TEKNIK LATIHAN KETERAMPILAN DASAR KONSELING INDIVIDUAL.

(1)

xi DAFTAR ISI

Abstrak ...i

Pernyataan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Ucapan Terima Kasih ... vi

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Bagan ... xvii

Daftar Lampiran ...xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Asumsi Penelitian ... 20

F. Metode Penelitian ... 21

G. Populasi dan Sampel ... 22

H. Langkah – Langkah Penelitian ... 23

I. Teknik Analisis Data ... 24

BAB II. PELATIHAN KETERAMPILAN KONSELING DALAM TEORI DAN PRAKTIK ... 25

A. Penguasaan Keterampilan Konseling oleh Konselor ... 25

B. Pendekatan dalam Pelatihan Konseling ... 29

C. Konsep Dasar Keterampilan Konseling Carkhuff ... 51

D. Pengulangan Kembali Pemberian Bantuan ... 90

E. Mengeksplorasi Kekurangan-Kekurangan dalam Keterampilan ... 94

BAB III METODE PENELITIAN ... 97

A. Pendekatan Penelitian ... 97

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 98

C. Prosedur dan Langkah-Langkah Penelitian ... 105

D. Uji Coba Item Pengembangan Instrumen Pengumpul Data ... 112

E. Subjek dan Lokasi Penelitian ... 118

F. Pedoman Latihan Keterampilan dasar Konseling Individual ... 119

G. Teknik Analisis Data Penelitian ... 119

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 122

A. Hasil Uji Perbedaan Penguasaan Mahasiswa terhadap Keterampilan Dasar Konseling Individual (KDKI) antara yang menggunakan Teknik Microcounseling, Interpersonal Process Recall (IPR) dan Didactic Experiential (DE) ... 122


(2)

xii

B. Hasil Uji Perbedaan Skor Postes antara teknik Microcounseling, IPR dan DE

dalam Penguasaan Materi Konsep KDKI ... 142

C. Hasil Efektivitas Teknik Microcounseling, IPR dan DE setiap KDKI menurut penilaian Dosen, Mahasiswa dan Konseli serta Penguasaan Konsep ... 148

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 149

E. Efektivitas Teknik Pelatihan Keterampilan Konseling ... 169

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 177

A. Kesimpulan ... 177

B. Rekomendasi ... 179

DAFTAR PUSTAKA ... 184 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

xiii

DAFTAR TABEL / MATRIKS

TABEL 1.1 Urutan Teknik Latihan Konseling Dasar Pada Setiap Tahap

Keterampilan Dasar Konseling Individual ... 22 TABEL 2.1 Tingkat Attending Konselor Berdasarkan Tingkat Kesiapan

Konseli terhadap Proses Konseling ... 62 TABEL 3.1 Persepsi Mahasiswa Tentang Konsep / Materi KDKI ... 107 TABEL 3.2 Persepsi Mahasiswa PPB Angkatan 2005 Terhadap Tingkat

Kesulitan Menggunakan Keterampilan Konseling ... 108 TABEL 3.3 Hasil Validasi Panduan Pelatihan KDKI ... 109 TABEL 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penilaian Keterampilan Konseling ... 113 TABEL 3.5 Perbedaan Deskriptor Penilaian Antara Dosen, Trainee /

Konselor dan Konseli ... 114 TABEL 3.6 Jenis Data berdasarkan Penilai Kelompok Subjek, Keterampilan dan Teknik Latihan ... 120 TABEL 3.7 Data Penguasaan Mahasiswa terhadap Konsep Attending

Responding, Personalizing dan Intiating berdasarkan

Teknik Latihan ... 120 TABEL 4.1 Urutan Penggunaan Teknik dalam Setiap Kelompok

dan Setiap Keterampilan Dasar Konseling Individual ... 123 TABEL 4.2 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling, IPR dan

DE pada KDKI Attending

menurut penilaian Dosen ... 125 TABEL 4.3 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling, IPR dan

DE pada KDKI Attending

menurut penilaian Mahasiswa ... 126 TABEL 4.4 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling, IPR dan

DE pada KDKI Attending


(4)

xiv

TABEL 4.5 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling, IPR dan DE pada KDKI Responding

menurut penilaian Dosen ... 129 TABEL 4.6 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling, IPR dan

DE pada KDKI Responding

menurut penilaian Mahasiswa / Konselor ... 131 TABEL 4.7 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Responding

menurut penilaian Konseli ... 132 TABEL 4.8 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Personalizing

menurut penilaian Dosen ... 134 TABEL 4.9 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Personalizing

menurut penilaian Konselor ... 135 TABEL 4.10 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Personalizing

menurut penilaian Konseli ... 137 TABEL 4.11 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Initiating

menurut penilaian Doesn ... 138 TABEL 4.12 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Initiating

menurut penilaian Konselor ... 140 TABEL 4.13 Hasil Uji Perbedaan Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan

DE pada KDKI Initiating

menurut penilaian Konseli ... 141 TABEL 4.14 Hasil Uji Perbedaan Skor Postes antara Teknik Microcounseling.

IPR dan DE


(5)

xv

TABEL 4.15 Hasil Uji Perbedaan Skor Postes antara Teknik Microcounseling. IPR dan DE

dalam Penguasaan Materi/Konsep Responding ... 145 TABEL 4.16 Hasil Uji Perbedaan Skor Postes antara Teknik Microcounseling.

IPR dan DE

dalam Penguasaan Materi/Konsep Personalizing ... 146 TABEL 4.17 Hasil Uji Perbedaan Skor Postes antara Teknik Microcounseling, IPR dan DE dalam penguasaan materi/konsep Initiating ... 147 TABEL 4.18 Hasil Uji Perbedaan Efektivitas antara Teknik Microcouneling, IPR dalam Latihan KDKI menurut Penilaian Dosen,Mahasiswa dan Konseli ... 148


(6)

xvi

DAFTAR GAMBAR / GRAFIK

GAMBAR 2.1 Skema Tahapan Processing ... 54

GAMBAR 2.2 Langkah Initiating Konseli ... 86

GAMBAR 2.3 Tahap-Tahap Pemberian Bantuan ... 90

GAMBAR 2.4 Tahap-Tahap Pemberian Ulang Bantuan ... 95


(7)

xvii

DAFTAR BAGAN

BAGAN 3.1. Langkah-Langkah Kegiatan Teknik Microcounseling ... 101

BAGAN 3.2. Langkah-Langkah Kegiatan Teknik IPR ... 103

BAGAN 3.3. Langkah-Langkah Kegiatan Teknik DE ... 106

BAGAN 5.1 Road map Penelitian Keterampilan Konseling Individual ...184


(8)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Validasi Instrumen Pre dan Postes Keterampilan Dasar Konseling Individual

Lampiran 2. Panduan Pelatihan Konseling Individual

Lampiran 3. Validasi Instrumen Panduan Pelatihan Konseling Individual Lampiran 4. Jadwal Latihan KDKI pada Empat Kelompok dengan Tiga

Teknik

Lampiran 5. Pengolahan Data Pre Tes dan Postes pada setiap keterampilan dengan menggunakan teknik Microcounseling, Interpersonal


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian. Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel, langkah – langkah penelitian, serta teknik analisis data.

A. Latar belakang

Bimbingan dan konseling pada awal perkembangannya (1950 – 1960) dipandang sebagai reaksi terhadap peran psikiatri, psikolog dan pekerja sosial yang lebih ditujukan untuk menangani individu yang memiliki mental yang sakit. Kehadiran bimbingan dan konseling diharapkan dapat memberikan perhatian terhadap kebutuhan orang normal dalam mengatasi stres, frustrasi dan kecemasan dalam menghadapi kehidupan sehari- hari serta memberikan perhatian kepada pengembangan potensi yang dimiliki individu. Perkembangan selanjutnya, menurut Roger (Nugent & Frank, 1990; 4) adalah tahap dimana bimbingan dan konseling lebih difokuskan pada pertumbuhan individu melalui diagnosis secara individual. Pendapat tersebut diperkuat oleh Williamson (Mc Leod, 2003) yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling menekankan pada layanan yang memberikan bantuan terhadap interaksi individu dengan individu lainnya yang berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan mereka, kepuasaan pribadi dan kualitas hubungan di antara mereka. Tahap berikutnya dalam perkembangan


(10)

bimbingan dan konseling adalah tahap dimana bimbingan dan konseling menunjukkan keberadaannya dalam setting pendidikan. Seperti dikemukakan oleh para ahli (Henderson, 2004), bahwa bimbingan konseling akhirnya tiba pada posisi bimbingan dan konseling di sekolah sebagai suatu profesi yang memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kesuksesan akademik, karir, dan perkembangan pribadi-sosial seluruh peserta didik.

Dari berbagai fungsi bimbingan dan konseling yang menuntut strategi pelayanan untuk mencapai target sasaran dinyatakan, bahwa konseling merupakan jantung atau inti kegiatan bimbingan. Hal ini menunjukkan pentingnya kedudukan konseling dalam keseluruhan kegiatan bimbingan. Mortensen & Schmuler (1964: 301) mengungkapkan “counseling is the heart of guidance program”. Layanan ini dimaksudkan sebagai layanan konseling individual yang dilakukan bukan sekedar untuk memecahkan masalah peserta didik tetapi juga turut mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya. Demikian pula Gibson & Mitchel (1981 : 27) menegaskan “Individual counseling…has been identified as heart of guidance program. It is core activity, through which all activities become meaningfull”.

Konseling merupakan suatu profesi, karena sebagaimana halnya profesi-profesi lain konseling juga memunculkan banyak karakteristik profesi-profesional. Bertolak dari konsep konseling sebagaimana proses interaksi sosial yang memberikan pengaruh dengan jalan menciptakan kemudahan bagi konseli dalam mengembangkan diri ke arah yang diharapkan, kartakteristik profesional dari segi konselor menurut Dorn (1979) mengacu pada kepakaran (expertness), terpercaya


(11)

(trusworthiness), keattraktifan sosial (social attractiveness) dan kekuatan sosial (social power). Segi kepakaran seorang konselor berkaitan erat dengan ilmu yang dipelajarinya secara formal. Jika dilihat dari esensi profesi yang terletak pada segi pelayanan terhadap target sasaran maka kepakaran seorang konselor akan terwujud apabila mendapat pendidikan dan latihan khusus.

Persepsi masyarakat terhadap konselor tidak terlepas dari harapan masyarakat terhadap konselor. Apa yang diperbuat oleh konselor dalam proses konseling turut membentuk persepsi masyarakat terhadap kepakaran konselor. Secara psikologis, prinsip ini mengandung implikasi bahwa profesionalitas konseling yang dipelajari menampilkan perbuatan konseling.

Konseling merupakan instrumen untuk menciptakan situasi yang menimbulkan kemudahan bagi konseli dalam mengklarifikasi harapan, dan mengembangkan atau mengubah perilaku. Sifat terpercaya perlu dimiliki oleh konselor sebagai pribadi yang mampu membantu. Sifat terpercaya ini tumbuh apabila konseli menyadari akan reputasi dan peranan konselor sebagai orang yang memberi bantuan dan tidak berorientasi pada minat dan keuntungan pribadi. Persepsi konseli atau masyarakat terhadap konselor sebagai seorang profesional yang dapat dipercaya akan terbentuk dari sikap terbuka, jujur, tulus, dan keotentikan konselor itu sendiri dalam bertindak.

Dalam proses konseling seorang konselor merupakan agen yang memberi pengaruh pada konseli. Oleh karena itu, untuk menopang fungsi dan perannya seorang konselor hendaknya memiliki kemampuan dan keterampilan untuk memfasilitasi perubahan tingkah laku pada konseli. Dengan demikian


(12)

keterampilan konseling individual dirasa sangat penting dalam menunjang keberhasilan proses konseling, dan diharapkan dapat membawa pada proses konseling yang efektif.

Konselor diharapkan dapat membantu konseli untuk mencapai tujuan yang jelas. Kejelasan tujuan yang ingin dicapai memungkinkan tahapan perubahan tingkah laku konseli menjadi lebih terarah, sehingga konselor bertindak sebagai fasilitator pemberi bantuan dalam jangka waktu yang singkat. Karakteristik tersebut melekat erat pada diri konselor, namun dalam pengembangan dan penginternalisasiannya memerlukan proses latihan yang panjang. Oleh karena itu agar memiliki cukup bekal, seorang konselor memerlukan latihan keterampilan konseling sebelum terjun menangani konseli.

Selaras dengan upaya ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) yang telah melahirkan dokumen-dokumen untuk menata hal-hal yang terkait dengan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia, maka seorang konselor dituntut untuk memiliki kompetensi seperti tercantum dalam Standar Kompetensi Konselor (SKK) yang telah dikukuhkan dalam Permen no 27 Tahun 2008. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling sebagai suatu jabatan profesional dalam pelaksanaannya menuntut keahlian tertentu melalui pendidikan formal yang khusus, serta rasa tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Tuntutan itu mengantarkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan oleh orang-orang dengan dasar pengetahuan dan keterampilan yang dilandasi oleh suatu keahlian. Keahlian semacam itu menuntut terpenuhinya


(13)

standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di Perguruan Tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang tersebut.

Aspek kompetensi profesional konselor yang memuat tentang penguasaan konselor dalam menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling (ABKIN, 2005) mengandung makna bahwa, konselor harus menguasai sejumlah keterampilan di antaranya keterampilan konseling individual sebagai area untuk menunjukkan kinerja konselor dalam wilayah praksis bimbingan dan konseling. Bagaimana perguruan tinggi, dalam hal ini jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan atau program Studi Bimbingan dan Konseling, telah mampu membekali mahasiswa untuk menguasai kompetensi konseling individual dapat diketahui melalui beberapa hasil penelitian.

Salah satu penelitian tentang penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan dasar konseling individual, dilakukan dengan memeriksa respons-responsnya yang diberikan terhadap pernyataan konseli. Respons tersebut diperiksa melalui analisis verbatim. Hasil analisis memberikan informasi bahwa respons yang sesuai dengan pernyataan konseli baru mencapai angka 66,74 % dan yang belum sesuai sebesar 33,26 %. Hasil ini menunjukkan bahwa respons-respons yang digunakan oleh mahasiswa pada saat konseling masih banyak yang belum sesuai dengan pernyataan konseli dan belum didasarkan pada keterampilan konseling yang dipelajarinya. Dengan demikian respons yang diberikan belum dapat menumbuhkan suatu kondisi yang diharapkan pada konseli (Hafina, 1999). Selain itu, penelitian tersebut memberikan informasi mengenai persepsi mahasiswa terhadap proses praktik konseling yang dialaminya bahwa, praktik


(14)

keterampilan konseling individual belum dirasakan sebagai kegiatan yang dapat menumbuhkan kemampuan keterampilan konseling dengan baik.

Searah dengan hasil penelitian diatas, ada beberapa penelitian yang mengungkap kinerja konselor (guru bimbingan dan konseling) di lapangan. Hasil penelitian Ilfiandra (2007) tentang kinerja konselor di kabupaten Bandung menunjukkan bahwa sebagian besar (64, 28%) termasuk pada kategori tidak memuaskan, begitu juga di kota Bandung sebagian besar (66,66%) termasuk pada kategori tidak memuaskan. Furqon dkk (2000), melakukan penelitian tentang kondisi awal kinerja guru pembimbing (konselor) sebelum memberikan tiga perlakuan yang berbeda yaitu, melalui (1) penelitian tindakan kolaboratif guru-dosen, (2) penelitian tindakan, serta (3) latihan bimbingan dan konseling. Pada ketiga kelompok perlakuan menunjukkan kinerja awal guru pembimbing berada antara 59% - 72%. Persentase yang paling rendah ditunjukkan pada aspek kinerja guru pembimbing dalam upaya pemberian bantuan yang di dalamnya mengungkap tentang pelayanan konseling indivudal yang dirasakan oleh siswa.

Hasil pengamatan terhadap kinerja para guru bimbingan dan konseling yang mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Sertifikasi guru dalam jabatan di Rayon X mengindikasikan bahwa, kemampuan konseling individual mereka masih rendah. Indikator yang ditampakkannya adalah dialog yang dilakukan masih bersifat tanya jawab yang belum terarah, memberikan nasihat, menguasai pembicaraan, dan mengambil alih masalah konseli. Munculnya indikator tersebut sama dengan jawaban para peserta PLPG terhadap pertanyaan terbuka tentang pengalaman konseling individual yang selama ini


(15)

dilakukannya di sekolah yang ditulis tanpa nama. Lebih dari itu ada yang memberikan penilaian bahwa, surat perjanjian yang ditandatangani konseli (di atas materai) merupakan akhir atau tujuan konseling.

Hasil survei tentang kebutuhan terhadap pelatihan bagi guru-guru bimbingan dan konseling (BK) pada seminar tentang BK tahun 2006 yang dihadiri guru BK se-Jawa Barat, memperoleh informasi bahwa 58% peserta menyatakan sangat perlu dan 42% menyatakan perlu terhadap pelatihan konseling individual (data seminar ‘Kebutuhan terhadap Latihan Konseling Individual’, 2006).

Tuntutan profesional terhadap pelaksanaan konseling meliputi pelaksanaan yang tidak sporadis, dialog yang terarah dan interaktif, dilakukan dalam suasana psikologis yang sengaja diciptakan, serta menggunakan keterampilan-keterampilan dan tahapan yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Carkhuff (1983) konselor yang menguasai sejumlah keterampilan konseling akan tiba pada suatu keadaan proses konseling yang berjalan secara efektif. Untuk sampai pada penguasaan keterampilan konseling yang kompeten, mahasiswa (calon konselor) memerlukan materi pembelajaran tentang keterampilan konseling, proses pembelajaran atau latihan yang sistematis, serta memfasilitasi pertumbuhan penguasaan keterampilan konseling. Menurut Borg (Crimmings: 1984) kedudukan dosen dalam mata kuliah keterampilan konseling tidak sama dengan dosen pada mata kuliah yang lain, karena harus berperan sebagai supervisor. Menurutnya, dalam pelaksanaan latihan praktik konseling memerlukan dosen yang bertindak sebagai supervisor dan dapat menciptakan suasana latihan sebagai proses


(16)

“konseling”. Oleh karena itu, ia menyebut latihan (training) sebagai proses supervisi. Pengertian tersebut secara implisit mengandung suatu asumsi bahwa, jika seseorang bisa menjadi konselor yang efektif, maka orang itu juga bisa menjadi supervisor yang efektif. Meskipun ada beberapa kebenaran dalam asumsi ini, validitas keseluruhannya masih dipertanyakan, karena supervisi bukanlah proses yang sama dengan konseling.

Supervisi/training memfokuskan pada persoalan-persoalan yang berbeda dan karenanya memerlukan keterampilan yang berbeda dari yang selama ini dilakukan dalam konseling. Dengan demikian, belajar untuk menjadi trainer yang efektif menuntut pengetahuan dan keterampilan yang lebih daripada yang dipergunakan dalam konseling. Ketiadaan latihan formal di bidang training telah memaksa banyak profesional untuk mempelajari keterampilan atau strategi training mereka melalui pengalaman mereka sendiri sebagai trainee.

Ada kemungkinan bahwa latihan formal di bidang training tidak diberikan dalam banyak program pendidikan konseling karena literaturnya sendiri nampaknya jarang dan kurang dalam hal metodologi. Faktanya, banyak masalah sulit yang dihadapi oleh para dosen (trainer) yang tertarik untuk melakukan penelitian di bidang ini. Rushton (1992) mengutip pernyataan Bolger bahwa, hanya sedikit informasi tentang penelitian pelatihan dan evaluasinya yang terbatas.

Untuk memperjelas istilah yang sering digunakan dalam latihan konseling, Lent (Steven D; 1984: 627) mencoba mendeskripsikan pengertian supervisi (supervise), pelatihan (training) dan konsultasi (consultation). Dengan mengutip


(17)

definisi yang diberikan oleh Loganbill, Hardy dan Delworth, Lent menjelaskan bahwa supervisi merupakan suatu upaya intensif yang terfokus secara interpersonal, melibatkan hubungan antara seseorang (supervisor) yang memfasilitasi perkembangan kompetensi konseling pihak yang disupervisi yaitu supervise (supervisee). Latihan merupakan suatu kegiatan yang dikonseptualisasikan dan difokuskan pada pemahaman keterampilan-keterampilan konseling yang khusus dan ditujukan bagi mahasiswa. Sedangkan konsultasi merupakan gambaran dari hubungan antara dua profesional yang memiliki status setara, tidak ada satupun diantara mereka yang dituntut untuk memfasilitasi perkembangan kompetensi pihak lainnya.

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, pendidikan bagi calon konselor di sekolah (guru pembimbing) diselenggarakan pada jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di setiap LPTK. Merujuk kepada hasil kesepakatan forum ketua prodi Bimbingan dan Konseling dan SKK (tahun 2005), mata kuliah yang terkait langsung dengan kemampuan konseling individual yaitu mata kuliah Teori Konseling Individual, dengan bobot tiga SKS disajikan pada semester 3, mata kuliah Mikrokonseling dengan bobot dua SKS dan Praktikum Konseling Individual dengan bobot tiga SKS disajikan pada semester empat. Keterampilan dasar konseling individual (KDKI) diberikan melalui mata kuliah Mikrokonseling. Mata kuliah ini menuntut banyak latihan (praktik) sehingga kegiatannya berbeda dengan mata kuliah bukan praktik baik dalam pengelolaan pembelajaran, penugasan dan evaluasi. Sebagai kasus di jurusan PPB FIP UPI, dosen pengampu mata kuliah mikrokonseling terdiri dari tiga orang dosen,


(18)

sementara mahasiswa yang harus dilayani paling sedikit 80 orang. Agar para mahasiswa mampu menguasai keterampilan dasar konseling individual (KDKI) yang memadai, maka perlu dipertimbangkan teknik latihan KDKI yang dipandang efektif, jumlah dosen yang mengampu mata kuliah mikrokonseling, serta perangkat instrumen yang diperlukan untuk rekaman dan observasi.

Materi KDKI yang menjadi muatan mata kuliah Mikrokonseling banyak ditawarkan oleh beberapa ahli, diantaranya Brammer (1984), Ivey (1999), Okun (1997), McLeod (2007) dan Carkhuff (1984), yang tersaji dalam format yang berbeda-beda. Salah satu bentuk materi yang dipandang memiliki langkah-langkah yang jelas untuk dilakukan oleh konselor dalam konseling adalah keterampilan konseling yang disajikan oleh Carkhuff (1984). Keterampilan tersebut didasarkan pada tujuan untuk menumbuhkan suatu kondisi yang harus dilalui oleh konseli dalam proses konseling. Keterampilan konseling ini menyajikan keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor meliputi keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating. Keterampilan tersebut bertujuan untuk menumbuhkan kondisi involving, exploring, understanding dan acting pada konseli. Secara rinci Charkuff (1984) menyusun keterampilan-keterampilan konseling pada setiap tahap konseling yang dimaksud.

Salah satu perbedaan yang menonjol antara mata kuliah mikrokonseling dengan mata kuliah yang lainnya adalah diperlukannya perangkat yang dapat melihat penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan konseling. Secara ideal, mata kuliah mikrokonseling memerlukan ruang dan perangkat khusus untuk memfasilitasi dan memonitor keterampilan konseling yang ditunjukkan oleh


(19)

mahasiswa. Sejauh ini, dibeberapa LPTK yang memiliki jurusan PPB yang belum memiliki laboratorium dengan perlengkapan yang memadai. Keadaan ini perlu menjadi perhatian agar penyelenggaraan mata kuliah yang membekali keterampilan konseling bagi mahasiswa dapat difasilitasi dengan baik.

B. Perumusan Masalah

Merujuk pada paparan latar belakang dan fenomena penguasaan kemampuan konseling individual pada guru BK dan mahasiswa, ada beberapa permasalahan yang dijadikan pokok telaah dalam penelitian ini.

Pertama, hasil observasi terhadap sejumlah guru BK yang mengikuti PLPG (2007-2009) menunjukkan adanya kelemahan dalam penguasaan keterampilan konseling individual yang ditunjukkan dengan munculnya tanya jawab yang tidak terarah dan belum mengungkap pengalaman, perasaan dan pikiran konseli; mendominasi pembicaraan, menasihati dan mengambil alih permasalahan konseli. Berdasar pada pengalamannya tersebut, guru BK meyakini bahwa proses seperti itulah yang sering dilakukan dan selama ini dianggap sebagai konseling individual. Kesalahan tersebut mengundang komentar yang tidak tepat dari guru lain, bahwa kegiatan seperti tersebut di atas dapat dilakukan oleh guru yang tidak memiliki latar belakang pendidikan BK. Kelemahan yang dimiliki oleh guru BK khususnya dalam pelaksanaan konseling individual dapat ditelusuri dari pengalaman latihan dan praktik yang dialaminya pada waktu mengikuti pendidikan.


(20)

Kedua, beberapa penelitian menunjukkan kinerja yang belum memuaskan ditunjukkan oleh guru BK. Persentase yang paling rendah ditunjukkan oleh kinerja upaya pemberian bantuan yang di dalamnya mengungkap tentang pelayanan konseling indivudal yang dirasakan oleh siswa. Hasil penelitian tersebut mencerminkan bahwa layanan konseling individual yang diberikan oleh guru BK belum memberikan manfaat yang berarti bagi perkembangan konseli (siswa), bahkan ada yang terkesan berakhir dengan penandatanganan surat perjanjian.

Ketiga, matakuliah yang membekali penguasaan keterampilan konseling individual kepada mahasiswa mengindikasikan belum menyediakan proses pelatihan yang memadai. Hal ini ditunjukkan dengan respons-respons yang diberikan mahasiswa dalam analisis verbatim masih banyak yang belum tepat dan terkesan seperti ngobrol biasa. Ketidakmemadaian proses latihan atau praktikum laboratoris mata kuliah mikrokonseling disebabkan oleh beberapa hal di antaranya, belum tersedia pedoman/petunjuk pelaksanaan praktikum yang memadai sebagai acuan dalam latihan KDKI, belum ada laboratorium yang dilengkapi perangkat praktikum yang memadai sebagai tempat praktik KDKI bagi mahasiswa.

Keempat, menurut Mattarazzo (Russel, Crimmings, Lent: 1984) perkembangan dan evaluasi teknik dan program pengajaran keterampilan konseling yang diartikulasikan dengan jelas merupakan fenomena yang paling mutakhir. Russsel dkk mengidentifikasi tiga teknik latihan konseling yaitu (1) Microcotraining yang dikembangkan Ivey (1971) yang lebih dikenal dengan


(21)

microcounseling, (2) interpersonal process recall (IPR) yang dikembangkan oleh Kagan (1965), dan (3) Didactic experiential yang dikembangkan oleh Truax dan Carkhuff (1967). Microcounselling dikembangkan atas asumsi bahwa keterampilan yang kompleks sangat baik dilatihkan (diajarkan) dengan cara mengurainya menjadi beberapa unit perilaku tertentu. Microcounselling telah digunakan untuk mengajarkan beragam keterampilan khusus seperti wawancara, keterampilan memparafrasekan dan pemberian pertanyaan akhir (Ivey,1978).

Langkah-langkah kegiatan setiap model diuraikan sebagai berikut. Model microcounselling terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut.

1. Trainee melakukan wawancara konseling dengan konseli (trainee yang lain) tentang masalah nyata atau masalah yang disimulasikan.

2. proses wawancara kemudian direkam menggunakan video.

3. Trainee membaca petunjuk materi tertulis yang menjelaskan tentang suatu tahap keterampilan dasar konseling.

4. Menyajikan video model tentang keterampilan yang sedang dipelajari.

5. Trainee mengobservasi hasil wawancara konseling bersama-sama dengan trainee yang lainnya yang di bawah arahan trainer, terlepas dari bagaimana ia seharusnya melakukan keterampilan ini.

6. Trainer bersama-sama dengan trainee mereviu keterampilan-keterampilan tersebut bersama-sama kemudian mereka merencanakan wawancara kedua yang akan dilakukan trainee.


(22)

7. Trainee kembali melakukan wawancara konseling dengan konseli yang sama, sesi wawancara direkam kembali melalui video dengan memberi perhatian tertentu pada keterampilan yang sedang dipelajari.

8. Trainee menerima umpan balik final.

Dapat dilihat bahwa microcounselling digambarkan sebagai paket latihan multikomponen yang membahas beberapa komposisi yang berbeda, meliputi penunjukkan trainer, dan pembelajaran observasional (observasi-diri dan modeling). Penelitian mengungkap bahwa struktur multikomponen tersebut sangat diperhitungkan masing-masing kekuatannya. Bagaimanapun, komponen tunggal yang beragam atau kombinasi komponen bisa jadi efektif, bergantung pada kompleksitas keterampilan yang harus dikuasai. Contohnya, instruksi saja mungkin cukup untuk mengajarkan keterampilan yang sederhana, namun instruksi plus modeling lebih diperlukan untuk keterampilan yang lebih kompleks.

Teknik interpersonal process recall (IPR) yang dikembangkan oleh Kagan dan asosiasinya, merupakan program inovatif lainnya untuk mengajarkan keterampilan konseling. IPR menggunakan umpan balik terhadap video untuk melihat perilaku konselor dalam wawancara. Model IPR dieksplorasi sebagai metode untuk mempercepat pertumbuhan trainee dalam konseling. IPR diaplikasikan pada latihan konselor dengan asumsi bahwa ’recall yang terstimulasi’ terhadap peristiwa yang signifikan selama wawancara konseling yang direkam dapat memfasilitasi pemahaman konselor atas proses konseling yang akan meningkatkan efektifitas konseling. Formulasi asli dari IPR sebagai


(23)

program latihan dikemukakan oleh Kagan dkk (Brown, 1984), prosedurnya meliputi:

1. Trainee melakukan wawancara konseling selama 30 menit dengan trainee sukarela, sesi ini kemudia divideokan.

2. Setelah sesi selesai, konselor meninggalkan ruangan wawancara dan digantikan oleh seorang ’interrogator’ (trainer) yang melakukan sesi recall dengan trainee. Selama pemutaran kembali video sesi konseling, interrogator meminta trainee untuk menghentikan video pada saat-saat yang menjadi moment signifikan dalam rangka mendiskusikan persepsi trainee terhadap perasaan, pemikiran-pemikiran, dan perilaku yang terjadi dalam wawancara konseling yang sebenarnya.

3. Video rekaman sesi recall kemudian direviu oleh trainee. Sementara mendengarkan rekaman video, trainee juga mengikuti catatan tertulis , serta mengarahkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dalam sesi recall.

Revisi prosedural terhadap model latihan IPR telah menambahkan sejumlah elemen pada program tersebut, di antaranya menyajikan recall terhadap konselor yaitu dengan cara memperhatikan reaksi trainee sendiri selama sesi konseling yang divideokan; latihan inquiry yaitu menempatkan konseli berperan sebagai pengamat, yang dikenal dengan sebutan peran ‘interrogator’ dan melaksanakan sesi recall kepada trainee; mutual recall (dimana trainee dan trainee terlibat secara bersamaan dalam sesi recall yang difasilitasi oleh seorang trainer).


(24)

Teknik didactic experiential (DE) dikembangkan oleh Truax dan Carkhuff (1967), pada awalnya program ini dikembangkan untuk mengajarkan kualitas interpersonal seperti kehangatan, empati dan keaslian kepada para terapis. Menurut Russel (1984) latihan didaktis ditujukan sebagai upaya sadar dari lembaga profesi untuk menyiapkan konselor di masa depan dengan perangkat dan respon-respon akurat yang layak. Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran kognitif tentang informasi dan teknik-teknik yang diperlukan untuk konseling yang efektif. Dalam latihan eksperiensial, fokus intelektual dan perolehan teknik dipandang sebagai kebutuhan sekunder dalam eksplorasi diri konselor. Penekanan dilakukan pada kesadaran konselor akan perasaannya sendiri serta pada pengembangan orientasi yang unik terhadap proses konseling. Dengan mempertimbangkan keuntungan dari dua pendekatan pelatihn tersebut, maka Truax dan Carkhuff memberikan model baru yakni model didaktis-eksperiensial yang terintegrasi.

Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.

1. Trainee diberi materi tentang keterampilan dasar yang sedang dipelajari. 2. Trainee diminta untuk memperhatikan rekaman video yang menayangkan

tentang keterampilan dasar yang sedang dipelajari.

3. Trainee diminta untuk menilai respons-respons konselor yang ada dalam tayangan video.

4. Mempraktikkan keterampilan tersebut dalam sesi simulasi (role playing) dengan trainee yang lainnya.


(25)

5. Kemudian bersama-sama dengan trainee yang lainnya mendiskusikan hasil pengamatan dengan memfokuskan pada kesulitan-kesulitan yang ditemui trainee dalam perannya sebagai konselor.

Memperhatikan beberapa hasil penelitian diseputar penguasaan keterampilan konseling individual yang dimiliki oleh konselor (guru bimbingan dan konseling) dan mahasiswa calon konselor serta beberapa teknik latihan konseling rumusan penelitian dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik Mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dengan didactic experiential (DE) dalam keterampilan attending?

2. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik Mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam keterampilan responding?

3. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik Mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam keterampilan personalizing?

4. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam keterampilan initiating?

5. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam


(26)

penguasaan konsep/materi keterampilan dasar konseling individual untuk keterampilan attending?

6. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam penguasaan konsep/materi keterampilan dasar konseling individual untuk keterampilan responding?

7. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam penguasaan konsep/materi keterampilan dasar konseling individual untuk keterampilan personalizing?

8. Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara teknik mikrokonseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) dalam penguasaan konsep/materi keterampilan dasar konseling individual untuk keterampilan initiating?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah menghasilkan teknik-teknik latihan keterampilan konseling indiviual yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam melatihkan keterampilan Attending, Responding, Personalizing, dan Initiating. Secara operasional, tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi dan gambaran berkenaan dengan :


(27)

1. Efektivitas teknik microcounseling, IPR dan DE dalam latihan keterampilan untuk attending, responding, personalizing dan initiating.

2. Efektivitas teknik microcounseling, IPR dan DE yang dapat memperlihatkan keterampilan konseling individual dalam membantu mahasiswa dalam menguasai konsep/materi keterampilan attending, responding. personalizing dan initiating.

3. Pertimbangan untuk memilih teknik dalam melatihkan keterampilan dasar konseling individual (KDKI) yang dipandang efektif.

4. Instrumen yang memiliki validitas yang memadai untuk mengukur kemampuan keterampilan dasar konseling individual (KDKI).

5. Pedoman yang teruji secara rational untuk melatihkan keterampilan dasar konseling individual (KDKI).

6. Membandingkan efektivitas teknik microcounseling, IPR dan DE dalam latihan keterampilan dasar konseling individual (KDKI) melalui penilaian yang diberikan oleh dosen, mahasiswa, dan konseli.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan secara teoretis maupun praktis dan juga bagi pengembangan kelembagaan. Manfaat teoretis hasil penelitian ini memberikan uraian konseptual untuk memperkuat teori yang mendasari pelatihan teknik-teknik keterampilan dasar konseling individual.


(28)

Secara kelembagaan diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan mata kuliah mikrokonseling yaitu (1) ketersediaan konsep/materi dan teknik latihan keterampilan dasar konseling individual yang menjadi bahan dalam mata kuliah mikrokonseling, (2) memberikan kekuatan dalam menyusun kurikulum yang menempatkan mata kuliah Mikrokonseling sebagai mata kuliah praktik yang menuntut waktu, fasilitas, dan proses pembelajaran (latihan) yang berbeda dengan mata kuliah yang bukan praktik, serta (3) mempertimbangkan keterampilan teknik latihan attending, responding. personalizing dan initiating yang telah teruji.

Bagi asosiasi profesi, teknik dan pedoman latihan keterampilan dasar konseling individual (KDKI) yang telah dihasilkan dapat menjadi bahan dalam melakukan latihan kepada anggota profesi yang memerlukan.

E. Asumsi Penelitian

1. Latihan konseling merupakan suatu konseptualisasi yang dilakukan pada penguasaan awal keterampilan konseling bagi mahasiswa yang difokuskan pada pemahaman keterampilan-keterampilan konseling yang khusus (Richard K. Russel, 1984).

2. Hal yang fundamental bagi praktik konseling adalah prinsip-prinsip bahwa strategi, teknik dan program harus didasarkan pada pemahman atas teori konseling dan teori kepribadian. (Patterson dalam Richard K. Russel, 1984) 3. Pendekatan psikodinamik mensyaratkan agar orang yang mengikuti latihan


(29)

diri dan mau belajar untuk menjadi lebih terapeutik melalui self-examination. (Boyd dalam Richard K. Russel, 1984)

4. Pendekatan fenomenologis berasumsi bahwa perubahan perilaku yang konstruktif dalam konseling hanya dapat terjadi dalam lingkungan yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan pertumbuhan psikologis dan aktualisasi diri.

5. Pendekatan behavioral memfokuskan bahwa semua perilaku baik yang adaptif maupun yang non-adaptif dipelajari dan dipelihara melalui prosedur pengkondisian. Perilaku dapat diubah melalui aplikasi sistematik teknik-teknik pengkondisian dan peneguhan.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik-teknik latihan konseling dasar yang memberikan efektivitas terhadap penguasaan keterampilan dasar konseling individual pada mahasiswa. Berdasarkan tujuan tersebut, maka metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan desain Latin-Square (Heppner, Wampold, Kivlighan, 2008). Desain ini dipilih untuk menjamin bahwa seluruh teknik latihan konseling dasar (treatment) disajikan secara seimbang dalam posisi ordinal yang sama, dengan frekuensi yang sama. Desain Latin-Square merupakan cara untuk memperkirakan urutan treatment, karakteristik utama dari desain ini adalah bahwa masing-masing treatment muncul dalam tiap posisi ordinal. Pada tabel berikut disajikan urutan treatment yang dilakukan pada setiap tahap keterampilan dasar konseling (attending, responding,


(30)

personalizing dan initiating) di setiap kelompok mahasiswa yang mengikuti kuliah mikrokonseling.

TABEL 1.1

Urutan Teknik Latihan Konseling Dasar Pada Setiap Tahap Keterampilan Dasar Konseling Individual

Kelompok Kelas

Tahapan Keterampilan Dasar

Attending Responding Personalizing Initiating

A1 Mikrokonseling IPR Didactict experiential Mikrokonseling

A2 IPR Didactic

experiential

Mikrokonseling IPR

B1 Didactic

experiential

Mikrokonseling IPR Didactic

experiential B2 Mikrokonseling IPR Didactic experiential Mikrokonseling

G. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah teknik pelatiahan keterampilan konseling dasar yang meliputi teknik counseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa jurusan PBB angkatan 2007 yang sedang mengikuti mata kuliah mikrokonseling sebanyak 82 orang terdiri dari kelas A dan Kelas B. Sejumlah mahasiswa tersebut kemudian dibagi ke dalam empat kelompok secara acak yaitu kelompok A1, A2, B1 dan B2. Dari jumlah 82 mahasiswa yang mengikuti matakuliah Mikrokonseling, yang menjadi respoden penelitian ini hanya 75 orang karena tujuh mahasiswa yang tidak ikutkan tidak memiliki data yang lengkap untuk disertakan sebagai subjek penelitian.


(31)

H. Langkah-langkah Penelitian

1. Menyusun materi latihan KDKI yang meliputi keterampilan dasar konseling individual (KDKI) attending, responding, personalizing dan initiating

2. Menyusun langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan teknik latihan keterampilan konseling dasar yang meliputi teknik microcounseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE)

3. Menyusun instrument untuk melakukan penilaian (pre dan postes) untuk keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating yang dilakukan oleh dosen, mahasiswa dan konseli (mahasiswa yang berperan sebagai konseli).

4. Menyusun agenda latihan untuk setiap kelompok responden berdasarkan teknik microcounseling, interpersonal process recall (IPR), dan didactic experiential (DE) dengan skenario kegiatan mengikuti desain Latin-Square. 5. Menentunkan kelompok mahasiswa Jurusan PPB angkatan 2007 yang

menjadi subjek penelitian secara acak.

6. Menentukan dosen yang akan menjadi trainer pada setiap kelompok.

7. Menyiapkan video model yang akan menjadi bahan analisis mahasiswa untuk teknik yang memerlukan video model.

8. Menyiapkan fasilitator yang berasal dari mahasiswa Jurusan PPB angkatan 2006 untuk membantu proses rekaman praktik KDKI dan mengadministrasikan format-format penilian yang diberikan oleh dosen, mahasiswa dan konseli.


(32)

9. Menyiapkan perangkat keras (handycam, computer) untuk proses rekaman praktik KDKI.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah uji statistik Analisis Kovarians (ANCOVA), yaitu menghitung perbedaan skor postes dengan menempatkan skor pretes sebagai kovariat. Dengan uji statistik tersebut, hasil pengolahan dapat menginformasikan konsistensi efektivitas teknik microcounseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE) pada keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan fasilitas SPSS.


(33)

97 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini disajikan paparan mengenai metode penelitian dengan pokok pembahasan mengenai pendekatan penelitian, definisi operasional variabel, prosedur dan langkah-langkah penelitian, uji coba item pengembangan instrumen pengumpul data, subjek dan lokasi penelitian, panduan latihan keterampilan dasar konseling individual, serta teknik analisis data penelitian.

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Latin Square jenis within-subject. Desain ini dipilih dengan maksud untuk menguji perbedaan efektivitas tiga teknik pelatihan keterampilan konseling yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik microcounseling, interpersonal process recall (IPR) dan didactic experiential (DE). Desain Latin Square jenis within subject merupakan desain yang memiliki potensi reliansi terhadap penempatan treatmen secara random dan manipulasinya terhadap variabel independen (Hapner, Wampold, Kivlighan, 2008: 166). Lebih jauh, desain within subject cenderung dapat meminimalkan variansi error yang terkait dengan variabilitas normal. Kekuatan lain dari desain ini adalah responden menerima seluruh teknik pelatihan yang menjadi variabel independent.

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen adalah tiga teknik pelatihan konseling individual yaitu microcounseling, interpersonal


(34)

process recall (IPR) dan didactic experiential (DE), sementara variabel dependen adalah penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan konseling dasar individual dan konsepnya. Melalui desain Latin Square, dapat diperoleh informasi tentang efektivitas setiap teknik latihan yang diuji dalam melatihkan keterampilan dasar konseling individual (KDKI) yaitu keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating.

B. Definisi Operasional Variabel Peneltian

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah menguji efektivitas teknik latihan keterampilan dasar konseling individual (KDKI). Pengertian tentang teknik latihan dan keterampilan konseling merujuk pada definisi sebagai berikut.

Definisi operasional teknik latihan KDKI merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Lent (Steven D; 1984: 627) yaitu, konseptuaslisasi langkah-langkah untuk melatihkan keterampilan-keterampilan konseling khusus (dasar) yang diberikan pada awal penguasaan mahasiswa terhadap konseling inidivdual . Keterampilan dasar konseling individual (KDKI) adalah seperangkat keterampilan dasar konseling individual yang perlu dikuasasi oleh mahasiswa sebagai calon konselor. yaitu keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating (Carkhuff, 1984). Teknik-teknik latihan KDKI yang diuji efektivitasnya adalah teknik microcounseling, interpersonal process recall (IPR), dan didactic experiential (DE).

Microcounseling dikembangkan oleh Ivey (1978) beserta rekan-rekannya. Microcounseling merupakan pendekatan yang inovatif dan sistematis untuk


(35)

pelatihan konseling. Teknik ini dikembangkan atas asumsi bahwa keterampilan yang kompleks sangat baik dilatihkan (dibelajarkan) dengan cara mengurainya menjadi beberapa unit perilaku tertentu. Microcounseling atau disebut juga microtraining telah digunakan umtuk mengajarkan beragam keterampilan khusus seperti wawancara, keterampilan memparafrasekan dan pemberian pertanyaan akhir (Ivey, Normington, Miller, Morril dan Haase,1968; Moreland, Philips, Ivey dan Lockhart, 1970). Teknik microcounseling terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut.

a. Trainee melakukan wawancara konseling dengan konseli (trainee yang lain) tentang masalah nyata atau masalah yang disimulasikan.

b. Proses wawancara kemudian direkam menggunakan video.

c. Trainee membaca materi tertulis yang menjelaskan tentang suatu tahap keterampilan dasar konseling.

d. Menyajikan video rekaman sebagai model keterampilan yang sedang dilatihkan.

e. Trainee bersama trainer dan trainee lainnya mengobservasi hasil wawancara, terlepas dari bagaimana ia seharusnya melakukan keterampilan ini.

f. Trainer bersama-sama dengan trainee mereviu keterampilan-keterampilan tersebut, kemudian mereka merencanakan wawancara kedua yang akan dilakukan trainee.

g. Trainee kembali melakukan wawancara konseling dengan konseli yang sama, sesi wawancara direkam kembali melalui video dengan memberi perhatian tertentu pada keterampilan yang sedang dipelajari.


(36)

h. Trainee menerima umpan balik dan mengevaluasi sesi wawancara bersama dengan dosen.

Microcounseling digambarkan sebagai paket pelatihan multikomponen yang membahas beberapa komposisi yang berbeda, meliputi penunjukkan trainer, pembelajaran observasional (observasi-diri dan modeling), umpan balik, dan instruksi. Menurut Lent (1984) struktur multikomponen tersebut masing-masing memiliki kekuatan. Penggunaan komponen secara sendiri-sendiri di antara komponen, atau kombinasi komponen bisa jadi efektif, bergantung pada kompleksitas keterampilan yang harus dikuasai. Contohnya, instruksi saja mungkin cukup untuk mengajarkan keterampilan yang sederhana, namun instruksi plus modeling lebih diperlukan untuk keterampilan yang lebih kompleks. Secara skematis langkah-langkah kegiatan teknik latihan microcounseling mulai dari pretes sampai postes dapat dilihat pada bagan 3.1

Teknik interpersonal process recall (IPR) dikembangkan oleh Kagan dan asosiasinya, teknik ini merupakan program inovatif lainnya untuk mengajarkan keterampilan konseling. Seperti halnya microcounseling, IPR juga menggunakan umpan balik berupa video untuk melihat perilaku konselor dalam wawancara, namun IPR dan microcounseling berbeda dalam beberapa hal. Menurut Kagan teknik IPR awalnya dieksplorasi sebagai metode untuk mempercepat pertumbuhan konseli dalam konseling. IPR diaplikasikan pada pelatihan konselor dengan asumsi bahwa ’recall yang terstimulasi’ terhadap peristiwa yang signifikan selama wawancara konseling yang divideokan dapat memfasilitasi


(37)

pemahaman konselor atas dinamika interpersonal, hal tersebut nantinya akan meningkatkan efektifitas konselor.

P R E T E S P O S T E S Bagan 3.1

Langkah-langkah Kegiatan Teknik Microcounseling Mahasiswa Mengisi Format Penilaian Dosen Mengisi Format Penilaian Konseli Mengisi Format Penilaian Mempelajari Konsep / Materi

Umpan Balik dari Dosen

Praktik Konseling ke-2

Dosen Mengisi Format Penilaian Konseli Mengisi Format Penilaian Mahasiswa Mengisi Format Penilaian Mereview Video Model Mengobservasi

Hasil rekaman ke-1

Pretes Konsep / Materi Praktik Konseling

Ke-1

Postes Konsep / Materi


(38)

Formulasi asli dari IPR sebagai program pelatihan dikemukakan oleh Kagan dkk, prosedurnya meliputi :

a. Trainee melakukan wawancara konseling dengan konseli, sesi ini kemudian direkam (menggunakan video).

b. Konseli melakukan sesi recall terhadap proses konseling (dipandu oleh pertanyaan yang diajukan oleh dosen). Selama pemutaran kembali video sesi konseling, konseli diminta untuk memberikan tanggapan (menghentikan video) terhadap pengalaman konselingnya yang menjadi peristiwa yang berarti (significant moment) untuk mengungkap persepsi konseli terhadap perasaan, pemikiran-pemikiran, dan perilaku yang terjadi dalam wawancara konseling.

c. Trainee mereviu catatan sesi recall, dengan membaca materi/konsep tentang KDKI yang sedang dipelajari, dan mengarahkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dalam sesi recall.

d. Dosen memberikan tanggapan terhadap hasil recall dan pertanyaan yang diajukan trainee.

Revisi prosedural terhadap model pelatihan IPR telah menambahkan sejumlah elemen pada program tersebut, di antaranya mutual recall (dimana konseli dan trainee terlibat secara bersamaan dalam sesi recall yang difasilitasi oleh dosen). Secara skematis langkah-langkah kegiatan teknik latihan IPR mulai dari pretes sampai postes dapat dilihat pada bagan 3.2.


(39)

P R E T E S

P O S T E S

Bagan 3.2

Langkah-langkah Kegiatan Teknik Interpersonal Process Recall (IPR) Postes konsep / materi

Praktik Konseling ke-2 Dosen Mengisi Format Penilaian

Konseli Mengisi Format Penilaian

Mahasiswa Mengisi Format Penilaian Praktik Konseling

Ke-1

Mempelajari Konsep / Materi

Konseli Melakukan Recall Melalui Video

Mencatat Hasil Recall dari Konseli Pretes Konsep / Materi

Mahasiswa Mengisi Format Penilaian

Dosen Mengisi Format Penilaian Konseli Mengisi


(40)

Teknik yang ketiga adalah teknik didactic dan experiential (DE), teknik ini memiliki orientasi yang berasal dari terapi client-centered. Truax dan Carkhuff (Lent, 1984: 638) mengembangkan program pelatihan ‘didaktis-eksperiensial’ untuk mengajarkan kualitas interpersonal seperti kehangatan, empati dan keaslian kepada para terapis. Menurut Russel (Lent, 1984) pelatihan didaktis ditujukan sebagai upaya sadar dari lembaga profesi untuk menyiapkan terapis di masa depan dengan perangkat dan daftar respon-respon akurat yang layak. Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran kognitif tentang informasi dan teknik-teknik yang diperlukan untuk konseling yang efektif. Dalam pelatihan eksperiensial fokus intelektual dan perolehan teknik dipandang sebagai kebutuhan sekunder dalam eksplorasi diri konselor. Penekanan dilakukan pada kesadaran konselor akan perasaannya sendiri serta pada pengembangan orientasi yang unik terhadap proses konseling. Dengan mempertimbangkan keuntungan dari dua pendekatan pelatihan tersebut, maka Truax dan Carkhuff memberikan model baru yakni model didaktis-eksperiensial yang terintegrasi.

Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Trainee diberi materi tentang keterampilan dasar yang sedang dipelajari. b. Trainee diminta untuk mengamati rekaman video yang menayangkan tentang

keterampilan dasar yang sedang dipelajari.

c. Trainee diminta untuk menilai respons-respons konselor yang ada dalam tayangan video model.

d. Mempraktikkan keterampilan tersebut dalam sesi simulasi (role playing) dengan trainee yang lainnya.


(41)

e. Kemudian bersama-sama dengan trainee yang lainnya mendiskusikan hasil pengamatan dengan memfokuskan pada kesulitan-kesulitan yang ditemui trainee dalam perannya sebagai konselor.

Secara skematis langkah-langkah kegiatan teknik latihan DE mulai dari pretes sampai Postes dapat dilihat pada bagan 3.3.

C. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian

Prosedur dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Hasil Penelitian Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang pengalaman mahasiswa dalam mengikuti matakuliah praktik konseling individual dan kebutuhan terhadap pelatihan konseling individual. Hasil penelitian pendahuluan dan survey kebutuhan terhadap pelatihan keterampilan konseling individual menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan teknik pelatihan KDKI serta materi pelatihannya. Penelitian pendahuluan tentang pengalaman mahasiswa dalam mengikuti praktik KDKI diungkap melalui persepsi mahasiswa jurusan PPB angkatan 2003 terhadap materi yang dipelajari dan tingkat kesulitan yang dialaminya selama mengikuti praktik KDKI.

a. Persepsi tentang materi yang dipelajari

Materi yang digunakan dalam pelatihan KDKI adalah keterampilan konseling yang disusun oleh Carkhuff (1984). Berdasarkan materi tersebut, mahasiswa mempersepsi materi pelatihan seperti yang disajikan pada tabel 3.1.


(42)

P R E T E S

P O S T E S

Bagan 3.3

Langkah-langkah Kegiatan Teknik Didactic Experential (DE) Dosen Mengisi

Format Penilaian Konseli

Mengisi Format Penilaian

Mahasiswa

Mengisi Format Penilaian

Mahasiswa Mengisi Format

Penilaian Dosen Mengisi

Format Penilaian Konseli

Mengisi Format Penilaian

Praktik Konseling ke-2

Mempelajari Konsep / Materi

Menilai Respon Video Model Praktik Konseling

Ke-1

Pretes Konsep / Materi


(43)

TABEL 3.1

Persepsi Mahasiswa Tentang Konsep / Materi KDKI

NO KETERAMPILAN

Jumlah mahasiswa yang mempesepsi Sangat mudah dipahami Mudah dipahami Kurang dipahami Sangat kurang dipahami 1 Melibatkan konseli

(attending)

18,52% 81,45% 2 Memfasilitasi konseli untuk

melakukan eksplorasi (responding)

25,92% 74,08%

3 Mendorong konseli memahami keadaan diri, masalah dan tujuan (personalizing)

18,52% 55,55% 7,41%

4 Mendorong konseli melaksanakan langkah-langkah (initiating)

11.11% 81,48% 7,41%

b. Persepsi mahasiswa terhadap pengalaman praktik KDKI

Hasil penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap tingkat kesulitan menggunakan keterampilan konseling disajikan pada tabel 3.2. Data pada tabel tersebut menunjukkan persepsi mahasiswa terhadap pengalamannya dalam mengikuti praktik KDKI cenderung berada pada tingkat mudah dan sulit. Dari 19 jenis KDKI, 10 (sepuluh) keterampilan dipersepsi sulit oleh 50% ke atas mahasiswa. Kesepuluh jenis keterampilan tersebut adalah keterampilan mengamati, mendengarkan tentang peristiwa yang terjadi, merespons isi, perasan dan makna, mempersonalisasikan makna, masalah dan tujuan, serta menginisiasi pengembangan program dan pengembangan jadwal.

Berdasarkan tabel 3.1 dan tabel 3.2, diperoleh informasi untuk bahan pertimbangan menyusun konsep/materi latihan KDKI.


(44)

TABEL 3.2

Persepsi Mahasiswa PPB Angkatan 2003 Terhadap Tingkat Kesulitan Menggunakan Keterampilan Konseling

NO KETERAMPILAN

JUMLAH MAHASISWA SANGAT MUDAH (%) MUDAH (%) SULIT (%) SANGAT SULIT (%)

1 Attending Personally 7,41 55,55 37,04 -

2 Observing - 37,04 59,26 3,70

3 Listening Who 3,70 55,55 40,75 -

4 What 3,70 33,33 59,27 3,70

5 Why - 74,7 25,3 -

6 When 7,41 81,48 11,11 -

7 Where 11,11 85,2 3,70 -

8 How - 9,26 40,74 -

9 Responding to Content 3,70 22,23 70,37 3,70

10 Feeling 3,70 29,63 62,96 3,70 11 Meaning - 14,81 77,77 3,70

12 Personalizing Meaning - 18,52 77,77 3,70

13 Problems - 25,93 62,96 11,11 14 Goal - 33,33 62,96 3,70 15 Initiating:

Defining goal

3,70 88,88 3,70 -

16 Developing program

3,70 33,33 55,55 7,41

17 Developing Schedule

- 25,93 70,07 -

18 Developing Reinforcement

7,41 81,48 11,11 -

19 Individualizing step

18,51 51,8 44,44 -

2. Validasi Rasional Panduan Latihan Keterampilan Dasar Konseling Individual

Untuk melaksanakan pelatihan KDKI yang terencana dan terstruktur diperlukan suatu pedoman pelatihan bagi dosen/trainer. Pedoman yang telah disusun berdasarkan studi pendahuluan kemudian diuji kelayakannya melalui


(45)

penilaian pakar (expert judgment). Validasi rasional dilakukan oleh tiga pakar bimbingan dan konseling dengan kualifikasi doktor yang mendalami materi konseling individual, dan teknik pelatihan konseling. Validasi dilakukan dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan meminta tanggapan, masukan dan koreksi untuk setiap komponen panduan, materi pelatihan serta diskusi untuk masalah-masalah teknik operasional pelaksanaan pelatihan.

Langkah yang ditempuh dalam validasi model adalah teknik respons terinci (Ilfiandra, 2008). Rancangan pedoman yang telah disusun dan instrumen penilaian yang memuat setiap aspek komponen diserahkan kepada validator.

Hasil validasi ketiga pakar yang dimaksud dirangkum dalam tabel 3.3. TABEL 3.3

Hasil Validasi Panduan Pelatihan KDKI

No Pernyataan Saran/Masukan dan bahan Perbaikan

(dari tiga validator) 1 Rasional (Hal. 1-2) 1. Penjelasan tentang dasar legalitas

perlunya keterampilan konseling bagi konselor berdasarkan SKKI.

2. Posisi konseling dalam profesi Bimbingan dan konseling 3. Penjelasan tentang keterampilan

konseling yang perlu dikuasasi oleh konselor

4. Penting keterampilan konseling dilatihkan

2 Tujuan (Hal. 2) 1. Redaksi mengembangkan diganti dengan menguasai keterampilan. 2. Kalimat dalam tujuan dibuat

sederhana dan operasional

3 Asumsi Dasar (Hal. 3) 1. Penggunaan istilah diganti dengan kalimat yang mudah dipahami supaya tidak salah tafsir

2. Asumsi diurutkan mulai dari tingkat filosofis sampai teknis

3. Uraikan secara singkat dasar teori tentang teknik pelatihan yang


(46)

digunakan

4 Karakteristik Trainer (Hal. 4) Penjelasan tentang kompetensi minimal atau pengalaman, keahlian, level akademik dan komitmen. 5 Populasi/Sasaran (Hal. 4) Pengetahuan prasyarat bagai

mahasiswa yang mengikuti pelatihan 6 Prosedur Pelaksanaan (Hal.

4-6)

6.1 Langkah-langkah Model Microcounseling

1. Penjelasan dalam langkah-langkah pelatihan harus operasional sehingga tidak menimbulkan tafsir ganda sehingga menjadi tidak jelas. 2. Kalimat dibuat sederhana dan

spesifik, tidak berulang-ulang 6.2 Langkah-langkah Model

Interpersonal process recall

Penjelasan tentang langkah-langkah yang dilakukan oleh trainer (dosen) dan mahasiswa

6.3 Langkah-langkah Model Didactic experiential

Penjelasan tentang video model

7 Bahan Latihan (Hal. 12-58)

7.1 Materi Keterampilan I (Attending) 1. Penataan sistematika materi 2. Contoh-contoh

3. Konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi

7.1 Materi Keterampilan I (Responding)

1. Penataan sistematika materi 2. Contoh-contoh

3. Konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi

7.3 Materi Keterampilan I (Personalizing)

1. Penataan sistematika materi 2. Contoh-contoh

3. Konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi

7.4 Materi Keterampilan I (Initiating) 1. Penataan sistematika materi 2. Contoh-contoh

3. Konsistensi antara tujuan, materi dan evaluasi

8 Mekanisme Penilaian dan Indikator Keberhasilan (Hal.

59-79)

8.1 Penilaian Keterampilan Attending oleh Dosen

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuakan dengan tujuan


(47)

oleh Trainee/Konselor mahasiswa karena dalam konteks penelitian

8.3 Penilaian Keterampilan Attending oleh Konseli

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

8.4 Penilaian Keterampilan Responding oleh Dosen

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

8.5 Penilaian Keterampilan Responding oleh Trainee / Konselor

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

8.6 Penilaian Keterampilan Responding oleh Konseli

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

7.7 Penilaian Keterampilan Personalizing oleh Dosen

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

7.8 Penilaian Keterampilan Personalizing oleh Trainee/Konselor

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

7.9 Penilaian Keterampilan Personalizing oleh Konseli

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

7.10 Penilaian Keterampilan Initiatiang oleh Dosen

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

7.11 Penilaian Keterampilan Initiating oleh Trainee/Konselor

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

7.12 Penilaian Keterampilan Initiating oleh Konseli

1. Indikator penilaian keterampilan diganti dengan menunjukkan

2. Item pernyataan disesuaikan dengan tujuan

8. Instrumen Penguasaan Konsep (Hal. 80-98)


(48)

8.2 Instrumen Keterampilan Responding

Secara redaksional memadai 8.3 Instrumen Keterampilan

Personalizing

Secara redaksional memadai 8.4 Instrumen Keterampilan Initiating Secara redaksional memadai

D. Uji Coba Item Pengembangan Instrumen Pengumpul Data

Uji coba item pada instrumen pengumpul data, ditujukan untuk menentukan nilai, analisis dan stabilitas skala intrumen berdasarkan distribusi respons dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba. Kelompok uji coba ini ditentukan sesuai dengan karakteristik populasi yang hendak diungkap responsnya dengan item yang sedang disusun. Pada penelitian ini, kelompok uji coba yang dilibatkan adalah 46 mahasiswa S-1 UPI angkatan 2006 jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang tidak disertakan sebagai kelompok sampel penelitian. Pengujian validitas item dilakukan untuk memilih item-item pernyataan terbaik untuk digunakan dalam instrumen.

1. Jenis Instrumen

Ada delapan instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini yakni : (1) instrumen pre-postes penilaian dosen terhadap keterampilan konseling mahasiswa, (2) instrumen pre-postes penilaian mahasiswa terhadap keterampilan konselingnya, (3) instrumen pre-postes penilaian konseli keterampilan konseling mahasiswa, (4) instrumen pre-postes penguasaan konsep keterampilan attending, (5) instrumen pre-postes penguasaan konsep keterampilan Responding, (6) instrumen pre-postes penguasaan konsep keterampilan personalizing, (7) instrumen pre-postes penguasaan konsep keterampilan


(49)

initiating. dan (8) instrumen validasi pedoman pelatihan. Adapun kisi-kisi instrumen dijabarkan dalam tabel 3.4.

2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan definisi operasional variabel penelitian yang di dalamnya mengandung aspek, untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan skala. Pada tabel 3.4 disajikan rincian kisi-kisi instrumen setelah uji coba.

TABEL 3.4

Kisi-kisi Instrumen Penilaian Keterampilan Konseling

KETERAMPILAN SUB KETERAMPILAN NO ITEM

Attending .

Attending 1 s.d 9

Squaring 10 s.d 18

Attending Personally 19 s.d 21

Observing 22 s.d 28

Listening 29 s.d 36

Responding

Merespon terhadap isi berdasarkan keterampilan mendengarkan

1 s.d 5

Merespons terhadap isi 6 s.d 12

Merespons perasaan 13 s.d 18

Merespons makna 19 s.d 20

Personalizing

Mempersonalisasikan masalah 1 s.d 4

Mempersonalisasikan tujuan 5 s.d 7

Initiating

Merumuskan Komponen 1 s.d 4

Merumuskan standar pencapaian hasil 5

Mengembangkan program 6 s.d 8

Menyusun jadwal 9

Mengindividualisasikan langkah tindakan 10 s.d 11


(50)

TABEL 3.5

Perbedaan Deskriptor Penilaian Antara Dosen, Trainee/Mahasiswa dan Konseli

SKALA PENAFSIRAN PENILAI

DOSEN TRAINEE KONSELI

1 Belum

menunjukkan penguasaan terhadap keterampilan Trainee belum menunjukkan penguasaan terhadap keterampilan

Saya tidak dapat menunjukkan keterampilan Konselor tidak menunjukkan penguasaan terhadap keterampilan 2 Menunjukkan

penguasaan yang kurang terhadap keterampilan Trainee menunjukkan penguasaan yang kurang terhadap keterampilan

Saya sudah tahu tentang keterampilan ini tetapi sulit/tidak dapat menunjukkannya Konselor menunjukkan penguasaan yang kurang terhadap keterampilan 3 Menunjukkan

penguasaan yang baik terhadap keterampilan Trainee Menunjukkan penguasaan yang baik terhadap keterampilan

Saya sudah tahu dan dapat menunjukkan keterampilan ini dengan baik

Konselor Menunjukkan penguasaan yang baik terhadap keterampilan 4 Menunjukkan

penguasaan yang baik terhadap keterampilan Trainee Menunjukkan penguasaan yang baik terhadap keterampilan

Saya sudah tahu dan dapat menunjukkan keterampilan ini dengan baik

Konselor Menunjukkan penguasaan yang baik terhadap keterampilan 5 Menunjukkan

penguasaan yang sangat baik terhadap keterampilan Trainee Menunjukkan penguasaan yang sangat baik terhadap keterampilan Saya dapat menunjukkan keterampilan ini dengan sangat baik

Konselor Menunjukkan penguasaan yang sangat baik terhadap keterampilan 3. Uji Validitas Item

Uji coba instrumen pengumpul data ditujukan untuk menentukan nilai, analisis dan stabilitas skala intrumen berdasarkan distribusi respons dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba. Kelompok uji coba ini ditentukan sesuai dengan karakteristik populasi yang hendak diungkap responsnya dengan instrumen yang sedang disusun. Pada penelitian ini, kelompok


(51)

uji coba melibatkan 46 mahasiswa S-1 UPI angkatan 2006 jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang tidak disertakan sebagai kelompok sampel penelitian. Pengujian validitas item dilakukan untuk memilih item-item pernyataan terbaik untuk digunakan dalam instrumen.

Instrumen yang disusun untuk melengkapi panduan pelatihan KDKI secara garis besar dibagi menjadi dua bagian. Pertama, adalah instrumen untuk mengungkap penguasaan konsep dan materi KDKI meliputi materi attending, responding, personalizing dan initiating. Kedua, instrumen untuk menilai penguasaan keterampilan KDKI pada mahasiswa meliputi keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating. Penilian penguasaan KDKI dilakukan baik oleh dosen (trainer), konseli (mahasiswa yang menjadi konseli) maupun oleh mahasiswa (yang menjadi konselor). Pernyataan yang disusun baik untuk penialain yang dilakukan oleh dosen, mahasiswa maupun konseli merupakan pernyataan yang sama, tetapi deskripsi skor yang diberikan berbeda. Uji coba instrumen dilakukan kepada 46 mahasiswa PPB angkatan 2006 yang mengikuti mata kuliah Mikrokonseling. Hasil pengolahan menunjukkan validitas instrumen sebagai berikut.

1. Uji Validitas Item Penguasaan Konsep KDKI

Instrumen yang dibuat untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap materi KDKI terdiri atas 4 jenis yaitu, instrumen untuk mengungkap penguasaan materi attending, responding, personalizing dan initiating. Setiap instrumen terdiri dari 20 item, masing-masing ítem memiliki empat option. Pengujian


(52)

validitas ítem menggunakan rumus Product Moment dalam program Excel untuk selanjutnya dilakukan uji t dan membandingkannya nilai t-tabel dengan p=0.01 . Perbandingan antara hasil t hitung dengan t tabel untuk setiap instrumen dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji validitas ítem penguasaan konsep attending menunjukkan dari 20 soal yang disusun menghasilkan 15 soal yang valid yang dapat digunakan untuk mengukur penguasaan konsep attending. Hasil uji validitas ítem penguasaan konsep responding, menunjukkan dari 20 soal yang disusun menghasilkan 18 soal yang valid untuk dapat digunakan untuk mengukur penguasaan konsep responding. Hasil uji validitas ítem penguasaan konsep personalizing, menunjukkan dari 20 soal yang disusun menghasilkan 14 soal yang valid yang dapat digunakan untuk mengukur penguasaan materi personalizing. Hasil uji validitas ítem penguasaan konsep initiating, menunjukkan dari 20 soal yang disusun menghasilkan 19 soal yang valid yang dapat digunakan untuk mengukur penguasaan materi initiating.

2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penguasaan Keterampilan KDKI

Instrumen yang disusun untuk mengukur penguasaan keterampilan KDKI terdiri dari instrumen keterampilan attending, responding, personalizing dan initiating. Jumlah masing-masing ítem berbeda-beda. Pengujian validitas ítem menggunakan rumus Product Moment dalam program Microsoft Excel 2007 untuk selanjutnya dilakukan uji t dan membandingkannya nilai t-tabel dengan


(53)

p=0.01. Perbandingan antara hasil t hitung dengan t tabel untuk setiap instrumen dapat dilihat pada lampiran.

a. Uji Pengolahan Validitas Item Penguasaan Keterampilan Attending Instrumen yang disusun untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan attending dibuat tiga versi berdasarkan penilainya, yaitu penilaian yang diberikan oleh dosen, mahasiswa (konselor) dan konseli (mahasiswa yang berperan sebagai konseli). Masing-masing instrumen penilaian penguasaan keterampilan attending terdiri dari 36 soal. Hasil uji validitas ítem dari 36 soal yang disusun untuk setiap versi, menghasilkan 36 soal yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur penguasaan keterampilan attending baik menurut penialaian dosen, mahasiswa dan konseli.

b. Uji Validitas Item Penguasaan Keterampilan Responding

Instrumen yang disusun untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan responding dibuat tiga versi berdasarkan penilainya, yaitu penilaian yang diberikan oleh dosen, mahasiswa (konselor) dan konseli (mahasiswa yang berperan sebagai konseli). Masing-masing instrumen penilaian penguasaan keterampilan attending terdiri dari 18 soal. Hasil uji validitas ítem dari 18 soal yang disusun untuk setiap versi, menghasilkan 18 soal yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur penguasaan keterampilan responding baik menurut penialaian dosen, mahasiswa dan konseli.


(54)

c. Uji Validitas Item Penguasaan Keterampilan Personalizing

nstrumen yang disusun untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan personalizing dibuat tiga versi berdasarkan penilainya, yaitu penilaian yang diberikan oleh dosen, mahasiswa (konselor) dan konseli (mahasiswa yang berperan sebagai konseli). Masing-masing instrumen penilaian penguasaan keterampilan attending terdiri dari 7 soal. Hasil uji validitas ítem dari 7 soal yang disusun untuk setiap versi, menghasilkan 7 soal yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur penguasaan keterampilan personalizing baik menurut penialaian dosen, mahasiswa dan konseli.

d. Uji Validitas Item Penguasaan Keterampilan Initiating

Instrumen yang disusun untuk mengungkap penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan initiating dibuat tiga versi berdasarkan penilainya, yaitu penilaian yang diberikan oleh dosen, mahasiswa (konselor) dan konseli (mahasiswa yang berperan sebagai konseli). Masing-masing instrumen penilaian penguasaan keterampilan attending terdiri dari 15 soal. Hasil uji validitas ítem dari 15 soal yang disusun untuk setiap versi, menghasilkan 15 soal yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur penguasaan keterampilan attending baik menurut penialaian dosen, mahasiswa dan konseli.

E. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan PPB FIP UPI angkatan 2007-2008 yang sedang menempuh mata kuliah


(1)

182

menggunakan jurnal latihan yang diisi oleh dosen, maupun mahasiswa. Menggunakan instrumen penilaian yang diuji melalui keterbacaan oleh praktisi, dan konseli di sekolah. Dari sisi pelatih (trainer) dalam hal ini dosen perlu dimonitoring dengan baik supaya perlakuan dan pelayanan yang diberikan memenuhi standar setiap teknik latihan yang digunakan.

Memperhatikan beberapa komponen yang dapat dikembangkan dalam penelitian tentang latihan keterampilan konseling individual, penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Bagaimana efektivitas teknik microcounseling dan DE dengan menambah variasi proses recall dibandingkan dengan teknik microcounseling dan DE tanpa proses recall ? Bagaimana efektivitas teknik microcounseling, IPR dan DE dengan menggunakan materi KDKI yang berbeda? Bagaimana hubungan yang terjadi antara dosen dengan mahasiswa dengan memperhatikan perbedaan individual di antara mahasiswa? Bagaimana determinasi karakteristik mahasiswa dan penguasaan konsep tentang pemahaman perilaku dan perkembangan individu, serta teori konseling terhadap penguasaan keterampilan konseling pada mahasiswa dengan membandingkan teknik latihan yang digunakan? Bagaimana penguasaan KDKI mahasiswa, proses konseling yang dialami oleh konseli, perubahan perilaku (cara berfikir, cara merasa dan cara bertindak) yang dialami konseli sebagai hasil proses konseling dengan menggunakan teknik dan materi keterampilan konseling yang berbeda? Selanjutnya penelitian dapat diteruskan dengan melihat kinerja mahasiswa pada saat mengikuti mata kuliah praktikum konseling individual, program latihan profesi (PLP) dan kemungkinan kinerja


(2)

183

dalam pendidikan profesi konseling (PPK). Secara skematis road map penelitian tentang keterampilan konseling individual dapat dilihat pada gambar 5.1 pada halaman berikut.


(3)

184

Dosen Mahasiswa Teknik Latihan Konsep/Materi Keterampilan

Konseling Individual

v Orientasi Filosofis v Orientasi Teoretis v Kepekaan Budaya

(Cultural Sensitivity)

v Karakteristik pribadi mahasiswa v Kecerdasan

v Gender

v Penguasaan teori/ konsep, dinamika psikologis individu v Orientasi filosofis v Orientasi teoretis v Kepekaan Budaya

(Cultural Sensitivity)

Micro Counseling

IPR DE Teknik

lainnya

Micro + IPR DE + IPR

Brammer, Egan,

Nelson, Mc.Leod, Carrkhuff, Lainnya Keterampilan Konseling Individual

Dinamika Psikologis Mahasiswa

Hubungan/Interaksi Dalam Proses Latihan

Penguasaan KDKI oleh Mahasiswa Proses Konseling yang dialami Konseli Perubahan Perilaku pada Konseli

Praktik Konseling Individual (Akademik, Pribadi Sosial, dan Karir) Praktik Latihan Profesi


(4)

185

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli & Manrihu, M. Thayeb. (1996). Tehnik dan Laboratorium Konseling. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengadaan Tenaga Akademik.

Blocher, Donald. H. (1987). The Professional Counselor. New York : Macmillan Publishing Company.

Brammer, Lawrence. M. (1979). The Helping Relationship : Process and Skills (Second Edition). New Jersey, USA : Prentice-Hall.

Brown, Steven. D & Lent, Robert. W. (1984). Handbook of Counseling Psychology. Canada : John Wiley and Sons Inc.

Carkhuff, Robert. R & Anthony, William. A. (1979). The Skills of Helping. Massachusetts, USA : Human Resource Development Inc.

Carkhuff, Robert. R & Pierce, Richard. M. (1977). The Art of Helping : Trainer’s Guide. Massachusetts, USA : Human Resource Development Inc.

Carkhuff, Robert. R. (1983). The Art of Helping : Fifth Edition. Massachusetts, USA : Human Resource Development Inc.

Cavanagh, Michael. E. (1982). The Counseling Experience : A Theoritical and Practical Approach. Belmont, California : Wadsworth Inc.

Cobia, Debra and Donna Henderson. (2003). Handbook Of School Counselling. New Jersey : Merrill Prentice Hall.

Cohen, Louis & Manion, Lawrence. (1994). Research Methods In Education (Forth Edition). London : Rouletdge.

Creswell, John W. (2008). Educational Research : Third Edition. New Jersey : Pearson Education Inc.

Donohue, William and Krasner. (1995). Handbook Of Psychological Skills Training. Massachusetts : A Longwood Professional Book

Darr, Holly Moore and Chad Snyder. (2003). Gatekeeping : Preparing Quality Counselors. The Journal of The Pennsylvania Counseling Association. [online]. http://www.google.co.id/journalofpennsylvaniacounseling. Tanggal 10 April 2010.


(5)

186

Furqon. (1997). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Gall, Meredith D. (2003). Educational Research An introduction : 7th Edition.

Pearson Education Inc.

Green, Judith L. (2006). Handbook Of Complementary Methods In Education Research. Washington DC : Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Hackney, Harold. L & Cormier, Sherry. (2009). The Professional Counselor : A Process guide to helping (sixth edition). New Jersey : Pearson Education Inc.

Hafina, Anne. (1999). Pengembangan Program Praktik Konseling Berdasarkan Analisis Latihan Keterampilan Konseling Mahasiswa. Tesis Program Magister SPs UPI : tidak diterbitkan.

Heppner, Paul. (2008). Research Design In Counselling : Third Edition. USA : The Tomson Corporation.

Ivey, Allen E. (1999). Intentional Interviewing and Counselling : Four Edition. USA : The Tomson Corporation

Ivey, Allene E and Jerry Auther. (1978). Microcounselling. USA : Charles C Thomas Pub.

Kumpulan Makalah ABKIN : Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia Menuju kearah Standar Nasional, 2003.

Lindon, Jennie and Lance. (2008). Counseling Skills. England : Palgrave Macmillan.

McCrary, Jacquelyn Crim. (2008). Effectiveness of Empathic Response Training on Masters Level Counseling Students : A Dissertation in Counselor Education. [online]. http://www.Crim-McCrary_Jacquelyn_diss.pdf. Tanggal 10 April 2010.

McLeod, John. (2006). Pengantar Konseling : Teori dan Studi Kasus (Edisi Ketiga). Jakarta : Kencana.

McLeod, John. (2007). Counselling Skill. New York : Mc Graw Hill.

McLeod, John. (2003). An Introduction To Counselling. British : WS Bookwell ltd.

Nelson, Richard and Jones. (2009). Introduction To Counselling Skills Text and Activities. India : Sage Publishing.


(6)

187

Nelson, Richard and Jones. (2008). Basic Counselling Skills A Helper’s Manual. India : Sage Publishing.

Niemiec, Paul. (2003). Supervision or You want Me to What. The Journal of The

Pennsylvania Counseling Association. [online].

http://www.google.co.id/journalofpennsylvaniacounseling. Tanggal 10 April 2010.

Nugent, Frank. A. (1990). An Introduction to the Profession of Counseling. Columbus, Ohio : Merill Publishing Company.

Okun, Barbara. F. (1987). Effective Helping Interviewing and Counseling Techniques : Third Edition. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company.

Phillips, Jack J. (1983). Handbook Of Training Evaluation And Measurement Methods. Texas : Gulf Publishing Company.

Rushton, and Davis. (1992). An Evaluation of Training in Basic Counselling Skills. British Journal of Guidance and Counselling. [online]. http://www. rushton_and_davis.pdf. Tanggal 10 April 2010.

Surya, Mohamad. (2003). Psikologi Konseling : Edisi Pertama. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.

Tolan, Janet. (2002). Skills In : Person-Centred Counselling and Psychotherapy. Trochim, William M.K. (1986). Advances In Quasi-Experimental Design And

Analysis.USA : Jossey-Bass Inc.

Willis, Sofyan. S. (2004). Konseling Individual : Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta.

Yeo, Anthony. (1993). Counselling : A Problem-Solving Approach. Singapore : Armore.