Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional dengan Motivasi Berprestasi.

0

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi

Oleh :
DYAH DWI SETYORINI
F.100 050 199

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia kerja terjadi persaingan yang semakin sulit. Kondisi di
berbagai perusahaan semakin kompetitif yang ditandai dengan kompetisi yang
sangat tinggi. Setiap keunggulan daya saing organisasi yang terlibat dalam
permainan persaingan yang semakin ketat dan menjadi bersifat sementara. Oleh
karena itu, organisasi sebagai pemain, harus terus menerus menstransformasi
seluruh aspek manajemen internal organisasi agar selalu relevan dengan kondisi
persaingan baru dan persaingan prestasi.
Karyawan dalam persaingan prestasi kerja perlu semangat kerja. Semangat
kerja itu sendiri timbul dan tumbuh dalam diri individu yang disebabkan adanya
motivasi untuk memenuhi kebutuhan batin maupun kebutuhan lahir diri individu.
Secara keseluruhan tingkah laku manusia dituntut untuk mencapai kemajuan dan
mewujudkan diri sendiri di dalam dunianya memerlukan motivasi kerja. Akan tetapi,
motivasi para karyawan dapat menurun disebabkan adanya masalah yang belum
terselesaikan. Motivasi yang tinggi diperlukan dalam dunia kerja. Akan tetapi dalam
kenyataan, motivasi kerja yang tinggi kurang dimiliki oleh seseorang sehingga dapat
dikatakan orang tersebut memiliki motivasi kerja rendah.
Penelitian yang dilakukan Syahrizal (2008) pada subjek para karyawan bank
Mandiri di Jawa Timur dengan jumlah subjek 116 karyawan diperoleh kesimpulan

bahwa motivasi berprestasi pada karyawan menurun sebanyak 51%. Penelitian
serupa dilakukan oleh Priyambodo (2008) pada karyawan yang berdinas di
1

2

pemerintahan tingkat kecamatan juga mengalami penurunan motivasi berprestasi.
Penelitian yang dilakukan Wijono Sutarto (2000) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi kerja. Ini artinya semakin
tinggi tingkat motif berprestasi, semakin tinggi juga prestasi kerjanya

dan

sebaliknya. Hal ini mendukung temuan Andrews (2007) yang menyimpulkan motif
berprestasi yang tinggi terhadap pekerjaan dan diikuti oleh prestasi kerja yang tinggi
dalam organisasi. Artinya dalam organisasi ini, harus mempersepsikan bahwa
pekerjaan sebagai suatu kegiatan utama untuk bertindak sejalan guna mencapai
prestasi kerja. Motivasi berprestasi kerja karyawan rendah berpengaruh terhadap
perkembangan perusahaan.
Motivasi berprestasi menurun juga terjadi pada karyawan PTPN IX kebun

Batujamus Afdeling Polokarto, berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan
beberapa mandor yang membawahi antara 7 – 10 karyawan di PTPN IX kebun
Batujamus Afdeling Polokarto, dapat diketahui adanya motivasi rendah yang
dimiliki oleh karyawan dan mandor sehingga berpengaruh terhadap produktivitas
karyawan. Faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan menurun
karena gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pimpinan perusahaan sehingga
produktivitas karyawan menurun, selain merugikan karyawan itu sendiri juga
berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan tidak dapat memenuhi target yang
sudah ditentukan.
Andri (2008) berpendapat bahwa sebagian besar karyawan di berbagai
perusahaan mengalami penurunan prestasi kerja. Karyawan kurang memiliki
motivasi untuk berprestasi. Robbins (1996) menyatakan bahwa kebutuhan untuk
berprestasi adalah suatu kerangka hipotetik untuk menjelaskan perbedaan antara

3

individu yang satu dengan yang lain dalam hal orientasi, intensitas dan konsistensi
suatu tingkah laku berprestasi. Konsep motivasi berprestasi pertama kali
diperkenalkan oleh Murray pada tahun 1930 dan disebut dengan istilah need for
achievement. Individu yang motivasi berprestasinya tinggi, akan mencapai hasil

tugasnya berbeda dengan individu yang mempunyai motivasi berprestasi rendah.
Individu dengan motivasi berprestasi rendah akan menganggap bahwa hasil usaha
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti nasib dan bukan karena faktor
usaha. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi, merasa bahwa kegagalannya
merupakan kurangnya usaha dalam melakukan tugasnya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Koontz (1996), yaitu
tantangan dalam pekerjaan, status, dorongan mencapai kepemimpinan, keinginan
untuk berkuasa, dorongan bersaing, rasa takut, serta uang.
Menurut Mc Clelland (1996) motivasi berprestasi (N-ach) adalah suatu
hasrat atau keinginan untuk melakukan segala sesuatu sebanyak-banyaknya, bukan
demi memperoleh penghargaan sosial, melainkan untuk mencari kepuasan batin
dalam dirinya. Martaniah (1992) dan Haditono (1997), mendefinisikan motivasi
berprestasi sebagai motif yang mendorong individu untuk mencapai sukses dan
bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan beberapa ukuran keunggulan
(standard of excellence). Ukuran keunggulan ini dapat berhubungan dengan tugas
prestasi sendiri sebelumnya, dapat pula prestasi orang lain. Mc Clelland (1996),
berpendapat bahwa orang yang memiliki hasrat berprestasi tinggi mempunyai ciriciri, yaitu tanggung jawab, mempertimbangkan resiko, umpan balik, kreatif inovatif,
waktu penyelesaian tugas, keinginan menjadi yang terbaik.

4


Fenomena yang sering terjadi dalam dunia kerja adalah adanya pemogokan
kerja, mudahnya individu berpindah kerja dan mengapa kinerja suatu organisasi
kurang memuaskan padahal karyawannya mempunyai motivasi berprestasi yang
tinggi. Karyawan dengan motivasi berprestasi tinggi itu, sebetulnya akan membuat
organisasi bisa berprestasi lebih baik. Namun pada kenyataannya tidak begitu,
karena banyak faktor yang menyebabkan, seperti yang dikemukakan oleh Koontz
(1996) salah satunya adalah kepemimpinan. Motivasi bagi setiap pemimpin adalah
hal yang penting karena kaitannya dengan bawahan. Tiap pemimpin harus mampu
bekerjasama, dan mampu memberikan motivasi kepada bawahan, agar kegiatan
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat terlaksana. Dari segi
pemimpin,

unsur

yang

mempengaruhi

motivasi


kerja

karyawan

adalah

kebijaksanaan yang telah ditetapkan (prosedur, rencana dan program kerja),
persyaratan kerja yang dimiliki bawahan, tersedianya sarana pendukung pelaksanaan
kerja dan gaya kepemimpinan atasan terhadap bawahan. Tujuan dari motivasi itu
adalah untuk meningkatkan prestasi kerja para bawahan sehingga produktivitas
dapat ditingkatkan.
Motivasi dan kepemimpinan merupakan dua hal yang mendasar yang perlu
dipahami oleh para peneliti sistem manajerial maupun manajer praktisi untuk
memahami perilaku organisasi. Dengan memahami dua hal tersebut seorang manajer
diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya maupun bawahannya. Bagi peneliti
memahami dua hal tersebut merupakan salah satu langkah mendasar untuk
memahami perilaku organisasi keseluruhan.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat
dan mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi


5

usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing (Avolio dkk,
1998). Seiring dengan tuntutan perubahan tersebut, model kepemimpinan mutakhir
seperti kepemimpinan transformasional diyakini akan memainkan peranan penting
bagi setiap organisasi. Metode kepemimpinan yang diterapkan seperti itu berdampak
pada karyawan, sehingga karyawan menunjukkan motivasi berprestasi yang tinggi
yang dilihat dari jarang bolos, datang tepat waktu serta karyawan mendapatkan
produksi yang memenuhi target yang diharapkan.
Kepemimpinan transformasional merupakan perluasan dari kepemimpinan
kharismatik. Pemimpin mampu menciptakan visi dan lingkungan yang memotivasi
para bawahan untuk berprestasi melampaui harapan (Bass, 1995). Bawahan merasa
percaya, kagum, loyal dan hormat kepada pemimpinnya, sehingga mereka
termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan mereka. Bass dan
Avolio (1998) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai
empat ciri, yaitu kharismatik, inspiratif, mampu memberikan stimulus intelektual
dan perhatian kepada individu.
Wagimo dan Ancok (2005) melakukan penelitian dengan kesimpulannya
bahwa hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja

bawahan lebih kuat atau lebih erat daripada hubungan antara gaya kepemimpinan
transaksional. Karena kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan motivasi
kerja. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diajukan adalah ”Apakah ada
hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi berprestasi pada
karyawan?’’. Penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara
Kepemimpinan Transformasional dengan Motivasi Berprestasi Pada Karyawan.

6

B.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan
motivasi berprestasi pada karyawan.
2. Untuk mengetahui tingkat motivasi berprestasi pada karyawan.
3. Untuk mengetahui tingkat kepemimpinan transformasional

C.


Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Pimpinan, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menjawab
permasalahan perusahaan tentang motivasi berprestasi.
2. Karyawan, sebagai informasi untuk mengetahui tingkat motivasi berprestasi
pada karyawan.
3. Ilmuwan psikologi, dapat membangun pemahaman teoritis yang luas khususnya
pada bidang psikologi dan organisasi berupa data empiris tentang hubungan
antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi berprestasi pada
karyawan.