Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang D 902007007 BAB VII

Bab 7

Jejak Kasus Survival Strategy
Komunitas Miskin yang
Terpinggirkan

Kasus Pertama: M emutus Lingkaran Setan Kemiskinan
Komunitas M akam Gunung Brintik Semarang menghuni
kawasan pemakaman, bertempat di atas makam, atau mendirikan
bangunan di sela-sela kubur atau lahan yang belum atau tidak bisa
digunakan mengubur jenasah seperti misalnya di lereng kawasan itu.
Kawasan Gunung Brintik berada di pinggir Kali Semarang, di tepi Jalan
Dr. Sutomo. Area tersebut bersebelahan dengan makam Bergota
Semarang. Seiring perjalanan sejarah komunitas itu, ada sebagian
komunitas yang telah survive, dan berkembang, ada yang masih mirip
seperti permulaan kehidupan di kawasan makam Gunung Brintik, dan
ada pula yang sedang berkembang. Komunitas M akam Gunung Brintik
Semarang merupakan komunitas miskin yang terpinggirkan.
Seseorang yang miskin adalah seseorang yang memiliki rendah
asupan dan kekurangan nutrisi atau bahan pangan, tinggal di tempat
yang kondisinya memprihatinkan, serta kondisi kesehatan dan sanitasi

yang buruk. Orang miskin akan melahirkan kembali orang miskin.
Orang miskin memiliki sejumlah keterbatasan seperti keterbatasan
modal, keterbatasan pendapatan, dan keterbatasan ketrampilan.
M ereka ini berada pada semacam sebuah lingkaran setan. Tidak
berpendidikan, produktivitas rendah, akibatnya pendapatan rendah,
jadilah orang miskin, kekuatan atau kemampuan daya beli kecil,
kurang gizi, tempat tinggal di bawah standard kesehatan, lalu tidak
sehat, akibatnya tidak sekolah dan tidak berpendidikan, produktivitas
149

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

rendah pendapatan rendah, dan kembali miskin. Lingkaran kemiskinan seperti itu harus diputus.
Pembangunan kemampuan kebertahanan hidup, untuk survive,
berdasarkan sejarahnya, bisa belajar dari salah satu survival strategynya dunia intelligence yang disebut IM AO, singkatan dari Improvise,
M odify, Adapt dan Overcome. Strategi ini diajarkan kepada para calon
agen intelligence sebelum mereka diterjunkan di lapangan atau daerah
lawan. Sebagus apapun mereka digembleng dengan berbagai
pengetahuan dan latihan fisik di camp, dunia di luar sana bisa sangat
berbeda dengan medan teori dan latihan. Oleh karenanya untuk

mampu survive di medan yang bisa jadi sama sekali berbeda ini,
mereka harus mampu berimprovisasi, memodifikasi situasi, beradaptasi
dengan kondisi dan mengatasi (overcome) seluruh permasalahan yang
muncul sampai akhirnya dapat menguasai medan dan memenangkan
peperangan. (Improvise, M odify, Adapt, Overcome|Redstate
archive.redstate.com/story/2005/2/27/18-3947/135: Feb 27, 2005 Improvise, M odify, Adapt, Overcome... to those being interviewed by
the W ashington Post the Central Intelligence Agency).Diunduh 14
April 2012.
Kadangkala langkah strategi ini terdiri dari hanya tiga langkah
saja yaitu IMO (Improvise, M odify, Overcome) tanpa Adapt, atau
Improvice, Adapt, Overcome (IAO).
“ Improvise, Modify, Adapt, Overcome”…This is the motto of
the Marines. It comes in several forms; sometimes only three
(removing Adapt, I think); sometimes rearranged. I quote it
this way from the 2003 movie “The Recruit”. Here, it is
applied toward CIA agents. (www.mindspring.com/
~cjamison.) The United States Marine Corps calls it,
“ Improvise, Adapt and Overcome.” The Marine Corps has
been successful employing this concept mostly because of the
creativity of its people and their success-based attitude.

“Problem Solving: Improvise, Adapt, Overcome” Posted
Tuesday,
February
1,
2011
(http://www.peakprosperity.com/blog/improvise-adaptovercome/52001 Unduh 30 Januari 2014).

150

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

Paparan tentang bagaimana cara memutus lingkaran setan
kemiskinan itu seperti halnya yang dilakukan oleh satu diantara
sejumlah lembaga swadaya masyarakat, tersebutlah “Pelayanan Sosial
GAram dan RAgi M asyarakat” (PS GARAM )” Semarang, sebuah
Yayasan yang berpangkalan di W isma Sanjaya. di daerah Jangli dekat
Jatingaleh Semarang.
M elakukan Improvisasi. W aktu itu sore hari sekitar pukul
14.00 W IB, Senin 22 Desember 2008, di W isma Sanjaya. Kuketuk
pintu, dan muncullah seorang frater (calon imam) yang menyambutku

dengan senyum dan kusambut jabatan tangannya dengan hati yang
sejuk.
“Selamat sore, kepareng badhe sowan Romo? (bolehkah hendak
menghadap Romo?) “Kemudian Frater menjawab,” Oh ya, silahkan.
Katuran lenggah (dipersilakan duduk)”.
Ditemani seorang dosen UNNES mantan calon biarawan saya
bertemu Romo Djoko. Tidak mudah untuk masuk kawasan biara ini.
Pertemuan sore itu saya memperoleh data-data tentang aksi-aksi
kebijakan PS GARAM untuk masyarakat yang terpinggirkan.
“Romo, perkenankan saya memperoleh informasi tentang PS
GARAM, aktifitas dan strategi yang ditempuh serta kebijakan yang
dilakukan untuk orang miskin yang terpinggirkan”, permohonan saya
kepada Romo.
Romo duduk terdiam dan menengadah menerawang
memandang langit-langit ruang tamu. Beberapa saat kemudian
terdengar Romo memanggil seseorang “…Frater,.. tolong ambilkan
bahan yang saya tulis di ruang itu.” (sambil menunjuk ruang di mana
frater saat itu berada). Frater datang menyodorkan beberapa lembar
kertas folio. “Bukan itu…. yang sudah saya jepit itu lho“ sahut Romo.
Sebentar kemudian frater membawa bendelan kertas seukuran buku

tulis. Tanpa kata, bendelan yang ternyata naskah tentang PS GARAM
itu diterima Romo dan langsung diberikan kepada saya. “Jawabnya ada
di situ”, kata Romo. Kubolak-balik, dan kubaca sekilas. Teman saya
berkedip padaku, pertanda kami harus berpamitan, karena kami merasa
151

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

telah menyita waktu Romo terlalu banyak, karena biara itu tengah
padat kegiatan mempersiapkan kegiatan akhir tahun.
Dari bahan tertulis yang Romo berikan itu ada tertulis
“Sementara dari kami bersyukur atas berlangsungnya pelayanan sosial
kami, semakin banyak orang bertanya, “Apa itu kelompok pelayanan
sosial GARAM ?”. Tersirat bahwa telah ada orang lain yang juga
nenanyakan apa yang saya tanyakan tentang pelayanan sosial itu.
Selanjutnya, ”…..Dari pihak kami sendiri, sebenarnya kami
tidak ingin berbicara banyak, tapi kemudian kami pandang
perlu juga untuk memperkenalkan keberadaan kelompok
kami, dan apa kegiatan-kegiatan yang sementara ini bisa
kami lalukan.

Ketika kami memulai kegiatan kami, memang bukan upacara
peresmian yang kami lakukan, bukan pula upacara
penandatanganan perjanjian kerjasama yang kami buat.
Pemukulan gong pun tidak sempat kami adakan. Pada waktu
itu kami mulai dengan menabur ide sederhana untuk
menjadikan hidup beriman kami memasyarakat. Pertemuan
dengan banyak teman yang se-ide memungkinkan kami
mewujudkan ide itu dalam kegiatankegiatan yang sederhana
pula.
Kemudian kami menyadari bahwa pola hidup yang kami
pilih itu ternyata cocok dengan pola hidup siapa yang kami
ikuti selama ini, yang meneguhkan mereka yang mau
bergabung dalam kelompok sahabat-sahabat-Nya dengan
kata-kata-Nya. Ia mengatakan, “kamu adalah garam dunia”.
Seperti yang tertulis di Injil Matius bab 5 ayat 13.
Semoga perkenalan ini semakin meningkatkan mutu relasi
dan mempererat kerjasama kita, supaya Tuhan sendiri
semakin dimuliakan dalam kehidupan manusia.”

Seseorang menjadi dewasa, terwujud dalam kemampuannya

mengintegrasikan beraneka dimensi dalam hidupnya. Kedewasaan
iman seseorangpun menjadi lengkap dalam perwujudan kepekaannya
terutama kepada suara yang kecil, lemah, miskin dan tersisih, sebagai
152

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

suatu perwujudan dari “preferential option for the poor”. Pendidikan
rohani di W isma Sanjaya pun memerlukan pintu keluar bagi para
frater, untuk bisa masuk terlibat dalam pergulatan kaum miskin itu.
Bukan live in yang terutama dipilih, karena hidup sebagai orang miskin
bisa dilaksanakan di rumah sendiri, tetapi keterlibatan yang bertahan
sepanjang tahun, karena pergulatan kaum miskin bukan pula
pergulatan yang sementara sifatnya, tetapi pergulatan sepanjang hidup
mereka.
“…Kami menyadari, bahwa gereja adalah umat Allah yang
sedang berziarah. Maka, kerjasama dengan banyak teman
sepeziarahan, siapapun yang berkehendak baik, menjadi
ungkapan kesadaran kami bahwa kami tidak sendirian tetapi
berziarah bersama-sama degan banyak teman yang mempunyai minat dan peduli yang sama.”


Pada mulanya adalah minat dan peduli yang sama di dalam
hati. M inat dan peduli yang sama telah mempersatukan mereka untuk
melibatkan diri pada usaha mengurangi kesenjangan sosial yang
muncul dewasa ini. M aka jadilah suatu kelompok kerja.
“Sesuai dengan kemampuan yang ada pada kami meskipun
tidak banyak, minat dan peduli terarah pada mereka yang kecil, lemah,
miskin dan tersisih, terutama pada anak-anak,” Tambah Frater Nono
yang sering mendampingi dan memberikan penjelasan kepada saya ke
daerah/komunitas pendampingan.
Tahun 1991 dalam kerangka APP (Aksi Puasa Pembangunan)
para frater W isma Sanjaya mulai mengadakan live in di pemukiman
baru di Kalialang, yang diusahakan oleh YSS. Selanjutnya tahun 1992,
minat dan peduli, yang hidup terus itu, dalam kerjasama dengan
kelompok-kelompok lain menemukan perwujudannya yang nyata.
Dengan suster-suster PI Kebon Dalem para frater ikut terlibat pula
mendampingi anak-anak sekitar Gang Pinggir. Dan kerjasama dengan
beberapa teman awam dan suster-suster OSF minat dan peduli kami
terarah pada pemukiman nelayan di Tanggul Sari Mangkang. Kegiatan
Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) kami mulai sesuai dengan

kebutuhan mereka, kaum nelayan yang kerap terjerat hutang pada
153

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

rentenir yang meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi.
UBSP ini bisa berkembang, sampai mereka bersepakat untuk memberi
nama UBSP “Subur M akmur”. Pengenalan kami dengan penduduk
setempat mengembangkan pelayanan kami di bidang-bidang lain:
pendampingan kelompok belajar anak-anak, dan ibu-ibu yang buta
huruf. Dan bagi para ibu dan remaja putri yang berminat diadakan
kursus menjahit. Sayang, kemudian muncul keberatan dari berbagai
pihak Sehubungan dengan perkembangan situasi dan kondisi wilayah
kelurahan M angun Harjo Kec. Tugu pada waktu itu. M aka, kegiatan di
Tanggul Sari tidak bisa dilanjutkan (9 Februari 1993).
Banyak halangan justru menjadi tantangan bagi kami. Minat
dan peduli kami hidup terus, dan mencari serta menemukan
perwujudannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Sementara itu kegiatan kami dalam kerjasama dengan
Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata (KKS) untuk

mendampingi kelompok belajar di Mukti Harjo jalan terus,
dan berkembang ke wilayah binaan KKS di Delik Sari dan
Kalialang, serta wilayah lain seperti Gunung Brintik sampai
sekarang.

M emodifikasi Situasi

”...Strategi baru yang kami tempuh, yang penting bagi kami
minat dan peduli kami menjadi nyata”, tulis Romo Joko dalam suatu
lembar tulisannya. Lewat bakti Insani Suster-suster PI Bongsari
dimulailah mendampingi kelompok belajar.
”Dalam pergumulan kami sehari-hari di tengah-tengah
masyarakat kami temukan empat kelompok situasi
pendidikan anak dalam hubungannya dengan kemampuan
orang tua mereka di bidang ekonomi. Kelompok 1: orang tua
mampu, anak pandai; kelompok 2: orang tua mampu, anak
bodoh; kelompok 3: orang tua tak mampu anaknya pandai;
dan kelompok 4: orang tua tak mampu, anaknya bodoh.
Kelompok terakhir inilah yang kami utamakan dalam
pelayanan kami. Merekalah yang kami rasa sangat

membutuhkan pendampingan. Dari pengalaman kami, kami

154

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

menjumpai kenyataan, bahwa mereka sesungguhnya tidak
bodoh. Mereka dibuat bodoh oleh karena suatu sistem yang
menempatkan mereka pada posisi sulit untuk memperoleh
fasilitas hidup, sehingga mereka menjadi anak-anak yang
miskin dan terlantar....”, lanjut keterangan dalam lembaranlembaran tulisan itu.

Sejak tahun 1994, UNIKA Soegijapranata memulai pelayanan
pendampingan anak-anak pemulung, yang bermukim di Tandangsari.
Kerjasama dengan M udika Lingkungan Gunung Brintik serta kelompok
Kerja Bantuan Hukum (KKBH), para frater dan suster PM Y
mendampingi anak-anak belajar di tempat-tempat itu.
”Dalam perjalanan waktu, kemudian kami merumuskan
beberapa gagasan pokok tentang kelompok kerja kami, yang kemudian
disebut dengan Pelayanan Sosial GAram dan RAgi M asyarakat (PS.
GARAM )”, lanjut keterangan tertulis dari Romo. Diberi nama
demikian untuk menghidupkan kesadaran akan panggilan dan
perutusan mereka sebagai warga gereja yang berperan menjadi garam
dan ragi dalam masyarakat dewasa ini.
Kehidupan Pelayan Sosial ini berdasar pada penghayatan iman
kristiani yang bertumpu pada pewartaan kabar gembira yang ditujukan
kepada kaum miskin dan siapa saja yang menderita. Pewartaan kabar
gembira menjadi tugas pokok, yang harus selalu dilaksanakan oleh
murid-murid Kristus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat
dewasa ini.
Gereja menyadari bahwa,kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan
siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka
dan kecemasan murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh
manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan
mereka terdiri dari orang-orang yang diperstukan dalam Kristus,
dibimbing oleh Roh Kudus dalam perziarahan mereka menuju
Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk
disampaikan kepada semua orang, maka persekutuan mereka itu

155

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia
serta sejarahnya.
Kesadaran baru akan panggilan dan perutusan murid-murid
Kristus untuk terlibat membangun dunia baru menurut Konsili Vatikan
II diwujudnyatakan dalam keprihatinan bersama dengan orang-orang
zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita.
Visi dan misi bersama itulah yang menjadi dasar kehidupan PS.
GARAM, sesuai dengan amanat Kristus, ”Kamu adalah garam dunia”
(M at 5:13).
PS GARAM
bertujuan
untuk
berpartisipasi
dalam
meningkatkan mutu kehidupan orang-orang zaman sekarang, terutama
kaum miskin dan siapa saja yang menderita, dalam segala aspek
kehidupannya.
Sarana untuk mencapai tujuan ditentukan dalam kesepakatan
bersama sesuai dengan kebutuhan. M ereka dilayani dengan
mengutamakan asas musyawarah untuk kepentingan mereka yang
miskin dan menderita. Di dalam usaha mewujudkan tujuan di atas, PS
GARAM tidak bekerja sendiri melainkan bekerjasama dengan berbagai
pihak.
Prinsip kerjasama dalam PS ini tidak didasarkan pada suku,
agama dan ras (atau kelompok primordial lain), akan tetapi pada
kehendak baik dan hati nurani yang tergerak ”untuk mengusahakan
pengudusan dunia dari dalam laksana ragi” (LG 31). Oleh karena itu
perlu digalang kerjasama: Diantara para awam dan rokhaniawanrokhaniawati, yang kerjasamanya mencerminkan persekutuan hidup
gereja. Diantara para relawan-relawati sebagai pribadi maupun
kelompok menurut kemampuan dan caranya masing-masing. Di antara
para pelayan dan yang dilayani, terutama yang miskin dan menderita.
M ereka ini bukanlah objek, tetapi subjek, yang menjadi sumber daya
bagi perkembangan diri. Anggota PS GARAM adalah orang yang:
beriman katholik, aktif dalam usaha menggerakkan swadaya
masyarakat, terpanggil secara pribadi, mendalami, menghayati dan
156

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

memperjuangkan visi dan misi PS GARAM , dan secara sukarela
melaksanakan kegiatan PS GARAM
Partisipasi dapat diwujudkan mulai dengan memupuk minat
dan peduli yang sama terutama pada kaum miskin dan siapa saja yang
menderita. Untuk mereka itu kita bisa berbagi hidup. M enurut Yesus
lima potong roti dan dua ikan cukup untuk memberi makan banyak
orang.
Yang ada pada anda: waktu, tenaga, barang-barang dan uang
bisa disatukan untuk meneruskan karya penyelamatan terutama untuk
kaum miskin dan siapa saja yang menderita.
Pertemuan bulanan diadakan untuk meneguhkan kelompok
kerja PS GARAM sebagai kelompok basis untuk berdoa bersama,
sharing pengalaman, evaluasi kegiatan dan pegembangan pelayanan.
Pelayanan sosial ini merupakan sarana untuk bersama-sama
mengembangkan Gereja, yang aggotanya banyak dan pelayannya
beraneka sebagai persekutuan (communia) dan untuk mengemban
perutusan (missio) menghadirkan Kerajaan Allah di dalam masyarakat
kita.
Untuk mengupayakan cita-cita itu dikembangkan hidupnya
jaringan akar rumput kelompok-kelompok basis ke dalam maupun ke
luar. Dan merasa diteguhkan oleh sabda Tuhan sendiri, yang menyatakan ”kamu adalah garam dunia” (M as 5:13).
Dalam melaksanakan kegiatan ini perlu diperhatikan
keseimbangan antara aspek kognitif, afektif dan psiko-motorik. M etode
untuk pendampingan yang dirasa paling tepat untuk diterapkan dalam
pendampingan belajar ini adalah induktif. Dengan metode ini
diharapkan anak mampu menggeneralisasikan sendiri pengetahuan
yang diperolehnya dari pengalaman sendiri. Para pendamping
berfungsi lebih sebagai teman, menganggap anak sebagai subjek didik,
tidak menggurui, tetapi memberi alternatif.

157

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

M elakukan Adaptasi dan Partisipasi Pada Kelompok Dampingan
Tabel 7.1.
Gambaran Umum Program Kerja PS. GARAM
No
1.

Jenis
Kegiatan
Mingguan

Nama
Kegiatan
Pendampingan
kelompok
belajar

Tujuan

Kelompok Sasaran

Menumbuhkan kepribadian
yang utuh pada anak yang
didampingi sesuai dengan
tingkat perkembangan anak
dengan prioritas penanaman
nilai-nilai melalui proses
belajar yang benar, meningkatkan prestasi belajar
Menjadi saudara dalam usaha
memberdayakan anak-anak
jalanan
Memberi keterampilan kepada ibu-ibu dan keluarga miskin dan tidak mampu
Agar anak yang miskin dan
tidak mampu tetap bisa
mengenyam pendidikan dasar

Anak-anak miskin
dan tidak mampu

Penyuluhan kesehatan

Anak-anak tahu cara hidup
sehat

GARAM
News-letter

Sarana
komunikasi
&
pengembangan pribadi kelompok dan sasaran
Sharing pengalaman dan
pembahasan kegiatan

Anak-anak yang
ikut pendampingan kelompok belajar
Anggota GARAM
dan mitra kerja

Pendampingan anak
jalanan
Kursus
Menjahit
2.

3.

158

Bulanan

Tahunan

Beasiswa
anak

Pertemuan
anggota
bulanan
Pertemuan
bulanan
PPSM
Pesta bocah

Sharing pengalaman antar
Penggerak Swadaya Masyarakat
Tergantung tema dan diambil

Anak-anak
jalanan
I bu-ibu yang ada
di sekitar Kebon
Dalem
Anak-anak miskin
dan tidak mampu

Anggota GARAM

GARAM dan
mitra kerja
Anak-anak yang
ikut pendampingan kelompok belajar

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

Pada tanggal 27 Januari 2009 saya menghadiri Perayaan Ekaristi
HUT PS. GARAM KE-16 di Seminari TOR Sanjaya, Jangli. Kesempatan
itu saya manfaatkan untuk melakukan trianggulasi sumber.
W awancara dengan para pendamping dari frater dan non-frater
(relawan). Saat itu bertempat di halaman bagian dalam W isma Sanjaya,
Seminari TOR Sanjaya Jalan Jangli Semarang dilaksanakan Perayaan
Ekaristi Hari Ulang Tahun ke-16 “Pelayanan Sosial GARAM
Semarang.” Dalam perayaan yang dimulai jam 17.00 itu. Setelah selesai
M isa Syukur ditampilkan seorang “Penyanyi Idola Cilik” satu di antara
hasil kegiatan pendampingan PS GARAM Semarang dari kelompok
dampingan Kelurahan M uktiharjo.
Hadir pula para pendamping, suster, dan para relawan yang
mengabdi di Gunung Brintik. “…Penyanyi ini kelas 5, ayahnya seorang
kuli angkut di daerah pertokoan kain. Ibunya seorang buruh cuci,”
bisik mas Danang seorang koordinator relawan pendampingan
Sebut saja namanya Cahya. Pada saat pendampingan ia sering
mengerjakan tugas sambil bernyanyi. Pendampingnya sebut saja M as
Kartono. Ia mendekati Cahya yang sedang mengerjakan PR M atematika. Umumnya mengerjakan M atematika itu dengan serius dan
tenang, dan tidak mengganggu temannya. M as Kartono malah
mendekatinya sambil menyapa, “Kamu suka menyanyi?” “…Suka,”
jawab Cahya singkat. Kemudian disepakatilah waktu sore hari untuk
berlatih menyanyi diiringi orgel oleh M as Kartono seminggu sekali.
Cahya mengikuti audisi di Jawa Tengah, dan hasilnya ia
termasuk tiga besar yang kemudian dikirim ke Jakarta untuk mengikuti
kegiatan pemilihan Idola Cilik di sebuah televisi swasta di Jakarta.
Pada saat berangkat ke Jakarta Cahya didampingi oleh ayah dan
ibunya naik pesawat terbang. Selama mengikuti kegiatan mereka
tinggal di hotel. Cahya tereleminasi pada babak akhir sepuluh besar. Ia
menempati urutan 11 di antara utusan dari seluruh wilayah Indonesia.
Hasil dari suatu pendampingan, sebuah model pendidikan non formal
untuk si miskin.

159

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

Overcoming

Sampai pada saat penelitian ini dilaksanakan PS GARAM
memiliki 13 lokasi kerja kelompok dampingan dan 5 lokasi kerja
bekerjasama dengan kelompok dan komunitas swadaya yang peduli
terhadap masyarakat miskin kota, masyarakat marginal, dan pinggiran.
Kompleksitas permasalahan semakin besar, pendam-pingan
selanjutnya bekerjasama dengan lembaga pendidikan formal misalnya
dengan LKBH UNIKA, dan saling melengkapi kegiatan Yayasan
Pangudi Luhur. Kerjasama dengan yayasan-yayasan seperti Yayasan
Penyelenggara Illahi (para suster), kerjasama dengan kelompok non
formal setempat misalnya M udika (satu di antara kelompok mudamudi) di Gunung Brintik Semarang.
Untuk kasus pertama ini Strategy IM AO dilakukan oleh
interventor yaitu PS GARAM. Komunitas makam Gunung Brintik
berpartisipasi terhadap strategi yang dilakukan PS GARAM itu.

Analisis

Kegiatan-kegiatan pembangunan pada berbagai sektor telah
banyak mengakibatkan kerusakan alam yang serius di darat dan di laut,
dan pada saat yang sama telah memorak-porandakan sistem-sistem
sosial, ekonomi dan budaya masya-rakat, dan menghempaskan mereka
ke pinggir jalan, pinggir sungai, bahkan sampai di kuburan, seperti
dicontohkan di W ilayah M akam Gunung Brintik Semarang ini.
Di sisi lain, layanan-layanan bagi masyarakat dalam sektorsektor pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, perhubungan dan
energi, baik dari pemerintah terlebih lagi dari swasta, sungguh tidak
mudah dijangkau masyarakat. Sebagian besar rakyat, terutama mereka
yang tergolong miskin, tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidup pokok.

160

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

Kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap overcoming tersebut:
Kegiatan utama yang dilaksanakan dan dikembangkan adalah
pendampingan kelompok belajar anak-anak miskin dan terlantar.
Tujuannya adalah menumbuhkan kepribadian yang utuh pada anak
bimbingan sesuai dengan tingkat perkembangan anak dengan prioritas,
penanaman nilai-nilai, melalui proses belajar yang benar meningkatkan
prestasi anak
Bentuk kegiatan berupa pendampingan belajar dengan
memperhatikan dinamika pribadi setiap anak. M elalui kegiatan ini
pembimbing berhasil menemani anak untuk keluar dari kesulitankesulitan belajar yang bersifat psikologis seperti rasa malu, gampang
menyerah, sulit konsentrasi, yang menghambat kemampuan anak
untuk mendayagunakan kemampuan berpikirnya secara maksimal.
Penanaman nilai dalam konteks kehidupan konkret yang dialami anak
dalam kehidupannya sehari-hari. Pembentukan komunitas yang
memiliki ikatan batin antara anggotanya
Dapat dicontohkan bahwa orang miskin akan melahirkan orang
miskin dapat dipatahkan. M isalnya M bak Anis, seorang anak mbok
blanjan, dia lulus SM P dan berketrampilan menjahit sekarang bekerja
di garment. Lalu M as Yadi, anak tukang becak, beliau tidak lagi
mengemis di pintu masuk kuburan dan mengamen dari rumah ke
rumah atau toko ke toko, tetapi beliau bekerja serabutan sebagai sopir
angkutan kota. Sebut juga M as Anto sebagai W akil Kepala sebuah SM A
Swasta, yang kemudian tidak lagi bertempat tinggal di dalam kuburan
itu.
Dari sisi internal, strategi survival seseorang dalam menghadapi
berbagai kesulitan dipengaruhi oleh perilaku yang dimiliki seseorang,
seperti semangat (daya juang), keyakinan kepada Tuhan (spiritual
capital), keberanian menghadapi resiko, inisiatif, dan memiliki
pandangan ke depan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Dari sisi eksternal, strategi survival dipengaruhi oleh solidaritas sosial
tempat seseorang bertempat tinggal, seperti semangat untuk saling
membantu.
161

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

Dalam teori pembangunan masyarakat seperti yang
dikemukakan Ife dan Tesoriero (2012), dalam buku Community
Development: Alternatif Pengembangan M asyarakat di Era Globalisasi,
pemberdayaan (empowerment) merupakan proses membangun
dedikasi dan komitmen yang tinggi sehingga organisasi itu bisa menjadi
sangat efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya dengan mutu yang
tinggi. M elalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, masyarakat
Gunung Brintik yang telah diberdayakan akan mempunyai
kemampuan yang memadai. Namun, kemampuan saja tidaklah cukup
karenanya harus dibarengi dengan motivasi sehingga mereka berbuat,
sementara sumber motivasi adalah karena adanya kebutuhankebutuhan yang ingin dipenuhi (Khan, 2005). Penggalian motivasi
intrinsik dari dalam komunitas maka Gunung Brintik itu menjadi
kekuatan dalam survival strategy komunitasnya

Ringkasan

Improvisasi ini meliputi pengkajian berbagai kemungkinan dari
usaha yang dilihat dari perspektif yang berbeda.
Ada upaya membuka “tembok“ biara, mencari jalan agar para
penghuni biara memahami persoalan masyarakat. Ada upaya
membangkitkan semangat para penggiat LSM , mengadakan kursus
menjahit, koperasi yang memberikan pinjaman modal kepada ibu-ibu
yang anaknya ikut pendampingan. Kegiatan tersebut mendapat
tentangan masyarakat setempat dengan isu SARA.

M emodifikasi situasi

Pada kegiatan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat
ditemukan empat kelompok situasi pendidikan anak dalam
hubungannya dengan kemampuan orang tua mereka di bidang
ekonomi. Kelompok 1: orang tua mampu, anak pandai; kelompok 2:
orang tua mampu, anak bodoh; kelompok 3: orang tua tak mampu

162

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

anaknya pandai; dan kelompok 4: orang tua tak mampu, anaknya
bodoh.
Kelompok terakhir
pelayanannya. M erekalah yang
pingan. Aktivis Lembaga
pendampingan belajar antara
terencana dan terjadwal.

itulah yang diutamakan dalam
dirasa sangat membutuhkan pendamSwadaya M asyarakat melakukan
lain setiap hari Kamis sore secara

Anggota komunitas membantu menyediakan dan menata
tempat di wilayah kuburan di Gunung Brintik, di pinggir jalan, dan di
pinggir kali, bahkan di atas kuburan. Pendamping memberikan
bantuan makanan tam-bahan untuk anak sekolah (PM TAS) peserta
dampingan pada Kamis kedua.

Beradaptasi dengan kondisi

Lembaga Swadaya membuat program kerja dan melaksanakannya. Pendampingan belajar untuk anak, membuat kursus menjahit
untuk remaja, mengadakan arisan yang hasilnya digunakan menambah
modal mbok blanjan yang suaminya tukang becak.
Jumlah peserta pendampingan belajar meningkat setiap ada
program PM TAS. Jumlah meraka satu kelompok (sekitar 40 peserta)
menjadi dua kelompok sekitar 70 peserta. Pendampingan juga
dilakukan kepada anak jalanan, dengan memberikan nasehat dan
tatakrama yang dilakukan oleh para pendamping (frater, suster, dan
relawan) kepada para pengamen di jalanan.

M engatasi (overcome) seluruh permasalahan yang muncul

Dilakukan pendampingan, kerjasama dengan lembaga
pendidikan formal misalnya dengan UNIKA, dan Yayasan Pangudi
Luhur. Kerjasama dengan yayasan-yayasan seperti Yayasan
Penyelenggara Illahi (para suster), kerjasama dengan kelompok non

163

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

formal setempat misalnya M udika (satu di antara kelompok mudamudi) di Gunung Brintik.
W alau masih ada penduduk miskin di W ilayah M akam Gunung
Brintik Semarang, terutama anggota warga RT 10 yang KTP saja tidak
punya, namun banyak anak dampingan dapat dientaskan dari
kemiskinan melalui program itu. Orang miskin akan melahirkan orang
miskin seperti yang diteorikan lingkaran setan kemiskinan itu dapat
ditepis, dan putuslah mata rantai lingkaran setan kemiskinan itu, bila
memang lingkaran itu benar-benar ada.

Kasus Kedua: I ntervensi
Komunitas

Negara terhadap Pembangunan

Improvisasi (pengkajian berbagai kemungkinan dari usaha yang
dilihat dari perspektif yang berbeda).
Hasil penelitian pada orang miskin yang dilakukan oleh Sri
Suwartiningsih di TPA Jatibarang Semarang, strategi yang digunakan
disana dapat disampaikan sebagai berikut:
“… penulis menggunakan model AGIL, dari Parsons sebagai
kerangka acuan perbincangan. Menurut Parsons suatu
masyrakat dapat bertahan apabila mempunyai empat sub
sistem, yaitu: Adaptation (penyesuaian), Goal attainment
(pencapaian tujuan), Integration (integrasi), dan Latent /arah
panduan. (Suwartiningsih 2010: 323)

Suwartiningsih (2010) berpendapat, negara absen di sana.
Absennya negara terhadap pemulung, membuat pemulung merasa
tidak perlu ikut ambil bagian dalam proses kebijakan-kebijakan
Pemerintah. Bagi mereka yang terpenting adalah memikirkan kelangsungan hidup mereka.
Secara jasmani mereka membutuhkan makan, jadi hidup ini
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari pemikiran seperti
itulah, maka para pemulung menjadi warga Negara yang tidak berperan
aktif dan tidak berpatisipasi tinggi dalam kancah politik di negeri ini.
164

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

Dalam hal peran Negara inilah yang membedakan ada tidaknya
intervensi terhadap sebuah komunitas miskin yang terpinggirkan.
Temuan-temuan ini nyata membedakan terhadap temuan-temuan di
lokasi yang berbeda yaitu di dalam Komunitas M akam Gunung Brintik
Semarang.
Sebagai satu kasus, ada dua keluarga dalam observasi saya, sebut
saja nama “Bu Parto” sebagai kepala keluarga yang single parent. Beliau
seorang janda beranak tiga. Ketiga orang anak tersebut adalah seorang
remaja pengamen sekaligus sebagai anak jalanan, dan dua orang anak
sesusia SD bersekolah di Gunung Brintik.
Pemerintah memberikan bantuan berupa bangunan kepada
Komunitas M akam Gunung Brintik, yang diterima oleh YPL.
Bangunan itu didirikan di depan SD Gunung Brintik yang dikelola pula
oleh YPL. Agak unik bangunan ini, karena seolah menghubungkan
lereng gunung M akam Gunung Brintik dengan tembok pembatas
sekolah di atas SM P “elite” Dominico Savio, dan jalan masuk ke SD
Gunung Brintik mblobos (masuk lorong) dibawahnya.
”Kabarnya untuk bangunan SD itu pemerintah mengucurkan
dana sebesar tiga ratus enam puluh juta rupiah. Kami bangun SD itu
habis sekitar lima ratus juta rupiah”, ujar salah seorang guru SD YPL.
Ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dan dedikasi Yayasan,
lembaga swadaya masyarakat dalam komunitas makam itu sangat
tinggi. Pada umumnya bila bantuan yang turun sebesar 360 juta yang
jadi bangunan sekitar 300 juta (dikurangi pajak dan sebagainya). Untuk
kasus ini Partisipasi komunitas sangat tinggi, terbukti bukan
mengurangi penggunaan dana bantuan, justru menambah untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas bantuan tersebut.
Pemerintah Kota Semarang menggratiskan biaya siswa SD.
Namun SD Gunung Brintik menolak kebijakan itu. “Pendidikan gratis
itu tidak mendidik“, kata Kepala SD Gunung Brintik saat itu.
W alaupun kemudian partisipasi Komunitas Tugu Muda, dan ibu-ibu di
sekitar Tugu M uda, PT Toyota Indonesia sangat besar dukungannya
agar siswa mampu membayar sekolahnya. “Ada bantuan dari
165

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

dermawan yang disalurkan kepada keluarga yang sangat kekurangan,
untuk kemudian antara lain membayar sekolah. Tetapi perlu
dimaklumi, bantuan itu pernah ada yang tidak digunakan untuk
membayar sekolah melainkan digunakan untuk keperluan orang
tuanya. Untuk seragam sekolah juga kami tidak gratiskan”, lanjut
Bapak Kepala Sekolah dengan wajah serius, namun terlihat
menerawang dan menghela nafas cukup panjang sambil bersandar di
dinding tembok ruang kelas sembari menyilangkan kaki dan tangan
seolah lunglai.
Tersebutlah keluarga kedua, satu keluarga muda sebut saja “M as
Bagus” dan “M bak Cantik”. Keluarga muda yang dikaruniai seorang
bayi mungil dan lucu ini tinggal tidak menetap di kawasan RT 10.
Sebuah kawasan wilayah kuburan yang dihuni oleh para pendatang,
yang menurut orang-orang sekitar sebagai pendatang illegal. Asal
menempati begitu saja. Tidur diatas makam yang beratap, atau
membuat gubug atau rumah sederhana di sela-sela kuburan. M as Bagus
dan M bak Cantik berasal dari kawasan Kali Banjir Kanal Barat. Adanya
penertiban dan normalisasi Banjir Kanal Barat membuat keluarga muda
itu tergeser, tergusur, terhempas ke dalam kuburan di tengah kota itu.
Penderitaan keluarga muda itu bertumpuk-tumpuk ketika ternyata
perkawinannya itu tidak direstui orang tua.
“Tetangga saya itu kadang-kadang bayinya di-emong orang,
sambil diajak meminta-minta di bangjo, atau ya.. di jalan-jalan itu.
Kasihan…”, kata seorang saya teman yang bekerja di Balai Kota
Semarang
Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya M as Bagus
mengamen di atas bus atau tempat-tempat pemberhentian bus dan
angkutan umum, atau di bangjo (lampu abang ijo, sebutan perempatan
atau lampu pengatur lalu-lintas) di Semarang. W alaupun nampak serba
sulit, M as Bagus dan M bak Cantik kelihatan sehat dan bersih. Ketika
M as Bagus turun dari bus kota di Kalisari, M as Bagus langsung
mendekati penjual gorengan. Sambil nyangking gitar, M as Bagus
mengambil bakwan, lalu minum segelas teh. Seorang wanita
menggendong bayi mendekat tanpa kata, juga mengambil bakwan,
166

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

kemudian M as Bagus membayar semuanya. M as Bagus kemudian
mencium bayi itu dan bergegas lari karena angkutan umum terlihat
bergerak untuk melanjutkan perjalanan. Itu sepenggal kisah seorang
penghuni Kawasan Gunung BrintikSemarang.
Sulit kita membedakan pengemis yang sesungguhnya dan
pengemis yang pura-pura menjadi pangamen. Antara pengemis dan
pengamen tak ada perbedaan mendasar. Kalau diperhatikan dengan
seksama tidak ada perbedaan mendasar antara kehidupan seorang
pengemis dengan orang-orang yang mengamen. Para pengemis
dikatakan tidak bekerja, tapi apakah pekerjaan itu? Dalam praktiknya,
orang tidak peduli apakah suatu pekerjaan itu berguna atau tidak,
produktif atau bersifat parasit; satu-satunya hal yang penting adalah
bahwa pekerjaan itu harus menghasilkan, mendatangkan hasil, untuk
dapat bertahan hidup.

M emodifikasi situasi

Ketika pembersihan terhadap pengamen dan gepeng
(gelandangan dan pengemis) dilakukan terungkap ada di antara
pengemis itu adalah pekerja serabutan yang tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya. Setelah bekerja atau pada saat tidak ada
pekerjaan, mereka menggunakan sisa waktu untuk mengemis, atau
meminta-minta, atau mengumpulkan derma. Hingga saat ini
pengemis/pengamen dan gelandangan masih menjadi masalah serius.
Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi persoalan ini. Razia,
misalnya, terus-menerus dilakukan.

Beradaptasi dengan kondisi

Pernah ada isu, pemerintah "mengancam" memidanakan
pengemis yang membawa bayi sewaan. Hal itu terkategorikan sebagai
mengeksplortasi anak, dan melanggar UU Perlindungan Anak.
Ternyata tekanan dan ancaman tidak mempan. Pemerintah
terkesan kian kesulitan. Buktinya, jumlah pengemis dan gelandangan
167

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

terus bertambah. Yang menarik justru disampaikan Kapolrestabes
Semarang Kombes Elan Subilan pada sebuah acara akhir tahun 2012
lalu, mengatakan, provinsi ini memiliki jumlah gelandangan dan
pengemis (gepeng) paling banyak daripada provinsi lain di Indonesia.
(Suara M erdeka, M inggu 20 Januari 2013).

M engatasi (overcome) seluruh permasalahan yang muncul.

Gelandangan dan pengemis tak hanya beroperasi di wilayah
sendiri, mereka juga membanjiri Jakarta, Bandung dan sejumlah kota
lain. Kalau benar apa yang dikatakan oleh orang nomer satu dalam
pengendalian ketertiban masyarakat di Semarang, ini menjadi ironis
dengan berbagai prestasi pembangunan yang disandang provinsi ini.
Saya lakukan wawancara Tanggal 4 Januari 2010, dan 15 M ei
2012 kepada mantan Ketua RT 01 yang bertempat tinggal di kaki
Gunung Brintik, di bibir Kali Semarang, pada hunian yang telah mapan
dan layak huni.
“Dulu ketika Pak Ro jadi Ketua RT di wilayah Gunung
Brintik, RT berapa dulu itu pak?”
Beliau menjawab, ”Saya RT 01 RW 03, Kampung W onosari
termasuk meliputi RW 03 itu kawasan Gunung Brintik
didalamnya.
“Penduduknya berapa pak?”, lanjut pertanyaan saya.
Jawab Pak Ro,” Kalau penduduk secara umum itu dari RT 01
sampai RT 10 lebih 400 KK jadi cukup padat. Setiap RT ratarata 40 KK lebih. RT 04 yang cukup padat ada lebih dari 57
KK. Gunung Brintik mulai RT 06 sampai RT 10.”
Saya bertanya minta penjelasan,”…Yang di puncak itu? Mata
pencaharian yang paling banyak dilakukan mereka apa Pak?”
Pak Ro menjawab sambil menengadah dan menggerakgerakkan jari telunjuk tangan kanannya, ”….kalau di daerah
Gunung Brintik paling banyak secara umum adalah

168

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

serabutan, mulai dari yang paling sederhana pengemis,
kemudian sampai dengan buroh-buroh (…maksudnya tenaga
/buruh dengan pekerjaan seadanya) yang secara pasti tidak
setiap hari, buruh pembuat bunga tukang becak juga ada.
Hanya sangat sedikit yang punya pekerjaan tetap baik swasta
maupun PNS bakan di atas pun (…maksudnya kawasan
hunian dalam makam di RT yang baru berkembang, RT 10.)
tidak ada PNS, jadi semua serba serabutan.
“Kalau yang di sekitar pak Rom saya lihat sangat berhasil dari
kegiatan-kegiatan seperti itu, pak rom dulu di situ tahun
berapa awalnya?”
“Saya tahun 2000 di tempat RT 01, kebetulan kalau di
lingkungan bawah istilah secara umum pendatang lebih
banyak dan penduduk asli yang awal membuka lingkungan
itu memang di bawah sementara di atas itu berupa relokasi,
relokasi dari para….. istilahnya kalau dulu…. itu
gelandangan kemudian orang-orang yang memang
dipindahkan dari tempat lain kemudian dikolala oleh pihak
yayasan Sugiyopranoto dan diberikan semacam rumahrumah sederhana itu awalnya tahun 80-an informasinya dan
dari situlah kemudian tempat-tempat lain ditempati oleh
para pendatang yang mempunyai pekerjaan serabutan tadi.”
“Itu saya lihat kalau siang jaman dulu ada peminta-minta
yang kadang-kadang agak kasar memberut kendaraan
sekarang kelihatannya tidak ada lagi, itu ada informasi bahwa
disitu ada beberapa kepedulian masyarakat sekitar
katakanlah yayasan. Di sekitar Pak Rom yayasan apa saja
yang diketahui pak Rom “
“Kalau di sekitar saya ada juga yang mengelola anak-anak
jalanan istilah itu adalah kerjasama yayasana Sosial
Sugiyopranoto dengan LSM dari Jerman kemudian
mendirikan rumah singgah kalau ndak salah dulu namanya
Pelita Harapan, kebetulan ngontrak rumah lima tahun ini
dari situlah anak-anak dari kawasan gunung brintik
mendapat pembekalan termasuk etika-etika, kalau masalah
pengemis memang sampai sekarang masih ada khususnya
pada hari-hari tertentu tetapi kalau perilaku yang bisa
dikatakan merugikan dalam pengertian merusak barang
dalam hal ini sudah tidak ada, kemudian selain pengemis ada

169

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

anak jalanan tetapi kalau sudah didampingi relatif sedikit dan
nampaknya tidak ada perilaku-perilaku yang bersifat
merusak. Kemudian kepedulian-kepedulian yang lain itu dari
pihak kami selain dari pihak gereja dan ada juga pihak
yayasan Islam itu ada beberapa TPQ yang memang membina
anak-anak supaya tumbuh menjadi anak-anak yang lebih
berguna…. (ada interload dari interviewer: TPQ ….. normanorma nilai-nilai). Iya betul di sana ada TPQ Nurul Hidayah,
ada TPQ Al Huda, kemudian ada SD Istiqomah selain SD
Gunung Brintik yang memang didirikan oleh Yayasan
Sugiyopranoto, atau oleh Pangudi Luhur atau Yayasan
Pendidikan Pangudi Luhur jadi satu Yayasan dengan
Dominico hanya memang untuk Gunung Brintik bisa
dikatakan diperuntukan untuk W arga Gunung Brintik yang
tempatnya memang di puncak
“Kemudian itu Pak Ro saya liat perkembangan yang positif
adakah memang menurut Pak Ro karena ada kepedulian
sosial penanaman nilai-nilai tadi itu sopan santun dan
seterusnya, seperti contohnya Pak Ro yang relatif berhasil
dan dari kawasan situ yang sedikit banyaknya memberikan
supporting, keliatannya apakah memang benar ada pengaruh
dari nilai-nilai sopan santun, tata karma keikutsertaan
handarbeni di kawasan itu sehingga banyak orang-orang
yang singgah di puncak tadi itu (maksdunya Puncak Gunung
Brintik) yang gelandangan, pengemis sekarang ada
perubahan tingkah laku sehingga menjadi lebih baik?”.
“Kalau di RT 03 memang pengurus lingkungan dalam hal ini
RW setiap bulan mengadakan pertemuan kemudian setiap
RT mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan-pertemuan
tersebut selain dihadiri oleh beberapa pihak yang peduli itu
sering kali dari pihak keluruhanan, selain babinkamtibmas
dan babinsa itu memang hadir kemudian di pihak RT
diminta mendata warga-warga yang terlibat kasus dan
sebagainya. Mungkin bagi pihak kepolisian untuk pemetaan
dan bagi kelurahan untuk pembinaan supaya tidak terjadi
permasalahan di kemudian hari. Dan kemudian dari wargawarga dalam tanda kutip agak peduli terhadap kampung
seperti saya sebagai pendatang dan istri keturunan orang
setempat (tidak jelas …………) penghuni pertama, kemudian
keluarga besar dari mbah-mbahnya, pak de, pak lik ada di
sana semua bisa dikatakan penguasa asli tempat jadi memang

170

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

ada pengaruh yang cukup untuk mengajak warga sehingga
kalau saya bandingkan tahun 2000 terus terang mahuk di
jalan masih banyak tetapi kerjasama dengan tokoh dengan
kamtibmas boleh dikatakan diatas 2005 tidak dijumpai lagi
anak-anak atau pemuda, warga yang mabuk di jalan ini
sebagai indikator bagi kita mulai ada perubahan, walaupun
kalau sepneuhnya memang blm bisa tapi perbuatanperbuatan yg merusak saya rasa tdak terjadi lagi sudah aman,
gotong royong sudah dan kerjasama sudah relatif bagus
apalagi bantuan dari pemerintah dana-dana pembagnunan
relatif baik karena daerah tersebut merupakan daerah
perhatian tokoh politik sebagai lumbung suara. Tokoh
tersebut memanfaatkan untuk memperbaiki fasilitas yg ada
disitu.”
“Kalau yang di puncak itu penduduknya keluar masuk atau
semua punya KTP ?
“Yang sampai tahun 2008 yang sempat tidak punya KTP
adalah RT 10, karena saat itu RT 10 bekas hutan dan sangat
nempel dengan daerah makam, tetapi secara pelan tapi pasti
itu beberapa tanah dibuat yang namanya membayar pajak
yang semula tidak membayar pajak (…tidak jelas) karena
syarat di keluarahan membayar pajak maka setelah itu
karena RT 10 adalah RT terakhir dan KK nya juga masih
sedikit itu akhirnya bisa dikatakan semua mendapat KTP,
dan KTP menjadi penduduk setempat dan rata-rata setelah
menjadi penduduk disitu dan relatif jarang ada yang pindah
(interload alamatnya RT gitu ya bukan jalan apa, nomer
berapa karena dimakam) tetap ada nomernya pasti RT dulu
dan RW ”
“Itu berarti kuburannya di kapling-kapling gitu ya?”
“Betul, jadi makam itu sudah di kapling2 misalnya makam
sudah ada istilahnya petugas yang membersihkan ini
menguasai misalnya Blok K, misalnya K5, J5, D7 dan sebagainya masing-masing sudah ada kapling sendiri dan itu sudah
ada petugas sehing ada yang berziarah maka sesuai dengan
kapling itu akan memberikan sedikit danalah untuk
kebersihan, kemudian kalau sampai bertahun-tahun paling
pinggir tidak dibersihkan ahli waris tidak datang akan hilang
atau justru ditanami dengan patok baru suatu hari ada orang

171

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

minta itu akan digunakan lagi jadi yang paling tahu mana
tanah yang kosong adalah mereka atau para penguasa
istilahnya, istilahnya yang membersihkan saja kalau juru
kunci artinya lain lagi penguasa seluruhnya tapi kalau itu
hanya penguasa wilayah”
“Kalau ada orang membutuhkan makam disitu hubungannya
langsung kepada kantor yang didepannya Pak Rom atau?”
“Biasanya langsung ke kantor yang ada di Bergota itu tapi
kemudian menghubungi petugas yang menguasai karena dia
tahu yang lahan yang mana, bisanya kalau penduduk
setempat dimakamkan berkumpul, ada lahan yang biasa
umumnya untuk orang Gunung Brintik “
“Lewatnya Bergota atau langsung bisa juga lewat SD kalau
dari bawah ke atas"
“Kalau dari bawah, ada 2 jalur, satu lewat sebelah SMP
Dominico satu lewat Karyadi yang lewat depan Polrestabes
naik ke atas, itu bisa sampai atas hanya kalau lewat
Polrestabes tembus sampai dengan Mugas kemudian kalau
lewat sebelah Dominico Savio tembusnya Kelurahan
“Itu yang di puncak konon ada semacam gaji dari Pemkot apa
mereka ini diangkat jadi pegawai negeri atau semacam honor
gitu?”
“Ada beberapa memang petugas kata orang yang mendapat
gaji, jadi ada yang honorer ada yang PNS, jadi memang
penduduk setempat ada yang honorer kemudian ada yang
PNS yang sebenarnya mereka ngantornya tidak selalu disitu
jadi di dinas kalau tidak salah di pertamanan dan
pemakaman, yang sekarang dinas pemakaman tapi kan
gabungan dengan dinas pertamanan kalau tidak keliru dan
itu sebenarnya statusnya pegawai itu. Cuma kantornya di
Bergota jadi kalau bicara tingkat kehadiran ya karena pekerja
di lingkungan sendiri ya relatif selalu ada tapi tdk di tempat
tidak kantor tapi di rumah dan itu memang beberapa ada
yang dapat pension”.

172

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

“Kalau yang di RT 10 tadi itu apa ada dari pihak pemerintah
langsung kepada perorangan itu atau lewat RT nya kalau ada
kepedulian semacam itu?”
“Lewat RT, termasuk dari pihak gereja atau dari manapun
selalu lewat RT dan RW jadi tidak berhubungan dengan
masyarakat langsung, jadi boleh dikatakan semua jenis
bantuan atau semua jenis informasi yang dibutuhkan
mendapat apapun itu pasti semua lewat RT dan RW ”
“Kalau yang dari Yayasan Garam itu yang dampingi studi,
yang belajar itu setiap hari Kamis, apakah itu sebagai suatu
bantuan non formal itu antar teman dibantu untuk belajar
juga atau ada kerjasama dengan RT setempat atau lurah?”
“Yang jelas untuk setiap bantuan selalu ada kerjasama dengan
pihak RT dan RW seijin luarah dan bisaanya sudah
dikoordinasikan dalam pertemuan dengan RT dan RW jadi
beberapa LSM ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam
proses katakanlah pembinaan di luar sana memang sebanarnya sudah menjelaskan di forum RW jd kemudian mereka
punya program dan kemudian dari RW , RT akan menyetujui
dan kemudian baru umumnya mereka dari pihak luar akan
melakukan kegiatan.”
“Yang terakhir Pak Ro yang menarik ini, itu ada kelompok
situ bukan yang kelompok tapi individu yang ber-hasil
seperti istrinya Pak Ro, ada Dr. Irene sekrarang sekolah di
Amerka Serikat kemudian ada W akil Kepala Loyola yang
barusan saja meninggal dari puncak situ malah, ketika
mereka sudah berhasil ada yang kemudian bertempat tinggal
di tempat lain seperti Pak Jukri bertempat tinggal di dekat
Don Bosco tapi yang sangat menarik dari kearifan local itu
setelah mereka berhasil justru tetap di situ kemudian ikut
berpartisipasi membangun setempat dengan kearifan
lokalnya itu, sesungguhnya yang menjadi semangat terutama
dari Pak Ro dan keluarga yang berhasil tadi apa yang
sesungguhnya menyemangati apakah rasa ikut memiliki
wilayah itu dan saudara disitu atau apa yang menjadi
motivasi Pak Ro sekeluarga?”
“Nampaknya dari pengamatan saya dan keluarga itu dan
beberapa keluarga yang lain memang walaupun mereka

173

SURVIVAL STRATEGY KOM UNITAS M AKAM GUNUNG BRINTIK SEM ARANG

sudah sekolah tinggi dan secara ekonomi agak mapan secara
umum msh bertempat tinggal di Gunung Brintik.karena
seperti pak lik saya itu suatu hari sudah di puri anjasmoro itu
sudah dikatakan jadi ketua RW tapi suatu hari dia tetap
ambil rumah di situ dan kembali lagi, jadi motivasi terbesar
kalau menurut pengamatan saya adalah ikatan keluarga dan
ketenangan jadi walapun di lingkungan yang secara geografis
berat karena memang lereng-lereng (interload: motiviasi
spiritual semacam itu) ya semacam ada kebersamaan,
ketenangan disamping memang akses untuk keluar dan
sebagainya memang praktis karena memang di pusat kota
(interload: oh ya akses ekonominya ya) akses ekonomi jadi
bisa dikatakan walaupun tadi pekerjaannya serabutan tapi
bisa dikatakan mereka juga mendapat semuanya katakanlah
tidak pernah ada yang istilahnya kelaparan (interload:
mendapatkan semuanya ya) ya jadi di dalam data dulu tahun
2008 ada BLT di RW 03 tidak terlalu banyak yang mendapat
karena walaupun tidak punya pekerjaan yang dikatakan
sebagai karyawan atau pegawai iya serabutan tapi setiap hari
ada pekerjaan, itu yang serabutan bagi yang pekerja tetap
mungkin ada suatu penilaian dari saya ketika mempunyai
ekonomi yang cukup lumayan dan hidup di kampung dia
merasa menjd orang penting shg merasa persaingan ekonomi
tidak tinggi termasuk saya barangkali merasa lebih tenang
ketika lingkungan ekonomi tidak terlalu tinggi saya tidak
kemrungsung, merasa tidak bersaing bahkan saya menjadi
golongan tanda kutip seperti org yang dihargai jadi itu
kenyamanan sosial barangkali, di samping keluarga sebagian
besar umumnya jadi beberapa orang yang sempat punya
kedudukan-kedudukan juga masih punya keluarga di situ
masih banyak. Bahkan kadang-kadang masih membeli
beberapa rumah yang memang dijual dan ini baru ini juga
beberapa tahun ini ada juga kelaurga yang sudah puluhan
atau bahkan lebih dari 50 tahun di luar kota dan ini anaknya
kembali di gang 3 kebetuilan kerja di Jaksaan Tinggi Jateng
jadi menantu dan anaknya kembali ke sini walaupun orang
tuanya di Bandung dan pakde-pakdenya di Jakarta. Karena
itu termasuk salah satu orang yang sangat sukses RT 01”.
“Berarti ada semacam penanaman nilai-nilai katakanlah
moral, spiritual, sikap, membuat ketenangan”

174

Bab 7: Jejak Kasus Survival Strategy Komunitas M iskin yang Terpinggirkan

“Iya, jadi mungkin ada semacam istilah eman-eman kalau
harus meninggalkan kampung …jadi