Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik) T1 852008006 BAB II

(1)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sejarah Perlawanan Pattimura

Kepulauan Maluku yang terkenal sebagai kepulauan rempah-rempah mengundang banyak sekali bangsa besar yang ingin datang untuk menguasainya, terkhusus oleh bangsa Eropa, mulai dari kedatangan bangsa Spanyol, Portugis, Inggris dan kemudian bangsa Belanda yang memonopoli perdagangan dengan cara yang salah. Hal

inilah yang menjadi alasan bangsa Maluku melakukan

pemberontakan.

Permulaan abad ke-19, penduduk Maluku mengadakan perlawanan bersenjata melawan V.O.C1 (Belanda) yang ingin menjadi penguasa tunggal dalam dunia perdagangan didaerah jajahan yaitu Maluku. V.O.C menggunakan kekuasaan kerajaan sekitar Maluku untuk meluaskan kekuasaannya. Pada hakekatnya, nafsu kaum penjajah untuk menguasai rempah-rempah inilah yang menjadi penyebab bangsa Maluku melakukan perlawanan.

Menurut M. Sapija, sebab-sebab perlawanan rakyat Maluku dibagi menjadi empat bagian :

1. Penindasan dan penghisapan dengan jalan curang atau pemerasan (knevelarij) terhadap penduduk Maluku yang terutama dilakukan oleh para pembesar belanda pada zaman Oost Indische Compagnie dan juga pada zaman Residen Van den Berg dengan mendapat perlindungan dari monopoli V.O.C.


(2)

9

2. Ketidakpuasan rakyat terhadap peraturan-peraturan gubernur Van Middlekoop antara lain peraturan yang mewajibkan penduduk negeri menyediakan perahu-perahu untuk keperluan pemerintah Belanda, peraturan-peraturan dimana pada masa kekuasaan Inggris telah dihapuskan.

3. Kekurangan uang yang diderita oleh pemerintah Belanda pada masa itu.

4. Sifat kritis dari penduduk Maluku untuk membandingkan perbuatan-perbuatan pemerintah yang dulu dengan peraturan-peraturan pemerintah yang sekarang.2

Pelopor utama pergerakan perlawanan bangsa Maluku adalah Thomas Matulessy yang dikenal dengan nama Kapitan Pattimura. Sosok Pattimura adalah sosok yang menjadi pelopor dan membuka perlawanan bersenjata terhadap Belanda yang kemudian diikuti oleh para pahlawan dari daerah- daerah lainnya di Maluku.

B. Biografi Singkat Pattimura

Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura lahir di desa Haria pulau Saparua pada tanggal 8 juni 1783. Thomas adalah keturunan dari keluarga besar Matulessia (Matullessy) di desa Haria pulau Saparua.3 Pattimura beragama Kristen Protestan. Ia adalah mantan sersan mayor dinas militer Inggris. Ia bisa membaca dan menulis

2 M. Sapija, Kisah Perjuangan Pattimura ( Jakarta: Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional, 1984 ), 49.

3 J.A. Pattykayhatu, Biografi Singkat: Pahlawan dan Tokoh Nasional Asal Daerah Maluku (Yogyakarta : PT Citra Aji Parama, 2008), 1 .


(3)

10

juga memperoleh didikan militer, dan karena pendidikannya itu, dia diangkat menjadi pemimpin pemberontakan.4

C. Pengertian Komposisi

Menurut The New Grove Dictionary of Music and Musician, pengertian komposisi adalah aktivitas dari proses menciptakan musik.5

D. Pengertian Ansambel

Ansambel adalah satuan musik yang bermain bersama-sama dengan tidak mempedulikan jumlah sedikit maupun jumlah banyak pemain.6Ansambel biasanya tampil sebagai hasil kerja sama peserta, di bawah pimpinan seorang pelatih, misalnya ansambel recorder, ansambel gitar, ansambel vokal ataupun tari. Penyajian ansambel dibagi menjadi dua, yaitu ansambel sejenis dan ansambel campuran. 1. Musik Ansambel Sejenis

Musik ansambel sejenis, yaitu bentuk penyajian musik ansambel yang menggunakan alat–alat musik sejenis. Contoh : ansambel recorder, ansambel gesek.

2. Musik Ansambel Campuran

Musik ansambel campuran, yaitu bentuk penyajian musik ansambel yang menggunakan beberapa jenis alat musik. Alat–

4 J.A. Pattykayhatu, Hasil Seminar Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional Pattimura (Ambon: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996/1997), 154.

5 Stephen Blum, “Composition” dalam The New Grove Dictionary of Music and Musician.

Stanley Sadie ed., vol. 6., (London: Macmillian Publishers Limited, 2002), 186.


(4)

11

alat musik yang digunakan misalnya recorder, pianika, gitar, castanget, triangle, tamborin, dan cymbal.

Musik ansambel dikatakan berhasil apabila hasil dari penyajian tersebut enak didengar, indah, dan harmonis. Keberhasilan tersebut akan terwujud apabila:

a. Pembagian alat–alat musik seimbang.

b. Setiap pemain tampil dalam memainkan alat musiknya secara disiplin, tertib, dengan memperhatikan partitur dan dirigen.

c. Kerja sama dalam bermain musik sangat diutamakan.

d. Balance (keseimbangan dalam pembagian alat musik yang dimaksud adalah keseimbangan dalam hasil suara yang dibunyikan dari pembagian alat musik tersebut).7

Bentuk lainnya dalam ansambel adalah ansambel tiup, ansambel gitar, ansambel musik perkusi, band kombo, simfoni band, dan orkestra dengan jumlah pemain yang beragam.

E. Sejarah Singkat Musik Program

Musik program sudah ada sejak periode Renaisans. Komposer yang memulai karya musik program salah satunya adalah William Byrd melalui The Battel. Kemudian pada periode Barok, muncul Antonio Vivaldi yang menulis The Four Seasons untuk karya konserto biola dan orkes gesek. Komposisi ini menggambarkan suasana empat musim didaerah Eropa. Pada periode Klasik, Beethoven menulis

7ANSAMBEL MUSIK _ Senturi09's Blog.htm diunduh pada 21 Juni 2013, Pkl. 18.00 WIB.


(5)

12

Simfoni No.6 „Pastoral‟. Karya ini secara struktur sangat berbeda dengan bentuk musik Klasik pada periode itu.

Musik programatik kemudian berkembang pada periode Romantik (abad 19). Perintisnya adalah Hector Berlioz. Komposisi musik program pertamanya adalah Symphonie Phantastique. Disini ia melukiskan kisah dirinya sendiri yaitu kegagalan cinta yang dia rasakan kepada Harriet Smithson. Karakter Harriet Smithson digambarkan melalui leitmotif (leitmotif artinya motif dasar, yang selalu dipegang dalam penggarapan watak maupun ide dari sebuah komposisi.8) Bagian-bagian dari komposisi tersebut diberi judul

“Impian dan Sengsara,” “Suatu Pesta,” “Adegan Pedalaman,”

“Perjalanan ke Tempat Algojo,” dan “Impian pada Pesta Hantu.” Berlioz sadar bahwa bentuk sonata klasik tidak cocok untuk menggambarkan programa. Meskipun demikian Berlioz tetap

mempertahankan istilah „symphonie‟.9

Musik programatik di Jerman diperkenalkan oleh Frans Liszt dalam bentuk symphonic poem atau symphonische dichtung. Temanya diambil dari sastra atau puisi, sebuah lukisan atau juga pengalaman pribadi. Dalam musiknya, programa dilukiskan kadang-kadang secara samar-samar, kadang-kadang sampai mendetil. Bentuk dari symphonische dichtung itu bebas, hanya mengikuti fantasi sang komposer.10

Sejak saat itu, di tempat-tempat lainnya juga terjadi perkembangan musik program. Di Rusia, M.A Balakirew menulis

8 M. Soeharto, Kamus ..., 71.

9 Karl-Edmund Prier sj, Sejarah Musik II (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1993), 190. 10 Karl-Edmund Prier sj, Sejarah Musik ..., 192.


(6)

13

sebuah symphonische dichtung berjudul “Russia” pada tahun 1862. Pada Tahun 1857 sampai 1858, di Ceko, Bedrich Smetana mengarang symphonische dichtung “Richard III”. Liszt juga mempengaruhi salah satu komposer yang bernama Jean Sibelius di Skandinavia. Karya symphonische dichtung yang dipengaruhi Liszt bersifat rapsodis dan membuat Sibelius terkenal.11

Struktur dan bentuk dalam musik program adalah sebagai berikut: 12

1. Narrative, yaitu bentuk musik program yang diangkat berdasarkan rangkaian kejadian secara berurutan. Contoh :  Symphonie Fantastique, Hector Berlioz

Don Quixote, Richard Strauss

2. Descriptive, yaitu bentuk musik program untuk menggambarkan keadaan suatu bentuk, ruang, dan waktu (representasional) contoh :

The Fountains of Rome, Respighi Picture at an Exibithion, Moussorgsky

3. Appelative, yaitu bentuk musik program yang terdiri dari karakter yang tersirat. Contoh :

Carnaval, Schumann Pinnochio Overture, Toch

4. Ideational, bentuk musik program yang mengekspresikan suatu filosofi dan psikologi. Contoh :

First movement of Faust Symphony, Frans Liszt

11 Karl-Edmund Prier sj, Sejarah Musik ..., 193.

12Leon Stein. Structure and Style: The Study and Analysis of Musical Form (New Jersey : Summy-Birchard Music), 171.


(7)

14

Thus Spake Zarathustra, Richard Strauss

F. Sistem Tangga Nada di Maluku

Pembuatan lagu-lagu daerah di Maluku saat ini kebanyakan berorientasi ke sistem tangga nada diatonik barat. Hal tersebut berkaitan dengan timbulnya imperialisme bangsa-bangsa Eropa pada abad ke-16. Walaupun telah terjadi akulturasi dalam pembuatan lagu-lagu daerah, zaman dahulu para leluhur di Maluku telah mempunyai tangga nada tersendiri (asli) yang terdiri dari dua nada (dwitonik). Tangga nada ini didapati pada instrumen pong-pong yang hanya terdiri dari nada G dan C1 atau nada C1 dan G1. Ada juga tangga nada yang terdiri dari tiga nada (tritonik), empat nada (tetratonik) dan lima nada (pentatonik).13

1. Sistem Tangga Nada Asli Maluku

Seperti telah dikemukakan, bahwa sebelum terpengaruh tangga nada diatonik, daerah Maluku telah mengenal sistem tangga nada dwitonik, tritonik, tetratonik, dan pentatonik. Dari antara tangga nada tersebut kecuali tangga nada dwitonik terdapat pada kapata-kapata14. Kapata-kapata yang dibuat bervariasi dari segi syair atau makna lagu maupun tangga nadanya.

Berikut ini adalah contoh kapata yang dibuat dalam tangga nada tritonik, tetratonik dan tangga nada pentatonik:

13Christian I. Tamaela. Musik Tradisional Maluku Sebagai Sarana Komunikasi Injil Dalam Jemaat GPM Gereja Pulau-Pulau Toma Arus Sibak Ombak Tegar (Ambon: Fakultas Teologi UKIM, 1995), 119.


(8)

15

Arumbaya Sele

Gambar 2.1 Contoh kapata dalam tangga nada tritonik. 15 Arti lagu: Pada mulanya Pata Siwa dan Pata Lima hidup rukun. Namun, suatu ketika terjadi konflik antara mereka dan berpisah. Isi nada dalam tangga nada ini adalah G (do), A (re) dan B (mi).

Leimanu O

Gambar 2.2 Contoh kapata dalam tangga nada tetratonik.16 Arti lagu: Apabila Pata Siwa turun dari gunung, maka musuh dikalahkan, karena Pata Siwa memiliki banyak anggota.

15 Notasi oleh Maynart R.N Alfons, pada saat observasi di desa Amahai, dalam

Penelitian dan Pengolahan Aspek Kebudayaan Ansambel Musik Tifa Totobuang di Ambon (Ambon, Taman Budaya Propinsi Maluku, 1998), 22.


(9)

16

Isi nada dalam tangga nada ini adalah D(la), F(do), G(re), dan A(mi).

Tuhan Kasihani

Gambar 2.3 Contoh kapata dalam tangga nada pentatonik.17 Isi nada dalam tangga nada ini adalah E(mi), F(fa), G(sol), A(la) dan Bes(sa).

2. Sejarah Singkat Sistem Tangga Nada Diatonik di Maluku

Penyebaran tangga nada diatonik di Nusantara, salah satunya di Maluku, adalah dari bangsa-bangsa semenanjung Siberia yang diwakili oleh orang-orang Portugis dan Spanyol pada abad 16 Masehi dalam rangka perdagangan rempah-rempah dan untuk pengabaran Injil. Hal pengabaran Injil ini didasari oleh dua hal yakni, pertama, minat akan hal-hal yang eksotik di tanah yang jauh (diluar Portugis-Spanyol). Kedua, timbulnya Pax Hisponika dikalangan rohaniawan (Portugis-Spanyol) yang percaya bahwa saat akhir zaman telah tiba. Dengan motivasi pelayanan yang tinggi dan didasari dirinya


(10)

17

adalah sebagai umat pilihan Tuhan, mendorong mereka untuk memproklamasikan shalom atau damai bagi segala bangsa.18

Untuk mencapai tujuan di atas, orang-orang Portugis berpatokan pada pesan seorang penjelajah yang bernama

Albuquerque, yang mengatakan bahwa mereka perlu

membangun hubungan persahabatan dengan para penguasa di Pulau Maluku dengan menggunakan cara apa saja.19 Pesan ini ternyata dipraktekan oleh orang-orang Portugis.

Tanda-tanda persahabatan tersebut dapat ditemui antara lain:

a. Pengenalan stambul di tempat-tempat transfer perdagangan rempah-rempah.

b. Pengenalan saudades (lagu rakyat Portugis tentang hasrat dan kerinduan), despedades (lagu rakyat Portugis tentang selamat tinggal)

c. Transfer alat-alat musik instrumen diatonik seperti cavaquinhc yaitu jenis gitar kecil berdawai empat dengan nada G1, C1, E1, A1 yang lazim disebut ukulele (jak), juga lud berleher panjang, guitarra portuquisa – gitar yang berdawai empat atau lima (biola alto), bass viol (biola alto dagamba).20

Secara definitif, di era Portugis dan Spanyol di Asia Tenggara pada abad 15 dengan fokus Nusantara pada abad 16, telah

18 Sunardjo Parto dalam Penelitian dan Pengolahan Aspek Kebudayaan Ansambel Musik Tifa

Totobuang di Ambon (Ambon, Taman Budaya Propinsi Maluku, 1998), 24. 19 Sunardjo Parto dalam Penelitian..., 24.


(11)

18

memberi tradisi diatonik yang sangat berpengaruh sampai saat ini pada pembuatan lagu-lagu rakyat. Tablatur-tablatur (papan kunci Spanyol), oktaf diatonik bersolmisasi. Semua ini adalah bukti akulturasi. Sedangkan orang-orang Portugis dalam kurun waktu seratus tiga puluh tahun di Nusantara, kecuali Timor-Timur, memberi budaya musik diatonik juga tarian-tarian sebagai sarana komunikasi dengan sekelompok etnik di Nusantara.

G. Pemilihan Instrumen

Organologi merupakan suatu ilmu yang dikhususkan untuk mengklasifikasikan semua instrumen musik yang ditinjau dari bahan pembuatan dan bagaimana bunyi dihasilkan.21 Hood mengutip

pendapat Curt Sachs dan Eric von Hornbostel yang

mengklasifikasikan instrumen menjadi empat bagian, yakni ;

1. Idiofon atau idiophones adalah golongan alat musik yang dihasilkan dari badannya sendiri dengan cara dipukul. Contoh: totobuang, kolintang, vibraphone, marimba, xylophone, dan sebagainya.

2. Membranofon atau membranophones adalah golongan alat musik yang bunyinya dihasilkan dari getaran suatu permukaan yang terbuat dari kulit atau membran dengan cara dipukul. Contoh: tifa, rebana, drum, timpani, dan sebagainya.

21 Mantle Hood, The Ethnomusikologist New edition ( Kent Ohio : Kent State University


(12)

19

3. Kordofon atau cordophones adalah golongan alat musik yang bunyinya dihasilkan dari getaran dawai/snar/string dengan cara digesek atau dipetik. Contoh: ukulele, gitar, biola, sitar, dan sebagainya.

4. Aerofon atau earphones adalah golongan alat musik yang bunyinya dihasilkan lewat lubang udara atau aero dengan cara ditiup. Contoh: suling, oboe, trompet, saxophone, clarinet, horn, fagot, serunai, dan sebagainya.

Komposisi ini dibuat dengan menggunakan media ansambel yang penulis rasa bisa mewakili isi suasana dan karakter dari cerita. Ansambel dalam kompsisi ini terdiri dari beberapa instrumen antara lain:

a) Biola

Biola atau violin termasuk dalam instrumen musik kordofon. Biola memiliki empat senar (G-D-A-E) yang ditala berbeda satu sama lain dengan interval sempurna kelima. Diantara keluarga biola, yaitu dengan biola alto, cello, dan double bass atau kontra bass, biola memiliki nada yang tertinggi.22

Gambar 2.4 Instrumen Biola (Violin)

22Deskripsi Biola, diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Biola, pada Selasa, 30 April 2014, pkl. 18.00 WIB.


(13)

20

b) Biola Alto

Biola alto atau viola adalah instrumen musik kordofon. Bentuknya lebih besar dari pada biola namun suaranya lebih rendah dari biola. Sejak abad ke-18 biola alto menjadi suara tengah dalam keluarga biola, diantara biola dan cello. Biola alto empat senar normalnya di-tunning dalam C3-G3-D4-A4.23

Gambar 2.5 Instrumen Biola Alto (Viola) c) Violoncello

Violoncello, yang hampir selalu disingkat menjadi cello termasuk dalam anggota dari keluarga biola dan merupakan instrumen kordofon. Ukuran cello lebih besar dari pada biola atau biola alto

,

namun lebih kecil daripada bass. Seperti anggota-anggota lainnya dari keluarga biola, cello mempunyai empat dawai. Dawai-dawainya biasanya ditala pada nada A3, D3, G2, dan C2. Cello mirip seperti biola alto namun satu oktaf lebih rendah, dan satu seperlima oktaf lebih rendah daripada biola. Ia dimainkan dalam posisi berdiri di

23Deskripsi Viola, diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Viola, pada Selasa, 30 April 2014, pkl. 18.20 WIB.


(14)

21

antara kedua kaki si pemusik yang duduk, dan ditegakkan pada sepotong metal yang disebut endpin.24

Gambar 2.6 Instrumen Cello (Violoncello) d) Gitar Bass Elektrik

Gitar bass elektrik termasuk dalam alat musik

berdawai (kordofon) yang menggunakan sinyal elektrik untuk memperbesar suaranya. Gitar bass elektrik empat senar biasanya ditalakan ke nada "G-D-A-E". Sedangkan gitar bass elektrik dengan lima senar biasanya ditalakan ke nada "G-D-A-E-B". Penalaan di atas diurutkan berdasarkan nomor senar (senar 1, senar 2, dan seterusnya), di mana senar 1 adalah senar terbawah dari gitar bass.25

24 Deskripsi Violoncello, diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Cello, pada Selasa 30 April 2014, Pkl. 18.00 WIB.

25 Deskripsi Gitar Bass, diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gitar_bass, pada Selasa 30 April 2014, pkl. 19.00 WIB.


(15)

22

Gambar 2.7 Instrumen Gitar Bass e) Tahuri

Pada Tahun 1960-an pemerintah Indonesia mendirikan Fakultas Oceanografi di desa Poka pulau Ambon. Pendirian fakultas tersebut ditujukan untuk lebih mengarahkan perhatian dan orientasi manusia Indonesia di Maluku menuju kelaut sesuai dengan kondisi alam fisiknya.26 Orientasi tersebut mendorong para budayawan di daerah ini untuk mencoba menggarap dan menciptakan alat musik yang berasal dari bahan baku sumber daya laut.

Pada tahun 1962, Letkol G. Latumahina menjabat sebagai Wakil Gubernur daerah tingkat I Provinsi Maluku. Beliau adalah seorang militer dan juga seorang budayawan. Beliau adalah

tokoh pencetus yang mempunyai andil besar dalam

pengembangan musik tahuri (kulit bia/siput) di Maluku saat itu.

26Deskripsi Musik Kulit Bia ( Ambon: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993-1994), 7.


(16)

23

Kulit siput yang digunakan dalam komposisi ini dikenal oleh masayarakat lokal dengan nama Tahuri. Tahuri adalah semacam alat tiup yang digunakan dalam kehidupan adat istiadat. Tahuri ini dibunyikan dalam rangka mengundang kehadiran arwah nenek moyang dalam pelaksanaan satu upacara adat. 27.

Gambar 2.8 Tahuri f) Piano

Nama instrumen piano berasal dari kata pianoforte atau fortepiano, dari klavir yang dikembangkan dari instrumen tradisional bangsa Timur Tengah, dibawa ke Eropa oleh bangsa Moor pada abad ke-13, dan waktu itu masih dimainkan dengan menggunakan dua batang alat pukul-lazim disebut dulcimer, hakkebord atau simbal.28

Gambar 2.9 Instrumen Piano

27 Deskripsi Musik Kulit Bia..., 11.


(17)

24

g) Perkusi

Perkusi termasuk alat musik yang menghasilkan musik dengan cara dipukul atau diguncang. Alat musik pukul antara lain bass drum, kattle drum glockenspiel, snare drum, celesta, xylophone, triangle, tambourin, cymbal dan lain- lain. Dalam sebuah orkestra, alat musik ini dianggap sebagai pemasok energi yang menitikberatkan pada ritme, memberi tambahan bunyi yang berkesan besar, menghasilkan kegembiraan pada saat klimaks, dan memberi efek ceburan kedalam warna sebuah orkestra.29 Pada abad ke-20 instrumen musik perkusi mulai sering digunakan dalam pertunjukkan musik-musik klasik.

Banyaknya ragam jenis instrumen perkusi sehingga tidak jarang ditemukan ansambel musik besar dengan keseluruhan instrumen yang dimainkan oleh instrumen perkusi. Ritme, melodi, dan harmoni semua muncul dan hidup dalam penampilan tersebut, dan seringkali merupakan pertunjukan yang menarik.

Gambar 2.10 Instrumen perkusi dari kiri ke kanan (a) Floor Tom, (b) Snare dan (c) Cymbal

29 Muhammad Syafiq, Ensiklopedia Musik Klasik (Yogyakarta: Adi Cipta Karya Nusa, 2003), 233.

(a) (b)


(18)

25

h) Flute

Dalam perkembangan sejarahnya, flute atau seruling di kategorikan sebagai salah satu alat musik tertua. Flute termasuk dalam alat musik yang populer pada musik jaman pertengahan. Musik abad pertengahan dimulai dari jatuhnya kerajaan Romawi dan berakhir di sekitar pertengahan abad ke 15. Pada zaman moderen flute terbuat dari perak atau jenis logam yang lain, pada era pertengahan bahan yang digunakan untuk membuat flute adalah kayu. Demikianlah alasan mengapa flute dikategorikan sebagai alat musik woodwind. (Sejarah Musik Klasik, 2009). Alat ini memiliki wilayah nada yang cukup luas, mulai dari nada C sampai C4.30

Gambar 2.11Instrumen Flute i) Paduan Suara

Paduan suara adalah terjemahan dari bahasa Belanda Koor atau Choir dalam bahasa Inggris. Paduan suara terbagi atas: 1) kor pria, terdiri dari tenor dan bass; 2) kor wanita, terdiri dari


(19)

26

sopran dan alto; 3) kor campuran, terdiri dari SATB (sopran, alto, tenor dan bass); 4) kor anak.31

Suara sopran merupakan jenis suara tertinggi dan umumnya dimiliki oleh wanita. Jarak suara sopran berkisar antara C4 hingga G5. Suara alto dimiliki oleh wanita dengan suara rendah. Jarak suara alto berkisar antara nada G3 sampai E5. Suara tenor merupakan suara tinggi yang dimiliki pria. Jangkauan nada tenor berkisar antara C3 hingga A4. Suara bass merupakan suara rendah yang dimiliki penyanyi pria. Jangkauan nadanya berkisar antara E2 hingga A4.32

H. Cerita Perang Pattimura: Penyerbuan Benteng Duurstede

Pagi subuh, 16 Mei 1817, matahari mulai memancarkan cahaya di ufuk timur Indonesia. Saat itu, terdengar suara tifa dan tahuri dibunyikan dari kejauhan untuk memanggil pasukan pattimura. Mereka mulai berdatangan dan mengepung benteng Duurstede yang berisikan Residen Van Den Berg, pasukan Belanda, serta penghuni lainnya. Di depan benteng, berdiri dengan gagah Thomas Matulessy yang dijuluki Kapitan Pattimura. Lelaki berusia tiga puluh empat tahun, berbadan tinggi dan tegap, warna kulit dan rambutnya hitam, parasnya menggambarkan dia adalah orang Maluku. Pasukan rakyat menyambutnya dengan sorak sorai, teriak-teriakan yang menggetarkan udara. Teriakan pada pagi itu mulai menyadarkan dan mengejutkan penghuni benteng.

31 Japi Tambayong, Ensiklopedia Musik 1 A-L (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1992), 299.

32www.bimbingan.org/jenis-jenis-suara-vocal-dalam-paduan-suara.htm, diunduh pada


(20)

27

Menyadari banyaknya pasukan rakyat yang berdatangan, Residen serta penghuninya menjadi panik dan tidak berani keluar dari benteng. Kondisi di dalam benteng pun tiba-tiba menjadi suram karena situasi diluar benteng yang semakin memanas dengan adanya keberadaaan pasukan Pattimura.

Persiapan dilakukan sejak pagi itu oleh pasukan Pattimura, suara-suara panggilan oleh pemimpin persiapan untuk bersiap telah mengudara. Nyanyian-nyanyian tentang negeri telah di dendangkan untuk menyemangati, parang-parang dan tombak juga salawaku dikumpulkan dan diasah, tidak terasa telah siang hari. Setelah selesai dengan persiapan, Pattimura mengajak pasukannya untuk berdoa. Ia dan pasukannya berdoa memohon pertolongan Tuhan, atas perjuangan yang akan mereka lakukan.

Hari semakin siang dan keadaan semakin tegang, panas dan genting. Pasukan Pattimura mulai mendekati benteng Duurstede untuk melakukan penyerangan. Residen Van Den Berg yang mungkin oleh karena bingung, tidak ingat lagi untuk meletuskan meriam-meriam yang ada di benteng itu, dan mulai putus asa. Ia mulai sadar, bahwa perlawanan terhadap pasukan yang dibantu oleh rakyat adalah sia-sia. Karena itu ia bersama-sama dengan prajurit Belanda mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Tetapi Pattimura telah mengetahui taktik licik Belanda, sebab sehari sebelumnya Belanda sudah mengirimkan berita ke Ambon tentang peristiwa yang terjadi dan meminta bantuan. Rakyat juga sudah kenyang dengan tipu muslihat penjajah dan tidak menghiraukan bendera putih tersebut. Karena merasa bendera putih ini tidak


(21)

28

dihiraukan, Residen Van Den Bergh kembali menurunkan bendera tersebut.

Jam tiga siang pasukan pattimura sudah mengepung benteng, sebagian menggunakan bedil, dan sebagian menggunakan parang (pedang) juga salawaku (tameng) dan menunggu perintah menyerang. Komando pun diberikan “serang! serbu!” Bedil dicetuskan, cakalele (tarian perang maluku) disertai teriakan-teriakan yang mendirikan bulu roma membelah angkasa. Pasukan Belanda menyambut dengan tembakan yang gencar. Meriam-meriam memuntahkan peluru yang menyebarkan maut dikalangan penyerbu sampai beberapa serangan pasukan Pattimura dipukul balik. Tapi akhirnya kemenangan datang ditangan pasukan Pattimura. Pasukan Pattimura menemukan keberadaan Van Den Bergh yang telah tertembak kakinya dan menyeret ke salah satu tiang dan Pattimura

memerintahkan pasukan untuk menembak mengakhiri

kelalimannya. Setelah itu Pasukan Pattimura bersorak sorai karena merasa bebas dari penjajahan.

Peperangan telah usai, pasukan Pattimura telah menang, namun meninggalkan banyak bekas bekas pada dinding Duurstede. Mayat-mayat dari kedua belah pihak menumpuk di sekitar benteng membawa suasana kegembiraan yang diliputi kesedihan.

Salah seorang anak Van Den Berg yang bernama Jean Lubert Van Den Berg ditemukan belum meninggal oleh Pieter Matheus Souhoka, dia dibawa menghadap Pattimura untuk mendengar keputusan mengenai nasib anak itu. Setelah anak itu dihadapkan, berkumpulah para Kapitan (Pemimpin Perang) dan para penasehat untuk


(22)

29

menentukan nasib anak itu. Pasukan mendesak agar dia dibunuh saja, tetapi Salomon Pattiwael, seorang tua anggota keluarga Patih Tiow, maju kedepan dan memohon agar anak itu jangan dibunuh, tetapi diserahkan kepadanya untuk dirawat dan dipelihara. Pattimura berpaling kepada para hadirin dan melihat anak itu dengan terharu. Pattimura memutuskan dan berkata” ini suatu tanda bahwa Tuhan tidak menghendaki anak ini dibunuh.” Salomon Patiwael ditugaskan oleh Pattimura untuk memelihara anak itu. Suatu episode yang berdarah telah berlalu, kemenangan telah didapatkan dengan pengorbanan baik lawan maupun kawan.

I. Rancangan Penyusunan Komposisi

Dalam tugas akhir ini penulis merancang komposisi dengan bentuk free form. Komposisi ini secara keseluruhan merupakan akulturasi musik etnik Maluku dan musik barat dengan bumbu harmoni moderen. Komposisi ini akan dibagi menjadi empat bagian (movement) yang masing-masing diangkat dari bagian-bagian penting pada isi cerita.

Bagian pertama berjudul “Kadatangan” (Kedatangan). Bagian komposisi ini menceritakan tentang kedatangan pasukan Pattimura dibenteng Duurstede. Penulis memaparkan situasi dan suasana yang terjadi pada saat itu. Penulis membagi menjadi tiga sub bagian yang menceritakan tentang suasana di pagi hari, kedatangan pasukan Pattimura dan kepanikan dalam benteng Duurstede.

Bagian kedua berjudul “Parsiapang Voor Baprang” (Persiapan untuk berperang). Bagian komposisi ini menceritakan tentang


(23)

30

persiapan yang dilakukan pasukan Pattimura setelah kedatangan dan dibagi menjadi dua sub bagian yaitu persiapan dan doa. Sub bagian persiapan adalah bagian dimana pasukan Pattimura mempersiapkan diri untuk melakukan peperangan. Sub bagian doa, menceritakan tentang Pattimura yang mengajak segenap pasukannya pada saat itu untuk melakukan doa sebelum berperang.

Bagian ketiga berjudul “Panyerbuan” (Penyerbuan). Suasana penyerbuan digambarkan pada bagian ketiga dari komposisi ini. Bagian ini dibagi menjadi lima sub bagian, sub bagian pertama adalah mendekati benteng. Bercerita tentang pasukan Pattimura yang perlahan-lahan mendekati benteng untuk melakukan penyerangan. Sub bagian kedua adalah bendera putih, menceritakan dimana Residen Van den Berg menaikan bendera putih sebagai tanda menyerah dan tidak diperdulikan oleh pasukan Pattimura. Sub bagian ketiga adalah serbu yang menceritakan tentang penyerbuan pasukan Pattimura kepada pasukan Belanda. Sub bagian keempat adalah kematian Residen Van den Berg menceritakan tentang kematiannya. Sub bagian kelima adalah kemenangan menceritakan tentang suasana kemenangan yang dirasakan pasukan Pattimura.

Bagian keempat berjudul “Kaputusang, Kahidopang deng Kamenangan” (Keputusan, Kehidupan dan Kemenangan). Bagian komposisi ini merupakan penggambaran suasana yang terjadi setelah penyerbuan benteng Duurstede, dibagi atas empat sub bagian yaitu suasana setelah peperangan, bayi yang ditemukan, bayi yang diselamatkan dan Penutup. Sebagian besar bagian komposisi ini adalah interpretasi penulis terhadap situasi dan suasana yang


(24)

31

dirasakan oleh pasukan Pattimura setelah peperangan. Penulis ingin menggambarkan perasaan pasukan Pattimura yang diliputi rasa bahagia setelah memenangkan pertempuran ini. Dalam bagian ini juga diceritakan bagaimana pasukan Pattimura menemukan bayi dari Residen Van Den Berg, yang pada akhirnya diputuskan untuk tetap hidup oleh Pattimura.


(1)

26

sopran dan alto; 3) kor campuran, terdiri dari SATB (sopran, alto, tenor dan bass); 4) kor anak.31

Suara sopran merupakan jenis suara tertinggi dan umumnya dimiliki oleh wanita. Jarak suara sopran berkisar antara C4 hingga G5. Suara alto dimiliki oleh wanita dengan suara rendah. Jarak suara alto berkisar antara nada G3 sampai E5. Suara tenor merupakan suara tinggi yang dimiliki pria. Jangkauan nada tenor berkisar antara C3 hingga A4. Suara bass merupakan suara rendah yang dimiliki penyanyi pria. Jangkauan nadanya berkisar antara E2 hingga A4.32

H. Cerita Perang Pattimura: Penyerbuan Benteng Duurstede

Pagi subuh, 16 Mei 1817, matahari mulai memancarkan cahaya di ufuk timur Indonesia. Saat itu, terdengar suara tifa dan tahuri dibunyikan dari kejauhan untuk memanggil pasukan pattimura. Mereka mulai berdatangan dan mengepung benteng Duurstede yang berisikan Residen Van Den Berg, pasukan Belanda, serta penghuni lainnya. Di depan benteng, berdiri dengan gagah Thomas Matulessy yang dijuluki Kapitan Pattimura. Lelaki berusia tiga puluh empat tahun, berbadan tinggi dan tegap, warna kulit dan rambutnya hitam, parasnya menggambarkan dia adalah orang Maluku. Pasukan rakyat menyambutnya dengan sorak sorai, teriak-teriakan yang menggetarkan udara. Teriakan pada pagi itu mulai menyadarkan dan mengejutkan penghuni benteng.

31 Japi Tambayong, Ensiklopedia Musik 1 A-L (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1992), 299. 32www.bimbingan.org/jenis-jenis-suara-vocal-dalam-paduan-suara.htm, diunduh pada 12 Mei 2014, Pkl. 15.00 WIB.


(2)

27

Menyadari banyaknya pasukan rakyat yang berdatangan, Residen serta penghuninya menjadi panik dan tidak berani keluar dari benteng. Kondisi di dalam benteng pun tiba-tiba menjadi suram karena situasi diluar benteng yang semakin memanas dengan adanya keberadaaan pasukan Pattimura.

Persiapan dilakukan sejak pagi itu oleh pasukan Pattimura, suara-suara panggilan oleh pemimpin persiapan untuk bersiap telah mengudara. Nyanyian-nyanyian tentang negeri telah di dendangkan untuk menyemangati, parang-parang dan tombak juga salawaku dikumpulkan dan diasah, tidak terasa telah siang hari. Setelah selesai dengan persiapan, Pattimura mengajak pasukannya untuk berdoa. Ia dan pasukannya berdoa memohon pertolongan Tuhan, atas perjuangan yang akan mereka lakukan.

Hari semakin siang dan keadaan semakin tegang, panas dan genting. Pasukan Pattimura mulai mendekati benteng Duurstede untuk melakukan penyerangan. Residen Van Den Berg yang mungkin oleh karena bingung, tidak ingat lagi untuk meletuskan meriam-meriam yang ada di benteng itu, dan mulai putus asa. Ia mulai sadar, bahwa perlawanan terhadap pasukan yang dibantu oleh rakyat adalah sia-sia. Karena itu ia bersama-sama dengan prajurit Belanda mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Tetapi Pattimura telah mengetahui taktik licik Belanda, sebab sehari sebelumnya Belanda sudah mengirimkan berita ke Ambon tentang peristiwa yang terjadi dan meminta bantuan. Rakyat juga sudah kenyang dengan tipu muslihat penjajah dan tidak menghiraukan bendera putih tersebut. Karena merasa bendera putih ini tidak


(3)

28

dihiraukan, Residen Van Den Bergh kembali menurunkan bendera tersebut.

Jam tiga siang pasukan pattimura sudah mengepung benteng, sebagian menggunakan bedil, dan sebagian menggunakan parang (pedang) juga salawaku (tameng) dan menunggu perintah menyerang. Komando pun diberikan “serang! serbu!” Bedil dicetuskan, cakalele (tarian perang maluku) disertai teriakan-teriakan yang mendirikan bulu roma membelah angkasa. Pasukan Belanda menyambut dengan tembakan yang gencar. Meriam-meriam memuntahkan peluru yang menyebarkan maut dikalangan penyerbu sampai beberapa serangan pasukan Pattimura dipukul balik. Tapi akhirnya kemenangan datang ditangan pasukan Pattimura. Pasukan Pattimura menemukan keberadaan Van Den Bergh yang telah tertembak kakinya dan menyeret ke salah satu tiang dan Pattimura memerintahkan pasukan untuk menembak mengakhiri kelalimannya. Setelah itu Pasukan Pattimura bersorak sorai karena merasa bebas dari penjajahan.

Peperangan telah usai, pasukan Pattimura telah menang, namun meninggalkan banyak bekas bekas pada dinding Duurstede. Mayat-mayat dari kedua belah pihak menumpuk di sekitar benteng membawa suasana kegembiraan yang diliputi kesedihan.

Salah seorang anak Van Den Berg yang bernama Jean Lubert Van Den Berg ditemukan belum meninggal oleh Pieter Matheus Souhoka, dia dibawa menghadap Pattimura untuk mendengar keputusan mengenai nasib anak itu. Setelah anak itu dihadapkan, berkumpulah para Kapitan (Pemimpin Perang) dan para penasehat untuk


(4)

29

menentukan nasib anak itu. Pasukan mendesak agar dia dibunuh saja, tetapi Salomon Pattiwael, seorang tua anggota keluarga Patih Tiow, maju kedepan dan memohon agar anak itu jangan dibunuh, tetapi diserahkan kepadanya untuk dirawat dan dipelihara. Pattimura berpaling kepada para hadirin dan melihat anak itu dengan terharu. Pattimura memutuskan dan berkata” ini suatu tanda bahwa Tuhan tidak menghendaki anak ini dibunuh.” Salomon Patiwael ditugaskan oleh Pattimura untuk memelihara anak itu. Suatu episode yang berdarah telah berlalu, kemenangan telah didapatkan dengan pengorbanan baik lawan maupun kawan.

I. Rancangan Penyusunan Komposisi

Dalam tugas akhir ini penulis merancang komposisi dengan bentuk free form. Komposisi ini secara keseluruhan merupakan akulturasi musik etnik Maluku dan musik barat dengan bumbu harmoni moderen. Komposisi ini akan dibagi menjadi empat bagian (movement) yang masing-masing diangkat dari bagian-bagian penting pada isi cerita.

Bagian pertama berjudul “Kadatangan” (Kedatangan). Bagian komposisi ini menceritakan tentang kedatangan pasukan Pattimura dibenteng Duurstede. Penulis memaparkan situasi dan suasana yang terjadi pada saat itu. Penulis membagi menjadi tiga sub bagian yang menceritakan tentang suasana di pagi hari, kedatangan pasukan Pattimura dan kepanikan dalam benteng Duurstede.

Bagian kedua berjudul “Parsiapang Voor Baprang” (Persiapan untuk berperang). Bagian komposisi ini menceritakan tentang


(5)

30

persiapan yang dilakukan pasukan Pattimura setelah kedatangan dan dibagi menjadi dua sub bagian yaitu persiapan dan doa. Sub bagian persiapan adalah bagian dimana pasukan Pattimura mempersiapkan diri untuk melakukan peperangan. Sub bagian doa, menceritakan tentang Pattimura yang mengajak segenap pasukannya pada saat itu untuk melakukan doa sebelum berperang.

Bagian ketiga berjudul “Panyerbuan” (Penyerbuan). Suasana penyerbuan digambarkan pada bagian ketiga dari komposisi ini. Bagian ini dibagi menjadi lima sub bagian, sub bagian pertama adalah mendekati benteng. Bercerita tentang pasukan Pattimura yang perlahan-lahan mendekati benteng untuk melakukan penyerangan. Sub bagian kedua adalah bendera putih, menceritakan dimana Residen Van den Berg menaikan bendera putih sebagai tanda menyerah dan tidak diperdulikan oleh pasukan Pattimura. Sub bagian ketiga adalah serbu yang menceritakan tentang penyerbuan pasukan Pattimura kepada pasukan Belanda. Sub bagian keempat adalah kematian Residen Van den Berg menceritakan tentang kematiannya. Sub bagian kelima adalah kemenangan menceritakan tentang suasana kemenangan yang dirasakan pasukan Pattimura.

Bagian keempat berjudul “Kaputusang, Kahidopang deng

Kamenangan” (Keputusan, Kehidupan dan Kemenangan). Bagian

komposisi ini merupakan penggambaran suasana yang terjadi setelah penyerbuan benteng Duurstede, dibagi atas empat sub bagian yaitu suasana setelah peperangan, bayi yang ditemukan, bayi yang diselamatkan dan Penutup. Sebagian besar bagian komposisi ini adalah interpretasi penulis terhadap situasi dan suasana yang


(6)

31

dirasakan oleh pasukan Pattimura setelah peperangan. Penulis ingin menggambarkan perasaan pasukan Pattimura yang diliputi rasa bahagia setelah memenangkan pertempuran ini. Dalam bagian ini juga diceritakan bagaimana pasukan Pattimura menemukan bayi dari Residen Van Den Berg, yang pada akhirnya diputuskan untuk tetap hidup oleh Pattimura.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik)

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik) T1 852008006 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik) T1 852008006 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik)

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik)

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik)

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perang Pattimura: penyerbuan Benteng Duurstede (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik)

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Disciple of God (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Gitar) T1 852011014 BAB II

1 19 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Disciple of God (Komposisi Musik Program untuk Ansambel Gitar) T1 852011003 BAB II

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Warna, Cerita, dan Kursi Tua: Sebuah Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik T1 852013004 BAB II

0 0 11