Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan kapsul lunak Obat Herbal Terstandar (OHT) rheumakur yang beredar di pasaran menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik - USD Repository

PENETAPAN KADAR KURKUMIN DALAM SEDIAAN KAPSUL LUNAK

  ®

OBAT HERBAL TERSTANDAR (OHT) RHEUMAKUR YANG

BEREDAR DI PASARAN MENGGUNAKAN METODE

  

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

  Program Studi Farmasi Oleh:

  Dian Prahara Florentino Wara NIM: 078114107

FAKULTAS FARMASI

  

Persetujuan Pembimbing

PENETAPAN KADAR KURKUMIN DALAM SEDIAAN KAPSUL LUNAK

®

  

OBAT HERBAL TERSTANDAR (OHT) RHEUMAKUR YANG

BEREDAR DI PASARAN MENGGUNAKAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

  Skripsi yang diajukan oleh: Dian Prahara Florentino Wara

  NIM: 078114107 telah disetujui oleh

  

Pengesahan Skripsi Berjudul

PENETAPAN KADAR KURKUMIN DALAM SEDIAAN KAPSUL LUNAK

OBAT HERBAL TERSTANDAR (OHT) RHEUMAKUR ® YANG

  

BEREDAR DI PASARAN MENGGUNAKAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

  Oleh: Dian Prahara Florentino Wara

  NIM: 078114107 Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

  Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 24 Juni 2011

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Bukan Manusia yang berusaha dan

Tuhan yang menentukan, namun

Tuhan yang memberi pilihan dan

manusia yang memilih, berusaha

dan bertanggung jawab atas pilihan

hidupnya…..

manusia berhenti makan karena kenyang, berhenti berjalan karena lelah namun tidak berhenti mengejar ilmu dan kesenangan…

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaiman layaknya karya ilmiah.

  Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

  Yogyakarta, 3 Juni 2011

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Dian Prahara Florentino Wara Nomor Mahasiswa : 078114107

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

  “PENETAPAN KADAR KURKUMIN DALAM SEDIAAN KAPSUL

  ®

LUNAK OBAT HERBAL TERSTANDAR (OHT) RHEUMAKUR YANG

BEREDAR DI PASARAN MENGGUNAKAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

  “ beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 3 Juni 2011

  

PRAKATA

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Kurkumin Dalam Sediaan Kapsul Lunak Obat Herbal Terstandar (OHT) Rheumakur® Yang Beredar Di Pasaran Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendorong, memotivasi dan memberikan saran hingga selesainya skripsi ini, terutama kepada:

  1. Bapak Ipang Djunarko M.Sc, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Christine Patramurti, M.Si, Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis, memberikan masukan, kritik, solusi, dan memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

  3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Penguji yang memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.

  4. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini

  5. Bapak Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. atas pemberian baku kurkumin

  6. Ibu Rini Dwi Astuti, M.Sc, Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu dan pengalaman yang berharga sehingga berguna dalam proses penyusunan skripsi.

  8. Seluruh staff laboratorium, staff keamanan, dan kebersihan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  9. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma atas koleksi buku-buku serta akses internetnya sehingga penulis memperoleh bahan-bahan yang cukup lengkap dalam penulisan skripsi ini

  10. Keluargaku tercinta, Papa Bernadus Wara, Mama Monica, Mbak Maria Emyrensiana dan adikku tersayang Daniela.

  11. Katarina Kusmiyanti yang selalu mendukung dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi.

  12. Benny Nugroho selaku teman seperjuangan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

  13. Teman-teman skripsi satu tema kurkumin atas kerjasama dan dukungannya selama penyusunan skripsi.

  14. Teman-teman FST dan FKK 2007 atas pengalaman, keceriaan, dan kebersamaan yang tak kan terlupakan.

  15. Semua teman-teman Farmasi, terima kasih atas kebersamaannya.

  16. Teman-teman jaman TK, SD dan SMP yang sekarang sedang mengejar cita-

  17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membantu penulis dalam perkembangan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi pembaca.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  Hal HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. vi PRAKATA .................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii

  INTISARI .................................................................................................... xviii

  

ABSTRACT .................................................................................................. xix

BAB I. PENGANTAR ................................................................................

  1 A. Latar Belakang .................................................................................

  1 1. Permasalahan .............................................................................

  3 2. Keaslian penelitian ....................................................................

  3 3. Manfaat penelitian .....................................................................

  4 B. Tujuan Penelitian .............................................................................

  4 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .........................................................

  5

  ® B. Rheumakur ...................................................................................

  8 C. Kapsul lunak ...................................................................................

  9 D. Obat herbal terstandar ...................................................................

  9 E. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ..................................

  11 F. Standardisasi ekstrak .......................................................................

  14 G. Spektrofotometri visibel .................................................................

  17 H. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ...................................................

  18 1. Definisi dan instrumentasi KCKT ............................................

  18 2. Kromatografi partisi fase terbalik .........................................

  20 3. Waktu retensi dan resolusi ........................................................

  22 4. Analisis kulitatif dan analisis kuantitatif ..................................

  23 I. Landasan Teori ................................................................................

  24 J. Hipotesis ..........................................................................................

  25 BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................

  26 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................................

  26 B. Variabel Penelitian ...........................................................................

  26 1. Variabel bebas ............................................................................

  26 2. Variabel tergantung ....................................................................

  26 3. Variabel pengacau terkendali .....................................................

  26 C. Defisnisi Operasional .......................................................................

  27 D. Bahan Penelitian ..............................................................................

  27

  1. Pemilihan dan pengambilan sampel .........................................

  28 2. Pembuatan asam asetat glasial 2% ...........................................

  28 3. Pembuatan metanol pH 4 sebagai pelarut .................................

  28 4. Pembuatan fase gerak ...............................................................

  29 5. Pembuatan larutan baku kurkumin ...........................................

  29 6. Penentuan panjang gelombang maksimum kurkumin ..............

  30 7. Pembuatan kurva baku kurkumin .............................................

  30

  8. Optimasi waktu ekstraksi kurkumin dalam sampel

  ® Rheumakur ..............................................................................

  30 9. Penetapan kadar ........................................................................

  31 G. Analisis hasil ....................................................................................

  32 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................

  33 A. Pemilihan Sampel …........................................................................

  33 B. Pembuatan Pelarut............................................................................

  36 C. Pembuatan Fase Gerak ....................................................................

  36 D. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal Kurkumin dengan Spektrofotometri Visibel ..................................................................

  37 E. Pembuatan Seri Larutan Baku Kurkumin ........................................

  39 F. Analisis Kualitatif Kurkumin ...........................................................

  41

  ® G. Optimasi Waktu Ekstraksi kurkumin dalam Rheumakur ..............

  44

  ® H. Penetapan Kadar Kurkumin dalam Sampel Rheumakur ................

  48

  B. Saran ................................................................................................

  53 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

  54 LAMPIRAN ................................................................................................

  57 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................

  81

  

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil uji keseragaman bobot .................................................

  Tabel II. Data kurva baku kurkumin ................................................... Tabel III. Hasil pengukuran AUC sampel dengan variasi waktu menggunakan ultrasonikator .................................................

  Tabel IV. Hasil perhitungan kadar kurkumin dalam masing-masing apotek ....................................................................................

  Tabel V. Nilai normalitas data apotek 1, 2, dan 3 ................................ Tabel VI. Nilai uji Kruskall-Wallis data apotek 1, 2, dan 3 .................. Tabel VII. Nilai uji Mann-Whitney data apotek 1 dan 2 ........................ Tabel VIII . Nilai uji Mann-Whitney data apotek 1 dan 3 ........................ Tabel IX . Nilai uji Mann-Whitney data apotek 2 dan 3 ........................

  34

  39

  46

  47

  48

  49

  49

  50

  50

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur dari kurkuminoid ........................................................

  6 Gambar 2. Reaksi degradasi kurkumin pada pH basa ...............................

  7 Gambar 3. Produk fotodegradasi kurkumin ...............................................

  7

  ® Gambar 4. Produk Rheumakur .................................................................

  8 Gambar 5. Logo Obat Herbal Terstandar …...............................................

  10 Gambar 6. Aspek dan tahapan skematik standardisasi ..............................

  16 Gambar 7. Peralatan KCKT .......................................................................

  16 Gambar 8. Reaksi pembuatan kolom oktadesilsilan...................................

  21 Gambar 9. Pemisahan dua senyawa ...........................................................

  23

  36 Gambar 11. Spektra serapan kurkumin dengan pelarut campuran metanol p.a dan asam asetat glasial 2% pada pH 4 ............................

  

18

Gambar 10. Reaksi degradasi kolom C pada pH asam ≤ 2 .....................

  37 Gambar 12. Gugus kromofor dan auksokrom kurkumin ...........................

  38 Gambar 13. Kurva baku kurkumin .............................................................

  40 Gambar 14. Kromatogram baku kurkumin (a) dan kurkumin dalam sampel (b) ..............................................................................

  41 Gambar 15. Gugus nonpolar dari kurkumin ..............................................

  42 Gambar 16. Interaksi kurkumin dengan fase gerak metanol p.a:asam asetat glasial 2% membentuk ikatan hidrogen ....................

  42

  selama 5; 10; 15; 20; 25; dan 30 menit .................................

  45

  ® Gambar 19. Kurva optimasi waktu ekstraksi sampel Rheumakur ............

  47

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jaminan Keaslian Baku Kurkumin Hasil Sintesis ...................

  59

  75

  68

  64

  63

  61

  60

  57

  Lampiran 2. Hasil Uji Stabilitas Kurkumin pada pH 3-5 dengan Spektrofotometer Visibel pada rentang 200-500 nm ..........

  56

  Lampiran 10. Data Uji Statistik ...................................................................

  ® .............................................................

  Sampel Rheumakur

  Lampiran 8. Kromatogram Penetapan Kadar Kurkumin dalam Sampel ..... Lampiran 9. Data Hasil Perhitungan Penetapan Kadar Kurkumin dalam

  Lampiran 5. Hasil Uji Keseragaman Bobot dan Contoh Perhitungannya ... Lampiran 6. Data Kurva Baku Kurkumin ................................................... Lampiran 7. Kromatogram Ekstraksi Sampel Menggunakan Ultrasonikator ......................................................................

  Lampiran 3. Perhitungan Kepolaran Fase Gerak ........................................ Lampiran 4. Spektra Serapan Kurkumin dengan Pelarut Campuran Metanol p.a dan Asam Asetat Glasial 2% pada pH 4...........

  76

  

INTISARI

  Kurkumin diketahui memiliki efek farmakologi sebagai antiinflamasi, hepatoprotektor, antioksidan serta antikanker sehingga banyak digunakan sebagai komponen utama obat tradisional golongan obat herbal terstandar (OHT). Aktifitas farmakologi kurkumin tergantung pada ketepatan dan keseragaman dosis. Berdasarkan penjelasan di atas, dibutuhkan adanya penelitian untuk

  ®

  menetapkan kadar kurkumin dalam suatu sediaan OHT Rheumakur untuk menjamin mutu dan kualitas sediaan OHT.

  Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang digunakan adalah kondisi sistem yang optimal dan memenuhi parameter validasi. Sistem KCKT fase terbalik yang optimal menggunakan fase diam oktadesilsilan (C18), fase gerak metanol : asam asetat glasial 2% (95:5 v/v), kecepatan alir 1,0 ml/menit dengan detektor visible pada panjang gelombang 432 nm. Parameter validitas metode yang digunakan adalah selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan rentang pada kadar 6,5 ppm.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rata-rata kurkumin yang

  ®

  terdapat dalam sediaan padat OHT merk Rheumakur yang beredar dipasaran untuk setiap apoteknya masing-masing 39,6350 ± 1,5242; 39,5934 ± 0,3594; dan 47,2658 ± 0,8192 % (b/b) dengan nilai CV masing-masing 3,8456%; 0,9078%; dan 1,7331%. Reprodusibilitas kadar tiap apotek menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna apotek 1 dengan apotek 3 serta apotek 2 dan apotek 3. Pada apotek 1 dan 2 tidak memiliki perbedaan bermakna.

  ®

  Kata kunci: kurkumin, KCKT, penetapan kadar, Rheumakur

  

ABSTRACT

  Curcumin is known to have pharmacological effects as an anti- inflammatory, hepatoprotector, antioxidant and anticancer so widely used as a major component of traditional medicine standardized herbal drug classes (OHT). Pharmacological activity of curcumin depends on the accuracy and uniformity of dosage. Based on the explanation above, it takes a study to determine levels of curcumin in a preparation OHT Rheumakur ® to ensure the quality and the quality of preparations OHT.

  This was a non-experimental descriptive. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) reversed phase system used was the optimal condition and meet the validation parameters. Reversed phase HPLC system using the optimal stationary phase octadecylsylane (C18), mobile phase methanol: glacial acetic acid 2% (95:5 v / v), flow rate 1.0 ml / min with visible detector at wavelength 432 nm. Parameter validity of the method used is the selectivity, linearity, accuracy, precision, and range in levels of 6.5 ppm.

  The results showed that the average content of curcumin contained in solid dosage OHT Rheumakur ® brand in the market for each respective apoteknya 39.6350 ± 1.5242, 39.5934 ± 0.3594, and 47.2658 ± 0, 8192% (w / w) with each CV value 3.8456%, 0.9078% and 1.7331%. The reproducibility levels of each pharmacy showed that there were significant differences pharmacy pharmacy 1 with 3 and 2 and pharmacy 3. At pharmacy 1 and 2 do not have significant differences.

  ®

  Keywords: curcumin, HPLC, determination, Rheumakur

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam

  penyakit saat ini sudah cukup banyak digunakan di masyarakat. Menurut data WHO (World Health Organization), sebanyak 80% dari populasi masyarakat di negara-negara yang berada di benua Asia dan Afrika, menggunakan obat tradisional untuk terapi (WHO, 2005). Obat tradisional yang banyak digunakan dan beredar di pasaran adalah kunyit yang kandungan zat aktifnya kurkumin.

  Salah satu contoh produk obat tradisional yang mengandung kurkumin adalah

  ® Obat Herbal Terstandar (OHT) Rheumakur .

  Kurkumin merupakan senyawa berwarna kuning-orange yang terkandung di dalam tanaman bergenus Curcuma sp. Senyawa ini diketahui memiliki efek farmakologi sebagai antiinflamasi, hepatoprotektor, antioksidan serta antikanker (Anonim, 2002). Dalam penggunaannya sebagai obat yang berkhasiat menyembuhkan reumatik, maka efek farmakologi kurkumin yang diinginkan ialah sebagai antiinflamasi. Kurkumin sebagai antiinflamasi memiliki mekanisme kerja dengan menghambat lipooksigenase dan siklooksigenase 2 (Anonim, 2002).

  ®

  Produk OHT Rheumakur yang beredar di pasaran dalam bentuk sediaan

  ®

  kapsul lunak diproduksi oleh PT Phytochemindo. Dalam produk Rheumakur timbulnya rasa nyeri yang sering dikeluhkan penderita penyakit reumatik (Anonim, 2011).

  ®

  Pada kemasan sampel OHT Rheumakur tertulis bahwa kadar kurkumin dalam bentuk kurkuminoid adalah 10 mg. Dosis kurkumin tersebut dapat berkurang akibat suhu yang tidak dijaga selama proses distribusi maupun penyimpanan di setiap apotek. Suhu dapat mempengaruhi kestabilan kurkumin.

  Perubahan kestabilan kurkumin dapat mempengaruhi kadar kurkumin yang ada di dalam kapsul. Berkurangnya kadar kurkumin ini dapat mempengaruhi efek farmakologi yang diinginkan.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dibutuhkan adanya penelitian untuk

  ®

  menetapkan kadar kurkumin dalam suatu sediaan OHT Rheumakur untuk menjamin mutu dan kualitas sediaan OHT. Penjaminan mutu berguna untuk

  ® menjamin khasiat dan keamanan produk OHT Rheumakur .

  Penelitian mengenai penetapan kadar kurkumin dalam sediaan OHT dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik selektif karena metode ini dapat memisahkan senyawa dalam campuran multikomponen dengan sensitifitas yang tinggi sehingga diperoleh pemisahan yang baik. Metode KCKT juga merupakan metode yang cocok untuk analisis kuantitatif senyawa dalam campuran karena tidak perlu dilakukan proses pemisahan senyawa tersebut terlebih dahulu (Johnson dan Stevenson, 1978).

  Penelitian ini merupakan tahap akhir dari serangkaian penelitian yang menggunakan metode KCKT fase terbalik. Pada penelitian tentang optimasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan padat OHT dengan metode KCKT fase terbalik, didapatkan kondisi KCKT yang optimal, yaitu fase gerak metanol p.a : asam asetat glasial 2% (95:5, pH 4,0) dan flow rate 1,0 mL/menit serta nilai resolusi ≥ 1,5 (Kusmiyanti, 2011). Sedangkan pada tahap validasi penetapan kadar kurkumin dalam sediaan padat OHT dengan metode KCKT fase terbalik telah memenuhi parameter akurasi, presisi, linearitas dan spesifisitas pada kadar 6,5 ppm (Nugroho, 2011).

  1. Permasalahan ®

  a. Berapakah kadar kurkumin dalam sediaan kapsul lunak OHT Rheumakur yang beredar di pasaran? b. Apakah terdapat perbedaan kadar kurkumin pada sediaan kapsul lunak OHT

  ®

  Rheumakur yang diperoleh dari apotek yang berbeda dengan nomor batch yang sama?

  2. Keaslian penelitian

  Berbagai penelitian terhadap kurkumin telah dilakukan dari ekstraksi, sintesis, aktivitas farmakologisnya hingga penetapan kadarnya dalam suatu sediaan obat. Pemisahan kurkumin dengan RP-HPLC pernah dilakukan dengan komposisi fase gerak asetonitril:asam asetat 7,6% (55:45) (Yang, Pan, and Xu, 2006). Penelitian dengan judul “Curcumin Quantification in Dosage Forms using

  

High Performance Liquid Chromatography” juga pernah dilakukan menggunakan

  (Musfiroh, Indriyati, Susilawati, dan Percekawati, 2007). Namun penetapan kadar

  ®

  kurkumin dalam sediaan OHT merk Rheumakur dengan metode KCKT fase terbalik dengan fase gerak campuran metanol p.a:asam asetat glasial 2% (95:5),

  flow rate 1,0 ml/menit belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai kualitas dan mutu sediaan OHT yang berhubungan dengan keamanan dan khasiat penggunaannya.

  b. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan untuk analisis penetapan kadar kurkumin dalam sampel OHT dengan metode KCKT fase terbalik.

B. Tujuan Penelitian

  1. Melakukan penetapan kadar kurkumin pada sediaan kapsul lunak OHT

  ® Rheumakur yang beredar di pasaran dengan metode KCKT fase terbalik.

  2. Menganalisis hasil penetapan kadar kurkumin pada sediaan kapsul lunak

  ®

  OHT Rheumakur yang berasal dari tiga apotek berbeda dengan nomor batch yang sama untuk mengetahui adakah perbedaan kadar dalam sampel.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kurkumin Kurkumin merupakan senyawa fitokimia yang berwarna kuning-orange

  yang secara praktis tidak larut dalam air. Kurkumin atau diferuloilmetan merupakan senyawa yang terdapat dari ekstrak tanaman bergenus Curcuma sp.

  Senyawa ini diperoleh dengan ekstraksi menggunakan etanol. Struktur dari Kurkumin (C

21 H

  20 O 6 ) pertama kali ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel dan

  Pellatier dan pada tahun 1910 disebut diferuloilmetan (Aggarwal, Kumar, Shishodia, 2005). Kurkumin tidak larut dalam air namun larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida. Kurkumin memiliki melting point 183°C, dengan rumus molekul C

  21 H

  20 O 6 dan memiliki berat molekul 368,37 g/mol (Kiswanto, 2005).

  Selain kurkumin, terdapat juga senyawa derivat yang lain dan senyawa derivat ini dinamakan "Kurkuminoid". Kurkuminoid ini meliputi kurkumin, demetoksikurkumin, bis-demetoksikurkumin, dan komponen lainnya. Dalam kurkuminoid komersial itu mengandung kurkumin (77%), demetoksikurkumin (18%), dan bis-demetoksikurkumin (5%).

  A B C Keterangan:

A: Kurkumin, B: Demetoksikurkumin, C: Bis-demetoksikurkumin

  

Gambar 1. Struktur dari kurkuminoid

  Secara spektrofotometri, diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum kurkumin (λ max ) di metanol yaitu 430 nm. Absorbansi maksimal 415 - 420 nm dalam aseton dan 1% larutan kurkumin mempunyai 1650 unit absorbansi. Kurkumin berwarna kuning pada pH 2,5 sampai 7 dan berwarna merah pada pH > 7 (Aggarwal dkk, 2006).

  Stabilitas kurkumin dipengaruhi oleh pH lingkungan dan cahaya. Dalam larutan beraquadest kurkumin mengalami reaksi hidrolisis degradatif yang bergantung pH lingkungan (Donatus, 1994). Kecepatan degradasi pada pH < 7 lebih lambat dibanding pH >7. Ketidakstabilan kurkumin pada pH alkali disebabkan oleh gugus metilen aktif (Tonnasen dan Karlsen, 1985). O O

  OCH 3 HO OCH O 3 OH HO OCH 3 CHO O HO OCH 3 HO O OCH 3 OH asam ferulat feruloil metan aseton vanilin OH - OH - OH -

Gambar 2. Reaksi degradasi kurkumin pada pH basa (Stankovic, 2004)

O O

  OCH 3 HO OCH H 3 OH O OCH 3 HO OH O

OCH

3 HO OCH

H

3 HO OCH H 3 HO OCH 3 HO O O H HO OH 3 CO O OH OCH 3

  ®

B. Rheumakur

  ®

  Rheumakur merupakan obat herbal terstandar yang diproduksi oleh PT

  ®

  Phytochemindo dengan sediaan berbentuk kapsul lunak. Komposisi Rheumakur sendiri terdiri atas 10 mg ekstrak kurkuminoid yang telah distandardisasi dan 100

  ®

  mg minyak atsiri kunyit dan temulawak. Rheumakur berkhasiat membantu mengatasi timbulnya rasa nyeri yang sering dikeluhkan penderita penyakit

  ®

  rheumatik. Selain itu, Rheumakur dapat mencegah peradangan akibat peroksidasi lemak (Anonim, 2011).

  Melalui penelitian farmakologi dan kimia telah membuktikan bahwa minyak atsiri Curcuma xanthorhiza (temulawak) yang mengandung xanthorrhizol dan kurkumin memiliki aktivitas anti-inflamasi. Dalam minyak atsiri Curcuma

  

domestica mengadung tumerone dan tumerole yang juga memiliki aktivitas anti-

  inflamasi. Adanya kurkuminoid akan memperpanjang dan memperkuat daya anti- inflamasi minyak atsiri kunyit dan temulawak. Selain itu, kombinasi kurkuminoid dan minyak atsiri temulawak, kunyit juga membantu melarutkan lemak sehingga dapat mencegah peradangan akibat peroksidasi lemak (Anonim, 2011).

  ® Gambar 4. Produk Rheumakur

C. Kapsul Lunak

  Kapsul cangkang lunak terbuat dari gelatin. Bentuknya sedikit lebih tebal daripada kapsul cangkang keras dan dapat diplastisasi dengan penambahan senyawa poliol, seperti sorbitol atau gliserin. Kapsul lunak dapat mengandung pigmen atau pewarna, bahan opak seperti titanium dioksida, pengawet,pengharum dan pemanis/sukrosa 5 %. Cangkang gelatin lunak umumnya mengandung air 6- 13 % (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995).

  Keseragaman bobot pada kapsul lunak dapat dilakukan dengan menimbang 10 kapsul utuh satu per satu. Kemudian buka kapsul dengan alat pemotong yang bersih dan kering seperti pisau atau gunting yang tajam, keluarkan isinya, lalu cuci cangkang kapsul dengan eter. Biarkan sisa pelarut cuci menguap pada suhu kamar dalam waktu 30 menit, cegah adanya penarikan atau kehilangan lembab. Timbang seluruh bagian cangkang kapsul dan hitung bobot netto isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Hitung jumlah zat aktif dalam tiap kapsul dengan anggapan semua zat aktif terdistribusi homogen dalam kapsul (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995).

D. Obat Herbal Terstandar

  Menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara POM yang diperoleh melalui pendaftaran. Oleh karena itu, agar dapat beredar di masyarakat OHT harus memiliki syarat sebagai berikut:

  1. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan/khasiat;

  2. Dibuat sesuai dengan ketentuan Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang berlaku;

  3. Penandaan berisi informasi lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2005).

  Obat Herbal Terstandar dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat, narkotika atau psikotropika, bahan yang dilarang sesuai dalam lampiran yang ditetapkan BPOM serta hewan atau tumbuhan yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Larangan lainnya adalah obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan intravaginal, tetes mata, parenteral dan suppositoria (kecuali untuk wasir). Penggunaan etil alkohol dalam sediaan obat tradisional juga tidak boleh lebih besar dari 1% kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2005).

E. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

  Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Dilakukan langkah-langkah agar obat tradisional yang dihasilkan aman, bermanfaat, dan bermutu; keamanan dan mutu obat tradisional tergantung pada bahan baku, bangunan, prosedur dan pelaksanaan proses pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemas termasuk bahannya serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional; dan CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan pengawasan menyeluruh, dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang memenuhi persyaratan berlaku (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1994).

  Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan, dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai (Kepala

  ).

  Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005

1. Personalia

  Personalia diharapkan memiliki pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya serta tersedia dalam jumlah yang cukup. Personalia diharapkan dapat menangani tugas yang dibebankan kepadanya dalam keadaan sehat. Personil yang terlibat dalam kegiatan

  2. Bangunan

  Bangunan untuk industri obat tradisional menjamin aktifitas industri agar dapat berlangsung aman. Bangunan industri obat tradisional hendaklah memenuhi persyaratan: higiene dan sanitasi; tahan terhadap pengaruh cuaca, serta dapat mencegah masuknya rembesan dan masuk bersarangnya serangga, binatang pengerat, burung atau binatang lainnya; memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan; dan memiliki ruangan-ruangan pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah produk yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik ). Indonesia, 2005

  3. Peralatan uatan produk hendaklah memiliki

  Peralatan yang digunakan dalam pemb rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,

  ) 2005 .

  4. Sanitasi dan higiene

  Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, personalia, bahan

  5. Pengolahan dan pengemasan

  Pengolahan dan pengemasan hendaklah mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Hal-hal yang termasuk dalam pengolahan dan pengemasan yaitu verifikasi, pencemaran, sistem penomoran kode produksi, penimbangan dan penyerahan, pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

  6. Pengawasan mutu

  Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOTB. Rasa ketertarikan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi. Untuk keperluan tersebut bagian pengawasan mutu hendaklah merupakan bagian yang tersendiri (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

  7. Inspeksi diri

  Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri ini hendaklah dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk tim inspeksi yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB. Hendaklah

  8. Dokumentasi

  Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setidap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

  9. Penanganan terhadap produk diperedaran

  Penarikan kembali produk yang berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua mata rantai distribusi.

  Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh produk tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis produk yang bersangkutan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

F. Standardisasi Ekstrak

  pelarut yang sesuai. Ekstrak tumbuhan obat yang dibuat dari simplisia nabati dapat digunakan sebagai bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

  Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis herbal di Indonesia masih bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara penyiapan sehingga tidak menjamin konsistensi khasiat. Tujuan standardisasi adalah menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis kuantitatif yang akan menjamin keseraagaman khasiat (Saifudin, Rahayu, Teruna, 2011).

  Standardisasi obat herbal meliputi 2 aspek, yaitu aspek parameter spesifik dan non-spesifik. Aspek parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi. Aspek parameter non-spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, misalnya kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain (Saifudin dkk, 2011)

  

Gambar 6. Aspek dan tahapan skematik standardisasi (Saifudin dkk, 2011)

G. Spektrofotometri Visibel

  Spektrofotometri visibel merupakan suatu teknik spektroskopik menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan spektrofotometer. Pengukuran absorbansi dalam spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Khopkar, 1990).

  Sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Transisi yang terjadi pada suatu molekul dengan struktur yang berbeda adalah tidak sama satu dengan molekul lain sehingga spektra absorpsinya juga berbeda.

  Dengan demikian dapat bermanfaat sebagai analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi sehingga dapat juga digunakan sebagai analisis kuantitatif (Rohman dan Gandjar, 2007).

  Suatu molekul dapat memberikan serapan REM jika memiliki gugus kromofor yaitu gugus penyerap dalam molekul. Pada senyawa organik dikenal pula gugus auksokrom yaitu gugus tidak jenuh yang terikat langsung pada kromofor. Gugus auksokrom dapat mengubah panjang gelombang serapan dan intensitas serapan maksimum (Sastrohamidjojo, 2002).

  Ikatan terkonjugasi merupakan ikatan rangkap yang berselang-seling dengan satu ikatan tunggal. Dalam orbital molekul, elektron π mengalami delokalisasi lanjut dengan adanya ikatan terkonjugasi. Adanya efek delokalisasi ini akan menyebabkan penurunan tingkat energi π* dan memberikan pengurangan mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi akan mengalami pergeseran batokromik (Rohman dan Gandjar, 2007).

  Besarnya REM yang dapat diserap oleh kromofor dapat digambarkan oleh dua hukum yaitu hukum Lambert dan Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap linier (Bassett, Denney, Jeffery, dan Medham, 1994).

H. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

1. Definisi dan instrumentasi KCKT

  Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kromatografi cair yang memanfaatkan kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif sehingga kromatografi kolom cair dapat menjadi sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi.

  Teknologi kolom didasarkan pada penggunaan kolom dengan diameter dalam antara 2mm hingga 5mm dan isi kolom berupa partikel dengan diameter 3µm hingga 50µm. Teknologi kolom partikel kecil ini membutuhkan sistem tekanan tinggi sampai 300 atmosfer agar tercapai laju alir fase gerak beberapa ml tiap menit. Sering digunakan jumlah zat uji dalam jumlah yang kecil karena diameter dapat memisahkan zat-zat yang tidak menguap atau tidak tahan panas tanpa perlu membuat derivat yang mudah menguap (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

  Pada KCKT menggunakan sistem kromatografi partisi dengan polaritas yang berbeda dari fase diam dan fase geraknya. Bila fase gerak bersifat polar dan fase diam bersifat non-polar maka dikenal dengan kromatografi fase balik (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Peralatan KCKT dapat dilihat pada gambar 7.

  Gambar 7. Peralatan KCKT (Kazakevich and Nair, 1996)

  Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis menggunakan KCKT, yaitu fase gerak, kolom, dan detektor.

  a. Fase gerak Fase gerak pada sistem KCKT sangat berpengaruh pada tambatan sampel dan pemisahan komponen dalam campuran zat. Bila digunakan sistem kromatografi fase terbalik maka kandungan utama fase geraknya ialah air (Munson, 1994). b. Kolom Kolom yang digunakan pada KCKT ialah kolom kemasan fase terikat.

  Fase diam yang biasanya digunakan pada sistem kromatografi fase terbalik ialah oktadesilsilan (ODS) (Munson, 1984) c. Detektor

  • 8 -15

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

7 92 56

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok `merek X` menggunakan standar internal asetanilida.

0 2 135

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Kajian profil disolusi kurkumin dalam kapsul kunyit (Curcuma longa L.) yang beredar di pasaran

0 1 57

Optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam rokok `merek X` menggunakan standar internal asetanilida

0 17 133

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

Penetapan Kadar Tablet Pirazinamid Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

0 0 7

Validasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-densitometri pada penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair Obat Herbal Terstandar (OHT) Kiranti - USD Repository

0 0 90

Validasi metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 118