human dan natural resources, diarahkan pada pengelolaan dan alokasi sumberdaya
secara optimal bagi semua pihak. Tidak hanya bagi pengelola dan pemilik saja yang dapat manfaat
dari pemanfaatan sumber daya berasal dari pihak-pihak terkait ini, tetapi bagi semua komponen atau
pihak untuk mendapat manfaat secara adil, wajar, dan seimbang. (Muslich, 2004: 13)

5


2.4 PRINSIP ETIKA BISNIS
Dalam pelaksanaan etika bisnis ada bebarapa prinsip yang harus dianut oleh pelakau bisnis
antara lain:
1. Prinsip Otonomi
Pelaku bisnis yang menjalankan kegiatan bisnis dengan paradigma yang ada dimasyarakat
tersedia sebagai pilihan penggunaan sumber daya tersedia atau sarana dan prasarana yang
akan dimanfaatkan dalam rangka mencapai tujuan yang ingin dicapau pelaku bisnis.
Keputusan yang diambil pelaku bisnis dalam memanfaatkan sumber daya ini bebas untuk
memilih penggunaan yang mana yang akan dipilih tentu disini para pengabil keputusan
memiliki kewenangan tertentu yang bebas secara otonom. Tentunya keputusan secara otonom
ini terikat dengan kebesan orang lain yang terlibat bak secara langsung maupun tidak
langsung.
2. Kejujuran
Prinsip etika atas sikap kejujuran yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis merpakan prinsip
penting. Bahka prinsip ini merupakan modal utama bagi prilaku bisnis manakalah diinginkan
bisnisnya mendapat kepercayaan dari partner dan msyarakat. Misalnya dalam hal :
a. Perjanjian kontrak kerja.
b. Penawaran barang atau jasa.
c. Hubungan kerjasama denga stake holders.
d. Jujur pada semua mitra kerja perlu dijaga dengan baik.


3. Niat Baik dan Tidak Berniat Jahat
Sejak awal didirikannya bisnis memang diniatkan bertujuan baik dan tak sedikitpun
tersembunyi niatan yang buruk atau jahat terhadap semua pihak.
Niatan dari satu tujuan terlihat pada cukup tranparantya misis, visi, dan tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi bisnis. Dari misis, visi, dan tujuan yang dirumuskan akan menjadi
bahan ukur bagi masyarakat untuk menilai niatan yang dipaparkan di dalamnya dilaksanakan
atau tidak.
4. Adil
Prinsip ini merupakan prinsip yang cukup sentral bagi kegiatan bisnis. Hampir disegala apek
kegiatan bisnis bermuara pada tuntutan untuk bersikap baik dan berprilaku adil terhadap
semua pihak yang terlibat. Sedikitpun sikap dan prilaku yang dilakukan jangan mengandung
unsur ketidak adilan. Sebab ketidakadilan merupakan seumber kegagalan yang akan dialami
perusahaan atau pelaku bisnis.
5. Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip hormat pada diri sendiri adalah cerminan penghargaan yang positif pada diri sendiri.
Sebuah upaya dalam prilaku bagaimana penghargaan terhadap diri sendiri itu diperoleh.
Hal ini tentu dimulai dengan penghargaan kita terhadap orang lain. Jadi sebelum kita menghargai diri
sendiri maka kita terlebih dahulu menghargai orang lain. (Muslich, 2004: 12-20)


2.5 SIKAP DAN KOMITMEN ATAS ETIKA
Sebagai bukti pelaku bisnis mempunyai sikap dan komotmen terhadap etika, berikut
merupakan indikasi sikap dan komitmen yang benar :
a. Sikap langsung terhadap pekerja (misal, tekad untuk tidak menipu).
b. Tanggung jawab yang kuat terhadap semua pihak.
6

c. Kongkretisasi tuntutan etika bisnis (misal, agar efektif harus dirumuskan secara kongkrit
pada setiap jenjang keputusan manajemen.)
d. Sikap pribadi yang jujur, konsisten, kerja keras dan efisien.

2.6 IMPLIKASI ETIKA DALAM FUNGSI BISNIS ISLAM
Bisnis merupakan suatu sitem. Artinya di dalam bisnis ada komponen atau varibel satu dengan
lain yang saling berhubungan untuk mewujudkan tujuannya. Dengan tujuan yang agak berbeda antara
bisnis islami dengan non-islami, namun secara system beberapa komponen sistemnya akan sama.
Namun komponen tersebut tentunya berbeda dalam hal perencanaan,pelaksanaan dan hasil yang di
wujudkan. Oleh karena itu, kajian berikut ini akan menguraikan: bagaimana etika dalam fungsi
pemasaran,etika dalam fungsi produksi,etika dalam fungsi manajemen suber daya manusia,etika
manajemen keuaangan atau akuntansi
A. Etika dalam fungsi pemasaran
Bisnis tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pemasaran, pelaksanaan dan penawasan atas
program-program yan dirancan untuk menhasilkan transaksi pada target pasar,guna
memenuhi kebutuhan perorangan atau kelompok berdasarkan asas saling
menuntungkan,melalui pemanfaatan produk,harga,promosi,dan distribusi(kotler 2000)
Definisi di atas menarahkan kita bahwa orientasi pemasaran adalah pasar. Sebab pasar
merupakan mitra sasaran dan sumber penhasilan yang dapat menghidupi dan mendukung
pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, apapun yang dilakukan aktivitas pemasaran adalah
berorientasi pada kepuasan pasar.Kepuasan pasar adalah kondisi salin ridha dan rahmat antara
pembeli dan penjual atas transaksi yang dilakukan. Dengan adanya keridhaan ini, maka
membuat pasar tetap loyal terhadap produk perusahaan dalam jangka waktu yang
panjang.Aktivitas pemasaran harus didasari pada etika dalam bauran pemasarannya.Sehubun
dengan ini dapat diklarifikasikan sebagai berikut:
1. Etika pemasaran dalam konteks produk
a. Produk yang halal dan thoyyib
b. Produk yang berguna dan dibutuhkan
c. Produk yang berpotensi ekonomi dan benefit
d. Produk yang bernilai tambah yang tinggi
e. Dalam jumlah yang berskala ekonomi dan social
f. Produk yang dapat memuaskan masyarakat
2. Etika pemasaran dalam konteks harga
a. Beban biaya produksi yang wajar
b. Sebagai alat kompetisi yang sehat
c. Diukur dengan kemampuan daya beli masyarakat
d. Margin perusahaan yang layak
e. Sebagai alat daya tarik bagi konsumen
3. Etika pemasaran dalam konteks distribusi
a. Kecepatan dan ketetapan waktu
b. Keamanan dan keutuhan barang
c. Sarana kompetisi memberikan pelayanan kepada masyarakat
d. Konsumen mendapat pelayanan tepat dan cepat
4. Etika pemasaran dalam konteks promosi
a. Sarana memperkenalkan barang
b. Informasi kegunaan dan kualifikasi barang
c. Sarana daya tarik barang terhadap konsumen
d. Informasi fakta yang ditopang kekujuran

7

Dalam kerangka Islam, etika dalam pemasaran tentunya perlu didasari pada nilai-nilai yang
dikandung al-qur’an dan hadist Nabi. Beberapa ayat dan hadits Nabi yang dapat
dijadikanpijakan etika dalam pemasaran di antaranya
1. Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan,sesunuhnya di dunia perdagangan itu ada
Sembilan dari sepuluh pintu rizki(HR.Ahmad)
2. Hai oran yang beriman,janganlah kamu salin memakan harta sesamanu dengan jalan yang
bathil,kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling suka sama suka di
antara kamu.Janganlah kamu membunuh dirimu,sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu(QR.An-nisaa:29)
3. Barang siapa yang memelihara silatuhrahmi,maka Allah akan menganugerahi rizki yang
melimpah dan umur panjang(Al-hadis)

Etika dalam fungsi produksi
Para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai” menciptakan kekayaan melalui
eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan(Qardhawi 1997). Kekayaan ala
mini meliputi kekayaan fauna dan flora. Dua hal ini dalam konteks ekonomi disebut dengan sumber
daya alam. Di dalam proses produksi akan melibatkan berbagai jenis sumber daya,sebagai masukan
dalam proses produksi,diantaranya adalah: material,informasi,energy,maupun tenaga kerja.
Fungsi produksi dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan atau penadaan atas barang atau
jasa.Tranformasi yang dilakukan dalam kegiatan produksi adalah untuk membentuk nilai
tambah(value added).Menurut Muslich,secara filosofi, aktivitas produksi meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Produk apa yang dibuat
Berapa kuantitas produk yang dibuat
Mengapa produk tersebut dibuat
Di man produk tersebut dibuat
Kapan produk dibuat
Siapa yang membuat
Bagaimana memproduksinya

Lebih lanjut dikatakan oleh Muslich,bahwa etika bisnis yang terkait dengan fungsi produksi adalah
berkaitan dengan upaya memberikan solusi atas tujuh permasalahan di atas.Solusi dari produksi
adalah berorientasi pada pencapaian harmoni atau keseimbangan bagi semua atau beberapapihak yang
berkempentingan dengan masalah produksi. Secara grafis hubungan etika dengan fungsi produksi
dapat digambarkan sebagai berikut:
Akhlak utama dalam produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin,baik secara individual maupun
secara bersama,ialah bekerja pada bidang yang dihalalkan Allah.Tidak melaupai apa yang
diharamkan-Nya.Dengan demikian tujuan produksi menurut Qardhawi,adalah: (1) untuk memenuhi
kebutuhan setiap individu (2) mewujudkan kemandirian umat.
Terkait dengan tujuan yang pertama,ekonomi(bisnis) Islam sangat mendorong produktivitas dan
mengembangkannya baik kuantitas maupun kualitas.Islam melarang menyia-nyiakan potensi material
maupun potensi sumber daya manusia.Bahkan Islam menerahkan semua itu untuk kepentingan
produksi. Di dalam bisnis Islam keiatan produksi menjadi sesuatu yang unik istimewa,sebab di
dalamnya terdapat faktor profesionalitas yang dicintai Allah dan ihsan yang diwajibkan Allah atas
segala sesuatu.
Mengapa kegiatan produksi dilakukan? Jawabnya adalah untuk memenuhi kecukupan dari rizki yan
baik dalam bentuk baran dan jasa.Produksi dapat merealisasikan kehidupan yang baik yang menjadi
tujuan Islam bagi manusia. Tujuan produksi adalah mencapai dua hal pokok pada tinkat pribadi
8

muslim dan umat islam.Pada tinkat pribadi muslim,tujuannya adalah merealisasikan kemandirian
umat.
Tujuan lain dalam produksi adalah merealisasikan kemandirian ekonomi umat.Maknanya,hendaknya
umat memiliki bebaai kemampuan,keahlian dan prasarana yang memunkinkan terpenuhinya
kebutuhan material dan spririlual.Jua terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pengembanan
peradaban,melalui jalan yan oleh para ahli fiqih disebut fardu kifayah

Etika dalam Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Dewasa ini,perilaku ekonomi termasuk pada bidan manajemen menhadapi tantangan
tersendiri.Perubahan lingkungan yang akan dating mendesak manajemen untuk membuka diri pada
dampak perubahan lingkungan eksternal dan tranformasi visi,misi dan strategi,serta adaptasi
kultur,struktur dan system.Perubahan lingkungan yang akan dating terjadi mendesak manajemen
untuk membuka diri pada dampak perubahan lingkungan eksternal dan tranfoemasi visi,misi,dan
tratei,serta adaptasi kultur,struktur dan system. Perubahan ini membentuk keterbukaan manajemen
secara keseluruhan untuk menggapainya.Oleh karena itu,harus ada perubahan konsep,yaitu konsep
yang dulu mengandalkan pada supper stars menuju konsep supper teams,sehingga harus berani
membonkar dan menggalkan pemikiran yan usan masa lampau menuju pada kapasitas dan kredibilitas
kepemimpinan dan manajemen operasi,sehinggan mampu melakukan uatan berupa keberanian moral
untuk merubah mentalitas “pedagang’’ menuju enterpenuer yang professional.Hal ini saja belum
cukup, namun perlu didasarkan pada hubungan yang humanis, nahkan sampai kepada pendekatan
teologis-etis.Pendekatan ini penting, Karena pendekatan ini mampu berperan sebaai akselerator bagi
terciptanya pola interaksi manajer dengan pekerja yang humanis, di mana kerja akan dirasakan baik
oleh manajer maupun pekerja,sebagai wahana humanisasi diri dan realisasi kediriannya.
Dewasa ini, paradigm perlakuan manajer terhadap pekerjaannya telah berubah,setidak-tidaknya secara
teoritis, dari scientific paradigm menuju behavior paradigm.Perubahan ini terjadi,karena adanya
kesadaran kaum manajer dalam memandang pekerja.Paradigma scientific memandang perkerja
sebagai “obyek” yang dapat direkayasa,sebagaimana ia perlakukan alam.Oleh karena itulah,maka
perubahan paradigm manajemen yang bersifat mekanik menuju human relation terjadi.
Pereseran paradigma tersebut, muncul karena kenyataan, bahwa seorang manajer perusahaan lebih
dihadapkan pada preferensi putusan bagi masalah struktural manajemennya,baik terkait dengan
kebijaksanaan perekonomian Negara maupun permintaan pasar.Lagi-lagi,karena masalah
structural,seorang manajer cenderung lebih tega untuk mengorbankan pekerjaannya dari pada harus
menghadapi risiko teranggunya kelancaran proses produksi perusahaannya.
Oleh karena itu,tidak menherankan jika seoran ahli manajemen seperti Peter F.Drucker berkesimpulan
bahwa esensi oranisasi modern adalah mendoron dan mengoranisasikan kemampuan dan penetahuan
yang dimiliki individu(perkerja) agar dapat berfungsi produktif dan sekaligus meminimalisasi
kelemahan-kelemahan yang dimiliki individu agar tidak mengganggu jalannya proses produksi.
(Rudy,voll 2,1990,p 44)
Kendatipun demikian,masih dapat dipertanyakan,jika pun ada tindakan yang”baik hati”dari seorang
manajer untuk peduli terhadap kesejahteraan para pekerjanya, apakah ini hal itu dikarenakan desakan
panggilan teologis-etis dalam lubuk hati manajer, ataukah karena kepentingan untuk mempertahankan
kelangsungan produktivitas perusahaan? Selanjutnya,apakah perkembangan pesat dunia Eropa pasca
Abad Pertengahan semata-mata didasarkan pada semangat etika Protestan yang disulut Luther dan
Calvin,ataukah telah terjadi perubahan-perubahan prakondisi(sains dan teknologi) yang menjadi
preseden bagi tranformasi system perekonomian feodalisme kepada system kapitalisme?
Berankat dari uraian di atas,maka solusi bagi kendala structural yang telah dibangun oleh paradigm
manajemen scientific, yang terkait baik dengan kebijaksanaan ekonomi Negara maupun tuntutan pasar
sine qua non bagi terciptanya kesadaran emansipatoris yang pada gilirannya terwujud dalam pola
9

hubungan manajer-pekerja. Jika demikian, maka dorongan teologis-etis dapat berperan sebagai
akselerator bagi terciptanya pola interaksi manajer-pekerja yan humanis, di mana kerja akan dirasakan
baik oleh pekerja maupun manajer,sebagai wahana humanisasi diri dan realitas kediriannya(Lihat
Oranisasi dan Akuntasi Syariah,Yogyakarta:LKiS,2000)
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa pendekatan atau kerangka manajemen teologis-etis
mengarah pada keterliatan dimensi spiritual dalam perilaku manajemen. Spiritualitas membawa
kepada wujud semesta dan ilahi.Kenyataan yan tidak sepenuhnya dapat dipahami akhirnya akan
membawa kepada pengalaman dan penhayatan atas transenden.Trasenden ini sudah menjadi
kebutuhan baru, yakni self-transendence.Dalam hirarkhi kebutuhan sebagaimana yan di teorikan
Abraham Maslow, maka self-trancedence dapat diletakkan di atas jenjang kebutuhan tertinggi, yaitu
self-actualization.
Sebaai mana Maslow telah mengambarkan hirarkhi kebutuhan dalam suatu piramida.Namun
pandangan Maslow ini jua dikritisi oleh ahli lain,diantaranya Clayton Alderfer dengan teori ERGnya.Kemudian Frederick Herzberg dengan two-factor theory,Juga David McClelland dengan
acquired-needs theory-nya.Dengan demikian,dapat dipahami bahwa teori kebutuhan Maslow
mengundang muncul teori kebutuhan lain, Maka dimungkinkan dapat digali teori kebutuhan dalam
perspektif lain,seperti perspektif islam.
Dalam pandangan Islam, bahwa manusia itu hidup tidak hanya di dunia saja, namun setelah
kehidupan dunia masih ada kehidupan akhirat. Dengan demikian, kebutuhan manusia Islam tidak
hanya memenuhi kebutuhan tertinggi(yang menurut Maslow dikenal sebagai selfactualization).Pemenuhan kebutuhan kehidupan setelah dunia akhirat dengan urusan transedetal,maka
kebutuhan tertinggi manusia Islam adalah mewujudkan self-trancedence.
Self-trancedence adalah suatu keadaan yang dapat dicapai memaluli proses secara
bertahap.Triyuwono menjelaskan, bahwa”dengan dipengaruhi oleh iman,pengetahuan dan
tindakan,proses perkembangan diri (self) dibimbing menuju tujuan tertinggi dan trasendental, yakni
mencapai falah.Menurut para akademisi – seperti Raharjo, untuk menunjuk pada salah satu contoh - ,
bahwa diri (self) manusia kemungkinan berada dalam kondisi dari tingkat perkembangan. Secara
umum
ada
tiga
tingkat
perkembangan,
yaitu:
ammarah
(sifat
kebinatangan),lawwamah(kemanusiaan),dan muthainnah(ketuhanan,relugius). Pada saat mencapai
tingkatan tertinggi inilah yang biasanya dikenal sebagai manusia yang taqwa atau sampai pada
tingkatan muttaqin.
Di samping itu ada juga yang menemukan system dalam alam semesta. Juga ada yang menemukan
Allah atau Tuhan dalam pengalaman tersendennya.Bagi mereka ini kegiatan yang relevan adalah amal
dan ibadah. Sehingga kunci keberhasilan dalam hidup ini adalah iman dan ketaatan. Iman dan
ketaqwaan atau ketaatan membuahkan makna hidup dan keselamatan bagi manusia dan kemuliaan bai
Allah dan ciptaan-Nya.
Selanjutnya, bagaimana caranya untuk keluar dari kendala structural manajemen yang terkait, baik
dengan kebikjaksanaan ekonomi neara maupun tuntutan pasar? Solusinya adalah menciptakan
kesadaran emansipatoris yang pada gilirannya terwujud dalam pola hubungan manajerpekerja.Selanjutnya, dorongan teolois-etis dapat berperan sebaai akselerator bai terciptanya pola
interaksi manajer-pekerja yang humanis, sebagai diuraian sebelumnya.
Oleh karena itu, pendekatan teolois-etis tidak hanya bersifat himbawan semata bagi kesadaran untuk
mengubah manajemen yang selama ini cenderung menjadikan manajer dan pekerja sebagai”sekerupsekerup” proses produksi. Jika mau memulainya dari transformasi radikal terhadap struktur
manajemen dalam lingkup keseluruhan, baik perusahaan maupun Negara.Sehingga penerapan
manajemen itu mampu memberikan rahmat bagi sekalian alam. Hal ini terkait dengan fungsi manusia
sebaai khalifa Allah di muka bumi.

10

Secara singkat dapat dikatakan bahwa manusia yan terdiri dari keseluruhan sifat-sifat
tersebut(fisik,biolois,intelektual,spiritual,dan sosiologis) memiliki kebutuhan masing-masing yan
dipadukan bersama-sama. Sementara di luar itu, ada suatu masalah penting untuk
dipertimbangkan,yaitu – dengan segala keberadaannya dalam semua aspek kehidupannya yang
beragam – manusia merupakan bagian dari system alam raya yan sangat besar dan luas.
Keseimbangan pemanuhan kebutuhan masing-masing unsure tersebut akan sangat berantung kepada
lemah-kuatnya dorongan nafsu dan kualitas pengendalian yan diperani oleh akan dan hati. Akal dan
hati yang berkualitas pasti akan membatasi konsumsinya sebatas kebutuhan fitrahnya. Komsumsi
yang melebihi kebutuhan fitrah adalah kebutuhan palsu, yang justru akan merusak dirinya.
Kebutuhan fitrah manusia yang tertinggi adalah tercapainya self trancedence bukan sekedar selfactualization-nya Maslow; growth-nya Alderfer: satisfiers factors-nya Herzberg maupun
achievement-nya McClelland. Dalam pandangan Islam, kebutuhan ditentukan oleh konsep maslahah.
Pembahasan konsep kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian perilaku konsumen.
Tujuan syariah harus dapat menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam. Tujuan syariah dalam
Islam adalah terciptanya kesejahteraan ummat manusia. Oleh karena itu, semua baran dan jasa yan
memiliki maslahah akan dikatakan menjadi kebutuhan manusia
Dalam konteks ini, konsep maslahah sangat tetap di terapkan. Menurut Shatibi, maslahah adalah
pemilikan atau kekuatan barang atau jasa yang mengandung elemen-elemen dasar dan tujuan
kehidupan umat manusia di dunia ini dan perolehan pahala untuk kehidupan akhirat kelak. Shatibi
membedakan maslahah emnjadi tiga, yaitu; kebutuhan(durriyyah), pelengkap(hajiyyah), dan
perbaikan(tahsiniyyah).
Khallaf memberikan penjelasan mengenai maslahah sebagai berikut, bahwa tujuan umum syar’I
dalam mesyari’atkan hukum ialah terwujudnya kemaslahatan manusia dalam kehidupan ini terdiri dari
beberapa hal yan bersifat daruriyyah,hajiyyah, dan tahsiniyyah telah terpenuhi, berarti telah nyata
kemaslahatan mereka. Seoran ahli hukum yang muslim, tentunya mensyari’atkan hukum dalam
berbagai sector kegiatan manusia untuk merealisasikan pokok-pokok daruriyyah,hajiyyah, dan
tahsiniyyah bagi perorangan dan masyarakat.
Daruriyyah, yaitu sesuatu yang wajib adanya yang menjadi pokok kebutuhan hidup untuk
menegakkan kemaslahatan manusia. Hal-hal yang bersifat daruriy bagi manusia dalam penertian ini
berpangkal pada memelihara lima hal, yaitu; agama,jiwa,akal,kehormatan,dan harta. Dalam hal ini
Qardhawi menambahkan satu hal daruiry, yaitu: anak atau keturunan. Jadi memelihara satu dari lima
hal itu merupakan kepentingan yang bersifat primer bagi manusia
Hajiyyah, ialah suatu yan diperlukan oleh manusia dengan maksud untuk membuat ringan,lapang dan
nyaman dalam menanggulangi kesulitan-kesulitan kehidupan. Faktor eksternal manusia dalam
pengertian ini berpangkal pada tujuan menghilangkan kesulitan dan beban hidup, sehingga
menudahkan mereka meralisasikan tata cara pergaulan, perubahan jaman dan menempuh kehidupan.
Tahsiniyyah, ialah sesuatu yang diperlukan oleh normal atau tatanan hidup, serta berperilaku menurut
jalan yang lurus. Hal yan bersifat tahsiniyyah berpangkal dari tradisi yan baik dan seala tujuan peri
kehidupan manusia menurut jalan yan paling baik.
Lebih jauh Khallaf mengatakan,”yang terpentin dari tiga tujuan pokok itu adalah darury dan wajib
dipelihara. Hajiyi boleh ditinggalkan apabila memeliharanya merusak hukum darury, dan tahsiny
boleh ditinggalkan apabila dalam penjangaannya merusak darury dan tahsiny.
Jadi semua barang dan jasa memiliki keuatan untuk memenuhi lima elemen pokok(darury)telah dapat
dikatakan memiliki maslahah bagi ummat manusia. Semua kebutuhan adalah tidak sam penting.
Kebutuhan ini meliputi tia tingkatan, yaitu:
1. Tingkat dimana lima elemen pokok di atas dilingdungi secara baik
2. Tingkat dimana perlindungan lima elemen pokok di atas dilengkapi untuk memperkuat
perlingdungannya
11

3. Tingkat dimana lima elemen poko di atas secara sederhana diperoleh secara lebih baik
Etika dalam Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan dalam konteks pembahasan ini adalah hubungan dengan pengangaran.
Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yaitu meliputi seluruh kegiatan bank
yang dinyatakan dala unit(kesatuan) moneter yan berlaku untuk jangka waktu(periode) tertentu di
masa dating. Pada dasarnya anggaran merupakan pendekatan formal yan sistematis mengenai
keuangan lembaa yang didasarkan sebaai tanggung jawab manajemen dalam bentuk
perencanaan,koordinasi dan pengawasan. Oleh karena anggaran adalah berkaitan dengan manajemen
keuangan yan berkaitan dengan waktu realisasi, maka biasanya disebut dengan rencana
keuangan(budgeting). Rencana keuangan adalah rencana keuangan lembaa bisnis islamyan
merupakan terjemahan proram kerja lembaga bisnis islami ke dalam saran-saran(target)keuangan
yang ingin dicapai dala kurun waktu tertentu.
Dari penertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengangaran(budgeting) merupakan proses yan
mencakup.
1. Penyusunan rencana kerja lengkap untuk setiap jenis tinkat keiatan dan setiap jenis tingkat
keiatan yang ada pada suatu lembaga
2. Penentuan rencana kerja dalam bentuk mata uang dan kesatuan kuantitatif lainnya, dilakukan
melalui suatu sistematika dan logika yang dapat dipertangung jawabkan
3. Rencana kerja masin-masing dari setiap kesatuan usaha, satu sama lain atau secara
keseluruhan, harus dapat berjalan secara serasi
4. Dalam penyusunan rencana kerja perlu adanya partisipasi dari seluruh tungkatan manajemen
sehingga pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab seluruh anggota manajemen
5. Anggaran merupakan alat koordinasi yang ampuh bagi top manajemen dalam mengelola
lembaga keuangan, dalam rangka mencapai rencana yang telah di tetapkan
6. Anggaran merupakan alat pengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana kerja, sekaligus
dipakai sebagai alat evaluasi dan penetapan lanjut
7. Anggaran merupakan alat pengawasan dan pengendalian jalannya lembaga keuangan
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa penganggaran merupakan langkah-langkah yang menjadi dasar
bagi penetapan strategi bisnis. Penganggaran merupakan perencanaan strategi unit bisnis, terlebih lagi
adalah berkaitan dengan masalah keuangan lembaga bisnis islami.(Muhammad 2003)
Dalam penyusunan anggaran lembaga bisnis islami perlumemperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi volume penyaluran dana. Faktor-faktor tersebut biasanya berasal dari internal maupun
eksternal lembaga. Termasuk dalam faktor internal lembaga adalah: segmen pasar,posisi
keuangan,sumber dana,kualitas aktiva produktif, dan sarana yang dimiliki. Sementara faktor
eksternalnya meliputi: persaingan antara lembaga bisnis, perkembangan ekonomi, kondisi social
polotik, dan karakteristik usaha nasabah.
Penyusunan anggaran lembaga bisnis islami sangat tergantung pada aspek-aspek dana dalam lembaga
bisnis yaitu;
1. Anggaran dana meliputi: anggaran penerimaan dana, angaran penyaluran dana, angaran
sarana, dan anggaran zakat infaq dan shadaqah
2. Anggaran keuangan melupiti: anggaran hasil usaha, anggaran neraca, anggaran arus kas
3. Anggaran dalam rasio
Angaran dibuat dan diukur dari apa yang telah direncanakan dengan apa yan terjadi dalam realitas.
Perimbangan antara perencanaan dengan realitas merupakan anggaran yan baik begitupun sebaliknya

12

Etika dalam Fungsi Akuntansi
Akuntansi sangat berhubungan dengan nilai social dan ekonomi yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan demikian, perubahan dalam masyarakat akan mempengaruhi perubahan dala sifat akuntansi.
Sebaai mana dipahami, akuntansi mengalami perubahan seiring dengan perubahan peradaban
masyarakat.Pada dasarnya akuntansi lembaga bisnis islami,tidak jauh berbeda secara teknik
akuntansinya dengan akuntansi pada umumnya namun dalam akuntansi syariah terdapat beberapa
prinsip umum yaitu:
1. Prinsip pertanggung jawaban: merupakan konsep yan berkaitan dengan konsep amanah
implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis
selalu melakukan pertanggung jawaban yan telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihakpihak yan terkait. Wujud pertanggung jawaban biasanya berupa laporan keuangan
2. Prinsip keadilan: dalam surah al-Baqarah kata adil secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa
setiap transaksi yan dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Dengan demikian kata
keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian yaitu kejujuran tampa
kejujuran informasi akuntansi akan menyesatkan dan sangat merugikan pihak yang
membutuhkannya yang kedua yaitu keadilan kata adil lebih fundamental. Penertian kedua
inilah yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upanya-upanya dekontruksi
terhadap bangun akuntansi modern menuju bangun akuntansi yang lebih baik
3. Prinsip kebenaran: prinsip kebenaran tidak dapat di pisahkan dengan prinsip keadilan. Sebaai
contoh misalnya, dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah
pengakuan,pengukuran,dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat menciptakan keadilan dalam
mengakui,menukur,dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.(Muhammad 2000 p 42)

13

BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN
Etika bisnis adalah aplikasi etika umum yang mengatur prilaku bisnis. Norma moralitas
merupakan landasan yang menjadi acuan bisnis dalam prilakunya. Dasar prilakunya tidak
hanya hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong prilaku bisnis itu
tetapi niali moral dan etika juga menjadi acuan penting yang harus dijadikan landasan
kebijakannya.
Dalam pandangan Islam terdapat aturan ataupun etika yang harus dimiliki oleh setiap
orang yang mau melakukan bisnis apalagi dia adalah seorang mukmin. Seorang mukmin
dalam berbisnis jangan sampai melakukan tindakan – tindakan yang bertentangan dengan
syariat. Rasulullah SAW banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya
ialah:
Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam,
kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah SAW sangat
intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda:
“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani).
Kedua, dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan saja (profit oriented) tapi, juga
harus memperhatikan sikap ta’awun (tolong menolong) diantara kita sebagai implikasi
sosial bisnis.
Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang
para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam
sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi SAW bersabda:
“Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak
berkah.”
Dalam hadis riwayat Abu Dzar, Rasulullah SAW mengancam dengan azab yang pedih
bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah SWT tidak akan
memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).
Keempat, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah SWT:
IMPLIKASI ETIKA DALAM FUNGSI BISNIS ISLAM
A.
B.
C.
D.
E.

Etika dalam fungsi pemasaran
Etika dalam fungsi produksi
Etika dalam Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Etika dalam Manajemen Keuangan
Etika dalam Fungsi Akuntansi

14

DAFTAR PUSTAKA
Philip kotler,Marketin Manajemen,Milenium Edition,New York:Preventive Hall,2000
Muslich,Etika Bisnis Pendekatan substantive dan Funsional,Yogyakarta:Ekonisia,1998
Sunardji Daroni,”Konsep Pemasaran Bai Bisnis Islami”,Makalah Collucium Program Doktor
UII,Yogyakarta:FE UII,2003
Muhammad,Manajemen Bank Syari’ah,Yoyakarta:UPP-AMP YKPN,2003
Yusuf Qardhawi,Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam,(terjemah),Jakarta Robbani
Press,1997
Iwan Triyono,Organisasi dan Akuntansi Syari’ah,Yogyakarta:LKiS,2000
M.Umer Chapra,Islam dan Tantangan Ekonomi,(terjemahan),Jakarta:Gema Insani Press,2001
Hertanto Widodo,et.al.PAS (Pedoman Akuntansi Syariat)Panduan Praktis Operasional Baitul Mal
wat Tamwil(BMT),Bandung:Mizan,1999,h.183
Rudy Harisyah Alam,”Manajemen: Sulitnya Pendekatan Teologis-Etis”,Jurnal Ilmu dan Kebuyaan
Alumul Qur’an(7) Vol. II,1990,h.44
Ahmad Mahmud Shubhi, Dr., Filsafat Etika, Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intitusional Islam, PT
Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2001

15

16