ANALISIS MAKNA SIMBOLIS PERHIASAN YANG DIKENAKAN PENGANTIN KARO DALAM UPACARA PESTA PERKAWINAN.

(1)

ANALISIS MAKNA SIMBOLIS PERHIASAN YANG

DIKENAKAN PENGANTIN KARO DALAM UPACARA

PESTA PERKAWINAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

SARTIKA BR SEMBIRING

NIM: 209151024

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2014 Penulis

Sartika Br Sembiring NIM. 209151024


(3)

(4)

(5)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini Diajukan oleh: Sartika Br Sembiring, NIM 2091510024 Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Program Studi Pendidikan Seni Rupa/S-1 Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Panitia Ujian

Medan, Februari 2014 Ketua,

Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. NIP. 19641207 199103 2 002

Sekertaris,

Drs. Anam Ibrahim, M.Pd. NIP. 19600618 198903 1 001


(6)

i

ABSTRAK

SARTIKA BR SEMBIRING : NIM 209151024 Analisis Makna Simbolis Perhiasan yang Dikenakan Pengantin Karo Dalam Upacara Pesta

Perkawinan, Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan, 2014

Latar belakang penelitian ini adalah kurangnya kepedulian masyarakat Karo dalam melestarikan makna simbol yang terdapat pada perhiasan pengantin Karo. Penelitian ini untuk mengetahui makna simbolis yang terdapat pada setiap bagian perhiasan yang dikenakan oleh pengantin Karo dilihat dari jumlah dan bentuk visual tampilan aksesoris perhiasan pengantin pada masyrakat Karo.

Populasi yang di ambil dalam penelitian ini adalah seluruh perhiasan atau aksesoris yang dikenakan oleh masyarakat Karo dalam setiap pakaian adat Karo. . Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 14 aksesoris atau perhiasan yang dikenakan masyarakat Karo dalam setiap pakaian adat dan dipakai oleh pengantin Karo di daerah Berastagi. Sampel yang diambil dengan tehnik

purposive sample yaitu sampel yang disesuaikan dengan kriteria perlengkapan

perhiasan yang dipakai dalam upacara perkawinan dengan semua aksesoris yang wajib dipakai oleh setiap pengantin yang hendak memasuki tahap menjadi keluarga baru.

Metode penelitian yang digunakan pendekatan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan menguraikan masing-masing subjek yang akan diteliti dan disesuaikan dengan kerangka teori yang telah ditetapkan dan kemudian di interpretasikan oleh peneliti.

Makna simbolis yang terdapat pada setiap bagian perhiasan dan pada setiap kain yang digunakan pada oleh pengantin dalam upacara adat perkawinan pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai budaya pada masyarakat Karo seperti nilai-nilai kekerabatan, nilai sistem sosial, nilai kesopanan, nilai berwibawa, nilai etika dalam bertatakrama kepada semua keluarga, nilai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai gotong-royong dan nilai-nilai yang sarat dengan kebenaran dan nilai kejujuran yang harus dijalankan oleh setiap pengantin.

Hasil penelitian menunjukkan perhiasan yang dikenakan oleh pengantin pada upacara pesta perkawinan terdapat beberapa macam bentuk yang bervariasi dan bahannya juga berbeda. Pengantin yang mengenakan perhiasan tersebut tidak mengerti akan makna simbolis yang terdapat pada perhiasan tersebut dan hanya berpikir jika perhiasan yang mereka kenakan hanya sebagai hiasan untuk mempercantik penampilan pengantin.


(7)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Perbedaan Antara Tanda dan Simbol ... 23 2. Tabel 2.2 Perhiasan Pada Masyarakat Karo ... 26 3. Tabel 4.1 Perhiasan Pada Masyarakat Karo ... 59


(8)

iv

DAFTAR GAMBAR


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Marauke yang terdiri dari lima pulau besar yaitu pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Memiliki iklim tropis karena terletak di daerah Khatulistiwa dengan keanekaragaman budaya, seperti dalam hal adat istiadat, bahasa ataupun sistem kekeluargaan.

Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri dari 10 provinsi. Salah satu provinsi yang ada di pulau Sumatera adalah Provinsi Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33 Kabupaten dan Kota yang berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalan (NAD) dan Sumatra Barat dan dihuni 7 etnis asli ditambah dengan etnis pendatang.

Menurut Baginda Sirait dalam bukunya Laporan Penelitian Pengumpulan

dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

“Sebagai penduduk asli di Sumatera Utara terdapat tujuh suku bangsa yaitu: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, Batak Angkola Mandailing, Melayu dan Nias.Pembagian ini dapat diterima kalau ditinjau dari sudut bahasa, adat istiadat dan keseniannya, termasuk jenis ornamen yang dipergunakan pada rumah adat dan alat-alat pakai suku bangsa Batak sudah berbeuida satu sama lainnya sekalipun banyak terdapat kesamaan”. (Sirait,1980: 4).

Suku Karo memiliki bentuk strukutur sosial, budaya dan kesenian yang beranekaragam. yang menjadi tanda pengenal (icon) daerah tersebut agar bisa dikenal oleh masyarakat luas. Terdapat beberapa peninggalan artefak seperti arsitektur rumah


(10)

adat, benda-benda pakai, kain (uis), senjata, pakaian daerah, ornamen serta perhiasan pengantin masyarakat Karo. Salah satu hasil kebudayaan Karo terus dilakukan dalam kehidupan masyarakat adalah benda-benda perhiasan yang dipakai pada saat melangsungkan upacara pesta perkawinan. Pada upacara perkawinan perhiasan pengantin tersebut akan dikenakan oleh kedua pengantin yang mengikuti proses pesta adat. Pada umumnya kelihatan perhiasan yang dikenakan didominasi oleh warna merah dan hitam. Warna merah dan hitam yang terdapat pada uis dan pada perhiasan pengantin adalah berwarna keemasan yang terbuat dari kuningan. Perhiasan perkawinan itu berupa kalung, gelang dan anting-anting yang dipakai pada pesta upacara adat perkawinan (Tumbuk Erdemu Bayu), dan memasuki rumah baru.

Biasanya perhiasan di masyarakat Karo ada yang khusus dipakai sehari-hari dan pada pesta upacara adat perkawinan. Benda-benda perhiasan Karo memiliki nilai simbolis yang dipakai pada acara kelahiran, pesta perkawinan dan upacara kematian. Namun jika untuk pesta perkawinan perhiasan yang dipakai adalah berupa

anting-anting (Padung Raja Mehuli), perhiasan bunga palas, Bura Sertali Layang-Layang (Besar), Bura Sertali Rumah-Rumah, Bura Sertali Layang-Layang Kitik, dan Gelang Sarung (A.G Sitepu, 1998 : 78-93). Perhiasan pengantin pada upacara perkawinan

Karo dianggap sebagai pelengkap untuk kedua pengantin. sehingga makna dan nama dalam perhiasan pengantin tidak dimengerti. Tokoh pemuka adat ataupun orang-orang tua yang mengerti seperti apa nama bagian setiap perhiasan pengantin Karo.

Dari hasil observasi lapangan yang telah dilakukan peneliti, perhiasan yang dikenakan pada upacara perkawinan hanya berupa perlengkapan seremonial saja.


(11)

Dari latar belakang di atas penulis ingin meneliti apa makna yang tersembunyi pada berbagai jenis perhiasan yang dikenakan pengantin karo, sehingga penulis membuat judul penelitian Analisis Makna Simbolis Perhiasan Yang dikenakan Pengantin

Karo

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dibuat identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Setiap Pengantin Karo wajib mengenakan perhiasan-perhiasan pada pakaian adatnya, walaupun mereka sendiri tidak mengetahui apa makna perhiasan tersebut.

2. Perhiasan yang dikenakan pengantin merupakan suatu syarat kelengkapan pakaian adat Karo.

3. Jenis-jenis perhiasan yang dikenakan pada setiap bagian tubuh memiliki makna yang berbeda.

4. Makna dari setiap perhiasan yang dikenakan pengantin Karo memiliki hubungan dengan harapan pengantin dalam membentuk keluarga baru

5. Makna Perhiasan yang dikenakan pengantin Karo tidak saja sebagai hiasan tetapi juga dipercaya sebagai simbol status dan penolak bala.


(12)

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah di atas penulis membuat batasan atau fokus masalah hanya pada masalah makna yang terdapat di setiap bagian perhiasan pengantin Karo khususnya di daerah Berastagi. Batasan masalah ini untuk menghindari agar penelitian jangan sampai melebar.

D. Perumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan dan memusatkan masalah dalam penelitian maka penulis merumuskan masalah sebagi berikut :

1. Bentuk-bentuk perhiasan apa sajakah yang dikenakan pengantin Karo?

2. Apakah ada makna dari bentuk-bentuk simbol perhiasan yang dikenakan pengantin Karo Tersebut?

3. Apakah jenis-jenis perhiasan yang dikenakan Pengantin Karo dapat menjadi simbol status Pengantin?

4. Apakah ada hubungan pemakaian perhiasan pengantin Karo dengan harapan-harapan mereka sebagai keluarga baru.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menginventarisasi jenis-jenis perhiasan yang dikenakan pengantin Karo.


(13)

2. Untuk mengungkapkan makna simbolis yang terkandung pada jenis-jenis perhiasan pengantin Karo.

3. Untuk mengungkapkan apakah ada hubungan antara bentuk-bentuk simbol perhiasan.

4. Untuk mengetahui apakah ada hubungan jenis-jenis perhiasan yang dikenakan pengantin Karo dengan simbol status keluarga dalam masyarakat Karo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dibagi menjadi dua bagian, pertama manfaat secara teoritis dan kedua manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan tambahan literatur untuk lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga budaya Karo

b. Sebagai bahan referensi untuk mahasiswa, pelajar dan khususnya generasi muda Karo.

c. Sebagai penambah literatur dalam ilmu fesyen 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan untuk dinas Pariwisata Sumatra Utara, khusunya Kabupaten Karo, agar senantiasa melestarikan budaya karo, khususnya dalam Fasyen.

b. Sebagai pengenalan tentang perhiasan perkawinan kepada suku Karo pada umumnya.


(14)

G. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang berjudul Teks Relief Pilar Tebing

Di Berastagi Sebagai Representasi Identitas Masyarakat Karo yang ditulis oleh

Zakharia Ginting. Dalam penelitian ini khususnya membahas makna relief yang terdapat pada pilar tebing di Berastagi. Relief tersebut menggambarkan berbagai jenis pakaian adat dan perhiasan pengantin Karo. Sepanjang studi pustaka yang penulis lakukan tulisan itu hanyalah sekedar memperkenalkan aneka kekayaan fesyen dan asesoris yang dikenakan pengantin Karto dan belum sampai pada tahap pengungkapan makna.

H. Keaslian Penelitian

Sepanjang penelusuran pustaka maupun internet yang penulis lakukan belum pernah penulis temukan penelitian yang sama dengan yang akan penulis lakukan. Walaupun demikian ada beberapa penelitian yang hanya meneliti tentang Teks Relief

Pilar Tebing Di Berastagi Sebagai Representasi Identitas Masyarakat Karo oleh

Zakharia Ginting (Universitas Sumatera Utara). Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Karena dalam penelitian di atas menjelaskan tentang relief yang merupakan penggambaran keadaan masyarakat Karo mulai dari masa penciptaan hingga masa kehidupan tradisional. Relief tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian besar yaitu : Pertama, relief yang menggambarkan jenis-jenis bunga, buah-buahan, sayur-mayur, alat-alat rumah


(15)

tangga, perlengkapan upacara adat dan alat-alat musik tradisional masyarakat Karo. Dalam penelitian tersebut perlengkapan upacara adat tradisional Karo seperti perhiasan Karo tidak secara detail dibahas. Dengan demikian penelitian Skripsi dengan judul “ Analisis Makna Simbolis Perhiasan yang dikenakan Pengantin

Karo” yang akan penulis lakukan ini adalah asli karena belum pernah dilakukan


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian, analisis data dan observasi lapangan, maka dapat dibuat kesimpulan perhiasan pengantin Karo berdasarkan jumlah yang dipakai oleh pengantin laki-laki sebanyak 8 motif yang terdiri dari 4 jenis perhiasan yang berbahan kuningan disepuh emas. Perhiasan tersebut adalah

Rudang Emas-emas, Sertali layang-layang Kitik, Uis Beka Buluh yang dikenakan di

kepala. Kemudian ada 1 jenis perhiasan yang dikalungkan yaitu Sertali

Layang-Layang Besar dan ada 2 jenis kain Uis Beka Buluh sebagai cengkok-cengkok atau

diletakkan pada bahu dengan dilipat membentuk segitiga, Uis Gara-gara sebagai selempang dari bahu kanan ke arah tangan kiri serta ada 1 gelang yang dipakai di tangan yaitu Gelang Sarung. Jumlah perlengkapan yang dikenakan oleh pengantin laki-laki yaitu ada 4 jenis perhiasan yang terbuat dari kuningan sepuhan emas dan ada 4 jenis kain yang dikenakan di kepala, di bahu dan di pinggang.

Pada pengantin perempuan perlengkapan yang dipakai sama jumlahnya dengan pengantin laki-laki yaitu terdapat 8 motif yang terdiri dari 2 jenis perhiasan yang disepuh emas biasanya dipakai pada penutup kepala pengantin perempuan dan 2 jenis kain yang digunakan sebagai penutup kepala (tudung). Pada pengantin perempuan ada 1 jenis perhiasan berupa kalung yang disebut Sertali Layang-Lyang

Besar. Pemakaian di pinggang ada 2 jenis kain yang dipakai yaitu Uis Nipes dan Uis


(17)

Julu. Kedua kain ini dililitkan pada pinggang atau biasa disebut diabitken. Selain itu

ada juga ada tempat sirih pinang yang selalu dibawa pengantin perempuan yaitu

Kampil yang melambangkan perempuan yang sudah matang dalam kehidupan rumah

tangga serta simbol penghormatan kepada setiap tamu yang datang. Dalam perhiasan pengantin tersebut terdapat 30 motif yang berbeda dan bervariasi, ada yang memiliki motif geometris, motif hewan dan motif tumbuhan. Walaupun ditemukan beberapa macam bentuk yang berbeda, namun pada dasarnya memiliki makna yang sama serta tidak mengurangi nilai kesakralan upacara perkawinan tersebut.

Makna simbolis yang terdapat pada setiap bagian perhiasan dan pada setiap kain yang digunakan pada oleh pengantin dalam upacara adat perkawinan pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai budaya pada masyarakat Karo seperti nilai-nilai kekerabatan, nilai sistem sosial, nilai kekeluargaan yang terdapat pada kain Uis

Nipes, Rudang Emas-Emas, Sertali Layang-Layang Kitik, Uis Julu, Uis Jujung-jujungen. Nilai kesopanan yang terdapat pada Uis Gara-gara, Gelang Sarung, Uis Gatip 20, Uis Gara Jongkit, Padung Raja Mehuli, Kampil .Nilai kehormatan yang

terdapat pada kain Uis Beka Buluh, Kampil . Nilai kesuburan dan kemakmuran adalah

Sertali Layang-Layang Besar. Nilai kerja keras dan pantang menyerah adalah Sertali Layang-Layang Besar, Uis Mbiring atau Uis Gatip 20, Uis Gara-gara. Nilai

Tanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai sistem kekerabatan pada masyarakat Karo dan nilai pembelaan diri terdapat pada Pisau Tumbuk Lada, Uis Pementing. pada setiap perhiasan dulu dipercaya memiliki nilai simbol sebagai penolak bala. Walaupun demikian pada dasarnya setipa bagian perhiasan memiliki nilai bilangan 3


(18)

yang melambangkan Rakut Si Telu atau Daliken Sitelu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga Silima dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur Siwaluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau disebut juga cara bertutur dalam masyarakat Karo

Diantara bentuk-bentuk simbol yang dipakai oleh pengantin Karo ternyata ada hubungan satu sama lain, karena ada perlengkapan yang dipakai oleh pengantin laki-laki memiliki nilai tanggung jawab melindungi istrinya, dan perlengkapan pada pengantin perempuan memiliki nilai menjaga kehormatan suaminya. Setiap perhiasan yang dikenakan oleh kedua pengantin memiliki hubungan yang erat dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kekerabatan, sebab di dalam satu perhiasan terdapat nilai-nilai norma yang berlaku pada kehidupan masyarakat Karo. Sehingga nilai-nilai yang terdapat di masing-masing jenis perhiasan saling melengkapi peran pasangan pengantin dalam memasuki kehidupan rumah tangga baik untuk keluarga masing-masing pengantin maupun untuk keluarga besar kedua belah pihak.

Jenis-jenis perhiasan yang dikenakan oleh pasangan pengantin Karo memiliki hubungan dengan simbol status keluarga dalam masyarakat Karo. Karena dalam asesoris perhiasan pengantin Karo, sertali juga memiliki makna bahwa seorang perempuan telah memiliki suami. Tiga bentuk perhiasan yang dikenakan tersebut memiliki makna bahwa seorang pengantin perempuan yang telah memakai sertali memiliki makna tiga ikatan, yaitu : (1) ikatan pertama diikat dan terikat kepada pasangan (suami/istri); (2) ikatan kedua diikat dan terikat kepada orang tua dan keluarga kedua belah pihak; dan (3) ikatan ketiga terikat kepada Tuhan Yang Maha


(19)

Esa. Sertali yang juga memiliki hubungan dengan tinali memiliki fungsi sebagai pengikat, dalam hal ini pengikat antara pihak laki-laki dan perempuan. Tidak hanya antara pengantin laki-laki dan perempuan saja, tetapi mengikat hubungan kekeluargaan atau kekerabatan baru antar dua belah pihak keluarga. Kemudian ketika seorang perempuan telah memakai perhiasan dan mengikuti proses upacara pesta perkawinan, maka secara langsung ketika seorang perempuan tersebut pergi menghadiri upacara-upacara adat lainnya, maka dia akan mengenakan Uis Nipes di bahunya sebagai selempang (Kadang-Kadangen), arti pemakaian kain ini adalah melambangkan seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan menjadi istri, oleh karena itu kain ini tidak sembarangan dipakai oleh anak gadis. Pada pengantin Pria juga berlaku hal yang sama, ketika mereka sudah mengenakan perhiasan tersebut dan mengikuti proses adat perkawinan, maka ketika pergi menghadiri upacara-upacara maka dia wajib memakai sarung biasa dan diletakkan pada bahu mereka, dimana pemakaian kain ini juga merupakan simbol telah berkeluarga dan telah menjadi suami.

Ketika pasangan pengantin telah berganti status menjadi suami istri maka mereka harus mampu menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat, terutama yang memulai kehidupan berumah tangga agar dalam kehidupan yang baru mereka lebih mengerti akan tatanan adat yang wajib mereka junjung tinggi baik untuk keluarga sendiri ataupun untuk keluarga pasangannya, nilai kegotongroyongan, nilai etika dalam bertatakrama kepada semua keluarga, nilai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai berwibawa dan nilai-nilai yang sarat dengan kebenaran dan nilai kejujuran. Hal


(20)

penting yang perlu diperhatikan adalah adanya hubungan pemakaian perhiasan pengantin dengan harapan-harapan baru karena, dengan mereka memakai perhiasan tersebut maka setiap pasangan ataupun pengantin dapat menjunjung tinggi nilai-nilai adat yang sudah berlaku pada masyarakat Karo, sebab pada prosesi upacara adat yang dilakukan kedua pengantin sudah diberikan nasehat-nasehat dalam menghadapi kehidupan berumah tangga.


(21)

B. Saran

Dengan adanya penelitian ini maka diharapakn kepada Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo untuk lebih memperhatikan hasil kebudayaan daerah agar nilai-nilai yang terdapat di setiap benda peninggalan sejarah tetap terpelihara dan wajib dilestarikan agar tidak memudar seiring perkembangan zaman dimana buaday luar masuk dan berkembang ditengah-tengah kehidupan generasi muda.

Kepada generasi muda Karo agar tetap memelihara, menjaga, dan menjungjung tinggi serta melestarikan hasil budaya sendiri. Mempelajari serta mengenal lebih dalam tentang aksesoris perhiasan pengantin Karo serta mempelajari nama-nama dan makna simbolis dari setiap bagian perhiasan yang masih ada.

Kepada Seluruh masyarakat Karo agar berperan serta dalam menanamkan kembali nilai-nilai budaya kepada generasi muda dimulai dari lingkungan keluarga, lingkugan sekolah dan lingkungan masyarakat agar tetap terjaga nilai-nilai yang sudah menghilang karena pengaruh budaya luar dan kurang pedulinya lapisan masyarakat terhadap budaya sendiri.

Kepada Pemerintah Daerah setempat agar membuat program sosialisai tentang kekayaan budaya lokal kepada generasi muda sehingga tradisi budaya Karo tetap dikenal oleh masyarakat luas.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, Judi. Tanpa Tahun. Indonesia Art and Crafts. Percetakan Negara RI. Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktik).

Rineka, Cipta, Jakarta.

Cassirer, Ernest. 1989. An Essay on Man, An Introduction to Philosophy of Human

Culture.Terjemahan. Alois A. Nugroho.New Heaven Connectient: University

Press.

Dillistone, F.W. 1986. The Power of Symbols. Terjemahan. A. Widyamartaya. London: SCM Press Ltd.

Dharmojo, 2005. Sistem Simbol Munaba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa. Herusatoto, Budiono, 2001. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha

Widia, Yogyakarta.

Iskandar, 2009. Metode Penelitian Kualitatif. GP Press.Jakarta.

Noor, Juliansyah.2001.Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prinst, Darwan,2004.Adat Karo.Bina Media Perintis.Medan. Prinst, Darwin, 2002. Kamus Karo Indonesia. Bina Media, Medan.

Prinst Darwan Darwin Prinst. 1984 Sejarah dan Kebudayaan Karo. Yrama. Jakarta. Sanggar Tien Santoso, Icha Saragih & Ade Aprilia Tambunan. 2012. Tata Rias

Pengantin Sumatera Utara. PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI.

Jakarta.

Sitepu, A.G, 1980.Ragam Hias (Ornamen) Tradisonal Karo Seri A, Proyek Penelitian Pengumpulan Dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara, Medan.

1998. Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo Seri B. Proyek Penelitian Pengumpulan Dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara, Medan.


(23)

Suharso, dan Ana Retnoningsih, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Widya Karya, Bandung.

Tarigan, Henry Guntur, 2008. Dinamika Orang Karo Budaya dan Modernisme. Tanpa penerbit. Medan.

___________________, 1990. Percikan Budaya Karo.Kesaint Blanc Indah Corp. Jakarta.

______________, 1988.Percikan Budaya Karo, Kesaint Blanc Indah Corp, Bandung.

Tarigan, Sarjani,2009. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya. Balai Adat Budaya Karo Indonesia. Medan

Van Baal J, 1971. Symbols For Communication, An Intoduction To Anthropological Study Of Relegion. Assen, Netherlands.

Van Hoave, 1989, Ensiklopedi Indonesia Jilid VI, Jakarta : PT. Ichtiar Baru. Jurnal

Azmi, 2008. Memahami Karya Seni Rupa Kontemporer Melalui Pendekatan

Semiotika. Jurnal Seni Rupa Fbs Unimed Vol 5 no 2 Desember. Medan.

Saragi, Daulat. 2007. Dimensi Simbolis Patung Primitif Batak Menurut Susanne

Knauth Langer.Medan : Jurnal Seni Rupa FBS-UNIMED

Sumber Internet

http://merga-silima.blogspot.com/2013/07/pisau-tumbuk-lada-pusaka-suku-karo.html/19/November/2013/16:00:50

http://pariwisatakaro.blogspot.com/2009/01/uis-karo-kain-adat-tradisional-karo.html/ 19 November 2013/16:20:12

http://www.karokab.go.id/w/index.php/gambaran- umumhttp://www.karokab.go.id/w/index.php/produk-hukum/propinsi/peraturan-gubernur-sumatera-utara/731-gambaran-umum/10 Desember 2013 20:50:09


(1)

yang melambangkan Rakut Si Telu atau Daliken Sitelu, kemudian nilai bilangan 5 yang memiliki arti 5 cabang marga pada masyarakat Karo yaitu Merga Silima dan nilai bilangan 8 yang berarti adalah Tutur Siwaluh atau delapan sapaan panggilan kepada anggota keluarga atau disebut juga cara bertutur dalam masyarakat Karo

Diantara bentuk-bentuk simbol yang dipakai oleh pengantin Karo ternyata ada hubungan satu sama lain, karena ada perlengkapan yang dipakai oleh pengantin laki-laki memiliki nilai tanggung jawab melindungi istrinya, dan perlengkapan pada pengantin perempuan memiliki nilai menjaga kehormatan suaminya. Setiap perhiasan yang dikenakan oleh kedua pengantin memiliki hubungan yang erat dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kekerabatan, sebab di dalam satu perhiasan terdapat nilai-nilai norma yang berlaku pada kehidupan masyarakat Karo. Sehingga nilai-nilai yang terdapat di masing-masing jenis perhiasan saling melengkapi peran pasangan pengantin dalam memasuki kehidupan rumah tangga baik untuk keluarga masing-masing pengantin maupun untuk keluarga besar kedua belah pihak.

Jenis-jenis perhiasan yang dikenakan oleh pasangan pengantin Karo memiliki hubungan dengan simbol status keluarga dalam masyarakat Karo. Karena dalam asesoris perhiasan pengantin Karo, sertali juga memiliki makna bahwa seorang perempuan telah memiliki suami. Tiga bentuk perhiasan yang dikenakan tersebut memiliki makna bahwa seorang pengantin perempuan yang telah memakai sertali memiliki makna tiga ikatan, yaitu : (1) ikatan pertama diikat dan terikat kepada pasangan (suami/istri); (2) ikatan kedua diikat dan terikat kepada orang tua dan keluarga kedua belah pihak; dan (3) ikatan ketiga terikat kepada Tuhan Yang Maha


(2)

Esa. Sertali yang juga memiliki hubungan dengan tinali memiliki fungsi sebagai pengikat, dalam hal ini pengikat antara pihak laki-laki dan perempuan. Tidak hanya antara pengantin laki-laki dan perempuan saja, tetapi mengikat hubungan kekeluargaan atau kekerabatan baru antar dua belah pihak keluarga. Kemudian ketika seorang perempuan telah memakai perhiasan dan mengikuti proses upacara pesta perkawinan, maka secara langsung ketika seorang perempuan tersebut pergi menghadiri upacara-upacara adat lainnya, maka dia akan mengenakan Uis Nipes di bahunya sebagai selempang (Kadang-Kadangen), arti pemakaian kain ini adalah melambangkan seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan menjadi istri, oleh karena itu kain ini tidak sembarangan dipakai oleh anak gadis. Pada pengantin Pria juga berlaku hal yang sama, ketika mereka sudah mengenakan perhiasan tersebut dan mengikuti proses adat perkawinan, maka ketika pergi menghadiri upacara-upacara maka dia wajib memakai sarung biasa dan diletakkan pada bahu mereka, dimana pemakaian kain ini juga merupakan simbol telah berkeluarga dan telah menjadi suami.

Ketika pasangan pengantin telah berganti status menjadi suami istri maka mereka harus mampu menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat, terutama yang memulai kehidupan berumah tangga agar dalam kehidupan yang baru mereka lebih mengerti akan tatanan adat yang wajib mereka junjung tinggi baik untuk keluarga sendiri ataupun untuk keluarga pasangannya, nilai kegotongroyongan, nilai etika dalam bertatakrama kepada semua keluarga, nilai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai berwibawa dan nilai-nilai yang sarat dengan kebenaran dan nilai kejujuran. Hal


(3)

penting yang perlu diperhatikan adalah adanya hubungan pemakaian perhiasan pengantin dengan harapan-harapan baru karena, dengan mereka memakai perhiasan tersebut maka setiap pasangan ataupun pengantin dapat menjunjung tinggi nilai-nilai adat yang sudah berlaku pada masyarakat Karo, sebab pada prosesi upacara adat yang dilakukan kedua pengantin sudah diberikan nasehat-nasehat dalam menghadapi kehidupan berumah tangga.


(4)

B. Saran

Dengan adanya penelitian ini maka diharapakn kepada Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo untuk lebih memperhatikan hasil kebudayaan daerah agar nilai-nilai yang terdapat di setiap benda peninggalan sejarah tetap terpelihara dan wajib dilestarikan agar tidak memudar seiring perkembangan zaman dimana buaday luar masuk dan berkembang ditengah-tengah kehidupan generasi muda.

Kepada generasi muda Karo agar tetap memelihara, menjaga, dan menjungjung tinggi serta melestarikan hasil budaya sendiri. Mempelajari serta mengenal lebih dalam tentang aksesoris perhiasan pengantin Karo serta mempelajari nama-nama dan makna simbolis dari setiap bagian perhiasan yang masih ada.

Kepada Seluruh masyarakat Karo agar berperan serta dalam menanamkan kembali nilai-nilai budaya kepada generasi muda dimulai dari lingkungan keluarga, lingkugan sekolah dan lingkungan masyarakat agar tetap terjaga nilai-nilai yang sudah menghilang karena pengaruh budaya luar dan kurang pedulinya lapisan masyarakat terhadap budaya sendiri.

Kepada Pemerintah Daerah setempat agar membuat program sosialisai tentang kekayaan budaya lokal kepada generasi muda sehingga tradisi budaya Karo tetap dikenal oleh masyarakat luas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, Judi. Tanpa Tahun. Indonesia Art and Crafts. Percetakan Negara RI. Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktik).

Rineka, Cipta, Jakarta.

Cassirer, Ernest. 1989. An Essay on Man, An Introduction to Philosophy of Human Culture.Terjemahan. Alois A. Nugroho.New Heaven Connectient: University Press.

Dillistone, F.W. 1986. The Power of Symbols. Terjemahan. A. Widyamartaya. London: SCM Press Ltd.

Dharmojo, 2005. Sistem Simbol Munaba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa. Herusatoto, Budiono, 2001. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha

Widia, Yogyakarta.

Iskandar, 2009. Metode Penelitian Kualitatif. GP Press.Jakarta.

Noor, Juliansyah.2001.Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prinst, Darwan,2004.Adat Karo.Bina Media Perintis.Medan. Prinst, Darwin, 2002. Kamus Karo Indonesia. Bina Media, Medan.

Prinst Darwan Darwin Prinst. 1984 Sejarah dan Kebudayaan Karo. Yrama. Jakarta. Sanggar Tien Santoso, Icha Saragih & Ade Aprilia Tambunan. 2012. Tata Rias

Pengantin Sumatera Utara. PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI. Jakarta.

Sitepu, A.G, 1980.Ragam Hias (Ornamen) Tradisonal Karo Seri A, Proyek Penelitian Pengumpulan Dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara, Medan.

1998. Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo Seri B. Proyek Penelitian Pengumpulan Dan Dokumentasi Ornamen Tradisional Sumatera Utara, Medan.


(6)

Suharso, dan Ana Retnoningsih, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Widya Karya, Bandung.

Tarigan, Henry Guntur, 2008. Dinamika Orang Karo Budaya dan Modernisme. Tanpa penerbit. Medan.

___________________, 1990. Percikan Budaya Karo.Kesaint Blanc Indah Corp. Jakarta.

______________, 1988.Percikan Budaya Karo, Kesaint Blanc Indah Corp, Bandung.

Tarigan, Sarjani,2009. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya. Balai Adat Budaya Karo Indonesia. Medan

Van Baal J, 1971. Symbols For Communication, An Intoduction To Anthropological Study Of Relegion. Assen, Netherlands.

Van Hoave, 1989, Ensiklopedi Indonesia Jilid VI, Jakarta : PT. Ichtiar Baru. Jurnal

Azmi, 2008. Memahami Karya Seni Rupa Kontemporer Melalui Pendekatan Semiotika. Jurnal Seni Rupa Fbs Unimed Vol 5 no 2 Desember. Medan.

Saragi, Daulat. 2007. Dimensi Simbolis Patung Primitif Batak Menurut Susanne Knauth Langer.Medan : Jurnal Seni Rupa FBS-UNIMED

Sumber Internet

http://merga-silima.blogspot.com/2013/07/pisau-tumbuk-lada-pusaka-suku-karo.html/19/November/2013/16:00:50

http://pariwisatakaro.blogspot.com/2009/01/uis-karo-kain-adat-tradisional-karo.html/ 19 November 2013/16:20:12

http://www.karokab.go.id/w/index.php/gambaran- umumhttp://www.karokab.go.id/w/index.php/produk-hukum/propinsi/peraturan-gubernur-sumatera-utara/731-gambaran-umum/10 Desember 2013 20:50:09