MANAJEMEN SEKOLAH BERMUTU :Studi tentang Kontribusi Kepemimpinan, Implementasi Manajemen Mutu Terpadu terhadap Mutu Sekolah Menengah Kejuruan Di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Subang.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B Identifikasi Masalah ... 14

C. Batasan Maslah ... 15

D. Rumusan maslah ... 15

E. Tujuan Penelitian ... 16

F. Asumsi-asumsi Penelitian ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 21

A. Pengertian Mutu Pendidikan ... 21

B. Indikator mutu pendidikan ... 24

C. Implementasi manajemen mutu terpadu ... 31


(2)

E. Manajemen Peningkatan mutu terpadu di sekolah ... 42

F. Tantangan implemntasi manajemen mutu terpadu ... 54

G. Prinsip dan komponen mutu ... 63

H. Kerangka Penelitian ... 76

I. Hipotesis ... 78

BAB III METODE PENELITIAN ... 79

A. Pendekatan penelitian ... 79

B. Populasi ... 80

C. Teknik Pengumpulan data ... 82

D. Definisi Oprasional ... 84

E. Instrumen Penelitian ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

A. Hasil Penelitian ... 88

B. Deskripsi variabel mutu sekolah Y ... 91

C. Deskripsi variabel kontribusi kepemimpinan (X1) ... 92

D. Deskripsi variabel implemntasi manajemen mutu terpadu (X2) ... 94

E. Pengujian Persyaratan Uji Hipotesis ... 96

F. Pembahasan ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 131

A. Kesimpulan ... 131


(3)

DAFTAR PUSTAKA ………...……… .... 133

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………...……140


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan dan (3) pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memungkinkan setiap warga Negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global.

Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah:


(5)

(1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, reformasi pendidikan meliputi hal-hal sebagai berikut:

Pertama; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang


(6)

memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kedua; adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumber daya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan dan ketakwaan,; (2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi dan kepribadian; (3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan, apresiasi dan ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Ketiga; Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan


(7)

lingkungan kulturalnya. Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria-kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria-kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan; (5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan


(8)

kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat, didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja.

Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengimplikasikan sekumpulan teknik berdasarkan pada ketersedian data kuntitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam peningkatan manajemen mutu yang selanjutnya disingkat MPM, terkandung aspek-aspek, antaralain mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun


(9)

administrasi, melibatkan proses diagnosis, serta memerlukan partisipasi semua pihak (kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua, dan pakar).

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa manajemen peningkatan mutu memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) peningkatan mutu harus dilaksanakan di skolah;

b) peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik;

c) peningkatan mutu harus didasarkan data dan fakta baik bersifat kualitatif dan kuantitatif;

d) peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah;

e) peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua, dan masyarakat.

Menurut Gravin (dalam M. N. Nasution, 2002:43) mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk mengenalisis karakteristik kualitas produk atau mutu diantaranya:

1. kinerja berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik yang dipertimbangkan pelanggan;

2. features, merupakan aspek kedua dari perfoma yang menambah fungsi dasar serta yang berkaitan dengan pilihan;

3. keandalan (reliability) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu dibawah kondisi tertentu;

4. konformitas (conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuain produk terhadap sepesifikasi yang telah ditetapkan sebalumnya;

5. daya tahan (durability) berkaitan berapa lama prodak tersebut bisa digunakan; 6. kemampuan pelayanan (servicability) merupakan karakteristik yang berkaitan

dengan kecepatan, kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta penanganan keluhan yang memuaskan;


(10)

7. estetika (aestbetics) merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif serta berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari pilihan individu;

8. kualitas yang dipersiapkan (perceived quality) yaitu karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name, image).

Adapun indikator atau kriteria yang dapat dijadikan tolak ukur mutu pendidikan yaitu hasil akhir pendidikan, hasil langsung pendidikan (hasil langsung inilah yang dipakai sebagai titik tolak pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan, missal; tes tertulis, daftar cek, anekdot, sekala rating, dan sekala sikap), proses pendidikan, instrument input (alat berinteraksi dengan raw input, yakni siswa). Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal

ini berpedoman pada konteks hasil pendidikan yang mengacu pada prestasi yang dicapai oleh setiap sekolah dalam kurun waktu tertentu (missal: setiap caturwulan, semester, setahun, 5 tahun dan sebagainya). Dalam proses pendidikan yang bermutu tercakup berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik)

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat input oriented. Strategi yang dimiliki lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (lulusan) yang bermutu sesuai yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperknalkan oleh teori education production function tidak berfungsi sepenuhnya


(11)

di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi di dalam institusi ekonomi dan industri.

Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat bisa dikatakan cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa

pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu, tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school Risorces are necessary but not sufficient condition to imfrove student achieviement).

Selain itu, mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya dalam mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan, hal ini dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamanya itu diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap


(12)

terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya beenchmarking).

Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang memandang sekolah harus berbasis mutu sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pembangunan manusia (human development) yang saat ini selalu didengungkan, merupakan suatu gagasan yang tidak hanya mengacu kepada salah satu aspek saja. Akan tetapi, harus membangun keseluruhan aspek sumber daya yang dimiliki oleh manusia. Jika hanya salah satu aspek saja yang menjadi fokus perhatian, maka hal tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat itu sendiri.

Mutu merupakan keunggulan sebuah produk atau pelayanan jasa. Sebuah produk yang bersaing dengan produk lainnya, atau suatu pelayanan jasa bersaing dengan pelayanan jasa lainya memilki tingkat kenggulan relative. Produk atau pelayanan jasa yang lebih unggul adalah produk atau pelayanan jasa yang bermutu. Mutu adalah suatu kesempatan untuk menempatkan pada posisi kompetitif. Bagi produsen atau penyedia jasa, kesempatan untuk berkompetisi merupakan hal sangat berharga, karennya muncul kompetitor baru baginya merupakan sebuah wahana untuk meningkatkan mutu produk atau layanan jasa. Mutu adalah fitness for use, meeting customer expectation, conformance to customer satisfactions. Mutu pada dasarnya merupakan penyesuaian manfaat atau kegunaan, artinya harapan sesuai dengan kepuasan pemakai.


(13)

Kepemimpinan memiliki peran yang sangat strategis dalam melakukan pelayanan terhadap pendidikan. Krajewsky mengemukakan bahwa “Principle are the key tu quality in the school and must be catalyst when its comes to the quality of education programs”. Dengan demikian, kemampuan seorang pemimpin dan gaya kepemimpinan yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap kinerja sebuah lembaga.

Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (initiating structure) dan bawahan (consideration), merupakan suatu proses di mana seorang pemimpin tidak hanya memperhatikan faktor-faktor kebutuhan pemenuhan tugas dan target yang telah ditentukan, tetapi juga memperhatikan faktor moral dan manusiawi dari para anggotanya. Hal ini sejalan dengan gaya kepemimpinan transformasional yang merupakan proses di mana seorang pemimpin menaikkan moral dan memotivasi bawahan ke tingkat yang lebih tinggi. Artinya, pemimpin berusaha menaikkan kesadaran bawahan, dengan mendorong idealisme dan nilai moral ke tingkat yang lebih tinggi, seperti yang terkait dengan kebebasan, keadilan, kedamaian, keseimbangan dan kemanusiaan, serta bukan berdasarkan emosional seperti rasa ketakutan, ketamakan, kecemburuan atau kebencian.

Berdasarkan sumber dari BPS Suseda tahun 2006, membuktikan bahwa pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan SLTA tahun 2006 sebanyak 634.441 orang, tingkat SMP sebanyak 42.036 orang, tingkat SD 731.667 orang, sehingga total 1.898.854 orang. Kondisi ini membuktikan bahwa tingkat pengangguran khususnya di Jawa Barat yang sudah mencapai 4.444.667


(14)

orang, maka kondisi ini harus mendapat perhatian dan menemukan solusi yang tepat untuk mengantisipasi masalah pengangguran ini.

Membahas mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain melalui pembangunan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan masyarakat bahkan dunia. Manusia indonesia yang diharapkan saat ini adalah manusia yang mampu mengembangkan keseluruhan potensi yang dimilikinya. Gambaran manusia yang seutuhnya tersebut telah dirumuskan di dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berlandaskan tujuan tersebut,


(15)

diharapkan pendidikan akan mampu menciptakan manusia yang mampu menghadapi tantangan dan perubahan secara global dan meresponnya secara positif. Perubahan yang terjadi di berbagai aspek merupakan kondisi yang menuntut masyarakat harus memiliki keunggulan dan daya saing, berkepribadian tangguh dan positif, cerdas, kerja keras, sehat dan tidak mudah putus asa.

Berdasarkan hal tersebut, maka sekolah sebagai lembaga masyarakat mengemban amanat masyarakat untuk membantu menciptakan siswa yang memiliki kualitas yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan nasional tahun 2020, yaitu “Terwujudnya bangsa, masyarakat dan manusia indonesia yang berkualitas tinggi, maju dan mandiri (Depdiknas, 2000:3)”. Kemudian, dipertegas lagi dengan rumusan visi Indonesia 2020, yaitu “terwujudnya masyarakat indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara”.

Dengan tuntutan kondisi saat ini, maka diperlukan seorang pemimpin dan anggota yang dimiliki kinerja tinggi dalam mengelola dan menjalankan proses pendidikan. Sedangkan, organisasi yang diharapkan adalah organisasi yang memiliki anggota yang selalu belajar untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik dalam melayani masyarakat.

Marguardt (1996:15) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi bukan sekedar produk, aktivitas dan struktur eksternal yang dapat kita amati, tetapi juga perubahan internal yang terjadi dalam organisasi. Perubahan itu adalah mengenai nilai-nilai, cara berpikir, mindset, strategi, dan bahkan mungkin tujuan-tujuan yang akan dicapai. Sekolah harus terus menerus melakukan perbaikan secara


(16)

berkelanjutan untuk lebih meningkatkan kualitas yang diharapkan sesuai dengan tuntutan dan perubahan. Perbaikan kualitas tersebut harus dimulai dari seorang pimpinan, yaitu kepala sekolah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di sekolah, walaupun pada hakekatnya setiap personil sekolah memiliki tanggung jawab. Kualitas sekolah dapat dilihat salah satunya melalui hasil (output) yang berupa kelulusan dan nilai yang diperoleh.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu program pendidikan formal yang melayani dan membantu siswa untuk memiliki kecakapan atau skill tertentu sesuai dengan program yang ditawarkan. Dengan adanya kebijakan program ini, diharapkan akan mampu menciptakan siswa yang memiliki kemampuan dan kemandirian sehingga dapat mengatasi masalah yang selama ini masih menjadi dilema bagi negara ini, yaitu mengatasi pengangguran dan ketergantungan terhadap negara lain.

Sekolah bermutu akan terwujud jika kepala sekolah mampu menerapkan manajemen mutu disekolah yang bersangkutan, sebagaimana ungkapan dari

Deming (1988) bahwa” Qualitys made in the board room not on the factory floor”, ungkapan tersebut mengisyartkan bahwa manajemen mutu membutuhkan transformasi kultural yang hanya dapat dimulai dari pimpinan puncak. Keberhasilan menerapkan manajemen mutu merupakan prestasi bagi kepala sekolah. Dengan demikian, kinerja kepala sekolah dapat dinilai dari sejauhmana kepala sekolah mampu mengimplementasikan manajemen mutu di sekolah yang di pimpinnya.


(17)

B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini dilakukan analisis sekolah bermutu dan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya, berdasarkan data hasil kelulusan dan masih banyaknya tingkat pengangguran pasca sekolah, maka beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan adalah:

1. hasil langsung pendidikan sebagai titik tolak pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga;

2. pimpinan lembaga perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga yang berorientasi pada mutu;

3. masih terbatasnya komitmen masyarakat sekolah (Kepala sekolah, guru, orang tua, siswa, tokoh masyarakat dan para pejabat setempat) terhadap penyelenggaraan pendidikan di SMK;

4. implementasi Manajemen mutu terpadu yang belum dilaksanakan secara menyeluruh;

5. masih terbatasnya kemitraan sekolah dengan dunia industri baik lokal maupun regional.

Dengan demikian, maka judul penelitian yang diangkat oleh penulis adalah: “Manajemen Sekolah Bermutu (Studi tentang kontribusi kepemimpinan, implementasi manajemen mutu terpadu terhadap mutu sekolah menengah kejuruan di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Subang)”.


(18)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah dalam penelitian ini, maka berikut ini adalah beberapa variabel yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Kepemimpinan kepala sekolah ditinjau dari sudut prilaku kepemimpinan dalam mendorong staf dalam melaksanakan fungsi dan tugas.

2. Implemenhtasi manajemen mutu yang merupakan tingkat pelaksanaan yang komprehnsif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih kemajuan dalam setiap aktivitas organiasi. 3. Mutu Sekolah sebagai aktualisasi kemampuan proses pelayanan terhadap

siswa sebagai customer yang paling utama.

D. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di atas, maka fokus penelitian ini didasari oleh beberapa permasalahan yang muncul dalam manajemen sekolah yang terjadi saat ini. Ada beberapa kesenjangan (gap) antara manajemen sekolah bermutu secara teoritik dengan kondisi nyata, khususnya disekolah menengah kejuruan di kabupaten Subang. Rumusan masalah

penelitian tersebut dapat dirinci dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagiamana gambaran Mutu di sekolah menengah kejuruan di kabupaten Subang?


(19)

2. Bagiamana gambaran kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap peningkatan mutu sekolah di SMK kabupaten Subang?

3. Bagaimana gambaran Implementasi Manajemen Mutu terpadu di sekolah menengah kejuruan kabupaten Subang?

4. Seberapa besar kontribusi kepemimpnan kepal sekolah terhadap peningkatan mutu sekolah menengah kejuruan kabipaten subang?

5. Bagimana implemntasi manajemen mutu terpadu di sekolah menengah kejuran kabupaten subang?

6. Bagaimana kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, manajemen mutu dan Implementasi manajemen mutu dilaksanakan bersama-sama dalam upaya peningkatan mutu sekolah?

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis informasi empiris tentang sekolah bermutu menengah kejuruan (SMK) di kabupaten subang, melalui studi korelasi antara kepemimpinan, iklim sekolah dan implementasi manajemen mutu sebagai variabel bebas. Sedangkan kinerja kepala sekolah dan sekolah bermutu sebagai variabel terikat.

Berdasrkan penelitian tersebut, diharapkan diperoleh suatu temuan implemntasi manajemen mutu terpadu. Sehingga, dapat dijadikan suatu rujukan baik secara konseptual maupun secara praktis bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah menengah kejuruan (SMK) di kabupaten Subang.


(20)

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan analisis tentang:

a. Gambaran mutu di sekolah menegah kejuruan kabupaten subang;

b. Gambaran kepemimpinan di sekolah menengah kejuruan kabupaten subang; c. Gambaran implemntasi manajemen mutu terpadu di sekolah menegah kejuruan

kabupaten subang ;

d. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu sekolah menengah kejuruan di kabupaten subang;

e. Kontribusi implemntasi manajemn mutu terpadu terhadap mutu sekolah di kabupaten subang.

f. kontribusi antara kepemmpinan kepala sekolah, implementasi manajemen mutu secara bersama-sama terhadap mutu sekolah.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari aspek teoritis maupun praktis.

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama

dalam hal:

1) pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnhya dalam manajemen mutu sekolah;

2) memberikan informasi yang akurat bagi pembentukan konsep yang berkaitan dengan mutu sekolah;


(21)

3) mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan peluang dan tantangan bagi terwujudnya mutu sekolah;

4) memberikan sumbangsih secara konseptual atau model yang dapat digunakan sebagai rujukan manajemen Mutu sekolah.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1) informasi sebagai bahan evaluasi bagi para praktisi pendidikan, khususnya di sekolah menengah kejuruan di kota subang;

2) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin atau kepala sekolah dalam megelola lembaganya;

3) sebagai bahan pertimbangan atas adanya berbagai perubahan dan tuntutan zaman yang sangat berorientasi pada kemampuan fisik, mental maupun spiritual;

4) sebagai bahan pertimbangan bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diselenggarakan di tingkat (SMK).

F. Asumsi-asumsi Penelitian

Dalam organisasi banyak faktor yang dapat menciptakan mutu atau kualitas dari produk, baik berupa barang atupun jasa. Dalam kajian organisasi prilaku para anggota termasuk pimpinan. Interaksi dan karakteristik prilaku tersebut akan berdampak pula pada kondisi iklim organisasi. Dengan demikian, seorang pemimpin harus memahami dan memiliki pendekatan yang tepat untuk menghadapi berbagai situasi.


(22)

Iklim sekolah akan terbentuk atas kepemimpinan kepala sekolah yang menjadi penentu kebijakan-kebijakan sekolah. Selain itu, juga dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh para personil sekolah. Sekolah menengah kejuruan merupakan pendidikan yang berorientasi pada Skill yang diharapkan mampu tepat guna dan produktif dikehidupan nyata. Oleh karena itu, kemitraan dengan masyarakat merupakan langkah awal untuk terjadinya hubungan yang harmonis natara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Dengan menjalin kemitraan, maka secara otomatis akan terbentuk kerjasama dan keterlibatan baik mental maupun emosional antara masyarakat dengan pihak sekolah. Seorang pemimpin atau dalam hal ini kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas manajerialnya. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus memiliki gaya kepemimpinan yang ideal, kompetensi dan komitmen yang kuat sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam memimpin sebuah organisasi dalam mencapai mutu yang baik.

Dalam mengimplemntasikan Manajemen mutu di sekolah, kepala sekolah memegang peranan penting dalam upaya mendorong setiap anggota atau personil sekolah untuk ikut berperan dalam berkontribusi dalam perbaikan kualitas. Melalui gaya atau prilakunya diharapkan kepala sekolah dapat secara efektif melaksanakan manajemen mutu. Manajemen mutu dalam sebuah organisasi berarti mengadakan perubahan mendasar dalam organisasi yang meliputi perubahan kultural dan perubahan substantif dalam manajemen. Sekolah bermutu akan terwujud dengan baik, jika seorang kepala sekolah dan para personil sekolah memiliki kompetensi yang diwujudkan melalui kinerja yang baik. Seluruh sumber


(23)

daya yang dimiliki oleh seseorang, baik berupa motivasi, konsep diri, kemapuan atau skill dan karakteristik atau kepribadian (traits), semua itu merupakan kapasitas diri atau modal dasar yang mendukung terwujudnya keberhasilan seseorang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Konsep mutu sebagai konsep yang relatif bukan konsep yang absolute, sehingga mutu memiliki dua aspek yang memenuhi spesifikasi dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut oleh konsumen.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka sekolah yang bermutu adalah sekolah yang memiliki kepemimpinan yang tepat dengan melaksanakan keseluruhan unsur determinan terhadap kualitas yang diharapkan. Sekolah bermutu, juga dapat dilihat sejauh mana iklim sekolah memberikan kontribusi positif terhadap terwujudnya sekolah bermutu. Kemudian sejauh mana kepala sekolah mampu mendorong para personil sekolah untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap terwujudnya manajemen mutu di sekolah. Demikianlah asumsi-asumsi tersebut di atas yang dikutip berdasarkan asumsi teori dan asumsi empiris dari para ahli di bidangnya sebagai konsep dasar dalam menentukan hipotesis penelitian.


(24)

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian survei yang dimaksud adalah bersifat menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Seperti dikemukakan Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2003:21) penelitian survei dapat digunakan untuk maksud (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, (3) penjelasan (eksplanatory atau confirmatory), yakni menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis; (4) evaluasi, (5) prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang (6) penelitian operasional, dan (7) pengembangan indikator-indikator sosial. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian survei.

Menurut Kerlinger (2000:660) ”penilitian survei mengkaji populasi yang besar maupun yang kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi itu untuk menemukan insidensi, distribusi dan interpretasi relatif dari variabel-variabel

sosiologi dan psikologi”. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam.

Jenis penelitian survei ini memfokuskan pada pengungkapan hubungan kausal antar variabel, yaitu suatu penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki hubungan sebab berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang terjadi, dengan tujuan memisahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung sesuatu variabel penyebab terhadap variabel akibat. Variabel sebab-akibat tersebut adalah manajeman sekolah bermutu (X1) Kepemimpinan (X2)


(26)

B. Populasi

Populasi adalah totlitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 2001:6) dalam penelitian ini populasi sebanyak 10 sekolah menengah kejuruan (SMK) yang terdiri dari 30 jurusan atau program keahlian sekolah menengah kejuruan di lingkunagn Dinas Pendidikan Kabupaten Subang.

Sampel adalah sebagian Setelah populasi ditetapkan, selanjutnya ditentukan sampel agar dapat dilakukan pengumpulan data. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Arikunto (2004:117) mengatakan bahwa: "Sampel adalah bagian dari populasi." Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel Nasution (2005:135) mengemukakan:

Tabel 3.1

Jumlah Populasi dan Sampel

No Sekolah Jumlah

Populasi Sampel

1. Akuntansi 10 3

2. Administrasi Perkantoran 12 4

3. Pemasaran 10 3

4. Teknik Automotif SMK N 1 Subang 10 3

5. Rekayasa Perangkat Lunak 10 3

6. Grafika 10 3

7. Teknik Elrktronika Industri 13 4

8. Teknik Permesinan SMK N 2 Subang 10 3


(27)

bahwa, ".. mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya, oleh desain penelitiannya (asumsi-asumsi statistik), serta mutu pelaksanaan dan pengolahannya." Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel, Arikunto (2005:120) mengemukakan bahwa: Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar, dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.

Memperhatikan pernyataan tersebut, karena jumlah populasi lebih dari 100 orang, maka penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel secara acak (Random

11. Akuntansi 10 3

12. Administrasi Perkantoran 13 4

13. Pemasaran SMK PGRI Subang 12 4

14. Teknik Komputer 12 4

15. Bisnis dan Manajemen SMK Angkas 2 Kalijati 13 4

16. Teknologi Pesawat Terbang 10 3

17. Teknik Kendaraan Ringan 10 3

18. Teknik Komputer SMK Yadika Kalijati 10 3

19. Adminitrasi Perkantoran 10 3

20. Farmasi SMK YPIB Subang 10 3 21. Bisnis dan Manajemen SMK Darul Hikam Binong 10 3

22. Teknik Mesin SMK Sukamandi 10 3

23. Elektro 10 3

24. Teknik kendaraan ringan 10 3

25. Teknik Audio video SMK Radita Yudha Subang 10 3

26. Administrasi Perkantoran 10 3

27. Akuntansi 10 3

28. Rekayasa Perangkat Lunak 13 4

29 Teknik Automotif SMK Pasundan Subang 12 4

30. Akuntansi 13 4


(28)

sampling). Sedangkan Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Slovin dalam Riduwan (2007:65) sebagai berikut :

n = �

�.�2

+ 1

keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi =

d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%) Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :

n = �

�.�2

+ 1 = 315

315. 0,1 2+ 1 =

315

3,15= 66,55 ≈100 responden C. Teknik Pengumpulan Data

Nazir, Moh (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berhubungan dengan fokus penelitian yang diteliti. Sehubungan dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang akan dikumpulkan, maka dalam penelitian ini digunakan dua teknik utama pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi dan teknik angket.

1. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada hubungannya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan kegiatannya di instansi/lembaga yang relevan dengan fokus penelitian.


(29)

Angket disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 67 responden. Pemilihan dengan model angket ini didasarkan atas alasan bahwa: (a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dan dalam waktu yang tepat.

Melalui teknik model angket ini akan dikumpulkan data yang berupa jawaban tertulis dari responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan di dalam angket tersebut. Indikator-indikator yang merupakan penjabaran dari variabel pemanfaatan sarana prasarana dan manajemen waktu mahasiswa terhadap perilaku belajar mahasiswa merupakan materi pokok yang diramu menjadi sejumlah pernyataan di dalam angket.

D. Defenisi Operasional

Setiap variabel penelitian memiliki beberapa dimensi yang merupakan penjelasan atas variabel tersebut, yang ditentukan atas dasar konsep teoritik, hasil penelitian sebelumnya serta pemikiran-pemikiran dari para peneliti. Adapun definisi oprasional masing-masing variabel sebagai berikut.

1. Kepemimpinan (X1)

Kepemimpinan dalam penelitian ini adalah pola tindakan atau prilaku kepala sekolah dalam mempengaruhi aktivitas para angotanya untuk mencapai tujuan.

2. Implementasi Manajemen mutu (X2)

Implementasi manajemen mutu dalam penelitian ini adalah tingkat pelaksanaan yang komprehensif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih kemajuan dalamsetiap aktivitas organisasi.


(30)

Sekolah yang bermutu dalam penelitian ini tingkat kualitas sekolah dalam melakukan proses pelayanan terhadap siswa, orang tua siswa atau masyarakat sebagai pelanggan dan tingkat output sekolah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan kajian teori atau asumsi dari setiap variabel penelitian dan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Adapun kisi-kisi untuk setiap variabel yang diteliti sebagai berikut.

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)

Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus 1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut :

5 = Selalu (SL) 4 = Sering (SR) 3 = Jarang (JR)

2 = Kadang-kadang (KD) 1 = Tidak Pernah (TP)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Variabel Kontribusi Kepemimpinan (X1) Variabel Definisi Teoritik Definisi

Empirik

Sub Variabel Indikator No Item

Sumber Data Kepemimpin

an (X1) 1.Gorge R. Terry (1998:17) 2. Rauch & Behlin (1978) 3.Purwanto (2001:32) 4.Yuki (1996:44-45) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubunganya dengan tugas untuk mencapai Kepemimpinan kepala sekolah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan profesinalitas guru melalui pemberia pengaruh kepala sekolah tugas dan hubungan 1.Berorientasi pada tugas (initiating strukture) Mengutamakan pencapaian visi dan misi

1,2 Guru

Menetapkan standar mutu pada tugas bawahan

3, 4

Menilai tugas bawahan 5, 6, 7, 8 Melakukan pengawasan 9, 10, 11,


(31)

(2001:83) diinginkan, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasikan kea rah pencapaian tujuan. melaksanakan tugas.

2. Berorientasi pada bawahan (considerate on)

Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan 13, 14, 15 Guru Memeberikan kepercayaan kepada bawahan 16 Memperhatikan kesejahteraan bawahan 17 Membangun kerjasama tim 18, 19 Mmemperlakukan

adil kepada

personil

20 Guru

2. Implementasi Manajemen Mutu (X2)

Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus 1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut :

5 = Selalu (SL) 4 = Sering (SR) 3 = Jarang (JR)

2 = Kadang-kadang (KD) 1 = Tidak Pernah (TP)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Variabel Implementasi Manajemen Mutu (X2) Variabel Definisi

Teoritik

Definisi Empirik

Sub Variabel

Indikator No Item Sumber Data Manajemen mutu (X2) 1.Hadari Nawawi (2005:46) 2.Juran (1995:82) Manajemen mutu adalah manajemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus di fokuskan kepada peningktan kualitas agar produk sesuai dengan setandar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam

pelaksanaan tugas pelayanan umum (public

service)

Manajemen mutu adalah pelaksanaan yang komprehensif dalam mengelola organisasi yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih

kemajuan dalam setiap aktivitas organisasi melalui perencanaan, pengendalian dan peningkatan. a.Perencana an mutu Merumuskan standar mutu sekolah

1,2 Guru

Merencanakan program yang sesuai dengan kebutuhan 3 Mengidentifikasi dan menentukan kebutuhan dan berorientasi pada pelanggan.

4, 5, 6, 7, 8, 9

b.Pengendal ian mutu

Menjabarkan rencana dalam kegiatan.

10, 11 Guru

Membentuk dan memberdayakan tim.

12

Mencatat

kelemahan dan


(32)

layanan dan memotivasi tim Melakukan perbaikan berdasarkan kelemahan 15, 16, 17 c.Peningkat an mutu

Mencari dan

menemukan kekuatan,

kelemahan dan hal-hal baru untuk peningkatan mutu 18, 19,20, 21 Guru Mengembangkan program-program yang sudah tercapai

22

3. Mutu Sekolah (Y)

Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus 1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut :

5 = Selalu (SL) 4 = Sering (SR) 3 = Jarang (JR)

2 = Kadang-kadang (KD) 1 = Tidak Pernah (TP)

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Variabel Mutu Sekolah (Y) Variabel Definisi Teoritik Definisi

Empirik

Sub Variabel

Indikator No Item Sumber Data Sekolah Bermutu (Y) 1.Aan komariah (2006) Sekolah bermutu adalah institusi yang menyediakan tempat terbaik untuk belajar dengan mutu yang memiliki kecocokan penggunaan produk yang memiliki tuntutan dan kepuasan. Upaya sekoalah dalam mencapai dan mempertahankan mutu melalui proses pelayanan dan out put yang bermutu. a.Proses pelayanan sekolah Reliability (Keandalan);

1,2, 3, 4 Guru

Responcivness (keresponsifan); 5, 6 Confidence (keyakinan); 7, 8 Emphaty (empati); 9 b.Output sekolah

Target hasil 10, 11, 12, 13, 14 Guru Mengendalikan hasil 15, 16 meningkatkan mutu. 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Merujuk kepada rumusan masalah dan didasrkan pada hasil penelelitian tentang kontribusi kepemimpinan, implemntasi manajemen mutu terpadu terhadap mutu sekolah menengah kejuruan di kabupaten subang.

1. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah menengah kejuruan di kabupaten subang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Aspek Berorientasi pada tugas (initiating strukture) serta aspek Berorientasi pada bawahan (considerate on) nilai yang sangat baik, sehingga mampu berorientasi pada mutu sekolah secara optimal dan berhasil membentuk siswa yang kompeten.

2. Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah menengah kejuruan (SMK) kabupaten subang berdasarkan perhitungan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Aspek perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan mutu menunjukan nilai sangat baik. Dengan demikian bahwa implementasi manajemn mutu terhadap mutu sekolah menunjukan dampak yang baik terhadap proses pembelajaran disekolah.

3. Mutu sekolah menengah kejuruan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten subang berdasarkan perhitungan termasuk dalam kategori sangat tinggi Aspek proses pelayanan dan out put sekolah dinilai sangat baik. Hal ini akan


(34)

menjadi acuan bagi sekolah untuk terus meningkatkan mutu sekolah dengan proses pelayanan maksimal terhadap pelanggan (sekolah).

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian yang pada akhirnyaakan berdampak pada pihak-pihak yang berkepentingan. Saran yang diajukan lebih difokuskan pada elmen yang terlibat dalam sekolah dalam upaya peningkatan mutu sekolah.

1. Bagi para kepala sekolah SMK di lingkungan dinas pendidikan kabupaten subang dalam melaksanakan tugasnya harus sebaik-baiknya, kontribusi kepemimpinan kepala sekolah sangat di perlukan dalam menentukan arah dan tujuan sekolah, sehingga program-program sekolah mampu silaksanakan oleh sekolah. Di samping itu, kepala sekolah juga harus meningkatkan kompetensi, komitmen dan motivasi yang menjadi dasar melaksanakan tugasnya.

2. Bagi Dinas pendidikan kabupaten subang. 1) berusaha untuk lebih intensif kepada fungsi pengawasan kepada kinerja kepala sekolah dan lebih bisa cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan yang dilakukan kepala sekolah, karena kontribusi kepemimpinan kepala sekolah yang sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan merupakan salah satu poin penting dalam peningkatan kualitas sekolah. 2) berupaya mendorong dan meningkatkan kinerja guru untuk terselenggaranya pembelajaran disekolah yang mengedepankan atau berorienbtasi kepada mutu sekolah.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2004 Dasar-dasar Supervisi. Jakarta Rineka Cipta.

Asmani, Jamal Ma’aruf. 2009. Manajemen Pengelolaan dan kepemimpinan

pendidikan professional. Yogyakarta Diva Press.

Alma, Buchori dan Ratih Hurryati. 2007. Manajemen Corporate dan strategi pemasaran jasa pendidikan fokus pada mutu dan layanan prima. Bandung: Alfabeta.

Dohou, Ibtisam Abu. 2002. School Based Management: manajemen berbasis sekolah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Fatah, Nanang. (2001). Landasan Manjemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers :

Yogyakarta

Mulyasa (2003) Menjadi Kepala Sekolah Propesional.Bandung. Rosda Karya.

Mulyasa E. 2004 Manajemen Berbasis Sekolah, konsep, strategi dan implementasi. Bandung: Rosdakarya.

Mulyasa E. 2005 Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam menyukseskan MBS. Bandung. Remaja Rosda karya.


(36)

Manajemen Peningkatan Mutu berbasis sekolah dasar. 2002. Jakarta Dirjen Pendidikan dasar dan menengah.

Mulyasa E. 2009 Implementasi kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru dan Kepala sekolah. Jakarta Bumi Aksara. Nasution, M.N 2000. Manajemen mutu terpadu; Total quality Managemen.

Jakarta: Ghalia Indonesia

Rochaety, Eti, dkk. 2006. Sistem informasi manajemen pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ridawan dan Akdon (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung. Alfabeta.

Sobari, dkk. (2009). Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Multi Presindo

Sugiyono. (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung. CV Alfabeta

Sudjana. (2005) Metode statistika. Bandung. Tarisito.

Sobari, dkk. 2009.Pengelolaan Pendidikan.Yogyakarta Multi Presindo.

Tcipto, Fandy. 2008 Service managemen mewujudkan layanan prima. Yogyakarta Andi Offset

Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”,

Pendidikan Network : 24 Maret 2006

Umiarso & Imam Gojali (2010). Manajemen Mutu di Era OtonomiPendidikan. Jogjakarta:IRCiSoD

Umedi. 2004 Manajemen Mutu berbasis sekolah (MMBS.)Jakarta PKMP

Umaidi. “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah”. dalam 05


(37)

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2005. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Nuansa Aulia.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang.

Wahyusumijo (2008). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan teoritik dan permasalahan. Jakarta: PT Grapindo Persada.

Widrajat N (2003) Penelitian Tentang Model Layanan Mutu Pendidikan Untuk Kepuasan Peserta Dididk. Desertasi, UPI Bandung

Wijaya, Jenu. 2003 Marketing manajemen pendekatan Nilai-nilai Pelanggan. Surabaya: Banyu Media.

Yamit, Moh. 2009. Manajemen Kualitas Produk dan jasa. Yogyakarta: Ekonosia

Zamroni.2007.Meningkatkan Mutu Sekolah.Jakarta: Penerbit PSAP Muhammadiyah.

www.google.com. Mutu Pendidikan.


(38)

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Merujuk kepada rumusan masalah dan didasrkan pada hasil penelelitian tentang kontribusi kepemimpinan, implemntasi manajemen mutu terpadu terhadap mutu sekolah menengah kejuruan di kabupaten subang.

1. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah menengah kejuruan di kabupaten subang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Aspek Berorientasi pada tugas (initiating strukture) serta aspek Berorientasi pada bawahan (considerate on) nilai yang sangat baik, sehingga mampu berorientasi pada mutu sekolah secara optimal dan berhasil membentuk siswa yang kompeten.

2. Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah menengah kejuruan (SMK) kabupaten subang berdasarkan perhitungan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Aspek perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan mutu menunjukan nilai sangat baik. Dengan demikian bahwa implementasi manajemn mutu terhadap mutu sekolah menunjukan dampak yang baik terhadap proses pembelajaran disekolah.

3. Mutu sekolah menengah kejuruan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten subang berdasarkan perhitungan termasuk dalam kategori sangat tinggi Aspek proses pelayanan dan out put sekolah dinilai sangat baik. Hal ini akan


(2)

menjadi acuan bagi sekolah untuk terus meningkatkan mutu sekolah dengan proses pelayanan maksimal terhadap pelanggan (sekolah).

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian yang pada akhirnyaakan berdampak pada pihak-pihak yang berkepentingan. Saran yang diajukan lebih difokuskan pada elmen yang terlibat dalam sekolah dalam upaya peningkatan mutu sekolah.

1. Bagi para kepala sekolah SMK di lingkungan dinas pendidikan kabupaten subang dalam melaksanakan tugasnya harus sebaik-baiknya, kontribusi kepemimpinan kepala sekolah sangat di perlukan dalam menentukan arah dan tujuan sekolah, sehingga program-program sekolah mampu silaksanakan oleh sekolah. Di samping itu, kepala sekolah juga harus meningkatkan kompetensi, komitmen dan motivasi yang menjadi dasar melaksanakan tugasnya.

2. Bagi Dinas pendidikan kabupaten subang. 1) berusaha untuk lebih intensif kepada fungsi pengawasan kepada kinerja kepala sekolah dan lebih bisa cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan yang dilakukan kepala sekolah, karena kontribusi kepemimpinan kepala sekolah yang sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan merupakan salah satu poin penting dalam peningkatan kualitas sekolah. 2) berupaya mendorong dan meningkatkan kinerja guru untuk terselenggaranya pembelajaran disekolah yang mengedepankan atau berorienbtasi kepada mutu sekolah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2004 Dasar-dasar Supervisi. Jakarta Rineka Cipta.

Asmani, Jamal Ma’aruf. 2009. Manajemen Pengelolaan dan kepemimpinan

pendidikan professional. Yogyakarta Diva Press.

Alma, Buchori dan Ratih Hurryati. 2007. Manajemen Corporate dan strategi pemasaran jasa pendidikan fokus pada mutu dan layanan prima. Bandung: Alfabeta.

Dohou, Ibtisam Abu. 2002. School Based Management: manajemen berbasis sekolah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Fatah, Nanang. (2001). Landasan Manjemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers :

Yogyakarta

Mulyasa (2003) Menjadi Kepala Sekolah Propesional.Bandung. Rosda Karya.

Mulyasa E. 2004 Manajemen Berbasis Sekolah, konsep, strategi dan implementasi. Bandung: Rosdakarya.

Mulyasa E. 2005 Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam menyukseskan MBS. Bandung. Remaja Rosda karya.


(4)

Manajemen Peningkatan Mutu berbasis sekolah dasar. 2002. Jakarta Dirjen Pendidikan dasar dan menengah.

Mulyasa E. 2009 Implementasi kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru dan Kepala sekolah. Jakarta Bumi Aksara. Nasution, M.N 2000. Manajemen mutu terpadu; Total quality Managemen.

Jakarta: Ghalia Indonesia

Rochaety, Eti, dkk. 2006. Sistem informasi manajemen pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ridawan dan Akdon (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung. Alfabeta.

Sobari, dkk. (2009). Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Multi Presindo Sugiyono. (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung. CV Alfabeta Sudjana. (2005) Metode statistika. Bandung. Tarisito.

Sobari, dkk. 2009.Pengelolaan Pendidikan.Yogyakarta Multi Presindo. Tcipto, Fandy. 2008 Service managemen mewujudkan layanan prima.

Yogyakarta Andi Offset

Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006

Umiarso & Imam Gojali (2010). Manajemen Mutu di Era OtonomiPendidikan. Jogjakarta:IRCiSoD

Umedi. 2004 Manajemen Mutu berbasis sekolah (MMBS.)Jakarta PKMP Umaidi. “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah”. dalam 05


(5)

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2005. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Nuansa Aulia.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang.

Wahyusumijo (2008). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan teoritik dan permasalahan. Jakarta: PT Grapindo Persada.

Widrajat N (2003) Penelitian Tentang Model Layanan Mutu Pendidikan Untuk Kepuasan Peserta Dididk. Desertasi, UPI Bandung

Wijaya, Jenu. 2003 Marketing manajemen pendekatan Nilai-nilai Pelanggan. Surabaya: Banyu Media.

Yamit, Moh. 2009. Manajemen Kualitas Produk dan jasa. Yogyakarta: Ekonosia

Zamroni.2007.Meningkatkan Mutu Sekolah.Jakarta: Penerbit PSAP Muhammadiyah.

www.google.com. Mutu Pendidikan.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta Kelompok Bisnis Dan Manajemen Se Kabupaten Banyumas

2 29 237

KONTRIBUSI IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 90012008 KUALITAS KEPEMIMPINAN DAN SIKAP PROFESIONAL GURU TERHADAP KINERJA GURU DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI KABUPATEN S

1 10 125

IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS) DI SEKOLAH DASAR LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN NASIONAL KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

0 5 15

KONTRIBUSI PERAN KOMITE SEKOLAH SEBAGAI BADAN PENDUKUNG TERHADAP MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE- KOTA BANDUNG.

0 2 39

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI MANAJEMEN MUTU TERPADU MELALUI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH UNTUK Implementasi Nilai-Nilai Manajemen Mutu Terpadu Melalui Kepemimpinan Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kreativitas Guru Di SD Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 2 15

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI MANAJEMEN MUTU TERPADU MELALUI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH UNTUK Implementasi Nilai-Nilai Manajemen Mutu Terpadu Melalui Kepemimpinan Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kreativitas Guru Di SD Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 1 29

MANAJEMEN MUTU PEMBELAJARAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN:Studi Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah, Kemampuan Profesional Guru, Media Pembelajaran dan Budaya Sekolah Terhadap Mutu Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan Se Kabupaten Indramayu.

0 0 74

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI DAN DAMPAK AKREDITASI TERHADAP MUTU LAYANAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN :Studi Tentang Efektivitas Implementasi dan Dampak Akreditasi Sekolah Terhadap Mutu Layanan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat.

1 3 67

MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN | Kurniady | Jurnal Penelitian Pendidikan 19781 1 SM

0 2 7

MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

0 1 19