Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang D 902007007 BAB VI

Bab 6

Survival Strategy
Komunitas Miskin yang
Terpinggirkan

Survival Community
Survival Community yang dimaksud adalah komunitas yang
Survive. Community atau komunitas dapat berarti masyarakat
setempat, dalam hal ini Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang.
Di kalangan para asesor dan instruktur di UNNES, terutama yang
bertugas untuk prakondisi SM -3T (Sarjana M endidik di Daerah
Terdepan Terluar Tertinggal) Survival diartikan sebagai “Ketahanmalangan”.
Spencer (1820-1903) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah survival of the fittest, sebagai bentuk persaingan abadi
untuk bertahan dalam kehidupan. Hal itu ia tuangkan dalam bukunya
Principles.of Biology pada tahun 1864 sekitat 250 tahun yang telah
lalu. M enurut Spencer, hukum persaingan dalam bertahan hidup tak
hanya terjadi dalam dunia biologi, tetapi juga di dunia ekonomi.
Bahkan, Charles Darwin (dalam W eston, 1977) mengungkapkan
persaingan untuk terus hidup merupakan hukum besi seleksi sejarah
alam semesta dalam teori evolusinya.

Boleh dibilang kehidupan manusia dan alam merupakan hasil
pertarungan abadi. M ekanisme evolusi itu dikenal sebagai seleksi alam
atau natural selection (Scupin, and DeCourse, 1992).
Siapa yang menang, akan terus bertahan, sedang mereka yang
kalah, akan tersingkir dan tergilas oleh hukum besi sejarah kehidupan
111

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

umat manusia di dunia. Hukum besi alam dalam sejarah umat manusia:
survival of the fittest, diartikan sebagai hukum persaingan untuk terus
bertahan hidup (Light and Keller, 1982).

Survival Strategy
M enurut Suwartiningsih (2010: 74) survival strategy atau
strategi kebertahanan hidup dari makhluk hidup dilakukan secara
individual maupun secara kolektif, karena pada dasarnya makhluk
hidup adalah organisme yang bersifat individu dan sosial. M akhluk
hidup memiliki strategi untuk mempertahankan hidup. Dapat
ditambahkan bahwa manusia selain makhluk individu dan sosial adalah

makhluk ciptaan Tuhan sehingga memiliki juga modal spiritual.
Survival strategy atau strategi kebertahanan hidup dari
makhluk hidup dilakukan secara individu maupun secara kolektif,
karena pada dasarnya makhluk hidup adalah organisme yang bersifat
individu dan sosial. M akhluk hidup memiliki berbagai strategi untuk
bertahan hidup, sebagai contoh binatang landak agar dapat terhindar
dari pemangsa dengan strategi memekarkan bulu jarumnya. Lalu bagaimana dengan strategi bertahan hidup (survival strategy) manusia berstatus orang miskin yang tinggal di kuburan? Komunitas M akam
Gunung Brintik memiliki modal komunitas (Community Capital)
untuk survive dan memiliki strategi menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Pada penjelasan di bawah ini dijelaskan modal yang dimiliki
komunitas M akam Gunung Brintik dan strategi yang dilakukan untuk
kebertahanan hidup (survival strategy) komunitas baik secara individu
maupun sebagai komunitas di Gunung Brintik itu.
Strategi mengandung unsur cara dan tujuan. Strategi yang
digunakan untuk dapat berhasil mengatasi Kemalangan di Gunung
Brintik bernaung dibawah teori Pengembangan M asyarakat seperti
yang diuraikan oleh Jim Ife dan Frank Tesoriero. Ada temuan dalam
penelitian ini, holisme, pemberdayaan, mengatasi wacana-wacana yang
112


Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

merugikan, menghargai pengetahuan lokal, menghargai budaya lokal,
partisipasi, masuknya intervensi, menghargai sumberdaya lokal, menumbuhkan kesadaran (adaptasi/internalisasi nilai-nilai sosial), dan
Pemanfaatan M odal Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang,
sebagai bagian dari 26 komponen, prinsip-prinsip kebutuhan untuk
memungkinkan struktur dan proses agar berkembang secara organis
dari masyarakat itu sendiri (Ife and Tesoriero 2012: 495-546).
Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kuburan tempat
tinggalnya untuk pemenuhan papan tempat hidup. M ereka mampu
mengatasi berabagai kondisi ketidaknyamanan itu demi kebertahanan
hidup. Dengan katan lain, demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup,
mereka harus menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungan fisik
yang tidak bersahabat, dengan teriknya matahari, dan guyuran hujan,
yang dapat mengancam kesehatan tubuh mereka, dan akhirnya mereka
menjadi terbiasa dengan berbagai kondisi lingkungan fisik yang tidak
nyaman itu. Tidur di atas makam, dan beraktivitas di dalam makam.
Banyak kondisi yang mesti dipelihara dan dikembangkan oleh
suatu masyarakat agar ia tetap bertahan sebagai masyarakat. Semua

kondisi itu dapat dikelompokkan dalam tiga pokok sebagai berikut:
a. Adaptasi terhadap lingkungan eksternal, fisik dan manusiawi
Agar dapat bertahan, maka suatu kelompok manusia harus
memiliki (menciptakan) teknologi yang memadai sesuai keadaan
geografi, iklim, dan sebagainya untuk penyediaan pangan, sandang, dan
papan yang mencukupi kebutuhan anggota kelompok tersebut. Kecuali
itu, kelompok tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
jangka panjang mereka. Hal ini memerlukan pola pertahanan diri yang
mencakupi perlindungan diri dari kelompok manusia lain dan dari
lingkungan alam.
b. Adaptasi terhadap hakekat bio-sosial manusia
Suatu kelompok (masyarakat) juga tidak mungkin bertahan
apabila ia tidak berhasil memenuhi kebutuhan pribadi para anggotanya
dalam aspek bio-sosial (kebutuhan biologis yang hanya bisa diperoleh
melalui relasi dengan individu lain). Para ahli ilmu sosial belum
113

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

berhasil menyusun daftar kebutuhan tersebut, namun sudah ada

kesepakatan yang relatif mengenai macam kebutuhan pribadi yang
dimaksudkan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup: eks-presi
seksual, olah raga dan rekreasi untuk melepaskan ketegangan, dan
ekspresi emosional yang dikenali dengan kesenian (seni tari, seni lukis,
seni suara, seni musik, dan sebagainya).
c. Adaptasi terhadap kondisi kehidupan kolektif
Dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan bio-sosial
dapat dikatakan merupakan penyebab keinginan individu manusia
untuk hidup berkelompok. Tetapi setelah dia hidup bersama dengan
sesamanya, dia menghadapi masalah-masalah yang berada di luar
masalah pribadinya. Agar dia bisa tetap bertahan dalam kehidupan bersama dengan sesamanya itu, maka dia (sampai tahap tertentu) harus
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan perilakunya untuk menghindarkan terjadinya kekacauan dan kebingungan. Kemauan dan
kemampuan mengkoordinasikan dan mengintegrasikan perilaku inilah
yang dimaksud dengan adaptasi terhadap kondisi kehidupan kolektif.
Sebagai suatu komunitas, penghuni melakukan adaptasi dengan
saling menolong dalam mengatasi tekanan dan ancaman lingkungan
fisik agar mereka bersama-sama bisa memanfaatkan sumber ekonomi
yang tersedia di lingkungan fisik itu. Kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan fisik yang tidak bersahabat itu, termasuk pula memperlengkapi diri dengan peraltan (teknologi) seperti sepatu boot, sarung
tangan, ganco (alat pengais sampah), walaupun peralatan itu bukan

diciptakan oleh mereka sendiri melainkan membeli di pasar umum.
Penghuni makam memiliki spirit hidup sehingga membuat
mereka tetap bertahan hidup (survive) secara realita. Hidup dengan
hinaan yang mereka rasakan pada saat berada di luar komunitasnya
mereka tidak ambil pusing. Seperti yang diungkapkan pak Romadi
“… pedoman hidup saya, bahwa hidup ini terserah kepada
yang Kuasa dan wahyu dari yang kuasa. Spirit seperti itulah
yang membuat pemulung tidak kuatir hidup dan mau
menjalani hidup ini mengalir begitu saja...”.

114

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

Dengan adanya kebutuhan spiritual masing-masing tindakan
dari pemulung merupakan bagian yang tidak terpisahkan sebagai selsel yang kaku dan statis, tetapi merupakan lingkaran matrik yang saling
lentur dan saling mempengaruhi. Perpaduan dari keempat sub sistem
tersebut yang merupakan strategi bertahan sebuah masyrakat atau
komunitas dala hal ini adalah komunitas M akam Gunung Brintik.
Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa solidaritas menjadi

pengikat dalam hubungan masing-masing sub sistem untuk strategi
bertahan para penghuni dalam berkomunitas. Dengan tidak melakukan
intervensi urusan pribadi dan keluarga.
M anusia adalah komponen yang sangat penting di dalam proses
inovasi. M anusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan
keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. M enurut
Ancok (2007), ada tujuh komponen yang dimiliki manusia yakni:
modal intelektual, modal emosional, modal social, modal ketabahan,
modal moral, spiritual, dan modal kesehatan. Komponen tersebut sama
penting, namun sebelum melihat masing-masing kepentingan komponen tersebut berikut akan dijelaskan satu persatu komponen yang
ada pada manusia ini, yaitu:
M odal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk
menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan.
M anusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk mengelola
perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi,
hukum, dll) yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang tidak
beradaptasi pada perubahan yang super cepat ini akan dilanda
kesulitan. Ibaratnya sebuah perjalanan sebuah perahu, pada saat ini
sebuah organisasi tidak lagi berlayar di sungai yang tenang yang segala
sesuatunya bisa diprediksi dengan tepat. Kini sungai yang dilayari

adalah sebuah arung jeram yang ketidakpastian jalannya perahu
semakin tidak bias diprediksi karena begitu banyaknya rintangan yang
tidak terduga. Dalam kondisi yang ditandai oleh perubahan yang super
cepat manusia harus terus memperluas dan mempertajam pengetahuannya. Dan mengembangkan kreativitasnya untuk berinovasi.

115

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

M odal intelektual terletak pada kemauan untuk berfikir dan
kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru, maka modal
intelektual tidak selalu ditentukan oleh tingkat pendidikan formal yang
tinggi. Banyak orang tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi
tetapi dia seorang pemikir yang menghasilkan gagasan berkualitas.
M odal emosional dimana orang yang memiliki modal
emosional yang tinggi memiliki sikap positif di dalam menjalani
kehidupan. Dia memiliki pkiran positif (positive thinking) di dalam
menilai sebuah fenomena kehidupan betapapun buruknya fenomena
tersebut di mata orang lain. Khususnya di dalam menghadapi
perbedaan pendapat, orang yang memiliki modal emosional yang baik

akan menyikapinya dengan positif, sehingga diperoleh manfaat yang
besar bagi pengembangan diri, atau pengembangan sebuah konsep.
Pada sebuah pohon, bila modal intelektual dilukiskan dengan bunga
dan buah, modal emosional sangat menentukan apakah modal
intelektual ini akan berkembang atau terhambat dilukiskan oleh batang
pohon yang kokoh.
M odal sosial yang dilukiskan dengan buah baru tumbuh bila
masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan,
orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan lainnya.
Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan
modal asing yang dilukiskan dengan dahan dan ranting. M akin banyak
dahan dan ranting akan makin besar kemungkinan buah yang akan
tumbuh. Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan
hubungan sosial (social networking) semakin tinggi nilai seseorang.
M odal ketabahan (Adversity Capital), yang konsepnya berasal
dari pandangan Stoltz (1997) dalam Ancok (2009), ketabahan adalah
modal untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi
ataukan kehidupan sebuah organisasi. Khususnya di saat menghadapi
kesulitan, atau problem yang belum terpecahkan hanya mereka yang
tabah yang akan berhasil menyelesaikannya. Demikian pula bila

sebuah perusahaan sedang dilanda kesulitan karena tantangan berat
yang dihadapinya karena kehadiran perubahan lingkungan yang
membuat cara kerja lama tidak lagi memadai. Sebagaimana modal
116

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

emosional, modal ketabahan apakah pohon akan tumbang atau tetap
berdiri kokoh.
M odal M oral atau Spiritual Capital yang akhir-akhir ini banyak
dibicarakan oleh para pakar. Salah satu buku yang dibicarakan modal
ini adalah M oral Inteligence: Enhancing Business Perfomarnce and
Leadership Success yang ditulis oleh Doug Lennick & Fred Kiel (2005),
dalam Ancok (2009). Kedua pakar ini menyusun alat pengukur M oral
Competency Inventory (inventori untuk mengukur kompetensi moral).
Ada empat komponen modal moral yang membuat seseorang memiliki
kecerdasan moral yang tinggi yakni Integritas (integrity), tanggung
jawab (responsibility), penyayang (capassionate), dan pemaaf
(forgiveness).
M odal spiritual adalah istilah yang dipopulerkan oleh Zohar

dan M arshall (2005). Kedua kata ini menjadi konsep yang
dikembangkan olehnya dan suaminya, Ian M arshall. Awal mulanya ia
menemukan konsep ini saat ia digerakkan oleh sebuah ketakutan pada
dunia yang bergerak disekitarnya. Ketika itu anaknya bertanya untuk
apa ia hidup di dunia, lalu pertanyaan kemanakah ia seharusnya
melanjutkan pendidikan kelak. Setelah berfikir lama, Zohar akhirnya
menemukan jawabannya. “Hidup manusia adalah untuk memberi arti
bagi manusia lain dan lingkungannya”, katanya. Pertanyaan sang anak
kemudian menamparnya lebih keras. Ia mengembalikan pertanyaan itu
kepada dirinya sendiri. “Saat itu saya merasa berada pada titik terendah
kehidupan”. Perilaku lingkungan dan budaya Barat menjerumuskannya
ke dalam depresi berat. “Saya menghadapi banyak penghianatan
personal, ketololan, kesembronoan, atau kekerasan yang dipaparkan
terus menerus sepanjang hari”, katanya. Saat ia berbicara dengan
banyak orang mengenai ciri-ciri kecerdasan manusia, semua orang
ingin tahu bagaimana kecerdasan itu bias digunakan untuk menggali
dan mendapatkan sebanyak mungkin uang. Semuanya telah diukur
dengan capital, atau uang.
Di mata Zohar, cara-cara seperti itu sudah salah kaprah.“Inilah
kapitalisme cara Barat, monster yang memangsa dirinya sendiri.” Zohar
berperan dalam bukunya dengan tegas: bahwa pola pikir kapitalisme
117

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

yang dirancang pada abad ke-18 itu akan membawa penghuni bumi
pada kehancuran total pada abad ini. Praktiknya antara lain menyebabkan kerusakan lingkungan, kemiskinan, penyakit, jurang kesenjangan sosial yang menganga, dan berbagai dampak serius lainnya.
Dampak itu termasuk keresahan sosial, ketiadaan kesetiaan dan
kepercayaan dalam hubungan-hubungan sosialisme, menguatnya
pandangan meliyankan (membedakan) orang lain, dan munculnya
kelompok eksklusif berdasarkan agama, etnis, dan golongan.
M odal spiritual didalamnya termasuk modal moral yang
menjadi landasan kedua modal itu adalah kekautan yang dimiliki
dengan mengeksplorasi makna, nila, dan tujuan terdalam pada diri
individu atau organisasi. Ia dibentuk oleh kecerdasan spiritual (SQ),
dibangun dengan mengeksplorasi secara spiritual pertanyaanpertanyaan seperti “untuk apa saya ada, apa tujuan hidup saya, apa
yang sebenarnya ingin saya capai”.
Pentingnya modal moral atau spiritual ini sama halnya dengan
akar pada pepohonan. Tanpa akar, sebuah pohon tidak akan dapat
hidup apalagi tumbuh. M odal moral menjadi semakin penting
peranannya karena upaya membangun manusia yang cerdas dengan IQ
tinggi dan manusia yang pandai mengelola emosinya dalam
berhubungan dengan lain tidaklah menghantarkan manusia pada
kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup adalah sebuah motivasi
yang kuat yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu kegiatan
yang berguna. Hidup yang berguna adalah hidup yang memberi makna
pada diri sendiri dan orang lain. Selain itu modal moral ini juga
memberikan perasaan hidup yang komplit. Inilah disebut oleh
Abraham Harold M aslow (1964) dengan ‘Peak Experience’ dalam buku
Religions, Values and Peak-experiences, perasaan yang muncul karena
kedekatan dengan sang Pencipta. Konsep yang demikian ini banyak
yang menyebutnya dengan istilah modal spiritual. Bagian dari hal yang
bersifat spiritual ini dalam bagian kegiatan manusia yang harus
ditingkatkan agar manusia menjadi manusia yang efektif.
Pada modal kesehatan, badan atau raga adalah wadah untuk
mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan yang tidak sehat
118

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal.
Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia
bias bekerja dan berfikir secara produktif. Covey (1989) dalam buku
yang sangat laris berjudul Seven Habits do Highly Effective People,
mengatakan bahwa kesehatan adalah bagian dari kehidupan yang harus
selalu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya sebagai pendukung manusia
yang efektif. Bila badan sedang sakit semua sistim tubuh kita menjadi
terganggu fungsinya, akibatnya kita jadi malas berfikir dan berbuat
(modal intelektual), dan seringkali emosi (modal emosional) kita
mudah terganggu kestabilannya, dan seringkali kita mudah menyerah
menghadapi tantangan hidup (modal ketabahan). Selain itu semangat
untuk berinteraksi dengan orang lain (modal sosial) dengan orang
lainpun menjadi berkurang. Jadi ada benarnya kata orang bijak “pada
badan yang sehat akan ada pikiran yang sehat”. W alaupun ada yang
mengkritik pernyataan itu, karena banyak orang gila yang badannya
sangat sehat tapi pikirannya kok sakit. Tapi menurut penulis
keseluruhan komponen itu saling berinteraksi satu dengan lain seperti
es teh jeruk nipis yang manis, sulit dipisahkan mana yang teh, mana
yang jeruk nipis, mana yang gula, dan mana yang air es.
Ada dua model untuk bertahan hidup, yaitu:
1. M odel kebertahanan hidup (survival) yang dicirikan dengan adanya
kecenderungan adanya usaha untuk suatu jaminan, kepercayaan diri
pada seseorang terhadap keberadaan tertinggi atau takdir ketika ada
pada posisi sulit.
2. M odel emansipasi yang memiliki ciri adanya kecenderungan untuk
memperbaiki posisi seseorang, dan adanya keinginan mengubah
posisi orang lain serta adanya kerjasama untuk saling mendukung.
Dengan kata lain bahwa strategi survival dapat dilihat dari sisi
internal dan eksternal. Dari sisi internal, strategi survival seseorang
dalam menghadapi berbagai kesulitan dipengaruhi oleh perilaku
yang dimiliki seseorang, seperti semangat (daya juang), keyakinan
kepada Tuhan, keberanian menghadapi resiko, inisiatif, dan
memiliki pandangan ke depan untuk memperoleh kehidupan yang
lebih baik. Dari sisi eksternal, strategi survival dipengaruhi oleh
119

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

solidaritas sosial tempat seseorang bertempat tinggal, seperti
semangat untuk saling membantu.
Pemberdayaan atau empowerment merupakan proses membangun dedikasi dan komitmen yang tinggi sehingga organisasi itu bisa
menjadi sangat efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya dengan mutu
yang tinggi. M elalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan,
masyarakat Gunung Brintik yang telah diberdayakan akan mempunyai
kemampuan yang memadai. Namun, kemampuan saja tidaklah cukup
karenanya harus dibarengi dengan motivasi sehingga mereka berbuat,
sementara sumber motivasi adalah karena adanya kebutuhankebutuhan yang ingin dipenuhi. (Khan, 2005).

M otivasi I ntrinsik pada M odel Pendampingan Belajar Komunitas
Gunung Brintik
Sore itu hari Kamis, 12 Februari 2009 sekitar pukul 14.00 W IB.
Para frater di W isma Sanjaya sedang bersiap-siap menuju tempat
kelompok siswa pendampingan masing-masing. Ada yang duduk
sambil membaca koran, ada yang bergerombol di luar berbincang
dengan sopir angkutan berwarna oranye yang dipanggil masuk W isma
Sanjaya, dan ada yang berbincang dengan para pendamping non-frater
untuk berbagi tugas dan tempat dampingan yang dituju. Romo Joko
berjalan berkeliling sambil melempar senyum kepada semua yang
berkumpul, seolah mengucapkan “selamat bertugas”.
Hari itu udara cerah, dan cenderung panas. Dapat dipastikan
bahwa daerah yang akan saya tuju yaitu Ngablak Baru tidak banjir.
Ngablak Baru masuk wilayah Tlogosari Kecamatan Pedurungan berbatasan dengan wilayah M uktiharjo Semarang bagian Timur. Dari
Jangli turun ke kota bawah kearah Johar, melalui Barito memasuki
daerah perkampungan bekas tambak “mblobos” (lewat terowongan
bawah jalan) melintas daerah jalan becek memasuki kawasan tambak
yang disebut Ngablak yang sering tergenang air bila banjir.

120

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

Sumber : Data Primer Tahun 2012

Gambar 6.1
Siswa Dampingan di Jalan Masuk Makam Gunung Brintik

Bangunan SD bantuan Pemerintah diantara M akam dan
kawasan Domenico Savio. Kehadiran Negara memberikan fasilitas
kepada Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang.

Sumber : Data Primer Tahun 2012

Gambar 6.2

Bangunan SD Bantuan Pemerintah di Antara Makam dan
Kawasan Domenico Savio

Tujuan dan Sasaran Kegiatan Pendampingan Kelompok Belajar
Tujuan kegiatan Pendampingan Belajar adalah 1) menumbuhkan kepribadian yang utuh pada anak yang didampingi sesuai dengan
tingkat perkembangan anak dengan prioritas penanaman nilai-nilai. 2)
melalui proses belajar yang benar, meningkatkan prestasi belajar.
121

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

M endampingi, menggembala, mengasuh, adalah istilah-istilah
paedagogis untuk mendidik tetapi tidak menggurui. Dalam menyediakan pendidikan untuk orang miskin yang terpinggirkan, cara
pendampingan dipilih untuk merangsang motivasi intrinsic seseorang
agar berdampak positif pada lahirnya needs for achievement, agar
seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, mengentaskan sendiri dirinya dari kemiskinan yang dideritanya.
Sasaran kegiatan Pendampingan Belajar adalah kelompok anakanak miskin dan tidak mampu yang terbentuk di berbagai tempat
dalam suatu kelompok belajar atau kelompok dampingan.

Peserta Kegiatan Pendampingan Belajar
Kelompok dampingan itu sangat dinamis, bisa bertambah atau
berkurang, demikian pula setiap tahun siswa bertambah dan berkurang
karena lulus sekolahnya dan tidak lagi mengikuti pendampingan, dan
kelompok itu tidak lagi ada pesertanya. Di akhir penelitian ini
dilakukan terdapat siswa sejumlah 672 orang pada 14 lokasi
dampingan). Jumlah penghuni dan jenis aktivitas serta jumlah siswa
dampingan pada masing-masing lokasi dampingan menunjukkan
keberagamannya. Keempatbelas lokasi tersebut kondisinya dapat
digambarkan seperti pada Tabel 6.1 berikut.
Tabel 6.1
Lokasi, Profesi Penduduk/Orang Tua Peserta Pendampingan, dan Jumlah
Siswa Tahun Pendampingan 2009
No
1

Lokasi
Karang Anyar L

2
3
4
5
6
7

Karang Anyar B
Sawah Besar.
Condro 1
Condro2
Condro 3
Ngablak Lama

122

Penduduk
buruh, tani, nelayan,
jasa
buruh, aneka jasa
Jualan, buruh, jasa
Buruh, tani, jualan
Buruh, tani, jasa
Buruh, tani, jasa
Jualan, jasa, buruh,
tani

KK
52

Siswa
59

21
38
34
16
54
92

28
43
41
19
56
98

Keterangan
Muktiharjo
Muktiharjo
Gayamsari
Muktiharjo
Muktiharjo
Muktiharjo
Tlogosari/
Pedurungan

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan
No
8

Lokasi
Ngablak Baru

Penduduk
Jualan, jasa, buruh,
tani
9
Gunung Brintik
Buruh, pegawai
Pegumpulderma, kios,
jualan, jasa /
serabutan
10 Deliksari
jualan, buruh, jasa
11 Kalialang
Pemulung, buruh, jasa
12 Bongsari
Kios, buruh, jasa
13 Sambiroto
Buruh, jualan, jasa
14 Condro Mukti
Buruh, jasa,
tani/tambak
Sumber : Data Primer Tahun 2009

KK
51

Siswa
52

31

34

69
76
28
29
24

72
83
32
31
29

Keterangan
Tlogosari/
Pedurungan
Semarang
Selatan

Gunungpati
Gunungpati
Smg.Barat
Tembalang
Muktiharjo /
Genuk

Dari Tabel 6.1 di atas nampak bahwa penduduk/ penghuni
daerah orang tua dampingan adalah para pekerja dari struktur sosial
lapisan bawah. Dari sisi geografis tempa tinggal mereka di sekitar
tambak, di dekat rel kereta api, dan di sekitar jalan tol, di balik jalan
raya, kecuali Bongsari, di kampung pinggiran pusat kota, dan Kalialang
serta Deliksari dekat dengan jalan menuju UNNES. Dalam catatan
frater pendamping angka angka itu dibulatkan ke atas berkaitan
dengan kesiapan pemberian makanan tambahan untuk setiap Kamis
kedua. Untuk tidak menjadikan alasan setiap Kamis kedua pesertanya
lebih banyak dari hari Kamis yang lain, di kemudian hari pemberian
PM TAS itu tidak selalu hari Kamis kedua.
Yang paling unik dari wilayah pendampingan itu adalah
Gunung Brintik di kawasan pekuburan di dekat Tugu M uda Semarang.
Di situ ada makam M bah Brintik. Ada rumah di dalam kuburan, dan
ada kuburan di dalam rumah. Aneka ragam penghuni di situ, ada
gelandangan, pengemis (pengumpul derma) berjualan, dan jasa
kebersihan makam, serta pengamen. Juga ada pegawai negeri dan
dosen. Di lembah bukit itu ada Yayasan Pangudi Luhur (yang didirikan
oleh para Bruder) yang mengelola SM P Dominico Savio. Yayasan
tersebut juga mendirikan Sekolah Dasar (SD Gunung Brintik) yang
melayani para pengumpul derma (pengemis) dan penduduk yang
tinggal di dalam kawasan kuburan itu.
123

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

Kata Romadi mantan Ketua RT di daerah W onosari Gang IV,
yang juga Dosen Unnes itu
“…Istri saya mengajar di TK situ…didirikan oleh Kelurahan”

W ilayah yang dikenal Bergota, Randusari itu sebagian besar
adalah Gereja, Kuburan, dan Rumah Sakit Dr.Karyadi. Diantara bukit(
kuburan) dan jalan protokol Dr.Sutomo itu ada kali Semarang. Di
pinggir jalan tepian kali itu terdapat sederetan kios penjual bunga yang
tertata rapi, juga beberapa warung/kios kecil yang melayani masyarakat
sekitarnya. Peserta pendampingan adalah putra putri mereka.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum resmi
pemerintah yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Kurikulum dari PS GARAM Semarang tidak tersedia.

Sumber: Data Primer Tahun 2010

Gambar 6.3
Observasi Internalisasi nilai-nilai, tatakrama/sopan santun

Kegiatan Pendampingan, Internalisasi nilai-nilai, tatakrama/
sopan santun ini langsung berdampak pada menurunnya jumlah
gelandangan dan pengemis anak-anak yang berpangkalan di depan
gereja di pinggiran Jl. Dr. Sutomo kawasan Tugu M uda Semarang.

124

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

Sumber : Data Primer Tahun 2010

Gambar 6.4
Pengamen di Samping Gereja Kalisari

Pendamping dan Unsur Pokok M odal Sosial
Ada dua jenis pendamping pada kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh Pelayan Sosial pada Komunitas M akam Gunung Brintik
di Semarang, yaitu pendamping frater dan pendamping non frater.
Pendamping non frater adalah para suster dan para relawan yaitu guru,
mahasiswa, atau siswa SM A untuk anak SD.
Unsur M odal Sosial terletak pada bagaimana kemampuan para
pelayan sosial di Gunung Brintik Semarang untuk bekerjasama
membangun suatu jaringan (bounding, bridging, dan linking) untuk
mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola
interrelasi yang timbal balik dan saling menguntungkan dan dibangun
di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai
sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut terlihat maksimal
karena didukung oleh semangat proaktif para pendamping baik para
pendamping frater maupun para pendamping non frater, membuat
jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip kerjasama dan saling percaya.
Partispasi dalam suatu jaringan pada M odal Sosial tidak
dibangun hanya oleh suatu individu, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam diri para pendamping untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. M odal Sosial
125

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

terlihat kuat bergantung pada kapasitas yang ada dalam PS GARAM
Semarang serta kelompok dampingan utuk membangun jaringannya.
Salah satu kunci keberhasilan membangun M odal Sosial terletak pula
pada kemampuan sekelompok relawan dalam PS GARAM dan para
aktivis dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial.
Pelayan Sosial selalu berhubungan sosial dengan para
pendamping yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling
berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary)
kesamaan (equality) kebebasan (freedom) dan keadaban (civility).
Kemampuan anggota-anggota kelompok/ masyarakat untuk selalu
menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang inergetis akan
sangat besar pengaruhnya dalam menenetukan kuat tidaknya modal
sosial suatu kelompok.
Jaringan hubungan sosial diwarnai oleh suatu tipologi khas
sejalan dengan karakteritstik dan orientasi pekerja sosial. Pada
kelompok sosial yang biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar
kesamaan garis keturunan (lineage), pengalaman-pengalaman sosial
turun temurun (repeated social experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ketuhanan (religious beliefs) cenderung memiliki
kohesifitas tinggi tetapi rentang jaringan maupun trust yang terbangun
sangat sempit. Sebaliknya pada kelompok yang dibangun atas dasar
kesamaan orientasi dan tujuan dan dengan ciri pengelolaan organisasi
yang lebih modern seperti para pendamping ini, memiliki tingkat
partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang
lebih luas. Pada tipologi kelompok yang disebut terakhir lebih banyak
menghadirkan dampak positif bagi baik kemajuan yayasan maupun
kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas.
Resiprocity dalam M odal Sosial yang digunakan oleh para
pekerja sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar
kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu
sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah ssesuatu yang dilakukan secara
resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu
kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism
(semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang
126

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

lain). Seseorang atau banyak orang dari suatu kelompok memiliki
semnagat membantu yang lain tanpa mengharapkan imbalan seketika.
Dalam konsep Islam semangat semacam ini disebut sebagai
keihkalasan. Semangat untuk membantu bagi keuntungan orang lain.
Imbalannya tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu.
Pada masyarakat dan pada kelompok-kelompok sosial yang terbentuk,
yang di dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan
suatu masyarakat yang memiliki tingkat M odal Sosial yang tinggi. Ini
akan juga terefleksikan dengan tingkat kepedualiaan sosial yang tinggi,
saling membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang
demikian, kemiskinan akan lebih memungkinkan dan kemungkinan
lebih mudah diatasi. Begitu juga berbagai problem sosial lainnya akan
dapat diminimalkan. Keuntungan lain masyarakat tersebut akan lebih
mudah membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik
mereka secara mengagumkan.
Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk
keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan
sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa
bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung paling
tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya
(Robert D Putnam, 2000). Dalam pandangan Fukuyama (2000) trust
adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang lain dan
memberikan kontribusi pada peningkatan M odal Sosial.
Berbagai tindakan kolektif yang diadasari atas rasa saling
mempercayai yang tinggi akan meningkatkan persitipasi masyarakat
dalamberbagai ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks
membangun kemajuan bersama. Kehancuran raa saling percaya dalam
masyarakat akan mengundang hadirnya berbagai problematic sosial
yang serius. M asyarakat yang kurang memiliki perasaa saling
mempercayai akan sulit menghindari berbagai situasi kerawanan sosial
dan ekonomi yang mengancam. Semangat kolektifitas tenggelam dan
parisipasi masyarakat untuk membangun bagi kepentingan kehidupan
yang lebih baik akan hilang. Lambat laun akan mendatangkan biaya
127

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

tinggi bagi pembangunan karena masyaraket cenderung bersikap apatis
dan hanya menunggu apa yang akan diberikan oleh pemerintah. Jika
rasa saling mempercayai telah luntur maka yang akan terjadi adalah
sikap-sikap yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku.
Kriminalitas akan meningkat, tindakan-tindakan destruktif dan anarkis
gampang mencuat, kekerasan dan kerusuhan massa akan cepat tersulut
dan masayrakat tersebut cenderung pasif, sendiri-sendiri dan pada
akhirnya muncul perasaan keterisolasian diri. Pada situasi yang disebut
terakhir ini masyarakat akan gampang terserang beragai penyakit
kejiwaan seperti kecemassan, putus asa dan kemungkinan melahirkan
tindakan-tindakan yang fatal bagi dirinya.
Trust dapat dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur yang ada pada masyarakat yang akan membentuk kekayaan M odal Sosial. Sedangkan Fukuyama (2000) meyakini
bahwa dimensi trust merupakan warna dari suatu sistem kesejahteraan
bangsa. Kemampuan berkompetisi akan tercipta dan dikondisikan oleh
satu karekteristik yang tumbuh di masyarakat yaitu trust.

Fasilitas Pendampingan Belajar
Transport untuk para pendamping tidak tersedia oleh Yayasan
PS Garam. Para pendamping iuran bersama untuk mencarter angkutan
ke lokasi dampingan yang saling berdekatan, sedangkan ke lokasi yang
berjauhan mereka berangkat sendiri, naik angkot, sepeda bersama
sepeda motor, ataupun berjalan kaki.
Buku untuk anak-anak sesuai dengan tingkatan kelasnya
masing-masing membawa sendiri, termasuk alat tulis. Kadang ada
dermawan yang membantu menyediakan alat tulis, atau buku
pelajaran. Pada saat penelitian ini dilakukan, ada anak memperoleh
buku cetakan Lembar Kerja Siswa untuk anak SM P kelas satu dan
Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk IPA SM P kelas satu.
Tempat belajar berada di rumah penduduk semi permanen
beralas tikar plastik, berdesakan bersama sekitar 52 anak. (Ada anak
128

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

balita dan dewasa yang tidak mengikuti dampingan ikut hadir). Ada
pendamping non frater, seorang Guru SM P sedang membantu
mengerjakan LKS IPS dan di sebelahnya sedang ada siswa yang
mengerjakan LKS IPA “ …sudut datang sama dengan sudut pantul …..”
suara pendamping yang terdengar oleh peneliti, sambil menunjuk pada
halaman buku lembar kerja siswa). “….kamu sudah sholat azar
belum?...”, tanya pendamping kepada satu anak SD yang datang
terlambat sambil membuat soal matematika untuk anak yang di
sekolahnya tidak ada PR. Dampak positif kegiatan ini adalah setiap ada
PR untuk hari Jumat dan Sabtu para siswa selalu dapat mengerjakannya
dengan baik.Untuk pendampingan di daerah Gunung Brintik dikatakan
oleh Kepala SD Pangudi Luhur Gunung Brintik sebagai “Les”.
Pendampingan oleh PS GARAM dilakukan di masyarakat.

Sumber : Data Primer Tahun 2010

Gambar 6.5
Diskusi Peneliti dengan Kepala SD PL Gunung Brintik

Sepenggal Kisah Para V oluntier
Seorang pendamping Non-frater yang akrab dipanggil M as
Danang memulai bercerita ketika ditanya penulis di perjalanan menuju
tempat dampingan.
“… Delapan tahun yang lalu nama itu (LSM PS GARAM
maksudnya) begitu asing bagiku. Tapi karena ajakan dari
beberapa temanku aku mencoba untuk melihat lebih dekat

129

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

yang sebenarnya dilakukan dalam kelompok kerja pelayanan
ini….”

Saat itu ia diminta untuk membantu sebagai juri lomba dalam
acara Kumpul Bocah yang diadakan di SM AN 1 Semarang. Kesannya
sangat menyenangkan, melihat anak-anak bergembira dengan segala
keunikan tingkahnya dan betapa pendamping mereka begitu sabar
menghadapinya.
“…Aku bertanya dalam hati sejak kapan mereka berteman,
karena kesan yang kutangkap keakraban mereka sungguh
seperti saudara….” Lanjut Danang sambil mengenang masa
lalu.

Setelah acara kumpul bocah tersebut, ia ikut bergabung dalam
kegiatan pendampingan. Saat itu ia ikut bergabung di pendampingan
Gunung Brintik yang letaknya berada di kampung W onosari yang
notabene mayoritas penduduk disana bermata pencarian pedagang
kecil, dan pemulung. Awalnya sulit, tapi setelah mengikuti cara temanteman pendamping dalam mendampingi mereka ia menjadi terbiasa
dan tidak kesulitan lagi menghadapi karakter anak yang bermacammacam dari usia belum sekolah hingga SM P.
Beberapa bulan kemudian ia mengikuti rekoleksi pendamping.
Di sana ia lebih jauh mengenal PS GARAM . Sejak saat itu ia mulai
menjadi pengurus di PS GARAM .
”… Semakin dalam terlibat disana, banyak sekali pelajaran
ditemukan. Pelajaran pertama yaitu tentang apa itu
Pelayanan Sosial GARAM. Bermula dari beberapa pribadi
yang mempunyai keprihatinan yang sama pada kondisi kaum
miskin kota (urban poor), ...” lanjut Danang.

PS GARAM dengan modal niat untuk membantu mereka
dengan pemikiran, tenaga dan usaha mulai membentuk kelompok kerja
pelayanan yang ditetapkan di depan akta notaris pada tanggal 25
Januari 1993. Visi dan misi PS GARAM sangatlah sederhana. M ereka
ingin mengentaskan kemiskinan masyarakat termarginal di kota
130

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

Semarang dengan cara memberikan bantuan berupa usaha kerjasama,
membekali masyarakat tersebut dengan ketrampilan dan pendidikan
non formal bagi anak-anak mereka. Didirikannya kelompok-kelompok
belajar yang setiap seminggu sekali mereka dampingi di beberapa
daerah yang berbeda. Dengan berbekal diri mereka dan kerelaan
mereka untuk melayani, mereka meyisihkan sedikit uang saku mereka
untuk bisa mereka manfaatkan untuk terus berangkat ke tempat
pendampingan dan membantu kebutuhan anak-anak yang telah setia
menunggu kedatangan kami di sana. M emang tidak semua orang
tertarik untuk melakukan yang kami kerjakan. Jika diukur dengan
prinsip ekonomi kami rugi. Karena mereka telah membuang uang
mereka untuk orang lain. Tapi bagi mereka, ini merupakan sesuatu
yang mampu mendidik mereka melihat hal yang lebih esensi dalam
kehidupan. PS GARAM memilih daerah-daerah miskin karena disana
mereka merasa dapat memberi dari keterbatasan mereka untuk mereka
yang lain. M ereka dilayani pulalah yang membutuhkan perhatian lebih
agar kelak mereka dapat memperbaiki kehidupan mereka dimasa yang
akan datang. Hingga saat ini anak-anak menjadi prioritas subyek
sasaran PS GARAM, karena mereka sadar bahwa merekalah generasi
penerus bagi keluarga, masyarakat dan negara nantinya. Apabila dari
sekarang kita mempersiapkan mereka dengan pendidikan yang benar
baik itu pendidikan kognitif, atau pendidikan moral maka kelak kita
tidak perlu resah karena kita sudah membekali mereka dengan sesuatu
yang bernilai demi masa depan mereka.
Yang terlibat di dalam pendampingan ini mayoritas kaum muda
yang memang tergugah untuk bergabung bersama PS GARAM dalam
mendampingi anak-anak, tetapi juga ada beberapa kalangan seperti
para biarawan, biarawati, ibu rumah tangga dan juga tidak kalah
membantunya yaitu para donatur yang selalu membantu dengan
sukacita ketika kami hendak mengadakan kegiatan bagi anak-anak
dampingan mereka. Tujuan pendampingan yaitu mendampingi, membantu dan mendukung anak-anak dampingan mereka di dalam menghadapi masalah terdampingi, jadi kedekatan mereka terkadang sangat
akrab seperti saudara. Terdampingi lebih merasa nyaman menyampaikan masalah atau kesulitan mereka kepada pendamping dibanding
131

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

kepada orang tua mereka. Tujuan mereka selama ini belum bisa diukur
secara reliabel karena kondisi yang pendamping alami, ketika anak
yang didampingi beberapa tahun yang lalu berhasil berganti dengan
anak-anak baru dengan masalah baru mereka masing-masing. Hanya
masyarakat yang telah didampingilah yang dapat menilai apakah ia
telah berhasil dalam mendampingi anak-anak mereka.
Karena tempat pendampingannya berada di beberapa wilayah
dan dibagi lagi dalam beberapa kelompok, dengan pendamping yang
berbeda serta kebutuhan anak yang berbeda, maka bentuk kegiatan
yang dilakukan terkadang tidak sama. Ada yang diisi dengan belajar
bersama, ada yang diisi dengan bercerita, membaca, jalan-jalan
mengenal lingkungan, bermain dan masih banyak kegiatan lagi.
Setelah kegiatan yang dilakukan biasanya akan dilakuan sharing untuk
mengevaluasi apa yang telah diperbuat dan membahas segala kendala
yang dialami untuk mencari solusinya secara bersama.
”...Kesan yang saya peroleh selama pendampingan adalah
senang ketika bisa melihat anak-anak berkumpul untuk
melakukan kegiatan bersama. Apabila sudah cukup lama
tidak bisa hadir timbul kerinduan untuk bisa bersama
mereka. Pelajaran mengenai kehidupan pun saya dapatkan
ketika berinteraksi dengan mereka. Mereka sudah seperti
saudara bagi saya, meski kami hanya sebatas pendamping dan
anak dampingan tapi yang saya rasakan mereka adalah adikadik saya yang sangat saya banggakan...”

Ujar Danang dengan suara rendah melanjutkan ceritanya.
Untuk pendampingan dimasa mendatang, ia berharap segalanya dapat berjalan lebih baik, harapannya motivasi awal untuk
mendampingi janganlah pernah berubah, inginlah mendampingi
dengan niat tulus dan dari hati, bukan ingin dikenal orang, bukan ingin
mendapat keuntungan yang lain. Karena segala sesuatu yang dimulai
dari hati maka akan diusahakan dengan sebaik mungkin meskipun
besar tantangan yang akan dihadapi.
Di tempat dampingan yang selama ini ia dampingi, metode kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan rekan-rekan pendamping
132

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

lain. Ia mendampingi anak-anak untuk belajar menyelesaikan kesulitan
tugas ataupun pelajaran yang diberikan dari sekolah. Tetapi hal
tersebut tidak monoton sampai disitu. Ia juga me-ngadakan kegiatan
bermain, tebak-tebakan mengenai pengetahuan umum, jalan-jalan
bersama, kunjungan ke rumah teman (anak dampingan), lomba dan
juga pemberian makanan tambahan untuk peningkatan gizi anak-anak
yang diberikan tiap bulannya.
Saat ini masih terdapat 13 kelompok pendampingan, di daerah
M uktiharjo ada delapan yaitu Ngablak Lama, Ngablak Baru, Condro 1,
Condro 2, Condro 3, Karanganyar Lama, Karanganyar Baru dan Sawah
Besar. Sedangkan daerah lain yaitu di Kalialang, Deliksari, Gunung
Brintik, Sambiroto dan Bongsari di Susteran Paseban.
Selain pendampingan program yang sudah dilakukan yaitu
pemberian beasiswa bagi anak-anak dampingan yang dari keluarga
yang terhimpit perkonomiannya. Dana beasiswa pada awalnya dulu
dalah hasil pengumpulan uang para pendamping dari sedikit, selain itu
juga dari para donatur. Saat ini Garam dapat bekerjasama dengan
Yayasan Toyota Astra untuk memberikan bantuan bagi 100 anak yang
membutuhkan. Selain itu juga kegiatan tahunan yaitu mengadakan
Kumpul Bocah setiap tahunnya.
Kumpul Bocah diadakan untuk mengumpulkan seluruh anakanak dampingan yang PS GARAM dampingi dalam sebuah kegiatan
sehari yang dimana anak-anak diajak bergembira bersama atas
keberhasilan mereka ketika naik kelas. Kegiatan inilah yang paling
ditunggu anak-anak dampingan. M ereka sadar bahwa belum tentu
mereka dapat berekreasi bersama keluarga mereka. Dengan memungut
sedikit biaya mereka mengajak anak-anak bergembira bersama. Hal ini
dilakukan untuk mendidik anak-anak berusaha dahulu sebelum
mendapatkan kesenangan atau kegembiraan.
M enurut M aria Dewi Istyowati, Sekretaris II PS GARAM,
Semarang, Senin 30 M aret 2009 di W isma Sanjaya sekitar pukul 14.00,
sebelum berangkat ke tempat dampingan mengatakan,

133

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

”...PS GARAM didukung penuh oleh pihak keuskupan
(maksudnya Keuskupan Agung Semarang) sebagai payung PS
GARAM. Kegiatan-kegiatan kami di- support sehingga
kamipun merasa bahwa kami ada karena dukungan banyak
pihak. Semakin melajunya era globalisasi ini PS GARAM
diharapkan dapat terus hidup, meskipun semakin sedikit
yang bisa bertahan dan mau terlibat di dalamnya.W alaupun
harus terseok untuk merealisasikan program kerja, saya yakin
PS GARAM masih bisa terus hidup dan berjuang bersama
masyarakat kecil. Harapan saya masih ada generasi-generasai
penerus untuk PS GARAM sehingga dapat terus melayani
hingga terwujudnya kehidupan damai sejahtera bagi seluruh
masyarakat”.

Seperti yang diceritakan pula oleh M as Danang,
“…Saya ikut kelompok belajar ini sudah 9 tahun. Saya ikut
pertamakali waktu masih sekolah, waktu itu kelas 2
SMA.Pada saat diadakan rekoleksi tentang kepekaan sosial,
saya diajak teman untuk ikut dalam kegiatan pendampingan.
Muncul di benak saya pendampingan itu apa? Kemudian ada
teman saya yang bilang bahwa pendampingan itu adalah
mendampingi adik-adik dalam belajar. …apa mampu aku
mendampingi mereka?...Sejalan dengan waktu sayapun dapat
menyesuaikan dengan mereka, dan saya terpacu untuk ikut
belajar, karena saya malu jika ditanya adik-adik yang nota
bene masih masih SD dan waktu itu saya masih SMA. Saya
tak mau kalah dan membuat adik-adik kecewa karena
pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Pada waktu itu saya
ikut dampingan belajar di daerah Gunung Brintik (Kalisari)
dekat dengan Tugu Muda. Saya menglami kebingungan
karena tidak ada buku pegangan atau buku panduan bagi
pendamping. Kakak pendamping yang dahulupun tidak
memiliki buku pegangan pendampingan itu. Untuk itu kita
dituntut kreatif dalam menyiapkan materi pendampingan.
Sejalan dengan perkembangan waktu saya mulai mengenal
kelompok belajar yang lain yang ada di daerah Muktiharjo
(Kaligawe), Deliksari, Kalialang (daerah Sampangan) masingmasing tempat pendampingan memilki cirri yang berbeda,
sehingga itu menjadi ciri khas tiap-tiap pendampingan.
Untuk saat ini saya mendampingi di daerah Kalialang.
Daerah ini terkenal dengan daerah tanah gerak , karena dulu
banyak ruhah yang bergeser akibat dari tanahnya yang

134

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

bergerak. Selama saya pendampingan banyak hal yang
menarik yang membuat saya berkesan yaitu semangat untuk
belajar . Para orang tua sangat mendukung kegiatan belajar .
Orang tua mereka banyak yang tidak dapat membaca dan
menulis. Hal itu membuat orang tua mereka berterimakasih
karena telah ada orang lain yang peduli terhadap anak
mereka. Orang tua mereka sadar bahwa pendidikan ini
sangat penting bagi perkembangan anak-anaknya di masa
yang akan datang.Saya dan teman pendamping yang lain juga
berusaha mencari dana untuk beasiswa bagi adik dampingan
yang membutuhkan , juga rutin dalam pemberian gizi
tambahan dengan dana yang diperoleh dari donator. ….Ada
pengalaman menarik selama ikut dampingan , waktu itu ada
seorang adik dampingan....di tempat itu banyak anak yang
ditanya oleh guru yang heran , karena setiap hari Jumat dan
Sabtu tugas yang diberikan dapat dikerjakan dengak baik.
Hal itu yang membuat saya menjadi bersemangat dalam
mendampingi mereka. Karena adik-adik bersemangat kami
para pendamping semakin giat dalam mendampingi adikadik.“ (Danang, Pendamping Non Frater, Semarang, 13
Februari 2009)”.

Pengembangan Bakat/M inat
Di tempat kegiatan pendampingan M uktiharjo terdapat
pengembangan bakat/minat
peserta dampingan. Pada saat
pendampingan sedang berlangsung, ada anak yang bernyanyi. Ketika
yang lain sedang mengejakan PR matematika yang membutuhkan
ketenangan anak ini (bernama Cahya) mengerjakan PR sambil
bernyanyi. Pada umumnya di dalam pengajaran klasikal anak lain
dilarang membuat kegaduhan supaya tidak mengganggu yang lain.
Tetapi pada model pendampingan yang diterapkan oleh pendamping
dari PS GARAM ini berbeda. Pendamping mendekati anak lalu
bertanya “… kamu suka menyanyi?“ Dijawabnya“..suka..”.“…mau
berlatih menyanyi ?“tanya pendamping selanjutnya dengan senyum.
Dijawab Cahya“..mau”.
Kemudian pada saat Acara M isa Hari Ulang Tahun PS GARAM
ke-16. Cahya tampil menyanyi. Pada saat persiapan peneliti bertanya
“…siapa yang melatih”, dijawabnya,“…M as Kartono…” sambil
135

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

didampingi seorang
pendamping, organis, yang menanyakan
“…adakah temiti ?...”, sebuah pertanyaan yang mengandung usul
untuk merapikan pakaian untuk pentasnya. Hari itu adalah Ekaristi
(M isa atau Kebaktian) Hari Ulang Tahun PS GARAM ke-16 yang
dilaksanakan di halaman tengah Seminari TOR Sanjaya (W isma
Sanjaya), Jalan Jangli Semarang pada tanggal 27 Januari 2009. Pada
selebaran panduan untuk mengikuti M isa, gambar depan tertulis
“GIVE IT ALL” Tema pertemuan saat itu.
Ada dilampirkan selebaran undangan untuk M isa Pembukaan
Novena St. M aria Fatima bersama Bapa Uskup Mgr.Ign.Suharyo, Pr
Pada hari Jumat 13 Februari 2009 pukul 17.00 W IB bertempat di
Seminari TOR Sanjaya.
Ayah Cahya adalah seorang kuli di sebuah toko dan ibunya
seorang pembantu buruh cuci di sekitar kampungnya. Dalam perayaan
yang dimulai jam 17.00 itu setelah selesai M isa Syukur ditampilkan
seorang “Penyanyi Idola Cilik” satu di antara hasil kegiatan
pendampingan PS GARAM Semarang dari kelompok dampingan
Kelurahan M uktiharjo. Pada saat kegiatan Idola Cilik yang dilakukan
oleh sebuah televisi swasta itu orang tua Cahya diberangkatkan ke
Jakarta dengan naik pesawat terbang dan tinggal di hotel.

Sumber : Data Primer Tahun 2010

Gambar 6.6
Latihan Koor di SD Gunung Brintik

136

Bab 6. Survival Strategy Komunitas Miskin yang Terpinggirkan

Pendidikan dan upaya Linking Antar Lembaga
Pentingnya hubungan antara budaya dan pembangunan adalah
sifatnya yang menentukan bagi transfonnasi realitas. Seperti yang
ditulis oleh Julio Carranza Valdes1 (2002). Ia tidak mengklaim bahwa
ini dapat memberikan pertimbangan umum secara menyeluruh
berhubungan dengan tema ini. Temuan ini memberikan analisis
tentang hubungan antara budaya dan pembangunan selengkap
mungkin. Konsep tentang budaya dan pembangunan mungkin berarti
dua hal yang berbeda untuk membedakan para aktornya. Banyak faktor
mempengaruhi definisi tentang konsep, dan salah satu definisi historis
yang paling terkenal tentang ekonomi pembangunan adalah sebagai
rangkaian langkah-langkah yang mana melaluinya semua negara dan
wilayah tidak dapat abaikan. M elihat dari sudut pandang ini,
perbedaan antara negara yang telah berkembang dan belum
berkembang adalah bahwa negara yang telah berkembang telah Iebih
dabulu melewati petjalanan sejarah sementara negara-negara yang
belum berkembang mengikutinya. Pembangunan dipandang sebagai
model tunggal yang ditentukan