Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Mahasiswi di Universitas "X" Bandung yang Sedang Menjalani Hubungan Jarak Jauh.

(1)

v Abstrak

Individu yang menjalani hubungan jarak jauh dalam berelasinya banyak yang mengalami kesulitan, namun ada pula yang dapat mempertahankan hubungannya. Maka dari itu penelitian ini ingin mengetahui status intimacy apa yang terdapat pada individu tersebut. Penelitian ini berdasarkan pada teori status intimacy dari Jacob L. Orlofsky (1993), bertujuan untuk mengetahui gambaran dinamika status intimacy pada mahasiswi di

Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan teknik accidental sampling. Sampel penelitian yang digunakan adalah 80 mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang berusia 18-25 tahun dan sedang menjalani hubungan jarak jauh minimal 6 bulan. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner status intimacy yang disusun oleh Chrysanti (1998) dan dimodifikasi oleh peneliti. Uji validitas menggunakan Pearson Correlation dengan program SPSS 20 didapatkan validitas item berkisar 0,318 sampai 0,798. Uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach, didapatkan koefisien alpha sebesar 0,923. Data yang didapatkan diolah dengan menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan sebanyak 75 % mahasiswi berstatus intimate, 13,75 % mahasiswi berstatus pseudointimate, dan 11,25 % mahasiswi berstatus merger committed. Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagian besar mahasiswi di

Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh berstatus intimate (75 %). Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai status intimacy, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian tidak hanya pada perempuan melainkan juga pada laki-laki. Peneliti juga menyarankan untuk meneliti dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dari berbagai universitas, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih umum mengenai status intimacy pada mahasiswa yang menjalani hubungan jarak jauh.


(2)

vi

Universitas Kristen Maranatha

Abstract

Individuals in a long distance relationship might have obstacles, but some of them might maintain their relationship. The researcher would like to know intimacy status of each individuals. The research was based on the theory of intimacy status from Jacob L. Orlofsky (1993), aims to describe of intimacy status dynamics on female students at University “X” Bandung who were in a long distance relationship.

The method used was a descriptive method using an accidental sampling technique. The sample consisted of 80 female students around 18-25 years old and having a long distance relationship for at least 6 months. The instrument used was a questionnaire of intimacy status by Chrysanti (1998) and modified by the researcher. The validity test used Pearson Correlation in SPSS 20 program found that item validity was around 0,318 to 0,798. The reliability test using Alpha Cronbach found an alpha coefficient of 0,923. The data obtained was then processed using frequency distribution and cross tabulation.

As the result, 75 % of the female students have intimate status, 13,75 % have pseudointimate status, and 11,25 % have merger committed status. The conclusion was the majority of the female students at University “X” Bandung with a long distance relationship are in intimate status (75 %). For other researchers who want to conduct a research on intimacy status, the researcher suggested them to investigate not only women but also men. They also suggested to use a larger sample from some universities to provide a more general picture of the intimacy status of those who are going through a long distance relationship.


(3)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1. Maksud Penelitian ... 10

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 11

1.5. Kerangka Pemikiran ... 11


(4)

x

Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Intimacy ... 24

2.1.1. Pengertian Intimacy ... 24

2.1.2. Aspek-aspek dalam Intimacy ... 25

2.1.3. Macam-macam Status Intimacy ... 27

2.1.4. Status Intimacy pada Wanita ... 34

2.2. Masa Dewasa Awal ... 35

2.3. Pacaran ... 37

2.3.1. Pengertian Pacaran ... 37

2.3.2. Komponen Pacaran ... 37

2.3.3. Fungsi Pacaran ... 38

2.3.4. Tipe-tipe Pacaran ... 39

2.4. Pacaran Jarak Jauh ... 39

2.4.1. Pengertian Pacaran Jarak Jauh ... 39

2.4.2. Dampak Pacaran Jarak Jauh ... 40

2.4.3. Faktor Penyebab Pacaran Jarak Jauh ... 41

2.5. Mahasiswa ... 42

2.5.1. Definisi Mahasiwa ... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 43

3.2. Bagan Prosedur Penelitian ... 43

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 44

3.3.1. Variabel Penelitian ... 44


(5)

xi

3.4. Alat Ukur ... 45

3.4.1. Alat Ukur Status Intimacy ... 45

3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 51

3.4.2.1. Data Pribadi ... 51

3.4.2.2. Data Penunjang ... 51

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 51

3.4.3.1. Validitas ... 51

3.4.3.2. Reliabilitas ... 52

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 52

3.5.1. Populasi Sasaran ... 52

3.5.2. Karakterikstik Populasi ... 52

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.6. Teknik Analis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Sampel Penelitian ... 55

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 55

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Lamanya Menjalani Hubungan Jarak Jauh ... 55

4.1.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Kota Tempat Tinggal Pasangan 56

4.2. Hasil Penelitian ... 58

4.3. Pembahasan ... 58


(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ... 67

5.2. Saran ... 67

5.2.1. Saran Teoritis ... 68

5.2.2. Saran Praktis ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

DAFTAR RUJUKAN ... 71 LAMPIRAN


(7)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penentuan Status Intimacy ... 33

Tabel 2.2. Perluasan status intimacy dengan mencamtumkan aspek dependensi dan status merger ... 35

Tabel 3.1. Rincian Alat Ukur ... 46

Tabel 3.2. Skala Penilaian ... 48

Tabel 3.3. Penentuan Status Intimacy ... 50

Tabel 4.1. Persentase Subjek Berdasarkan Usia ... 55

Tabel 4.2. Persentase Subjek Berdasarkan Lamanya Menjalani Hubungan Jarak Jauh 55

Tabel 4.3. Persentase Subjek Berdasarkan Kota Tempat Tinggal Pasangan ... 56


(8)

xiv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran ... 22 Bagan 3.1. Prosedur Penelitian ... 43


(9)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Alat Ukur ... L-1 Lampiran 2 Surat Persetujuan ... L-14 Lampiran 3 Kuesioner Status Intimacy ... L-15 Lampiran 4 Rating Scales ... L-23 Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... L-27 Lampiran 6 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Komitmen ... L-29 Lampiran 7 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Komunikasi ... L-30 Lampiran 8 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Perhatian dan Kasih Sayang

... L-31 Lampiran 9 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Pengetahuan akan Sifat-sifat Pasangan ... L-32 Lampiran 10 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Perspective Taking ... L-33 Lampiran 11 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan ... L-34 Lampiran 12 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Mempertahankan Minat-minat Pribadi ... L-35 Lampiran 13 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Penerimaan terhadap Keterpisahan dari Pasangan ... L-36 Lampiran 14 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Aspek Ketergantungan terhadap Pasangan ... L-37 Lampiran 15 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Lamanya Menjalani Hubungan Jarak Jauh ... L-38 Lampiran 16 Tabulasi Silang Status Intimacy dengan Kota Tempat Tinggal Pasangan L-39


(10)

xvi

Universitas Kristen Maranatha


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan manusia juga akan berinteraksi dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah memilih pasangan hidup. Ketika individu pada masa dewasa awal berteman khususnya dengan lawan jenis, tidak menutup kemungkinan terjadi kecocokkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu individu akan memulai untuk mengenal lawan jenisnya secara lebih mendalam dengan adanya suatu ikatan hubungan yang disebut dengan pacaran. Hubungan pacaran pada masa dewasa awal akan berbeda dengan hubungan pacaran pada masa remaja. Hubungan pacaran pada masa dewasa awal diharapkan memiliki arah yang lebih serius untuk masa depan. Oleh karena itu individu akan berusaha untuk saling menerima dan menyesuaikan diri dengan pasangannya untuk mempertahankan hubungan pacaran tersebut. Namun jika diantara individu dan pasangannya sulit untuk saling menerima satu sama lainnya, maka yang akan terjadi adalah pertengkaran secara terus menerus dan tidak menutup kemungkinan individu akan mengakhiri hubungan yang dijalaninya tersebut.

Beberapa individu ada pula yang menjalani hubungan pacaran saat masih menempuh pendidikan, khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Oleh karena itu banyak individu yang akhirnya harus meninggalkan pasangannya untuk menempuh pendidikan di luar kota untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki banyak perguruan tinggi yang berkualitas, baik itu perguruan tinggi negeri maupun swasta. Banyak individu yang berasal dari luar kota atau luar pulau memutuskan untuk meninggalkan kota asalnya dengan alasan untuk menempuh pendidikan di perguruan


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha

tinggi di kota Bandung. Kota Bandung memiliki beberapa universitas terbaik dan terpopuler (http://4muda.com/10-universitas-terbaik-dan-terpopuler-di-bandung-tahun-2015/).

Namun hal tersebut akan menjadi masalah bagi beberapa pasangan, karena akhirnya mereka harus memutuskan untuk menjalani hubungan jarak jauh atau Long Distance Relationship. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Knys (dalam Purba & Siregar, 2006) bahwa pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh biasanya disebabkan karena alasan pendidikan. Penelitian dari Lydon, dkk juga menemukan bahwa 55 responden dari 69 responden menjalani hubungan pacaran jarak jauh karena alasan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Pacaran jarak jauh atau yang sering disebut dengan “Long Distance Relationship”, merupakan pacaran dimana pasangan dipisahkan oleh jarak fisik yang tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik untuk periode waktu tertentu (Hampton, 2004). Beberapa peneliti mengemukakan kriteria jarak seberapa jauh hubungan dikatakan sebagai hubungan jarak jauh.

Lydon, Pierce, O’Regan, dan Knox menggunakan jarak 200 mil atau lebih. Sedangkan

Schwebel, Dunn, Moss, dan Renner mengemukakan bahwa jarak 50 mil atau kurang lebih 80 km setidaknya cukup untuk mendefinisikan hubungan jarak jauh (Journal of Undergraduate Research VIII). Sedangkan Canary, Stafford, Hause, dan Wallace (1993) mendefinisikan hubungan pacaran jarak jauh sebagai suatu hubungan dimana dua individu tersebut tinggal di kota yang berbeda.

Beberapa peneliti menganggap keterpisahan fisik untuk periode waktu tertentu sebagai salah satu faktor yang membedakan pacaran jarak jauh dengan pacaran jarak dekat. Hubungan jarak jauh bisa terjadi karena banyak faktor, diantaranya tuntutan pendidikan atau pekerjaan yang mengharuskan salah seorang dari pasangan tinggal di luar kota bahkan di luar negeri. Oleh karena itu banyak mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh karena masing-masing individu harus menuntut ilmu di kota yang berbeda. Pasangan yang menjalani


(13)

3

hubungan jarak jauh membutuhkan usaha yang lebih besar untuk saling percaya, saling terbuka, dan rutin berkomunikasi, sebab pikiran negatif, curiga, dan tidak percaya, banyak menjadi masalah bagi pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh.

Dari beberapa penelitian mengenai hubungan jarak jauh, disebutkan beberapa masalah atau kesulitan yang harus dihadapi oleh individu yang menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya. Salah satunya disebutkan pada artikel yang berjudul How to Make a Long-Distance Relationship Work dimana hambatan paling besar dalam suatu hubungan adalah masalah jarak. Semakin jauh jarak yang memisahkan pasangan maka semakin besar pula hambatan dan tantangan yang harus dihadapi oleh pasangan yang menjalani pacaran jarak jauh. Khususnya akan mempersulit pasangan untuk dapat bertemu. Jarak hubungan berdasarkan jarak fisik juga ikut berpengaruh karena melibatkan kualitas interaksi. Penelitian Fanniza (2006) pun menemukan bahwa hubungan jarak jauh dapat menghambat komunikasi diantara pasangan dan akan berpengaruh terhadap hubungan tersebut.

Dalam sebuah jurnal yang berjudul “Komitmen dalam Berpacaran Jarak Jauh pada Wanita Dewasa Awal” dikatakan bahwa dalam menjalani hubungan jarak jauh, pasangan tidak selalu dapat bertemu dan melakukan kontak fisik sesering yang individu inginkan, sehingga menyebabkan individu jarang melalukan aktivitas bersama-sama dan jarang dapat mengungkapkan ekspresi non-verbal. Sulitnya pasangan untuk bertemu ketika saling membutuhkan dapat memengaruhi hubungan dengan pasangan dan mengakibatkan pasangan sulit untuk mempertahankan hubungannya. Hal tersebut akan menjadi masalah bagi pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh. Perasaan seperti curiga, cemas, khawatir, rindu, kesepian, dan cemburu terhadap pasangan dirasakan oleh wanita yang sedang menjalani pacaran jarak jauh.

Stafford menyatakan bahwa komunikasi tatap muka yang intensif diperlukan untuk kedalaman karakter masing-masing pasangan serta percakapan sehari-hari dibutuhkan untuk


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

kelangsungan sebuah hubungan. Percakapan-percakapan dengan kualitas penting seperti menyelesaikan konflik, rencana masa depan, dan masalah pribadi lebih baik dibicarakan secara langsung dengan bertemu. Inilah yang menjadi hambatan dalam menjalani hubungan jarak jauh. Stafford juga menyebutkan bahwa pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh cenderung dilanda stress, depresi, dan feeling blue karena banyak kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.

Disamping itu Mary E. Rohlfing dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa hubungan pacaran jarak jauh memiliki dampak negatif. Khususnya bagi mahasiswa yang hidup dalam anggaran terbatas. Individu dan pasangannya akan memerlukan biaya yang cukup besar untuk mempertahankan hubungan, misalnya seperti mahalnya biaya telepon dan perjalanan jarak jauh yang harus ditempuh agar individu dapat bertemu dengan pasangannya. Selain itu, mahasiswi cenderung memiliki pengharapan yang tinggi akan kualitas waktu yang dihabiskan bersama pasangan. Jika waktu bertemu tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan perasaan kecewa dan bahkan stress.

Menjalani hubungan jarak jauh dapat dikatakan tidak mudah, khususnya bagi seorang wanita. Beberapa penelitian menyebutkan kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi oleh individu yang menjalani hubungan jarak jauh, mulai dari sulitnya individu untuk bertemu dengan pasangannya, membutuhkan usaha yang lebih besar untuk saling percaya, dan juga banyak kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Sehingga hal tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap kondisi psikologis individu. Beberapa hasil penelitian juga menyebutkan bahwa hubungan jarak jauh sangat rawan akan konflik, serta dapat memicu stress baik secara biologis maupun psikologis (Purba & Siregar, 2006). Disamping itu wanita juga memiliki sifat yang lebih emosional dibandingkan pria. Wanita akan memberikan respon yang lebih emosional terhadap masalah yang dihadapi. Oleh karena itu wanita lebih cepat merasa takut, cemas, dan curiga (Dharmawijati, 2016).


(15)

5

Selain dampak-dampak negatif yang sudah disebutkan diatas, pacaran jarak jauh juga mempunyai sisi positif. Salah satunya seperti yang dijelaskan dalam Journal of Communication menemukan bahwa pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh akan memiliki ikatan yang lebih kuat dibandingkan pasangan yang tidak menjalani hubungan jarak jauh. Crystal Jiang dari City University of Hongkong dan Jeffrey Hancock dari Cornell University mengatakan bahwa pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh memiliki keintiman yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena ada dua faktor yang berperan, yaitu mereka cenderung tidak menutupi tentang diri mereka dan mereka lebih mengerti perilaku pasangan. Ketika sebuah hubungan dipisahkan oleh jarak, penelitian menunjukkan bahwa individu akan lebih terfokus pada hubungan, sehingga mereka akan lebih memperhatikan hubungannya. Dalam beberapa waktu terakhir, hubungan jarak jauh menjadi fenomena yang lebih umum terjadi. Bukan hanya berbeda kota, melainkan juga berbeda negara.

Jeffrey Hancock dalam Journal of Communication juga mengatakan bahwa physical connection sangat penting, tapi kemajuan teknologi saat ini memungkinkan pasangan untuk beradaptasi dengan jarak. Dari kemajuan dan kepesatan teknologi yang berkembang dapat dibandingkan bagaimana dampak kemajuan tersebut dengan pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh. Kemungkinan perbandingan persentase pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh akan berbeda antara pasangan yang hidup di jaman dulu dan sekarang. Kemungkinan pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh pada jaman dahulu akan memiliki persentase yang lebih tinggi untuk mengakhiri hubungan dibandingkan pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh pada saat ini. Hal tersebut disebabkan karena perkembangan teknologi komunikasi saat ini yang semakin maju sehingga memungkinkan pasangan lebih mudah dalam berkomunikasi, misalnya dengan menggunakan beberapa media komunikasi, seperti SMS, BBM, Line, WhatsApp, bahkan individu juga dapat berkomunikasi


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha

tatap muka dengan pasangannya, misalnya dengan menggunakan video call seperti Skype dan lain sebagainya.

Crystal Jiang mengatakan bahwa budaya kita juga menekankan kebersamaan secara fisik dan sering bertemu dengan pasangan dapat menguatkan suatu hubungan. Sementara pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh tidak dapat melakukannya. Pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh umumnya lebih berusaha untuk mempertahankan hubungannya daripada mereka yang tidak menjalani hubungan jarak jauh. Mereka mengusahakannya dengan menjaga komunikasi yang baik dan juga menjaga keintiman (Journal of Communication).

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hubungan berpacaran adalah kemampuan individu untuk membuka diri dengan pasangannya. Kemampuan ini sering disebut sebagai intimacy, yaitu kemampuan individu untuk melibatkan dirinya dalam relasi afiliasi yang kongkrit dan relasi berpasangan, serta bertahan dalam komitmen itu walaupun hal tersebut mungkin membutuhkan adanya pengorbanan dan kompromi ketika membagi dirinya sendiri dengan pasangan (Erikson, 1963 yang dikembangkan oleh J.L.Orlofsky, 1993).

Orlofsky (dalam Marcia, 1993) mengungkapkan bahwa status intimacy dibagi menjadi sembilan aspek. Pertama, komitmen yaitu memiliki keterlibatan dan sudah mempunyai rencana yang pasti untuk masa depan. Kedua, komunikasi dibagi menjadi dua sub aspek yaitu intrapersonal dan interpersonal. Komunikasi intrapersonal adalah kemampuan individu untuk mengkomunikasikan masalah dan berbagi perasaan kepada pasangan. Sedangkan komunikasi interpersonal adalah kemampuan individu untuk menyampaikan perasaan marah dan kasih sayang secara terbuka kepada pasangan. Ketiga, perhatian dan kasih sayang yaitu kemampuan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang secara tulus kepada pasangan. Keempat, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan yaitu kemampuan untuk menggambarkan pasangan sebagai individu yang unik dan spesial. Kelima, perspective taking yaitu kemampuan untuk


(17)

7

melihat dan menghargai sudut pandang pasangan. Keenam, kekuasaan dan pengambilan keputusan yaitu kemampuan untuk menghargai interaksi yang timbal balik. Ketujuh, mempertahankan minat-minat pribadi yaitu kemampuan untuk tetap melakukan hal-hal yang diminati tanpa mengabaikan kebutuhan dan keinginan pasangan. Kedelapan, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan yaitu kemampuan untuk mendukung dan menghargai pasangan sebagai individu yang otonom. Kesembilan, ketergantungan terhadap pasangan yaitu kemampuan untuk saling interdependent.

Kemudian kombinasi derajat dari masing-masing aspek tersebut akan menghasilkan tujuh macam status intimacy dengan kedalaman yang berbeda-beda. Mulai dari yang paling dangkal yaitu isolate, stereotyped relationship, pseudointimate, merger uncommitted, merger committed, preintimate, dan sampai yang paling dalam yaitu intimate. Masing-masing status intimacy memiliki derajat pada kesembilan aspek yang berbeda-beda antara satu dengan status lainnya.

Status yang diharapkan dimiliki oleh individu yang menjalani hubungan jarak jauh adalah intimate. Hal ini disebabkan karena individu berstatus intimate sudah memiliki komunikasi yang terbuka dan juga sudah mempunyai komitmen jangka panjang dengan pasangannya. Oleh karena itu ketika individu berstatus intimate menghadapi masalah atau kesulitan selama menjalani hubungan jarak jauh, individu akan tetap mempertahankan hubungan dengan pasangan dengan cara lebih berusaha untuk menyelesaikan masalah di dalam hubungannya tersebut. Selain itu individu berstatus intimate juga tidak terlalu bergantung kepada pasangannya, sehingga individu pun tidak mengalami kesulitan ketika harus tinggal berjauhan dengan pasangannya.

Fenomena ini juga ditemukan pada mahasiswi di Universitas “X” Bandung, dimana ditemukan bahwa dari 4288 mahasiswi di Universitas “X” yang berusia 18-25 tahun, terdapat 2130 mahasiswi yang berasal dari luar kota Bandung (sumber : Biro Administrasi Akademik).


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

Dengan kata lain dari jumlah yang ada hampir 50 % mahasiswi tersebut berasal dari luar kota Bandung, seperti dari Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Magelang, Surabaya, Lampung, Medan, dan sebagainya.

Peneliti melakukan survey awal kepada 23 orang mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan menggunakan kuesioner online yang berisi beberapa pertanyaan yang terkait dengan aspek komitmen, komunikasi, perhatian dan kasih sayang, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat-minat pribadi, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, serta ketergantungan terhadap pasangan. Dari hasil survey awal tersebut didapatkan bahwa 1 orang mahasiswi (4 %) berstatus pseudointimate. Dimana mahasiswi tersebut memiliki komitmen dengan derajat yang sedang. Mahasiswi mampu mempertahankan hubungan dengan pasangannya, namun ia belum memiliki rencana untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius atau pernikahan.

Selain itu sebanyak 5 orang mahasiswi (22 %) berstatus merger committed, dimana mahasiswi tersebut sudah mempunyai komitmen untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius, namun mahasiswi ini sangat bergantung kepada pasangannya. Mereka lebih suka melakukan aktivitas bersama pasangannya, sehingga ketika pasangannya tidak ada, mereka merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.

Disamping itu sebanyak 6 orang mahasiswi (26 %) berstatus preintimate. Dimana mahasiswi tersebut memiliki komitmen dengan derajat yang rendah. Mahasiswi tersebut belum mempunyai komitmen untuk melanjutkan ke tahap yang lebih serius dengan alasan masih berkuliah. Hubungan antara mahasiswi dan pasangannya sudah dilandasi dengan komunikasi yang terbuka, misalnya ketika sedang menghadapi suatu masalah mahasiswi akan bercerita kepada pasangannya.


(19)

9

Sedangkan sisanya sebanyak 11 orang mahasiswi (48 %) berstatus intimate. Mahasiswi yang berstatus intimate, mereka tidak hanya mampu mempertahankan hubungannya ketika menghadapi masalah, namun mereka juga sudah mempunyai rencana untuk melanjutkan hubungannya sampai ke tahap pernikahan. Mahasiswi ini juga memiliki ketergantungan terhadap pasangan dengan derajat yang sedang. Mereka sudah terbiasa untuk mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada pasangannya. Sehingga mereka pun tidak mengalami kesulitan ketika menjalani hubungan jarak jauh dan dalam melakukan aktivitas yang tidak ditemani oleh pasangannya.

Hal yang menyebabkan peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh adalah karena berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang sudah dijelaskan diatas disebutkan bahwa banyak kesulitan yang akan dihadapi oleh individu yang menjalani hubungan jarak jauh, mulai dari sulitnya pasangan untuk bertemu, rawan akan konflik, rasa curiga yang muncul ketika berjauhan dengan pasangan, membutuhkan usaha yang lebih besar untuk saling percaya, dan juga banyak kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan tidak menutup kemungkinan beberapa mahasiswi akan memutuskan hubungan dengan pasangannya karena tidak dapat mengatasi masalah-masalah yang dialaminya selama menjalani hubungan jarak jauh bersama pasangan. Namun berdasarkan survey awal yang sudah dilakukan oleh peneliti kepada 23

mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh, didapatkan hasil bahwa mahasiswi tersebut cukup banyak yang dapat mempertahankan hubungannya bahkan sampai bertahun-tahun. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui status intimacy apakah yang terdapat pada mahasiswi yang mampu mempertahankan hubungan jarak jauh dengan pasangannya. Selain itu penelitian mengenai hubungan jarak jauh yang dilakukan oleh Crystal Jiang dan Jeffrey Hancock dilakukan di Amerika Serikat dan peneliti


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

merasa tertarik untuk melihat bagaimana hubungan jarak jauh yang terjadi di Indonesia, khususnya di Universitas “X” Bandung.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai status intimacy pada mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui status intimacy apa yang terdapat pada mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Memperoleh data dan gambaran mengenai status intimacy pada mahasiswi di

Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran dinamika status intimacy pada mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh, khususnya yang berhubungan dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan status intimacy.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

- Memberikan informasi mengenai status intimacy mahasiswi bagi bidang ilmu Psikologi Perkembangan.


(21)

11

- Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai status intimacy.

1.4.2. Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh mengenai pentingnya kesembilan aspek dalam status intimacy (seperti komitmen, komunikasi, perhatian dan kasih sayang, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat-minat pribadi, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, dan ketergantungan terhadap pasangan) dalam mempertahankan dan membangun hubungan yang lebih mendalam dengan pasangannya.

1.5. Kerangka Pemikiran

Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya individu akan berinteraksi dengan orang lain. Seseorang yang sudah memasuki tahap masa dewasa awal yaitu kurang lebih pada usia 18 tahun akan mulai tertarik dengan lawan jenis. Ketertarikan terhadap lawan jenis tersebut dapat diteruskan ke tahap pacaran. Seseorang yang menjalani hubungan pacaran ada yang serius menjalani hubungannya, namun ada juga yang menjalani hubungan pacaran hanya sebagai status saja. Hal ini mengakibatkan tingkat keintiman antara satu mahasiswi dengan mahasiswi lain terhadap pasangannya pun akan berbeda-beda (Erikson, 1963).

Memilih pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan dari seorang manusia. Winkel (1997) menyatakan bahwa pada usia sekitar 18 tahun, biasanya seseorang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Banyak mahasiswi yang menempuh pendidikan perguruan tinggi di luar kota asalnya. Hal ini akan menyebabkan bagi mahasiswi


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha

yang sebelumnya sudah memiliki pasangan, akhirnya harus menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya. Sama juga halnya dengan yang terjadi pada mahasiswi di Universitas

“X” Bandung. Banyak diantara mahasiswi tersebut yang selama menjalani proses

perkuliahan, mereka juga harus berpisah dengan pasangannya dan menjalani hubungan jarak jauh. Setiap mahasiswi yang berpacaran akan memiliki tingkat keintiman yang berbeda-beda. Begitu juga dengan mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh. Antara mahasiswi yang satu dengan mahasiswi yang lainnya akan berbeda tingkat keintiman dengan pasangannya, walaupun mereka sama-sama menjalani hubungan jarak jauh.

Intimacy adalah kemampuan individu untuk melibatkan dirinya dalam relasi afiliasi yang kongkrit dan relasi berpasangan, serta bertahan dalam komitmen itu walaupun hal tersebut mungkin membutuhkan adanya pengorbanan dan kompromi ketika membagi dirinya sendiri dengan pasangan (Erikson, yang dikembangkan oleh J.L.Orlofsky, 1993). Orlofsky mengemukakan aspek-aspek intimacy seseorang meliputi sebagai berikut : (1) komitmen, (2) komunikasi, (3) perhatian dan kasih sayang, (4) pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, (5) perspective taking, (6) kekuasaan dan pengambilan keputusan, (7) mempertahankan minat-minat pribadi, (8) penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, serta (9) ketergantungan terhadap pasangan (Orlofsky, 1993 dalam Marcia, et. all).

Komitmen dengan pasangan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melibatkan dirinya dengan pasangan, merencanakan masa depan dengan pasti, meningkatkan dan mempertahankan kualitas interaksi dengan pasangannya. Komitmen, salah satunya dapat dilihat melalui cara mahasiswi tersebut dalam mempertahankan hubungan dengan pasangan dalam keadaan apapun. Hal ini terlihat dari ketika mahasiswi sedang bertengkar atau mempunyai masalah di dalam hubungan dengan pasangannya, maka ia akan tetap berusaha untuk mempertahankan hubungan tersebut.


(23)

13

Komunikasi terbagi menjadi dua yaitu intrapersonal dan interpersonal. Komunikasi intrapersonal adalah mampu untuk mengkomunikasikan masalah-masalah dan hal lainnya dengan nyaman kepada pasangan. Hal ini terlihat dari mahasiswi mampu menceritakan apa saja kepada pasangannya baik masalah di perkuliahan maupun masalah dengan teman di kampus, sehingga mahasiswi akan lebih terbuka dalam berkomunikasi kepada pasangannya. Sedangkan komunikasi interpersonal ditandai dengan keterbukaan dalam menyampaikan perasaan marah dan kasih sayang, sehingga mahasiswi tidak memendam perasaan yang sedang dirasakannya. Hal ini terlihat dari mahasiswi mampu mengungkapkan perasaan marahnya kepada pasangan dan juga mampu mengungkapkan perasaan kasih sayangnya kepada pasangan. Ketika mahasiswi merasa pasangannya melakukan suatu kesalahan, mahasiswi tidak memendam perasaannya, namun ia akan tetap mengekspresikan perasaan marahnya kepada pasangan.

Perhatian dan kasih sayang adalah kemampuan mahasiswi untuk memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus dan sepenuh hati kepada pasangannya. Mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh, kemungkinan waktu atau frekuensi untuk bertemu dengan pasangan akan sangat sedikit atau terbatas. Pemberian perhatian dan kasih sayang dari pasangannya dalam hal sekecil apapun akan menjadi sangat berarti, misalnya seperti mengingatkan pasangan untuk menjaga kesehatan, mengingatkan pasangan agar menjaga pola makannya walaupun sedang sibuk dengan pekerjaannya, dan sebagainya.

Pengetahuan akan sifat-sifat pasangan merupakan kemampuan untuk mendeskripsikan keunikan dan keistimewaan pasangannya. Dalam hal ini mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh, khususnya yang sudah menjalani hubungannya selama bertahun-tahun diharapkan sudah mengetahui sifat-sifat pasangannya secara lebih mendalam. Mahasiswi mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan pasangannya serta mengetahui hal apa saja yang disukai dan tidak disukai oleh pasangannya.


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha

Perspective taking merupakan kemampuan untuk dapat melihat dan memahami sudut pandang pasangan dan menghargai pendapat pasangan. Tidak selamanya orang yang berpacaran akan selalu mempunyai sudut pandang yang sama satu dengan lainnya. Ada kalanya diantara mereka akan terdapat beberapa atau bahkan banyak perbedaan. Jika terjadi perbedaan sudut pandang, mahasiswi diharapkan untuk bisa menghargai sudut pandang yang berbeda dari pasangan. Dengan menghargai sudut pandang yang berbeda maka hal ini akan sangat membantu untuk mengurangi pertengkaran di antara pasangan yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.

Kekuasaan dan pengambilan keputusan adalah kemampuan untuk menghargai interaksi yang timbal balik. Antara mahasiswi dan pasangannya memiliki hak yang sama dalam mengambil sebuah keputusan. Ketika ada masalah dalam sebuah hubungan, sebaiknya mahasiswi melibatkan pasangannya dalam membuat keputusan untuk menyelesaikan masalah diantara mereka berdua. Hal ini juga berguna agar pasangan tersebut dapat lebih mengenal satu sama lain secara lebih mendalam.

Mempertahankan minat-minat pribadi adalah kemampuan untuk tetap menjaga dan melakukan hal-hal yang diminati tanpa mengabaikan kebutuhan pasangan. Dalam hal ini mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh biasanya akan mempunyai banyak waktu untuk melakukan aktivitas yang disukainya namun mahasiswi juga tidak melupakan pasangannya karena terlalu sibuk menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Misalnya ketika mahasiswi sedang pergi bersama teman-temannya, ia tidak lupa untuk membalas pesan singkat dari pasangannya.

Penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan adalah kemampuan untuk mendukung dan menghargai pasangan sebagai individu yang otonom. Dalam hal ini mahasiswi mampu tinggal berjauhan dengan pasangannya dan ia pun mendukung pekerjaan atau kesibukan yang sedang dilakukan oleh pasangannya.


(25)

15

Ketergantungan terhadap pasangan merupakan kemampuan untuk saling interdependen atau tidak terlalu bergantung dengan pasangan. Mahasiswi yang sangat bergantung dengan pasangannya akan mengalami kesulitan ketika ia harus berpisah dengan pasangannya dan menjalani hubungan jarak jauh. Mahasiswi mengetahui kapan waktunya ia harus melakukan aktivitasnya sendiri tanpa harus selalu ditemani oleh pasangannya dan mengetahui kapan mahasiswi dan pasangannya dapat saling bergantung satu sama lain.

Dari kombinasi antara kesembilan aspek-aspek tersebut akan menghasilkan tujuh macam status intimacy dimana masing-masing status memiliki derajat kedalaman yang berbeda-beda, yaitu isolate, stereotyped relationship, pseudointimate, merger uncommitted, merger committed, preintimate, dan intimate.

Mahasiswi dengan status isolate mempunyai komitmen, komunikasi, perhatian dan kasih sayang, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat-minat pribadi, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, dan ketergantungan terhadap pasangan dengan derajat yang rendah. Hubungan yang dijalani oleh mahasiswi berstatus isolate biasanya bersifat formal dan kaku. Hal ini terlihat dari mahasiswi yang berstatus isolate ketika menjalani hubungan dengan pasangannya, hubungannya akan terkesan kaku, karena mahasiswi tidak mempunyai kemampuan untuk berelasi dengan orang lain secara mendalam. Mahasiswi tidak mempunyai keinginan untuk melanjutkan hubungannya ke tahap yang lebih serius dan sangat jarang berkomunikasi sehingga ia pun akan sangat jarang menunjukkan perhatian kepada pasangannya. Mahasiswi juga tidak pernah menceritakan apapun kepada pasangannya. Padahal dalam sebuah hubungan jarak jauh, komunikasi dengan pasangan menjadi hal yang penting. Sehingga hubungan mahasiswi dengan pasangannya pun tidak akan berlangsung dalam waktu yang lama, karena mahasiswi akan lebih sibuk dengan urusannya sendiri baik itu yang berhubungan dengan kuliahnya maupun bersama teman-temannya.


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha

Mahasiswi dengan status stereotyped relationship memiliki komitmen dan pengetahuan akan sifat pasangan dalam derajat yang rendah ; komunikasi, perhatian dan kasih sayang, perspective taking serta kekuasaan dan pengambilan keputusan dalam derajat yang rendah cenderung sedang ; mempertahankan minat pribadi dan ketergantungan pada pasangan dengan derajat yang sedang cenderung tinggi ; penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan dengan derajat yang sedang. Jadi perilaku yang tampak pada mahasiswi dengan status stereotyped yaitu mahasiswi menjalani hubungan dengan pasangannya, namun ia lebih fokus pada dirinya sendiri, lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya dan melakukan aktivitas kampus yang disukai. Mahasiswi masih mampu menjalani hubungan jarak jauh namun hubungannya tidak akan berlangsung lama, karena hubungan yang dibangun kurang terbuka dan kurangnya keterlibatan secara emosional. Mahasiswi berstatus stereotyped juga jarang mengemukakan isi hatinya kepada pasangan. Antara mahasiswi dan pasangannya pun kurang saling mengenal satu sama lainnya, sehingga tidak menutup kemungkinan hubungan yang dijalani mahasiswi tersebut pun tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Mahasiswi berstatus pseudointimate memiliki komunikasi, perhatian dan kasih sayang, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan yang tergolong sedang cenderung rendah ; komitmen dalam derajat yang sedang cenderung tinggi ; mempertahankan minat pribadi dan ketergantungan terhadap pasangan dengan derajat tinggi cenderung sedang ; pengetahuan akan sifat pasangan dengan derajat yang rendah ; penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan dengan derajat sedang. Jadi perilaku yang tampak pada mahasiswi tersebut adalah mahasiswi mampu menjalani hubungan jarak jauh dengan waktu yang lebih lama daripada mahasiswi berstatus stereotyped, namun hubungan yang dijalani lebih karena tuntutan sosial karena menganggap pada usia tersebut memang sudah seharusnya mempunyai pasangan, bukan karena memang adanya keseriusan satu sama lainnya. Sehingga mahasiswi


(27)

17

berstatus pseudointimate terkesan tertutup dan kurang dapat memberikan perhatian kepada pasangan. Mahasiswi pun jarang bercerita mengenai kegiatan perkuliahannya sehari-hari, baik itu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Ketika sedang berkumpul bersama teman-teman di kampus dan ketika ditanya mengenai pasangan mahasiswi tersebut, ia tidak dapat bercerita banyak mengenai pasangannya, karena memang pengetahuan mahasiswi terhadap pasangannya sangat sedikit.

Mahasiswi yang memiliki status merger uncommitted memiliki komitmen dan ketergantungan terhadap pasangan dengan derajat yang rendah ; pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat pribadi, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan dengan derajat yang rendah cenderung sedang ; komunikasi serta perhatian dan kasih sayang dengan derajat yang sedang cenderung tinggi. Tingkah laku yang tampak pada mahasiswi berstatus merger uncommitted yaitu mahasiswi sudah menjalani hubungan dengan pasangan dalam waktu yang cukup lama, namun mahasiswi tersebut belum memikirkan hubungannya ke arah yang lebih serius. Dalam hal ini mereka akan sering berkomunikasi karena mahasiswi merasa khawatir dengan pasangannya sehingga komunikasi yang dilakukan lebih ke arah mengontrol pasangan, seperti bertanya kepada pasangannya sedang dimana, bersama siapa, dan sebagainya. Sehingga pengetahuan mahasiswi mengenai pasangannya akan lebih banyak daripada tahap yang sebelumnya. Walaupun mahasiswi tersebut sedang sibuk dengan kegiatan perkuliahannya, namun ia tetap dapat memberikan perhatian kepada pasangannya. Mahasiswi berstatus merger uncommitted juga kemungkinan akan merasa kesulitan dalam menjalani hubungan jarak jauh, karena jika sebelumnya segala sesuatunya dapat dilakukan bersama pasangan, namun ketika mereka berpisah dan berjauhan mahasiswi akan merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa ditemani oleh pasangan. Contohnya adalah ketika biasanya selalu dijemput dan diantar kemana pun oleh pasangan, namun sekarang ia harus pergi sendiri.


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha

Sehingga tidak menutup kemungkinan proses perkuliahannya pun akan terganggu karena mahasiswi merasa kesepian tanpa kehadiran pasangannya.

Hal yang membedakan status merger uncommitted dengan status merger committed adalah dalam hal komitmen jangka panjang. Mahasiswi berstatus merger committed memiliki komitmen dengan derajat sedang cenderung tinggi. Mahasiswi merger committed juga sangat bergantung secara emosional kepada pasangannya. Dalam hal ini mahasiswi sudah lebih memikirkan hubungan bersama pasangannya ke arah yang lebih serius. Namun mahasiswi sangat bergantung kepada pasangannya secara emosional. Sehingga setiap apa yang sedang dirasakannya akan selalu diceritakan kepada pasangan. Mahasiswi berstatus merger committed merasa bisa mendapatkan kenyamanan yang lebih ketika bersama pasangannya daripada ketika bersama teman-temannya di kampus. Sehingga mahasiswi pada status ini akan sangat bergantung secara emosional kepada pasangannya. Ketika ada orang lain khususnya perempuan yang dekat dengan pasangannya, mahasiswi akan merasa sangat cemburu. Sehingga ketika mereka bertengkar pun biasanya adalah karena masalah kecemburuan dan sikap posesif mahasiswi terhadap pasangannya. Ketika pasangannya sedang sibuk dan mahasiswi ini tidak dapat bercerita kepada pasangan, mahasiswi akan merasa semakin terpuruk. Sehingga tidak menutup kemungkinan tugas-tugas kuliahnya pun akan terbengkalai.

Mahasiswi yang berstatus preintimate memiliki komitmen yang rendah ; ketergantungan terhadap pasangan dengan derajat sedang ; mempertahankan minat-minat pribadi dan penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan dengan derajat sedang cenderung tinggi ; komunikasi, perhatian dan kasih sayang, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan dengan derajat yang tinggi. Perilaku mahasiswi berstatus preintimate adalah mahasiswi sudah lebih mampu untuk membicarakan apa saja kepada pasangan dan cenderung tidak ada yang ditutupi dari


(29)

19

pasangannya. Ia juga mampu menunjukkan rasa sayangnya kepada pasangan dengan memberikan perhatian yang tulus kepada pasangan. Walaupun mahasiswi sedang sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya, namun ia tetap tidak lupa untuk memperhatikan pasangan, misalnya dengan mengingatkan untuk menjaga kesehatan, menjaga pola makan, dan sebagainya. Ketika sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya, mahasiswi juga mampu untuk menceritakan mengenai sikap-sikap pasangannya, karena mahasiswi berstatus preintimate mengetahui pasangannya secara lebih mendalam. Namun ketika diminta untuk meneruskan hubungannya ke tahap yang lebih serius, mahasiswi merasa belum siap. Mahasiswi akan beralasan karena saat itu ia masih berkuliah dan belum siap untuk menikah. Namun alasan yang sebenarnya adalah karena mahasiswi belum siap untuk membentuk suatu attachment dengan pasangannya.

Hal yang membedakan status preintimate dan intimate adalah dalam hal komitmen. Mahasiswi yang berstatus intimate sudah memiliki komitmen dengan derajat yang lebih tinggi daripada preintimate. Mahasiswi sudah mempunyai rencana untuk melanjutkan hubungannya ke tahap yang lebih serius yaitu pernikahan. Sehingga ketika ada masalah dalam hubungannya, mahasiswi dan pasangannya akan sama-sama berusaha untuk menyelesaikan masalah di dalam hubungan mereka. Mahasiswi berstatus intimate mampu untuk menceritakan perasaan atau masalah yang sedang dihadapinya kepada pasangan. Ketika sedang bersama pasangan, mahasiswi dapat menikmati waktu-waktu bersama pasangannya. Begitu juga ketika berjauhan dari pasangan, mahasiswi ini mampu menikmati waktu-waktu bersama teman-teman kuliahnya. Mahasiswi berstatus intimate juga dapat melakukan berbagai aktivitas, baik aktivitas kampus maupun aktivitas bersama teman-temannya namun tetap dapat memberikan perhatian kepada pasangannya. Mahasiswi juga mempunyai kepercayaan kepada pasangannya, sehingga ia pun tidak merasa cemburu ketika sedang tinggal berjauhan dengan pasangannya.


(30)

20

Universitas Kristen Maranatha

Ketika seorang mahasiswi memasuki masa dewasa, ia akan lebih siap terhadap tuntutan emosional dalam pembentukan intimacy. Seorang wanita akan lebih terbuka daripada pria dan pada umumnya wanita akan lebih berorientasi pada suatu hubungan dan lebih dapat mengungkapkan perasaannya (Bem, Martyna, & Watson, 1976; Douvan & Adelson, 1966; Orlofsky & Windle, 1978). Hal ini dapat dilihat dari seorang mahasiswi akan lebih terbuka dalam menceritakan masalah-masalahnya kepada pasangan. Sedangkan pria biasanya akan lebih menutupi masalah yang sedang dihadapi. Selain itu mahasiswi juga lebih cenderung suka berhubungan dengan orang lain dan sangat mementingkan perasaan. Seorang wanita juga akan lebih ekspresif dan lebih berorientasi pada hubungan. Mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya, cenderung akan lebih dapat mengungkapkan perasaannya kepada pasangannya.

Selain itu kondisi menjalani hubungan jarak jauh dapat dikatakan tidak mudah khususnya bagi seorang wanita. Banyak kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi dan seorang wanita akan memberikan respon yang lebih emosional terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini mengakibatkan seorang mahasiswi akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk merasa takut, cemas, dan curiga terhadap pasangannya.

Disamping itu lamanya menjalani hubungan jarak jauh dan faktor jarak juga memiliki kecenderungan keterkaitan dengan status intimacy yang dimiliki oleh seorang mahasiswi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sacher dan Fine (1996) dikatakan bahwa suatu hubungan akan memiliki keterlibatan dan keseriusan setelah hubungan tersebut berjalan 6 bulan. Oleh karena itu semakin lama seorang mahasiswi menjalani hubungan jarak jauh, maka mahasiswi tersebut akan memiliki komitmen yang lebih dalam dengan pasangannya. Hal ini akan membuat mahasiswi dapat membangun hubungan yang lebih dekat dengan pasangannya. Sehingga hal ini pun akan memengaruhi status intimacy yang dimiliki oleh mahasiswi tersebut.


(31)

21

Selain itu jarak fisik diantara pasangan akan ikut berpengaruh karena melibatkan kualitas komunikasi. Seperti yang sudah disebutkan oleh Canary, Stafford, Hause, dan Wallace (1993) bahwa hubungan pacaran jarak jauh adalah suatu hubungan dimana dua individu tersebut tinggal di kota yang berbeda. Suatu hubungan jarak jauh akan menghambat komunikasi sehingga berpengaruh terhadap hubungan tersebut (Fanniza, 2006). Mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh tidak dapat bertemu sesering mahasiswi yang berpacaran jarak dekat. Semakin jauh kota tempat tinggal mahasiswi dengan pasangannya maka tidak menutup kemungkinan mereka pun akan lebih sulit untuk bertemu. Mahasiswi yang berpacaran jarak jauh cenderung lebih sulit untuk mengungkapkan perasaannya karena mereka hanya dapat berkomunikasi melalui telepon, SMS, atau media komunikasi lainnya tanpa bertemu secara langsung. Dengan adanya perbedaan jarak dan waktu akan membuat suatu hubungan lebih rentan akan perpisahan karena jarangnya intensitas pertemuan (wolipop.detik.com).


(32)

22

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Mahasiswi di

Universitas “X”

Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh

Status Intimacy

Aspek – aspek : 1. Komitmen 2. Komunikasi

- Intrapersonal - Interpersonal

3. Perhatian dan kasih sayang

4. Pengetahuan akan sifat-sifat pasangan 5. Perspective taking

6. Kekuasaan dan pengambilan keputusan

7. Mempertahankan minat-minat pribadi 8. Penerimaan terhadap keterpisahan dari

pasangan

9. Ketergantungan terhadap pasangan

Isolate Stereotyped relationship Pseudointimate Merger uncommitted Merger committed Preintimate Intimate

Faktor yang memengaruhi : 1. Lamanya menjalani

hubungan jarak jauh 2. Kota tempat tinggal


(33)

23

1.6. Asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa :

- Mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh akan memiliki komitmen, komunikasi, perhatian dan kasih sayang, pengetahuan akan sifat-sifat pasangan, perspective taking, kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat-minat pribadi, penerimaan terhadap keterpisahan dari pasangan, dan ketergantungan terhadap pasangan dengan derajat yang berbeda-beda.

- Mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh akan mempunyai salah satu dari tujuh macam status intimacy seperti isolate, stereotyped relationship, pseudointimate, merger uncommitted, merger committed, preintimate, dan intimate.

- Faktor seperti lamanya menjalani hubungan jarak jauh dan kota tempat tinggal pasangan ada kecenderungan keterkaitan dengan status intimacy pada mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.


(34)

67

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Hasil penelitian mengenai status intimacy pada mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh, dapat disimpulkan sebagai berikut :

- Sebagian besar mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani

hubungan jarak jauh berstatus intimate yaitu sebanyak 75 %. Ditemukan juga sebanyak 13,75 % mahasiswi berstatus pseudointimate dan 11,25 % mahasiswi berstatus merger committed.

- Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada kecenderungan keterkaitan antara status intimacy dengan lamanya mahasiswi menjalani hubungan jarak jauh. Pada penelitian ini, mahasiswi yang berstatus pseudointimate dan merger committed hanya ditemukan pada mahasiswi yang menjalani hubungan jarak jauh dibawah 4 tahun. Sedangkan untuk mahasiswi berstatus intimate tidak hanya ditemukan dibawah 4 tahun, tapi juga diatas 4 tahun.

- Berdasarkan hasil penelitian terhadap kota tempat tinggal pasangan tidak ditemukan adanya kecenderungan keterkaitan yang signifikan dengan status intimacy.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian mengenai status intimacy pada mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang sedang menjalani hubungan jarak jauh, peneliti memberikan saran sebagai berikut :


(35)

68

5.2.1 Saran Teoritis

- Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi bidang ilmu Psikologi Perkembangan mengenai gambaran status intimacy pada mahasiswi khususnya yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.

- Bagi peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai status intimacy, disarankan untuk melakukan penelitian tidak hanya pada perempuan saja melainkan juga melibatkan jenis kelamin laki-laki, sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan status intimacy diantara perempuan dan laki-laki. Peneliti juga menyarankan untuk meneliti dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dari berbagai universitas, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih umum mengenai status intimacy pada mahasiswa yang menjalani hubungan jarak jauh.

- Pada bagian kuesioner, disarankan untuk tidak perlu mencantumkan nama (inisial) melainkan mencantumkan fakultas sebagai data penunjang, agar dapat memberikan gambaran geografis dari subjek. Option jawaban pada kuesioner juga sebaiknya dibalik, mulai dari yang tidak sesuai (TS) sampai yang sangat sesuai (SS).

5.2.2 Saran Praktis

- Bagi mahasiswi berstatus pseudointimate, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk membangun hubungan yang lebih mendalam dengan pasangan dengan cara mau bercerita dan berbagi perasaan kepada pasangan serta tidak memendam apa yang dirasakan kepada pasangannya. Disamping itu mahasiswi juga perlu lebih peduli dan memperhatikan pasangannya, agar lebih


(36)

69

Universitas Kristen Maranatha

memiliki keterlibatan emosi serta lebih mengetahui mengenai pasangannya secara mendalam.

- Bagi mahasiswi berstatus merger committed, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk membangun hubungan yang lebih mendalam dengan pasangan dengan cara tidak terlalu bergantung kepada pasangan. Disamping itu mahasiswi juga perlu mengurangi pertengkaran yang terjadi dengan pasangan, dengan cara mengurangi sikap posesif dan kecemburuan yang berlebihan kepada pasangan.

- Bagi mahasiswi berstatus intimate, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mempertahankan hubungan dengan pasangan dengan cara tetap mempertahankan komunikasi yang terbuka dan komitmen terhadap pasangan. Serta diharapkan mahasiswi mampu mendukung dan menghargai pasangannya sebagai individu yang otonom.


(37)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI STATUS INTIMACY

PADA MAHASISWI DI UNIVERSITAS “X” BANDUNG

YANG SEDANG MENJALANI HUBUNGAN JARAK JAUH

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

SHEILA VANOUCHKA NRP : 1230120

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(38)

(39)

(40)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Maranatha, dengan mengambil judul “Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy

pada Mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang Sedang Menjalani Hubungan Jarak Jauh.”

Dalam penyusunan tugas akhir ini, peneliti menemukan beberapa kendala dan kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya meskipun masih jauh dari sempurna. Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah membantu dan memberikan dorongan serta bimbingan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas ini, yaitu :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dr. Jacqueline M.Tj., M.Si., Psikolog dan Ni Luh Ayu V., M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran, serta masukan yang sangat berguna bagi peneliti. 3. Misiliana R., M.Si., Psikolog selaku dosen pengajar di kelas mata kuliah Usulan

Penelitian yang sudah memberikan arahan dan masukan kepada peneliti.

4. Destalya Anggrainy, S.Psi., M.Pd selaku dosen yang sudah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan masukan kepada peneliti.

5. Kedua orang tua dan Christy Osalia selaku kakak peneliti yang sudah memberikan semangat dan menjadi motivasi bagi peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir ini.


(41)

6. Belinda yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam mencari subjek penelitian serta sudah memberikan semangat dan dukungan yang sangat berarti kepada peneliti.

7. Kanina, Lia, Yulia, Michael, Astrid, Hera, Marini, dan Lili yang sudah mau mendengarkan cerita peneliti serta memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh di Universitas “X” Bandung yang

sudah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir atau skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.

Akhir kata, peneliti berharap agar penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan bagi para pembaca.

Bandung, Agustus 2016


(42)

70

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bird, E. & Melville, K. (1994). Families and Intimate Relationship. New York: Mc.Graw Hill, Inc.

Canary, D., Stafford, L., Hause, K., & Wallace, L. (1993). An Inductive Analysis of Relational Maintenance Strategies: Comparison Among Lovers, Relatives, Friends, and Others. Communication Research Reports, Vol. 10, 5-14.

Dharmawijati, R. D. (2016). eJournal Psikologi. Komitmen Dalam Berpacaran Jarak Jauh Pada Wanita Dewasa Awal, Vol. 4 No. 2, 237-248.

Duvall, E. M., & Miller, B. C. (1985) Married and Family Development, 6th Ed,. Cambridge: Harper & Row Publishers.

Edwina, I. P., & Handayani, V. (2011). Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Danamartha Sejahtera Utama – Grafika.

Hidayat, S. S. dkk. (2015). Panduan Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi – Juli 2015. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Jiang, L. Crystal & Hancock Jeffrey T. (2013). Absence Makes the Communication Grow Fonder: Geographic Separation, Interpersonal Media, and Intimacy in Dating Relationships. Journal of Communication. Vol. 63 No. 3, 556-577.

Manurung, Rosida Tiurma. (2012). Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Jendela Mas Pustaka.

Marcia, J. E., A.S. Waterman, D.R. Matteson, S. L. Archer, J. L. Orlofsky. (1993). Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research. New York: Springer-Verlag Inc. Purba, R., & Siregar, R. (2006). Psikologia. Gambaran Stres pada Mahasiswa yang Menjalin

Pacaran Jarak Jauh. Vol. 2 No. 2.

Sacher, J. A., & Fine, M. A. (1996). Predicting relationship status and satisfaction after six months among dating couples. Journal of Marriage and The Family, Vol. 58, 21-32. Santrock, John W. (2011). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid II., 13th

Ed., Jakarta: Erlangga.


(43)

71

DAFTAR RUJUKAN

Fanniza, A. 2006. Gambaran Kepuasan Hubungan dan Kualitas Komunikasi pada Pasangan yang Menjalani Hubungan Romantis Jarak Jauh (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok.

http://4muda.com/10-universitas-terbaik-dan-terpopuler-di-bandung-tahun-2015/. diakses 4 September 2015

http://bahanbelajaronline.com/pengertian-mahasiswa/. diakses 12 November 2015 http://health.kompas.com/read/2013/07/22/0858522/.LDR.Bikin.Hubungan.Tambah.Erat.

diakses 8 September 2015

http://www.news.cornell.edu/stories/2013/08/new-media-allows-requited-love-know-no-distance. diakses 29 Juli 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kota_di_Indonesia_menurut_provinsi. diakses 19 April 2016

Michelle, Febby. 2003. Studi Kasus Mengenai Status Intimacy pada Istri yang Memiliki Anak Austistik di Pondok Terapi “X” di Kota Bandung (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Puspadewi, Chrysanti. 1998. Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Karyawati yang Belum Menikah di Bank “X” (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Skinner, B. (2005). Perceptions of College Students in Long Distance Relationships. Journal of Undergraduate Research VIII. (Online). (http://www.uwlax.edu/urc/jur-online/PDF/2005/skinner.pdf , diakses 8 Maret 2016).


(1)

(2)

(3)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, dengan mengambil judul “Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Mahasiswi di Universitas “X” Bandung yang Sedang Menjalani Hubungan Jarak Jauh.”

Dalam penyusunan tugas akhir ini, peneliti menemukan beberapa kendala dan kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya meskipun masih jauh dari sempurna. Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah membantu dan memberikan dorongan serta bimbingan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas ini, yaitu :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dr. Jacqueline M.Tj., M.Si., Psikolog dan Ni Luh Ayu V., M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran, serta masukan yang sangat berguna bagi peneliti. 3. Misiliana R., M.Si., Psikolog selaku dosen pengajar di kelas mata kuliah Usulan

Penelitian yang sudah memberikan arahan dan masukan kepada peneliti.

4. Destalya Anggrainy, S.Psi., M.Pd selaku dosen yang sudah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan masukan kepada peneliti.

5. Kedua orang tua dan Christy Osalia selaku kakak peneliti yang sudah memberikan semangat dan menjadi motivasi bagi peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

viii

6. Belinda yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam mencari subjek penelitian serta sudah memberikan semangat dan dukungan yang sangat berarti kepada peneliti.

7. Kanina, Lia, Yulia, Michael, Astrid, Hera, Marini, dan Lili yang sudah mau mendengarkan cerita peneliti serta memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Mahasiswi yang sedang menjalani hubungan jarak jauh di Universitas “X” Bandung yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir atau skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.

Akhir kata, peneliti berharap agar penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan bagi para pembaca.

Bandung, Agustus 2016


(5)

70

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bird, E. & Melville, K. (1994). Families and Intimate Relationship. New York: Mc.Graw Hill, Inc.

Canary, D., Stafford, L., Hause, K., & Wallace, L. (1993). An Inductive Analysis of Relational Maintenance Strategies: Comparison Among Lovers, Relatives, Friends, and Others. Communication Research Reports, Vol. 10, 5-14.

Dharmawijati, R. D. (2016). eJournal Psikologi. Komitmen Dalam Berpacaran Jarak Jauh Pada Wanita Dewasa Awal, Vol. 4 No. 2, 237-248.

Duvall, E. M., & Miller, B. C. (1985) Married and Family Development, 6th Ed,. Cambridge:

Harper & Row Publishers.

Edwina, I. P., & Handayani, V. (2011). Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Danamartha Sejahtera Utama – Grafika.

Hidayat, S. S. dkk. (2015). Panduan Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi – Juli 2015. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Jiang, L. Crystal & Hancock Jeffrey T. (2013). Absence Makes the Communication Grow Fonder: Geographic Separation, Interpersonal Media, and Intimacy in Dating Relationships. Journal of Communication. Vol. 63 No. 3, 556-577.

Manurung, Rosida Tiurma. (2012). Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Jendela Mas Pustaka.

Marcia, J. E., A.S. Waterman, D.R. Matteson, S. L. Archer, J. L. Orlofsky. (1993). Ego Identity: A Handbook for Psychosocial Research. New York: Springer-Verlag Inc. Purba, R., & Siregar, R. (2006). Psikologia. Gambaran Stres pada Mahasiswa yang Menjalin

Pacaran Jarak Jauh. Vol. 2 No. 2.

Sacher, J. A., & Fine, M. A. (1996). Predicting relationship status and satisfaction after six months among dating couples. Journal of Marriage and The Family, Vol. 58, 21-32. Santrock, John W. (2011). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid II., 13th

Ed., Jakarta: Erlangga.


(6)

71

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Fanniza, A. 2006. Gambaran Kepuasan Hubungan dan Kualitas Komunikasi pada Pasangan yang Menjalani Hubungan Romantis Jarak Jauh (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok.

http://4muda.com/10-universitas-terbaik-dan-terpopuler-di-bandung-tahun-2015/. diakses 4 September 2015

http://bahanbelajaronline.com/pengertian-mahasiswa/. diakses 12 November 2015 http://health.kompas.com/read/2013/07/22/0858522/.LDR.Bikin.Hubungan.Tambah.Erat.

diakses 8 September 2015

http://www.news.cornell.edu/stories/2013/08/new-media-allows-requited-love-know-no-distance. diakses 29 Juli 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kota_di_Indonesia_menurut_provinsi. diakses 19 April 2016

Michelle, Febby. 2003. Studi Kasus Mengenai Status Intimacy pada Istri yang Memiliki Anak

Austistik di Pondok Terapi “X” di Kota Bandung (Skripsi). Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha: Bandung.

Puspadewi, Chrysanti. 1998. Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Karyawati yang

Belum Menikah di Bank “X” (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha: Bandung.

Skinner, B. (2005). Perceptions of College Students in Long Distance Relationships. Journal of Undergraduate Research VIII. (Online). (http://www.uwlax.edu/urc/jur-online/PDF/2005/skinner.pdf , diakses 8 Maret 2016).