TEKNIK PERMAINAN GESTALT (TPG) UNTUK MENINGKATKAN ADAPTABILITAS SANTRI DI PONDOK PESANTREN :Studi Eksperimen TPG di Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmal
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GRAFIK ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Asumsi Penelitian ... 9
BAB II. TEKNIK PERMAINAN GESTALT UNTUK MENINGKATKAN ADAPTABILITAS SANTRI DI PONDOK PESANTREN ... 12
A. Teknik Permainan Gestalt dalam Bimbingan dan Konseling di Pondok Pesantren ... 12
1. Teknik Permainan Gestalt dalam Pola Bimbingan Khas Pondok Pesantren .. 13
2. Konsep Dasar Teknik Permainan Gestalt (TPG) ... 26
(2)
4. Peranan dan Karakteristik Konselor TPG ... 34
5. Ciri Khas Teknik Permainan Gestalt (TPG) ... 38
6. Kelebihan dan Kelemahan TPG ... 40
B. Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren ... 45
1. Konsep Dasar Adaptabilitas di Pondok Pesantren... 46
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren ... 51
3. Pentingnya Adaptabilitas ... 54
4. Pengembangan dan Pengukuran Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren .. 55
C. Religiusitas Santri Remaja ... 59
1. Hakikat Religiusitas Santri Remaja ... 59
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas Santri Remaja ... 67
3. Pengembangan dan Pengukuran Religiusitas Santri Remaja ... 68
D. Teknik Permainan Gestalt (TPG) untuk Meningkatkan Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren ... 73
1. Prinsip Kerja TPG... 73
2. Tahapan dan Rangkaian Teknik Bimbingan dan Konseling TPG ... 74
BAB III. METODE PENELITIAN ... 84
A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 84
B. Desain Penelitian ... 84
C. Definisi Oprasional Variabel ... 85
D. Hipotesis ... 89
E. Pengembangan Alat Ukur Pengumpul Data ... 90
(3)
G. Prosedur Penelitian Eksperimen ... 102
H. Teknik Analisis Data ... 104
I. Populasi dan Sampel Penelitian ... 104
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 106
A. Hasil Penelitian ... 106
1. Hasil Penelitian Pendahuluan ... 106
2. Pengujian Hipotesis ... 115
3. Panduan Teknik Permainan Gestalt untuk Meningkatkan Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren ... 126
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 146
C. Keterbatasan Penelitian ... 153
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 155
A. Kesimpulan ... 155
B. Rekomendasi ... 155
DAFTAR PUSTAKA ... 157
RIWAYAT HIDUP PENELITI ... 172
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 176
Instrumen Pra dan Pasca Judgement ... 176
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 317
Instrumen Penelitian... 390
Laporan Persiapan Penelitian ... 413
Media Teknik Permainan Gestalt ... 436
Hasil Assesmen Konseli Teknik Permainan Gestalt ... 444
Hasil Pre Test dan Post Test Penelitian... 463
(4)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Penelitian... 85
Tabel 3.2 Kedudukan Peubah Penelitian ... 86
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren ... 92
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Religiusitas Santri ... 97
Tabel 4.1Perbandingan Religiusitas Santri Sebelum Perlakuan Antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 111
Tabel 4.2 Perbandingan Religiusitas Santri Setelah Perlakuan Antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 112
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Distribusi Variabel Dependen... 117
Tabel 4.4 Korelasi Antara Kovariat ... 118
Tabel 4.5 Uji Homogenitas Kemiringan Garis Regressi Pertama... 121
Tabel 4.6 Uji Homogenitas Kemiringan Garis Regresi Kedua ... 121
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis Pertama ... 122
Tabel 4.8 Hasil Uji Hipitesis Kedua, Ketiga dan Keempat ... 123
Tabel 4.9 Jadwal Sesi Pertemuan Konseli TPG Strategi Individual ... 135
(5)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Perbandingan Rata-rata Adaptabilitas Santri Kelompok Eksperimen
dan Kontrol Pra dan Pasca Perlakuan ... 108
Grafik 4.2 Adaptabilitas Santri Berdasarkan Jenis Kelamin ... 109
Grafik 4.3 Adaptabilitas Santri Berdasarkan Lingkungan Pondok Pesantren ... 110
Grafik 4.4 Grafik Religiusitas Santri Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 113
Grafik 4.5 Grafik Religiusitas Santri Berdasarkan Jenis Kelamin ... 114
Grafik 4.6 Grafik Religiusitas Santri Berdasarkan Lingkungan Pesantren ... 115
Grafik 4.7 Pengujian Linieritas Pertama ... 119
(6)
1 BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian.
A.Latar Belakang Masalah
Bimbingan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Melalui program bimbingan dan konseling proses pendidikan dalam upaya mengembangkan manusia pada semua aspek diri kemanusiaannya yakni aspek bio-psiko-sosio (Rambo dalam Vurgan, 1984; Muhlisin, 2007: 1), spiritual (Hawari, 1999), intelektual, moral, sosial, kognitif, dan emosional (Willis, 2004: 5) tumbuh lebih optimal, mencapai pendewasaan dan pematangan
diri (Ilfiandra, 2008: 1).
Program bimbingan dan konseling telah dikembangkan pada jalur pendidikan formal sebagai upaya reformasi pendidikan. Langkah positif ini perlu dikembangkan pula pada jalur pendidikan non-formal, jalur pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana, berlangsung seumur hidup yang bertujuan mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga terbentuk manusia seutuhnya.
Pondok pesantren pada umumnya merupakan lembaga pendidikan pada jalur non-formal dan merupakan pendidikan Islam tertua di Indonesia yang
(7)
2
berperan penting dalam mendukung tujuan pendidikan. Lembaga pendidikan pondok pesantren dibangun dengan tujuan yang sama atau sejalan dengan UU No. 20 Bab II Pasal 3 Tahun 2003, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kedudukan pondok pesantren dalam sistem pendidikan Indonesia telah diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan keagamaan pasal 30 ayat 3. Bahwa pondok pesantren merupakan salah satu bentuk dari pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (ayat 1), serta dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal.
Pondok pesantren secara umum dapat dikategorikan kepada tiga bentuk, yakni pola pendidikan pondok pesantren salafiyah murni, pola pendidikan pondok pesantren modern dan pola pendidikan yang menggabungkan antara pola salafiyah dengan modern dikenal dengan pondok pesantren komprehensif. Namun pada umumnya pesantren menamakan dirinya dengan dua istilah yakni pondok pesantren salafiyah dan modern.
Dengan beragamnya pola pendidikan yang ditawarkan oleh pondok pesantren, sampai saat ini pola pendidikan ini tetap diminati, terbukti data statistik pendidikan agama dan keagamaan menunjukan terjadi peningkatan jumlah pondok pesantren dan jumlah santri pada setiap tahun. Pada tahun 1977 jumlah
(8)
pesantren sekitar 4.195 buah dengan jumlah santri sekitar 677.384 orang. Pada tahun 2001 jumlah pesantren mencapai 11.312 buah dengan santri sebanyak 2.737.805 orang (Mashud, 2003: 4). Selanjutnya dilakukan pendataan kembali jumlah pondok pesantren baik di wilayah rural, sub-urban, maupun urban menunjukan 16.015 pondok pesantren tersebar di seluruh Indonesia (Direktori Departemen Agama, 2008).
Peningkatan jumlah pondok pesantren dan jumlah santri menunjukan bahwa minat masyarakat terhadap pola pendidikan pondok pesantren cukup tinggi, hal ini tentu berdasarkan pada alasan yang beragam. Minat masyarakat secara umum didasari atas pandangan bahwa pola pendidikan pondok pesantren memberikan kontribusi terhadap pengembangan religiusitas dan kemandirian santri dan dipandang sebagai pendidikan yang kondusif hampir di dalam semua aspek kehidupan (Bashori, 2003: 6). Membentuk peserta didik menjadi insan kamil yakni menumbuhkembangkan nilai-nilai Ilahiyat pada diri manusia, pada batas kadar kemanusiaannya (Jalaluddin, 2001: 9). Melalui interaksi kependidikan yang berlangsung hampir selama 24 jam dalam bentuk asrama, telah membentuk santri untuk belajar mandiri dan hidup dengan penuh tanggung jawab.
Mencermati situasi dan kondisi mayoritas pondok pesantren, diindikasikan terkait dengan teori psikologi lingkungan (Wohwill dalam Fisher, 1984: 1-22). Dimensi hubungan perilaku lingkungan yaitu intensitas, keanekaragaman dan keterpolaan akan menyebabkan terjadinya gangguan psikologis yang berada di dalam lingkungan tersebut. Dimensi intensitas adalah keadaan yang terlalu banyak
(9)
4
orang di sekeliling individu sehingga menyebabkan perasan sesak (crowding). Santri hampir pada semua aktivitasnya berada pada intensitas tinggi.
Dimensi keanekaragaman, adalah keanekaragaman benda atau manusia yang akan berakibat terhadap pemrosesan informasi sehingga menimbulkan perasaan overload. Santri senantiasa berada dalam situasi keanekaragaman manusia dengan peran dan status yang berbeda, beragam bahasa verbal dan nonverbal dari berbagai budaya, beragam pola pikir dan beragam kebiasaan. Santri senantiasa berada dalam keanekaragaman benda, baik benda miliknya, benda milik santri lainnya, benda sebagai fasilitas yang disediakan oleh pondok sebagai fasilitas bagi santri dan benda milik pondok pesantren yang bukan menjadi fasilitas santri.
Dimensi keterpolaan dapat berbentuk pola yang tidak jelas (rumit) atau sebaliknya berpola yang sangat jelas sehingga mudah dipresiksi. Bagi santri yang baru tinggal di pondok pesantren, pola pondok pesantren dipandang relative rumit. Sedangkan bagi santri yang telah lama tinggal, pola pondok pesantren dipandang mudah diprediksi.
Dengan demikian komunitas santri pondok pesantren senantiasa berada dalam ketiga dimensi di atas. Kondisi ini berakibat terjadinya berbagai macam tekanan psikologis (Helmi, 1995), sehingga layanan bimbingan dan konseling untuk membantu santri dalam menghadapi masalah yang dihadapinya di pondok pesantren.
(10)
Pentingnya layanan bantuan ini didasari oleh kenyataan bahwa santri yang tidak mampu menyesuaikan diri berakibat pada rapuhnya perilaku dan perhatian, sehingga sering mengarah pada perilaku agresif; reaksi kompensasi (Sugiyanto, 1977); kurang kreatif (Bashori, 2003); tidak mampu mengikuti pelajaran, melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan pondok pesantren (Yuniar, 2005). Sikap santri terhadap peraturan pondok pesantren berhubungan erat dengan intensitas keluar dari pondok (Purwanti, 1993). Kecenderungan ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa need change santri lebih rendah dari siswa SMA (Ma’sum, 1979; Indriyastuti, 1980).
Berdasarkan observasi ditemukan permasalahan adaptabilitas santri di kedua pondok pesantren yang diteliti. Perilaku santri yang kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan pondok pesantren diwujudkan dalam berbagai perilaku, di bawah ini diurutkan dari gejala yang bersifat umum sampai kepada perilaku khusus yang sifatnya kasuistik. Bagi santri baru biasanya berperilaku: minder dan menarik diri, menangis setiap hari (kurang lebih selama dua minggu); tidak mau makan dan minum yang disediakan oleh pondok pesantren; pura-pura sakit; tidak mau mengikuti kegiatan pondok pesantren dan lain-lain. Pada akhirnya santri memutuskan untuk pindah atau drop out.
Perilaku santri yang sudah lebih lama tinggal di pondok pesantren, tampak dalam perilaku sebagai berikut: minder dan menarik diri, mengikuti kegiatan pondok pesantren tanpa tujuan dan target yang jelas, hanya mengikuti kegiatan-kegiatan yang diwajibkan; melanggar tata-tertib pondok pesantren dengan
(11)
6
sengaja, meminjam barang orang lain dengan tidak bertanggung jawab, mencuri, melanggar etika moral lainnya, dan dikeluarkan.
Fakta tersebut semakin menguatkan pentingnya peran layanan bimbingan dan konseling yang dapat mengantarkan santri menerima situasi dan kondisi pondok pesantren sebagai wahana pematangan diri. Adaptabilitas (adaptability) sebagai salah satu kriteria good adjustment (Schneiders, 1964: 84) yakni kemampuan seseorang untuk mengubah dirinya dalam merespon ketidakmenentuan lingkungan, urgen ditingkatkan pada diri santri agar ia dapat berfungsi secara efektif dan mampu menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang dihadapinya.
Untuk maksud tersebut, berbagn ai upaya telah banyak dilakukan oleh pondok pesantren. Namun demikian, teknik perminan gestalt (TPG) belum pernah menjadi alternatif pendekatan. Oleh karena itu, peneliti melakukan eksperimen bimbingan dan konseling TPG untuk meningkatkan adaptabilitas di pondok pesantren.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Sejalan dengan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dideskripsikan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana profil adaptabilitas santri di pondok pesantren? 2. Bagaimana profil religiusitas santri di pondok pesantren?
(12)
3. Apakah terdapat perbedaan tingkat adaptabilitas santri yang diberi tritmen dengan bimbingan dan konseling TPG dan santri yang dibimbing dengan pola bimbingan khas pondok pesantren?
4. Apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap efektivitas TPG dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren?
5. Apakah lingkungan pondok pesantren berpengaruh terhadap efektivitas TPG dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud mengkaji dan memperoleh gambaran mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengetahui efektivitas TPG dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
2. Mengetahui pengaruh religiusitas, jenis kelamin dan lingkungan pondok pesantren terhadap efektivitas TPG dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
D. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diawali dari kebanggaan peneliti melihat minat terhadap pola pendidikan pondok pesantren di kalangan masyarakat dewasa ini relatif tetap bahkan meningkat. Kecenderungan ini patut diimbangi dengan optimisme bahwa sistem dan pola pendidikan khas pondok pesantren menjadi alternatif yang dapat bersaing dengan pola pendidikan lainnya dalam membentuk peserta didik memuncaki berbagai prestasi dan mandiri.
(13)
8
Optimisme peran pondok pesantren tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa tidak sedikit orang tua santri yang akhirnya mengalami kekecewaan karena harus menerima kenyataan putra-putrinya tidak mampu bertahan dalam kehidupan khas pondok pesantren.
Perhatian terhadap pentingnya peningkatan adaptabilitas santri di pondok pesantren masih jarang, karena adaptabilitas santri di pondok pesantren tidak dapat dipandang sama dengan adaptabilitas di sekolah (school adaptability) dan adaptabilitas di rumah (home adaptability). Penelitian eksperimen TPG untuk meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren ini, diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.
1. Manfaat secara teoretis
Perluasan makna konsep kesadaran terapi gestalt Perls yang dikembangkan dalam TPG merupakan perluasan tujuan pendekatan ini. Dalam pandangan terapi gestalt Perls, kesadaran nampak dalam bentuk konseli pandai menentukan pilihan. Proses mencapai kesadaran, konseli harus memahami lingkungan, memahami diri, menerima diri dan mampu menjalin hubungan. Proses kesadaran dalam konteks di sini (in here), sekarang (now), dan berdasarkan pengalaman langsung (immediate experience) (Bloom 2006; Brownell 2010; Mann 2010; Fagan and Shepard 1970; Hardy 1991; Magill and Rodriguez 1996).
Kesadaran dalam TPG, selain kesadaran yang di maksud tersebut, konseli dipandang pandai menetapkan pilihan ketika pilihan-pilihannya tersebut didasari juga oleh pemahaman akan eksistensi dirinya sebagai makhluk yang diciptakan
(14)
dengan tujuan yang sangat jelas yakni sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah. Kesadaran ini mengantarkan konseli memelihara kontak dan dukungan yang bersifat vertikal sekaligus horizontal dalam setiap pilihan dan perilakunya.
Hasil penelitian ini memperluas teori adjustment aspek adaptabilitas. Teori adaptabilitas yang berkembang lebih fokus pada school adaptability dan home
adaptability. Adaptabilitas pesantren merupakan temuan baru yang dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak. 2. Manfaat secara praktis
Teknik permainan gestalt efektif dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren salafiyah dan modern. Teknik ini dapat dimanfaatkan lebih luas pada lingkungan yang sama maupun pada lingkungan pondok pesantren lainnya.
Berangkat dari perluasan makna kesadaran dalam TPG, penelitian ini menghasilkan teknik baru yang dikenal dengan teknik permainan kartu SDBHSM. Semula, terapi gestalt dinilai sekuler dan anti ketuhanan, karena konsep kesadaran tersebut menafikan keberadaan Sang Pencipta dalam kehidupan individu. Kemudian konsep dasar kesadaran diubah menjadi sejalan dengan ajaran Islam. Menjadi peluang besar bagi konselor dalam penggunaan pendekatan ini terhadap konseli yang sesuai.
Teknik permainan gestalt (TPG) sebagai pendekatan dalam layanan bimbingan dan konseling dapat digunakan sebagai rangkaian TPG secara keseluruhan atau hanya menggunakan teknik permainan kartu SDBHSM.
(15)
10
E. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas dasar beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Bimbingan yang diselenggarakan di pondok pesantren adalah bimbingan yang khas dan unik pada pesantren tersebut dan tidak sama dengan bimbingan yang diselenggarakan di pesantren lainnya. Keunikan dan kekhasan pondok pesantren bergantung kepada tiga elemen yang membentuk pondok pesantren tersebut, yakni: (1) pola kepemimpinan, (2) kitab-kitab rujukan yang dipergunakan, dan (3) sistem nilai yang digunakan (Wahid, 1999: 13-14). 2. Bimbingan dan konseling dalam upaya membantu santri menghadapi kondisi
kesulitan menyesuaikan diri dengan pola khas pendidikan pondok pesantren, perlu difokuskan pada peningkatan adaptabilitasnya.
3. Terapi gestalt merupakan salah satu pendekatan yang berpandangan bahwa individu-individu memiliki kapasitas untuk mengatur diri dan lingkungannya sehingga mampu menangani masalah-masalah hidupnya secara efektif. Beragam teknik terapi gestalt bertujuan membantu konseli mencapai kesadaran. Konseli diarahkan untuk menghargai dan mengalami sepenuhnya di sini dan sekarang dan berani menghadapi urusan yang belum selesai di masa lalu dapat memfungsikan perpaduan semua aspek kepribadian sehingga konseli dapat menerima aspek kepribadian yang diingkarinya (Corey, 2005:195-197) merupakan pendekatan yang tepat dalam membantu meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
4. Terapi gestalt (1893-1970) menawarkan 11 teknik permainan. Sejumlah teknik permainan ini dapat diujicobakan dalam upaya meningkatkan
(16)
adaptabilitas santri. Mencermati tujuan terapi gestalt adalah membantu konseli mencapai kesadaran yang belum sejalan dengan ajaran Islam, sedangkan santri dibina untuk lebih religius, maka diperlukan teknik baru yang dapat mengimplementasikan kesadaran santri yang berasaskan ajaran Islam. Perpaduan antara teknik terapi gestalt dengan teknik permainan kartu SDBHSM memungkinkan terwujudnya layanan bantuan yang dapat mengantarkan santri pada kematangan khususnya aspek adaptabilitas di pondok pesantren.
(17)
84 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab III ini diuraikan mengenai pendekatan dan metode penelitian, desain penelitian, definisi oprasional variabel, hipotesis, pengembangan alat ukur pengumpul data, subjek penelitian, prosedur penelitian eksperimen dan teknik analisis data.
A.Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode quasi eksperimen. Sejalan dengan pandangan Heppner, Wampold and Kivlighan (2008: 182) alasan peneliti memilih quasi eksperimen adalah faktor biaya yang
relatif lebih ringan dibandingkan penelitian yang sesungguhnya (true eksperiment); pemilihan responden secara acak seringkali sulit dilakukan;
pertimbangan etis dalam memberikan layanan, kesulitan dalam melakukan pengontrolan secara penuh; dan kesulitan dalam menetapkan kelompok kontrol yang tepat.
B.Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretest-posttest
nonequivalent group (Heppner, Wampold and Kivlighan, 2008: 183-186). Desain
ini memungkinkan untuk tidak sebandingnya antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol (Heppner, Wampold and Kivlighan, 2008: 183). Desain
(18)
Non R O1 X O2 Non R O3 O4
Desain tersebut mendeskripsikan bahwa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diberi pre-test dan post-test. Tabel 3.1 mendeskripsikan hal ini dengan lebih jelas.
Tabel 3.1 Desain Penelitian Subjek
Penelitian
Pre-test Perlakuan Post-test
Kelompok Eksperimen
RS dan AS TPG RS dan AS
Kelompok Kontrol
RS dan AS RS dan AS
Keterangan :
RS : Religiusitas Santri. AS : Adaptabilitas Santri.
Tabel 3.1 mendeskripsikan bahwa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diberi pretest dan posttest yang sama, yakni instrument religiusitas dan adaptabilitas santri. Kelompok eksperimen diberi bimbingan dan konseling teknik permainan gestalt (TPG) sedangkan kelompok kontrol tidak memperoleh perlakuan khusus kecuali bimbingan khas pola pondok pesantren masing-masing. C. Definisi Oprasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat empat peubah (variable), yakni teknik permainan gestalt (TPG), adaptabilitas, religiusitas, jenis kelamin dan lingkungan
(19)
86 pondok pesantren. Kedudukan peubah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Table 3.2.
Tabel 3.2
Kedudukan Peubah Penelitian
No Jenis Peubah Simbol Nama Peubah 1 Peubah terikat (Y) Adaptabilitas santri di
pondok pesantren 2 Peubah bebas (X1) Pendekatan TPG 3 Peubah
Moderator 1
(X2) Religiusitas santri 4 Peubah
moderator 2
(X3) Jenis kelamin 5 Peubah
moderator 3
(X4) Lingkungan pondok pesantren
Upaya menghindari kesalahpahaman dalam memahami peubah penelitian, berikut adalah definisi oprasional dari masing-masing peubah.
a. Teknik Permainan Gestalt (TPG)
Teknik permainan gestalt (TPG) adalah pendekatan dalam layanan bimbingan dan konseling yang menggunakan teknik permainan, namun tidak dibatasi oleh teknik permainan yang ditawarkan oleh Perl (Perls' gestalt therapy) (Cave 1999; Smith 2010). Dengan demikian, TPG merupakan pendekatan hasil kreativitas konselor dalam membangun konseli melalui teknik permainan yang dilandasi oleh asumsi dasar, prinsip-prinsip, tujuan, dan fase-fase yang digunakan oleh terapi gestalt. Asumsi dasar TPG adalah bahwa individu-individu memiliki
(20)
kapasitas untuk mengatur diri dan lingkungannya sehingga mampu manangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif.
Menurut Corey (2005: 194-195), ada empat prinsip dasar terapi gestalt, yaitu: holism, field theory, the figur formation process, dan organismic
self-regulation. Menurut Latner (1986) holisme adalah prinsip bahwa segala
sesuatu pada dasarnya satu kesatuan yang saling berkaitan, dan keseluruhan tidak sama dengan jumlah bagian-bagiannya. Field theory adalah prinsip yang memandang bahwa organisma harus dilihat dalam lingkungannya, atau dalam konteksnya, sebagai bagian dari perubahan yang konstan. The figure formation
process merupakan prinsip yang menggambarkan bagaimana individu
mengorganisir lingkungannya dari waktu ke waktu, di mana dikenal dengan prinsip figur dan ground (Latner 1986). Organismic self-regulation adalah prinsip yang memandang bahwa individu dapat mengambil tindakan dan menjalin hubungan-hubungan yang dapat mengembalikan keseimbangan atau dapat terus berkembang dan berubah. Proses menyeimbangkan dengan cara menentukan prioritas dari sebuah perasaan atau kepentingan.
Tujuan TPG sama dengan tujuan terapi gestalt yakni mencapai kesadaran. Perbedaannya terletak pada makna kesadaran. Dalam pandangan Perls kesadaran tampak dalam wujud individu pandai menentukan pilihan dan untuk mencapai kesadaran dimaksud, individu harus memahami lingkungan, memahami diri sendiri, menerima diri, dan mampu menjalin hubungan. Sedangkan kesadaran dalam TPG, selain kesadaran yang di maksud tersebut, konseli dipandang pandai menetapkan pilihan ketika didasari oleh pemahaman akan eksistensi dirinya
(21)
88 sebagai mahluk yang diciptakan dengan tujuan yang sangat jelas yakni sebagai hamba Allah Swt dan sebagai khalifah Allah. Kesadaran ini mengantarkan konseli memelihara kontak dan dukungan yang bersifat vertikal sekaligus horizontal dalam setiap pilihan dan perilakunya.
Perbedaan konsep ini mendorong lahirnya teknik baru sebagai kreativitas konselor dalam bentuk permainan kartu SDBHSM yang dijadikan layanan dasar bimbingan dan konseling bagi semua konseli sebelum menggunakan teknik-teknik terapi gestalt Perls pada tahap selanjutnya. Perpaduan antara teknik permainan kartu SDBHSM dengan teknik terapi gestalt Perls dalam sebuah rangkaian dikenal dengan teknik permainan gestalt (TPG).
b. Adaptabilitas santri di pondok Pesantren
Adaptabilitas santri di pondok pesantren adalah kemampuan santri dalam mengubah dirinya untuk merespon perubahan kondisi dan situasi lingkungan pondok pesantren sehingga ia dapat berfungsi secara efektif. Perubahan ini merupakan proses dinamis, mencakup kecenderungan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dari situasi dan kondisi di lingkungan pondok pesantren (sejalan dengan perkembangan diri dan lingkungannya) sehingga ia dapat menjadikan pola khas pondok pesantren sebagai kesempatan dalam menempa diri menjadi pribadi yang lebih baik.
c. Religiusitas, jenis kelamin dan lingkungan pondok pesantren
Religiusitas santri adalah penghayatan seorang santri terhadap ajaran agama Islam menyangkut simbol, keyakinan, nilai dan perilaku yang didorong
(22)
oleh kekuatan spiritualnya. Dengan kata lain religiusitas santri merupakan gambaran adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama Islam sebagai unsur kognitif, perasaan agama sebagai unsur afektif dan perilaku agama sebagai unsur psikomotorik. Dengan demikian, religiusitas santri merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri santri.
Jenis kelamin santri yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemisahan antara santri putera (ikhwan) dan santri puteri (akhwat). Sengaja dipisahkan untuk dilihat pengaruhnya terhadap efektivitas teknik permainan gestalt (TPG) dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
Lingkungan pondok pesantren yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tempat santri menempuh pendidikan, dalam hal ini pondok pesantren salafiyah yakni Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan pondok pesantren modern yakni Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmalaya.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dan diuji dalam penelitian ini terdiri dari empat hipotesis, yaitu:
Hipotesis Pertama: Dengan mengendalikan skor pretest adaptabilitas, terdapat perbedaan tingkat adaptabilitas santri antara kelompok yang memperoleh bimbingan dan konseling TPG dengan kelompok yang dibimbing dengan pola bimbingan khas pondok pesantren.
(23)
90 Hipotesis Kedua: Religiusitas berpengaruh terhadap efektivitas teknik permainan gestalt (TPG) dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
Hipotesis Ketiga: Jenis kelamin berpengaruh terhadap efektivitas teknik permainan gestalt (TPG) dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
Hipotesis Keempat: Lingkungan pondok pesantren berpengaruh terhadap efektivitas teknik permainan gestalt (TPG) dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
E. Pengembangan Alat Ukur Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan angket. Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini untuk melihat adaptabilitas santri di pondok pesantren dan religiusitas santri.
Angket penelitian ini menggunakan jenis angket tertutup dengan jawaban langsung bentuk check list. Penggunaan angket dengan jenis ini dengan pertimbangan bahwa angket dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden; dapat dibuat anonim sehingga responden bebas untuk menjawab jujur dan tidak malu-malu dalam menjawab; dan dapat dibuat terstandar sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.
(24)
1. Pengembangan Instrumen
Terdapat dua instrumen yang dipergunakan dalam mengumpulkan data penelitian, yakni instrument mengukur adaptabilitas santri di pondok pesantren dan angket untuk mengukur religiusitas santri.
a. Instrumen adaptabilitas santri di pondok pesantren
Instrumen yang dipergunakan untuk mengukur adaptabilitas santri di pondok pesantren adalah kombinasi antara instrumen yang dikenal dengan I-ADAPT-M dari Ployhart (2005) dengan ABAS-II (Adaptive Behavior Assessment System-II) kategori School and home living adaptive skill (Oakland dan Harrison, 2003; Steere at al., 2003: 113-136).
Mengukur adaptabilitas santri dengan I-ADAPT-M menggunakan skala merujuk kepada pengukuran dimensi crisis, cultural, work stress, interpersonal, learning, physical, creativity dan uncertainty. ABAS-II mengukur adaptabilitas santri dari aspek berikut: perhatian terhadap milik seseorang (the care of one’s
belongings), pemeliharaan terhadap lingkungan (the maintenance of the
environtment), dan menyelesaikan tugas-tugas rutin di lingkungan tempat tinggal
(the completion of routine activities within a home environment).
Kombinasi skala pengukuran adaptabilitas santri tersebut, dilakukan berdasarkan pada pola hidup dan pola belajar di lingkungan pondok pesantren relatif unik. Peneliti kesuitan menemukan satu alat ukur yang dipandang tepat atau memenuhi kriteria adaptabilitas di pondok pesantren. Alat ukur adaptabilitas yang berkembang selama ini adalah school adaptability dan home adaptability.
(25)
Kisi-92 kisi instrumen adaptabilitas santri di pondok pesantren dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen
Adaptabilitas Santri di Pondok Pesantren No Dimensi
Adaptabilitas
Indikator Jumlah
Item
1. Crisis Mampu tetap mempertahankan fokus
perhatiannya terhadap tugas (tanggung jawab) sekalipun dalam keadaan krisis.
1
Mampu menempatkan emosinya secara tepat dalam menjalankan tugasnya sekalipun dalam kondisi darurat.
1
Berpikir jernih sekalipun dihadapkan pada waktu penting atau situasi darurat.
1 Tetap fokus pada tujuan sekalipun dalam
situasi rumit.
1 Tidak mengeluh dan berperilaku berlebihan
dalam situasi krisis atau darurat.
1 Mampu membuat keputusan yang tepat pada
saat-saat terdesak.
1
2. Cultural Senang mempelajari kultur sendiri dan kultur
orang lain.
1 Dapat bekerja sama dengan orang lain dari
berbagai kultur yang berbeda.
1 Merasakan pentingnya memperhatikan orang
lain dari kultur yang berbeda.
1 Merasa senang memiliki beraneka macam
pengalaman belajar dalam bekerja bersama dengan orang lain yang beraneka ragam
(26)
kultur.
Merasa nyaman berinteraksi dengan orang lain yang berbeda dalam nilai hidup dan kebiasaannya.
2
3. Work Stress Tetap tenang dan tidak berperilaku berlebihan
ketika mendapat berita yang menekan.
1 Tidak merasa tertekan ketika memiliki beban
pekerjaan yang banyak.
1 Mendahulukan bertanggung jawab melakukan
kewajiban dari pada menuntut hak
1 Siap dan sabar dalam aktivitas yang menuntut
antri.
1
Menerima keputusan bersama. 1
4. Interpersonal Dapat memperhatikan perasaan orang lain
dalam waktu-waktu khusus.
3 Menghindari perbuatan merugikan orang lain. 2 Berpikiran terbuka dalam menghadapi
berbagai pendapat.
3 Fleksibel dan adil dalam berhubungan dengan
orang lain.
3
5. Learning Senang memperoleh keterampilan baru. 2
Bertanggung jawab untuk mempelajari pengetahuan dan keterempilan yang seluas-luasnya.
2
Memiliki berbagai keterampilan yang diperlukan.
2 Gemar bertanya untuk memperoleh informasi
dan keterampilan baru yang dibutuhkan.
2
6. Physical Memiliki gerakan tubuh yang cekatan dalam
menjalankan perannya sebagai santri.
1 Dapat mengerjakan semua tugas dalam segala 3
(27)
94 situasi dan kondisi.
Tetap bertanggung jawab melakukan pekerjaan dalam lingkungan tidak nyaman.
3 Mampu mengerjakan semua tugas santri
sekalipun yang menuntut kekuatan fisik.
3 Tidak memiliki masalah dalam urusan makan. 2
7. Creativity Dapat menghubungankan hal sekalipun
informasi yang ada tidak lengkap atau tidak nyambung.
3
Dapat membuat analisis yang unik terhadap masalah-masalah yang kompleks.
2 Mampu membuat inovasi sebagai solusi
terhadap keadannya yang kurang secara finansial.
3
Cermat dalam mengelola uang yang dimiliki. 1
8. Uncertainty Menerima dengan ikhlas kondisi keuangan
yang tidak menentu.
2 Menerima perubahan situasi dan anggota
kamar dan kelas.
3 Mampu dan siap berubah haluan dalam
merespon dan menghadapi situasi yang tak diduga.
3
9. Skills related
to the care of one’s
belongings
Memperlihatkan perhatian terhadap barang milik pribadi.
2 Memelihara perlengkapan belajar milik
pribadi.
1 Memelihara dan bertanggung jawab terhadap
barang milik orang lain.
4 Memelihara kebersihan dan kerapihan alat
ibadah.
1 Merapihkan kembali alat tidur, mandi dan
makan setelah selesai dipergunakan.
(28)
Menyimpan barang yang kotor ke tempat yang pantas.
2 10. Skill related to
the
maintenance of the environt-ment
Respek dan bertanggung jawab atas
kerusakan pada barang-barang milik pondok pesantren.
4
Membersihkan dan mengeringkan genangan air di lingkungan pondok pesantren.
4
Tertib dalam membuang sampah. 2
Menyimpan kembali barang yang telah dipergunakan ke tempatnya semula.
1 Respek dan bertanggung jawab dalam
menghemat air dan listrik.
2 11. Skill related to
the completion of routine activities
Melaksanakan tugas-tugas harian dan mingguan di kelas, kamar dan lingkungan pesantren.
2
Tidak menunda untuk merapihkan kembali barang-barang yang telah selesai
dipergunakan.
4
Taat aturan pondok pesantren. 3
Mampu mencuci dan menyetrika baju pribadi.
1 Memperhatikan lingkungan dengan tertib
menyimpan barang yang kotor.
1
Jumlah 102
b. Instrumen religiusitas santri
Instrumen yang digunakan dalam mengukur religiusitas santri adalah instrumen yang dikembangkan oleh peneliti sendiri berdasarkan kepada lima dimensi religiusitas yang dikemukakan oleh Glock dalam Paloutzian (1996)
(29)
96 (Ancok dalam Singarimbun 1989: 126-127; 1995: 77). Pertama, keterlibatan ritual (ritual involvement) yaitu tingkat keterlibatan santri dalam mengerjakan kewajiban ritual agama Islam. Diantaranya dapat dilihat dari amalan ritual shalat, puasa, zakat dan naik haji juga merendahan diri kepada Allah dan mengagungkannya.
Kedua, keterlibatan ideologis (ideological involvement) yaitu tingkat penerimaan santri terhadap ajaran dogmatik di dalam agama Islam. Di antaranya menyangkut kepercayaan terhadap kebenaran agama Islam. Semua ajaran yang bermuara dari Al-Quran dan hadits menjadi pedoman bagi segala bidang kehidupannya, seperti keyakinan akan adanya malaikat, hari kiamat, surga, neraka dan lain sebagainya.
Ketiga, keterlibatan intelektual (intelectual involvement) yaitu tingkat pemahaman santri dalam memahami ajaran Islam, dan sejauh mana ia bersedia melakukan sejumlah aktivitas untuk semakin menambah pemahaman dalam hal keagamaan. Seperti aktivitas pengajian, membaca buku, menggali tafsir, sehingga ia memiliki wawasan yang luas tentang sejarah, tauhid, ibadah dan muamalah.
Keempat, keterlibatan pengalaman (experiential involvement) menyangkut
apakah santri pernah mengalami pengalaman spektakuler yang merupakan keajaiban dari Allah Swt. Seperti merasa tentram ketika berdzikir, berdo’a dan shalat, dikabulkannya do’a, terlepas dari ancaman bahaya karena pertolongan Allah Swt, dan lain sebagainya.
(30)
Kelima, keterlibatan secara konsekuen (consequential involvement) mengacu kepada kesesuaian antara keyakinan dengan perilaku. Misalnya terdorong untuk menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak mencuri, dan lain sebagianya. Pada hakekatnya, komitmen spiritual ini lebih dekat dengan aspek sosial. Kisi-kisi intrumen untuk mengukur religiusitas santri dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Religiusitas Santri
No Dimensi Religiusitas
Indikator Jumlah
Item 1. Keterlibatan
ritual(Ritual involvement)
Meyakini dan menerapkan dua kalimat syahadat dalam menjalankan ibadah.
8 Tertib dan khusyu serta memelihara
keutamaan berwudlu.
3 Sabar dalam menjalankan shalat wajib dan
rajin shalat sunat.
7 Tidak meninggalkan puasa wajib dan
membiasakan diri berpuasa sunnah.
2
Menjaga keutamaan berpuasa. 3
Berlatih untuk zakat dan shadaqah. 2 Berkeinginan kuat untuk beibadah haji dan
berupaya untuk dapat melaksanakannya.
3 2. Keterlibatan
ideologis (ideological involvement)
Meyakini bahwa Allah Maha Esa dan pencipta alam semesta beserta isinya.
1 Meyakini bahwa Allah memiliki malikat
yang senantiasa patuh akan perintahNya.
1 Meyakini bahwa Al-Qur’an dan semua kitab
yang diberikan kepada para rasul bersumber
(31)
98 dari Allah dan sebagai petunjuk bagi umat
manusia.
Meyakini bahwa Muhammad Saw adalah nabi akhir zaman dan teladan bagi semua manusia.
4
Meyakini bahwa kiamat pasti terjadi dan kehidupan di dunia hanya sementara.
2 Meyakini bahwa takdir datang dari Allah
dan tiada satupun yang terjadi tanpa izin Allah.
4
3. Keterlibatan intelektual (intelectual involvement)
Menyediakan waktu khusus untuk menggali ilmu pengetahuan dari buku-buku atau kitab.
2 Memiliki buku-buku atau terbiasa membaca
buku keagamaan secara teratur.
2 Gemar bertanya kepada teman, kaka kelas,
ustadz, orang tua, kyai atau tentang masalah agama.
4
Tertarik berdiskusi tentang masalah ilmu tauhid, sejarah, tafsir, hadits dan fiqh.
2 Terbiasa menulis karya tulis atau
mengembangkan ilmu agama secara luas dengan cara lainnya.
5
4. Keterlibatan pengalaman
(experiential involvement)
Meyakini kebesaran Allah Swt dalam berpengetahuan.
1 Meyakini kebesaran Allah Swt dalam
memperhatikan alam.
1 Meyakini kebesaran Allah Swt dalam
memperhatikan proses yang terjadi dalam diri sendiri.
1
Meyakini anugrah dan ujian datang dari Allah Swt.
1 Merasakan kenikmatan dan keindahan
dalam khusyu dan kehadiran Allah Swt.
(32)
5. Keterlibatan secara konsekuen (consequenti al
ivolvement)
Senantiasa bersikap jujur dan tidak bersedia berbuat curang.
3 Tergerak hati dan memberi bantuan untuk
menolong orang yang membutuhkan.
4 Menjaga kebersihan hati, badan dan
lingkungan.
4 Memelihara diri dari ucapan, pendengaran
dan penglihatan yang tidak baik.
4 Tidak memiliki musuh, menunjukan
perhatian dan kasih sayang pada teman. Hormat dan patuh pada guru dan orang tua serta pemimpin.
6
Jumlah 86
2. Penimbangan Instrumen (Judgement Instrumen)
Salah satu faktor yang menentukan validitas dan reliabilitas instrumen adalah penilaian (judgement) oleh ahli terhadap suatu instrumen penelitian. Pertimbangan yang diberikan oleh para ahli ini penting untuk menilai kesesuaian antara butir-butir pernyataan dalam instrumen dengan indikator-indikator suatu variabel. Penimbangan instrumen juga diperlukan untuk menyempurnakan butir-butir dalam instrumen, sehingga layak dijadikan sebagai alat ukur variabel penelitian.
Tahap penimbangan instrumen ini dilakukan kepada sejumlah ahli, yaitu Uman Suherman, A. Juntika Nurihsan, dan K.H. Asep Muhammad Tohir Sholeh. Pelibatan tokoh agama dalam penimbangan dua instrumen ini dipandang penting, mengingat adaptabilitas dimaksud terkait dengan pola khas pondok pesantren.
(33)
100 Begitu pula religiusitas santri memuat sejumlah aspek esoteris yang memerlukan penilaian tokohnya. Penilaian yang diberikan oleh para ahli sebagai penimbang instrumen tersebut, dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk menentukan butir-butir instrumen mana yang dipertahankan, diperbaiki, atau dibuang.
3. Validitas dan Reliabilitas Item
a. Pengujian validitas instrumen
Instrumen penelitian telah diuji tingkat validitasnya. Langkah menguji validitas instrumen variabel "adaptabilitas santri di pondok pesantren” dan variabel “religiusitas santri” dilakukan mulai dari mendefinisikan secara operasional konsep; menyusun dan menetapkan dimensi-dimensi konsep; menetapkan indikator-indikator dari masing-masing dimensi; menetapkan jumlah butir untuk tiap-tiap indikator; menyusun item-item pertanyaan/pernyataan sesuai dengan jumlah butir masing-masing indikator; melakukan uji coba instrumen kepada 18 orang dari dua pondok pesantren sebagai responden uji coba yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian ini, yakni santri Pondok Pesantren Darussalam Ciamis mewakili karakteristik pondok pesantren modern dan santri Pondok Pesantren Huda Turalak Ciamis mewakili karakteristik pondok pesantren salafiyah; mempersiapkan tabel tabulasi jawaban; menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan
Korelasi Product Moment Pearson yang dihitung dengan menggunakan software
(34)
Hasil uji validitas instrumen adaptabilitas santri di pondok pesantren menunjukan bahwa 20 item di dalam instrumen tersebut tidak valid. Dengan demikian, instrumen adaptabilitas yang semula berjumlah 122 item menjadi 102 item. Secara lengkap hasil pengujian validitas instrumen adaptabilitas santri di pondok pesantren terdapat pada lampiran. Demikian pula hasil uji validitas instrumen religiusitas santri, menunjukan jumlah yang sama yakni 20 item tidak valid. Dengan demikian, jumlah total 86 item dari 122 item.
b. Pengujian reliabilitas instrumen
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.
Dalam mengukur adaptabilitas dan religiusitas santri tentu perlu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran (measurement error). Makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukur. Sebaliknya makin besar kesalahan pengukuran, makin tidak reliabel alat pengukur tersebut. Besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari indeks korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Teknik yang digunakan untuk menghitung indeks reliabilitas instrumen penelitian ini, baik untuk instrumen adaptabilitas santri maupun instrumen religiusitas santri menggunakan uji Alpha Cronbach, dengan merujuk pada skala alpha Cronbach 0 sampai 1. Uji reliabilitas instrumen secara lengkap terdapat dalam lampiran.
(35)
102 F. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmalaya dengan pertimbangan bahwa kedua pesantren tersebut mewakili corak dan pola pendidikan pesantren yang berada di Tasikmalaya yakni pola pendidikan salafiyah murni dan pola pendidikan modern.
Subjek penelitian ini adalah santri remaja usia 13-16 tahun di Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmalaya. Secara keseluruhan subjek penelitian ini berjumlah 110 santri.
G. Prosedur Penelitian Eksperimen
Prosedur penelitian eksperimen dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.
1. Studi pendahuluan. Tahap ini dilakukan observasi ke empat pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya; Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmalaya; Pondok Pesantren Huda Turalak Kabupaten Ciamis; dan Pondok Pesantren Darussalam Ciamis. Dilakukan pula kajian teori yang terkait dengan penelitian ini, meliputi teori adjustment aspek adaptabilitas; religiusitas; terapi gestalt; dan santri remaja.
(36)
2. Persiapan. Tahap ini dilakukan penyusunan instrumen penelitian yaitu: instrumen adaptabilitas santri dan instrumen religiusitas santri. Selain itu, dilakukan penyusunan pendekat TPG.
3. Penimbangan instrumen. Dilakukan konsultasi instrumen adaptabilitas dan religiusitas santri kepada ahli.
4. Uji coba terbatas. Uji coba ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen pada santri dengan jumlah terbatas. Instrumen hasil penimbangan ahli diujicobakan pada santri Pondok Pesantren Salafiyah Huda Turalak Kabupaten Ciamis dan santri Pondok Pesantren Darussalam Ciamis. Uji coba terbatas dilakukan pendekatan TPG khususnya teknik permainan kartu SDBHSM. Hasil uji validitas dan reliabilitas ditelaah, begitu pula hasil uji terbatas pendekatan TPG. Penelaahan hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan dengan penyortiran terhadap item instrumen yang tidak valid.
5. Revisi. Setelah penyortiran dilakukan, dilihat indikator adaptabilitas dan religiusitas santri yang belum memiliki item pertanyaan yang valid, kemudian disusun instrumen yang reliabel dan valid.
6. Eksperimen. Dilakukan pretest di dua lokasi penelitian kemudian diberi perlakuan TPG di dua lokasi penelitian pada kelompok eksperimen dan kelompok control dengan bimbingan khas pola pondok pesantren. Setelah itu, dilakukan posttest dilokasi yang sama.
(37)
104 7. Pengolahan data. Data yang diperoleh melalui pretest dan posttest diolah
kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis.
8. Penyusunan laporan penelitian.
9. Diseminasi dan sosialisasi. Dilakukan melalui seminar nasional dan diterbitkan melalui jurnal nacional dan internasional.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Ancova
(Analysis of Covariance) dan anava dua jalur (Two-way Anava). Sebelum
dilakukan uji Ancova dan Anava Dua Jalur terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan. Menurut Julie Pallant (2007: 295-298) uji persyaratan meliputi: pengukuran variabel kovariat; reliabilitas variabel kovariat; korelasi diantara kovariat-kovariat; linieritas; dan homogenitas kemiringan garis regresi.
Selain asumsi yang dipersyaratkan tersebut terpenuhi, para ahli statistik berbeda pandangan tentang apakah asumsi normalitas distribusi variabel dependen pada uji Ancova menjadi syarat atau tidak. Glenn Gamst (2008:458) dan Nancy L. Leech (2005:141) menetapkan asumsi normalitas sebagai syarat pengujian Ancova.
I. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini sebanyak 606 santri remaja berusia 13-16 tahun. Santri Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten
(38)
Tasikmalaya berjumlah 230 orang. Santri Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah Sambongjaya Kota Tasikmalaya sebanyak 376 orang.
Sampel penelitian diambil 18 % dari populasi. Dari Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda Manonjaya sebanyak 39 santri dan dari Pondok Pesantren Amanah Muhammadiyah sebanyak 71 orang. Setelah 110 santri terpilih menjadi sampel penelitian, kemudian peneliti memilah sampel penelitian menjadi dua kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol). Kelompok eksperimen sebanyak 30 santri dan kelompok kontrol sebanyak 80 santri.
(39)
155 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab V ini diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi.
A.Kesimpulan
Studi eksperimen teknik permainan gestalt untuk meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren disimpulkan sebagai berikut:
1. Teknik permainan gestalt (TPG) efektif dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren salafiyah dan modern.
2. Religiusitas santri mempengaruhi efektivitas teknik permainan gestalt (TPG) dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren.
3. Jenis kelamin dan lingkungan pondok pesantren tidak mempengaruhi efektivitas TPG dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren. B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disampaikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Kepada pengelola pondok pesantren, gagasan atau ide menggunakan bimbingan dan konseling TPG dalam meningkatkan adaptabilitas santri di pondok pesantren mendampingi pola bimbingan khas pondok pesantren kiranya dapat direpson positif.
(40)
2. Kepada konselor, TPG dapat menjadi alternatif pendekatan dalam layanan bimbingan dan konseling.
3. Kepada peneliti bimbingan dan konseling selanjutnya, direkomendasikan untuk mengembangkan TPG pada pondok pesantren yang berbeda atau pada pondok pesantren yang sama dengan mempertimbangan faktor lain yang diduga mempengaruhi efektivitas TPG, seperti pengaruh IQ santri, tingkat motivasi santri, kemampuan berbahasa. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan pula faktor intensitas dan durasi waktu bimbingan dan konseling TPG, lebih diperpanjang atau membandingkan efektivitas TPG dilihat dari intensitas dan durasi waktu yang berbeda.
4. Merujuk kepada pentingnya adaptabilitas, sebagaimana diuraikan dalam bab II, adaptabilitas merupakan kemampuan yang menentukan seseorang dapat diterima oleh lingkungannya, kemampuan ini terbukti pula mendukung prestasi, karir dan pengembangan kepribadian individu. Dengan demikian, upaya meningkatkan adaptabilitas tidak hanya penting bagi santri di lingkungan pondok pesantren, akan tetapi penting pula bagi individu di lingkungan lainnya. Upaya peningkatan adaptabilitas di lingkungan tersebut, direkomendasikan dengan menggunakan pendekatan TPG.
(41)
157
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abu (2007). Pembaharuan Pesantren. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Allport, G., & Ross, J. (1967). Personal Religious Orientation and Prejudice.
Journal of Personality and Social Psychology, Vol 5, pp 432-443. Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori Suruso. (1994). Psikologi Islami:
Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arifin, M. (1995). Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Islam. Jakarta: Bina Aksara.
Aronstan, Robert S. (1989). Autonomic Function and Anesthesia. California: California University Press.
Assegaf, A. Rahman (2005) Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Atwater, E. (1983). Psychology of Adjustment (2nd ed.). New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Barratt, M. F., & Huba, M. E. (1994). Factors Related to International
Graduate Student Adjustment in an American Community. College
Student Journal, Vol. 39, pp 422-435.
Bashori, Khoiruddin. (2003). Problem Psikologis Kaum Santri: Risiko
Insekuritas Kelekatan. Yogyakarta: FkBA.
Berger, C. R. (1979). Beyond Initial Interaction: Uncertainty, Understanding, and Development of Interpersonal Relationships. In H.Giles & R. St. Clair (Para editor), Language and Psychology. Oxpord: Blackwell. Berger, C. R. (1987). Communicating Under Uncertainty. In M.E. Roloff &
G.R. Miller (Para editor), Interpersonal Processes: New directions in
Communication Research. Newburypark, CA: Sage.
Berger, C. R., & Bradac, J.J. (1982). Languge and Social Knowlede:
Uncertainty in Interpersonal Relations. London: Arnold.
Berger, C. R., & Calabrese, R. J. (1975). Some Eksploration in Initial Interaction and Beyond: Toward a Developmental Theori of
(42)
Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived Consequences of Risky Behaviors: Adults and Adolescents. Journal of Developmental Psychology, Vol. 29(3), pp 549-563
Bloom, Rinda. (2006). The Handbook of Gestalt Play Therapy: Practical
Guidelines for Child Therapists. London: Jessica Kingsley Publishers.
Boeree, C. George. (2006). Dasar-dasar Psikologi (Terj. Ivan Taniputra). Yogyakarta: Prismasophie.
Bohart, A.C. (1977). Role Playing and Interpersonal Conflict Reduction.
Journal of Counseling Psychology, volume 24, 15-24. Tersedia:
http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009) .
Bordin, E. S. (1979). The Generalizability of the Psychoanalytic Concept of
the Working Alliance. London-New York: Routledge.
Borg, W.R. dan Gall, M.D. (2003). Educational Research: An Introduction.
London: Longman, Inc.
Botha, Elmari dan Dunn, Munita (2007) A Board Game as Gestalt Assessment tool for The Child in Midle Childhood Years. South Africa
Journal of Psychology, 39 (2). PP. 253-262.
Broenen, Paul Thomas. (2006). Transpersonal and Cross-Cultural Adaptability Factors in White European American Men: A Descriptive and Correlational Analysis. Journal of Institute of Transpersonal
Psychology, DAI-B 67/05, p. 2873.
Brownell, Philip. (2010). Gestalt Therapy: A Guide to Contemporary
Practice. New York: Springer Publishing Company.
Bruinessen, Martin van (1994) Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat:
Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Buch, Ken. (2009) Adaptability: Leading through Focused Conversations. www.thepublicmanager .org atau kbuch@managemantconcepts.com. Burke, C.S., Pierce, Linda G. & Salas, Eduardo (Ed), Understanding
Adaptability: A Prerequisite for Effective Performance Within Complex Environments (Vol. 6, pp. 3-39). Florida: Jai Elsevier.
Cave, Susan. (1999). Therapeutic Approaches in Psychology. New York: Routledge.
(43)
159 Carballo, Luis M. (1978). Kinetics and Crystallite Size Effects. Notre Dame.
University of Notre Dame.
Cardwell, Jerry Delmas. (1980). The Social Context of Religiosity. New-Jersey: University Press of America.
Charles, H. & Stewart. M.A (1991) Academic Advising International Students. Journal of Multicultural Counseling and
Development.19.173-181.
Chatters, Linda M. Robert J. Taylor (1989) Age Differences in Religious Participation Among Black Adult. Journal of Gerontology Social
Sciencies 44.183-189.
Chatters, Linda M at al. (1992) Antecedents and Dimensions of religion involvement among ol. Journal of Gerontology, 47, 6. Academic Research Library.
Chumbler, N. R. (1996). An Empirical Test of a Theory of Factors Affecting
Life Satisfaction: Understanding the Role of Religious Experience.
Journal of Psychology and Theology, Vol 24, pp 220-232.
Clarkson, P. (1989) Gestalt Counseling in Action.London : Sage Publication.Cooley, C.H. (1972). Human nature on Social Order. Glen Coe, 1L: Free Press.
Conger, John Janeway. (1991) Adolescence and Youth: Psychological
Development in a Changing World. London: Longman.
Coombs, P. H. dan Ahmed, M. (1974). Attacking Rural Poverty: How
non-formal education can help. Baltimore: John Hopkins University Press.
Corey, Gerald. (2005). Theory and Practice of Counseling & Psychoterapy
(seventh edition). Amerika: Thompson Learning Academic Resource
Center.
Corey, Gerald (Terj. E. Koeswara). (1988). Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi. Bandung: PT. Eresco.
Corey, Gerald (2009) Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont-CA: Cengage Learning.
Creswell, W. John. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative
(44)
Cui, G. & Awa, NE (1992) Measuring Intercultural Effectiveness: An Integrative Approach. International Journal of Intercultural Realtion. 311-328
Daradjat, Zakiah. (1977). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Bintang.
Daradjat, Zakiah. (1982). Penyesuaian Diri. Jakarta: Bulan Bintang.
Davidoff, Jules B. (1988) Brain and Behaviour: Critical Concepts in
Psychology. London-New York: Routledge.
Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social Psychology in the ‘90s
(6th ed.). California : Brooks Cole Publishing Company.
Derlaga, V.J. & Janda, L.H. (1978). Personal Adjustment: The Psychology of Everyday Life. Canada: General Learning Press.
Departemen Agama RI. (2002). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
Departemen Agama RI. (2003). Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren. Jakarta. LP3ES.
Depdiknas. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung:
UPI.
Depdiknas. (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan tingkat SMP
dan MTs. Jakarta: Binatama Raya.
DeVaus, D. & McAllister, I. (1987). “Gender Differences in Religion”.
Journal of Psychology and Theology, Vol 24, pp 20-33.
Dhofier, Zamakhsyari. (1982). Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan
Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.
Donahue, Michael J. (1985) “Instrinsic and ekstrinsic Religiousness: The Empirical Research”. Journal of the scientific Study of Religion 24,
418-423.
Duffy, R.D. & Blustein, D.L. (2005). “The Relationship Between Spirituality, Religiousness, and Career Adaptability”. Journal of
Vocational Behavior, Volume 67, Issue 3, December 2005, Pages
(45)
161 Endang. (2006). Pengintegrasian Pendidikan Agama Islam dengan Pelatihan
Keterampilan dalam Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah. Skripsi
PLS UPI: tidak diterbitkan.
Enns, Carolyn Zerbe. (1987). “Gestalt Therapy and Feminist Therapy: A Proposal Integration”. Journal of Counseling and Development, Volume 66, 93-95. Tersedia: http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009)
Enochs, Wendy K., Roland, Chaterine B. (2006) “Social Adjustment of College Freshmen: The Importance of Gender and Living Environment”. College Student Journal 40.1 Dokumen URL.
Fagan, Joen & Irma Lee Shepherd. (1970). Gestalt Therapy Now: Theory,
Techniques, Applications. New York: Harper & Row.
Fisher, W.R. (1984). Narration as aHuman Communication Paradigm: The
Case of Public Moral Argument. Columbia: Communication
Monoghraps. Dalam West, Richard dan Turner H. Lynn. 2007.
Introduction Communication Theory: Analysis and Aplication.
Amerika: Mc Graw Hill.
Ford, Jefray D. dan Laurie W. Ford. (2009) “Decoding Resistance to
Change” Harvard Business Review.
Fukuyama, Francis (1960) The End of History and the Last Man. New York: Routledge.
Furnham, A (1988) “The Adjustment of Sojourners”. In Y.Y. Kim & W.B. Gudykunst (Ed.), Cross-Cultural Adaptation. California: Sage
Gazalba, Sindu. (1995). Pesantren sebagai Wadah Komunikasi, Jakarta: Rineka Cipta.
Gecas, V. & Burke, P. J. (1995). Self and Identity. In K. S. Cook, G.A. Fine, & J. S. House (Para editor), Sociological Perspectives on Social Psycology. Boston : Allyn & Bacon.
Gibbs, G. (1995). Assessing Student Centred Courses. Oxford: Oxford Centre for Staff Learning and Development.
Gibson, Kean (1982) Handbook of the Psychology of Religion and
Spirituality. London: Routledge
Ginger, Serge. (2007). Gestalt Therapy: The art of Contact. London: Karnac Books.
(46)
Gilmer, Robert (1984) Commutative Semigroup Rings. London-New York: Routledge
Glock, Charles Y. and Rodney Stark. (1965). Religion and Society in
Tension. Chicago: Rand McNally Co.
Glock, Charles Y., ed. (1973). Religion in Sociological Perspective: Esseys in
The Empirical Study of Religion. Belmont, CA: Wadsworth Publishing
Co.
Greenberg, L. S. dan Clarke, K. M. (1979). “Differential Effects of The Two-Chair Experience and Empathic Reflections at A Conflict Maker”.
Journal of Counseling Psychology, volume 26, 1-8. Tersedia:
http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009).
Greenberg, L. S. dan Dompierre, L.M. (1981). “Specific Effects of Gestalt Two-Chair Dialogue on Intapsychic Conflic in Counseling”. Journal of
Counseling Psychology, volume 28, 288-294. Tersedia: http://search.
Ebscohost.com (22 Agustus 2009).
Groome, T. H., & Corso, M. J. (1999). Empowering Catechetical Leaders. Washington, DC: National Catholic Educational Association.
Haber, A. & Runyon, R. P. (1984). Psychology of Adjustment. Illinois: The Dorsey Press.
Hall, Calvin S. & Linzay, Gardner. (1993). Teori-teori Holistik (organisme
Fenomenologis). New York: John Wiley Sons.
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey. (1978). Theories Of Personality. New York: John Wiley Sons.
Hana Panggabean, (2007), http://rumahbelajarpsikologi.com
Hardy, Richard E. (1991). Gestalt Psychotherapy: Concepts and
Demonstrations in Stress, Relationships, Hypnosis, and Addiction.
London: C.C. Thomas.
Harman, R. L. (1974). Goals of Gestalt Therapy. Professional Psychology, volume 5, 178-184. Tersedia: http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009).
Harman, R. L. (1975). “A Gestalt Point of View on Facilitating Growth in Counseling”. Personnel and Guidance Journal, volume 53, 363-366. Tersedia: http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009).
(47)
163 Hawari, Dadang (1999) Terapi Detoksifikasi dan Rehabilitasi Ppesantren Mutakhir Sistem Terpadu Pasien Naza. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Hayes, L. H., & Lin, H. R. (1994). Coming to America: Developing Support
Systems for International Students. Journal of Multicultural Counseling
and Development, Vol. 22, pp 7-16.
Helmi, A.F. (1995). Strategi Adaptasi yang Efektif dalam Situasi Kepadatan
Sosial. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta
Heppner, P. Paul, Bruce E. Wampold, Dennis M. Kivlighan. (2008).
Research Design in Counseling. Belvest: Cengage Learning.
Hidayat, Dyah Aji Jaya (2009) Perbedaan Penyesuaian Diri Santri di Pondok
Pesantren Tradisional dan Modern. Penelitian. Tidak diterbitkan:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hinksman, Barrie. (2009). “The Compatibility of Feminist Theology and Gestalt Therapy: A Study of 'Practical-Values'. British Journal of Guidance & Counselling, 29(4), 391-402. Retrieved April 28, 2011, from ProQuest Education Journals. (Document ID: 120779192).
Hollander, E. P. (1981). Principles and Methods of Social Psychology (4th ed.). New York: Oxford University Press.
Humphrey, John H. (1986). Home Care Nursing Handbook. California: California University Press.
Hunsberger, Bruce (1985) “Religion, Age, Life Satisfaction, and perceived Sources of Religiousness: A Study of Older Persons”. Journal of
Gerontology 40: 615-620.
Hurlock, Elizabeth (terj. Istiwidayanti) .(1980). Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Ilfiandra (2008). Membangan Model Konseling Kelompok Berorientasi
Cognitive-Behavior Therapy Untuk Menanggulangi Gejala
Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Ismail, S.M. (2002). Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
(48)
Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Johnson, G.M., Staton, A.Q., & Jorgenson-Earp, C.R. (1995). “An Ecological
Perspective on the Transition of New University Freshman”. Journal of
Communication-Education, Vol. 44, pp 336-352.
Joyce, Phil & Sills, Charlotte (2001). Skills in Gestalt Counselling &
Psychotherapy. London: Routledge
Kaplan, Howard B. (1984). Patterns of Juvenille Delinquency. London: Subi Publication.
Kartadinata, Sunaryo. (1983). Kontribusi Iklim Kehidupan Keluarga dan
Sekolah terhadap Adekuasi Penyesuaian Diri. Tesis pada PPS IKIP
Bandung: tidak diterbitkan.
Kartadinata, Sunaryo dkk. (1996). Peningkatan Mutu dan Pengembangan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling di SD. Laporan
Penelitian, FIP IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Kartadinata, Sunaryo. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu
Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di
Sekolah/Madrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta :
Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Kartono, Kartini. (1989) Psikologi Abnormal & Abnormal Sexual. Jakarta: Mandar Maju.
Kaswad. (2009). Manajemen Pondok Pesantren Salafiyah Miftahul Huda
Manonjaya Tasikmalaya. Tesis Pendidikan Islam Institut Agama Islam
Darussalam: tidak diterbitkan.
Kealey, D.J. (1989) “Explaining and Predicting Cross-Cultural Adjustment”.
International Journal of Inter-Cultural Relation, 19. 34-51.
Khabibi. (2007). Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional
Mempertimbangkan Kultur Pesantren. [Online]. Tersedia:
Uncategorized — Tag:pesantren — khabibi @ 7:07 am.
Koenig, H., Kvale, J., Ferrel, C. (1988). “Religion and Well-Being in Later”.
Journal of Personality and Social Psychology, Vol 5, pp 332-341.
Koswara, E. (1991). Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Kuntowijoyo (2001) Muslim Tanpa Masjid. Bandung: Mizan
(49)
165 Kuntowijoyo (2004) Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan
Etika. Bandung: Teraju
LePine, J. A., Colquitt, J.A., & Erez, A. (2000) “Adaptability to Changing Task Contexts: Effects of General Cognitive Ability, Conscientiousness, and Opennes to Experience”. Journal of Personnel
Psychology, 53, 563-593.
LaRossa, R., & Reitzes, D.C.(1993). “Symbolic Interactionism and Family Studies”. In P. G. Boss, W.J. Doherty, R. LaRossa, W. R. Schumm, & S.K. Steinmetz (Ed.). Sourcebook of Family Theories and Methods: A
Contextual Approach. Thoursand Oaks, CA: Sage.
Latipah, Ipah. (2005). Pengembangan Program Bimbingan Pribadi Sosial
Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa SMK Negeri 7 Bandung.
Skripsi: Tidak diterbitkan.
Latner, J. (1986). The Gestalt Therapy. Highland, NY: Center for Gestalt Development.
Lazarus, R. S. (1976). Patterns of Adjustment (3rd edition). Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Lempert, R. (2003) A Child’s Eye View: Gestalt Therapy with Children, Adolescents, and their families. New York: Gestalt Jurnal Press.
Levitsky, A. dan F. Perls. (1970). The Rules and Game of Gestalt Therapy,
dalam E. Koswara (terj.). 2007. Gerald Corey : Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Aditama.
Lewis, N. (1978). The New Roget's Thesaurus in Dictionary Form. New York: Putnam.
Lewthwaite, M (1997) A Study of International Students’ Perspective on Crosscultural Adaptation. International Journal for the Advancement of
Counseling, 19. 167-185.
Lukens-Bull, Ronald A. (2004) Teaching Morality: Javanese Islamic
Education in a Globalizing Era. Journal of Arabic and Islamic Studies.
University of North Florida, Jacksonville.
Mackewn, J. (1997) Developing Gestalt Counseling. London : Sage Publication.
Madjid, Nurcholish (1997) Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina. h.3.
(50)
Magill, Frank Northen & Jaclyn Rodriquez. (1996). Survey of Social Science:
Psychology Series, Volume 2. Michigan: Salem Press
Mashud (2003) Sejarah dan Budaya Pesantren dalam Ismail S.M. (Ed.),
Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal.
26.
Mann, Dave. (2010). Gestalt Therapy: 100 Key Points and Techniques. New York: Routledge.
Mapiare, Andi, AT. (2008). Assesmen Autentik dalam Bimbingan Konseling dengan pertimbangan Nilai Sosial-Budaya, Hand out materi Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru; Universitas Negeri Malang: Badan
Penyelenggara Sertifikasi Guru (BPSG) Rayon 15.
Martin, G. L. & Osborne, J. G. (1989). Psychology, Adjustment, and
Everyday Living. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Mendez, J.L. (2005) Identifying and Promoting Social Competence with
African American Children: Developmental and Contextual
Considerations.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/pits.10039/abstract
McLeod, John (2006) Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mead, G. H. (1934). Mind, Self and Society: From The Standpoint of a Social
Bhaviorist. Chicago: University of Chicago Press.
Mesiak, Henryk & Virginia S. S (terj. E. Koeswara). (2005).
Phenomenological, existensial, and humanistic Psychologies. Bandung:
PT ERESCO.
Miller, P. H. (1993). Theories of Developmental Psychology (3rd ed.). New York: W.H. Freeman and Company.
Monks, Dkk. (1998). Psikologi Perkembangan pengantar dalam berbagai
bagian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Monterde. (2007). Pengaruh Dimensi Religiusitas terhadap Persepsi
Ketahanan Diri Remaja Akhir. Jakarta: Unika Atmajaya.
Muhlisin, Abi. (2007). Teori Adaptasi Roy dan Aplikasinya dalam Proses
Keperawatan. [Online]. Tersedia:
http://abimuhlis.blogspot.com/2007/05/model-adaptasi-roy.html [26 April 2009]
(1)
Magill, Frank Northen & Jaclyn Rodriquez. (1996). Survey of Social Science: Psychology Series, Volume 2. Michigan: Salem Press
Mashud (2003) Sejarah dan Budaya Pesantren dalam Ismail S.M. (Ed.), Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal. 26.
Mann, Dave. (2010). Gestalt Therapy: 100 Key Points and Techniques. New York: Routledge.
Mapiare, Andi, AT. (2008). Assesmen Autentik dalam Bimbingan Konseling dengan pertimbangan Nilai Sosial-Budaya, Hand out materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru; Universitas Negeri Malang: Badan Penyelenggara Sertifikasi Guru (BPSG) Rayon 15.
Martin, G. L. & Osborne, J. G. (1989). Psychology, Adjustment, and Everyday Living. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Mendez, J.L. (2005) Identifying and Promoting Social Competence with African American Children: Developmental and Contextual Considerations.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/pits.10039/abstract
McLeod, John (2006) Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mead, G. H. (1934). Mind, Self and Society: From The Standpoint of a Social Bhaviorist. Chicago: University of Chicago Press.
Mesiak, Henryk & Virginia S. S (terj. E. Koeswara). (2005). Phenomenological, existensial, and humanistic Psychologies. Bandung: PT ERESCO.
Miller, P. H. (1993). Theories of Developmental Psychology (3rd ed.). New York: W.H. Freeman and Company.
Monks, Dkk. (1998). Psikologi Perkembangan pengantar dalam berbagai bagian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Monterde. (2007). Pengaruh Dimensi Religiusitas terhadap Persepsi Ketahanan Diri Remaja Akhir. Jakarta: Unika Atmajaya.
Muhlisin, Abi. (2007). Teori Adaptasi Roy dan Aplikasinya dalam Proses
Keperawatan. [Online]. Tersedia:
http://abimuhlis.blogspot.com/2007/05/model-adaptasi-roy.html [26 April 2009]
(2)
Muro, J.J. dan Kottman, T. (1995). Guidance and Counseling in the Elementary and Midle Schools. Madison: Wm C. Brown Com. Inc. Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. Tersedia:
http://www.e-psikologi.com/remaja/160802. htm.
Nashari, Fuad. (1995). Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution, Harun. (1985). Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
Nasution, Harun. (1989). Falsafah Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Noor, Mahpuddin. (2006). Potret Dunia Pesantren. Bandung: Humaniora. Oakland, Thomas & Harrison, Patti L. (2003) Adaptive Behavior Assessment
System-II: Clinical Use and Interpretation. London: Academic Press Oaklander, V.(1988). Window to our children: A Gestalt Therapy approach
to childrenand adolescents. New York: Center for Gestalt Development.
Oaklander, V. (1992) “The Relationship of Gestalt Therapy to Children”. The Gestalt Journal, 5, 64-74.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human Development (9th ed.). Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.
Parr, G., Bradley, L., & Bingi, R. (1992). “Concerns and Feelings of International Students”. Journal of College Student Development, Vol. 33, pp 20-25.
Pedersen, P. (1991). Counseling International Students. The Counseling Psychologists, Vol. 19 (1), pp 10-58.
Perls, F., Hefferline, R., dan Goodman, P. (1951) Gestalt Therapy. New York: Julian Press.
Phares, E. Jerry (1984) Clinical Psychology: Concepts, Methods, and Profession. New Yrok: Wadsworth Publishing Company.
Phongsuwan, A (1997) “Relationship between College Satisfaction and Language Ability, and Academic Performance of International Student”. Journal of College Student Development, Vol. 35, pp 21-37. Ployhart, Robert and Bliese, Paul D. (2006). “Individual Adaptability
(I-Adapt) Theory: Conceptualizing The AntecendenTs, Consecuences, and Measurment of Individual Differences in Adaptability”. Dalam C.
(3)
Shawn Burke, et.al. (Ed.), Understanding Adaptability: A Prerequisite for Effective Performance Within Complex Environments. New York; Elsevier
Polster, M. (1974). “Women in Therapy: A Gestalt Terapist a View” dalam Enns, Carolyn Zerbe (1987). Gestalt Therapy and Feminist Therapy: A Proposal Integration. Journal of Counseling and Development, volume 66, 93-95. Tersedia: http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009). Powell, D. H. (1983). Understanding Human Adjustment: Normal Adaptation
Through the Life Cycle. Boston: Little, Brown and Company.
Poyrazli, Senel (2001) “Adjustment Issues Of Turkish College Students Studying In The United States”. College Student Journal , March, 2001
Prasodjo, Sudjoko, dkk. 1982 Profil Pesantren: Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al-Falak dan Delapan Pesantren Lain di Bogor, Jakarta: LP3ES. h.61.
Pulakos, E.D., Arad, S., Donovan, M.A., & Plamondan, K.E. (2002) Adaptability in the Workplace: Development of a Taxonomy of Adptive Performance. Journal of applied Psychology, 85, 612-624. Pulakos, E.D., Arad, S., Donovan, M.A., & Plamondan, K.E. (2006)
Adaptability in the Workplace: Development of a Taxonomy of Adptive Performance. Dalam Dalam C. Shawn Burke, et.al. (Ed.), Understanding Adaptability: A Prerequisite for Effective Performance Within Complex Environments. New York; Elsevier
Pujosuwarno, Sayekti. (1984). Pola Asuh Ibu dalam Hubungannya dengan Penyesuaian Diri Anak. Tesis pada PPS BP IKIP. Bandung: Tidak diterbitkan.
Rahardjo, Dawam M (Ed). (1996). Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun Dari Bawah. Jakarta : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).
Rahim, Husni (2001) Arah Baru Pendidikan Islm di Indonesia. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.
Rahmat, Jalaludin. (1999). Islam Aktual: Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan.
Rahmawati, D.P. (2005). Hubungan antara Sikap Religiusitas dengan Pengendalian Diri dalam Pergaulan Heteroseksual Pada Siswa MAN Kendal: Semarang: FIP UNS.
(4)
Ramli.M. (2007). Bimbingan Konseling. Universitas Negeri Malang: Badan Penyelenggara Sertifikasi Guru (BPSG) Rayon 15.
Ramli.M. (2007). Model-model Konseling. Universitas Negeri Malang: Badan Penyelenggara Sertifikasi Guru (BPSG) Rayon 15.
Ramey, Luellen. (1998). The Use of Gestalt Interventions in the Treatment of the Anti-Social Client. Journal of Mental Health Counseling, 20(3), 202-215. Retrieved April 28, 2011, from ProQuest Education Journals. (Document ID: 40312675).
Rice, F. P. (1999). The Adolescent: Development, Relationship, and Culture (9th ed.). Boston: Allyn and Bacon.
Rice, K.G. dan Whaley, T.J. (1994) A Short-term Longitudinal Study of Within-Smester Stability and Change in Attachment and College Student and College Student. Journal of College Student Development, 35. 324-330.
Robie, C., & Ryan, A.M. (1996). “Structural Equivalence of a Measure of Cross-Cultural Adjustment” Journal of Educational and Psychological, Vol. 32, No. 3, pp 231-247.
Robinson, Linda C. (2004). Interpersonal Relationship Quality In Young Adulthood: A Gender Analysis - Statistical Data Included. Journal of Vocational Behavior, Volume 66, Issue 3, December 2004, Pages 29-40.
Rogers, Carl R. (1957) 'The Necessary and Sufficient Conditions of Therapeutic Personality Change', Journal of Consulting Psychology, Vol. 21, No. 2, pp. 95-103.
Rosyidah, Sakienatur. (2006). Hubungan Religiusitas Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Anak Yatim Panti Asuhan Mardhotillah. Skripsi. Tidak diterbitkan: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Safaria, T. (2005) Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara Books.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (1998) Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Schneiders. A. (1997). Personal Adjustment and Mental Health. New York:
Holt Rinehart and Winston.
Siegel, R.J. (1983). Accumulated Inequalities: Problem in Long-term Mariages dalam Enns, Carolyne Zerbe. (1987). Gestalt Therapy and
(5)
Feminist Therapy: A Proposal Integration. Journal of Counseling and Development, Volume 66, 93-95. Tersedia: http://search. Ebscohost.com (22 Agustus 2009).
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.
Simons, Bruce G., Morton dan Crump, A.D. (2003) Association of Parental Involvement and Social Competence with School Adjustment and Engagement Among Sixth Graders. Journal American School Health Association 73.3. 121-135.
Smith, Thomas E. & Clifford E. Knapp. (2010). Sourcebook of Experiential Education: Key Thinkers and Their Contributions. New York: Routledge.
Stoynoff, S (2007) Factors Associated with International Students’ Academic Achievement. Journal of Instructional Psychology, 24. 56-68.
Sudarsono. (1995). Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, Uman (2005) Makna Keterampilan Hubungan Sosial Bagi Santri dalam Pendidikan dan Konseling di Era Global: dalam Pespektif Prof. DR. M. Djawad Dahlan. Bandung: Rizqi Press.
Surya, M. (1985). Kesehatan Mental. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP IKIP Bandung.
Suryo, Djoko. (2000). Tradisi Santri Dalam Historiografi Jawa: Pengaruh Islam di Jawa. Seminar Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa. Tidak diterbitkan.
Thomas, Murray R. (1988) . The Islamic Revival and Indonesian Education. California: Asian Survey, University of California Press.
Thompson, Charles L. , Rudolph, Linda B., Henderson Donna A. (1996). Counseling Children. Virginia: Thomson-Brooks-Cole.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Internusa.
Van Bruinessen, Martin. (2004). Traditionalist and Islamist Pesantren in Contemporary Indonesia. Paper presented at the ISIM workshop in ‘The Madrasah in Asia’. Tidak diterbitkan.
(6)
Wahid, Marzuki (1999) Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Walgito, Bimo. (1990). Psikologi Sosial Suatu Pengantar (Edisi Revisi). Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Wikipedia. (2007). Psychoanalysis. http://en.wikipedia.org/
Willis, Sofyan. (1992). Konsonansi Kognitif Siswa Terhadap Peran Guru dan Dampaknya terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Disertasi. PPS UPI Bandung.
Willis, Sofyan. (1994). Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Angkasa.
Woldt, Ansel L. & Sarah M. Toman. (2004). Gestalt Therapy: History, Theory, and Practice. London: Sage Publication, Inc.
Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Garsindo .
Yontef, G.M. & Jacobs, L. (2000) Gestalt Therapy. Dalam R.J. Corsini dan D. Wedding (Eds). Current Psychoterapies, 6th edn. Itasca, IL: F.E. Peacock.
Yusuf, Syamsu LN. (1998). Model Bimbingan dan Konseling Dengan Pendekatan Ekologis. Disertasi. PPS UPI Bandung.
Yusuf, Syamsu LN. (2002). Pengantar Teori Kepribadian. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI Bandung.
Yusuf, Syamsu LN. (2005). Psikologi Belajar Agama. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Yusuf, Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, A. Juntika. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zinker, Joseph Chaim (1978) Creative Process in Gestalt Therapy. New York: Vintage Books.