Studi Deskriptif Mengenai Resiliensi Pada Ibu-ibu dari Anak Autistik di Tempat Terapi "X", Jakarta.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Resiliensi pada Ibu-Ibu dari Anak Autistik di Tempat Terapi “X”, Jakarta”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat resiliensi serta kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi (protective factorsdan risk factors) ibu-ibu tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan menggunakan teknik penarikan sampel dengan metode purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” sebanyak 18 responden.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner resiliensi yang disusun peneliti berdasarkan teori resiliensi dari Bonnie Benard. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan inter-rater validity (expert). Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah menggunakan teknik olah data persentase dan tabulasi silang.

Dari perhitungan, didapat hasil bahwa 50% responden memiliki resiliensi tinggi dan 50% responden memiliki resiliensi rendah. Responden yang memiliki resiliensi tinggi berarti mampu untuk beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan. Hal ini terlihat dari dari data bahwa mereka memiliki aspek social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future yang tinggi pula. Sedangkan responden yang memiliki resiliensi rendah, berarti mereka kurang mampu untuk beradaptasi dengan baik dan berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan. Hal ini terlihat dari data bahwa mereka memiliki aspek social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future yang rendah. Selain itu juga terlihat ada indikasi kaitan antara resiliensi responden dengan protective factors.

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan desain penelitian studi kasus dengan menggali lebih dalam tentang dinamika protective factors dalam mengembangkan resiliensi ibu-ibu dari anak autistik. Selain itu, diharapkan agar keluarga ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” tetap menjaga kedekatan hubungan dengan ibu-ibu dari anak autistik. Untuk tempat terapi X, diharapkan untuk membuat group counseling bagi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” yang memiliki resiliensi tinggi dengan ibu-ibu yang memiliki resiliensi rendah. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat saling berbagi mengenai kesulitan-kesulitan yang sering mereka alami dan cara mengatasi masalah tersebut. Kemudian juga membuat group counseling bagiibu-ibu yang memiliki resiliensi rendah dengan anggota keluarga mereka.


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL………... i

LEMBAR PENGESAHAN………. ii

ABSTRAK……… iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………... 1

1.2 Identifikasi Masalah………. 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penlitian………... 9

1.3.1 Maksud Penelitian………. 9

1.3.2 Tujuan Penelitian………... 10

1.4 Kegunaan Penelitian………. 10

1.4.1 Kegunaan Teoretis………... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis………... 10

1.5 Kerangka Pemikiran………. 11


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resilience... 21

2.1.1. Pengertian Resilience... 21

2.1.2. Personal Strengths………. 21

2.1.2.1. Perspective on Strengths………... 21

2.1.2.2 Personal Strengths: Empat Aspek Resiliency……… 23

2.1.3. Protective Factors... 36

2.2. Masa Dewasa Awal……… 44

2.2.1. Perkembangan Sosio-Emosional pada Masa Dewasa Awal………... 44

2.3. Masa Dewasa Tengah... 50

2.3.1. Perkembangan Sosio-Emosional pada Masa Dewasa Tengah……… 51

.2.4. Autisme dan Orang Tua……….. 56

2.4.1 Autisme...……….. 56

2.4.2 Orangtua Anak Autistik……….. 61

2.4.2.1 Pola-pola dari reaksi orangtua……… 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……… 66

3.2. Skema Prosedur Penelitian…………... 66

3.3. Variabel dan Definisi Operasional……… 67


(4)

3.4.1 Alat Ukur Data Utama………. 68

3.4.1.1 Kisi-Kisi Alat Ukur……… 68

3.4.1.2 Prosedur Pengisian………. 72

3.4.1.3 Cara Skoring……… 72

3.4.1.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur……… 73

3.4.2. Data Penunjang………... 73

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel……….. 73

3.5.1. Populasi Sasaran………. 73

3.5.2. Karakteristik Populasi………. 73

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel………... 74

3.6. Teknik Analisis Data………... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian……… 75

4.1.1 Gambaran Responden……… 75

4.1.2 Hasil Pengolahan Data Utama………... 76

4.2 Pembahasan………. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. 90

5.2 Saran……… 91

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan……….. 91


(5)

DAFTAR PUSTAKA……….. 93

DAFTAR RUJUKAN……….. 94 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan pesimis dengan optimis……….. 35

Tabel 3.1. Kerangka Kuesioner Resiliensi……… 69

Tabel 3.2. Skor Jawaban………... 72

Tabel 4.1. Status Pernikahan………. 75

Tabel 4.2. Pekerjaan………. 75

Tabel 4.3 Usia……….. 75

Tabel 4.4 Total Resiliensi……… 76

Tabel 4.5. Tabulasi silang social competence dengan resiliensi……….. 76

Tabel 4.6 Tabulasi silang problem solving skills dengan resiliensi……. 77

Tabel 4.7 Tabulasi silang autonomy dengan resiliensi……… 77

Tabel 4.8 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan resiliensi………. 77


(7)

DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran……… 19 Skema 3.1. Prosedur Penelitian………..……… 66


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skor social competence Lampiran 2 Skor problem solving skills Lampiran 3 Skor autonomy

Lampiran 4 Skor sense of purpose and bright future Lampiran 5 Tabel kategori resiliensi

Lampiran A Tabulasi silang data pribadi dengan resiliensi

Lampiran B Tabulasi silang antara aspek dan sub aspek pada resiliensi tinggi

Lampiran C Tabulasi silang antara aspek dan sub aspek pada resiliensi rendah

Lampiran D Tabulasi silang protective factor dengan resiliensi Lampiran E Alat Ukur – Data Penunjang


(9)

Lampiran 1. Skor social competence No item

Nama

Social competence

Total kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Ps 2 3 4 3 4 3 2 4 1 4 3 2 4 3 42 tinggi

W 3 3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 2 3 4 47 tinggi

Kyi 4 1 4 4 4 2 4 4 4 4 4 2 3 3 47 tinggi

E 3 3 4 3 3 1 3 3 3 3 3 2 3 1 38 rendah

Sl 4 3 3 3 4 1 4 2 2 3 4 3 3 1 40 rendah

Xhl 4 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 39 rendah

R 1 4 3 2 4 3 2 3 2 3 2 3 3 3 38 rendah

Is 3 3 3 3 3 2 4 3 2 3 4 3 2 3 41 rendah

S 3 2 3 4 2 1 3 4 3 3 3 3 1 1 36 rendah

C 4 3 3 2 3 4 1 4 3 4 3 2 2 4 42 tinggi

Mi 4 4 4 3 3 2 4 4 4 4 4 4 3 2 49 tinggi

L 3 3 2 3 3 2 3 4 4 3 3 2 3 4 42 tinggi

Fz 3 2 4 2 3 3 1 3 4 3 3 3 3 4 41 rendah

S 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 4 46 tinggi

Sw 4 2 3 4 4 1 4 3 3 4 4 3 4 1 44 tinggi

Blc 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 2 49 tinggi

Tys 3 3 1 2 1 1 4 3 1 2 3 2 3 1 30 rendah


(10)

Lampiran 2. Skor problem solving skills No item

Nama

Problem Solving Skills

Total kriteria

15 16 17 18 19 20 21 22 23

Ps 2 3 2 3 2 4 2 2 3 23 rendah

W 3 3 2 3 4 4 4 2 4 29 tinggi

Kyi 4 2 3 1 4 4 2 3 2 25 rendah

E 2 2 3 2 2 3 1 2 2 19 rendah

Sl 2 1 4 2 2 4 1 3 3 22 rendah

Xhl 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27 tinggi

R 2 4 2 1 2 3 2 4 1 21 rendah

Is 3 2 3 3 3 3 3 3 3 26 rendah

S 3 3 3 3 3 4 1 4 3 27 tinggi

C 4 1 4 3 3 4 4 4 2 29 tinggi

Mi 4 2 4 3 4 4 4 3 4 32 tinggi

L 2 2 3 2 3 3 3 3 3 24 rendah

Fz 2 4 3 4 3 4 3 3 4 30 tinggi

S 4 3 4 3 3 4 3 3 3 30 tinggi

Sw 4 4 4 3 4 2 3 2 1 27 tinggi

Blc 3 3 4 3 4 4 3 3 3 30 tinggi

Tys 1 2 3 3 3 4 2 3 3 24 rendah


(11)

Lampiran 3. Skor autonomy No item

Nama

Autonomy

Total kriteria

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

Ps 4 3 4 3 4 4 4 1 4 4 4 3 4 3 49 tinggi

W 3 3 3 4 3 3 2 2 3 4 4 4 4 4 46 tinggi

Kyi 3 2 3 4 3 4 2 3 4 4 4 2 4 4 46 tinggi

E 4 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 38 rendah

Sl 4 2 3 3 3 4 4 3 4 3 3 2 4 3 45 tinggi

Xhl 4 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 1 39 rendah

R 4 4 1 1 3 4 3 3 3 3 3 2 4 4 42 rendah

Is 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 4 2 39 rendah

S 2 4 3 3 4 3 2 1 3 3 3 3 2 3 39 rendah

C 4 2 3 1 3 4 4 3 4 1 2 2 4 2 39 rendah

Mi 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 47 tinggi

L 3 2 3 1 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 36 rendah

Fz 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 2 3 2 4 49 tinggi

S 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 2 4 4 51 tinggi

Sw 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 1 4 3 47 tinggi

Blc 4 3 3 2 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 46 tinggi

Tys 2 3 2 4 2 4 2 2 3 4 4 4 4 4 44 rendah


(12)

Lampiran 4. Skor sense of purpose and bright future Noitem

Nama

Sense of Purpose and Bright Future

Total kriteria 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Ps 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 40 tinggi

W 3 4 4 3 1 3 4 4 4 4 4 38 tinggi

Kyi 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 43 tinggi

E 3 2 3 3 1 4 2 3 3 3 3 30 rendah

Sl 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 38 rendah

Xhl 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 33 rendah

R 1 4 2 4 4 3 3 3 4 3 4 35 rendah

Is 4 3 4 3 3 4 2 3 4 3 3 36 rendah

S 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 4 34 rendah

C 4 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 38 tinggi

Mi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 tinggi

L 3 2 3 1 4 2 2 3 3 3 3 29 rendah

Fz 2 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 40 tinggi

S 4 4 4 2 3 4 3 4 4 4 4 40 tinggi

Sw 4 3 4 4 3 4 4 2 4 3 4 39 tinggi

Blc 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 40 tinggi

Tys 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 tinggi


(13)

Lampiran 5. Tabel kategori Resiliensi

Social competence Problem Solving

Res Com Emp&Car Comp&Alt Forg Plan Flex Rescf Crit T&I

9 10 7 9 7 5 5 8 5

10 9 11 10 7 6 5 12 6

9 10 12 10 6 6 4 10 5

10 7 9 8 4 4 5 6 4

10 8 8 10 4 3 6 7 6

9 7 8 9 6 6 6 9 6

8 9 7 8 6 6 3 7 5

9 8 9 10 5 5 6 9 6

8 7 10 9 2 6 6 8 7

10 9 8 9 6 5 7 11 6

12 8 12 12 5 6 7 12 7

8 8 11 8 7 4 5 9 6

9 8 8 9 7 6 7 10 7

12 9 9 9 7 7 7 10 6

9 9 10 11 5 8 7 9 3

11 10 12 11 5 6 7 11 6

7 4 8 7 4 3 6 9 6


(14)

Autonomy

Sense of Purpose and Bright

Future Total

Resiliensi

kategori Pos Id int loc S Eff

Ad

Dist S Awr Hum Goal di Spc int Opt Fth

11 11 5 8 7 7 10 7 11 12 154

tinggi

9 10 4 7 8 8 11 4 11 12 160

tinggi

8 11 5 8 6 8 11 8 12 12 161

tinggi

9 8 6 5 5 5 8 4 9 9 125

rendah

9 10 7 7 5 7 9 6 11 12 145

rendah

10 8 6 6 5 4 10 6 9 8 138

rendah

9 8 6 6 5 8 7 8 9 11 136

rendah

9 8 6 5 5 6 11 6 9 10 142

rendah

9 10 3 6 6 5 10 5 9 10 136

rendah

9 8 7 5 4 6 11 5 10 12 148

tinggi

10 10 6 8 6 7 12 8 12 12 172

tinggi

8 5 6 6 5 6 8 5 7 9 131

rendah

11 11 8 8 5 6 10 7 11 12 160

tinggi

11 11 8 7 6 8 12 5 11 12 167

tinggi

11 10 7 7 5 7 11 7 10 11 157

tinggi

10 8 6 7 7 8 10 6 12 12 165

tinggi

7 10 4 7 8 8 12 8 12 12 142

rendah

7 9 6 6 6 6 9 6 10 11 138


(15)

Lampiran A

Tabulasi silang data pribadi dengan Resiliensi

A.1 Tabulasi silang Resiliensi dengan status pernikahan Resiliensi

status pernikahan Tinggi Rendah Total

Menikah 8 9 17

47,1% 52,9% 100,0%

Janda 1 0 1

100,0% ,0% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

A.2 Tabulasi silang Resiliensi dengan pekerjaan Resiliensi

Pekerjaan Tinggi Rendah Total

Ibu rumah tangga 7 7 14

50,0% 50,0% 100,0%

Wiraswasta 1 0 1

100,0% ,0% 100,0%

Karyawati 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

A.3 Tabulasi silang Resiliensi dengan usia Resiliensi

Usia Tinggi Rendah Total

24-34 tahun 3 6 9

33.3% 66.7% 100.0%

35-60 tahun 6 3 9

66.7% 33.3% 100.0%

Total 9 9 18


(16)

Lampiran B

Tabulasi silang antara aspek dan sub aspek pada Resiliensi tinggi

B.1 Tabulasi silang Social competence dengan Responsiveness Social competence

Responsiveness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

Rendah 2 0 2

100,0% 0% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.2 Tabulasi silang Social competence dengan Communication Social competence

Communication Tinggi Rendah

Total

tinggi 7 0 7

100,0% 0% 100,0%

Rendah 1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.3 Tabulasi silang Social competence dengan Empathy & Caring Social competence

Empathy and caring Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 0 6

100,0% 0% 100,0%

Rendah 2 1 3

66,7% 33,3% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.4 Tabulasi silang Social competence dengan Compassion & Altruism Social competence

Compassion and altruism Tinggi Rendah

Total

Tinggi 7 0 7

100,0% 0% 100,0%

Rendah 1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

Total 8 1 9


(17)

B.5 Tabulasi silang Social competence dengan Forgiveness Social competence

Forgiveness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 5 1 6

83,3% 16,7% 100,0%

Rendah 3 0 3

100,0% 0% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.6 Tabulasi silang Problem solving skills dengan Planning Problem solving skills

Planning Tinggi Rendah

Total

Tinggi 4 0 4

100,0% 0% 100,0%

Rendah 3 2 5

60,0% 40,0% 100,0%

Total 7 2 9

77,8% 22,2% 100,0%

B.7 Tabulasi silang problem solving skills dengan Flexibility Problem solving skills

Flexibility Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 0 6

100,0% 0% 100,0%

Rendah 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Total 7 2 9

77,8% 22,2% 100,0%

B.8 Tabulasi silang problem solving skills dengan Resourcefulness Problem solving skills

Resourcefulness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

Rendah 1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

Total 7 2 9


(18)

B.9 Tabulasi silang problem solving skills dengan Critical Thinking & Insight Problem solving skills

Critical thinking

And insight Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 0 6

100,0% 0% 100,0%

Rendah 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Total 7 2 9

77,8% 22,2% 100,0%

B.10 Tabulasi silang autonomy dengan Positive Identity autonomy

Positive identity Tinggi Rendah Total

tinggi 7 1 8

87,5% 12,5% 100,0%

Rendah 1 0 1

100,0% 0% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.11 Tabulasi silang autonomy dengan Internal LOC autonomy

Internal loc Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 0 6

100,0% 0% 100,0%

Rendah 2 1 3

66,7% 33,3% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.12 Tabulasi silang autonomy dengan Self-Efficacy autonomy

Self efficacy Tinggi Rendah

Total

Tinggi 5 1 6

83,3% 16,7% 100,0%

Rendah 3 0 3

100,0% 0% 100,0%

Total 8 1 9


(19)

B.13 Tabulasi silang autonomy dengan Adaptive Distancing autonomy

Adaptive distancing Tinggi Rendah

Total

Tinggi 7 0 7

100,0% 0% 100,0%

Rendah 1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.14 Tabulasi silang autonomy dengan Self-Awareness autonomy

Self-awareness Tinggi Rendah

Total

tinggi 6 0 6

100,0% 0% 100,0%

Rendah 2 1 3

66,7% 33,3% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.15 Tabulasi silang autonomy dengan Humor autonomy

humor Tinggi Rendah

Total

Tinggi 6 0 6

100,0% 0% 100,0%

Rendah 2 1 3

66,7% 33,3% 100,0%

Total 8 1 9

88,9% 11,1% 100,0%

B.16 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Goal Direction SoP and bright future

Goal direction Tinggi Rendah

Total

tinggi 8 0 8

100,0% 0% 100,0%

Rendah 1 0 1

100,0% 0% 100,0%

Total 9 0 9


(20)

B.17 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Special Interest SoP and bright future

Special interest Tinggi Rendah

Total

Tinggi 5 0 5

100,0% 0% 100,0%

Rendah 4 0 4

100,0% 0% 100,0%

Total 9 0 9

100,0% 0% 100,0%

B.18 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Optimism & Hope SoP and bright Future

Optimism & Hope Tinggi Rendah

Total

Tinggi 7 0 7

100,0% 0% 100,0%

Rendah 2 0 2

100,0% 0% 100,0%

Total 9 0 9

100,0% 0% 100,0%

B.19 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Faith & Spirituality SoP and bright future

Faith & Spirituality Tinggi Rendah

Total

Tinggi 5 0 5

100,0% 0% 100,0%

Rendah 4 0 4

100,0% 0% 100,0%

Total 9 0 9


(21)

Lampiran C

Tabulasi silang antara aspek dan sub aspek pada Resiliensi rendah

C.1 Tabulasi silang Social competence dengan Responsiveness Social competence

Responsiveness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 4 4

0% 100,0% 100,0%

Rendah 1 4 5

20,0% 80,0% 100,0%

Total

1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.2 Tabulasi silang Social competence dengan Communication Social competence

Communication Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 2 2

0% 100,0% 100,0%

Rendah 1 6 7

14,3% 85,7% 100,0%

Total

1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.3 Tabulasi silang Social competence dengan Empathy & Caring Social competence

Empathy & caring Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 0 6 6

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.4 Tabulasi silang Social competence dengan Compassion & Altruism Social competence

Compassion & altruism Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 3 3

0% 100,0% 100,0%

Rendah 1 5 6

16,7% 83,3% 100,0%

Total 1 8 9


(22)

C.5 Tabulasi silang Social competence dengan Forgiveness Social competence

Forgiveness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 0 6 6

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.6 Tabulasi silang Problem solving skills dengan Planning Problem solving skills

Planning tinggi Rendah

Total

Tinggi 2 0 2

100,0% 0% 100,0%

Rendah 0 7 7

0% 100,0% 100,0%

Total 2 7 9

22,2% 77,8% 100,0%

C.7 Tabulasi silang problem solving skills dengan Flexibility Problem solving skills

Flexibility Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 3 3

0% 100,0% 100,0%

Rendah 2 4 6

33,3% 66,7% 100,0%

Total 2 7 9

22,2% 77,8% 100,0%

C.8 Tabulasi silang problem solving skills dengan Resourcefulness Problem solving skills

Resourcefulness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 1 5 6

16,7% 83,3% 100,0%

Total 2 7 9

22,2% 77,8% 100,0%

C.9 Tabulasi silang problem solving skills dengan Critical Thinking & Insight Problem solving skills

Critical thinking & insight Tinggi Rendah

Total

Tinggi 2 0 2

100,0% 0% 100,0%

Rendah 0 7 7

0% 100,0% 100,0%

Total 2 7 9


(23)

C.10 Tabulasi silang autonomy dengan Positive Identity Autonomy

Positive identity Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 0 6 6

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.11 Tabulasi silang autonomy dengan Internal LOC Autonomy

Internal LOC Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 1 1

0% 100,0% 100,0%

Rendah 1 7 8

12,5% 87,5% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.12 Tabulasi silang autonomy dengan Self-Efficacy Autonomy

Self-efficacy Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 0 6 6

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.13 Tabulasi silang autonomy dengan Adaptive Distancing Autonomy

Adaptive distancing Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 0 0

0% 0% 0%

Rendah 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.14 Tabulasi silang autonomy dengan Self-Awareness Autonomy

Self-awareness Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 3 3

0% 100,0% 100,0%

Rendah 1 5 6

16,7% 83,3% 100,0%

Total 1 8 9


(24)

C.15 Tabulasi silang autonomy dengan Humor Autonomy

Humor Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 0 6 6

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.16 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Goal Direction SOP & Bright future

Goal direction Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 2 3

33,3% 66,7% 100,0%

Rendah 0 6 6

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.17 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Special Interest SOP & bright future

Special interest Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 4 5

20,0% 80,0% 100,0%

Rendah 0 4 4

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.18 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Optimism & Hope SOP & Bright future

Optimism & hope Tinggi Rendah

Total

Tinggi 1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

Rendah 0 7 7

0% 100,0% 100,0%

Total 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

C.19 Tabulasi silang sense of purpose and bright future dengan Faith & Spirituality SOP & bright future

Faith & Spirituality Tinggi Rendah

Total

Tinggi 0 0 0

0% 0% 0%

Rendah 1 8 9

11,1% 88,9% 100,0%

Total 1 8 9


(25)

Lampiran D

Tabulasi silang protective factor dengan Resiliensi

D.1 Tabulasi silang Resiliensi dengan kedekatan hubungan antar anggota keluarga Resiliensi

Kedekatan hubungan rendah tinggi Total

Kurang dekat 0 2 2

0% 100,0% 100,0%

Cukup dekat 7 0 7

100,0% 0% 100,0%

Sangat dekat 2 7 9

22,2% 77,8% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.2 Tabulasi silang Resiliensi dengan penghargaan yang diberikan keluarga Resiliensi

Penghargaan dari keluarga Rendah Tinggi Total

Cukup menghargai 6 3 9

66,7% 33,3% 100,0%

Sangat menghargai 3 6 9

33,3% 66,7% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.3 Tabulasi silang Resiliensi dengan perhatian dari lingkungan (tetangga) Resiliensi

Perhatian dari lingkungan Rendah Tinggi Total

Kurang perhatian 1 0 1

100,0% 0% 100,0%

Cukup perhatian 6 7 13

46,2% 53,8% 100,0%

Sangat perhatian 2 2 4

50,0% 50,0% 100,0%

Total

9 9 18


(26)

D.4 Tabulasi silang Resiliensi dengan perhatian dari lingkungan (terapis) Resiliensi

Perhatian dari terapis Rendah Tinggi Total

Kurang perhatian 2 0 2

100,0% 0% 100,0%

Cukup perhatian 5 6 11

45,5% 54,5% 100,0%

Sangat perhatian 2 3 5

40,0% 60,0% 100,0%

Total

9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.5 Tabulasi silang Resiliensi dengan kepercayaan dari suami Resiliensi

Kepercayaan dari suami Rendah Tinggi Total

Cukup percaya 7 2 9

77,8% 22,2% 100,0%

Sangat percaya 2 7 9

22,2% 77,8% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.6 Tabulasi silang Resiliensi dengan kepercayaan dari terapis Resiliensi

Kepercayaan dari terapis Rendah Tinggi Total

Cukup percaya 7 7 14

50,0% 50,0% 100,0%

Sangat percaya 2 2 4

50,0% 50,0% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.7 Tabulasi silang Resiliensi dengan kepercayaan dari keluarga Resiliensi

Kepercayaan dari keluarga Rendah Tinggi Total

Cukup percaya 4 1 5

80,0% 20,0% 100,0%

Sangat percaya 5 8 13

38,5% 61,5% 100,0%

Total 9 9 18


(27)

D.8 Tabulasi silang Resiliensi dengan kepercayaan terapis Resiliensi

Kepercayaan terapis Rendah Tinggi Total

Cukup percaya 7 4 11

63,6% 36,4% 100,0%

Sangat percaya 2 5 7

28,6% 71,4% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.9 Tabulasi silang Resiliensi dengan kesempatan berpartisipasi mengambil keputusan dari keluarga Resiliensi

Kesempatan berpartisipasi Rendah Tinggi Total

Kurang memberi kesempatan 1 0 1

100,0% 0% 100,0%

Cukup memberi kesempatan 5 1 6

83,3% 16,7% 100,0%

Sangat memberi kesempatan 3 8 11

27,3% 72,7% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.10 Tabulasi silang Resiliensi dengan kesempatan membuat keputusan dari keluarga Resiliensi

Kesempatan berpartisipasi Rendah Tinggi Total

Cukup memberikan kesempatan

6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

Sangat memberikan kesempatan

3 8 11

27,3% 72,7% 100,0%

Total 9 9 18

50,0% 50,0% 100,0%

D.11 Tabulasi silang Resiliensi dengan kesempatan memberi ide-ide dari terapis Resiliensi

Kesempatan berpartisipasi Rendah Tinggi Total

Kurang memberikan kesempatan

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

Cukup memberikan kesempatan

8 6 14

57,1% 42,9% 100,0%

Sangat memberikan kesempatan

0 2 2

0% 100,0% 100,0%

Total 9 9 18


(28)

D.12 Tabulasi silang Resiliensi dengan kesempatan yang diberikan terapis Resiliensi

Kesempatan berpartisipasi Rendah Tinggi Total

Kurang memberikan kesempatan

1 0 1

100,0% 0% 100,0%

Cukup memberikan kesempatan

7 5 12

58,3% 41,7% 100,0%

Sangat memberikan kesempatan

1 4 5

20,0% 80,0% 100,0%

Total 9 9 18


(29)

Lampiran E. Alat Ukur - Data Penunjang

1. Hal yang saya rasa memberatkan saya dalam merawat anak saya yang autistik adalah.. (boleh menjawab lebih dari satu)

a. Kurangnya dukungan keluarga b. Masalah finansial

c. Kesulitan menemukan tempat terapi yang sesuai d. Banyaknya waktu yang tersita

e. Lainnya,………... ……… ……… ………

2. Anak autistik saya telah menjalani terapi di tempat terapi “X” selama … bulan/tahun.

Caring relationship keluarga C.1

3. Saya merasa keluarga saya dan saya memiliki hubungan yang... a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

C.2

4. Saya merasa keluarga saya...usaha saya dalam mengasuh anak. a. sangat menghargai

b. cukup menghargai c. kurang menghargai d. tidak menghargai

Caring relationship community C.3

5. Saya merasa tetangga dan kenalan saya ... kepada saya di saat saya membutuhkan bantuan.

a. Sangat perhatian b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian


(30)

C.4

6. Saya merasa terapis di tempat terapi anak autistik saya ... kepada saya ketika mereka menanyakan kabar tentang saya.

a. Sangat perhatian b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

High expectations keluarga C.5

7. Saya merasa suami saya ... saya mampu mendidik anak untuk mandiri. a. sangat percaya

b. cukup percaya c. kurang percaya d. tidak percaya

high expectations community C.6

8. Saya merasa bahwa terapis anak autistik saya ……….. saya dapat mendidik anak untuk mandiri.

a. sangat percaya b. cukup percaya c. kurang percaya d. tidak percaya

high expectations keluarga C.7

9. Saya merasa keluarga saya ... bahwa saya tidak akan menyerah dalam mendidik anak.

a. sangat percaya b. cukup percaya c. kurang percaya d. tidak percaya


(31)

high expectations community C.8

10.Saya merasa terapis anak autistik saya...bahwa saya tidak akan menyerah. a. sangat percaya

b. cukup percaya c. kurang percaya d. tidak percaya

opportunities for participation and contribution keluarga C.9

11.Saya merasa keluarga saya... kepada saya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga.

a. sangat memberi kesempatan b. cukup memberi kesempatan c. kurang memberi kesempatan d. tidak memberi kesempatan C.10

12.Saya merasa keluarga saya……….kepada saya untuk memutuskan apa yang terbaik bagi anak

a. sangat memberikan kesempatan b. cukup memberikan kesempatan c. kurang memberikan kesempatan d. tidak memberikan kesempatan

opportunities for participation and contribution community C.11

13.Saya merasa terapis anak autistik saya ... kepada saya untuk memberi ide-ide untuk mengoptimalkan terpai bagi anak.

a. sangat memberikan kesempatan b. cukup memberikan kesempatan c. kurang memberikan kesempatan d. tidak memberikan kesempatan

C.12

14.Saya merasa terapis anak autistik saya...kepada saya untuk memantau perkembangna anak dalam perkembangan terapi.

a. Sangat memberikan kesempatan b. Cukup memberikan kesempatan c. Kurang memberikan kesempatan d. Tidak memberikan kesempatan


(32)

Lampiran F. Alat Ukur - Data Utama

DATA PRIBADI

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir :

Usia :

Anak ke- : dari … saudara

Pendidikan :

Pekerjaan :

Status Pernikahan :


(33)

KUESIONER RESILIENSI

Berikut ini terdapat beberapa persoalan yang terdiri atas sejumlah pernyataan. Masing-masing pernyataan memiliki 4 pilihan jawaban, yaitu Sesuai, Cukup Sesuai, Kurang Sesuai, dan Tidak Sesuai. Pilihlah salah satu pilihan jawaban yang menurut saudara paling sesuai dengan keadaan diri saudara dengan cara memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban tersebut. Saudara diminta untuk mengisi jawaban dengan jujur, bukan karena pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan yang menurut saudara baik, tetapi sesuai dengan kenyataan yang saudara alami/rasakan. Hasil kuesioner yang telah diisi akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian. Terima kasih dan selamat mengisi!

KETERANGAN: S : SESUAI CS : CUKUP SESUAI

KS : KURANG SESUAI TS : TIDAK SESUAI

Pernyataan S CS KS TS

1. Saya mampu menyapa tetangga saya dengan ramah, sehingga mereka menanggapi dengan baik

2. Saya mampu meyakinkan orang lain sehingga saya hampir selalu

mendapatkan apa yang saya inginkan. 3. Bila saya berkeluh kesah kepada saudara

saya, mereka malah menyalahkan saya 4. Saya mampu menyatakan pendapat saya

kepada terapis mengenai hasil terapi yang tidak sesuai dengan target tanpa menyinggung perasaannya


(34)

KETERANGAN: S : SESUAI CS : CUKUP SESUAI

KS : KURANG SESUAI TS : TIDAK SESUAI

Pernyataan S CS KS TS

5. Saya mampu meyakinkan orang lain untuk menerima pendapat saya tanpa membuat mereka merasa seperti diperintah.

6. Saya sulitmengungkapkan perasaantidak suka saya kepada orang lain karena takut mereka tersinggung

7. Saya dapat memahami bila suami terlalu lelah bekerja hingga tidak dapat

membantu saya menjaga anak

8. Saya tidak sabar untuk mendengarkan keluh kesah orang lain mengenai masalah yang dialaminya

9. Saya tidak bisa toleran bila terapis mengeluhkan kesulitan menangani anak saya

10.Saya bersedia membantu orang lain yang memerlukan bantuan saya 11.Saya berusaha membesarkan hati

orangtua anak-anak berkebutuhan khusus bila mereka sedang sedih atau patah semangat

12.Sulit bagi saya untuk membantu orang lain karena saya sendiri sibuk

menangani anak saya yang autistik 13.Saya dapat memaafkan orang lain yang

mencemooh anak autistik saya 14.Saya menyalahkan diri saya atas apa


(35)

KETERANGAN: S : SESUAI CS : CUKUP SESUAI

KS : KURANG SESUAI TS : TIDAK SESUAI

Pernyataan S CS KS TS

15.Saya menetapkan target perkembangan anak autistik saya dalam menjalani terapi

16.Saya kesulitan membagi waktu antara mengurus rumah tangga, anak dan pekerjaan lain

17.Saya mampu mencari metode terapi lain bila suatu metode ternyata tidak efektif untuk anak saya

18.Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan apabila menemui kesulitan dalam menangani anak autistik saya 19.Saya memiliki orang yang mau

mendengarkan curahan hati saya. 20.Bila mengalami kesulitan, saya dapat

mencari informasi yang saya butuhkan dari berbagai sumber

21.Saya lebih sering memendam dan memikirkan sendiri masalah yang saya alami daripada menceritakannya dengan orang lain

22.Saya mampu menganalisa perubahan kebutuhan-kebutuhan dalam terapi anak autistik saya.

23.Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan jika tiba-tiba anak saya tidak mau menjalani terapi

24.Saya adalah ibu yang spesial karena dipercaya oleh Yang Maha Kuasa untuk merawat anak spesial


(36)

KETERANGAN: S : SESUAI CS : CUKUP SESUAI

KS : KURANG SESUAI TS : TIDAK SESUAI

Pernyataan S CS KS TS

25.Saya pandai mengendalikan emosi saya 26.Saya adalah orang yang tidak mampu

untuk mengasuh anak autistik 27.Nasib yang paling menentukan

keberhasilan pendidikan anak autistik saya

28.Saya harus mengandalkan orang lain untuk menangani pengasuhan anak autistik saya karena apapun usaha yang saya lakukan tidak akan

mengembangkan anak saya

29.Keberhasilan pendidikan anak autistik saya bergantung pada kesungguhan saya untuk mengusahakannya 30.Saya yakin akan kemampuan saya

untuk berhasil dalam mengasuh anak autistik saya

31.Saya tidak yakin memiliki cukup kegigihan untuk membantu menterapi anak autistik saya

32.Meskipun banyak orang mengatakan bahwa anak saya tidak dapat sembuh, saya terus berusaha untuk membantu perkembangan anak saya.

33.Saya mudah terpengaruh dan menjadi patah semangat bila orang lain mengatakan hal-hal negatif tentang anak autistik saya


(37)

KETERANGAN: S : SESUAI CS : CUKUP SESUAI

KS : KURANG SESUAI TS : TIDAK SESUAI

Pernyataan S CS KS TS

34.Meskipun saya merasa kesalkepada orang lain, saya mampu untuk tidak membawa rasa kesal tersebut ketika mengurus anak saya yang autistik 35.Seringkali saya merasa tidak nyaman

tanpa mengetahui dengan jelas apa yang saya rasakan maupun

penyebabnya.

36.Saya sering melihat hal-hal yang lucu ketika melihat anak autistik saya berinteraksi dengan dunia luar

37.Semenjak memiliki anak autistik, saya menjadi lebih mudah tersinggung 38.Saya memfokuskan perhatian saya

untuk mengembangkan anak autistik saya

39.Saya tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, menjalani hari demi hari sudah cukup bagi saya.

40.Saya penuh semangat dalam

mengupayakan terapi bagi anak autistic saya

41.Saya memiliki hobi yang masih bisa saya lakukan di sela-sela waktu saya. 42.Saya tidak memiliki waktu luang untuk

melakukan hal-hal yang saya sukai 43.Saya yakin anak autistik saya akan mengalami kemajuan dalam terapi. 44.Sejak mengetahui anak saya autistik,

saya membayangkan masa depan yang suram


(38)

KETERANGAN: S : SESUAI CS : CUKUP SESUAI

KS : KURANG SESUAI TS : TIDAK SESUAI

Pernyataan S CS KS TS

45.Walaupun memiliki anak autistik membuat hati saya sedih, tapi saya yakin keadaan akan menjadi lebih baik. 46.Saya berdoa karena hal tersebut

menguatkan saya dalam menghadapi setiap persoalan.

47.Saya rasa tidak ada yang dapat membuat keadaan anak saya menjadi lebih baik, bahkan meskipun

sayameminta pertolonganNya 48.Memiliki anak autistik tidak

sepenuhnya buruk, karena di balik itu ada hikmah yang Allah berikan.


(39)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap orangtua tentunya menginginkan keadaan keluarga yang bahagia, baik secara lahir maupun batin. Keluarga yang bahagia dapat berfungsi untuk melindungi, memperhatikan, dan mendidik anak-anak; mengajarkan anak-anak untuk hidup dalam lingkungan ekonomi dan sosial; membangun, menjaga dan menguatkan hubungan antara anggota keluarga; para orangtua mampu memberi contoh kepada anak-anak untuk menjalin relasi yang baik dengan dunia luar (Goldenberg, 1985). Fungsi–fungsi keluarga tersebut, seperti mengajarkan anak untuk mampu menjalin relasi yang baik dengan dunia luar, akan lebih sulit bagi orangtua bila mereka memiliki anak berkebutuhan khusus, seperti anak autistik atau anak dengan autisme.

Autisme merupakan gangguan atau keterlambatan perkembangan yang luas dan berat dengan gejala yang meliputi bidang komunikasi, interaksi sosial dan perilaku sebelum anak mencapai usia tiga tahun (www.nimh.nih.gov). Anak autistik atau anak dengan autisme mengalami gangguan perkembangan yang meliputi aspek interaksi sosial, komunikasi, perilaku, emosional dan persepsi-sensoris. Hal ini menyebabkan anak penyandang autisme tampak seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

Gangguan interaksi sosial tampak pada kesulitan anak penyandang autisme dalam melibatkan diri dan melakukan kontak mata dengan orang lain.


(40)

2

Berdasarkan wawancara peneliti dengan orang tua dari anak autistik, gangguan interaksi ini dapat memunculkan rasa sedih pada orangtua, karena mereka merasa bahwa anaknya seperti tidak mau berdekatan dengan mereka, seakan-akan bukan anak mereka. Hal ini juga berkaitan dengan hambatan persepsi-sensoris, anak autistik cenderung lebih sensitif atau menjadi kurang sensitifpada sentuhan atau suara. Sentuhan atau pelukan ibu akan dirasakan mengganggu dirinya sehingga anak menolak, yang dirasakan oleh ibu sebagai penolakan terhadap diri ibu.Gangguan komunikasi tampak dalam pengulangan kata atau peniruan kata yang diucapkan oleh orang lain. Gangguan perilaku tampak pada perilakunya yang sulit diatur, suka menggoyang-goyangkan atau memutar badannya tanpa tujuan yang jelas. Anak autistik juga memiliki hambatan emosional, dapat dikatakan bahwa mereka memiliki emosi yang labil.

Di samping penyimpangan interaksi, perilaku, dan komunikasi yang telah disebutkan di atas, pertumbuhan fisik dan pikiran anak autistik umumnya tidak jauh berbeda dengan anak biasa. Rasa ingin tahu mereka sangat besar terhadap hal-hal tertentu dan terus berkembang seiring dengan pertambahan usianya. Yang membedakannya dengan anak-anak lainnya adalah, anak-anak lain mampu mengungkapkan rasa ingin tahunya tersebut melalui percakapan, sedangkan anak autistik tidak mampu melakukannya. Keterbatasan kemampuan komunikasi yang mereka miliki kerap kali mendatangkan frustrasi, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain dalam lingkungan terdekatnya. Oleh karena itu, pengertian dari orang lain terhadap keterbatasan yang dimiliki anak autistik amat diperlukan (Kompas, Oktober 2003). Kesulitan anak autistik untuk berkomunikasi ini paling


(41)

3

banyak mendapat perhatian orangtua,biasanya orangtua mengikutsertakan anaknya dalam terapiseperti speech therapy.

Bagi orangtua, terutama ibu, membesarkan anak autistik tidak hanya menyebabkan kelelahan fisik semata, seperti harus mengantar terapi atau menjagaanak ketika tantrum, tetapi beberapa ibu mengungkapkan bahwa mereka juga mengalami masalah psikis yang lebih berat daripada kelelahan fisik tersebut. Ketika mereka berusaha keras mendidik anaknya agar mampu menjadi individu yang mandiri, sebagian masyarakat justru tidak dapat menerima anak mereka. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih memandang bahwa memiliki anak autistik adalah suatu aib. Anak autistik yang kurang beruntung seringkali dianggap terkena gangguan jiwa sehingga mereka dikucilkan. Perilaku anak autistik yang cenderung tidak peduli terhadap lingkungan juga mengakibatkan sedikitnya anak yang mau bemain dengan mereka. Selain itu, perilaku anak autistik juga dianggap dapat membahayakan anak-anak lain karena mereka bisa saja tiba-tiba memukul atau menggigit anak lain. Hal ini membuat orangtua dari anak-anak lain menyuruh anak mereka untuk menjauhi anak autistik tersebut.

Masalah bagi ibu dari anak autistik datang pula dari dalam keluarganya sendiri. Dari hasil wawancara dengan tigaorang ibu yang memiliki anak autistik, secara umum terungkap bahwa selain perasaan malu atas kehadiran anak autistik mereka, masalah lain yang benar-benar dirasakan adalah kondisi finansial keluarga yang terganggu akibat banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk anak mereka, seperti mencari terapis dan sekolah khusus. Terkadang ada pula anak autistik yang memiliki rasa ketertarikan yang sangat besar terhadap suatu


(42)

4

hal, seperti selalu ingin makan makanan tertentu atau membeli mainan yang harganya relatif mahal. Anak-anak ini selalu meminta kepada orangtua untuk memenuhi apa yang mereka inginkan, dan jika tidak diberikan, mereka akan mengamuk (tantrum). Hal tersebut merupakan hal yang sulit untuk dihadapi orangtua, karena mereka harus memberi penjelasan kepada anaknya tentang apa yang boleh dan apa yang tidak, tetapi karena keterbatasan komunikasi, anak akan sulit untuk mengerti dan akan terus mengamuk.

Kejadian seperti anak terus mengamuk dapat juga menyebabkan orangtua merasa terbeban karena malu menjadi pusat perhatian umum. Di sisi lain, ibu harus mengajarkan anak untuk bersosialisasi, sehingga mau tidak mau mereka harus sering bepergian keluar rumah. Hal-hal seperti itu dapat mempengaruhi kehidupan orangtua anak autistik, terutama ibu yang lebih sering menghabiskan waktunya bersama anak.

Perasaan malu, masalah finansial yang mendesak, perasaan khawatir dan tegang secara terus menerus dapat menyebabkan ibu-ibu dari anak autistikmenghayatinya dirinya berada dalam situasi yang menekan atau stress yang tinggi. Apabila ini dibiarkan, nantinya akan dapat mengganggu aktivitas mereka sehari-hari, membuat produktivitas mereka dalam pekerjaan menurun, dan membuat mereka merasa hidup ini merupakan beban. Dalam keadaan tertekan, ibu-ibu dari anak autistik terkadang tidak menyadari bahwa anak autistik dapat mempelajari kemampuan yang baru, menjadi lebih terbuka untuk melakukan kontak dengan orang lain, dan mengurangi tingkat agresi dan kemungkinan untuk menyakiti diri mereka sendiri (Lovaas, 1994; dalam www.homepbs.com).


(43)

5

Ibu-ibu anak autistik membutuhkan suatu kemampuan untuk dapat beradaptasi dalam situasi hidup yang sulit dan penuh tekanan, yang disebut dengan resiliensi (Benard, 2004). Kemampuan untuk beradaptasi ini diperlukan ibu-ibu dari anak autistik agar mereka dapatmemenuhi harapan lingkungan terhadap diri mereka.Resiliensi dapat dilihat dari social competence, problem-solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future.

Contoh dari resiliensi dapat dilihat dari wawancara dengan tiga orang ibu yang memiliki anak autistik yaitu Ibu R, Ibu Y, dan Ibu G. Ibu R, ibu dari A (11 tahun),yang setiap harinya bekerja sebagai penjaga perpustakaan di sebuah sekolah swasta, siang harinya harus mengantar A ke tempat terapi, dan masih harus memberikan les privat di sore hari. Meskipun melelahkan, Ibu R beranggapan uang yang didapatnya dari memberi les privatcukup memadai sebagai pemasukan tambahan (autonomy). Tidak hanya itu saja, terkadang setelah memberikan les privat, Ibu R, yang juga seorang majelis gereja, masih harus pergi ke gereja atau kunjungan ke rumah warga gereja. Tidak jarang pula ada warga gereja yang meminta untuk bertemu dengan Ibu R untuk menceritakan masalahnya. Hal ini disebabkan karena Ibu R cukup dikenal sebagai orang yang mampu untuk menyelesaikan masalah yang ada (problem solving skills). Meskipun terkadang Ibu R sudah mencoba untuk memberikan rujukan kepada anggota majelis yang lain, tetapi biasanya warga gereja tetap merasa bahwa Ibu R adalah orang yang paling mengertimasalah mereka (social competence). Sebelum memutuskan untuk menjadi majelis gereja, ibu R sebenarnya sempat ragu-ragu, ia merasa khawatir tidak dapat membagi waktu untuk anak dan pekerjaannya


(44)

6

tersebut. Meskipun begitu, kemudian Ibu R percaya bahwa dalam keyakinan beragamanya, ia pasti dapat melakukan segala sesuatunya dengan optimal (sense of purpose and bright future).

Ibu Y, ibu dari R (8 tahun), sudah bekerja lebih dari 16 tahun sebagai karyawan di sebuah bank swasta di Jakarta. Ibu Y menyukai pekerjaannya karena ia dapat bertemu dan menjalin relasi dengan orang baru (social competence). Ibu Y tidak bekerja untuk melarikan diri dari persoalan yang terjadi di rumahnya, tetapi justru demi masa depan keluarganya, terutama anak-anaknya (sense of purpose and bright future). Meskipunmemiliki banyak teman di lingkungan pekerjaannya, Ibu Y jarang bercerita kepada teman-teman kantornya. Ia seringkali bercerita kepada teman dekatnya yang juga memiliki anak berkebutuhan khusus. Mereka sering berbagi cerita dan informasi (social competence).

Ibu Y selalu mencoba untuk merencanakan segala sesuatunya jauh-jauh hari (problem solving skills). Menurut Ibu Y, tidak mungkin kita bisa berkegiatan kalau tidak direncanakan terlebih dahulu. Meskipun ada halangan atau sesuatu terjadi diluar rencana, Ibu Y akan berusaha untuk mencari jalan keluarnya. Misalnya saja ketika di kantornya ada rapat penting, ternyata di hari yang sama, Ibu Y harus ke sekolah untuk mengambil rapot anaknya, Ibu Y berusaha menelepon kerabatnya untuk membantu mengantarkan anaknya ke sekolah sehingga iadapat tetap mengikuti rapat di kantor(problem solving skills). Ibu Y sendiri tidak memiliki target khusus di masa depan. Ia hanya bekerja agar terus mendapat pemasukan sehingga mampu memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya. Ibu Y cukup optimis ia mampu melakukan hal tersebut karena ia juga


(45)

7

mendapat dukungan dari teman-temannya (sense of purpose and bright future). Selain itu, Ibu Y merasa dengan memasukkan R ke tempat terapi “X”,masa depan R akan lebih terjamin.

Tidak jauh berbeda dengan Ibu R dan Ibu Y, Ibu G, Ibu dari H (13 tahun), juga seorang ibu yang bekerja. Ia membuka usaha catering di rumahnya yang sudah berjalan sekitar 12 tahun. Dalam menjalankan usahanya tersebut, Ibu G dibantu oleh beberapa orang asisten yang bekerja di rumahnya. Karena lebih sering bertemu dengan asistennya, Ibu G lebih sering bercerita kepada mereka, meskipun tidak secara mendalam. Ibu G mengaku bahwa ia jarang bercerita dengan para tetangga. Ia berpendapat bahwa untuk menambah informasi tidak harus dari tetangga, tetapi bisa pula dari televisi (problem solving skills). Ibu G masih terus berusaha untuk menjalankan usahanya tersebut sampai sekarang berusaha memberikan yang terbaik bagi anaknya. Menurutnya, ia sudah mendapatkan target pribadinya, dan sekarang giliran target anaknya yang dipenuhi (autonomy). Ibu G berserah diri kepada Yang Maha Kuasa untuk membantunya dengan segala permasalahan yang ia miliki (sense of purpose and bright future). Ia juga memiliki pandangan bahwa sesuatu jika dipersiapkan dengan baik, maka akan berjalan dengan baik pula. Apabila Ibu G mendapat halangan untuk mencapai rencananya, Ibu G akan berusaha untuk mencari jalan lain. Misalnya dalam menjalankan usaha catering, apabila ternyata ada perubahan harga atau kekurangan bahan, maka Ibu G akan berusaha untuk menghubungi konsumennya untuk mencari jalan terbaik (problem solving skills). Ibu G juga merasa bahwa lingkungan juga ikut membantu memberi semangat kepada dirinya, terutama


(46)

8

lingkungan keluarga dan tempat terapi “X”. Ibu G merasa bahwa di tempat terapi “X”, ia mendapat informasi yang jelas dari terapisnya.

Dari fakta di atas, dapat dilihat perbedaan perilaku dari para ibu yang memiliki anak autistik. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan derajat social competence, problem-solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future dari para ibu dari anak autistik untuk bertahan dalam menghadapi keadaan yang menekan, yaitu merawat anak mereka yang autistik.

Jika memiliki seorang anak autistik merekaanggap sebagai suatu hal yang menghambat diri mereka, seperti menjadi malu untuk menjalin relasi dengan orang lain atau tidak punya waktu untuk menyalurkan hobi mereka, maka mereka akan banyak mengeluh dan menyalahkan keadaan, bahkan putus asa. Sebaliknya, apabila dukungan dari orang-orang disekitarnya dirasa sebagai pemacu semangat bagi mereka untuk terus merawat dan menjaga anak autistik mereka, maka mereka akan mampu berfungsi dalam lingkungannya secara baik, termasuk di tempat terapi “X”. Tempat terapi “X” adalah tempat terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus.Tempat terapi tersebut memberikan bantuan berupa pengukuran menggunakan tes-tes seperti DDST (Denver Development Screening Test) dan TOVA (untuk mengetahui kemampuan konsentrasi visual dan auditori). Fasilitas ini dapat meningkatkan keyakinan ibu-ibu dari anak autistik tersebut akan kesembuhan anak mereka. Tes-tes tersebut diberikan kepada anak pada awal terapi, dengan tujuan agar terapis di tempat terapi “X” dapat mengetahui keadaan anak dengan baik hingga dapat memberikan penanganan yang tepat. Hal ini membantu meningkatkan keyakinan ibu-ibu dari anak autistik tersebut akan


(47)

9

kesembuhan anak mereka. Yang bertanggung jawab di tempat terapi “X” ini ialah psikiater, psikolog dan dokter umum. Psikiater bertugas untuk menentukan jenis terapi dan obat-obat yang diperlukan. Psikolog bertugas untuk memberitahu kepada orangtua mengenai cara yang tepat untuk menangani anak. Dokter umum bertugas untuk memeriksa kesehatan anak-anak yang diterapi di tempat terapi “X”. Mereka juga dibantu oleh para terapis yang bertugas untuk menangani anak secara langsung.Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga ibu diatas, mereka berpendapat bahwa tempat terapi “X”cukup membantu mereka melalui feedback atau laporan perkembangan anak dengan detail. Selain itu, orangtua juga dapat berkonsultasi dengan terapis yang melatih anaknya atau dengan psikiater di tempat terapi “X”.

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti ingin melihat bagaimana derajat resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”,Jakarta.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana derajat resiliensi pada ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”,Jakarta.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran derajat resiliensi pada ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta.


(48)

10

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran lebih lanjut mengenai derajat resiliensi, khususnya mengenai aspek-aspek dan kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberi informasi bagi bidang ilmu psikologi, khususnya Psikologi kepribadian dan Positive Psychology, tentang resiliensi pada ibu-ibu dari anak autistik

 Sebagai acuan/referensi untuk penelitian selanjutnya dengan topik resiliensi

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberi pengetahuan dan informasi kepada ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” Jakarta, mengenai derajat resiliensi yang mereka miliki sehingga mereka dapat beradaptasi di dalam lingkungan masyarakat  Memberikan informasi kepada para praktisi (psikolog, terapis, dan

konselor) tentang resiliensi agar mereka dapat memberi dukungan bagi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” Jakarta agar di tengah kesulitannya membesarkan anak autistik, mereka tetap produktif dalam pekerjaan mereka


(49)

11

1.5 Kerangka Pemikiran

Ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, berusia 24-40 tahun. Menurut Santrock (1983), usia 24-35 termasuk usia dewasa awal. Sedangkan usia 35 keatas termasuk usia dewasa tengah. Pada fase dewasa awal, seseorang akan mulai meninggalkan keluarga dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri, menikah dan menjadi orang tua. Kebutuhan dan harapan orang tua telah menstimulasi banyak mitos tentang menjadi orang tua (Okum & Rappaport, 1980; dalam Santrock, 1983) antara lain memiliki anak berarti memberikan “kesempatan kedua” kepada orang tua untuk mencapai apa yang seharusnya mereka capai dan adalah kesalahan orang tua jika anak gagal.

Usia 35-45, menurut Santrock (1983) termasuk dalam usia dewasa tengah. Pada fase ini, orang tua memainkan peranan yang penting dalam hubungan antar generasi (Brody, 1990; Crosby & Ayers, 1991; Richards, Bengston & Miller, 1989; dalam Santrock, 1983). Mereka digambarkan sebagai generasi “sandwich”, sehubungan dengan posisinya antara generasi orangtua dengan generasi anaknya. Tuntutan yang dihadapinya, baik sebagai anak-anak dari orang tua yang sudah tua dan orang tua dari anak-anak mereka.

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang meliputi aspek komunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, dan sensorik/penginderaan. Hal ini menyebabkan anak penyandang autisme tampak seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Gangguan komunikasi tampak dalam pengulangan kata atau peniruan kata yang diucapkan oleh orang lain. Gangguan interaksi sosial tampak pada kesulitan anak penyandang autisme dalam melibatkan diri dan melakukan


(50)

12

kontak mata dengan orang lain. Gangguan perilaku tampak pada perilakunya yang sulit diatur, suka menggoyangkan atau memutar badannya tanpa tujuan yang jelas, dan lain sebagainya. Gangguan yang dialami anak penyandang autisme ini semakin lama akan semakin meningkat bila tidak memperoleh penanganan dengan tepat.

Apabila seorang ibu memiliki anak yang autistik, ibu tersebut dapat dengan mudah untuk menjadi tertekan (Margalit et al., 1991; Keller& Honig, 2004; dalam Margalit & Kleitman, 2006). Hal tersebut karena anak autistik akan kesulitan untuk beradaptasi dalam lingkungan dan bertingkah laku sesuai harapan (McCubbin & Patterson, 1983; dalam Margalit & Kleitman, 2006). Perempuan juga diidentifikasi lebih rentan terhadap stress (Weekes et al., 2005; dalam Margalit & Kleitman, 2006). Memiliki anak autistik dapat dihayati sebagai keadaan yang menekan atau situasi yang sulit/stressful karena sifatnya tidak dapat dihindari. Keadaan yang menekan atau situasi yang sulit/stressful merupakan adversity bagi ibu-ibu anak autistik.

Dalam keadaan yang menekan, di tengah situasi hidup yang sulit/stressful ini, ibu-ibu dari anak autistik diharapkan mampu mengembangkan ketahanan diri sehingga dapat menyesuaikan diri dalam merawat anak mereka yang autistik. Ketahanan diri yang dimaksud adalah resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mampu melakukan fungsinya dengan baik, sesuai dengan harapan lingkungan, walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 1991). Ibu-ibu yang resilient dapat menyesuaikan diri secara positif dalam situasi yang stressful, yang


(51)

13

biasanyasituasi tersebut dapat menyebabkan penurunan derajat kemampuan mengatasi masalah.

Resiliensi terungkap dalam personal strengths, yaitu karakteristik individual, yang disebut pula aset internal atau kompetensi personal, yang terkait dengan perkembangan yang sehat dan keberhasilan dalam hidup. Personal strengths dapat dilihat, diukur, dan diobservasi, serta memiliki empat ciri, yaitu (1) social competence, (2) problem solving skills, (3) autonomy, dan (4) sense of purpose and bright future (Benard, 2004).

Untuk menghadapi masalah yang ada, ibu-ibu dari anak autistik memerlukan bantuan dan dukungan dari lingkungan. Bantuan dari luar tersebut merupakan protective factors bagi ibu-ibu dari anak autistik. Protective factors adalah orang-orang atau hal-hal di luar diri yang membantu seseorang untuk tumbuh dan berkembang dengan baik (Garmezy, 1974; Werner & Smith, 1982; dalam Benard, 2004). Faktor pendukung tersebut dapat berasal dari keluarga, teman atau lingkungan ibu dari anak autistik tersebut. Keluarga, teman dan lingkungan dapat memberikan ibu-ibu anak autistik rasa kasih sayang dan rasa memiliki (caring relationship), harapan yang jelas (high expectation) dan kesempatan untuk berkontribusi dalam lingkungan (opportunities to participate or contribute).

Kasih sayang dari keluarga, teman dan lingkungan, dapat membantu ibu-ibu dari anak autistik untuk menyadari bahwa masih ada yang menyayangi dan menemani (caring relationship). Harapan yang jelas (high expectations) dari keluarga, teman dan lingkungan seperti membantu untuk mencarikan tempat


(52)

14

terapi untuk anaknya atau membantu memberi semangat dalam bekerja. Pemberian kesempatan untuk berkontribusi (opportunities for participation and contribution) dalam keluarga, teman atau lingkungan, seperti diikutsertakan dalam kegiatan dalam lingkungan pekerjaan atau lingkungan rumah.

Menurut Benard (2004), ketiga protective factor tersebut berkaitan langsung dengan basic need individu yang terdiri dari need for safety, love, belonging, respect, autonomy, mastery dan meaning. Apabila ada yang lingkungan yang menyayangi dan mendukung ibu-ibu dari anak autistik, nantinya akan memunculkan perasaan bahwa masih ada yang memperhatikan mereka. Selain itu juga bisa muncul perasaan safety karena ada yang mau untuk membantu mereka. Selain safety, kebutuhan lain seperti belonging juga dapat terpenuhi karena dengan adanya yang lingkungan yang menyayangi dan membantu nantinya akan memunculkan perasaan bahwa mereka masih ada yang “memiliki”. Mereka juga akan terdorong untuk mau membantu sesama atau sekedar memberi perhatian kepada orang lain.

Selain itu, apabila ibu-ibu dari anak autistik mendapat harapan yang tinggi dari lingkungan, dapat memenuhi keinginan mereka untuk dihargai atau mendapat respect dari orang lain. Perasaan dihargai tersebut nantinya dapat membangun rasa percaya diri dalam diri ibu dari anak autistik. Pemberian kesempatan untuk berkontribusi atau berpartisipasi dapat membantu ibu dari anak autistik untuk mengembangkan autonomy dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi masalah atau mastery.


(53)

15

Apabila ibu-ibu dari anak autistik tersebut mampu mengatasi masalah, mereka akan memiliki penghayatan diri yang lebih baik. Apabila mereka sudah memiliki penghayatan diri yang lebih baik, mereka akan optimis melihat masa depan. Ibu-ibu dari anak autistik akan mendapat meaningatau arti tentang dirinya.

Dengan terpenuhinya kebutuhan seperti safety, love/belonging, respect, autonomy/power, challenge/mastery dan meaning karena adanya protective factors yang didapat oleh ibu-ibu dari anak autistik dapat mendorong mereka untuk mengembangkan berbagai kemampuan mereka, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future. Ciriyang pertama adalah social competence. Ibu-ibu dari anak autistik yang memiliki derajat social competence yang tinggi akan menunjukkan adanya kemampuan untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain dan tidak merasa dirinya kurang berarti. Kemampuan ini diperlukan supaya ibu-ibu dari anak autistik dapat memperoleh bantuan dari orang lain.

Dalam social competence, terdapat beberapa aspek yang dapat diukur, yaituresponsiveness, communication, empathy & caring, serta compassion, altruism, and forgiveness.(1)Responsiveness berarti mampu memunculkan respon positif dari orang lain; (2) communication, mampu menyampaikan pendapat tanpa menyinggung perasaan orang lain;(3) empathy & caring, mampu untuk memahami perasaan dan perspektif orang lain, bersikap peduli kepada orang lain; dan (4) compassion, altruism and forgiveness, mampu untuk membantu meringankan kesulitan orang lain. Selain itu juga mau untuk memaafkan orang lain. Ibu–ibu dengan derajat social competence yang rendah akan cenderung sulit


(54)

16

untuik mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, kurang mampu untuk mengungkapkan isi pikirannya tanpa menyakiti orang lain, kurang mampu untuk berempati dan kurang peduli terhadap orang lain.

Ciri yang kedua adalah problem solving skills. Apabila ibu-ibu dari anak autistik memiliki relasi sosial yang baik, semakin besar kemampuan mereka untuk memecahkan masalah yang ada karena semakin banyak bantuan informasi yang mereka dapatkan. Ibu dari anak autistik yang memiliki derajat problem solving skills yang tinggi akan memiliki aspek-aspek seperti berikut: (1) planning, mampu untuk membuat perencanaan dalam menyelesaikan masalah, misalnya seperti anaknya yang autistik nantinya mau disekolahkan dimana atau sudah menyusun keuangan sehingga nantinya dapat digunakan oleh anaknya; (2) flexibility, mampu untuk mencari alternatif dalam menyelesaikan masalah, misalnya apabila ternyata anaknya tidak dapat masuk ke suatu sekolah, ia masih dapat mencari sekolah yang lain; (3) resourcefulness, mampu untuk mengenali sumber-sumber dukungan di lingkungan dan terbuka terhadap sumber-sumber tersebut, misalnya ibu dari anak autistik tersebut memiliki tetangga seorang guru, ia bisa bertanya tentang sekolah yang bisa menerima anak berkebutuhan khusus; (4) critical thinking and insight, mampu untuk menganalisis dan memahami permasalahan secara mendalam sehingga dapat mencari solusi yang tepat, misalnyaia dapat mengetahui apa yang salah dalam rencana awal dan tidak mengulangi dalam rencana yang berikutnya.

Ibu-ibu dari anak autistik yang memiliki derajat problem solving skills yang rendah akan memiliki kesulitan untuk mengatasi masalah yang ada, baik masalah dalam keluarga atau dalam pekerjaan. Mereka akan kesulitan untuk


(55)

17

menganalisa masalah yang ada, sehingga berakibat mereka kesulitan untuk mencari alternatif lain untuk memecahkan masalah yang ada. Selain itu, biasanya ibu-ibu dari anak autistik dengan problem solving skill yang rendah juga kurang mampu untuk mengenali sumber-sumber dukungan yang ada di dalam lingkungan.

Ciri yang ketiga adalah autonomy. Apabila ibu-ibu dari anak autistik memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan masalah, mereka akan memiliki derajat autonomy yang tinggi. Ciri ini akan ditunjukkan melalui beberapa aspek pula, yaitu (1) positive identity, yang artinya memiliki penilaian diri yang positif; (2) internal locus of control and initiative yang berarti mampu untuk bertanggung jawab terhadap tugas; (3) self-efficacy and mastery, memiliki penghayatan mampu mengendalikan lingkungan; (4) adaptive distancing & resistance, mampu untuk mengambil jarak secara emosional dari pengaruh buruk lingkungan; (5) self-awareness and mindfulness, mampu untuk menyadari pikiran, perasaan dan kebutuhan diri tanpa menjadi emosional; dan humor, mampu untuk mengubah kemarahan dan kesedihan menjadi tawa. Ibu-ibu dari anak autistik dengan derajat autonomy yang rendah akan merasa bahwa mereka lebih menilai diri mereka secara negatif. Penilaian negatif tersebut dapat mengakibatkan mereka menjadi merasa tidak mampu untuk mencapai target yang mereka inginkan, biasanya menjadi sulit untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada. Selain itu, mereka cenderung menjadi kurang humoris dan mudah tersinggung.

Ciriyang terakhir adalah sense of purpose and bright future. Dengan adanya penilaian yang positif pada diri ibu-ibu dari anak autistik, mereka akan


(56)

18

yakin bahwa masa depan mereka akan cerah. Ibu-ibu dari anak autistik yang memiliki derajat sense of purpose and bright future yang tinggi akan memiliki aspek-aspek berikut ini, yaitu (1) goal direction, achievement and motivation, memiliki keyakinan untuk mencapai, mempertahankan dan meningkatkan prestasi; (2) special interest, creativity and imagination, memiliki minat khusus sebagai sarana untuk mengembangkan diri; (3) optimism and hope, memiliki optimisme dan harapan akan masa depan yang lebih baik; serta (4) faith, spirituality and sense of meaning, memiliki keyakinan dan landasan spiritual sebagai pegangan dalam kehidupan. Ibu-ibu dari anak autistik yang memiliki derajat sense of purpose and bright future yang rendah akan menjadi kurang percaya diri dan dan cenderung lebih bersikap untuk melakukan apa yang bisa dilakukan sekarang tanpa terlalu memikirkan masa depan.

Hal yang berbeda akan terjadi apabila ibu-ibu dari anak autistik menghayati kurangnya dukungan dari lingkungan berupa caring relationship, high expectation dan opportunities for participation and contribution. Apabila ibu-ibu dari anak autistik merasa dukungan yang didapat kurang, maka akan berakibat pada kurang terpenuhinya need pada diri ibu-ibu dari anak autistik tersebut yaitu need for safety, love, belonging, respect, autonomy, mastery dan meaning. Hal tersebut dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan resiliensi yang ada pada diri ibu-ibu dari anak autistik.


(57)

19

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Ibu-ibu dari anak

autistik di Tempat terapi “X”,

Jakarta Protective factors:

Caring relationship High

expectations Opportunities

for

participation& contribution

Anak autistik (adversity)

Resiliensi

rendah tinggi Basic needs :

Safety

Love/belonging Respect

Autonomy/power Challenge/mastery Meaning

Personal Strength : Social

competence

Problem-solving skills Autonomy Sense of

purpose and bright future


(58)

20

1.6

Asumsi

Anak-anak yang autistik dapat dihayati sebagai keadaan yang menekan atau

situasi hidup yang sulit/stressful(adversity)bagi ibu-ibu di tempat terapi “X”,

Jakarta

Salah satu faktor yang dibutuhkan ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi

“X”, Jakarta untuk mampu beradaptasi dan berfungsi dengan baik di tengah

adversity adalah resiliensi

Resiliensi pada setiap ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” dipengaruhi

oleh protective factors


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan hasil data dariibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebanyak 50% ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” memiliki resiliensi tinggi dan menunjukkan kemampuan yang tinggi pada aspek social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future.

2. Sebanyak 50% ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta memiliki resiliensi rendah dan menunjukkan kemampuan yang rendah pula pada aspek social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future.

3. Kebanyakan ibu-ibu yang memiliki resiliensi tinggi menghayati bahwa keluarga, terapis dan tetangga memberikanprotective factor.

4. Protective factor dari keluarga lebih berkaitan dengan resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta dibandingkan dengan protective factors dari terapis atau tetangga.


(60)

91

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan tidak melupakan keterbatasan, maka peneliti merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

5.2.1. Saran Penelitian Lanjutan

Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk:

1. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, dapat mendalami tentang penghayatan protective factor. Misalnya dengan meneliti tentang kontribusi protective factors terhadap resiliensi pada ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta.

2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, disarankan untuk meneliti dengan desain penelitian studi kasus. Diharapkan dengan desain studi kasus, peneliti dapat menggali lebih dalam tentang dinamika protective factor terhadap resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta.

5.2.2. Saran Guna Laksana

1. Bagi keluarga ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” agar tetap menjaga kedekatan hubungan dengan ibu-ibu dari anak autistik, supaya mereka merasa bahwa mereka masih ada yang memiliki dan memunculkan rasa aman bahwa keluarga mereka akan ada untuk membantu.


(61)

92

2. Untuk tempat terapi “X”, membuat group counselingbagi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” yang memiliki resiliensi tinggi dengan ibu-ibu yang memiliki resiliensi rendah. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat saling berbagi mengenai kesulitan-kesulitan yang sering mereka alami dan cara mengatasi masalah tersebut.

3. Untuk tempat terapi “X”, membuat group counselingbagi ibu-ibu yang memiliki resiliensi rendah dengan anggota keluarga mereka. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil pengambilan data, ternyata keluarga lebih berpengaruh terhadap tingkat resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 1991. Fostering Resilience in Kids: Protective factors in the Family, School and Community. Portland, OR: Northwest Regional Educational Laboratory.

2004. Resiliency What We Have Learned. California: WestEd. Gargiulo, Richard M. 1985. Working with Parents of Exceptional

Children.Boston: Houghton Mifflin Company.

Goldenberg, Irene and Herbert Goldenbeg. 1985. Family Therapy: an overview second edition. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo

Hurlock, Elizabeth B. 1986. Developmental Psychology 3rd ed. New Delhi: McGraw Hill, Inc.

Margalit, M. dan T. Kleitman. 2006. Mother’s stress, resilience and early intervention. European Journal of Special Needs Education, 269-283

Santrock, John W. 1983. Life-Span Development. Diterjemahkan oleh Juda Damanik, Achmad Chusairi; editor Wisnu Chandra Kristiaji, Yati Sumiharti. 2002. Jakarta: Erlangga


(63)

DAFTAR RUJUKAN

Cecylia, Kreen. 2007. Studi Kasus mengenai Resiliensi Orang Tua Anak Autistik di Tempat Terapi “X” Bandung. Skripsi, Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Deliviana, Evi. 2007. Studi Deskriptif mengenai Derajat Resilience pada Siswa Kelas 1 SMP ”X” Korban Tsunami Pangandaran. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Halim, Budiman. 2009. Kontribusi Protective Factors terhadap Resiliensi Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Bandung : Suatu studi mengenai kontribusi Family protective factor dan Community Protective Factoer terhadap resiliensi dan aspek-aspeknya). Skripsi, Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Indra, Fanny. 2008. Studi Kasus mengenai Resiliency pada Anak-anak Penderita Leukemia di Rumah Sakit “X”, Jakarta. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Pedoman Penulisan Skripsi, 2007, Bandung: Fakultas Psikologi UKM. http://www.homepbs.com/

http://www.kompas.com/ http://www.nimh.nih.gov/


(1)

Universit as Krist en M aranat ha

1.6

Asumsi

Anak-anak yang autistik dapat dihayati sebagai keadaan yang menekan atau

situasi hidup yang sulit/stressful(adversity)bagi ibu-ibu di tempat terapi “X”,

Jakarta

Salah satu faktor yang dibutuhkan ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi

“X”, Jakarta untuk mampu beradaptasi dan berfungsi dengan baik di tengah

adversity adalah resiliensi

Resiliensi pada setiap ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” dipengaruhi

oleh protective factors


(2)

90

Universit as Krist en M aranat ha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan hasil data dariibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebanyak 50% ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” memiliki resiliensi tinggi dan menunjukkan kemampuan yang tinggi pada aspek

social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose and bright future.

2. Sebanyak 50% ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta memiliki resiliensi rendah dan menunjukkan kemampuan yang rendah pula pada aspek social competence, problem solving skills, autonomy dan

sense of purpose and bright future.

3. Kebanyakan ibu-ibu yang memiliki resiliensi tinggi menghayati bahwa keluarga, terapis dan tetangga memberikanprotective factor.

4. Protective factor dari keluarga lebih berkaitan dengan resiliensi ibu-ibu

dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta dibandingkan dengan


(3)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan tidak melupakan keterbatasan, maka peneliti merasa perlu untuk mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

5.2.1. Saran Penelitian Lanjutan

Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk:

1. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, dapat mendalami tentang penghayatan protective factor. Misalnya dengan meneliti tentang kontribusi protective factors terhadap resiliensi pada ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta.

2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, disarankan untuk meneliti dengan desain penelitian studi kasus. Diharapkan dengan desain studi kasus, peneliti dapat menggali lebih dalam tentang dinamika protective

factor terhadap resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”,

Jakarta.

5.2.2. Saran Guna Laksana

1. Bagi keluarga ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” agar tetap menjaga kedekatan hubungan dengan ibu-ibu dari anak autistik, supaya mereka merasa bahwa mereka masih ada yang memiliki dan memunculkan rasa aman bahwa keluarga mereka akan ada untuk membantu.


(4)

92

Univesit as Krist en M aranat ha 2. Untuk tempat terapi “X”, membuat group counselingbagi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X” yang memiliki resiliensi tinggi dengan ibu-ibu yang memiliki resiliensi rendah. Hal ini dimaksudkan supaya mereka dapat saling berbagi mengenai kesulitan-kesulitan yang sering mereka alami dan cara mengatasi masalah tersebut.

3. Untuk tempat terapi “X”, membuat group counselingbagi ibu-ibu yang memiliki resiliensi rendah dengan anggota keluarga mereka. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil pengambilan data, ternyata keluarga lebih berpengaruh terhadap tingkat resiliensi ibu-ibu dari anak autistik di tempat terapi “X”, Jakarta.


(5)

93

Universitas Krist en M aranatha DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 1991. Fostering Resilience in Kids: Protective factors in the

Family, School and Community. Portland, OR: Northwest Regional

Educational Laboratory.

2004. Resiliency What We Have Learned. California: WestEd. Gargiulo, Richard M. 1985. Working with Parents of Exceptional

Children.Boston: Houghton Mifflin Company.

Goldenberg, Irene and Herbert Goldenbeg. 1985. Family Therapy: an overview

second edition. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo

Hurlock, Elizabeth B. 1986. Developmental Psychology 3rd ed. New Delhi:

McGraw Hill, Inc.

Margalit, M. dan T. Kleitman. 2006. Mother’s stress, resilience and early intervention. European Journal of Special Needs Education, 269-283

Santrock, John W. 1983. Life-Span Development. Diterjemahkan oleh Juda Damanik, Achmad Chusairi; editor Wisnu Chandra Kristiaji, Yati Sumiharti. 2002. Jakarta: Erlangga


(6)

94

Universitas Krist en M aranatha DAFTAR RUJUKAN

Cecylia, Kreen. 2007. Studi Kasus mengenai Resiliensi Orang Tua Anak Autistik di Tempat Terapi “X” Bandung. Skripsi, Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Deliviana, Evi. 2007. Studi Deskriptif mengenai Derajat Resilience pada Siswa Kelas 1 SMP ”X” Korban Tsunami Pangandaran. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Halim, Budiman. 2009. Kontribusi Protective Factors terhadap Resiliensi Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Bandung : Suatu studi mengenai kontribusi Family protective factor dan Community Protective Factoer terhadap resiliensi dan aspek-aspeknya). Skripsi, Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Indra, Fanny. 2008. Studi Kasus mengenai Resiliency pada Anak-anak Penderita Leukemia di Rumah Sakit “X”, Jakarta. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Pedoman Penulisan Skripsi, 2007, Bandung: Fakultas Psikologi UKM. http://www.homepbs.com/

http://www.kompas.com/ http://www.nimh.nih.gov/