Daya antihelmintika infusa biji ceguk (Quisqualis indica L.) terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) secara in vitro

(1)

DAYA ANTIHELMINTIKA INFUSA BIJI CEGUK (Quisqualis indica L.) TERHADAP CACING KAIT ANJING (Ancylostoma spp.)

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm )

Program Studi Farmasi

Oleh :

Rinta Wahyu Mulyaningsih NIM : 028114148

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

Segala perkara dapat kut anggung di

dalam

Dia

yang

memberi

kekuat an

kepadaku (Filipi 4: 13)

K arya ini kupersembahkan untuk:

K eluar gaku tersayang : P api, I buk, dan A dikku R isa

T eman-teman farmasi angkatan 02 (kelas C)

A lmamaterku

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah serta kehendakNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “DAYA ANTIHELMINTIKA INFUSA BIJI CEGUK (Quisqualis indica L.) TERHADAP CACING KAIT ANJING (Ancylostoma spp.) SECARA IN VITRO”. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt. selaku Kaprodi Fakultas Farmasi yang telah memberikan pengarahan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(8)

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si dan Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Laboratorium Parasitologi Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

6. Lembaga Pusat Penelitian Tanaman Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang membantu pengadaan biji tanaman ceguk yang dibutuhkan dalam penelitian.

7. Bapak Purwono dan Bapak Suradi yang membantu proses penelitian di Laboratorium Parasitologi Kedokteran Umum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

8. Widi Widayanto Sardjoeri atas kasih sayang, cinta dan dukungannya. Terima kasih sudah datang dalam kehidupan penulis.

9. Para Dokter, Perawat dan Fisioteraper yang membantu proses kesembuhan penulis.

10. Sahabat-sahabat penulis angkatan 02 kelas C: Dumayanti, Leny Setyawati, Nana, Yuni, Suyono, Hendricus Ledu Gere, Berta, Tjun Liong dan Aria Sanjaya atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini.

11. Teman-teman terkasih Mas Bernard Antony Ginting dan Prana Yoga yang sudah membantu dalam mendapatkan cacing untuk penelitian ini.

12. Teman-teman kos Pipit, Sarah, Retno, Lusi dan Marley atas bantuannya dalam penyusunan skripsi.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(9)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih mendekati sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Agustus 2010

Penulis

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(10)

INTISARI

Penyakit cacingan di Indonesia memiliki prevalensi yang sangat tinggi antara 45-65%. Penyakit cacingan di antaranya adalah Ancylostomiasis yang menyebabkan terjadinya pneumonitis. Penyakit ini ditimbulkan oleh cacing kait anjing (Ancylostoma spp.). Tanaman ceguk (Quisqualis indica L.), merupakan salah satu tanaman yang dikenal masyarakat sebagai obat cacing. Biji ceguk dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat penyakit cacingan. Untuk memperoleh informasi ilmiah mengenai efek antihelmintika biji ceguk, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh daya antihelmintika infus biji ceguk terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) secara in vitro dan mengetahui nilai LC50 dan LT50.

Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Uji daya antihelmintika dibagi dalam 3 kelompok percobaan. Kelompok I adalah kelompok kontrol negatif, dengan merendam cacing dalam larutan NaCl 0,9% b/v. Kelompok II adalah kelompok kontrol positif, yaitu larutan pembanding mebendazole dengan konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,4 dan 0,8 %b/v. Kelompok III adalah kelompok perlakuan, yaitu larutan infusa biji ceguk dengan konsentrasi 5; 10; 20; 40 dan 80% b/v. Setiap kelompok perlakuan dilakukan tiga kali replikasi. Diamati kematian cacing tiap jam sehingga semua cacing mati. Data-data yang diperoleh dari uji daya antihelmintika dilakukan analisis varian satu arah dilanjutkan uji post hoc LSD, dan analisa probit dengan taraf kepercayaan 95%.

Dari hasil penelitian diperoleh waktu kematian cacing rata-rata dalam kontrol negatif adalah 31,11 jam. Infus biji ceguk pada konsentrasi 40% menimbulkan kematian cacing dengan waktu kematian yang berbeda tidak bermakna dibandingkan dengan mebendazole 0,05%, dan infus biji ceguk pada konsentrasi 80% menimbulkan kematian cacing dengan waktu kematian yang berbeda tidak bermakna dibandingkan dengan mebendazole 0,2% dan 0,4%. Dari hasil uji toksisitas diperoleh LC50 infus biji ceguk sebesar 25,78 %, dan LT50 infus biji ceguk adalah 11,12 jam. LC50 mebendazole sebesar 0,15%, dan LT50 adalah 10,78 jam. Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa infus biji ceguk memiliki daya antihelmintika terhadap cacing kait anjing.

Kata kunci: antihelmintika, infusa biji ceguk, Ancylostoma spp., Quisqualis indica L. mebendazole

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(11)

ABSTRACT

Helminth disease in Indonesia has a very high prevalence of between 45-65%. Helminth disease such as Ancylostomiasis, which is causing pneumonitis.

Ancylostomiasis caused by the dog hookworm (Ancylostoma spp.). Rangoon

creeper (Quisqualis ndica L.) is one of the plant used by the community as anthelmintic, especially seeds of rangoon creeper. To get more information about rangoon creeper seeds activity as anthelmintic, then research needed to know about activity of rangoon creeper seeds as anthelmintic against the dog hookworm (Ancylostoma spp.) in vitro and to know LC50 dan LT50.

This research was pure experimental with post test only control group design. Anthelmintic activity test was divided into three experimental groups. Group I was the negative control group, by soaking worms in a solution of NaCl 0.9% w/v. Group II was the positive control group, mebendazole solution with the concentration of 0,05; 0,1; 0,2; 0,4 and 0,8% w/v. Group III was treated groups, namely rangoon creeper seed infusion solution with concentrations of 5; 10; 20; 40 and 80% w/v. Each group performed their respective treatments three times replication. Worm mortality was observed every hour so that all the worms die. Data obtained from conducted anthelmintic activity test performed with one-way analysis of variance followed by post hoc LSD test, and probit analysis with 95% confidence level.

From this research obtained by the death time of worms average in the negative control was 31,11 hours. Rangoon creeper seed infusion at a concentration of 40% leading to death of worms with the time of death was not significantly different with concentration of mebendazole 0,05%, and rangoon creeper seed infusion at a concentration of 80% leading to death of worms with the time of death did not differ significantly by concentration of mebendazole 0,2% and 0,4%. From the results of toxicity tests showed that LC50 rangoon creeper seed infusion was 25,78%, and LC50 of mebendazole was 0,15%. LT50 rangoon creeper seed infusion was 11,12 hours. and LT50 mebendazole was 10,78 hours. From the results of this study it was concluded that the infusion of rangoon creeper seeds had a anthelmintic activity against dog hookworm

Key words: anthelmintic, rangoon creeper infusion, Ancylostoma spp.

Quisqualis indica L., mebendazole

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(12)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 5

2. Keaslian penelitian ... 6

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(13)

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Ceguk (Quisqualis indica L.) ... 8

1. Keterangan botani ... 8

2. Deskripsi tanaman ... 8

3. Kandungan kimia ... 9

4. Manfaat dan penggunaan biji ceguk ... 9

B. Cacing Kait Anjing (Ancylostoma spp.) ... 10

1. Morfologi ... 11

2. Daur hidup cacing Ancylostoma spp. ... 13

3. Patogenitas cacing Ancylostoma spp. pada manusia ... 14

C. Infusa ... 15

D. Antihelmintika ... 16

E. Keterangan empiris ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 21

C. Bahan Penelitian ... 22

D. Alat Penelitian ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 24

F. Analisis Hasil ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(14)

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 55

BIOGRAFI PENULIS ... 89

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pembuatan infusa biji ceguk dengan berbagai variasi

konsentrasi ... 26 Tabel II. Pembuatan larutan mebendazole dengan berbagai variasi

konsentrasi ... 27

Tabel III. Waktu kematian cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) dalam

larutan NaCl 0,9% (uji kelangsungan hidup cacing) ... 33 Tabel IV. Hasil Analisis post hoc ... 37 Tabel V. Jumlah kematian cacing Ancylostoma spp. tiap jam pada

berbagai konsentrasi infusa biji ceguk selama 10 jam ... 38

Tabel VI. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp. pada

berbagai konsentrasi infusa biji ceguk selama 10 jam ... 39 Tabel VII. Jumlah kematian cacing kait anjing tiap jam pada

berbagai konsentrasi mebendazole selama 10 jam ... 40 Tabel VIII. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp. pada

berbagai konsentrasi mebendazole selama 10 jam ... 40 Tabel IX. Fiducial Limit (kisaran batas atas dan kisaran batas bawah)

dari LC50 ... 41 Tabel X. Persamaan garis regresi probit dan harga chi square ... 41 Tabel XI. Kematian cacing Ancylostoma spp. pada konsentrasi infusa

biji ceguk 20% tiap jam selama 12 jam ... 43 Tabel XII. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp. pada

konsentrasi infusa biji ceguk 20% selama12 jam ... 43 Tabel XIII. Kematian cacing Ancylostoma spp. pada konsentrasi

mebendazole 0,1% tiap jam selama 12 jam ... 44 Tabel XIV. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp.

pada konsentrasi mebandazole 0,1% dari jam ke 8-12 ... 45 Tabel XV. Fiducial Limit (kisaran batas atas dan kisaran batas bawah)

dari LT50 ... 45 Tabel XVI. Persamaan garis regresi probit dan harga chi square ... 46

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kapsula bukalis A. braziliense, ekor dan bursa kopulatrik jantan

A. braziliense dan ekor cacing A. braziliense betina ... 11 Gambar 2. Kapsula bukalis A. caninum, ekor dan bursa kopulatrik jantan

A. caninum dan ekor cacing A. caninum betina ... 12 Gambar 3. Kapsula bukalis A. ceylanicum, ekor dan bursa kopulatrik jantan

A. ceylanicum dan ekor cacing A. ceylanicum betina ... 13 Gambar 4. Struktur kimia mebendazole ... 18 Gambar 5. Grafik konsentrasi perlakuan vs rata-rata waktu kematian ... 36

cacing (jam)

Gambar 6. Garis regresi log-probit kematian cacing Ancylostoma spp. oleh infusa biji ceguk dan mebendazole (LC50) ... 42 Gambar 7. Garis regresi log-probit kematian cacing Ancylostoma spp. oleh

infusa biji ceguk dan mebendazole (LT50) ... 47 Gambar 8. Stuktur kimia Alkaloid pyridine ... 48 Gambar 9. Stuktur kimia Quisqualic acid ... 48

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian dari Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ... 54 Lampiran 2. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan dari Bagian Biologi Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ... 55 Lampiran 3. Foto tanaman ceguk (Quisqualis indica L.) ... 56 Lampiran 4. Foto cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) ... 57 Lampiran 5. Data waktu kematian cacing Ancylostoma spp. (jam)

dengan berbagai perlakuan tingkat konsentrasi ... 58 Lampiran 6. Analisis varian satu arah ... 59 Lampiran 7. Post Hoc analisis ... 60 Lampiran 8. Tabel analisa penentuan LC50 infusa biji ceguk terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 71 Lampiran 9. Pengolahan data LC50 infusa biji ceguk terhadap terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 72 Lampiran 10. Tabel analisa penentuan LC50 mebendazole terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 75 Lampiran 11. Pengolahan data LC50 mebendazole terhadap terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 76 Lampiran 12. Tabel analisa penentuan LT50 infusa biji ceguk terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 79 Lampiran 13. Pengolahan data LT50 infusa biji ceguk terhadap terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 80 Lampiran 14. Tabel analisa penentuan LT50 mebendazole terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 83 Lampiran 15. Pengolahan data LT50 mebendazole terhadap terhadap

cacing Ancylostoma spp ... 84

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(18)

Lampiran 16. Tabel persiapan dalam membuat garis regresi probit pada kertas grafik log (LC50 infusa biji ceguk dan mebendazole) ... 87 Lampiran 17. Tabel persiapan dalam membuat garis regresi probit pada kertas

grafik log (LT50 infusa biji ceguk dan mebendazole) ... 88

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(19)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyakit cacingan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di masyarakat. Menurut Tjay dan Rahardja, (2002), penyebaran penyakit ini sangat luas, bahkan mencapai 2 miliyar manusia di seluruh dunia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbag Ekologi dan Status Kesehatan tahun 2009, terdapat 62,42% kasus cacingan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, kasus Ancylostomiasis mencapai 20%, Ascariasis 25,30% dan Trichiuriasis 18,56% (Mardiana dan Djarismawati, 2010). Ancylostomiasis dapat terjadi selain karena infeksi

Ancylostoma duodenale yang dapat mengakibatkan anemia bagi penderita,

terdapat juga kasus Ancylostomiasis dengan inang anjing dan kucing yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonitis pada manusia. Masyarakat pada umumnya kurang menyadari ancaman Ancylostomiasis yang terjadi karena infeksi

Ancylostoma spp. yang terdapat pada kotoran anjing dan kucing, sehingga

diharapkan dengan penelitian ini membantu pemahaman masyarakat tentang ancaman yang sering terabaikan sehingga menjadi lebih waspada. Kasus penyakit cacingan lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis. Hal ini karena iklim tropis merupakan habitat berbagai macam jenis parasit terutama cacing.

Tingkat kehidupan sosial ekonomi yang rendah mengakibatkan perhatian masyarakat terhadap kesehatan menjadi berkurang. Hal ini akan lebih terlihat pada kelompok masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang memiliki sanitasi

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(20)

yang buruk. Masyarakat ini akan lebih mudah terserang berbagai parasit terutama cacing, termasuk cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) yang merupakan cacing tambang dan dapat menyebabkan Ancylostomiasis. Cacing Ancylostoma spp. ini merupakan nematoda yang tergolong dalam soil transmitted helminth (cacing yang dapat menginfeksi melalui tanah) yang hidup di daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Cacing ini pada umumnya hidup pada usus anjing dan kucing, dan dapat menyebabkan terjadinya gangguan Cutaneous Larva Migrans atau Creeping Eruption jika menginfeksi manusia. Menurut Stephen dan Richard (2001), cacing ini dapat menginfeksi manusia ketika berjalan tanpa alas kaki yang memungkinkan terjadinya kontak dengan tanah yang mengandung larva L3 (filariform) yang infektif. Cutaneous Larva Migrans atau Creeping Eruption disebut juga infeksi cacing bawah kulit karena larva memasuki kulit dan bergerak intrakutan, kadang-kadang mereka terpenetrasi ke dalam jaringan yang lebih dalam. Tiap larva membentuk lesi berkelok kelok seperti ular memanjang beberapa milimeter dalam sehari dan rasanya gatal sekali terutama malam hari, sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekunder pada pasien. Migrasi larva dapat terjadi di jaringan yang lebih dalam, yaitu melalui sistem sirkulasi sistemik ke organ paru-paru sehingga dapat menyebabkan terjadinya serangan asma dan pneumonitis. Larva cacing masuk terbawa ke mulut karena kontraksi, sehingga larva dapat ditemukan di dalam sputum penderita. Cacing Ancylostoma

spp. tidak akan fertil dan hidup lama dalam tubuh manusia, akan tetapi infeksinya

dapat menimbulkan gangguan yang serius.

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(21)

Kondisi sosial ekonomi masyarakat dewasa ini membuat masyarakat cenderung memilih pengobatan alam (back to nature) yang dianggap memiliki efek samping yang lebih kecil daripada obat modern. Salah satu tanaman yang berperan dalam pengobatan tradisional adalah ceguk (Quisqualis indica L.), yang menurut Hariana (2006), secara tradisional masyarakat mengobati penyakit cacingan yaitu, Ascariasis, Ancylostomiasis dan Oksiuriaris, dengan merebus biji ceguk kemudian meminumnya. Masyarakat sudah memakai tanaman obat tradisional, khususnya biji ceguk (Quisqualis indica L.) untuk mengobati berbagai penyakit yaitu batuk, sakit kepala, perut kembung, radang ginjal dan penyakit cacingan. Menurut Dalimartha (2006), tanaman ceguk memiliki beberapa kasiat pengobatan, yaitu daun digunalan sebagai obat batuk berdahak dan sakit kepala sedangkan akar digunakan sebagai obat batuk, rasa penuh di lambung, cegukan dan meringankan gejala pegal linu. Masyarakat pada umumnya menggunakan rebusan biji ceguk atau menyeduhnya untuk menyari senyawa yang diduga memiliki aktivitas antihelmintika, karena itu peneliti memilih menggunakan infusa untuk menyari senyawa aktif tersebut. Selain itu, pemilihan penggunaan penyari air karena kelarutan zat yang diduga berkasiat antihelmintika cocok dengan penyari air, yaitu alkaloid, potassium quisqualata dan quisqualic acid. Infusa diharapkan dapat memberikan efek antihelmintika secara sistemik terhadap cacing Ancylostoma spp. yang sudah bermigrasi ke jaringan tubuh yang lebih dalam, yang mengakibatkan pneumonitis. Menurut Chang dan But (2001), biji dan akar ceguk memiliki aktivitas vermisidal pada nematoda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(22)

Aktivitas vermisidal disebabkan oleh kandungan dalam biji dan akar ceguk yaitu

alkaloid pyridine, yang bekerja kompetitif dengan glutamic acid pada reseptor metabotropic glutamate. Alkaloid pyridine juga menginduksi kontraksi otot dan

paralisis spastik pada nematoda kemudian dikeluarkan. Menurut Cirla dan Mann (2003), kandungan potassium quisqualata pada biji ceguk dapat merusak jaringan cacing tambang Necator americanus dengan menstimulasi reseptor nikotinik pada sambungan neurotransmiter dan menyebabkan paralisis yang mengakibatkan cacing dikeluarkan. Menurut Monzon (1995), quisqualic acid dalam biji dan akar ceguk menyebabkan kerusakan seluler cacing tambang (Ancylostoma duodenale). Paralisis menurut Danis (2005), merupakan keadaan di mana terjadi gangguan atau kehilangan fungsi motorik pada suatu bagian, akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot; juga secara analogi, gangguan fungsi sensorik. Berdasarkan aktivitas senyawa antihelmintika yang telah diketahui tersebut, maka diduga biji ceguk memiliki aktivitas antihelmintika terhadap cacing kait anjing yang juga merupakan cacing tambang dan tergolong dalam nematoda. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya antihelmintika infusa biji ceguk sehingga diperoleh alternatif pengobatan terhadap Ancylostomiasis yaitu pneumonitis, yang diakibatkan infeksi

Ancylostoma spp. pada jaringan tubuh yang lebih dalam.

Daya antihelmintika diketahui dengan pengamatan waktu kematian cacing tiap jam, yang kemudian dianalisa menggunakan analisis varian satu arah. Analisis varian satu arah digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok 4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

perlakuan, yang dilanjutkan dengan uji Least – Significant Difference (LSD) (Gujarati, 1997).

Pembanding yang digunakan sebagai kontrol negatif adalah NaCl fisiologis 0,9% b/v untuk menyesuaikan habitat asli cacing pada usus inang (anjing), di mana cairan yang terdapat pada usus cacing merupakan cairan fisiologis (Santoso, Sidik, dan Wattimena, 1991). Mebendazole digunakan sebagai kontrol positif karena menurut Mutscler (1991), Stephen dan Richard (2001), serta Craig dan Stitzel (1990), mebendazole merupakan antihelmintika yang memiliki spektrum luas dan merupakan rujukan untuk mengatasi cacing tambang. Kematian cacing dikoreksi dengan formula Abbott’s apabila terjadi kematian cacing pada kelompok kontrol lebih dari 10%, untuk selanjutnya dilakukan analisis probit untuk mengetahui toksisitas infusa biji ceguk dan mebendazole berdasarkan harga LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing sebesar 50%) (Umniyati, 1990).

1. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah infusa biji tanaman ceguk (Quisqualis indica L.) memiliki daya antihelmintika terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.), secara in

vitro?

b. Berapa nilai LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(24)

sebesar 50%) dari infusa biji ceguk dan mebendazole yang memiliki daya antihelmintika terhadap cacing Ancylostoma spp.?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka dan jurnal oleh penulis, belum pernah dilakukan penelitian tentang daya antihelmintika infusa biji ceguk terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) secara in vitro. Penelitian tentang biji ceguk pernah dilakukan oleh Cirla dan Mann (2003), yang meneliti tentang kandungan kimia tanaman yang tergolong dalam famili Combretaceae dan aktivitasnya terhadap nematoda secara umum

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis : Dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk ilmu kefarmasian terutama dalam bidang pengobatan tradisional, dengan mengetahui daya antihelmintika infusa biji ceguk (Q. indica L.) terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.).

b. Manfaat praktis : Untuk memperoleh bahan obat alami dari biji tanaman ceguk yang dapat digunakan sebagai obat cacing terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Tujuan umum : Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bahan obat yang berasal dari alam yaitu biji ceguk (Q. indica L,) yang dapat 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(25)

digunakan sebagai antihelmintika terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.).

2. Tujuan khusus :

a. Mengetahui daya antihelmintika infusa biji ceguk (Q. indica L.) terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.).

b. Mengetahui nilai LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing sebesar 50%) dari infusa biji ceguk dan mebendazole yang memiliki daya antihelmintika terhadap cacing kait anjing (Ancylostoma spp.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ceguk (Quisqualis indica L.)

1. Keterangan botani

Menurut Hariana (2006), tanaman ceguk termasuk dalam famili Combretaceae dengan nama spesies Quisqualis indica L. Nama umum atau nama Indonesia adalah ceguk, sedangkan nama daerah: antara lain wudani (Melayu), dan ceguk (Jawa Tengah), Bidani (Sunda), rabet dani (Madura), Tigao ( Bugis), kunyi rhabet (Kangean). Nama asing dari tanaman ceguk adalah rangoon creeper (Inggris), dan shi jun zi (Cina).

2. Deskripsi tanaman

Ceguk tumbuh liar di hutan dan di ladang, yang kadang ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman obat. Tanaman ini berasal dari Myanmar dan dapat ditemukan sampai ketinggian 600 m di atas permukaan laut. Perdu, merambat atau memanjat, memiliki panjang 2-8 m, batang berkayu, bercabang-cabang, cabang muda berwarna hijau, dan berduri. Tangkai dan daun muda ditumbuhi rambut halus berwarna coklat kuning. Daun tunggal, letak berhadapan, dan bertangkai pendek. Helaian daun bulat telur memanjang sampai jorong, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata, tulang daun menyirip, berwarna hijau, panjang 5-18,5 cm, dan lebar 2,5-9 cm. Bunga majemuk dan tersusun dalam bulir yang keluar dari ujung tangkai. Bunga bertangkai panjang dengan 5 helai mahkota bunga yang warnanya dapat berubah dari putih kemerahan menjadi merah keunguan, baunya harum.

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(27)

Buah bersegi lima, berbentuk memanjang, ujung dan pangkal menyempit, panjang 2-3 cm, memiliki rasa seperti kelapa. Buah dipanen setelah masak, atau jika sudah berwarna coklat tua. Di dalam buah terdapat biji kecil, berbentuk pipih dan berwarna hitam (Dalimartha, 2006).

3. Kandungan kimia

Biji tumbuhan ceguk memiliki rasa manis, bersifat hangat dan beracun (toksik). Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam biji ceguk di antaranya adalah potassium quisqualata, lemak jenuh, trigonclline, quisqualic

acid, pyridine dan resin. Kulit buah dan daun mengandung potassium quisqualata. Bunga mengandung cyanidine monoglycoside, sementara itu

daun dan tangkainya mengandung tanin, saponin, kalsium oksalat, lemak peroksida dan protein (Hariana, 2006). Menurut Dalimartha (2006), biji ceguk mengandung 25% lemak, yang terdiri dari oleic, myristic, palmitic dan stearic, dan juga mengandung alkaloid, gum dan resin. Biji ceguk menurut Sastroamidjoyo (2001), mengandung minyak lemak, trigonelin, pyridine, resin, dan alkaloid. Senyawa yang memiliki aktivitas antihelmintika menurut Chang dan But (2001) adalah alkaloid pyridine, menurut Cirla dan Mann (2003) adalah potassium quisqualata, dan menurut Monzon (1995), adalah

quisqualic acid.

4. Manfaat dan penggunaan biji ceguk

Biji ceguk memiliki rasa manis, bersifat hangat dan astringen. Simplisia ini masuk meridian limpa dan lambung, serta berkhasiat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(28)

menyehatkan limpa, mematikan cacing (antihelmintika), dan menormalkan fungsi pencernaan (Hariana, 2006).

Menurut Dalimartha (2006), biji ceguk juga digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit yaitu cacingan, anak-anak yang memiliki berat badan kurang, gangguan pencernaan pada anak (disentri), perut kembung, radang ginjal (nephritis), sakit kepala, batuk berdahak dan kecikutan (cegukan).

Pengolahan biji ceguk sebagai obat cacing tradisional adalah dengan membersihkan biji ceguk kering (30 buah), lalu digiling halus dan diseduh dengan menggunakan air panas sebanyak setengah cangkir. Di dalam cangkir tersebut, ditambahkan madu 1 sendok makan selagi hangat, diaduk kemudian diminum sekaligus sebelum tidur (Dalimartha, 2006).

B. Cacing Kait Anjing (Ancylostoma spp)

Cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) merupakan nematoda, yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminth), terdiri dari tiga spesies yaitu

Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum dan Ancylostoma ceylanicum.

Cacing ini banyak ditemukan di negara-negara yang memiliki iklim tropis dan sub-tropis, yaitu Amerika Selatan, Teluk Meksiko, Afrika, dan Asia Tenggara. (Stephen dan Richard, 2001).

10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(29)

1. Morfologi

Menurut Stephen dan Richard (2001), parasit ini umumnya ditemukan pada anjing. Cacing kait anjing terdiri dari tiga jenis, yaitu:

Cacing Ancylostoma braziliense: berbentuk silindris, warna putih keabu- abuan. Cacing ini bila dibandingkan dengan cacing kait lainnya, memiliki ukuran yang paling kecil. Ukuran cacing betina, panjang 9-10,5 mm, lebar 0,38 mm, sedangkan cacing jantan, panjang 7,5-8,8 mm dan lebar 0,35 mm. Kapsula bukalis dilengkapi 2 pasang gigi, di mana 1 pasang gigi medial (dalam) kecil, dan 1 pasang gigi lateral (luar) besar. Celah mulut sempit oval longitudinal, merupakan tanda yang khas untuk membedakan dengan A. ceylanicum. Bursa kopulatrik cacing jantan mempunyai rusuk-rusuk lateral yang kecil dan terpisah antara satu dengan lainnya.

a b c Gambar 1. a. Kapsula bukalis (mulut) cacing A. braziliense (Stephen dan

Richard, 2001)

b. Ekor dan bursa kopulatrik cacing A. braziliense jantan (Stephen dan Richard, 2001)

c. Ekor cacing A. braziliense betina (Miyazaki, 1991)

Ancylostoma caninum dewasa berbentuk silindris, warna kuning

keabu-abuan, dan bila dibanding dengan cacing kait yang lain, ukurannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(30)

paling besar. Cacing betina panjang 12-15 mm, lebar 0,6 mm, sedangkan cacing jantan panjang 9-12 mm, dan lebar 0,4 mm. Kapsula bukalis dilengkapi 3 pasang gigi, gigi sebelah dalam paling kecil, makin ke luar makin besar.

Bursa kopulatrik cacing jantan lebar dengan rusuk lateral panjang tersebar dan saling terpisah.

a b c

Gambar 2. a. Kapsula bukalis (mulut) cacing A. caninum (Stephen dan Richard, 2001)

b. Ekor dan bursa kopulatrik cacing A. caninum jantan (Stephen dan Richard, 2001)

c. Ekor cacing A. caninum betina (Miyazaki, 1991)

Ancylostoma ceylanicum betina dewasa memiliki panjang rata-rata 7

mm, dan cacing jantan 5 mm. Kapsula bukalis dilengkapi 2 pasang gigi, 1 pasang gigi luar agak besar, dan satu pasang gigi dalam sangat kecil. Celah mulut oval transversal, merupakan tanda khusus untuk membedakan dengan celah mulut A. braziliense.

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(31)

a b c

Gambar 3. a. Kapsula bukalis (mulut) cacing A. ceylanicum (Stephen dan Richard, 2001)

b. Ekor dan bursa kopulatrik cacing A. ceylanicum jantan(Stephen dan Richard, 2001)

c. Ekor cacing A. ceylanicum betina (Miyazaki, 1991)

Menurut Miyazaki (1991), semua jenis cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) betina, memiliki bentuk ekor yang sama dan terdapat lubang anus pada ekor cacing betina. Perbedaan dengan cacing jantan cukup terlihat jelas pada bentuk ujung ekor cacing betina.

2. Daur hidup cacing kait anjing (Ancylostoma spp.)

Telur cacing kait (Ancylostoma spp.) terdapat pada kotoran anjing dan telur akan menetas dalam 24-48 jam. Pada temperatur dan kelembaban yang optimal, perkembangan L2 (larva rhabditiform-non infektif) menjadi L3 (larva filariform-infektif) berjalan sangat cepat yaitu dalam 5 hari. Bentuk larva L3 mampu bertahan dalam lingkungan kemungkinan kurang dari satu minggu. Larva akan menumbuhkan ekornya yang akan bergelombang sebagai respon dari getaran, hangat, dan karbon dioksida dan melekat pada inang pada saat terjadi kontak. Invasi terjadi melalui folikel rambut, di mana terdapat saluran yang penting untuk penetrasi pada anjing. Kemudian larva akan mengembang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(32)

menyebabkan infeksi pada anjing. Larva L3 akan mengadakan migrasi di bawah otot, melalui alveoli untuk mencapai usus melalui trakhea atau melalui rute eosophangeal. Larva L3 bergerak menuju usus dan akan melekat pada mukosa dengan kapsula bukalis dan akan berkembang sampai dewasa dalam 1 minggu (Stephen dan Richard, 2001).

Pada Ancylostoma spp., terjadi jalur yang sama pada manusia. Dalam inang definitif, cacing kait akan bertahan kurang lebih selama 6 minggu dan cacing dewasa dapat memproduksi sekitar 28.000 telur tiap hari pada saatnya bertelur, biasanya terjadi pada 1-2 bulan. Pada manusia cacing jantan dan betina dapat ditemukan, meskipun cacing tidak pernah fertil dan cacing tidak akan hidup dalam waktu yang lama (Stephen dan Richard, 2001).

3. Patogenitas cacing kait anjing pada manusia

Cacing Ancylostoma spp. merupakan nematoda yang merupakan soil

transmitted helminth yang menginfeksi manusia ketika berjalan tanpa alas

kaki dan memungkinkan terjadinya kontak dengan tanah yang mengandung larva L3 (filariform – infektif). Infeksi cacing kait anjing dapat menyebabkan terjadinya gangguan Cutaneous larva migrans (perpindahan larva pada jaringan kulit) atau creeping eruption (Stephen dan Richard, 2001).

Gambaran klinisnya terdapat papula berwarna merah disertai dengan rasa gatal,yang terjadi pada tempat masuknya parasit beberapa jam setelah larva menembus kulit. Dalam waktu 2 sampai 3 hari larva mulai bermigrasi dan menimbulkan garis kemerahan yang berkelok-kelok oleh larva yang berpindah-pindah disertai pruritis hebat. Terutama pada waktu malam hari 14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(33)

terasa sangat gatal dan garukan pasien menimbulkan terjadinya infeksi sekunder. Cutaneous larva migrans atau creeping eruption ini dapat berlangsung untuk beberapa minggu bahkan sampai beberapa bulan. Migrasi larva dapat terjadi di jaringan yang lebih dalam yaitu dibawa melalui sistem sirkulasi sistemik ke organ paru-paru sehingga dapat menyebabkan terjadinya serangan asma dan pneumonitis. Larva cacing masuk terbawa ke mulut karena kontraksi, sehingga larva dapat ditemukan di dalam sputum penderita. Pada kasus tersebut biasanya eosinofilia tinggi di dalam darah dan sputum.

Orang yang terinfeksi akan mengalami insomia dan tidak nafsu makan, ini disebabkan karena rasa sangat gatal. Kadang-kadang terjadi sindroma loeffler, eosinofilia, batuk dan pada foto sinar X terlihat infiltrasi sementara pada paru-paru ( Yamaguchi, 1992)

C. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90C selama 15 menit. Simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat kehalusan yang ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci. Kemudian dipanaskan di dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu di dalam panci mencapai 90 C, sambil sekali-kali diaduk. Infusa diserkai sewaktu masih panas melalui kain flanel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air mendidih melalui ampasnya (Anonim, 1986).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(34)

Infundasi adalah proses penyarian yang pada umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Kelebihan metode ini adalah murah, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun dan alamiah. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986).

Menurut Hariana (2006), secara tradisional masyarakat mengobati penyakit cacingan yaitu Ascariasis, Ancylostomiasis dan Oksiuriaris, dengan merebus biji ceguk kemudian meminumnya.

Masyarakat pada umumnya menggunakan pelarut air untuk menyari senyawa yang diduga memiliki aktivitas antihelmintika yaitu alkaloid. Pelarut air sesuai untuk menyari senyawa alkaloid.

D. Antihelmintika

Antihelmintika merupakan obat yang membebaskan tubuh dari infeksi cacing, baik yang berada dalam saluran pencernaan makanan maupun dalam jaringan lain. Obat cacing secara umum dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Vermifuga, bekerja dengan cara memabukkan cacing dalam dosis yang rendah.

2. Vermisida, bekerja dengan cara langsung membunuh cacing (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Obat cacing baru umumnya lebih aman dan efektif dibandingkan dengan yang lama, efektif untuk beberapa macam cacing, rasanya tidak mengganggu atau 16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(35)

pemberiannya tidak memerlukan pencahar, dan beberapa dapat diberikan secara oral dengan dosis tunggal. Penderita yang menggunakan vermifuga dan vermisida harus dapat buang air besar tiap hari (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Menurut Siswandono dan Soekardjo (1995), mekanisme aktivitas antihelmintika juga dikelompokkan menjadi 4, yaitu :

1. Kerja langsung, menyebabkan paralisis atau kematian cacing. Contoh obat cacing yang bekerja secara langsung adalah levamisol, pirantel pamoat dan piperasin sitrat.

2. Efek iritasi, yaitu dengan merusak jaringan cacing, contoh, obat cacing heksil resorcinol.

3. Efek mekanis, yaitu menyebabkan kekacauan pada cacing, terjadi perpindahan dan kehancuran cacing yang disebabkan oleh peristiwa fagositosis, contoh obat, tiabendazole dan mebendazole.

4. Penghambatan enzim tertentu, contoh obat, pirantel pemoat dan levamisol. Mebendazole sebagai kontrol positif merupakan antihelmintika yang paling luas spektrumnya. Dengan nama kimia N-(5-benzoil-2-benzimidazolil) karbamat. Mebendazole menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi setilkolinesterase cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing, sehingga cacing akan mati secara perlahan-lahan (Sukarban dan Santoso, 1995).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(36)

Gambar 4. Struktur Kimia Mebendazole (Mutschler, 1991 )

Tanaman ceguk merupakan salah satu tanaman yang digunakan secara tradisional untuk mengobati penyakit cacingan (Dalimartha, 2006). Menurut Chang dan But (2001), biji dan akar ceguk memiliki aktivitas vermisidal pada nematoda. Aktivitas vermisidal disebabkan oleh kandungan dalam biji dan akar ceguk yaitu alkaloid pyridine, yang bekerja kompetitif dengan glutamic acid pada

reseptor metabotropic glutamate. Alkaloid pyridine juga menginduksi kontraksi

otot dan paralisis spastik pada nematoda kemudian dikeluarkan.

Menurut Cirla dan Mann (2003), kandungan potassium quisqualata pada biji ceguk, dapat merusak jaringan cacing tambang Necator americanus dengan menstimulasi reseptor nikotinik pada sambungan neurotransmitter dan menyebabkan paralisis yang mengakibatkan cacing dikeluarkan. Menurut Monzon (1995), quisqualic acid dalam biji dan akar ceguk menyebabkan kerusakan seluler cacing tambang (Ancylostoma duodenale). Paralisis menurut Danis (2005), merupakan keadaan di mana terjadi gangguan atau kehilangan fungsi motorik pada suatu bagian, akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot; juga secara analogi, gangguan fungsi sensorik.

18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(37)

E. Keterangan Empiris

Indonesia adalah negara yang memiliki angka prevalensi penyakit cacing cukup tinggi. Hal ini karena iklim tropis di Indonesia sangat mendukung perkembangan berbagai macam jenis parasit terutama cacing. Tingkat kehidupan sosial ekonomi yang rendah menyebabkan masyarakat lebih memilih alternatif pengobatan tradisional yang relatif lebih murah. Selain itu, eksplorasi pengobatan tradisional dewasa ini cenderung meningkat karena pengobatan herbal dianggap memiliki efek samping yang lebih kecil daripada obat.

Salah satu tanaman yang berperan dalam pengobatan penyakit cacingan secara tradisional dalam masyarakat adalah ceguk (Quisqualis indica L.). Menurut Hariana (2006), secara tradisional masyarakat mengobati penyakit cacingan yaitu

Ascariasis, Ancylostomiasis dan Oksiuriaris, dengan merebus biji ceguk

kemudian meminumnya. Biji ceguk diduga mengandung senyawa alkaloid

pyridine dan senyawa larut air lainnya yang memiliki aktivitas sebagai

antihelmintika untuk mengobati infeksi cacing Ancylostoma spp. yang sudah masuk ke dalam tubuh lebih dalam yaitu paru-paru, yang dapat mengakibatkan pneumonitis. Penyarian dengan menggunakan metode infundasi bertujuan untuk menyari senyawa yang diduga bersifat antihelmintika, sesuai dengan penggunaan masyarakat pada umumnya.

Daya antihelmintika diketahui dengan pengamatan waktu kematian cacing tiap jam, yang kemudian dianalisa menggunakan analisis varian satu arah yang dilanjutkan dengan uji Least – Significant Difference (LSD) dan analisis probit untuk mengetahui toksisitas infusa biji ceguk dibandingkan dengan Mabendazole

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(38)

berdasarkan harga LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing sebesar 50%). Daya antihelmintika dan harga probit infusa biji ceguk yang diperoleh, diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan potensi pengobatan tradisional dan meningkatkan penggunaan tanaman obat sebagai alternatif pengobatan di masyarakat.

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah ( post test only control group design). Penelitian dilakukan dalam 3 kelompok perlakuan. Kelompok I adalah kelompok kontrol positif menggunakan mebendazol dengan masing-masing konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,4 dan 0,8% b/v. Kelompok yang II adalah kontrol negatif yang berupa larutan NaCl 0,9% b/v. Kelompok yang III adalah kelompok perlakuan dengan infusa biji ceguk (Quisqualis indica L.), dengan masing-masing konsentrasi 5; 10; 20; 40 dan 80% b/v. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas

Infusa biji ceguk (Quiqualis indica L.) dengan 5 kelompok konsentrasi yaitu 5; 10; 20; 40 dan 80%b/v.

b. Variabel tergantung

Daya anthelmintika infusa biji tanaman ceguk dan nilai probit LC50 serta LT50 terhadap cacing Ancylostoma spp. yang ditentukan dengan menghitung jumlah kematian cacing pada tiap jam, sampai semua cacing mati.

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(40)

c. Variabel pengganggu terkendali

Ukuran cacing 5-15mm, suhu percobaan 26°C, tempat tumbuh tanaman (Desa Banjar Arum, Semaken, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta) dan penggunaan mebendazol sebagai kontrol positif dengan lima kelompok konsentrasi yaitu, 0,05; 0,1; 0,2; 0,4% dan 0,8% b/v.

d. Variabel pengganggu tidak terkendali

Jenis kelamin cacing, spesies cacing (Ancylostoma spp.), umur tanaman ceguk dan umur cacing yang didapat dari tempat pemotongan hewan Jalan AM. Sangaji 80, Jetis Yogyakarta.

2. Definisi operasional

a. Biji ceguk adalah biji yang berasal dari tanaman ceguk (Quisqualis indica L.) yang di panen setelah biji tua, ditandai dengan warna biji yang berwarna coklat tua, yang diperoleh dari Desa Banjar Arum, Semaken, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta.

b. Daya antihelmintika adalah kemampuan infusa biji ceguk (Quisqualis indica L.) untuk mematikan cacing kait anjing (Ancylostoma spp.).

c. Infus [Infusa] adalah sediaan yang berupa cairan yang disari dari serbuk biji ceguk dengan air dengan menggunakan metode infundasi. Infus yang dimaksud dalam Anonim, 1986 merupakan infusa.

d. Infundasi adalah cara penyarian yang dibuat dengan cara menyari biji ceguk dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit.

22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(41)

e. Waktu kematian cacing adalah waktu kematian cacing Ancylostoma spp. dalam NaCl 0,9% fisiologis, infusa biji ceguk dan mebendazole, dengan konsentrasi tertentu yang dihitung setiap satu jam.

f. LC50 adalah konsentrasi infusa biji ceguk dan mebendazole yang dibutuhkan untuk mencapai kematian sebesar 50% dari populasi cacing Ancylostoma

spp.

g. LT50 adalah waktu kematian cacing Ancylostoma spp. sebesar 50% pada konsentrasi ekivalen dengan LC50 infusa biji ceguk dan mebendazole. h. In vitro adalah penelitian yang dilakukan untuk menunjukkan gejala yang

diteliti diluar jaringan hidup dalam kondisi laboratorium.

i. Ancylostoma spp. adalah cacing kait anjing yang ditemukan pada usus anjing, yang menyebabkan dapat menyebabkan terjadinya infeksi paru-paru, terdiri dari 3 spesies yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum dan

Ancylostoma ceylanicum yang diperoleh dari tempat pemotongan hewan

Jalan AM. Sangaji 80, Jetis Yogyakarta.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

Biji ceguk (Q. indica L.), yang diperoleh dari Desa Banjar Arum, Semaken, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta, yang dipanen setelah buah berwarna coklat tua kehitaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(42)

2. Subyek uji

Cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) yang diambil dari tempat pemotongan hewan Jalan AM. Sangaji 80, Jetis Yogyakarta. Ukuran cacing yang digunakan adalah 5-15mm.

3. Bahan untuk Uji Daya Antihelmintika

Aquadest, NaCl 0,9% b/v (bahan baku NaCl p.a) dan mebendazole (tablet Vermox ® dengan kandungan mebendazole 500 mg) yang diperoleh dari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

D. Alat Penelitian

Blender, ayakan no.22, panci, pemanas air, kertas saring, timbangan (Scaltec), pinset, mikroskop (Olympus Model CH3ORF200), kamera (Brica digiart F8 15), pot salep, lampu duduk (Cosmo), alat-alat gelas (Pyrex):pipet tetes, gelas Beaker, termometer air, pipet ukur, gelas ukur, labu takar, mortir, stamper dan cawan petri.

E. Tata Cara Penelitian

1. Identifikasi tanaman

Identifikasi tanaman ceguk (Quisqualis indica L.) dilakukan dengan mencocokkan bagian tanaman yang meliputi akar, batang, daun dan biji ceguk dengan buku panduan determinasi tumbuhan (Backer dan Bakhuizen, 1963). Identifikasi dilakukan oleh Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi 24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(43)

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan ditunjukkan dengan surat keterangan identifikasi.

2. Identifikasi cacing

Identifikasi cacing (Ancylostoma spp.) dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan mencocokkan hasil pengamatan cacing di mikroskop dengan buku determinasi cacing (Stephen and Richard, 2001; Pinardi dan Srisasi, 1994; Miyazaki, 1991).

3. Pengeringan dan pembuatan serbuk biji ceguk

Satu kg biji ceguk (Q. indica L.), dibersihkan dari kotoran dan dicuci dengan air mengalir, dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan ditutup kain hitam. Pengeringan dihentikan ketika biji sudah kering yang ditandai dengan biji mudah dipatahkan. Setelah kering biji ceguk diserbuk dengan menggunakan blender, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan no.22 sehingga diperoleh serbuk yang agak kasar. 4. Pembuatan larutan infusa biji ceguk

Penelitian ini menggunakan infusa dalam penyarian zat antihelmintika, karena pemakaian masyarakat pada umumnya merebus atau merendam biji ceguk di dalam air panas. Pembuatan infusa biji ceguk dalam berbagai variasi konsentrasi disajikan dalam tabel I, berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(44)

Tabel I. Pembuatan infusa biji ceguk dengan berbagai variasi konsentrasi

Berat serbuk biji ceguk yang dibuat

infusa (g)

Aquadest yang digunakan (ml)

Konsentrasi infusa biji ceguk (% b/v)

5 100 5

10 100 10

20 100 20

40 100 40

80 100 80

Sejumlah serbuk biji ceguk yang akan dibuat infusa berdasarkan konsentrasi yang telah ditentukan, direbus dalam panci infusa dengan menggunakan aquadest dengan volume 100 ml, selama 15 menit dihitung setelah suhu 90C, sambil sesekali diaduk, diserkai selagi panas, kemudian didinginkan. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air mendidih melalui ampasnya dalam keadaan panas, baru setelah dingin ditambahkan pada cairan infusa tersebut hingga volume 100 ml. (Depkes RI, 1987). Dalam 100 ml larutan tersebut ditambah 0,9 g NaCl p.a, aduk hingga larut, untuk menyesuaikan keadaan fisiologis cacing di dalam tubuh.

5. Pembuatan larutan pembanding mebendazole

Larutan pembanding mebendazole dibuat dengan menggunakan tablet Vermox® yang mengandung mebendazole sebesar 500 mg. Pembuatan larutan mebendazole dalam berbagai variasi konsentrasi disajikan dalam tabel II, berikut ini.

26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(45)

Tabel II. Pembuatan larutan mebendazole dengan berbagai variasi konsentrasi

Berat mebendazole yang dilarutkan dalam aquadest hingga volume 100

ml (g)

Konsentrasi mebendazole (% b/v)

0,05 0,05

0,1 0,1

0,2 0,2

0,4 0,4

0,8 0,8

Pembuatan larutan mebendazole dilakukan dengan cara menghancurkan tablet Vermox®, kemudian ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk masing-masing konsentrasi, dilarutkan dengan air hingga volume 100 ml. Dalam 100 ml larutan tersebut ditambah 0,9 g NaCl p.a untuk menyesuaikan keadaan fisiologis cacing di dalam tubuh.

6. Pembuatan larutan kontrol NaCl 0,9% b/v

Larutan kontrol NaCl 0,9% b/v dibuat dengan menimbang 0,9 g NaCl kristal p.a, kemudian dilarutkan dalam aquadest sampai volume 100 ml. 7. Uji kelangsungan hidup cacing Ancylostoma spp.

Uji kelangsungan hidup cacing dilakukan untuk mengetahui lama hidup cacing normal, tanpa diberi senyawa antihelmintika. Uji ini digunakan sebagai kontrol negatif. Enam ekor cacing kait anjing Ancylostoma spp. direndam ke dalam 30 ml larutan NaCl 0,9 % fisiologis, diamati waktu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(46)

diperlukan sampai cacing mati. Percobaan dilakukan dengan 3 kali replikasi dan dihitung rata-rata waktu kematiannya.

8. Uji antihelmintika infus biji ceguk terhadap cacing kait anjing secara in vitro Uji antihelmintika secara in vitro menurut (Santoso, Sidik dan Wattimena, 1991) adalah sebagai berikut : Sejumlah cawan petri dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok I masing-masing berisi 30 ml NaCl 0,9% b/v, kelompok II masing-masing larutan infusa 5; 10; 20; 40 dan 80% b/v., dan kelompok III berisi larutan pembanding mebendazol dengan konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,4 dan 0,8% b/v. Masing-masing volume larutan sebanyak 30 ml, dan replikasi dilakukan pada tiap perlakuan sebanyak tiga kali. Cacing

Ancylostoma spp. Dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri. Cacing

yang digunakan sama besarnya (5-15 mm) dan masih aktif bergerak atau normal. Cawan petri yang berisi cacing diamati gerakannya setiap jam apakah cacing mati, paralisis atau masih normal. Untuk mengetahuinya dilakukan dengan cara cacing tersebut diusik dengan batang pengaduk, bila cacing diam, dipindahkan dalam air pada suhu 50C. Apabila dengan cara ini cacing masih diam maka cacing tepat mati, bila cacing masih bergerak berarti cacing hanya paralisis. Jumlah kematian cacing pada tiap jam dicatat, sampai semua cacing mati.

F. Analisis Hasil

Daya antihelmintika diukur dengan parameter jumlah cacing yang mati dalam periode waktu 1 jam pada setiap perlakuan yang diberikan. Kematian cacing ditandai dengan kekakuan pada tubuh cacing dan apabila diletakkan dalam

28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(47)

air dengan suhu 50oC tidak memperlihatkan suatu gerakan. Kematian cacing ini dikoreksi dengan formula Abbott’s apabila ada kematian cacing pada kelompok kontrol lebih dari 10%.

Rumus formula Abbott’s

A =

C C B

 

100 X 100% Keterangan :

A: persentasi kematian cacing yang dikoreksi B: persentasi kematian cacing pada kelompok uji C: persentasi kematian cacing pada kelompok kontrol

Daya antihelmintika infusa biji ceguk dianalisis dengan menggunakan analisis varian satu arah yang dilanjutkan dengan uji post hoc LSD untuk mengetahui pada konsentrasi berapa infusa biji ceguk menunjukkan waktu kematian yang berbeda tidak bermakna dengan mebendazole, kemudian dilakukan analisis probit untuk mengetahui toksisitas dari infusa biji ceguk dan mebendazole, berdasarkan harga LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing sebesar 50%).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit cacingan adalah penyakit yang sangat banyak dijumpai pada masyarakat. Angka penyakit ini cukup tinggi yaitu 62,42% (Anonim, 2009). Penyebaran penyakit ini sangat luas, karena Indonesia merupakan negara tropis yang merupakan daerah yang sangat mendukung bagi berbagai macam parasit cacing, salah satunya adalah cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) yang dapat menimbulkan creeping eruption. Apabila tidak teratasi maka dapat terjadi migrasi larva di jaringan yang lebih dalam yaitu dibawa melalui sistem sirkulasi sistemik ke organ paru-paru sehingga dapat menyebabkan terjadinya serangan asma dan pneumonitis. Larva cacing kemudian dapat masuk terbawa ke mulut karena kontraksi, sehingga larva dapat ditemukan di dalam sputum penderita Selain itu, di Indonesia banyak ditemukan daerah-daerah kumuh, sehingga penyakit-penyakit yang timbul akibat infeksi parasit juga sangat banyak. Hal ini diperburuk dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil dan mengakibatkan daya beli masyarakat akan obat cenderung menurun. Tingkat kehidupan sosial ekonomi yang rendah menyebabkan masyarakat lebih memilih alternatif pengobatan tradisional yang relatif lebih murah. Selain itu, eksplorasi pengobatan tradisional dewasa ini cenderung meningkat karena pengobatan herbal dianggap memiliki efek samping yang lebih kecil daripada obat.

Menurut Hariana (2006), salah satu tanaman yang digunakan secara turun temurun sebagai obat penyakit cacingan adalah tanaman ceguk (Quisqualis indica

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(49)

L.). Masyarakat menggunakan rebusan biji ceguk sebagai alternatif antihelmintika. Infusa biji ceguk, diduga memiliki aktivitas antihelmintika terhadap Ancylostoma spp. yang menyebabkan terjadinya pneumonitis pada penderita. Penggunaan infusa ceguk diharapkan dapat digunakan sebagai antihelmintika terhadap Ancylostomiasis melalui sirkulasi sistemik, sehingga tidak cocok untuk mengatasi Ancylostomiasis di mana larva masih terdapat di permukaan kulit (cutaneous larva migrans). Penggunaan konsentrasi perlakuan infusa biji ceguk 5; 10; 20; 40 dan 80 % b/v diperoleh dari orientasi yang dilakukan dalam penelitian

Dalam uji daya antihelmintika ini, dilakukan identifikasi tanaman ceguk

(Q. indica L.) dan identifikasi cacing kait anjing (Ancylostoma spp.). Identifikasi

dilakukan untuk menjamin bahwa bahan yang digunakan memang benar-benar biji tanaman ceguk (Quisqualis indica L.) dan cacing Ancylostoma spp.. Identifikasi tanaman ceguk dilakukan dengan mencocokkan bagian tanaman yang meliputi akar, batang, daun dan biji ceguk dengan buku panduan determinasi tanaman menurut Backer dan Bakhuizen, 1963. Identifikasi yang dilakukan di Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, menunjukkan bahwa memang benar biji yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji ceguk dan ditunjukkan dengan surat keterangan identifikasi (lampiran 2). Identifikasi cacing (Ancylostoma spp.) dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan mencocokkan hasil pengamatan cacing di mikroskop dengan buku determinasi cacing (Stephen and Richard, 2001), (Pinardi dan Srisasi, 1994), dan (Miyazaki, 1991). Hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(50)

identifikasi ini menunjukkan bahwa memang benar cacing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) (lampiran 4).

Dalam pembuatan infusa biji ceguk, biji dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan dilakukan sampai biji kering yang ditandai biji mudah untuk dipatahkan. Pengeringan dilakukan untuk menghindari tumbuhnya cendawan atau jamur yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa aktif yang terdapat di dalamnya. Selain itu, pengeringan ditujukan untuk mencegah terjadinya pembusukan pada saat penyimpanan. Biji ceguk yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender kemudian diayak dengan menggunakan ayakan no.22, dengan tujuan untuk memperkecil ukuran serbuk. Dengan ukuran yang lebih kecil, maka kontak antar permukaan biji ceguk dengan air semakin luas, sehingga semakin banyak senyawa aktif larut air yang akan tersari. Pada penelitian ini digunakan pelarut air, karena masyarakat menggunakan biji ceguk sebagai obat cacing dengan cara menyeduh atau merebusnya dalam air, untuk itu digunakan infusa untuk menyesuaikan penggunaan di masyarakat. Penyaringan infusa dilakukan pada saat infusa dalam keadaan panas karena suhu akan meningkatkan kelarutan senyawa aktif. Bila disaring dalam keadaan dingin, maka dikawatirkan senyawa tersebut mengendap pada ampas. Pemilihan pelarut air karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu murah, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar dan tidak beracun. Selain itu, pemilihan penggunaan penyari air karena kelarutan zat yang diduga berkasiat antihelmintika cocok dengan penyari air, yaitu alkaloid, potassium quisqualata dan quisqualic acid.

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(51)

Uji antihelmintika dilakukan dengan metode perendaman, yang diamati setiap jam sampai semua cacing mati. Pengamatan kematian cacing dilakukan setiap jam karena menurut Santoso dkk, (1991), waktu 1 jam adalah waktu yang optimal dalam pengamatan untuk mendapatkan data lebih banyak. Dalam penelitian ini, digunakan larutan NaCl fisiologis (NaCl 0,9%) untuk uji kelangsungan hidup cacing. Digunakan larutan NaCl fisiologis (NaCl 0,9%), untuk mengkondisikan cacing seperti pada habitatnya, yaitu pada usus anjing. dimana cairan yang terdapat pada usus cacing merupakan cairan fisiologis (Santoso, dkk, 1991). Hasil yang diperoleh dari 3 kali replikasi menunjukkan bahwa rata-rata kematian cacing adalah 31,11 jam. Artinya, rata-rata terjadi kematian cacing 100% pada jam ke-31,11.

Tabel III. Waktu kematian cacing kait anjing (Ancylostoma spp.) pada larutan NaCl 0,9% (uji kelangsungan hidup cacing)

Replikasi Rata-rata waktu kematian cacing (jam)

1. 31,50

2. 31,17

3. 30,67

Rata-rata (x) 31,11

Dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol positif karena sudah terbukti secara klinis sebagai antihelmintika. Menurut Mycek, Harvey dan Champe (2002), mebendazole adalah senyawa benzimidazole sintetik, efektif terhadap berbagai nematoda. Mebendazole bekerja mengikat dan mengganggu sintesis mikrotubulus parasit dan juga menurunkan absorbsi glukosa. Dosis oral 400-500 mg, 3-4 kali sehari. Menurut Craig dan Stitzel (1990), mebendazole

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(52)

adalah derivat benzimidazole sintetik yang memiliki spektrum luas. Mebendazole menjadi pilihan utama untuk pengobatan Ascaris lumbricoides, Trichuris

trichiura, Enterobius vermicularis dan infeksi cacing kait. Parasit yang terpapar

akan dikeluarkan bersama feses. Penggunaan konsentrasi perlakuan mebendazole 0,05; 0,1; 0,2; 0,4 dan 0,8 % b/v diperoleh dari orientasi yang dilakukan dalam penelitian.

Uji antihelmintika adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas infusa biji ceguk terhadap cacing kait anjing. Hasil uji antihelmintika dianalisis menggunakan analisis varian satu arah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar kelompok perlakuan, yang dilanjutkan dengan uji post hoc LSD untuk mengetahui konsentrasi infusa biji ceguk yang menunjukkan waktu kematian berbeda tidak bermakna dengan mebendazole, kemudian dilakukan pula analisis probit untuk uji toksisitas dengan menentukan LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing sebesar 50%) infusa biji ceguk. Analisis daya antihelmintika tersaji pada lampiran 6 dan lampiran 7.

Dalam analisis varian satu arah, terdapat syarat di mana data harus homogen (dalam penelitian ini terdapat beberapa kategori perlakuan, maka pada masing-masing perlakuan itu harus memiliki variance waktu kematian yang kurang lebih sama, apabila tidak homogen maka hasil perhitungan menjadi bias), karena itu dilakukan uji homogenitas. Hasil dari uji homogenitas, diperoleh signifikansi 0,21 karena lebih dari 0,05 maka data dikatakan homogen. Data juga dapat dikatakan homogen dengan melihat angka levene statistik yang diperoleh, 34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(53)

yaitu 1,49 dan kemudian dibandingkan dengan nilai pada tabel sebesar 2,30 (Gujarati, 1997), karena F hitung lebih kecil daripada F tabel, maka data dikatakan homogen. Oleh karena itu, analisis dilanjutkan dengan analisis varian satu arah. Uji analisis varian satu arah data kematian cacing menunjukkan signifikansi 0,00 yang berarti ada perbedaan nyata rata-rata kematian cacing antar kelompok perlakuan. Selain dengan melihat nilai signifikansi, dapat juga dengan membandingkan nilai F hitung sebesar 637,76 dengan nilai F tabel sebesar 2,30. Oleh karena F hitung lebih besar daripada F tabel, maka dikatakan terdapat perbedaan nyata rata-rata kematian cacing antar kelompok perlakuan.

Hasil analisis varian menunjukkan waktu kematian cacing antar kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol negatif (NaCl 0,9%) fisiologis dengan melihat mean ± SE. SE merupakan standar error yang menunjukkan ketepatan perhitungan. Jadi semakin kecil nilai SE, maka semakin tepat perhitungannya (Lampiran 6). Jumlah kematian rata-rata cacing yang diperoleh berdasarkan jumlah total cacing dalam tiap kategori perlakuan yaitu, 18 ekor cacing Hasilnya adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(54)

21.67 19.33 15.78 13.44 10.17 13.5 11.89 10.28 9.83 6.44 31.11 0 5 10 15 20 25 30 35 Perlakuan R a ta -r a ta w a k tu c a ci n g m a ti ( ja m )

Gambar 5. Grafik konsentrasi perlakuan vs rata-rata waktu kematian cacing (jam)

Keterangan :

NaCl fis. : NaCl fisiologis (NaCl 0,9%) Inf BC. : infusa biji ceguk

Meb. : Mebendazole

Berdasarkan gambar 5, menunjukkan bahwa waktu rata-rata kematian cacing (Ancylostoma spp.) dengan perlakuan infusa biji ceguk dan mebendazole dibandingkan dengan dengan NaCl fisiologis (NaCl 0.9%) berbeda bermakna. Hal ini terlihat dari grafik batang pada semua kelompok perlakuan, tidak ada yang melampaui grafik batang pada kelompok kontrol negatif. Berbeda bermakna artinya bahwa perbedaan rata-rata waktu kematian cacing Ancylostoma spp. sangat besar antara kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan infusa biji ceguk. Hal ini menunjukkan bahwa infusa biji ceguk memiliki aktivitas antihelmintika. Data analisis variansatu arah secara rinci terdapat pada lampiran 6. Analisis kemudian 36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(55)

dilanjutkan dengan uji post hoc. Hasil uji post hoc terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel IV. Hasil analisis post hoc

Perlakuan NaCl

Fis.

Meb. 0,05%

Meb. 0,1%

Meb. 0,2%

Meb. 0,4%

Meb. 0,8%

NaCl Fis. - BB BB BB BB BB

Inf BC. 5% BB BB BB BB BB BB

Inf BC. 10% BB BB BB BB BB BB

Inf BC. 20% BB BB BB BB BB BB

Inf BC. 40% BB BTB BB BB BB BB

Inf BC. 80% BB BB BB BTB BTB BB

Keterangan :

NaCl fis. : NaCl fisiologis (NaCl 0,9%) Inf BC. : Infusa biji ceguk

Meb. : Mebendazole

BB : Berbeda bermakna

BTB : Berbeda tidak bermakna

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa infusa biji ceguk pada konsentrasi 40% menimbulkan kematian cacing dengan waktu kematian yang berbeda tidak bermakna dengan mebendazole 0,05%, dan infusa biji ceguk pada konsentrasi 80% menimbulkan kematian cacing dengan waktu kematian yang berbeda tidak bermakna dengan mebendazole 0,2% dan 0,4%. Pengolahan data statistika Anava secara rinci tersaji pada lampiran 6 dan 7.

Uji toksisitas infusa biji ceguk dan mebendazole dilakukan dengan menghitung LC50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian cacing sebesar 50%) dan LT50 (waktu yang menunjukkan kematian cacing sebesar 50%) dengan analisis probit. Perhitungan terdapat dalam lampiran 8 dan 9. Perhitungan LC50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(56)

infusa biji ceguk digunakan data kematian cacing pada jam ke 10 karena pada jam tersebut, diperoleh syarat perhitungan probit, yaitu kematian cacing rata-rata mencapai 5-95% (Umniyati, 1990), selain itu pada jam ke 10, menghasilkan 5 buah data prosentase rata-rata kematian cacing, karena syarat probit terdapat mininal 5 data valid untuk bisa dihitung. Dalam perhitungan LC50 infusa biji ceguk, tidak perlu dilakukan koreksi dengan formula Abbott’s karena tidak terjadi kematian cacing pada kelompok kontrol negatif pada jam ke 10. Jumlah kematian cacing Ancylostoma spp. tiap jam pada berbagai konsentrasi infusa biji ceguk adalah sebagai berikut.

Tabel V. Jumlah kematian cacing Ancylostoma spp. tiap jam pada berbagai konsentrasi infusa biji ceguk selama 10 jam

Jam Jumlah kematian cacing tiap konsentrasi infusa biji ceguk (%)

80% 40% 20% 10% 5%

1 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0

5 1 0 0 0 0

6 3 1 0 0 0

7 4 2 0 0 0

8 7 4 2 1 0

9 10 6 3 3 1

10 15 10 8 5 2

Berdasarkan tabel V, maka pengolahan data probit menggunakan lima buah data total prosentase kematian cacing pada jam ke 10, data tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.

38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(57)

Tabel VI. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp. pada berbagai konsentrasi infusa biji ceguk selama 10 jam

Konsentrasi (%) Jumlah total cacing (ekor)

Jumlah total kematian cacing (ekor)

Prosentase kematian (%)

80 18 15 83,33

40 18 10 55,56

20 18 8 44,44

10 18 5 27,78

5 18 2 11,11

Dari data tabel VI, dilakukan penentuan LC50 infusa biji ceguk dengan analisis probit. Perhitungan analisis probit terdapat pada lampiran 8 dan 9. Hasil pengolahan data diperoleh LC50 infusa biji ceguk adalah 25,78% yang artinya, infusa biji ceguk mampu menyebabkan kematian cacing Ancylostoma spp. sebanyak 50%, pada konsentrasi 25,78%. Persamaan regresi log probit yang diperoleh adalah y = 1,71x + 2,59 dengan nilai X2 (Chi square) hitung sebesar 0,62 sedangkan nilai X2 tabel taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df 3) adalah sebesar 7,80. Derajat kebebasan adalah jumlah variabel yang diuji-2 (Umniyati,1990). Chi square hitung lebih kecil dari chi square tabel, maka respon cacing terhadap infusa biji ceguk bersifat homogen.

Penentuan LC50 mebendazole digunakan data kematian cacing

Ancylostoma spp. pada jam ke 10. Jumlah kematian cacing Ancylostoma spp. Tiap

jam pada berbagai konsentrasi mebendazole selama 10 jam adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(58)

Tabel VII. Jumlah kematian cacing Ancylostoma spp. tiap jam pada berbagai konsentrasi mebendazole selama 10 jam

Jam Jumlah kematian cacing tiap konsentrasi mebendazole (%)

0,8% 0,4% 0,2% 0,1% 0,05%

1 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0

4 2 0 0 0 0

5 7 1 0 0 0

6 11 3 2 0 0

7 12 4 3 1 0

8 15 5 6 2 1

9 17 9 8 4 2

10 17 13 10 8 5

Berdasarkan tabel VII, maka pengolahan data probit untuk menentukan LC50 mebendazole menggunakan 5 buah data total prosentase kematian cacing pada jam ke 10 adalah sebagai berikut.

Tabel VIII. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp. pada berbagai konsentrasi mebendazole selama 10 jam

Konsentrasi (%) Jumlah total cacing (ekor)

Jumlah total kematian cacing (ekor)

Prosentase kematian (%)

0,8 18 17 94,44

0,4 18 13 72,22

0,2 18 10 55,55

0,1 18 8 44,44

0,05 18 5 27,77

Perhitungan LC50 mebendazole ini juga tidak perlu dikoreksi dengan formula Abbott’s karena pada kelompok kontrol negatif tidak terjadi kematian selama waktu percobaan 10 jam. Perhitungan LC50 mebendazole terdapat pada lampiran 10 dan 11. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data (tabel VIII) adalah bahwa LC50 mebendazole sebesar 0,15% yang berarti mebendazole mampu membunuh cacing Ancylostoma spp. sebanyak 50% pada konsentrasi 40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(59)

0,15%. Persamaan regresi probit yang diperoleh y = 1,78x + 2,93 dengan X2 (Chi

square) sebesar 0,90, sedangkan nilai X2 tabel taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df 3) adalah sebesar 7,80. Chi square hitung lebih kecil dari chi square tabel, maka respon cacing terhadap mebendazole bersifat homogen. Perhitungan LC50, dilanjutkan dengan menghitung Fiducial Limit (kisaran batas atas dan kisaran batas bawah) LC50 dari infusa biji ceguk dan mebendazole (tabel IX). Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan Fiducial limit.

Tabel IX. Fiducial Limit (kisaran batas atas dan kisaran batas bawah) dari LC50

Perlakuan LC50 (%) Kisaran batas bawah (%)

Kisaran batas atas (%) Infusa biji

ceguk

25,78 21,99 32,64

Mebendazole 0,15 0,11 0,16

Persamaan garis regrasi probit LC50 infusa biji ceguk dan mebendazole ditunjukkan pada tabel berikut

Tabel X. Persamaan garis regresi probit dan harga chi square

Bahan uji Persamaan regresi probit Chi square

hitung

Chi square

tabel Infusa biji

ceguk

y = 1,71x + 2,59 0,62 7,80

Mebendazole y = 1,78x + 2,93 0,90 7,80

Berdasarkan persamaan tersebut (tabel X), maka dapat dibuat garis regresi probit untuk menggambarkan hasil percobaan. Grafik % kematian cacing

Ancylostoma spp. vs konsentrasi pada kertas grafik log probit dibuat dengan

menggunakan kertas grafik log probit. Pada mebendazole, konsentrasi dikalikan 100 untuk memperoleh nilai log positif yang kecil. Tabel persiapan pembuatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(60)

garis regresi probit LC50 infusa biji ceguk dan mebendazole terdapat pada lampiran 16. Dalam penelitian ini, telah diketahui bahwa respon kematian cacing terhadap infusa biji ceguk bersifat homogen, sehingga dapat diketahui bahwa garis regresi probit secara bermakna menggambarkan hasil penelitian.

Gambar 6. Garis regresi log – probit kematian cacing Ancylostoma spp. oleh infusa biji ceguk dan mebendazole (LC50)

Berdasarkan gambar garis probit larutan mebendazole terletak di kiri garis probit infusa biji ceguk. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi yang dibutuhkan mebendazole untuk membunuh cacing dalam waktu yang sama, lebih kecil dari infusa biji ceguk.

Analisis probit juga dilakukan untuk menentukan LT50 infusa biji ceguk dan Mebendazole. Nilai LT50 infusa biji ceguk, ditentukan berdasarkan konsentrasi yang mendekati LC50 infusa biji ceguk 25,78% yaitu konsentrasi 42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(61)

20%. Penentuan LT50 infusa biji ceguk menggunakan data pada konsentrasi infusa biji ceguk 20% sebagai berikut.

Tabel XI. Kematian cacing Ancylostoma spp pada konsentrasi infusa biji ceguk 20% tiap jam selama 12 jam

Jam Jumlah total cacing (ekor)

Jumlah total kematian cacing (ekor)

Prosentase kematian (%)

1 18 0 0

2 18 0 0

3 18 0 0

4 18 0 0

5 18 0 0

6 18 0 0

7 18 0 0

8 18 2 11,11

9 18 3 16,67

10 18 8 44,44

11 18 9 50

12 18 10 55,56

Berdasarkan (tabel XI), maka pengolahan data probit menggunakan lima buah data total prosentase kematian cacing pada jam ke 12. Data tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel XII. Prosentase kematian cacing Ancylostoma spp. pada konsentrasi infusa biji ceguk 20% selama 12 jam

Waktu (jam) Jumlah total cacing (ekor)

Jumlah total kematian cacing (ekor)

Prosentase kematian (%)

8 18 2 11,11

9 18 3 16,67

10 18 8 44,44

11 18 9 50,00

12 18 10 55,56

Pengolahan data LT50 infusa biji ceguk terdapat pada lampiran 12 dan 13. Hasil pengolahan data diperoleh LT50 infusa biji ceguk pada konsentrasi 20% adalah 11,12 jam, yang artinya infusa biji ceguk dengan konsentrasi 20%, mampu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(1)

Lampiran 15. Pengolahan data penentuan LT50 mebendazole terhadap cacing Ancylostoma spp.

1. x =

w Sn x w Sn . . .

x =

068 , 49 252 , 49

x = 1,00375 2. y = w

w Sn y w Sn w . . . w

y =

068 , 49 664 , 232 w

y = 4,74166

3. Syw.yw = Sn.w.yw2 -

w Sn y w Sn W . ) . . ( 2

Syw.yw = 1117,45605 -

068 , 49 ) 664 , 232 ( 2

S.yw.yw = 14,24139

4. Sx.yw = Sn.w.x.yw -

w Sn y w Sn x w Sn w . ) . . )( . . (

Sx.yw = 235,09933 -

068 , 49 ) 664 , 232 )( 252 , 49 (

Sx.yw = 1,56286

5. Sx.x = Sn.w.x2 -

w Sn y w Sn W . ) . . ( 2

Sx.x = 49,61179 -

068 , 49 ) 252 , 49 ( 2


(2)

Lampiran 15. Lanjutan

6. Slope (b) b =

x Sx

y Sx w

. .

b =

17510 , 0

56286 , 1

b = 8,92553 7. Persamaan

Y = Yw + b(xx)

Y = 4,74166 + 8,92553 (x-1,00375) Y = 4,74166 + 8,92553x – 8,95900 Y = 8,92553x – 4,21734

8. Varian V =

w Sn.

1

V =

068 , 49

1

V = 0,02038 9. Varian Slope

Vb = x Sx.

1

Vb =

17510 , 0

1


(3)

Lampiran 15. Lanjutan

10. Chi Square

X2 = Syw.yw -

x Sx

y Sx W

. ) .

( 2

X2 = 14,24139 -

17510 , 0

) 56286 , 1

( 2

X2 = 0,29204 11. Standar Error (s.e.b)

s.e.b =

x Sx.

1

s.e.b =

1751 , 0

1

s.e.b = 5,71102 s.e.b = 2,38977

12. LT 50 =

b y

x w

  5 LT 50 =

92553 , 8

74166 , 4 5 00375 ,

1  

LT 50 = anti log 1,03269

LT 50 = 10,78177 jam


(4)

Lampiran 16. Tabel persiapan dalam membuat garis regresi probit pada kertas grafik log probit

I. Berdasarkan persamaan garis log probit y = 1,71x + 2,59 (LC50 infusa biji ceguk)

Konsentrasi infusa biji ceguk (%)

Log dosis (x) Probit (y) Mortalitas (%)

80 1,90 5,83 76,67

40 1,60 5,30 62,40

20 1,30 4,89 45,95

10 1,00 4,30 24,25

5 0,70 3,78 11,20

II. Berdasarkan persamaan garis log probit y = 1,78x + 2,92 (LC50 mebendazole)

Konsentrasi mebendazole (%)

Log dosis (x) Probit (y) Mortalitas (%)

0,8 1,90 6,31 95,00

0,4 1,60 5,95 83,00

0,2 1,30 5,24 59,50

0,1 1,00 4,70 38,33

0,05 0,70 4,17 20,33


(5)

Lampiran 17. Tabel persiapan dalam membuat garis regresi probit pada kertas grafik log probit.

I. Berdasarkan persamaan garis log probit y = 8,217x – 3,59 (LT50 infusa biji ceguk) pada jam ke 8-12.

Waktu (jam) Log waktu (x) Probit (y) Mortalitas (%)

8 0,90 3,80 11,60

9 0,95 4,21 21,50

10 1,00 4,62 35,33

11 1,04 4,95 48,00

12 1,08 5,28 61,00

II. Berdasarkan persamaan garis log probit y = 8,93x – 4,22 (LT50 mebendazole) pada jam ke 8-12.

Waktu (jam) Log waktu (x) Probit (y) Mortalitas (%)

8 0,90 3,82 10,20

9 0,95 4,26 20,30

10 1,00 4,71 38,67

11 1,04 5,05 52,00


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Rinta Wahyu Mulyaningsih

Tempat dan tanggal lahir : Purworejo, 2 Agustus 1983 Nama Orang Tua : Sapto Priyolaksono dan Susana M. Pendidikan : Penulis menempuh pendidikan di TK Yayasan Wanita Kereta Api (YWKA) Kutoarjo, pada tahun 1988-1889. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri Karangrejo, dari tahun 1989-1995. Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh penulis pada tahun 1995-1998 di Sekolah Menengah Pertama I Kutoarjo. Penulis melanjutkan pendidikan Lanjutan Tingkat Atas di Sekolah Menengah Umum Negeri I Kutoarjo pada tahun 1998-2001. Setamat dari SMU, pada tahun 2002 penulis melanjutkan Pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.