PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL DAN BERBICARA ANAK USIA DINI : Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak Taman Kanak-Kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak.
viii DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH... iv
LEMBAR PERNYATAAN ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Paradigma Penelitian ... 13
F. Hipotesis ... 15
G. Definisi Operasional ... 15
BAB II. KAJIAN TEORETIS ... 20
A. Karakteristik Pembelajaran yang Efektif ... 20
B. Karakteristik Anak Usia Dini... 24
C. Metode Bermain Peran ... 28
D. Keterampilan Sosial ... 39
E. Keterampilan Berbicara ... 48
F. Hubungan Penggunaan Metode Pembelajaran Bermain Peran dengan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak Usia Dini ... 59
G. Penelitian yang Relevan ... 62
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 64
A. Metode Penelitian ... 64
B. Alur Penelitian ... 65
C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 66
D. Teknik Pengumpulan Data ... 68
E. Proses Perlakuan ... 70
F. Instrumen Penelitian ... 71
G. Uji Coba Alat Pengumpul Data ... 73
1. Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak ... 74
(2)
ix
H. Teknik Analisis Data... 83
1. Peningkatan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak ... 83
2. Uji Hipotesis ... 84
a. Uji Normalitas Distribusi Data ... 84
b. Uji Homogenitas ... 84
c. Uji Kesamaan Dua Rerata ... 85
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 87
A. Hasil Penelitian. ... 87
1. Deskripsi Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing) ... 88
2. Keterampilan Sosial Anak ... 103
a. Penguasaan Awal (Pre test) ... 104
b. Penguasaan Akhir (Post test) ... 108
c. Uji Normalitas Peningkatan (N-Gain) Keterampilan Sosial Anak ... 112
3. Keterampilan Berbicara Anak... 115
a. Penguasaan Awal (Pre test) ... 116
b. Penguasaan Akhir (Post test) ... 120
c. Uji Normalitas Peningkatan (N-Gain) Keterampilan Berbicara Anak... 124
4. Hasil Perhitungan Setiap Aspek... 127
a. Keterampilan Sosial ... 128
b. Keterampilan Berbicara ... 133
B. Pembahasan... 139
1. Aplikasi Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing) ... 139
2. Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan Sosial Anak ... 141
3. Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan Berbicara Anak .. 146
BAB V.SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 153
A. Simpulan ... 153
B. Rekomendasi ... 155
DAFTAR PUSTAKA ... 156
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 162- DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ---
(3)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia, sebagai suatu proses pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja, proses pendidikan harus berlangsung secara berkesinambungan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga dimasukkan dalam liang kubur”. Pengertian ayunan disini harus dimaknai sebelum dilahirkan, tepatnya sejak masih dalam kandungan (Ramayulis, 2002: 255).
Masa anak usia dini merupakan masa keemasan atau sering disebut masa
Golden Age, biasanya ditandai oleh perubahan cepat dalam perkembangan fisik,
kognitif, sosial, dan emosional. Agar masa ini dapat dilalui dengan baik oleh setiap anak maka perlu diupayakan pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa pada masa usia dini seluruh aspek perkembangan kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spritual mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Berdasarkan hasil studi longitudinal Bloom (Juntika Nurikhsan, 2007: 138) menyebutkan bahwa pada usia 4 tahun kapasitas kecerdasan sudah mencapai 50%, usia 8 tahun mencapai 80% dan usia 13 tahun mencapai sekitar 92%. Pada masa usia dini merupakan masa terjadinya kematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi (rangsangan) yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk
(4)
meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan potensi fisik (motorik) intelektual, emosional, sosial, bahasa, seni dan moral spiritual.
Dalam Undang-undang Sistem pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dijelaskan bahwa “pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam pendidikan lebih lanjut”. Selanjutnya Syamsu Yusuf (2007: 121-122) menyatakan bahwa pendidikan anak sejak usia dini dapat memperbaiki prestasi dan meningkatkan produkstivitas kerja masa dewasanya. Pembelajaran pada masa awal usia anak akan mulai mengenal dan bagaimana membangun sikap pada pembelajaran seperti belajar bicara, berhitung, masuk suasana sekolah, dan membangun kepercayaan diri pada anak. Suasana tidak seimbang dalam tataran realitas terjadi antara pembinaan anak dengan sukses dan yang lainnya mengalami kegagalan (Gnezda, 1991: 1).
Salah satu pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan dalam bentuk formal adalah Taman Kanak-kanak dimana salah satu ciri-ciri perkembangan anak usia Taman Kanak-kanak adalah meluasnya lingkungan pergaulan, anak sudah dapat melepaskan diri dari lingkungan keluarga karena mereka sudah banyak mengenal orang lain baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya. Meluasnya lingkungan sosial ini menyebabkan anak mendapat pengaruh dari luar lingkungan orang tua, khususnya dengan teman sebaya baik di sekolah maupun di
(5)
tempat-tempat lain. Elizabeth B Hurlock dalam Meitasari Tjandrasa dan Mushlisah Zakarsih (1978: 261) mengemukakan bahwa “anak umur 2 sampai 6 tahun mulai belajar melakukan hubungan sosial serta bergaul dengan orang lain, terutama dengan anak yang umurnya sebaya. Mereka belajar bekerja sama dan menyesuaikan diri dalam kegiatan bermain”. Pada masa ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak yang lain dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka. Selanjutnya untuk berhubungan dengan orang lain selain memerlukan keterampilan sosial juga dibutuhkan kemampuan berbahasa. Bagi anak, kemampuan berbahasa juga merupakan salah satu kemampuan yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan anak lain serta orang dewasa, baik bentuk lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, maupun mimik muka.
Pengembangan keterampilan sosial dan kemampuan bahasa pada anak merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Secara khusus pengembangan bahasa pada anak dapat mencapai pada basis penguasaan bahasa secara terstruktur dapat dicapai pada usia empat tahun dimana anak menguasai kosa kata sampai tiga ribu kata (Brewer, 2007: 271-272). Menurut God Man dalam Masitoh (2002: 6) mengenai asumsi baru tentang literacy dijelaskan bahwa pengembangan bahasa adalah bagian dari keseluruhan proses komunikasi yang mencakup menyimak, mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Namun dari keempat komponen berbahasa tersebut yang akan menjadi fokus perhatian utama dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara.
(6)
Pengembangan keterampilan berbicara pada anak usia dini merupakan suatu dasar terbentuknya komunikasi. Berbagai penelitian menunjukan bahwa pembentukan keterampilan berbicara sangat penting baik pada anak usia dini maupun pada saat anak mulai masuk pendidikan dasar (Puckett and Black, 2001: 307). Hal ini sejalan dengan pendapat Janice J. Beaty (1994: 269) bahwa keterampilan berbicara merupakan kemampuan yang sangat mendasar dan penting dalam menjalin hubungan sosial. Anak-anak harus didorong untuk berbicara dengan baik. Keterampilan berbicara menjadi kebutuhan agar anak dapat menjadi bagian dari kelompok sosialnya sekaligus menjadikan keseimbangan berbagai perkembangan. Bruner dan Lev Vygotsky (Brewer, 2007: 275) menyatakan bahwa pada masa anak merupakan waktu yang sangat penting dalam pembelajaran berbicara. Sebab dengan berbicara anak akan aktif mencari makna dan akan mencari jalan untuk berkomunikasi dengan anak lain yang berefek positif pada perkembangan sosialnya.
Menjalin hubungan sosial dengan orang lain merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Seseorang anak yang tidak banyak memperoleh peluang untuk melakukan hubungan sosial akan tampak bahwa penampilannya jauh berbeda dengan anak-anak yang dibiarkan bebas melakukan hubungan sosial. Anak yang bebas melakukan hubungan sosial akan lebih efektif dalam melaksanakan hubungan sosial karena ia mampu memilih dan melakukan perilaku tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan. Dalam suatu investigasi, relasi yang buruk diantara teman sebaya pada anak-anak diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus
(7)
sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. (Santrok dalam bukunya Life Span, 1995: 268-269). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Afiati (2003: 3) bahwa bila hubungan sosial dapat dipenuhi sejak anak usia dini maka perkembangan sosialpun akan dicapai secara wajar dan optimal, sebaiknya kekurangan dalam hal ini akan menimbulkan gejala yang tidak diinginkan yaitu menyebabkan anak berusaha menarik perhatian dengan cara-cara yang tidak disukai seperti suka melawan, suka mengganggu, memukul, akibatnya anak tidak dapat diterima dan dijauhi teman-temannya.
Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Elizabeth B Hurlock (Meitasari Tjandrasa dan Mushlisah Zakarsih 1978: 256) mengemukakan bahwa “pengalaman sosial awal sangat menentukan kepribadian anak setelah anak menjadi dewasa dan juga mempengaruhi tingkat partisipasi sosial individu dimasa kanak-kanak dan masa dewasa”. Bila pengalaman sosial pada masa awal menyenangkan akan lebih aktif bila dibandingkan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan”.
Keinginan untuk diterima dalam lingkungan teman merupakan kebutuhan yang sangat kuat bagi anak, sehingga anak akan berusaha menguasai keterampilan sosial sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam kelompok sosialnya. Mereka akan belajar untuk berteman, berbagi perasaan, mengembangkan sikap memberi dan menerima, belajar bekerjasama, menghargai orang lain, mampu menghargai kekurangan orang lain. Namun dalam hal ini (Kurniati, 2005: 38) menjelaskan bahwa “ tidak semua anak memiliki keterampilan sosial sesuai dengan tuntutan kelompoknya”.
(8)
Bagi seorang anak keterampilan sosial merupakan faktor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial. Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial akan kesulitan dalam menjalin hubungan yang positif dengan lingkuganya, bahkan anak bisa ditolak atau diabaikan oleh lingkungannya. Sebagaimana dikemukakan olah Kurniati (2005: 35) bahwa keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki anak-anak kelak bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya, hal ini bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekitarnya”.
Fenomena gangguan perilaku yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kenakalan pada anak sebanyak 193.115 kasus pada tahun 2007, namun seperti fenomena gunung es diduga angka kenakalan dan permasalahan sosial lainnya sebenarnya berjumlah 10 kali lipat. Kejahatan yang mereka lakukan adalah mulai dari pencurian, pengeroyokan, pemerasan, penggunaan obat-obatan dll. (F4jar Multiply.com).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami gangguan perilaku ini memiliki keterampilan sosial yang rendah (Cartledge & Milburn, 1995). Anak yang memiliki keterampilan sosial yang rendah tentu akan berdampak pada sikap anak yang tidak baik seperti sikap tidak percaya diri, sikap egois, dan tentunya akan sulit untuk bergaul dengan orang lain. Dengan demikian bahwa keterampilan sosial dan keterampilan berbicara bagi anak sangat penting, tetapi kenyataan dilapangan masih ada sekolah yang belum menerapkan metode
(9)
atau strategi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak didiknya.
Berdasarkan pengamatan terhadap anak berkaitan dengan masalah sosial diantaranya masih ada anak yang belum bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah, belum bisa menyesuaikan diri dengan berbagai peraturan yang berlaku, tidak mau berbagi dengan teman, membiarkan teman yang mengalami kesulitan serta tidak mau mengalah dengan teman. Sedangkan yang berkaitan dengan masalah berbicara diantaranya masih ada anak yang menginginkan sesuatu dengan mendorong-dorong, menarik-narik baju atau tangan orang tuanya tanpa menyampaikan keinginannya melalui berbicara dengan orang tua atau guru, anak menjadi gugup ketika harus berbicara sendiri di depan kelas, dan lain-lain. Selanjutnya dalam proses pembelajaran dibeberapa TK, masih ada proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran Konvensional dimana kegiatan aktivitas pembelajaran lebih banyak guru yang aktif (teacher active learning) bukan siswa yang lebih banyak aktif dimana anak hanya sebagai pendengar yang baik ketika guru menjelaskan materi. Selanjutnya dalam pembuatan peraturan-peraturan permainan guru sendiri yang membuat aturan tersebut. Sehingga berdampak pada anak-anak merasa kurang percaya diri dan mereka menjadi ragu-ragu dan sering bertanya apakah dirinya boleh melakukan hal-hal yang diluar aturan guru, apakah dirinya boleh bermain sesuai dengan yang disukainya, anak merasa takut apa yang dilakukannya tidak seuai dengan peraturan dan kesepatan yang dibuat guru.
(10)
Temuan penelitian yang dilakukan oleh Ernawulan (1999) menunjukkan bahwa permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada anak SD kelas awal adalah ketidakmampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi. Permasalahan yang ditemukan di SD apabila dibiarkan anak akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan diri, dan akan mengalami hambatan pula dalam pencapaian tahap perkembangan berikutnya.
Untuk menghadapi masalah-masalah tersebut, maka penanganannya harus dilakukan sedini mungkin, dimana anak perlu dibantu agar mempunyai keterampilan sosial dan keterampilan berbicara yang diharapkan dengan cara belajar melalui interaksi sosial yang dilakukan bersama-sama guru dan anak yang dapat membentuk dan mengembangkan pengetahuan sendiri serta mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak. Musthafa (2008:106) menyatakan bahwa Paradigma lama yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran, anak diibaratkan sebagai botol kosong yang bisa diisi penuh oleh berbagai pengetahuan yang diberikan guru selama berlangsungnya proses belajar mengajar, sedangkan paradigma baru menyatakan bahwa anak belajar melalui interaksi sosial dengan secara aktif membangun pemahaman atas dasar pemahaman awal yang dibawanya ke konteks pembelajaran. Oleh karena itu harus dilakukan bersama-sama oleh guru dan anak, anak mampu menemukan, membentuk, dan mengembangkan pengetahuan sendiri dan mengembangkan berbagai aspek perkembangan pada anak seperti aspek sosial, emosional, bahasa, kognitif dan aspek lainnya.
Ada berbagai macam metode yang dapat meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak diantaranya melalui pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang berpusat pada anak serta melatih anak untuk bekerjasama.
(11)
Selain itu ada pula metode pembelajaran yang berorientasi bermain dan penggunaan metode proyek juga dapat meningkatkan keterampilan dan kecerdasan sosial anak.
Namun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak. Bermain peran merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat melatih keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak, misalnya ketika bermain anak-anak harus memperhatikan cara pandang teman bermainnya serta terjadinya komunikasi dengan teman lain. Dengan demikian akan mengurangi sikap egosentrisnya. Keterampilan sosial dan keterampilan berbicara juga mempunyai pengaruh yang besar dalam berinteraksi untuk bersosialisasi secara sehat dan dapat diterima oleh orang lain. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Oleh Hetherington dan Parke (Desmita, 2008: 142) bahwa salah satu fungsi permainan sosial dapat meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya dalam permainnan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dalam peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi dewasa”.
Dari hasil penelitian Hanny Iriani Agustin dalam Arixs (www.cybertokoh.com) tentang penerapan model bermain peran terhadap siswa PAUD di Denpasar, menyimpulkan bahwa sekitar 90% materi pelajaran dapat diserap oleh anak-anak dengan model pembelajaran bermain peran dan 65% materi dapat diserap anak-anak jika menggunakan metode yang konvensional. Dengan demikian keterampilan sosial dapat lebih mudah dikembangkan melalui metode bermain peran.
(12)
Dalam permainan anak memperoleh kesempatan untuk berbagi peran-peran interaktif misalnya guru-murid, pedagang-pembeli yang akan menuntut kemampuan beradaptasi, responsif, terampil berkomuniksi, mampu berperilaku atau berujar dan dapat menimbulkan respon positif serta mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Ciri esensial bermain peran yaitu anak secara rela akan mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam suatu permainan. Vygotsky dalam Solehuddin (2004:6) mengungkapkan bahwa ”dalam bermain peran anak akan membuat peraturan peraturan yang disepakati bersama serta dilaksanakan yang tentunya akan memberi pemahaman terhadap norma dan harapan masyarakat serta melatih anak untuk berperilaku yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat itu sendiri”. Menurut Nurbiana Dhinie (2005) pelaksanaan bermain peran dalam pengembangan bahasa di Taman Kanak-kanak dapat malatih daya tangkap, melatih anak berbicara lancar, melatih daya konsentrasi, melatih membuat kesimpulan, membantu mengembangkan intelegensi, membantu perkembangan fantasi, menciptakan suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut serta melihat permasalahan dan fenomena yang terjadi di Taman Kanak-kanak maka peneliti akan melakukan kajian tentang pembelajaran anak dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak usia dini sebagai prasyarat terbentuknya keterampilan sosial dan berbicara anak. Oleh karena itu peneliti mengajukan judul penelitian tentang ”Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing) Terhadap Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak Usia Dini”.
(13)
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang penelitian di atas menunjukan perlu adanya upaya dalam memperbaiki proses belajar mengajar dalam meningkatkan keterampilan sosial dan berbicara anak. Adapun permasalahan penelitian ini adalah: ”Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) dapat mempengaruhi keterampilan sosial dan berbicara pada anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak?”.
Rumusan masalah tesebut secara rinci dapat dijabarkan kedalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana aplikasi metode bermain peran (role playing) di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak?
2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan?
3. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berbicara anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan?
(14)
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang aplikasi metode bermain peran (role playing) di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak. 2. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak
Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan.
3. untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap teori minimal memberikan penguatan tentang teori aplikasi metode bermain peran (role playing) terhadap keterampilan sosial dan berbicara anak pada jenjang Taman Kanak-kanak.
(15)
2. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi:
a. Sebagai informasi bagi guru dan orang tua murid dalam upaya memperbaiki sikap dan perilaku anak, serta mengembangkan keterampilan sosial dan berbicara anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak.
b. Sebagai bahan masukan bagi pengelola dan kepala Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak, dalam melaksanakan, menempatkan dan melakukan pengawasan serta mengevaluasi konsep pembelajaran agar dalam pengembangan keterampilan sosial dan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan rencana dan strategi yang sudah ditentukan
c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lanjut mengenai pengembangan keterampilan sosial dan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak.
E. Paradigma Penelitian
Gambar 1.1. Paradigma Penelitian X
Y1
(16)
Keterangan:
X = Metode Bermain Peran (Role Playing) Y1 = Keterampilan Sosial Anak
Y2 = Keterampilan Berbicara Anak
Metode Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role
playing) dapat meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak.
Hal ini didukung oleh teori kontruksivisme yang berpandangan bahwa anak membina sendiri pengetahuannya dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini, anak akan menyesuaikan diri pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan yang baru. Menurut Pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Menurut De Vries dalam Masitoh (2005) anak harus membangun pengetahuan ketika mereka bermain. Anak membangun kecerdasannya, kemampuannya untuk nalar, moral dan kepribadiannya. Dengan demikian pembelajaran dipusatkan kepada anak dari pada guru, sehingga anak dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
Teori kontruksivisme mempunyai pandangan tentang cara belajar anak yaitu bahwa anak belajar dengan cara membangun pengetahuan melalui kegiatan mengeksplorasi objek-objek atau peristiwa yang ada di lingkungannya melalui interaksi sosial. Oleh karena itu keterampilan sosial dan keterampilan berbicara akan berkembang dengan proses pembelajaran ini.
(17)
F. Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran terhadap keterampilan sosial dan berbicara anak, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis nol (Ho) : Ha = Ho
Tidak terdapat perbedaan signifikan keterampilan sosial dan berbicara antara anak yang belajarnya menggunakan metode bermain peran (role
playing) dengan anak yang belajarnya menggunakan metode pembelajaran
konvensional.
2. Hipotesisi alternatif (Ha) : Ha ≠ Ho
Terdapat perbedaan signifikan dalam keterampilan sosial dan keterampilan berbicara antara anak yang belajarnya menggunakan metode bermain peran
(role playing) dengan anak yang belajarnya menggunakan metode
pembelajaran konvensional.
G. Definisi Operasional
Ada beberapa variabel yang perlu mendapatkan pendefinisian dalam penelitian ini, yaitu:
1. Metode Bermain Peran
Metode Bermain peran pada penelitian ini adalah sebuah kegiatan permainan pura-pura atau permainan imajinasi yang spontan dan mandiri di saat anak anak menguji, menjernihkan dan meningkatkan pengalaman pemahaman atas diri dan dunianya sendiri. Kegiatannya anak memerankan berbagai tokoh dan karakter yang telah dipersiapkan oleh guru dengan
(18)
tujuan anak didik mampu mengembangkan potensinya dan kemauannya untuk diekspresikan melalui peran yang dimainkannya dengan tujuan mampu menarik perhatian dan memotivasi anak untuk mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya secara utuh. Adapun langkah-langkah pembelajaran metode bermain peran yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagaimana diungkapkan oleh Wardani dalam Nugraha (2006: 43) sebagaimana dalam gambar berikut ini:
1. Pemanasan (Penyampaian dan pembahasan situasi)
Mengajukan dan membahas situasi
2. Pemilihan Peran
3. Mengatur Tempat main Menyiapkan Permainan
4. Menyiapkan Pengamat 5. Mencobakan Permainan 6. Diskusi / Evaluasi
Bermain 7. Mengulang Permainan
8. Diskusi/ Evaluasi
9. Megungkap Pengalaman Mengungkap Pengalaman
Gambar 2.1 Langkah-Langkah Bermain Peran 2. Keterampilan Sosial
Pengembangan aspek-aspek keterampilan sosial yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Cartledge dan Milburn (1992: 15) sebagaimana dalam daftar berikut:
(19)
Social Skill list:
1) Enviromental behaviors : (a) care for the environment, (b) dealing with emergencies, (c) movement around environment. 2) Interpersonal behaviors: (a) accepting authority, (b) coping with
conflict, (c) giving attention, (e) greeting others, (f) helping others, (g) making conversations, (h) organized play, (i) positive attitude toward others, (j) playing informally, and (k) property own and others.
3) Self-related behaviors: (a) accepting consequences, (b) ethical behavior, (c) expressing feelings, (d) positive attitude toward self, (e) responsible behavior, and (f) self care.
4) Task Related behaviors: (a) asking and answering questions, (b) attending behavior, (c) participation, (d) following directions, (e) group activities, (f) performing before other, (g) quality of work.
Berdasarkan acuan tersebut maka keterampilan sosial dalam penelitian ini adalah kemampuan anak Taman Kanak-kanak dalam mengadakan hubungan dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan orang lain, sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungannya secara harmonis. Adapun keterampilan sosial yang akan diteliti dari anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak adalah :
1) Perilaku interpersonal (Interpersonal behaviors) dengan indikator: (a) menerima pengaruh orang lain, (b) mengatasi masalah, (c) memberikan perhatian, (d) salam dengan orang lain, (e) membantu orang lain, (f) membuat percakapan, (g) kerjasama, (h) sikap positif terhadap orang lain, (i) bergaul secara informal, (j) Menjaga milik orang lain.
2) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri (Self-related behaviors) dengan indikator: (a) penerimaan konsekuenasi, (b) perilaku etis, (c) menyatakan perasaan, (d) sikap positif terhadap diri sendiri dan (e) perilaku bertanggungjawab.
(20)
3. Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara adalah kemampuan dalam berkomunikasi secara lisan sebagai media dalam menyampaikan suatu ide, gagasan atau pendapat serta pemikirannya kepada orang laim untuk berbagai kepentingan. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsjad dan Mukti (1998: 23) bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kita sehingga maksud pembicaraan dapat dipahami oleh orang lain.
Keterampilan berbicara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu ketentuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mengucapkan bunyi atau kata-kata, mengekspresikan, menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaannya kepada orang lain secara lisan. Keterampilan berbicara yang akan diteliti dari anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak adalah:
1) Mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa dan mengucapkannya, dengan indikator: (a) menyebutkan suara atau kata, (b) menirukan suara/kata, (c) melakukan perintah.
2) Berkomunikasi secara lisan dengan benar, dengan indikator: (a) menyebutkan nama diri, orang tua, jenis kelamin, alamat rumah dengan benar, (b) melakukan percakapan, (c) menjawab pertanyaan.
3) Menyampaikan ide ide/ pikiran/ gagasan, dengan indikator: (a) menyampaikan pengalaman sendiri secara sederhana, (b) menceritakan isi gambar secara sederhana, (c)memberikan informasi tentang sesuatu.
(21)
4) Kemampuan artikulasi, dengan indikator: (a) mengucapkan huruf vokal, (b) mengucapkan huruf yang sulit diucapkan.
5) Penguasaan kosa kata dasar, dengan indikator: penguasaan kata kerja, kata sifat, kata keterangan waktu / tempat. (Kurikulum TK dan RA, 2005: 21)
(22)
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Metode kuasi eksperimen digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan keterampilan sosial anak di kelas dan keterampilan berbicara antara anak yang mendapatkan pembelajaran dengan metode bermain peran dan yang mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuasi eksperimen Nonequivalent Control Group Design dimana kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2007: 116). Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan metode bermain peran pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pre test Perlakuan Post test
Eksperimen O X1 O
Kontrol O -- O
Keterangan :
X1 : Perlakuan model pembelajaran dengan metode bermain peran (role
playing)
(23)
B. Alur Penelitian
Alur penelitian yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.1:
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Uji Coba, Validasi
Studi Literatur: Metode Bermain Peran, Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini
Penyusunan Rencana Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran
Penyusunan Instrumen
1. Pedoman observasi keterampilan sosial anak usia dini
2. Pedoman observasi Keterampilan berbicara anak usia dini
Pembahasan
Kelompok Kontrol Tes Awal Kelompok Eksperimen
(Pre test)
Perumusan Masalah
Tes Akhir (Post test)
Metode Pembelajaran Bermain Peran Pembelajaran
Konvensional
Pengolahan dan analisis data
Observasi Keterlaksanaan model
Kesimpulan Studi Pendahuluan
(24)
Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap persiapan
Pada tahap ini di awali dengan studi literatur terhadap program pembelajaran dan buku-buku pendidikan anak usia dini dalam upaya menganalisis konsep-konsep penting yang akan diajarkan, selanjutnya menyusun skenario pembelajaran tentang penggunaan metode bermain peran (role playing) yang dikembangkan pada definisi konsep, indikator keterampilan sosial dan berbicara yang dikembangkan dan satuan kegiatan harian (SKH), media dan penilaian serta alokasi waktu. Selanjutnya studi pengembangan keterampilan sosial dan berbicara untuk menentukan instrumen yang akan dikembangkan melalui lembaran observasi. Instrumen ini didiskusikan dengan pembimbing.
2. Tahap penjajagan
Pada tahapan ini peneliti mengunjungi Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak untuk meminta izin pelaksanaan penelitian dengan menyerahkan surat izin penelitian. Tahap berikutnya mendiskusikan dengan guru kelas tentang pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) sekaligus menetapkan jadwal penelitian.
3. Tahap pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan, dilakukan aplikasi metode yang telah dituangkan dalam rencana pembelajaran dengan jadwal kegiatan tercantum sebagaimana tabel berikut:
(25)
Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Hari/tanggal Kegiatan Keterangan
1 2. 3 4 5 Rabu-Jumat, 15-19 Maret 2010
Senin, Selasa, Rabu 5,6,7 April 2010
Senin-Jumat, 19-23 April 2010
Senin, 26 april sd 6 Mei 2010
Senin, 10-13 Mei 2010
Uji Intrument
Melatih guru tentang metode bermain peran (role playing)
Pretes
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role playing)
Tidak diterapkan metode pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) Postes
TK Insan Hasanah Cianjur
Guru kelas eksperimen
Kelas ekperimen dan kelas kontrol anak TK Lab UMP Kelas eksperimen
Kelas kontrol
Kelas eksperimen dan kelas kontrol 4. Tahap analisis
Setelah pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) selesai, data yang telah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan deskriptif untuk data kualitatif.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No 111 Pontianak. TK ini mempunyai visi mewujudkan perkembangan seluruh potensi
(26)
anak usia dini agar anak dapat menjadi generasi yang berakhlak mulia, cerdas, mandiri dan kreatif serta bertakwa kepada Allah SWT. Sedangkan misinya adalah (1) melaksanakan proses pembelajaran secara teratur dalam rangka mengembangkan kompetensi dasar anak meliputi moral aama dan sosial emosional, kognitif, fisik motorik, bahasa dan seni anak agar cerdas, kreatif dan mampu memecahkan masalah sendiri sesuai dengan taraf perkembangannya. (2) melaksanakan pembiasaan - pembiasaan yang baik berdasarkan nilai-nilai agama dan akhlakul karimah dalam kegiatan sehari-hari. (3) menjalin silaturahmi dengan orang tua murid dan masyarakat
2. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak, dikarenakan di TK ini jumlah kelas hanya 1 kelas dengan jumlah 27 orang anak, maka kelas dibagi menjadi dua kelas dengan jumlah pembagian kelas eksperimen sebanyak 14 orang anak dan satu kelas kontrol sebanyak 13 orang anak. Jumlah anak tersebut langsung ditetapkan sebagai sampel atau subyek penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan menyiapkan dua teknik pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu: observasi terstruktur dan dokumentasi.
Penelitian ini menggunakan dua macam cara pengumpulan data yaitu melalui observasi, dan dokumentasi. Observasi dipilih sebagai teknik utama
(27)
dalam penelitian ini karena penelitian ini akan meneliti perilaku atau sikap manusia yaitu keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak juga peneliti ukur dengan menggunakan observasi. Sugiyono (2008: 203) menyatakan bahwa observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dokumentasi dipilih agar dapat memperoleh data langsung dari tempat penelitian seperti peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, rekaman kegiatan dan data yang relevan (Akdon, 2008: 137).
Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Instrumen Data
No Sumber
data
Jenis Data Teknik Pulta Instrumen
1 Anak Keterampilan sosial anak
sebelum mendapatkan
perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Pre test dan post test
Pernyataan operasional tentang keterampilan sosial anak
2 Anak Keterampilan berbicara
anak sebelum
mendapatkan perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Pre test dan post test
Pernyataan operasional tentang keterampilan bericara anak
3 Anak dan
Guru
Foto-foto, rekaman kegiatan pembelajaran
Dokumentasi Alat yang dibutuhkan untuk mengambil foto atau rekaman seperti kamera atau handycame
4 Guru Data perencanaan
pembelajaran
Dokumentasi Perencanaan tema dan sub tema
(28)
E. Proses Perlakuan
Pada penelitian ini ditentukan dua kelas sebagai subyek penelitian, kelas pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama masing-masing kelompok diberi pretest dengan maksud untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Selanjutnya pada kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran sebanyak delapan kali pertemuan dengan langkah pembelajaran sebagai berikut: 1) Tahap persiapan, dengan langkah kegiatan (a) guru menentukan permainan peran yang akan dilaksanakan, Guru menata lingkungan kelas yang mendukung untuk kegiatan bermain peran. (b) guru menyiapkan bahan dan media yang diperlukan serta skenario cerita yang harus diperankan oleh anak. 2) Tahap Awal,dengan langkah kegiatan (a) anak-anak berbaris dan masuk kelas dan duduk membentuk lingkaran (b) guru membimbing anak untuk berdoa dan membaca surat pendek serta menyanyi. (c) guru memberikan informasi kepada anak tentang kegiatan yang akan dilakukan. (d) guru memberikan motivasi kepada anak untuk mengikuti kegiatan. 3) Tahap Inti, dengan langkah kegiatan: (a) guru memperkenalkan barang-barang yang akan digunakan dalam bermain peran (b) guru menceritakan skenario bermain peran melalui gambar maupun cerita. (c) guru menunjuk anak langsung atau mempersilahkan kepada anak untuk memilih peran. (d) anak melakukan permainan sesuai dengan peran yang sudah ditetapkan dan guru membimbing anak dalam melaksanakan permaian. (e) guru mereflekasi dan melakukan
(29)
penekanan terhadap nilai yang ingin diajarkan. 4) Tahap penutup, dengan langkah kegiatan: (a) guru duduk bersama anak untuk memberikan pijakan pengalaman setelah kegiatan bermain peran selesai. (b) guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan atau berpendapat tentang kegiatan serta pengalaman anak setelah bermain peran. (c) guru menekankan kembali nilai-nilai sosial yang diajarkan. (d) Guru berbincang-bincang tentang kegiatan yang akan dilaksanakan besok. (e) Guru membimbing anak untuk berdoa.
Materi yang diberikan dalam bermain peran yaitu tema peran penjual sayur, aktivitas di bank, rumah tangga, dokter dan pasien (menolong orang sakit), polisi dan penngguna jalan raya, aktivitas di stasion kereta api, aktivitas di kantor pos, dan menolong musibah kebakaran. Sedangkan kelas kontrol diberi materi pelajaran dengan tujuan yang sama tetapi dengan metode pembelajaran konvensional (ceramah).
F. Instrumen Penelitian
Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya dan selanjutnya ditentukan indikator-indikator yang akan diukur.. Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono, 2008: 149).
Pengembangan instrumen penelitian yang dimaksud adalah untuk mengungkap keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak di TK. Laoratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak, maka dapat disusun
(30)
butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang dikembangkan dari indikator yang disusun dalam kisi-kisi instrumen.
Tabel 3.4
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini
No Variabel Sub Variabel Indikator Teknik
Pulta
Respon den
Butir Soal 1 Keterampilan
sosial Perilaku interpersonal Penerimaan pengaruh orang lain Mengatasi masalah Memperoleh perhatian Salam dengan orang lain Membantu orang lain Membuat percakapan Kerjasama
Sikap positif terhadap orang lain
Bergaul secara informal Menjaga milik orang lain
Observasi Anak 1, 2, 3, 4, 5, 6
7, 8, 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 16, 17, 18 19, 20, 21 22, 23, 24 25, 26, 27 28, 29, 30
31, 32 33, 34 Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri Penerimaan konsekuensi Perilaku etis Menyatakan perasaan Sikap positif terhadap diri Perilaku bertanggung jawab
Observasi Anak 35, 36
37, 38, 39, 40, 41, 42 43, 44 ,45 , 46 47, 48, 49 50, 51, 52, 53, 54, 55
2 Keterampilan Berbicara Dapat mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa dan mengucapkannya .
Menyebutkan suara/kata Menirukan suara/kata
Melakukan perintah
Observasi Anak 1,2,3
4, 5
(31)
Dapat
Berkomunikasi secara lisan dengan benar
Menyebutkan nama diri, orang tua dan jenis kelamin, alamat rumah dengan benar
Melakukan percakapan Menjawab pertanyaan
Observasi Anak 8, 9, 10, 11
12, 13, 14 15, 16, 17, 18 Menyampaikan
ide/pikiran/gagas an
Menyampaikan
pengalaman sendiri secara sederhana
Menceritakan isi gambar secara sederhana Memberikan keterangan/ informasi tentang sesuatu hal
Observasi Anak 19, 20
21, 22, 23
24, 25, 26 Kemampuan
Artikulasi
Mengucapkan huruf vokal Mengucapkan huruf yang sulit diucapkan
Anak 27, 28
29, 30, 31, 32 Penguasaan kosa
kata dasar
Kata kerja, kata sifat, kata benda, kata keterangan waktu/ tempat.
Observasi Anak 33, 34, 35, 36, 37, 38
Keterangan :
Intrumen ini di ukur dengan skala yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada skala Guttman yaitu dengan hanya menggunakan dua interval yaitu pernyataan “ya” dan “tidak” untuk mengungkap kejelasan suatu sikap/sifat (Akdon, 2008: 122). Anak yang dapat melakukan apa yang diharapkan akan mendapat skor 1 sedangkan anak yang tidak dapat melakukan apa yang diharapkan berarti mendapat skor 0.
G. Uji Coba Alat Pengumpul Data
Sebelum alat pengumpul data ini digunakan untuk mengumpulkan data, maka pedoman observasi ini harus diuji dahulu apakah alat ini sudah valid dan
(32)
reliabel, maka proses pertama adalah mengukur validitas dan reliabilitas butir item.
1. Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak Di Kelas
Pedoman observasi ini digunakan untuk mengetahui perubahan keterampilan sosial anak dari mulai pre test sampai kepada post test. Pedoman observasi ini dikonstruksi dalam pilihan sikap ”ya” atau ”tidak” dengan berpedoman pada skala Guttman. Penskorannya adalah nilai 1 untuk sikap ”ya” dan nilai 0 untuk sikap ”tidak”.
a. Validitas Butir Item
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur itu mampu mengukur yang diukur pada penelitian. Uji validitas ini dilakukan untuk menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran instrumennya.
Untuk mengetahui tingkat validitas maka instrumen diujicobakan pada sekolah atau Taman Kanak-kanak yang secara umum mempunyai tingkat yang sama tentang keterampilan sosial dan keterampilan berbicara dengan kelompok anak yang akan dijadikan penelitian ini. Dalam pengujian validitas butir observasi, peneliti menggunakan validitas isi dan validitas construct.
Validitas isi dilakukan dengan cara bertanya dan berdiskusi kepada dua orang ahli pada bidangnya. Atas rekomendasi dari salah satu pembimbing untuk menentukan apakah instumen yang akan digunakan sesuai untuk anak usia Taman Kanak-kanak. Sedangkan untuk validitas construct intrumen dilakukan terhadap
(33)
anak-anak Kelompok B sebanyak 14 orang anak di Taman Kanak-kanak Insan Hasanah Cianjur yang beralamat di Kompleks Pesona Indah Cianjur Desa Nagrak Kabupaten Cianjur.
Menurut Akdon (2008: 138) sebuah instrumen diputuskan dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur jika instrumen sudah di uji validitasnya dan hasilnya valid. Validitas setiap butir item yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment, kemudian menghitung harga thitung.
Kaidah pengujian dengan membandingkan nilai ttabel dan nilai thitung. Nilai
ttabel diperoleh dengan dk = n – 1 dan tingkat signifikan α = 0,05, dimana n =
jumlah siswa. Untuk mengetahui tingkat validitas dapat dilakukan dengan membandingkan antara thitung dan ttabel dengan berpedoman pada kaidah penafsiran
jika thitung > ttabel, berarti data valid, dan jika thitung < ttabel berarti data tidak valid.
Dari 55 butir item yang diujicobakan kepada 14 orang siswa diperoleh data hasil uji validitas pada tabel 3. 5. pada tebel 3. 5 terdapat keterangan bahwa 36 butir item dinyatakan valid dan 19 butir item yang tidak valid, dengan demikian untuk keterampilan sosial butir item pernyataan yang digunakan sebanyak 36 butir item.
(34)
Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak
No soal
Validitas Inter-pretasi No
soal
Validitas Inter-pretasi
thitung ttabel Keterangan thitung ttabel Keterangan
1 0,762 0,532 Valid Dipakai 29 0,207 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
2 0,897 0,532 Valid Dipakai 30 0,762 0,532 Valid Dipakai
3 0,606 0,532 Valid Dipakai 31 0,248 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
4 0,125 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 32 0,897 0,532 Valid Dipakai
5 0,897 0,532 Valid Dipakai 33 0,374 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
6 0,482 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 34 0,897 0,532 Valid Dipakai
7 0,762 0,532 Valid Dipakai 35 0,272 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
8 0,570 0,532 Valid Dipakai 36 0,641 0,532 Valid Dipakai
9 0,442 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 37 0,038 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
10 0,704 0,532 Valid Dipakai 38 0,039 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
11 0,584 0,532 Valid Dipakai 39 0,641 0,532 Valid Dipakai
12 0,374 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 40 0,060 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
13 0,704 0,532 Valid Dipakai 41 0,762 0,532 Valid Dipakai
14 0,219 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 42 0,641 0,532 Valid Dipakai
15 0,897 0,532 Valid Dipakai 43 0,248 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
16 0,695 0,532 Valid Dipakai 44 0,641 0,532 Valid Dipakai
17 0,762 0,532 Valid Dipakai 45 0,762 0,532 Valid Dipakai
18 0,704 0,532 Valid Dipakai 46 0,219 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
19 0,038 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 47 0,312 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
20 0,897 0,532 Valid Dipakai 48 0,897 0,532 Valid Dipakai
21 0,782 0,532 Valid Dipakai 49 0,762 0,532 Valid Dipakai
22 0,643 0,532 Valid Dipakai 50 0,607 0,532 Valid Dipakai
23 0,234 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 51 0,012 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
24 0,600 0,532 Valid Dipakai 52 0,091 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
25 0,762 0,532 Valid Dipakai 53 0,643 0,532 Valid Dipakai
26 0,897 0,532 Valid Dipakai 54 0,584 0,532 Valid Dipakai
27 0,782 0,532 Valid Dipakai 55 0,643 0,532 Valid Dipakai
28 0,207 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
Berdasakan data pada tabel 3.5 tentang uji validitas pedoman observasi keterampilan sosial anak, maka diperoleh item pernyataan yang dinyatakan valid sebagaimana data pada tabel 3.6 berikut ini:
(35)
Tabel. 3.6
Kisi-Kisi Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak Setelah Uji Validasi
Variabel Sub Variabel Indikator Teknik
Pulta
Resp Butir Soal Valid Perubahan No Item Soal Keterampi lan sosial Perilaku interpersonal Penerimaan pengaruh orang lain Mengatasi masalah Memperoleh perhatian Salam dengan orang lain Membantu orang lain Membuat percakapan Kerjasama
Sikap positif terhadap orang lain
Bergaul secara informal Menjaga milik orang lain
Observasi Anak 1, 2, 3, 5,
7, 8, 10, 11 13, 15 16, 17, 18 20, 21 22, 24 25, 26, 27 30
32 34
1, 2, 3, 4
5, 6, 7, 8 9, 10 11, 12, 13 14, 15 16, 17 18, 19, 20 21 22 23 Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri Penerimaan konsekuensi Perilaku etis Menyatakan perasaan Sikap positif terhadap diri Perilaku bertanggung jawab
Observasi Anak 36 39,41, 42 44 ,45 48, 49 50,53, 54, 55 24 25, 26, 27
28, 29 30, 31 32, 33, 34 35
b. Reliabilitas Butir Item
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Pengujian reliabilitas menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar
(36)
yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha (Triton P B, 2006: 248). Menurut Santoso (2001: 227), apabila alpha hitung lebih besar daripada r tabel dan alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel.
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikeompokkan kedalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasi seperti tabel berikut:
Tabel 3.7
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 >0,20 s.d 0,40 >0,40 s.d 0,60 >0,60 s.d 0,80 >0,80 s.d 1,00
Kurang Reliabel Agak Reliabel Cukup Reliabel
Reliabel Sangat Reliabel
Berdasarkan tabel diatas maka tingkat reliabilitas pada pedoman observasi ini ada pada derajat sangat reliabel karena diperoleh Alpha-Cronbach sebesar 0,950 dengan rtabel 0,49.
(37)
2. Pedoman Observasi Keterampilan Berbicara Anak
Pedomen observasi ini digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara anak dari mulai pre test sampai kepada post test. Pedoman observasi ini dikonstruksi dalam pilihan sikap ”ya” atau ”tidak” dengan berpedoman pada skala Guttman. Penskorannya adalah nilai 1 untuk sikap ”ya” dan nilai 0 untuk sikap ”tidak”.
a. Validitas Butir Item
Menurut Akdon (2008: 138) sebuah instrumen diputuskan dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur jika instrumen sudah di uji validitasnya dan hasilnya valid. Validitas setiap butir item yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment, kemudian menghitung harga thitung.
Kaidah pengujian dengan membandingkan nilai ttabel dan nilai thitung. Nilai
ttabel diperoleh dengan dk = n – 1 dan tingkat signifikan α = 0,05, dimana n =
jumlah siswa. Untuk mengetahui tingkat validitas dapat dilakukan dengan membandingkan antara thitung dan ttabel dengan berpedoman pada kaidah penafsiran
jika thitung > ttabel, berarti data valid, dan jika thitung < ttabel berarti data tidak valid.
Dari 38 butir item yang diujicobakan kepada 14 orang siswa diperoleh data hasil uji validitas pada tabel 3.8. Pada tebel 3.8 terdapat keterangan bahwa 21 butir item dinyatakan valid dan 17 butir item dinyatakan tidak valid.
(38)
Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Pedoman Observasi Keterampilan Berbicara Anak
No soal
Validitas Inter-pretasi No
soal
Validitas Inter-pretasi
thitung ttabel keterangan thitung ttabel keterangan
1 0,634 0,532 Valid Dipakai 20 0,671 0,532 Valid Dipakai
2 0,816 0,532 Valid Dipakai 21 0,634 0,532 Valid Dipakai
3 0,410 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 22 0,492 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
4 0,229 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 23 0,392 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
5 0,755 0,532 Valid Dipakai 24 0,671 0,532 Valid Dipakai
6 0,597 0,532 Valid Dipakai 25 0,360 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
7 0,131 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 26 0,808 0,532 Valid Dipakai
8 0,571 0,532 Valid Dipakai 27 0,595 0,532 Valid Dipakai
9 0,597 0,532 Valid Dipakai 28 0,731 0,532 Valid Dipakai
10 0,875 0,532 Valid Dipakai 29 0,595 0,532 Valid Dipakai
11 0,442 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 30 0,298 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
12 0,261 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 31 0,442 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
13 0,731 0,532 Valid Dipakai 32 0,724 0,532 Valid Dipakai
14 0,144 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 33 0,211 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
15 0,739 0,532 Valid Dipakai 34 0,791 0,532 Valid Dipakai
16 0,540 0,532 Valid Dipakai 35 0,229 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
17 0,035 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 36 0,131 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
18 0,808 0,532 Valid Dipakai 37 0,229 0,532 Tidak valid Tidak dipakai
19 0,808 0,532 Valid Dipakai 38 0,634 0,532 Valid Dipakai
Berdasakan data pada tabel 3.8 tentang uji validitas pedoman observasi keterampilan sosial anak, maka diperoleh item pernyataan yang dinyatakan valid sebagaimana data pada tabel 3.9 berikut ini:
(39)
Tabel. 3.9
Kisi-Kisi Pedoman Observasi Keterampilan Berbicara Anak Setelah Uji Validasi
Variabel Sub Variabel Indikator Teknik
Pulta
Resp Butir Soal Valid Perubahan No Item Soal Keterampi lan Berbicara Dapat mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa dan mengucapkann ya. Menyebutkan suara/kata Menirukan suara/kata Melakukan perintah
Observasi Anak 1,2
5 6 1, 2 3 4 Dapat Berkomunikasi secara lisan dengan benar
Menyebutkan nama diri, orang tua dan jenis kelamin, alamat rumah dengan benar
Melakukan percakapan Menjawab pertanyaan
Observasi Anak 8, 9, 10
13 16, 18
5, 6, 7
8 9, 10 Menyampaika n ide/pikiran/gag asan Menyampaikan
pengalaman sendiri secara sederhana
Menceritakan isi gambar secara sederhana Memberikan keterangan/ informasi tentang sesuatu hal
Observasi Anak 19, 20
21, 23 26 11, 12 13, 14 15 Kemampuan Artikulasi
Mengucapkan huruf vokal Mengucapkan huruf yang sulit diucapkan
Anak 27, 28
29, 32
16, 17
18, 19 Penguasaan
kosa kata dasar
Kata kerja, kata sifat, kata benda, kata keterangan waktu/ tempat.
Observasi Anak 34, 38 20,21
b. Reliabilitas Butir Item
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran
(40)
lainnya. Pengujian reliabilitas menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha (Triton P B, 2006: 248). Menurut Santoso (2001: 227), apabila alpha hitung lebih besar daripada r tabel dan alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel.
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikeompokkan kedalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasi seperti tabel berikut:
Tabel 3. 10 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 >0,20 s.d 0,40 >0,40 s.d 0,60 >0,60 s.d 0,80 >0,80 s.d 1,00
Kurang Reliabel Agak Reliabel Cukup Reliabel
Reliabel Sangat Reliabel
Berdasarkan tabel diatas maka tingkat reliabilitas pada pedoman observasi ini ada pada derajat sangat reliabel karena diperoleh Alpha-Cronbach sebesar 0,923 dengan rtabel 0,49.
(41)
H. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah peroleh sehingga dapat digunakan dalam menjawab rumusan permasalahan, maka langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Peningkatan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak
Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus Hake (Cheng, et. al, 2004: 35):
pre maks
pre post
S S
S S g
− − =
Keterangan:
Spost = Skor Postes
Spre = Skor Pretes
Smaks = skor Maksimum Ideal
Gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan peningkatan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak dengan kriteria seperti pada Tabel 3. 11.
Tabel 3.11
Kategori Tingkat Gain Yang Dinormalisasi
Batasan Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
(42)
Pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dapat dilihat dari perbandingan nilai g kelas eksperimen yang menggunakan pembelajaran dengan metode bermain peran dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan g lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya.
2. Uji Hipotesis
a. Uji Normalitas Distribusi Data
Uji normalitas distribusi data keterampilan sosial anak dan keterampilan berbicara untuk kelompok eksperimen dilakukan dengan persamaan (Sugiyono: 2007: 241):
( )
=∑
−e e f
f f
x2 ( 0 )
dimana: f : frekuensi observasi 0
f : frekuensi ekspektasi e
Data dikatakan berdistribusi normal jika hitung < tabel.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas distribusi data dilakukan dengan menggunakan persamaan:
kecil S
besar S
F 2
2 =
Dengan S2 = varians
Data dikatakan homogen bila Fhitung <Ftabel
(43)
c. Uji Kesamaan Dua Rerata
Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pre test siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, keadaan nilai rata-rata post test siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, dan uji kesamaan rata-rata untuk g. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows 12.0 yaitu uji-t dua sampel independen (Independent-Sample t Test).
Ada dua rumus untuk uji-t dua sampel independen (Sudjana, 2005:207) sebagai berikut:
1. Dengan asumsi kedua variance sama besar (equal variances assumed):
) 1 1 ( y x p n n S y x t + − =
dengan derajat kebebasan: nx + ny -2
− + − + − = 2 ) 1 ( ) 1
( 2 2
y x y y x x p n n S n S n S
dimana: nx = besar sampel pertama
ny = besar sampel kedua
2. Dengan asumsi kedua variance tidak sama besar (equal variances not
assumed): + − = y y x x p n S n S S y x t 2 2
(44)
Apabila data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney atau Wilcoxon (Ruseffensi, 1998: 398).
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for windows versi 12.0. sebelum dilakukan uji hipotesis (analisis inferensial), sebagaimana disebutkan diatas terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor data keterampilan sosial anak dan berbicara pada kedua kelas. Dalam penelitian uji normalitas data menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varians kedua kelas. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene test, kemudian dilakukan uji-t. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dipakai untuk membandingkan perbedaan dua rata-rata.
(45)
153
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab 4 sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran dengan metode bermain peran merupakan suatu metode yang dilakukan dengan memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda di sekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap pengembangan yang dilaksanakan.
Dalam aplikasi langkah pembelajarannya di TK Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak adalah: (a) guru telah menyiapkan naskah, alat, media dan kostum yang akan digunakan dalam kegiatan bermian peran (b) guru menerangkan teknik bermain peran dengan cara yang sederhana, karena kelompok murid baru diperkenalkan dengan bermain peran (c) guru memilih langsung anak atau memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih peran yang disukainya (d) guru menetapkan peran pendengar (e) guru menetapkan dengan jelas masalah dan peranan yang anak-anak harus mainkan (f) guru menyarankan kalimat yang baik diucapkan oleh pemain untuk memulai (g) setelah main peran selesai kemudian membuka diskusi dan tanya jawab tentang peran yang anak-anak mainkan (h) memberikan penekanan terhadap nilai-nilai sosial dari bermain peran.
(46)
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan sosial anak dibandingkan dengan pembelajaran konvensional menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan (N-Gain) keterampilan sosial anak rata-rata sebesar 0,853 pada kelas eksperimen dan 0,186 pada kelas kontrol. Hal ini menunjuukkan adanya peningkatan yang signifikan. Adapun hasil pengujian data diperoleh asymp. sig. (2-tailed) pada tes akhir kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah sebesar 0,000. karena 0,000 ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan peningkatan keterampilan sosial anak di kelas antara hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermian peran di kelas eksperimen dengan hasil pembelajaran konvensional di kelas kontrol, di mana hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran lebih tinggi daripada hasil pembelajaran konvensional.
3. Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan berbicara dibandingkan dengan pembelajaran konvensional menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan (N-Gain) keterampilan berbicara rata-rata sebesar 0,779 pada kelas eksperimen dan 0,280 pada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Adapun hasil pengujian data diperoleh asymp. sig. (2-tailed) pada tes akhir kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah sebesar 0,002. karena 0,002 ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berbicara anak antara hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran di kelas
(47)
eksperimen dengan hasil pembelajaran konvensional di kelas kontrol, di mana hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran lebih tinggi dari pada hasil pembelajaran konvensional.
B. Rekomendasi
Berdasarkan dari hasil penelitian pembelajaran menggunakan metode bermain peran, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Temuan di lapangan menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran memberikan pengaruh yang lebih besar pada keterampilan berbicara dibandingkan pada keterampilan sosial anak, dilihat dari peningkatan N-Gain pada kedua variabel tersebut pada pre test dan post test. Dikarenakan action pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih banyak pada aspek berbicara daripada keterampilan sosialnya. Oleh karena itu direkomendasikan kepada guru untuk mencari model belajar bermain peran yang menekankan pada aspek keterampilan sosialnya.
2. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di TK. Laboratorium Universitas Muhammadiyah selama ini masih bersifat konvensional maka diperlukan upaya khusus untuk dapat meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak. Mengingat pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial dan berbicara anak dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, maka rekomendasi dibuat agar pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran haruslah dilaksanakan dan diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
(48)
3. Bagi Guru, Agar pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermian peran ini berhasil dengan baik, hendaknya dipersiapkan secara seksama, mulai dari peralatan atau media bermain peran, pembuatan Satuan Kegiatan Harian (SKH), pembuatan dan penjelasan skenario cerita dan penguatan terhadap nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada anak serta memberikan teladan kepada siswa secara terus-menerus, intensif dan berkelanjutan agar nilai-nilai yang sudah tertanam betul-betul terinternalisasi secara permanen dalam diri anak. Bila perencanaan dilakukan dengan matang dan strategi belajar dilaksanakan menggunakan strategi yang tepat maka tujuan yang diharapkan akan tercapai. Tepstra (2008: 405).
(49)
157
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan Terjemahnya (2008) Departemen Agama RI.
Afiati E. (2003) Program Pengembangan Keterampilan Sosial Anak Usia TK. Tesis UPI: Tidak dipublikasikan.
Arixs. (2008) Menanamkan Model Belajar Sosio Drama Untuk Siswa PAUD 90% Materi diserap Anak Didik.Online Tersedia: www. Cybertokoh.commod php mod_publisher&op=vewarticle&article=3770_19k.
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci
Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. (1998). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Ashiabi, Godwin S. (2007). ”Play in the Preschool Classroom: Its Sosioemosional Significance and the Teacher’s Role in Play”. Early Childhood Education Journal. Vol. 35 No,2.199-206.
Bass, Jennifer D. dan Mulick, James A. (2007) “Social Skill Enchancement of Children With Autism Using Peers and Siblings as Therapists”. Journal Psychology in the Schools. Vol.44 (7) 726-733.
Brewer, Jo An. (2007). Introduction To Early Childhood Education Prescholl Throught Primary Grades. United States Of Amerika: Pearson.
Bergen D. (2002). “The Role of Pretend Play in Children’s Cognitive Development”. Journal Early Childhood Research & Practice, 4(1).
[Online]. Available: http://ecrf.uiuc.edu/v4n1/bergen.html.
Cartledge G, Milburn J.F. (1992) Teaching Social Skill to Children. New York: Perganon,
Cheng, K., et al. (2004). “Using an Online Homework System Enhances Students’ Learning Of Physics Consepts in an Introdutory Physics Course”. Journal American Association of Physic Teacher. 72, 11, 1447–1453.
Dit.PADU, Ditjen PLSP, Depdikmas, Sekolah Al Falah dan CCRT. (2004) Lebih Jauh Tentang Dapur dan Kerumahtanggaan: Main Peran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
(50)
Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dhieni, Nurbiana. (2005). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta.: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Elan. (2005). Upaya Menumbuhkan Keterampilan Sosial Dalam Partisipasinya Sebagai warga Negara Melalui Pendekatan Belajar Kontekstual. Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan.
Fajar. (2008) Keterampilan Sosial Pada Anak Menengah Akhir. Online Tersedia: F4jar Multiply.com/journal/item/191/keterampilan pada anak-anak menengah akhir 132k. [4 Mei 2008]
Gzezda, Theresa, dkk. (1991). Improving Intruction and Assesment in Early Childhood Education. Washington DC : National Academy Pers.
Geiken, Rosmary. et al. (2009). “Putting the Cart Before the Horse: The Role of a Socio-moral Atmosphere in an Inquiry-based Curriculum.” Journal of Childhood Education. 260-263.
Han, Heejeong Sophia. (2010). “Sosiocultural influence on children’s social Competence: a close look at kindergarten teacher’ beliefs.” Journal of Research in Chillhood Education. 24.1.
Hojnoski, Robin L., et al. (2008). “Analysis of Two early Childhood Education Setting: Clasroom Variables and Peer Verbal Interaction.” Journal of Research in Chillhood Education. 23.2.
Hurlock E. (2004) Perkembangan Anak Jilid 1 (terjemahan oleh Meitasari Tjandrasa dan Muchlisoh Zakarsih). Jakarta: Erlangga.
Janice. J Beaty. (1986). Observing Development of the Young Child. New York: MacMillan.
Klapper, Hope Lunin.(2001) Childhood Socialization and Television. New York: Virginia.
Kurniati E. (2006) Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Melalui Permainan Tradisional. Tesis UPI; Tidak dipublikasikan. Masitoh. (2002). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan Bahasa
Menyeluruh. UPI. Tidak dipublikasikan.
Masitoh, dkk. (2005). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
(51)
Masitoh, dkk. (2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Mayke S. Tedjasaputra. (2001). Bermain, Mainan dan Permainan Untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo.
Moeslihatoen. (2004) Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Rineka Cipta.
Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Nugraha, D. (2006). Penerapan Metode Role Playing dalam Meningkatkan
motivasi belajar siswa terhdadp mata pelajaran sejarah. Tesis Master FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Nurihksan, Juntika. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Papalia, dkk. (2009). Human Development (perkembangan Manusia) Edisi 10 Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika.
Padmonodewo, Soemiarti. (2003). Pendidikan Anak Pra Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta
Pucket, Margaret B. & Black, Jenet K. (2001). The Young Child Development From Prebirth Thorough Age Eight. Amerika: Merill Prentice Hall.
Philips, E.L. (1985). Social Skill: History and Prospect. Dalam L’abate,L. and Milan, M.A. (eds). Handbook of Social Skill Training and Research. New York: John Willwy & Sons.
Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rahman, Budi. (2007). Pengaruh Pembelajaran VCT Model Games Terhadap Penguatan Nilai dan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan
Rr. Ryolitta Agustiyaningsih. (2009). Peningaktan Keterampilan Berkomunikasi Anak melalui Penerapan Metode Bermain Peran Mikro. Tesis UPI; Tidak dipublikasikan.
Rusefendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Andira.
(52)
Rohmayanti. (2003). Upaya Meningkatkan Pembelajaran Geografi Melalui Pendekatan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Rogers, Sue. and Evans, Julie (2007). “Rethinking Role Play in the Reception Class”. Education Researh. Vol. 49. No. 2. 153-167.
Santrok. (1995). Life Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Solehudin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Solehudin. (2004). Bermain dan Perkembangan dalam Persfektif Vygotsky, Makalah pada pelatihan pengembangan wawasan Dosen PGTK. Jakarta. Setiasih D. (2005). Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Ditinjau Dari
Kemampuan Orientasi dan Mobilitas. Skripsi UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Sumantri, Mulyani & Syaodih, Nana. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka. Jakarta.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: PT. Tarsito.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.
Santoso, S, & F. Tjiptono. (2001). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elexmedia Computindo.
Syaodih, Ernawulan. (1999). Peranan Bimbingan Guru Pengasuhan Orang Tua dan Interaksi Teman sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suhartono. (2005). Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sudradjat, Amhad. (2008). Pembelajaran PAKEM. [Online]. Tersedia:http://ahmadsudadjat.wordpress.com[23 Juli 2010]
(1)
156
3. Bagi Guru, Agar pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermian peran ini berhasil dengan baik, hendaknya dipersiapkan secara seksama, mulai dari peralatan atau media bermain peran, pembuatan Satuan Kegiatan Harian (SKH), pembuatan dan penjelasan skenario cerita dan penguatan terhadap nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada anak serta memberikan teladan kepada siswa secara terus-menerus, intensif dan berkelanjutan agar nilai-nilai yang sudah tertanam betul-betul terinternalisasi secara permanen dalam diri anak. Bila perencanaan dilakukan dengan matang dan strategi belajar dilaksanakan menggunakan strategi yang tepat maka tujuan yang diharapkan akan tercapai. Tepstra (2008: 405).
(2)
157
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan Terjemahnya (2008) Departemen Agama RI.
Afiati E. (2003) Program Pengembangan Keterampilan Sosial Anak Usia TK. Tesis UPI: Tidak dipublikasikan.
Arixs. (2008) Menanamkan Model Belajar Sosio Drama Untuk Siswa PAUD 90% Materi diserap Anak Didik.Online Tersedia: www. Cybertokoh.commod php mod_publisher&op=vewarticle&article=3770_19k.
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci
Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. (1998). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Ashiabi, Godwin S. (2007). ”Play in the Preschool Classroom: Its Sosioemosional Significance and the Teacher’s Role in Play”. Early Childhood Education Journal. Vol. 35 No,2.199-206.
Bass, Jennifer D. dan Mulick, James A. (2007) “Social Skill Enchancement of Children With Autism Using Peers and Siblings as Therapists”. Journal Psychology in the Schools. Vol.44 (7) 726-733.
Brewer, Jo An. (2007). Introduction To Early Childhood Education Prescholl Throught Primary Grades. United States Of Amerika: Pearson.
Bergen D. (2002). “The Role of Pretend Play in Children’s Cognitive Development”. Journal Early Childhood Research & Practice, 4(1). [Online]. Available: http://ecrf.uiuc.edu/v4n1/bergen.html.
Cartledge G, Milburn J.F. (1992) Teaching Social Skill to Children. New York: Perganon,
Cheng, K., et al. (2004). “Using an Online Homework System Enhances Students’ Learning Of Physics Consepts in an Introdutory Physics Course”. Journal American Association of Physic Teacher. 72, 11, 1447–1453.
Dit.PADU, Ditjen PLSP, Depdikmas, Sekolah Al Falah dan CCRT. (2004) Lebih Jauh Tentang Dapur dan Kerumahtanggaan: Main Peran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
(3)
158
Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dhieni, Nurbiana. (2005). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta.: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Elan. (2005). Upaya Menumbuhkan Keterampilan Sosial Dalam Partisipasinya Sebagai warga Negara Melalui Pendekatan Belajar Kontekstual. Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan.
Fajar. (2008) Keterampilan Sosial Pada Anak Menengah Akhir. Online Tersedia: F4jar Multiply.com/journal/item/191/keterampilan pada anak-anak menengah akhir 132k. [4 Mei 2008]
Gzezda, Theresa, dkk. (1991). Improving Intruction and Assesment in Early Childhood Education. Washington DC : National Academy Pers.
Geiken, Rosmary. et al. (2009). “Putting the Cart Before the Horse: The Role of a Socio-moral Atmosphere in an Inquiry-based Curriculum.” Journal of Childhood Education. 260-263.
Han, Heejeong Sophia. (2010). “Sosiocultural influence on children’s social Competence: a close look at kindergarten teacher’ beliefs.” Journal of Research in Chillhood Education. 24.1.
Hojnoski, Robin L., et al. (2008). “Analysis of Two early Childhood Education Setting: Clasroom Variables and Peer Verbal Interaction.” Journal of Research in Chillhood Education. 23.2.
Hurlock E. (2004) Perkembangan Anak Jilid 1 (terjemahan oleh Meitasari Tjandrasa dan Muchlisoh Zakarsih). Jakarta: Erlangga.
Janice. J Beaty. (1986). Observing Development of the Young Child. New York: MacMillan.
Klapper, Hope Lunin.(2001) Childhood Socialization and Television. New York: Virginia.
Kurniati E. (2006) Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Melalui Permainan Tradisional. Tesis UPI; Tidak dipublikasikan. Masitoh. (2002). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan Bahasa
Menyeluruh. UPI. Tidak dipublikasikan.
Masitoh, dkk. (2005). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
(4)
Masitoh, dkk. (2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Mayke S. Tedjasaputra. (2001). Bermain, Mainan dan Permainan Untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo.
Moeslihatoen. (2004) Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Rineka Cipta.
Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Nugraha, D. (2006). Penerapan Metode Role Playing dalam Meningkatkan
motivasi belajar siswa terhdadp mata pelajaran sejarah. Tesis Master FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Nurihksan, Juntika. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Papalia, dkk. (2009). Human Development (perkembangan Manusia) Edisi 10 Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika.
Padmonodewo, Soemiarti. (2003). Pendidikan Anak Pra Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta
Pucket, Margaret B. & Black, Jenet K. (2001). The Young Child Development From Prebirth Thorough Age Eight. Amerika: Merill Prentice Hall.
Philips, E.L. (1985). Social Skill: History and Prospect. Dalam L’abate,L. and Milan, M.A. (eds). Handbook of Social Skill Training and Research. New York: John Willwy & Sons.
Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rahman, Budi. (2007). Pengaruh Pembelajaran VCT Model Games Terhadap Penguatan Nilai dan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan
Rr. Ryolitta Agustiyaningsih. (2009). Peningaktan Keterampilan Berkomunikasi Anak melalui Penerapan Metode Bermain Peran Mikro. Tesis UPI; Tidak dipublikasikan.
Rusefendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Andira.
(5)
160
Rohmayanti. (2003). Upaya Meningkatkan Pembelajaran Geografi Melalui Pendekatan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Rogers, Sue. and Evans, Julie (2007). “Rethinking Role Play in the Reception Class”. Education Researh. Vol. 49. No. 2. 153-167.
Santrok. (1995). Life Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Solehudin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Solehudin. (2004). Bermain dan Perkembangan dalam Persfektif Vygotsky, Makalah pada pelatihan pengembangan wawasan Dosen PGTK. Jakarta. Setiasih D. (2005). Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Ditinjau Dari
Kemampuan Orientasi dan Mobilitas. Skripsi UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Sumantri, Mulyani & Syaodih, Nana. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka. Jakarta.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: PT. Tarsito.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.
Santoso, S, & F. Tjiptono. (2001). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elexmedia Computindo.
Syaodih, Ernawulan. (1999). Peranan Bimbingan Guru Pengasuhan Orang Tua dan Interaksi Teman sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suhartono. (2005). Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Sudradjat, Amhad. (2008). Pembelajaran PAKEM. [Online]. Tersedia:http://ahmadsudadjat.wordpress.com[23 Juli 2010]
(6)
Tarigan Henry Guntur. (2008). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Terpstra, Judith E. dan Tamura , Ronald. (2008). ”Effective Social Interaction Strategies for Inclusive Setting”. Early Childhood Education Journal. 35, 405-411.
Triton, P, B. (2006). SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Turiel, Elliot. (2008). ”The Development of Children’s Orientations toward Moral, Social, and Personal Orders: More a sequence in Development”. Human Development. 51.21-39.
Tjahyati, T. (2008). Pembelajaran Role Playing Bagi Anak Attention Deficit Hyperactif Disorder (ADH). Skripsi Pendidikan Luar Biasa UPI: Tidak dipublikasikan
Uno. Hamzah B. (2007). Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Akasara.
Uren, Nicole. dan Stagnitti, Karen (2009). “Pretend Play, Social Competence and Involevement in Children Aged 5-7 Years: The Concurrent Validity of the Child-Initiated Pretend Play Assesmen. Australian Occupational Therapy Journal. 56, 33-40.
Yusuf, Syamsu. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.
Yasmin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada press.
Wee, Su Jeong. (2009). “A Case Study Of Drama Education Curriculum for Young Children in Early Chilhood Programs”. Journal of Research in Childhood Eduvcation. 23.4