BAB I PENDAHULUAN - Persepsi Siswa Tentang Penerapan Teknik Dasar Konseling Dalam Konseling Individual Oleh Guru Pembimbing SMPN Se-Kabupaten Kerinci - Repository Unja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang
diberikan kepada individu-individu dalam upaya membantu individu dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga dapat tercapai perkembangan yang optimal. Selanjutnya dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan berupa pemberian nasihat. Hal ini sebagaimana pendapat Prayitno & Amti (2015:123) yang menyatakan bahwa pemberian bantuan dalam bimbingan dan konseling hanya merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.
Lebih lanjut Bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional di Indonesia, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3). Oleh karena itu, melalui penyelenggaraan pendidikan yang bersinergis dengan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah akan membantu terwujudnya pencapaian tujuan pendidikan nasional dan membantu individu untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Perwujudan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang bermutu dan berkualitas salah satunya sangat dipengaruhi oleh kinerja guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik”.
Sesuai dengan tujuan khusus bimbingan dan konseling, yaitu untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:197), maka guru bimbingan dan konseling mempunyai peran yang penting dalam mengembangkan potensi diri pada setiap siswa.
Prayitno (2017:12) mengemukakan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah antara lain: (1) layanan orientasi, (2) layanan informasi, (3) layanan penempatan dan penyaluran, (4) layanan penguasaan konten, (5) layanan konseling perorangan, (6) layanan bimbingan kelompok, (7) layanan konseling kelompok, (8) layanan konsultasi, (9) layanan mediasi, (10) layanan advokasi. Lebih lanjut Prayitno & Amti (2015:289), menyatakan bahwa layanan konseling perorangan merupakan jantung hatinya pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Senada dengan pendapat Willis (2017:159), yang menyatakan bahwa konseling individual merupakan kunci semua kegiatan bimbingan dan konseling. Oleh sebab itu, guru bimbingan dan konseling di sekolah semestinya menguasai proses, keterampilan dan teknik dalam konseling individual. tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Kusmaryani pada tahun 2010 dalam Jurnalnya yang berjudul “Penguasaan Keterampilan
Konseling Guru Pembimbing di Yogyakarta”, diketahui bahwa sebesar
47% guru pembimbing menggunakan keterampilan konseling secara optimal dan 53% guru pembimbing belum dapat menggunakan keterampilan konseling secara optimal. Berdasarkan data tersebut tentunya menggambarkan bahwa belum semua guru pembimbing menggunakan keterampilan konseling secara optimal pada saat melakukan layanan konseling kepada siswa.
Selanjutnya, hasil penelitian Rizkiwati tahun 2014 dengan judul “Faktor-Faktor Hambatan Profesionalisasi Guru Bimbingan dan
Konseling di SMA Negeri Se-Kota Purwokerto Tahun Ajaran
2013/2014” menyatakan bahwa faktor internal seperti latar belakang
pendidikan (32%) dan kompetensi guru bimbingan dan konseling (25,9%) menjadi faktor penghambat dalam profesionalisasi guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri Se-Kota Purwokerto. Latar belakang pendidikan guru bimbingan dan konseling Se-Kota Purwokerto menunjukan bahwa masih ada 36% dari seluruh jumlah guru bimbingan dan konseling SMA Negeri Se-Kota Purwokerto yang tidak berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling, lalu 16% guru bimbingan dan konseling dari 36% tersebut mengalami kesulitan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, tergolong rendah atau kurang, terutama dalam kompetensi pedagogis dan profesional. Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling sangatlah penting melihat latar belakang pendidikan dan kompetensi yang di miliki guru bimbingan dan konseling itu sendiri. Penelitian ini menyebutkan bahwa guru yang berlatar belakang bukan dari bimbingan dan konseling mengalami kesulitan dalam memberikan layanan konseling kepada siswa. Selain itu, kesulitan dalam memberikan layanan konseling kepada siswa juga dialami oleh guru yang memiliki kompetensi pedagogis serta professional yang rendah. Latar belakang pendidikan yang sesuai dan kompetensi guru BK sangatlah diperlukan, karena hal tersebut dapat menunjang keberhasilan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling.
Berbeda dengan hasil penelitian Triastiti tahun 2014 dengan judul
“Tingkat Pemahaman Keterampilan Konseling pada Guru Bimbingan
dan Konseling SMA Negeri se-Kabupaten Bantul”. Hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa sebagian besar tingkat pemahaman keterampian konseling guru SMA Negeri se-Kabupaten Bantul tergolong pada kategori tinggi. Hasilnya adalah tidak ada guru (0%) dalam kategori sangat rendah maupun kategori rendah, 1 guru (1,67%) dalam kategori sedang, 32 guru (53,33%) dalam kategori tinggi, dan 27 guru (45%) dalam kategori sangat tinggi. Tingginya tingkat pemahaman keterampilan konseling pada guru
SMA Negeri se-Kabupaten Bantul disebabkan oleh latar belakang pendidikan guru yang sesuai, yaitu sebanyak 49 guru BK berlatar belakang S1 BK dan 6 Mengacu pada tiga hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, permasalahan tentang bagaimana penerapan teknik dasar konseling dalam konseling individual oleh guru pembimbing smpn se-kabupaten kerinci. Pada tanggal 22 Maret 2017, peneliti melakukan survey awal studi pendahuluan dengan cara wawancara kepada beberapa guru BK di SMPN Kerinci serta dengan beberapa siswa yang pernah melakukan konseling individual. Hasil yang diperoleh yaitu teknik dasar konseling memang di perlukan pada saat memberikan layanan konseling kepada siswa, akan tetapi teknik dasar konseling tersebut belum digunakan secara optimal.
Tidak optimalnya penggunaan teknik dasar konseling dikarenakan kurang pahamnya guru bimbingan dan konseling terhadap teknik dasar konseling secara menyeluruh, bahkan untuk guru senior ada yang tidak paham dan lupa karena usia yang sudah tua membuat guru tersebut tidak paham dengan penggunaan istilah asing (berbahasa inggris) yang ada pada setiap tahap teknik dasar konseling. Selain itu, beberapa guru bimbingan dan konseling juga merasa dalam memberikan layanan konseling kepada siswa tidak perlu teoritis, tidak harus sama persis dengan tata aturan yang ada di dalam buku, karena yang terpenting dari layanan konseling yaitu hasilnya adalah konseli merasa mampu mengatasi masalahnya. Ada juga guru bimbingan dan konseling yang mengalami hambatan pada saat melakukan konseling karena konseli yang mudah berubah perilakunya sehingga tidak bisa urut dalam menerapkan teknik konseling bahkan tidak menerapkannya. guru bimbingan dan konseling memiliki tingkat pemahaman yang berbeda tentang teknik dasar konseling. Ada yang sewaktu memberikan layanan konseling kepada siswa hanya menggunakan teknik dasar konseling yang dia ketahui saja seperti attending, empati, dan konfrontasi. Ada juga yang merasa penggunaan teknik dasar konseling pada saat melakukan layanan konseling itu tidak di wajibkan atau tidak harus dipakai pada saat melakukan layanan konseling kepada siswa/konseli.
Berdasarkan fenomena yang penulis temukan di salah satu SMP di kabupaten Kerinci yang telah diwawancarai dan penjabaran konsep yang telah dikemuakakan di atas. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “IDENTIFIKASI PENERAPAN TEKNIK DASAR
KONSELING DALAM KONSELING INDIVIDUAL OLEH GURU PEMBIMBING SMPN SE-KABUPATEN KERINCI”.
B. Batasan Masalah
Adapun batasan massalah dalam penelitian ini yaitunya :
1. Mengingat bahwa program Bimbingan dan Konseling berdasarkan BK pola 17+, mencakup sepuluh jenis layanan yaitu: (1) layanan orientasi, (2) layanan informasi, (3) layanan penempatan dan penyaluran, (4) layanan penguasaan konten, (5) layanan konseling perorangan, (6) layanan bimbingan kelompok, (7) layanan konseling kelompok, (8) layanan konsultasi, (9) layanan mediasi, (10) layanan advokasi. Maka dalam penelitian ini dibatasi kepada layanan konselinh individual. individu seperti: (1) perilaku attending (menghampiri klien), (2) empati, (3) refleksi, (4) eksplorasi, (5) kehangatan, (6) bertanya membuka percakapan, (7) bertanya tertutup, (8) dorongan minimal, (9) interpretasi, (10) mengarahkan (11) menyimpukan sementara, (12) memimpin, (13) fokus, (14) konforntasi, (15) menjernihkan, (16) memudahkan, (17) diam, (18) mengambil inisiatif, (19) memberikan nasehar, (20) pemberian informasi, (21) merencakan, (22) menyinpulkan. Maka dalam penelitian ini dibatasi pada: (1) attending, (2) empati, (3) kehangatan, (4) bertanya untuk membuka percakapan, dan (5) dorongan minimal.
3. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP se-Kabupaten Kerinci yang berakreditas sekolah A serta pernah mendapatkan pelayanan konseling individual dari guru BK serta.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek perilaku attending (mengampiri klien) dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
2. Bagaimanakah kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek empati dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se
3. Bagaimanakah kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek kehangatan dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
4. Bagaimanakah kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek bertanya untuk membuka pertanyaan dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
5. Bagaimanakah kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek dorongan minimal dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek perilaku attending (mengampiri klien) dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
2. Mendeskripsikan kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek empati dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
3. Mendeskripsikan kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek kehangatan dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
4. Mendeskripsikan kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek bertanya untuk membuka pertanyaan dalam konseling individual oleh
5. Mendeskripsikan kualitas penerapan teknik dasar konseling pada aspek dorongan minimal dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se kabupaten kerinci yang berakreditas A.
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru bimbingan dan konseling, temuan dari hasil penelitian ini dapat di pakai sebagai bahan acuan dalam peningkatan kualitas diri dalam memberikan layanan konseling.
2. Bagi sekolah, hasil dari penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan pertimbangan kepada para guru bimbingan dan konseling untuk dapat mengikuti diklat, seminar, ataupun workshop guna meningkatkan kemampuannya di bidang keterampilan konseling agar tujuan konseling dapat tercapai.
3. Bagi dinas pendidikan kabupaten Kerinci, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan – kebijakan, mengadakan seminar, workshop, maupun pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas guru bimbingan dan konseling SMP khususnya dalam hal keterampilan konseling.
F. Anggapan Dasar Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Layanan konseling individual merupakan jantung hatinya pelayanan konseling dasar konseling tersebut.
3. Guru BK harus menguasai teknik dasar konselong individual untuk mencapai pelayanan optimal.
4. Guru BK mengalami kesulitan dalam menguasai teknik dasar konseling individual.
G. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan pada penelitian ini adalah :
1. Pada Kualitas mana penerapan teknik dasar konseling pada indikator perilaku attending (menghampiri klien) dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se Kabupaten Kerinci.
2. Pada Kualitas mana penerapan teknik dasar konseling pada indikator empati dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se Kabupaten Kerinci.
3. Pada Kualitas mana penerapan teknik dasar konseling pada indikator Kehangatan dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se Kabupaten Kerinci.
4. Pada Kualitas mana penerapan teknik dasar konseling pada indikator bertanya untuk membuka percakapan dalam konseling individual oleh guru pembimbing SMPN Se Kabupaten Kerinci.
5. Pada Kualitas mana penerapan teknik dasar konseling pada indikator dorongan minimal dalam konseling individual oleh guru pembimbing
H. Defenisi Operasional
Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini yaitu identifikasi merupakan kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari “kebutuhan” lapangan. Sedangkan penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Teknik dasar konseling dalam konseling individu menurut Willis (2017:160), antara lain: (1) perilaku attending (menghampiri klien), (2) empati, (3) refleksi, (4) eksplorasi, (5) kehangatan, (6) bertanya membuka percakapan, (7) bertanya tertutup, (8) dorongan minimal, (9) interpretasi, (10) mengarahkan (11) menyimpukan sementara, (12) memimpin, (13) fokus, (14) konforntasi, (15) menjernihkan, (16) memudahkan, (17) diam, (18) mengambil inisiatif, (19) memberikan nasehat, (20) pemberian informasi, (21) merencakan, (22) menyinpulkan. Selanjutnya tahap awal (defenisi masalah) antara lain: attending, mendengarkan empati, refleksi, eksplorasi, bertanya, menangkap pesan utama, mendorong dan dorongan minimal. Tahap pertengahan (tahap kerja) yaitu menyimpukan, memimpin, memfokuskan, konfrontasi, menjernihkan, memudahkan, mengarahkan, dorongan mimal, diam, mengambil inisiatif, memberikan nasehat, memberikan informasi, dan menafsirkan. Sedangkan tahap akhir antara lain, menyimpulkan, merencanakan, menilai, mengakhiri konseling. Namun dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada tahal awal yaitu membuka percakapan, dan (5) dorongan minimal.
I. Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
GURU BK
PELAYANAN KONSELING INDIVIDU PENERAPAN TEKNIK DASAR KONSELINGINDIVIDU
(1) Attending, (2) empati, (3) kehangatan, (4) bertanya untuk membuka percakapan, dan (5) dorongan minimal..
Willis (2017:160)