Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

(1)

i

PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL

POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Topan Fajar Pamungkas NIM : 098114022

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

Persetujuan Pembimbing

PENGARTJH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL

A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERIA TINGGI (KCKT) FASE

TERBALIK DENGAT\T METODE PENGAYAAN

Skripsi yang diajukan oleh: Topan Fajar Parrungkas

NIS{:098114022

Telah disetujui oleh

(Prof. Sri Noegrohati, Apt.)

Tanggal 14 Juti 2013

n Pembimbing,


(3)

Pengesahan Skripsi Berjudul

PENGARUII PAPARAN SINAR MATAHARI TERIIADAP KADAR BISFENOL A DALAM AIR YAI\G BERASAL DARI BOTOL POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINIERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAI\I METODE PENGAYAAI\

Oleh:

Topan Fajar Pamungkas

NIIM:098 114022

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

universitas Sanata Dharma

Pada tanggal: 16

Juliz0n

Mengetahui, Fakultas Farmasi

Panitia penguji:

1.

Prof. Dr. Sri Noegrohati, APt.

2.

Jeffry Julianus, M.Si.

3.

Lucia Wiwid Wljayanti, M.Si'

ias Sanata Dharma

o, M.Sc., Apt.


(4)

PERNTYATAAN KDASLIAN KARYA

$aya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya abu bagian karya orang lairq kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftarpustakq sebagaimana layaknya karya ihniah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indilrasiplagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia m€nganggung segala sanlsi sesuai peraturan perundang-rmdangan yang berlaku.

Yogyakarta, 28 Juni 2013

(Topan Faj ungkas)

a lV


(5)

LEIVIBAR PER]\TYATAAhI

T}NTT]K KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama

:

Topan Fajar Pamungkas

Nomor mahasiswa : 098 rr4a22

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul *PENGARUH

PAPARAN SINAR IUATAII{RI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM

AIR YANG BERASAL DARI BOTOL POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERIA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

DENGAN METODE PENGAYAAN'

Beserca perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak unfuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta liin dari saya ataupun memberi

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nirma saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 28 Juni 2013

Pamungkas) Yang .rqenyatakan


(6)

vL

HALAMAN PERSEMBAHAN

Memang roda akan selalu berputar. Tetapi untuk membuat

roda berputar diperlukan energi yang berupa usaha dan doa


(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul

“PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR

BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL

POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Proses pelaksanaan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. C.M. Maria Rini Nastiti, M.Phar, selaku Kepala Program Studi Farmasi Sanata Dharma.

3. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak sekali memberikan bimbingan, saran, arahan, nasehar, serta inspirasi yang bisa mengantarkan terseleseikannya skripsi ini.

4. Jeffry Julianus M.Si dan Lucia Wiwid Wijayanti M.Sc selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan sarannya selam proses penelitian.


(8)

viii

5. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. Selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dorongan dan motivasi dalam hal perkuliahan, serta perannya sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengerjakan penelitian di laboratorium.

6. Pak Sanjaya selaku dosen yang telah memberikan saran, nasehat, dan masukan dalam proses pengerjaan penelitian ini.

7. Segenap dosen yang telah berkenan membagikan ilmu kepada penulis selama belajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

8. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Kethul serta segenap laboran dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu selama proses penelitian di laboratorium.

9. Papa dan Mama sebagai orang tua yang luar biasa, yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan moral maupun materi

10.Prisma Andini Mukti, yang berperan sangat baik sebagai kakak

11.Ning Uswiyatun, yang selalu memberikan dukungan dalam kelancaran kuliah peneliti maupun dalam mengarjakan skripsi ini

12.Teman-teman satu kelompok skripsi Leo dan Ina atas kerja keras dan kerjasamanya dalam menyelesaikan penelitian ini.

13.Teman-teman satu bimbingan: Jimmy, Gunggek, Rachel, Netty dan Jo yang bersama-sama saling menguatkan dan memberi semangat dalam mengerjakan penelitian ini.


(9)

ix

14.Teman-teman kelas 2009 A dan kelas FST-A : Nopes, Hera, Lambang, Bertha, Anggi, Raras, Yanshen, Danny, Jenny, Kenny, Wanda, Danu, Deny, Putra, Aldo, Felix, Mikhael, yang telah mewarnai hari-hari peneliti selama empat tahun perkuliahan, selalu menghadirkan tawa dan canda, serta selalu memerikan semangat bagi peneliti.

15. Teman-teman skripsi di laboratorium kimia analisis instrumental : Novia, Agnes, Victor, Shinta, Sasya, Metri, Teti, Febrin, Wisnu, dan Ozy yang selalu menghadirkan tawa saat kejenuhan melanda di lab, serta terimakasih untuk surprise ulang tahun yang telah dihadirkan.

16.Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan skripsi ini akibat dari keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan.


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH……… v

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

INTISARI………... xvii

ABSTRACT……….………. xviii

BAB I. PENGANTAR………... 1

A. Latar Belakang……… 1

1. Perumusan masalah ……… 4

2. Keaslian Penelitian ……….. 5

3. Manfaat penelitian ………... 6

B. Tujuan Penelitian ………... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………... 7

A. Plastik Polikarbonat…..………..……… 8


(11)

xi

C. Radiasi Sinar Matahari………... 13

D. Solid Phase Extraction (SPE)..…...……… 16

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).……….. 19

F. Landasan teori ……… 23

G. Hipotesis ……… H. Bagan penelitian……… 24 25 BAB III. METODE PENELITIAN ……….. 26

A. Jenis dan rancangan penelitian ……….. 26

B. Variabel Penelitian………. C. Definisi Operasional………... 26 27 D. Bahan-bahan Penelitian ………. 27

E. Alat-Alat Penelitian ………...……… 28 F. Tata Cara Penelitian ………...………

1. Preparasi sampel………...

2. Pemekatan sampel air………...………

3. Pembuatan fase gerak……….….. 4. Injeksi sampel ke dalam KCKT………....

G. Analisis hasil………...

1. Analisis kualitatif………..

2. Analisis kuantitatif………

28 28 29 30 31 31 31 31 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………..……

A. Pengambilan dan pembuatan sampel…..……… B. Proses pemberian perlakuan pada sampel………..

32 34 35


(12)

xii

C. Pemekatan sampel air……….………

D. Optimasi eluen SPE.……..……….

E. Validasi prosedur analisis……… 1. Efisiensi proses pemekatan sampel...……….

2. Akurasi ……….….……….

3. Linearitas dan LOQ...….……… F. Penetapan kadar bisfenol A dalam sampel air……….

1. Analisis kualitatif bisfenol A………... 2. Analisis kualitatif bisfenol A pada sampel air………. G. Laju migrasi bisfenol A dari botol ke air………..…….

36 38 42 42 43 45 47 47 48 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………...

A. Kesimpulan ………..

B. Saran ………

56 56 56

DAFTAR PUSTAKA ……… 58

LAMPIRAN ……….. 62


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Sifat-sifat plastik polikarbonat 9

Tabel II Rata-rata recovery SPE….……….. 43

Tabel III Efisiensi proses ekstraksi……… 43

Tabel IV Akurasi dan presisi sampel….…...……….. 44

Tabel V Linearitas kurva adisi……….…...……….. 45

Tabel VI Uji t kurva adisi dengan kurva baku……….…………. 46

Tabel VII Nilai limit of quantification (LOQ)...………. 46

Tabel VIII Pengamatan waktu retensi……….. 47

Tabel IX Kadar bisfenol A sampel perlakuan replikasi I………….……. 48

Table X Kadar bisfenol A sampel perlakuan replikasi II…………..…. 48

Tabel XI Kadar bisfenol A sampel kontrol replikasi I...………. 48

Table XII Kadar bisfenol A sampel kontrol replikasi II..………. 49

Tabel XII Lenearitas orde reaksi replikasi I……… 51

Tabel XIII Lenearitas orde reaksi replikasi II……… 51

Tabel XIV Laju peningkatan bisfenol A menurut orde 1 replikasi I………. 52


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis polikarbonat……….. 9

Gambar 2. Mekanisme photo-Fries rearrangement………. 10

Gambar 3. Mekanisme photo-oxidation……… 11

Gambar 4. Struktur bisfenol A…………..……….. 11

Gambar 5. Jenis spektrum elektromagnetik…….……….. 14

Gambar 6. Solid phase extraction tipe cartridge………...…… 18

Gambar 7. Diagram KCKT………..……….. 20

Gambar 8. Gugus kromofor dan auksokrom pada bisfenol A…………... 33

Gambar 9. Kromatogram baku bisfenol A yang dielusi menggunakan metanol 50:50……….. 39

Gambar 10 Kromatogram baku bisfenol A yang dielusi menggunakan metanol 75:25………..…… 40

Gambar 11. Kromatogram baku bisfenol A yang dielusi menggunakan metanol 100% ………. 41

Gambar 12. Waktu retensi antara sampel dan baku adisi………... 47

Gambar 13. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel replikasi I……… 49

Gambar 14. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel replikasi II.…… 50

Gambar 15. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel perlakuan replikasi I………...…….. 53

Gambar 16. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel perlakuan replikasi II………...…….. 53


(15)

xv

Gambar 17. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel kontrol

replikasi I………...………... 54

Gambar 18. Kurva hubungan bisfenol A dalam botol dan air sampel kontrol


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. COA bisfenol A…………...………. 63

Lampiran 2. Data penimbangan baku…..………. 64

Lampiran 3. Data optimasi eluen SPE……….. 64

Lampiran 4. Efisiensi ekstraksi……….... 64

Lampiran 5. Data perhitungan validasi, akurasi, linearitas dan pengaruh proses………. 65

Lampiran 6. Perhitungan penetapan kadar bisfenol A dalam air………….. 71

Lampiran 7. Regresi kadar bisfenol A menurut laju reaksi………... 75

Lampiran 8. Uji beda kadar bisfenol A perlakuan dan kontrol……….……… 83 Lampiran 9. Laju migrasi dalam botol dan dalam air……….………..………. 87

Lampiran 10. Kromatogram sampel tanpa pemekatan……….. 92

Lampiran 11. Kromatogram optimasi eluen SPE….……….. 93

Lampiran 12. Kromatogram akurasi sampel air………..……….. 95


(17)

xvii

PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN

Topan Fajar Pamungkas 098114022 INTISARI

Bisfenol A (BPA) atau 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol merupakan bahan pembuat plastik polikarbonat. Senyawa ini mempunyai dampak negatif yaitu menganggu kerja endokrin dan menurunkan jumlah sperma pada pria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan sinar matahari dalam jangka waktu 0, 7, 14, 21, dan 28 hari terhadap kadar BPA yang bermigrasi ke dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dan dibandingkan dengan kontrol. BPA dalam sampel air dipekatkan dengan Solid Phase Extraction (SPE) kolom C18 (enrichment method) dan ditetapkan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan detektor UV

Didapatkan parameter validasi yang baik untuk proses pengayaan yaitu efisiensi sebesar 90.4962%, recovery antara 84,5746% sampai dengan 95,5770%, presisi antara 0,7156% sampai dengan 7,1677%. Limit of Quantitation (LOQ) dari penelitian ini adalah sebesar 0,0101 µg/mL.

Kadar yang diperoleh dari sampel perlakuan hari ke 0 pada kedua replikasi tidak dapat terdeteksi, untuk hari ke 7, 14, 21, dan 28 replikasi I berturut-turut adalah 0,0148 µg/mL, 0,0256 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL dan replikasi II berturut-turut adalah 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. Pada semua kelompok kontrol hanya bisa terdeteksi pada hari ke 28, yaitu sebesar 0,0121 µg/mL dan 0,0118 µg/mL.


(18)

xviii

Effect Of Sunlight Exposure To Bisphenol A Concentration In The Water Leached From Polycarbonate Bottle With Riversed-Phased High

Performance Liquid Chromatography By Enrichment Method

Topan Fajar Pamungkas 098114022

Abstract

Bisphenol A (BPA) or 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol is the raw material to make polycarbonate plastics. This material has negatif effects such as can disturb endocrine function, and reduce quantity of sperm. The aim from this study is to determine effect of sunlight exposure with 0, 7, 14, 21, and 28 days intervals to BPA concentration in the water leached from polycarbonate bottles compared with control determined by high performance liquid chromatography UV detector by enrichment method with solid phase extraction (SPE) C18.

Validation for enrichment method was good with various parameters such as efficiency 90,0836%; recovery between 84,5746% to 95,5770%, precision between 0,7156% to 7,1677%. Limit of quantification (LOQ) was 0,0101µg/mL.

BPA in treatment samples was not detected in day 0 in both replications, in day 7, 14, 21, 28 first replication BPA amount was 0,0148 µg/mL, 0,0256 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL, in second replication was 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. In control samples BPA a was not detected in day 0, 7, 14, 21. In day 28 first and second replication was 0,0121 µg/mL and 0,0118 µg/mL.


(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dalam dunia yang bersifat modern seperti saat ini, masyarakat lebih mengutamakan pola hidup yang bersifat praktis dan tidak susah. Tuntutan hidup yang menyita waktu tersebut juga membuat pola makan masyarakat menjadi berubah. Makan dan minum yang sebelumnya biasa dilakukan di rumah atau di rumah makan tidak jarang sampai dilakukan di tempat kerja, kantor, sekolah atau bahkan saat kita masih dalam perjalanan. Untuk membawa makanan atau minuman ke tempat bekerja atau tujuan lain biasanya digunakan suatu wadah atau kemasan untuk melindungi makanan dari kerusakan, kotoran dari luar, kerusakan kimia atau biolgis (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2009).

Salah satu kemasan yang biasa digunakan untuk menyimpan makanan dan minuman adalah kemasan yang terbuat dari plastik. Alasan digunakannya plastik sebagai media penyimpanan makanan dan minuman adalah sifatnya yang kuat, ringan, fleksibel, murah, tersedia dalam berbagai macam bentuk dan ukuran, serta harganya yang bervariasi dari yang murah sampai dengan mahal (Yuyun dan Gunarsa, 2011). Mulai dari anak kecil sampai orang dewasa pasti pernah menggunakan atau bahkan mempunyai suatu kemasan yang terbuat dari bahan plastik


(20)

Kemasan plastik yang beredar di pasaran terbuat dari bermacam-macam bahan, antara lain polyethylene terephthalate (PET), polyvinyl chloride (PVC), polypropylene (PP), high density polyethylene dan polikarbonat (PC). Bahan-bahan yang digunakan sebagai material pembuat plastik diidentifikasikan dengan kode penomoran antara nomor satu sampai dengan tujuh di luar kemasan tersebut. Selain dengan penomoran, di luar kemasan plastik juga terdapat tanda food grade yang aman digunakan sebagai kemasan untuk makanan atau pun minuman.

Bisfenol A atau yang biasa disingkat dengan BPA merupakan salah satu bahan pembuat plastik jenis polikarbonat. Kemasan plastik jenis polikarbonat masih banyak digunakan masyarakat sebagai pengemas makanan atau minuman. Plastik polikarbonat keunggulan mempunyai warna bening, kuat, ringan, dan relatif tahan terhadap suhu yang tinggi (Messey, 2003). Keunggulan yang dimiliki oleh plastik polikarbonat membuat plastik jenis tersebut banyak digunakan oleh masyarakat. Contoh penggunaan plastik polikarbonat adalah pada kemasan atau botol air minum, botol susu, dan kemasan makanan (Messey, 2003).

Plastik polikarbonat yang berbahan dasar bisfenol A selain mempunyai keunggulan ternyata juga mempunyai efek negatif bagi kesehatan manusia. Bisfenol A yang ada dalam plastik bisa berpindah ke makanan atau minuman sehingga akhirnya bisfenol A tersebut secara tidak sengaja kita konsumsi. Menurut penelitian pada tahun 2002 oleh Moryama dkk, disebutkan bahwa senyawa bisfenol A dapat mengganggu fungsi tiroid yang ada dalam tubuh. Selain itu juga bisa menyebabkan terganggunya fungsi estrogen pada tubuh karena


(21)

senyawa bisfenol A mempunyai struktur yang mirip dengan estrogen dalam tubuh (Felis, Ledakowicz, dan Miller, 2011).

Bisfenol A yang dikonsumsi oleh ibu hamil bisa berpengaruh terhadap janin yang dikandung olehnya. Penelitian yang dilakukan oleh Schönfelder, Wittfoht, Hopp, Talsness, Paul, Chahoud pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 37 subjek uji ibu hamil ras kukasoid terdapat senyawa bisfenol A baik di dalam plasma ibu, plasma janin, maupun plasenta. Hal itu menunjukka bahwa konsumsi air yang mengandung senyawa bisfenol A oleh ibu hamil bisa menyebabkan terpaparnya janin yang sedang dikandungnya.

Faktor yang mempengaruhi migrasi senyawa bisfenol A dari kemasan plastik ke makanan atau minuman salah satunya karena terpapar sinar matahari. Sinar matahari mempunyai cukup energi yang mampu menguraikan senyawa-senyawa kimia dalam plastik termasuk senyawa-senyawa bispenol a (Felis, Ledakowicz, dan Miller, 2011). Apabila kemasan plastik terpapar sinar matahari yang terus menerus bisa menyebabkan berpindahnya bisfenol A dari kemasan plastik ke makanan atau minuman sehingga bisa masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan dan minuman tersebut.

Menurut European Food Safety Authority (EFSA) tahun 2006, batas toleransi paparan dari bisfenol A adalah sebesar 50 µg/kg berat badan setiap harinya. Menurut Bureau of Chemical Safety Food Directorate Health Products and Food Branch, Kanada, tahun 2009, batas aman konsumsi bisfenol A setiap hari adalah sebesar 25µg/kg berat badan.


(22)

Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol dengan tujuan untuk mengetahui apakah botol yang terkena pemanasan matahari dalam jangka waktu tertentu dapat melepaskan senyawa bisfenol A ke dalam air yang mengisi botol tersebut dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan preparasi sampel menggunakan ekstraksi fase padat.

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan instrumen yang digunakan untuk menganalisis senyawa yang ada dalam suatu sampel baik berupa senyawa tunggal maupun senyawa campuran. Instrumen KCKT bisa digunakan alat untuk menganalisis senyawa-senyawa dalam sampel karena mempunyai keunggulan seperti bisa memisahkan senyawa campuran, mempunyai sensitifitas yang cukup baik, waktu analisis yang relatif cepat dan bisa dipasangkan dengan berbagai macam kolom maupun detektor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar berlakang yang ada, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah solid phase extraction C18 mampu memekatkan konsentrasi bisfenol A dalam sampel air?

b. Apakah paparan sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dan apakah ada


(23)

perbedaan kadar jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami paparan sinar matahari?

c. Berapakah kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat yang diberi paparan sinar matahari dan tanpa mengalami pemaparan sinar matahari?

2. Keaslian penelitian

Metode Kromatografi Cair Kerja Tinggi (KCKT) fase terbalik telah banyak dilakukan untuk menetapkan kadar bisfenol A botol plastik polikarbonat yang bermigrasi ke air. Penelitian mengenai penetapan kadar bisfenol A dalam air dengan metode KCKT telah dilakukan. Pada penelitian terdahulu, yang dilakukan oleh Maragou, Makri Lampi, Thormaidis, Koupparis (2007), bisfenol A yang ditetapkan kadarnya bermigrasi karena pengaruh penggunaan berkali-kali dan perbedaan pH cariran yang menempati botol polikarbonat. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sun, Wada, Al-Dirbashi, Kuroda, Nakazawa, Nakashima (2000) yang menetapkan kadar bisfenol A dari air dengan pengaruh penempatan air panas pada botol polikarbonat kemudian dilanjutkan dengan pemanasan dalam oven. Namun, sejauh peneliti ketahui, belum ada penelitian penetapan kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari daerah tropis yang dilakukan di Indonesia.


(24)

3. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengatahui kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari dibandingkan dengan kadar bisfenol A yang bermigrasi ke air tanpa pengaruh paparan sinar matahari. b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

prosedur penggunaan SPE untuk memekatkan sampel air dan metode KCKT dalam penetapan kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari dan tanpa pengaruh paparan sinar matahari.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengatahui apakah solid phase extraction C18 mampu memekatkan konsentrasi bisfenol A dalam sampel air.

2. Mengetahui pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dibandingkan dengan kadar bisfenol A yang bermigrasi dari botol plastik ke air tanpa pemaparan sinar matahari.

3. Menentukan kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol polikarbonat dengan pengaruh paparan sinar matahari dan kadar


(25)

bisfenol A yang bermigrasi dari botol ke air tanpa pemaparan sinar matahari.


(26)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Plastik Polikarbonat

Plastik merupakan bahan sintesis organik, yang berbentuk padatan. Salah satu proses pembuatan plastik adalah dengan cara polimerisasi. Proses polimerisasi dimulai dengan mereaksikan monomer-monomer pembentuk plastik, diikuti dengan hilangnya ikatan rangkap atau ikatan ganda tiga menjadi molekul polimer. Peristiwa ini berlangsung sedemikian lama, selama pada ujungnya terdapat gugus yang mampu bereaksi. Produk polimerisasi misalnya polietilen, polipropilen, polivinil klorida (Voigt, 1995).

Polikarbonat (PC) merupakan polimer termoplastik yang biasanya digunakan untuk keperluan mekanik. Polikarbonat mempunyai karakteristik mempunyai sifat yang keras dan bening. Pembuatannya dilakukan dengan proses polikondensasi dari antara bisfenol A dan phosgene dalam metilen klorit atau air. Polikarbonat yang banyak terdapat di pasaran mempunyai berat molekul antara 20.000 sampai dengan 50.000 (La Mantia, 2002).

Polikarbonat merupakan salah satu jenis plastik yang banyak digunakan oleh masyarakat. Plastik polikarbonat dibuat dengan proses pabrik dan diketahui mempunyai karakteristik kuat, bening, dan tahan panas. Sifat lain yang dimiliki yaitu mempunyai temperatur transisi gelas sebasar 149O C dan temperatur distorsi panas sebasar 140O C. Plastik jenis ini sangat ideal digunakan sebagai bahan


(27)

untuk membuat peralatan rumah tangga seperti toples atau botol susu bayi (Barnetson, 1996).

Tabel 1. Sifat-sifat plastik polikarbonat Koefisien ekspansi panas (40O C) (/K) 1,2 x 10 -4

Kerapatan (g/cm3) 1.200

Konstanta dielektrikum (1 kHz) 3,02 Temperatur transisi gelas (OC) 144 Titik leleh (OC) (isokratik) 207

Indeks refraktif 1,568

(La Mantia, 2002). Polikarbonat adalah termoplastik yang dibuat dengan proses phosgenasi atau transesterifikasi alkohol aromatik dihidrat seperti bisfenol A. Mempunyai sifat kuat terhadap tekanan, tidak menyerap udara dari luar, cukup tahan terhadap panas. Proses pencetakan dilakukan dengan injeksi, pengecoran dengan tiupan, dan pencetakan dengan panas. Biasa digunakan untuk bahan telepon, gigi tiruan, peralatan makan, dan kotak penyimpan makanan / minuman. Bisa disebut dengan polikarbonat, PC, atau polikarbonat resin (Messey, 2004).

Menurut Chan dan Balke (1997), mekanisme hidrolisis pada plastik polikarbonat terjadi pada suhu tinggi, yaitu pada suhu antara 340-380OC. Mekanisme ini menghasilkan CO2 dan bisfenol A.


(28)

Penggunaan plastik polikarbonat tidak terbatas hanya pada dalam ruangan, tetapi juga tidak jarang digunakan untuk keperluan luar ruangan. Sinar matahari, kelembaban, dan oksigen dapat menyebabkan terdegradasinya polikarbonat. Mekanisme photodegradation polikarbonat terbagi menjadi 2 berdasarkan panjang gelombang yang diserap oleh polikarbonat. Mekanisme pertama photodegradation adalah melalui proses photo-Fries rearrangement. Mekanisme ini muncul apabila gelombang cahaya yang diserap kurang dari 300 nm. Mekanisme yang kedua adalah melalui proses photo-oxidation. Mekanisme photo-oxidation terjadi apabila panjang gelombang yang diserap lebih dari 340 nm. Sinar matahari memancarkan gelombang cahaya lebih dari 300 nm, tetapi bisa juga memancarkan gelombang cahaya kurang dari 295 nm. Oleh sebab itu, baik mekanisme photo-Fries rearrangement dan photo-oxidation mungkin terjadi pada saat penggunaan plastik polikarbonat pada luar ruangan (Diepens, 2007).


(29)

Gambar 3. Mekanisme photo-oxidation pada polikarbonat

B. Bisfenol A

Bisfenol A (BPA) atau dengan nama lain 2,2-(4,4’ -dihidroksidifenil)propana, 4,4’- isopropilidendifenol, atau 2,2’ -bis(4-hidrokfenil)propana dengan rumus kimia (CH3)2C(C6H4OH)2 (del Olmo, Gonzalez-Casado, Navas, Vilchez, 1997) telah banyak digunakan sebagai pembuat plastik polikarbonat dan resin epoksi (Szymański, Rykowska, Wasiak, 2006).

Struktur dari bisfenol A sebagai berikut:

OH HO

CH3 CH3

(Nerin, Philo, Salafranca, Castle, 2002). Gambar 4. Struktur bisfenol A.


(30)

Bisphenol (dua fenol dan aseton), merupakan bahan utama dari pembuatan polikarbonat yang diproduksi dengan cara mengkombinasikan aseton dengan fenol. Polikarbonat termasuk dalam golongan poliester amorf karena mengandung ester dari asam karboksilat dan bisfenol aromatik (Lokensgard, 2010).

OH

2 H3C C CH3

O CH3

CH3

HO OH

fenol aseton bisfenol a air

H2O

(Lokensgard, 2010). Menurut Vandenberg, Hauser, Marcus, Olea, Welshons (2007) banyak produk yang digunakan masyarakat mengandung bisfenol A yang kemungkinan besar bisa masuk dalam tubuh. Sumber bisfenol A yang utama diperoleh dari peralatan – peralatan plastik seperti botol bayi, botol plastik, dan berbagai makanan awetan yang disimpan dalam kaleng yang terbuat dari bahan resin epoksi.

Bisfenol A yang berasal dari botol polikarbonat mempunyai efek yang berbahaya bagi manusia. Bisfenol A mempunyai struktur yang mirip dengan estrogen, dimana kemiripan dengan estrogen memungkinkan bisfenol A dapat berikatan dengan reseptor ekstrogen dan meningkatkan aktivitas estrogen dalam tubuh. Bisfenol A juga termasuk dalam endocrine discrupting chemical (EDC), yang berperan sebagai agen eksogen yang dapat mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, aksi, dan eliminasi dari hormone-hormon alami dalam tubuh (US-FDA, 2008).


(31)

Menurut penelitian Moriyama dkk (2002) bisfenol A dapat menghambat fungsi tiroid, menghambat transkripsi reseptor hormon toroid (TRs) dengan cara betindak menjadi senyawa antagonisnya. Bisfenol A bekerja dengan cara menekan aktivitas transkripsi yang distimulasi oleh hormon tiroid (T3). Al-Hisayat, Darmani, Elbetieha (2002) mengatakan bahwa pemberian bisphenol a yang pada mencit jantan dewasa galur Swiss dengan dosis 25 dan 100 µ g/kg/hari menyebabkan menurunnya jumlah produksi sperma harian yang berkorelasi dengan penurunan fertilitas pada mencit jantan tersebut. Dosis 5 µg/kg/hari pada mencit jantan juga menyebabkan peningkatan berat testis.

Beberapa lembaga kesehatan di dunia menentukan batas konsumsi harian bisfenol A yang masih diperbolehkan atau tolerable daily intake (TDI), Kanada sebesar 0,025 mg/KgBB.hari (Health Canada, 2008), di Eropa 0,01 mg/KgBB.hari (SCF, 2012), 0,05 mg/KgBB.hari (EFSA, 2013), Jepang 0,05 mg/KgBB.hari (AIST, 2007).

C. Radiasi Sinar Matahari

Sinar ultra violet (UV) merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik anara sinar X dan cahaya tampak, yaitu mempunyai panjang gelombang antara 40 sampai 400 nm (30 – 3 eV). Spektrum UV dibagi menjadi UV vacum (40-190 nm), UV jauh (190-220 nm), UV C (220-290 nm), UV B (290-320 nm), dan UV A (320-400 nm). Matahari adalah sumber radiasi UV utama di bumi ini (Zeman, 2011).


(32)

Gambar 5. Jenis – jenis spektrum elektromagnetik (US Drug and Food Admininstration, 2012).

Sinar matahari merupakan sumber utama sinar ultraviolet bagi bumi. Sinar UV yang dipancarkan matahari dibagi menjadi 3, yaitu UV A, UV B dan UV C. Sebagian besar sinar UV B dan UV C dapat diabsorbsi oleh lapisan ozon bumi, tetapi residu dari sinar UV B masih bisa mencapai tanah. Residu sinar UV B tersebut bisa diabsorbsi oleh protein dan DNA yang bisa berakibat fatal, seperti terjadinya kanker (Gruijl, 1999).

Peneliti menggolongkan sinar UV menjadi tiga jenis, yaitu :

1. UV A: panjang gelombang 320 – 400 nm. Tidak diabsorbsi oleh lapiran ozon.

2. UV B: panjang gelombang 290 – 320 nm. Sebagian besar diabsorbsi oleh lapisan ozon, tetapi hanya beberapa yang mencapai permukaan bumi.

3. UV C: panjang gelombang 100 – 290 nm. Seluruhnya diabsorbsi oleh lapisan ozon dan atmosfer (US Enviromental Protection Agency, 2010).

Menurut WHO (2002), sinar ultraviolet (UV) adalah spektrum elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari, dimana mempunyai 3 jenis frekuensi yaitu sinar UVA, UVB, dan UVC. Paparan sinar matahari dengan jumlah yang cukup sangat penting untuk memproduksi vitamin D pada tubuh manusia, tetapi apabila sinar matahari yang terpapar mempunyai jumlah yang


(33)

berlebih bisa menyebabkan penyakit akut dan kronis pada kulit, mata, dan sistem imun. Efek kronis yang paling banyak terjadi dalam masyarakat adalah kanker kulit dan katarak.

Degradasi plastik yang disebabkan oleh sinar UV pada sinar matahari biasanya disebabkan karena plastik digunakan untuk keperluan luar ruangan. Spektrum UV yang sangat berpengaruh dalam degradasi plastik berkisar antara 290 sampai 400 nm. Radiasi oleh sinar UV pada plastik dapat menyebabkan permukaan plastik menjadi buram, karena lapisan film yang ada mengalami kerusakan ikatan antar partikel penyusunnya. Selain itu radiasi sinar UV juga menyebabkan perubahan warna, hilangnya komponen penyusun fisik dan rusaknya ikatan antar penyusunnya (Sanders, 2003).

Andrady, Hamid, Hu, Torikai (1998) meneliti tentang degradasi polimer menggunakan sinar UV menunjukkan bahwa material berbahan polikarbonat mengalami degradasi pada gelombang UV yang berkisar antara 310-340 nm yang ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi kekuningan. Secara tidak langsung penelitian itu menunjukkan bahwa radiasi sinar matahari bisa menyebabkan degradasi polimer polikarbonat yang banyak digunakan dalam masyarakat. Gelombang UV antara 310-340 nm adalah gelombang UVA dan UVB yang merupakan bagian dari sinar UV yang dipancarkan oleh sinar matahari.


(34)

D. Solid Phase Extraction (SPE)

Solid phase extraction atau ekstraksi fase padat adalah salah satu tahap preparasi sampel sebelum dilakukan analisis. Preparasi yang dilakukan meliputi isolasi senyawa yang diinginkan, pembersihan senyawa dari pengotor – pengotor (Dean dan Dean, 2009).

Solid phase extraction (SPE) merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk preparasi sampel. Analit yang tertahan dalam fase diam, kemudian dielusi menggunakan sejumlah kecil pelarut organik yang sesuai. Kelebihan SPE dibanding dengan ekstraksi cair-cair yaitu hanya membutuhkan pelarut dalam jumlah yang kecil, kontaminan lebih sedikit, dan recovery yang dihasilkan lebih baik. Solid phase extraction cocok digunakan untuk memekatkan suatu analit yang jumlahnya kecil sebelum dianalisis menggunakan HPLC (Cornelis, Crews, Caruso, Heumann, 2003).

Pemisahan pada solid phase extraction (SPE) didasarkan pada interaksi antara fase cair (yang berisi matrik sampel atau pelarut dengan analit) dengan fase padat (sorben). Perbedaan kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diinginkan menyebabkan senyawa yang diinginkan tertahan pada fase padar (sorben) pada SPE. Untuk menarik kembali senyawa yang diinginkan dari sorben, maka dilakukan pengelusian ulang SPE dengan pelarut yang sesuai (Żwir-Ferenc, Biziuk, 2006).

Solid phase extraction (SPE) atau ekstraksi fase padat merupakan cara ekstraksi yang biasa digunakan sebelum dilakukan analisis lanjutan menggunakan instrumen lain seperti gas chromatography (GC) atau high performance liquid


(35)

chromatography (HPLC). Prinsip dasar dari penggunaan SPE adalah analit yang terkandung dalam larutan dengan volum yang relatif besar dapat tertahan dalam fase diam yang ada dalam kolom SPE. Analit yang tertahan dalam fase diam kolom tersebut kemudian diambil kembali menggunakan pelarut yang sesuai untuk didapatkan konsentrasi yang lebih pekat dari sebelumnya (Cornelis, Crews, Caruso, Heumann, 2003).

SPE yang paling banyak ditemui dipasaran adalah SPE tipe cartridge. SPE jenis ini merupakan SPE untuk sekali pakai. Bahan pembuat badan SPE ini berasal dari bahan polipropilen yang memenuhi standar kesehatan. Pada bagian frit yang berfungsi untuk menahan fase diam diproduksi menggunakan bahan polipropilen atau stainless steel yang mempunyai porositas antara 10-20 µm. SPE cartridge yang ada dipasaran mempunyai berbagai macam ukuran volum (reservoir) untuk menampung larutan sampel. Rentang reservoir yang ada antara 0,5 mL sampai dengan 60 mL. SPE yang mempunyai reservoir lebar biasanya digunakan untuk sampel yang kotor yang bisa menyebabkan tumpahnya larutan sampel. SPE dengan reservoir kecil digunakan untuk larutan yang relatif bersih (Snyder, Kirkland, Dolan, 2010).


(36)

Gambar 6. Solid phase extraction tipe cartridge

Kelebihan solid phase extraction dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:

 Bisa mengekstraksi senyawa lebih banyak  Pemisahan yang terjadi lebih efektif  Pelarut yang digunakan lebih sedikit

 Penarikan kembali senyawa yang diinginkan lebih mudah

Kelebihan yang dimiliki oleh SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair memungkinkan recovery yang dihasilkan menjadi lebih baik. Menggunakan SPE dapat dimungkinkan untuk dapat menghilangkan seluruh pengotor yang ada dalam analit. Namun, ada beberapa kekurangan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, diantaranya yaitu :

 Analit yang terperangkap dalam fase diam bersifat irreversible


(37)

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi adalah metode pemisahan dimana komponen yang dipisahkan terdistribusi dalam dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) yang bergerak ke satu arah (Gandjar dan Rohman, 2007). Keunggulan metode KCKT yaitu waktu analisis yang dilakukan relatif lebih singkat, kolom KCKT bisa dipakai untuk analisis berkali – kali, resolusi hasil pemisahan lebih baik dibanding dengan metode lain (KLT dan spektrofotometer), dan bisa digunakan untuk analisis senyawa yang mudah menguap dan termolabil (Synder & Kirkland, 1979).

KCKT fase terbalik hampir memiliki seluruh kesamaan pada KCKT pada umumnya. Namun, kolom yang digunakan dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada permukaannya secara sederhana. Kolom yang digunakan biasanya berupan kolom atom karbon 8 atau 18. Contoh pelarut polar yang biasa digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah alkohol atau metanol (Gritter, 1991).

Salah satu metode pemisahan dari kromatografi cair kinerja tingi adalah kromatografi fase terbalik. Kromatografi fase terbalik mempunyai ciri-ciri antara lain fase diam yang bersifat non polar, fase diam yang banyak digunakan antara lain C8 dan C18. Fase gerak yang digunakan relatif polar. Senyawa yang besifar polar akan terelusi terlebih dahulu dibanding dengan senyawa yang bersifat kurang polar (Meyer, 2004).


(38)

Gambar 7. diagram rangkaian alat pada sistem KCKT

Wadah yang digunakan sebagai tempat fase gerak haruslah bersifat bersih dan inert. Bisa digunakan wadah pelarut kosong atau labu laboratorium. Fase gerak yang digunakan haruslah bebas dari gas yang nantinya akan mengganggu analisis yang akan dilakukan. Untuk menghilangkan gas dilakukan proses degassing. Pelarut-pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak dianjurkan menggunakan pelarut yang mempunyai kemurnian tinggi, datau sebisa mungkin menggunakan pelarut yang sesuai untuk instrumen KCKT (KCKT grade) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruha dapat berperan dapam daya elusi dan resolusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Fase gerak yang akan digunakan harus bebas dari partikel asing yang dapat mengganggu proses analisis dan menyumbat kolom. Bila fase gerak yang digunakan sudah KCKT grade, maka penyaringan tidak


(39)

perlu dilakukan lagi. Bila dibutuhkan proses penyaringan maka digunakan membrane filter yang mempunyai diameter 0,5 µm. (Snyder, Kirkland, Dolan, 2009).

Dasar pemilihan fase gerak yang paling utama adalah bisa untuk memisahkan senyawa yang akan dianalisis dengan cepat dan efisien. Selain itu pertimbangan lain dalam pemilihan fase gerak adalah :

a. Viskositas, pelarut yang memunyai viskositas rendah membuat proses elusi menjadi lebih cepat serta tekanan yang digunakan lebih rendah.

b. UV transparency, bila menggunakan detektor UV, fase gerak yang digunakan tidak boleh mempunya serapan pada panjang gelombang UV. c. Kemurnian, perlarut harus semurni mungkin agar tidak mengganggu dalam

proses analisis dan tidak merusakkan bagian dari instrumen KCKT seperti kolom.

d. Inert, pelarut tidak boleh bereaksi dengan sampel. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi degradasi atau adanya perubahan dari senyawa analit (Meyer, 2004).

Detektor yang digunakan pada KCKT haruslah bisa mendeteksi semua senyawa yang diinjeksikan ke dalam sistem KCKT. Detektor yang ideal pada KCKT mempunyai beberapa persyaratan umum antara lain:

a. Cukup sensitif untuk mendeteksi senyawa yang akan dianalisis

b. Tidak terpengaruh adanya perubahan temperatur atau komposisi fase diam, contohnya seperti pada elusi menggunakan sistem gradient.


(40)

c. Bisa untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang jumlahnya kecil (trace analysis)

d. Mudah didapatkan, awet, dan harganya relatif murah (Meyer, 2004).

Detektor ultraviolet (UV) merupakan detektor yang paling banyak digunakan pada sistem KCKT karena dirasa cukup sensitif, bisa untuk menganalisis banyak senyawa, relatif tidak terpengaruh oleh adanya perubahan temperatur dan bisa digunakan untuk elusi menggunakan sistem gradient. Lampu yang digunakan sebagai detektor UV ada 2 macam, yaitu lampu deuterium dan lampu tungsten-halogen. Lampu deuterium mempunyai spektrum antara 600nm, sedangkan lampu tungsten-halogen mempunyai spektrum antara 340-800nm (Meyer, 2004).

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yaitu harus inert terhadap fase gerak. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Jenis pompa yang digunakan dalam KCKT ada 2 jenis yaitu, pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan (paling banyak digunakan). Bahan-bahan yang sering digunakan untuk pompa adalah gelas, baha tahan karat, teflon, dan batu nilam (Gandjar dan Rohman, 2007).


(41)

F. LANDASAN TEORI

Wadah merupakan suatu substansi padat yang biasa digunakan masyarakat untuk menyimpan sesuatu. Kemudahan dalam penggunaan menjadi salah satu pertimbangan banyak digunakannya wadah oleh masyarakat. Salah satu wadah yang sering dipakai adalah wadah yang terbuat dari plastik, karena wadah plastik mempunyai bentuk dan ukuran yang bermacam-macam sesuai dengan tujuan penggunaanya, sifatnya yang kuat, serta mudah didapatkan di pasaran.

Sering kali wadah plastik terpapar oleh sinar matahari yang intensitasnya relatif banyak di Indonesia. Sinar matahari merupakan sumber dari sinar UV yang mempunyai energi besar sehingga dapat menguraikan wadah plastik menjadi bentuk monomer penyusunnya kembali. Salah satu monomer penyusun plastik adalah bisfenol A. Bisfenol A mempunyai dampak buruk bagi kesehatan manusia karena bisa mengganggu sistem endokrin dan meningkatkan aktivitas estrogen dalam tubuh.

Solid phase extraction (SPE) merupakan suatu metode preparasi yang biasa digunakan sebelum analisis dilakukan. Preparasi yang biasa dilakukan menggunakan SPE meliputi clean up sampel dari pengotor-pengotor yang mengganggu dan pemekatan konsentrasi sehingga dihasilkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk menjamin terdeteksinya senyawa yang akan kita teliti. Prinsip dari SPE adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran antara analit dengan fase diam dan eluennya.

Dalam penelitian ini, dilakukan penetapan kadar bisfenol A yang bermigrasi ke air dengan metode KCKT fase terbalik, dimana sampel yang


(42)

digunakan sebelumnya sudah di ekstraksi menggunakan ekstraksi fase padat. Prinsip dari KCKT adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran dengan kolom fase diam.

G. Hipotesis

1. SPE C18 dapat digunakan untuk memekatkan konsentrasi bisfenol A dalam sampel air

2. Semakin lama paparan sinar matahari maka kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol akan meningkat.

3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara sampel yang diberi perlakuan paparan sinar matahari dengan sampel yang tanpa diberi perlakuan paparan sinar matahari.


(43)

Bagan penelitian ini adalah sebagai berikut:

air dalam botol polikarbonat

dipekatkan menggunakan solid phase extraction

diinjeksikan dalam KCKT

analisis hasil yang didapatkan


(44)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian dengan rancangan penelitian eksperimental deskriptif karena diberikan perlakuan pada subjek uji.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Utama

a.Variabel bebas.

Lama waktu pemanasan sinar matahari pada botol plastik yang berisi air b.Variabel tergantung

1) Kadar bisfenol A dalam air yang bermigrasi dari botol 2. Variabel pengacau

a.Varibel pengacau terkendali

1) Botol polikarbonat atau PC yang tercetak pada label di luar botol 2) Pelarut yang digunakan.

b.Variabel pengacau tak terkendali 1) Intensitas sinar matahari


(45)

C. Definisi Operasional

1. Bisfenol A yang ditetapkan kadarnya dalam penelitian ini adalah bisfenol A yang terkandung dalam air.

2. Solid phase extraction (SPE) atau ekstrasi fase padat adalah metode yang digunakan untuk membersihkan sampel dari pengotor–pengotor yang terkandung dalam air sampel yang bisa mengganggu dalam proses penetapan kadar bisfenol A dalam sampel atau bisa juga digunakan untuk memekatkan sampel yang mempunyai kadar kecil sehingga bisa terbaca oleh alat analisis. 3. Alat yang digunakan untuk menetapkan kadar bisfenol A dalam sampel

adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang terdiri dari seperangkat alat KCKT dengan fase diam kolom C18 dan fase gerak campuran asetonitril dan aquabides dengan campuran 70:30.

4. Kadar bisfenol a dalam air sampel ditetapkan dalam satuan µg/mL

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kualitas pro analysis kecuali dinyatakan lain, yaitu baku bisfenol A 97% (E. Merck), metanol (E. Merck), acetonitril (E. Merck) dan aquabides. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air dari dalam botol minum


(46)

E. Alat Penelitian

Seperangkat alat KCKT fase terbalik merek Shimadzu LC-2010C (pompa merek Shimadzu, detektor UV-Vis merek Shimadzu), kolom oktadesilsilan (C18) merek KNAUER C18 No. 25EE181KSJ (B115Y620) dengan dimensi 250 x 4,6 mm, packing KROMASIL 100-5 C18, seperangkat computer merek Dell B6RDZ1S Connexant Sistem RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S., printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625 730, SPE merek Agilent mega BE-C18, 1GM 6 mL, ultrasonikator merek Retsch tipe T460 No. V935922013 EY, syringe, neraca analitik Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg/s), penyaring milipore, mikropipet Socorex, organik and anorganik solven membran filter Whatman polypropylene backed ukuran pori 0,5 µm dan diameter 47 mm, membran filter Whatman ukuran pori 0,45 µm dan diameter 47 mm, pompa vakum, seperangkat alat gelas (Pyrex)

F. Tata Cara Penelitian 1. Preparasi sampel

a.Pemilihan botol sampel. Dipilih sejumlah botol air dari suatu supermarket dengan merek yang sama dan mempunyai label polikarbonat atau PC. b.Pengelompokan sampel. Botol sampel dibagi menjadi 2 kolompok,

kelompok yang diberi perlakuan pemanasan dengan sinar matahari dan perlakuan tanpa pemanasan sinar matahari (gelap) yang digunakan sebagai kontrol.


(47)

Dari masing – masing kelompok tersebut, dibagi lagi menjadi 5 kelompok berdasarkan lama pemanasan atau penyimpanan tanpa pemanasan. Pengambilan sampel air dilakukan setelah pemanasan dan penyimpanan pada hari ke 0; 7; 14; 21 28 dengan asumsi lama pemanasan 1 hari adalah selama 7 jam, sehingga apabila sinar matahari tidak mencukupi 7 jam dalam satu hari, maka sisa waktunya akan dihitung pada hari berikutnya.

Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali dengan perlakuan yang sama.

2. Pemekatan Sampel Air dengan Solid Phase Extraction (SPE)

Pemekatan sampel menggunakan alat SPE dengan fase diam C18 a. Optimasi dan Validasi penggunaan solid phase extraction :

1) Optimasi eluen SPE

 Digunakan beberapa fase gerak baik campuran maupun larutan tunggal

 Baku 0,15 ppm yang telah dilarutkan dalam akuabides sejumlah 100 mL dielusikan kedalam SPE kemudian dielusi menggunakan eluen metanol : air 50:50, metanol : air 75:25, dan metanol 100%  Baku yang sudah terekstraksi diinjeksikan dalam sistem KCKT dan

dipilih eluen yang paling baik untuk menarik bisfenol a dari kolom SPE


(48)

2) Validasi proses solid phase extraction :

 Baku 100 ppm sebanyak 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03 mL ditambahkan air sampel hingga volumnya menjadi 100 mL

 Sampel diekstraksi pada sistem SPE dan dielusikan menggunakan metanol dengan jumlah sesuai dengan hasil optimasi dan diadd sampai volum 10 mL

 Baku dan sampel yang sudah terekstraksi diinjeksikan dalam sistem KCKT

 Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan dihitung perolehan kembalinya.

b. Pemekatan sampel menggunakan SPE

1) Pengkondisian SPE. Sebelum digunakan, SPE dikondisikan dengan cara mengelusikan 5 mL metanol dan 5 mL deionized water.

2) Pemekatan sampel menggunakan SPE. Sebanyak 100 mL air sampel dielusikan melewati SPE yang telah dikondisikan sebelumnya. Setelah semua sampel dielusikan melewati sistem SPE, elusikan metanol dengan jumlah sesuai dengan yang didapatkan dalam proses optimasi. Saring dengan milipore lalu degassing.

3. Pembuatan fase gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran asetonitril : air dengan perbandingan yang optimal sebanyak 500,0 mL. Campuran


(49)

tersebut digojog dan disaring menggunakan kertas Whatman organik dan di degassing selama 15 menit.

4. Injeksi sampel ke dalam KCKT

Sebanyak 20 µL sampel hasil pemekatan dan telah disaring dengan milipore serta diawaudarakan selama 15 menit diinjeksikan ke sistem KCKT fase terbalik dengan detektor yang telah diatur pada panjang gelombang, flow rate, dan fase gerak yang didapat dari optimasi metode.

Hasil yang didapatkan berupa luas area kromatogram dari sampel. Kadar bisfenol A dalam sampel dihitung menggunakan persamaan kurva baku y = bx + a yang didapatkan saat optimasi dan validasi metode.

G. Analisis Hasil 1. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi (tR) yang didapatkan dalam sampel dengan waktu retensi (tR) senyawa baku. 2. Analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah penetapan kadar bisfenol A dalam sampel air berdasarkan analisis data AUC sampel dan kurva baku bisfenol A. Data disajikan dalam bentuk rata – rata ± SD bisfenol A dalam sampel air dengan satuan µg/mL, kemudian dibandingkan dengan batas maksimal kadar bisfenol A yang boleh dikonsumsi oleh manusia.


(50)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A yang terkandung dalam air dan dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi perlakuan paparan sinar matahari. Air yang diteliti dalam penelitian ini merupakan air yang ditempatkan di botol polikarbonat (PC) dimana botol polikarbonat mengandung senyawa bisfenol A yang digunakan sebagai bahan baku pembentuk polimernya (Messey, 2004). Bisfenol A diketahui menyebabkan dampak negatif bagi manusia seperti menurunnya jumlah produksi sperma harian yang berkorelasi dengan penurunan fertilitas pada penelitian yang dilakukan pada mencit jantan (Al-Hisayat, Darmani, Elbetieha, 2002).

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh bisfenol A membuat beberapa lembaga kesehatan dunia menetapkan batas konsumsi harian bisfenol A atau tolerable daily intake (TDI), seperti Kanada sebesar 0,025 mg/KgBB.hari (Health Canada, 2008), di Eropa 0,01 mg/KgBB.hari (SCF, 2012), 0,05 mg/KgBB.hari (EFSA, 2006). Adanya batas konsumsi harian bisfenol A mendorong peneliti untuk mengetahui apakah ada pengaruh sinar matahari, dimana sinar matahari di Indonesia mempunyai intensitas yang cukup tinggi, bisa menyebabkan berpindah atau bermigrasinya senyawa bisfenol A dari botol polikarbonat ke dalam air melebihi batas ketentuan dari lembaga-lembaga kesehatan dunia. Tidak sedikit masyarakat masih menggunakan botol polikarbonat sebagai wadah penyimpanan air. Terlebih masyarakat yang sering beraktivitas luar ruangan, yang dapat


(51)

meningkatkan frekuensi terpaparnya sinar matahari terhadap botol polikarbonat yang mereka gunakan.

Instrumen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dipilih peneliti karena KCKT merupakan instrumen yang cukup sensitif untuk menetapkan suatu kadar analit dan bisa memisahkan senyawa bisfenol A dengan pengotor-pengotor yang ada dalam air sampel. Selain itu KCKT juga lebih sensitif dari instrumen lain yang ada di laboratorium Universitas Sanata Dharma seperti kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri. Bisfenol A ditetapkan dengan instrumen KCKT menggunakan detektor ultraviolet (UV) karena senyawa bisfenol A mempunyai gugus kromofor dan auksokrom yang bisa memberikan serapan pada panjang gelombang ultraviolet. Gugus kromofor bertanggungjawab terhadap serapan gelombang ultraviolet, sedangkan gugus auksokrom bertanggungjawab terhadap pergeseran panjang gelombang dan intensitas panjang gelombang. Pada gambar 1 ditunjukkan gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa bisfenol A.

Gambar 8. Gugus kromofor dan auksokrom pada bisfenol A.

Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam kategori impurity, yaitu menganalisis kemurnian suatu bahan, starting material, atau reagen, serta bisa juga meneliti produk degradasi (Ahuja dan Dong, 2005). Senyawa bisfenol A yang diteliti merupakan bahan awal yang digunakan sebagai pembentuk polimer plastik


(52)

polikarbonat (starting material) yang nantinya bisa bermigrasi ke dalam air karena pengaruh paparan sinar matahari.

Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Natasia (2013) mengenai optimasi dan validasi penetapan kadar bisfenol A pada sampel air maupun sampel botol polikarbonat (PC). Hasil optimasi yang dilakukan oleh Natasia (2013) diperoleh suatu sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan fase diam oktadesilsilan (C18), campuran fase gerak asetonitril : air (70:30), kecepatan alir 1,0 mL/menit, suhu oven 30O C, dan detektor UV dengan panjang gelombang 278 nm. Validasi sistem KCKT yang dilakukan oleh Natasia (2013) yang sudah memenuhi persyaratan validasi juga menjadi dasar dari penelitian ini.

A. Pengambilan dan Pembuatan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah air yang ditempatkan di dalam botol polikarbonat dengan perlakuan pemberian paparan sinar matahari dan digunakan kontrol dengan perlakuan tanpa diberikan paparan sinar matahari. Botol yang digunakan sebagai wadah dari air sampel adalah botol jenis polikarbonat (PC) yang dapat diidentifikasi dari label yang terdapat pada kemasan luar botol, mempunyai ciri-ciri seperti berwarna jernih, bersifat relatif kuat (La Mantia, 2002). Botol diperoleh dari suatu pasar swalayan yang ada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Teknik pengambilan dari sampel botol dilakukan secara acak dengan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang representatif, tetapi juga harus memenuhi kriteria seperti berbentuk bagus, mulus, dan tidak bocor. Botol yang


(53)

diperoleh kemudian dicuci menggunakan akuabides untuk menghilangkan pengotor yang mungkin berasal dari sisa-sisa produksi maupun pengotor yang berasal dari proses distribusi sampai dengan proses penyimpanan.

B. Proses Pemberian Perlakuan Pada Sampel

Botol yang didapat dan dibersihakan dengan pencucian diisi menggunakan akuabides sampai dengan volum 200 mL yang merupakan volum maksimal dari botol untuk dapat menampung air. Botol-botol yang terisi air kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok pelakuan merupakan botol yang diberi paparan sinar matahari dengan jangka waktu yang sudah ditentukan, yaitu 28 hari, 21 hari, 14 hari, 7 hari, dan 0 hari, dari masing-masing hari tersebut digunakan replikasi 2 kali. Untuk menjamin sinar matahari bisa terpapar merata pada botol, peneliti menggantungkan botol sampel pada suatu kawat sehingga memungkinkan sinar matahari bisa secara sempurna mengenai botol sampel. Durasi pemaparan sinar matahari untuk setiap harinya adalah selama 7 jam.

Sedangkan kelompok kontrol merupakan botol yang tidak diberi paparan sinar matahari, disimpan pada tempat yang gelap yaitu ditempatkan di dalam lemari penyimpanan dengan terlebih dahulu diselubungi pada plastik hitam. Jangka waktu penyimpanan pada kontrol sama seperti pada sampel perlakuan, yaitu selama 28 hari, 21 hari, 14 hari, 7 hari, dan 0 hari, dengan masing-masing hari digunakan replikasi sebanyak 2 kali. Dasar dari pemilihan interval waktu perlakuan paparan maupun perlakuan penyimpanan adalah untuk menjamin terlihatnya kenaikan kadar


(54)

bisfenol A dari tiap-tiap interval. Dikhawatirkan bila interval hari yang diberikan terlalu dekat maka kenaikan kadar bisfenol A tidak terlalu terlihat.

C. Pemekatan Sampel Air

Proses pemekatan sampel air dilakukan menggunakan SPE dengan fase diam berupa C18 yang sudah dilakukan optimasi sebelumnya. Proses pemekatan sampel menggunakan SPE didasarkan pada polaritas dari senyawa yang akan dianalisis, dalam hal ini adalah bisfenol A, polaritas fase diam SPE, dan polaritas dari fase gerak (eluen). Tujuan dari proses pemekatan sampel adalah untuk menjamin terukurnya sampel yang akan diteliti. Menurut perkiraan peneliti, kadar sampel yang terdapat pada air cukup sedikit sehingga dikhawatirkan tidak akan terukur dengan instrumen KCKT jika tidak dilakukan pemekatan sebelumnya. Saat dilakukan orientasi pengukuran sampel tanpa proses pemekatan, kadar bisfenol A yang terdapat dalam air tidak dapat dikuantifikasi karena Area Under Curve (AUC) pada sampel sangat kecil (tercantum pada lampiran 10).

Pemekatan yang dilakukan dengan cara melewatkan sejumlah tertentu air sampel dengan volum yang besar kemudian dielusi dengan sejumlah kecil pelarut yang sesuai sehingga didapatkan peningkatan konsentrasi yang diharapkan nantinya bisa diukur menggunakan instrumen KCKT. Tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu proses SPE adalah sebagai berikut:

a. Pengkondisan

Kolom SPE atau yang biasa disebut cartridge dialiri dengan pelarut sampel sehingga bisa membasahi permukaan dari partikel-partikel fase diam


(55)

b. Elusi air sampel

Sampel dengan volum tertentu dilewatkan ke sistem SPE. Analit yang mempunyai sifat yang sama dengan fase diam dapat tertahan dan analit atau pengotor yang tidak diinginkan akan keluar.

c. Pembilasan

Tujuan dari pembilasan adalah untuk menghilangkan pengotor yang ikut tertahan oleh fase diam. Biasanya digunakan pelarut yang mempunyai sifat kurang kuat agar analit yang diinginkan tidak ikut terbawa oleh pelarut pembilas ini

d. Elusi

Merupakan tahap untuk mengambil analit yang diinginkan. Pengambilan analit digunakan pelarut yang sesuai dan biasanya dengan jumlah sedikit dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih pekat dari sebelumnya.

Fase diam yang digunakan pada sistem SPE adalah oktadesilsilan (C18) yang bersifat non polar. Dipilih fase diam C18 karena senyawa bisfenol A yang dianalisis pada penelitian ini bersifat non polar sehingga bisa tertahan pada sistem SPE. Kemudian bisfenol A yang tertahan pada fase diam SPE diambil kembali menggunakan pelarut yang sesuai dengan jumlah yang lebih kecil sehingga diharapkan peneliti akan mendapatkan sampel yang mempunyai konsentrasi yang lebih pekat dibandingkan tanpa melalui proses ekstraksi menggunakan SPE.


(56)

D. Optimasi Eluen Solid Phase Extraction (SPE)

Langkah awal pada proses pemekatan sampel menggunakan SPE adalah dengan mengaktifkan fase diam C18 menggunakan metanol. Pengaktifan fase diam menggunakan metanol bertujuan untuk menghilangkan uap air yang mungkin terkandung dalam fase gerak SPE sehingga diharapkan proses pemekatan sampel menjadi optimal. Kemudian sistem SPE dialiri menggunakan akuabides dengan tujuan untuk menyesuaikan fase diam sebelum sampel dialirkan. Sampel yang digunakan merupakan sampel yang air sehingga pengkondisian menggunakan akuabides yang mempunyai hampir sifat sama.

Sebelum dilakukan proses penetapan kadar bisfenol A yang terkandung dalam sampel air menggunakan ekstraksi dengan SPE, terlebih dahulu peneliti menentukan eluen yang tepat sehingga bisa menarik senyawa bisfenol A yang tertahan di fase diam SPE. Tujuan dari penentuan eluen yang tepat adalah untuk menjamin bahwa seluruh senyawa bisfenol A yang tertahan pada fase diam SPE dapat terambil seluruhnya dan dapat diukur kadarnya dengan tepat.

Setelah dilakukan pengaktifan dan pengkondisian fase diam SPE, 0,15 mL baku 100 ppm yang dilarutkan dalam akuabides sampai volum 100 mL dilewatkan dalam kolom SPE. Peneliti menggunakan eluen metanol : air 50:50 sebanyak 10 mL untuk mengambil senyawa bisfenol A yang tertahan dalam fase diam.


(57)

Gambar 9. Kromatogram baku bisfenol A 1,5 ppm dalam air yang dielusi menggunakan metanol : air 50:50

Dari hasil pengukuran, elusi menggunakan metanol air 50:50 dapatkan hasil yang buruk, dimana hanya sedikit baku yang dapat dapat terambil oleh fase gerak. Seletelah dilakukan proses perhitungan, eluen metanol : air 50:50 hanya mampu memberikan perolehan kembali sebesar 0,8476%. Sampel yang terelusi menggunakan eluen metanol : air 1:1 sangat tidak memenuhi kriteria digunakan sebagai eluen untuk fase gerak. Hasil eluen yang kurang sempurna disebabkan karena perbandingan eluan yang digunakan masih banyak mengandung air, dimana bisfenol A sukar larut dalam air sehingga senyawa bisfenol A tidak bisa terlepas dari fase diam C18.


(58)

Peneliti kemudian mengubah perbandingan eluen metanol : air menjadi 75 : 25. Setelah fase diam SPE diaktifkan menggunakan metanol dan dikondisikan menggunakan akuabides, 0,15 mL baku 100 ppm yang dilarutkan dalam akuabides sampai volum 100 mL dilewatkan dalam kolom SPE. Senyawa yang tertahan di fase gerak SPE diambil menggunakan perbandingan fase gerak metanol : air 75:25 sebanyak 10 mL.

Gambar 10. Kromatogram baku bisfenol A 1,5 ppm dalam air yang dielusi menggunakan metanol : air 75:25

Dari hasil pengukuran, elusi menggunakan fase gerak metanol : air 75:25 menunjukkan peningkatan kadar yang dihasilkan dibandingkan dengan fase gerak yang digunakan sebelumnya. Namun, dari hasil perhitungan didapatkan perolehan kembali dari baku hanya sebesar 46,1030%. Perolehan kembali baku tersebut masih


(59)

sangat jauh dari ketentuan seharunya yaitu untuk kadar ≤ 10 ppm mempunyai toleransi perolehan kembali sebesar 80%-110% (Gonzales dan Herrador, 2007).

Peneliti mencoba menggunakan metanol 100% sebagai eluen untuk mengambil senyawa bisfenol A yang tertahan di fase diam SPE. Setelah fase diam SPE diaktifkan menggunakan metanol dan dikondisikan menggunakan akuabides, 0,15 mL baku 100 ppm yang dilarutkan dalam akuabides sampai volum 100 mL dilewatkan dalam kolom SPE. Senyawa yang tertahan di fase gerak SPE diambil menggunakan perbandingan fase gerak metanol 100% sebanyak 10 mL.

Gambar 11. Kromatogram baku bisfenol A 1,5 ppm dalam air yang dielusi menggunakan metanol 100%


(60)

Dari hasil pengukuran, elusi menggunakan fase gerak metanol 100% menunjukkan peningkatan kadar yang dihasilkan dibandingkan dua fase gerak yang digunakan sebelumnya. Hasil perhitungan menunjukkan hasil perolehan kembali sebesar 92,9167%. Perolehan kembali tersebut sudah memenuhi kriteria untuk kadar ≤ 10 ppm yaitu antara 80%-110% menurut Gonzales dan Herrador (2007). Dengan demikian maka digunakan metanol 100% sebagai eluen untuk mengambil bisfenol A yang tertahan pada fase diam SPE.

E. Validasi Prosedur Analisis 1. Efisiensi Proses Pemekatan Sampel

Efisiensi proses pemekatan sampel menggunakan SPE digunakan untuk mengetahui seberapa efisien proses pemekatan yang dilakukan oleh peneliti. Selain itu juga untuk mengetahui apakah pemekatan yang dilakukan oleh peneliti dapat menghilangkan atau mengurangi senyawa bisfenol A yang terkandung dalam sampel. Untuk menghitung nilai akurasi dari penelitian ini dilakukan prosedur penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah tertentu baku ke dalam sejumlah tertentu sampel kemudian dilakukan proses pemekatan menggunakan SPE. Sampel yang sudah diadisi dan dilakukan proses pemekatan dibandingkan dengan sampel yang diadisi tanpa melalui proses pemekatan.

Dari hasil didapatkan rata-rata % recovery dari sampel yang diadisi baku dan melalui proses pemekatan sebesar 95,5770% atau dengan adanya proses pemekatan menggunakan SPE terjadi kehilangan sebesar 9,9164%. Sedangkan


(61)

pada sampel yang diadisi baku tepat sebelum diinjeksikan ke sistem KCKT tanpa melalui proses pemekatan dengan SPE mempunyai rata-rata % recovery sebesar 105,4734%.

Tabel II. Rata-rata % recovery

Adisi Replikasi % Recovery

(%) Rata-rata % recovery (%) % CV (%) tanpa proses pemekatan

Replikasi I 106,7463

105,4734 1.5077 Replikasi II 105,8653

Replikasi III 103,8084 dengan

proses pemekatan

Replikasi I 95.9218

95.5770 0.5547 Replikasi II 94.9372

Replikasi III 95.8721

Tabel III. Efisiensi Proses Estraksi

Efisiensi recovery

(%) Kehilangan (%) efisiensi (%) kehilangan akibat

pemekatan 95.5570 9.9164

tanpa proses pemekatan 105.4734 90.0836

2. Akurasi

Validasi merupakan parameter yang mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa hasil analisis yang dilakukan telah memenuhi syarat untuk penggunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007). Parameter validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketepatan (akurasi) dan LOQ (limit of quantitation).

Akurasi adalah ketepatan antara antara kadar yang terukur dengan kadar yang sebenarnya, sedangkan presisi merupakan kedekatan antara satu nilai dengan


(62)

nilai yang sebenarnya (Gandjar dan Rohman, 2007). Akurasi dinyatakan dengan % recovery, dan presisi dinyatakan dengan % CV. Untuk menghitung nilai akurasi dan presisi dari penelitian ini dilakukan prosedur penambahan baku (standard addition method). Metode penambahan baku dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah tertentu baku ke dalam sejumlah tertentu sampel.

Penetapan % recovery dan % CV dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah ada pengaruh dari proses pemekatan yang dilakukan oleh peneliti. Pengaruh yang mungkin timbul dari proses pemekatan adalah hilangnya senyawa bisfenol A yang menyebabkan kadar bisfenol A yang terdapat pada sampel tidak terukur sepenuhnya. Nilai AUC yang diperoleh dari sampel yang sudah ditambahkan baku kemudian dilakukan perhitungan dengan mensubtitusikannya ke dalam kurva baku. Hasil pengukuran recovery dan CV ditunjukkan pada tabel IV.

Tabel IV. Akurasi dan presisi sampel air Addisi

(µg/mL)

Recovery (%) CV (%)

0 7,1677

0,3 94,0219 4,1523

0,6 84,5746 2,8515

0,9 94,2773 2,3694

1,2 89,1184 3,2460

1,5 95,5770 0,7156

Dari tiga replikasi sampel yang diadisi dengan baku bertingkat diperoleh % recovery antara 80,2012 sampai dengan 96,9087. Recovery yang peneliti dapatkan masih memenuhi kriteria menurut Gonzales dan Herrador (2007), yaitu toleransi % recovery untuk kadar ≤ 10 ppm adalah sebesar 80-110. Presisi yang didapatkan juga baik karena memenuhi kriteria kurang dari 11,3%.


(63)

3. Linearitas dan Limit of Quantification (LOQ)

Linearitas merupakan kemampuan prosedur analisis untuk memperoleh hasil percobaan yang berbanding lurus dengan konsentrasi analit di dalam sampel (ICH, 2005). Linearitas suatu prosedur analisis dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) yang menyatakan korelasi antara jumlah analit dengan AUC yang dihasilkan dari pengukuran. Untuk mengukur linearitas antara konstentrasi dan AUC digunakan program powerfit.

Nilai r yang diperoleh dari proses pemekatan tersaji pada tabel V. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai r yang diperoleh masih memenuhi kriteria, yaitu r ≥ 0,98 (Ahuja dan Dong, 2005).

Tabel V. Nilai linearitas kurva adisi Linearitas (r) Replikasi I 0.9991 Replikasi II 0.9971 Replikasi III 0.9965 Rata-rata 0,9976

Selain itu peneliti juga signifikansi slope antara kurva baku dengan kurva adisi menggunakan uji t. Tujuan dari analisis perbedaan signifikansi adalah untuk mengetahui apakah proses pemekatan yang peneliti lakukan berpengaruh pada linearitas dari kurva adisi yang nantinya juga akan berpengaruh pada kadar bisfenol A yang terkandung dalam sampel. Dari hasi pengujian didapatkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara kurva adisi dan kurva baku. Hal tersebut menandakan bahwa proses pengayaan yang meliputi proses pemekatan tidak mempengaruhi kadar sampel yang diteliti.


(64)

Tabel VI. uji t antara kurva adisi dengan kurva baku

Uji t t t < 2,201

Replikasi I 0,0176 tidak berbeda signifikan Replikasi II 0,0375 tidak berbeda signifikan Replikasi III 0,0279 tidak berbeda signifikan

Limit of Quantification (LOQ) merupakan konsentrasi terkecil dari suatu senyawa yang diteliti, dimana dengan konsentrasi tersebut senyawa yang diteliti masih dapat diukur dengan presisi tepat (Ahuja dan Dong, 2005). Dalam tabel VII disajikan nilai LOQ dari sampel air yang mengandung bisfenol A.

Tabel VII. Nilai Limit of Quantitation (LOQ)

kurva adisi LOQ

(µg/mL)

LOQ rata-rata (µg/mL) replikasi I 0,0065

0,0101 replikasi II 0,0115

replikasi III 0,0124

Nilai LOQ yang dihasilkan dari penelitian ini lebih kecil dari maksimal paparan / konsumsi bisfenol A tiap harinya untuk manusia dewasa 60 kg dengan konsumsi air per harinya sebanyak 2 liter, yaitu sebesar 0,3 µg/mL menurut SCF tahun 2012. Hal ni berarti penetapan kadar bisfenol A yang terkandung dalam air menggunakan instrumen KCKT setelah melalui proses pemekatan menggunakan KCKT bisa digunakan karena mempunyai LOQ yang lebih kecil dari batas maksimal paparan / konsumsi bisfenol A setiap harinya.


(65)

F. Penetapan Kadar Bisfenol A dalam Sampel air 1. Analisis Kualitatif Bisfenol A pada Sampel Air

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi bisfenol A baku dengan waktu retensi bisfenol A yang terdapat dalam sampel. Waktu retensi (tR) dapat digunakan untuk analisis kualitatif karena masing-masing senyawa memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi tertentu. Kromatogram-kromatogram dibawah menunjukkan tR baku bisfenol A dan sampel air yang mengandung bisfenol A dan sampel yang diadisi menggunakan baku, dimana waktu retensi baku dan sampel mempunyai kemiripan sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam air sampel terkandung senyawa bisfenol A.

Gambar 12. kromatogram waktu retensi antara sampel dengan sampel air adisi baku Tabel VIII. Waktu retensi (tR) pada sampel dan kurva adisi

tR (menit)

Sampel 3,463

Adisi 0,3 3,460

Adisi 0,6 3,473

Adisi 0,9 3,466

Adisi 1,2 3,461

Adisi 1,5 3,471

Sampel

Adisi 0,3 µg/mL Adisi 0,6 µg/mL Adisi 0,9 µg/mL Adisi 1,2 µg/mL Adisi 1,5 µg/mL


(66)

2. Analisis Kuantitatif Bisfenol A pada Sampel Air

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar bisfenol A yang bermigrasi dari botol ke air. Perhitungan kadar bisfenol A dalam air dilakukan berdasarkan persamaan kurva baku yang diperoleh oleh Natasia (2013) dalam proses validasi yaitu y = 18140,1915x -1437,3606. Dari proses perhitungan didapatkan kadar bisfenol A yang bermigrasi dari dari botol polikarbonat ke air yang disajikan dalam tabel IX sampai dengan tabel XII.

Tabel IX. Kadar bisfenol A dalam air dengan perlakuan paparan sinar matahari replikasi I

hari ke- kadar bisfenol A (µg/mL)

0 ttd

7 0,0148

14 0,0259

21 0,0355

28 0,0768

*ttd = tidak terdeteksi

Tabel X. Kadar bisfenol A dalam air dengan perlakuan paparan sinar matahari replikasi II

hari ke- kadar bisfenol A (µg/mL)

0 ttd

7 0,0126

14 0,0176

21 0,0337

28 0,0626

*ttd = tidak terdeteksi

Tabel XI. Kadar bisfenol A dalam air dengan tanpa perlakuan paparan sinar matahari (kontrol) replikasi I

hari ke- kadar bisfenol A (µg/mL)

0 ttd

7 ttd

14 ttd

21 ttd

28 0,0121


(67)

Tabel XII. Kadar bisfenol A dalam air dengan tanpa perlakuan paparan sinar matahari (kontrol) replikasi II

hari ke- kadar bisfenol A (µg/mL)

0 ttd

7 ttd

14 ttd

21 ttd

28 0,0118

*ttd = tidak terdeteksi

Gambar 13. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel perlakuan dan kontrol replikasi I

-0.0001 0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0.0006 0.0007 0.0008 0.0009

0 7 14 21 28

k

a

da

r

g

/L

)

Kurva Kenaikan Kadar BPA dalam Air Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Paparan Radiasi Sinar Matahari pada

Hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 Replikasi I

perlakuan kontrol


(68)

Gambar 14. Kurva kenaikan kadar bisfenol A pada sampel perlakuan dan kontrol replikasi II

Peneliti melakukan uji perbedaan signifikansi slope b antara kadar sampel yang diberi perlakuan paparan sinar matahari dan kontrol. Dari uji t yang dilakukan didapatkan hasil yang signifikan dari perlakuan maupun kontrol baik pada replikasi I maupun pada replikasi II, dengan taraf kepercayaan 95% (p=0,05). Uji statistik tersebut menjelaskan bahwa ada perbedaan kadar antara sampel yang diberi perlakuan paparan sinar matahari dan kontrol yang tidak diberi perlakuan paparan sinar matahari.

Laju peningkatan kadar bisfenol A dalam air dapat ditentukan berdasarkan suatu orde reaksi, apakah mengikuti orde 0, 1, atau orde 2. Bila menganut orde 0, maka laju peningkatan kadar bisfenol A akan stabil sampai terjadinya kesetimbangan konsentrasi pada botol dan air. Bila menganut orde ke 1 atau kedua, laju peningkatan kadar bisfenol A mempunyai dua profil. Pada waktu tertentu di awal terjadinya reaksi, peningkatan bisfenol A akan cepat. Namun pada suatu titik

-0.0001 0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0.0006 0.0007

0 7 14 21 28

k

a

da

r

g

/L

)

Kurva Kenaikan Kadar BPA dalam Air Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Paparan Radiasi Sinar Matahari

pada Hari ke 0, 7, 14, 21, dan 28 Replikasi II

perlakuan kontrol


(69)

dimana reaktan yang ada sudah semakin berkurang, maka laju reaksi akan melambat.

Orde reaksi peningkatan bisfenol A ditentukan dengan cara membuat kurva regresi antara konsentrasi dengan kadar bisfenol A yang terkandung dalam air. Orde reaksi dipilih berdasarkan linearitas yang paling baik antara kurva orde reaksi 0, 1, dan 2.

Tabel XIII. Linearitas peningkatan kadar bisfenol A dalam sampel air replikasi I berdasarkan orde

Orde 0 Orde 1 Orde 2 Perlakuan 0,9500 0,9873 0,9767 Kontrol 0,7071 0,7071 0,7071

Tabel XIII. Linearitas peningkatan kadar bisfenol A dalam sampel air replikasi II berdasarkan orde

Orde 0 Orde 1 Orde 2 Perlakuan 0,9599 0,9935 0,9924 Kontrol 0,7071 0,7071 0,7071

Perhitungan yang telah dilakukan baik pada replikasi I maupun pada replikasi II didapatkan hasil kurva regresi pada orde 1 mempunyai linearitas yang paling baik dibandingkan orde 0 maupun orde 2. Oleh sebab itu dipilih orde 1 sebagai orde laju reaksi peningkatan bisfenol A dalam air. Dengan diketahuinya laju reaksi peningkatan bisfenol A dalam air, maka bisa dilakukan perhitungan peningkatan bisfenol A dalam air setiap harinya baik pada perlakuan maupun pada kontrol. Laju peningkatan bisfenol A setiap harinya pada air menurut orde 1 dituliskan pada tabel XIV dan XV. Namun pada sampel kontrol tidak bisa dilakukan perhitungan seberapa besar kenaikan bisfenol A setiap harinya karena hanya hari ke 28 saja yang terdeteksi kadarnya.


(70)

Tabel XIV. Laju peningkatan bisfenol A setiap hari menurut orde 1 replikasi I Laju peningkatan

bisfenol A (µg/mL.hari)

perlakuan 0,0588

kontrol -

Tabel XV. Laju peningkatan bisfenol A setiap hari menurut orde 1 replikasi II Laju peningkatan

bisfenol A (µg/mL.hari)

perlakuan 0,0573

kontrol -

G. Laju Migrasi Bisfenol A dari Botol ke Air

Bisfenol A sejatinya merupakan senyawa yang terkandung dalam botol polikarbonat. Namun dengan adanya pengaruh dari luar seperti temperatur atau adanya radiasi sinar matahari, dapat dimungkinkan adanya perpindahan atau migrasi yang terjadi senyawa bisfenol A dari botol ke dalam air. Dari penelitian yang dilakukan oleh Kristiyanto (2013) tentang laju penurunan kadar bisfenol A dalam botol dengan pengaruh paparan sinar matahari dapat dilihat bahwa semakin lama paparan sinar matahari yang didapatkan, semakin berkurang kadar bisfenol A dalam botol. Berkurangnya kadar bisfenol A dalam botol disebabkan karena adanya migrasi senyawa bisfenol A dalam air maupun ke dalam lingkungan. Hal tersebut ditunjukkan dengan bertambahnya kadar bisfenol A dalam air semakin bertambahnya lama waktu paparan sinar matahari.

Migrasi senyawa bisfenol A dari botol ke dalam air akan terus terjadi sampai terjadinya kesetimbangan antara kadar bisfenol A dalam botol dan kadar bisfenol A dalam air. Terjadinnya suatu kesetimbangan yang berkaitan dengan distribusi atau partisi dari bisfenol A dari botol ke dalam air disebut laju degradasi.


(1)

118

q. kontrol air replikasi II hari ke 21


(2)

119

r. kontrol air replikasi II hari ke 14

s. kontrol air replikasi II hari ke 7


(3)

120

t. kontrol air replikasi II hari ke 0


(4)

121

BIOGRAFI PENULIS

Penulis merupakan seorang pria bernama lengkap Topan Fajar Pamungkas, dan biasa dipanggil Topan. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, anak dari pasangan Suwandar, S.Pd dan Dra. Endang Sutrisnowati, M.Pd yang lahir di Pekalongan 10 April 1991. Penulis menempuh pendidikan di TK Kutilang 1 Pekalongan (1997), Sekolah Dasar Panjang Wetan 1 Pekalongan (2003), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekalongan (2006), dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa Sanata Dharma, penulis aktif di kegiatan di dalam kampus seperti aktif di organisasi Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) komisariat Sanata Dharma pada divisi DPPO tahun 2011, Wakil Ketua di organisasi Farmasi Islam Sanata Dharma (Fistara) pada tahun 2010 dan 2011, menjadi seksi perlengkapan pada kegiatan pelepasan wisuda (2010), seksi humas di kegiatan makrab JMKI (2011). Selain itu penulis juga mempunyai pengalaman sebagai asisten pada praktikum Farmakognosi Fitokimia (2012) dan prakikum Kultur Jaringan (2013)


(5)

xvii

PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM AIR YANG BERASAL DARI BOTOL POLIKARBONAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DENGAN METODE PENGAYAAN

Topan Fajar Pamungkas 098114022 INTISARI

Bisfenol A (BPA) atau 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol merupakan bahan pembuat plastik polikarbonat. Senyawa ini mempunyai dampak negatif yaitu menganggu kerja endokrin dan menurunkan jumlah sperma pada pria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan sinar matahari dalam jangka waktu 0, 7, 14, 21, dan 28 hari terhadap kadar BPA yang bermigrasi ke dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dan dibandingkan dengan kontrol. BPA dalam sampel air dipekatkan dengan Solid Phase Extraction (SPE) kolom C18

(enrichment method) dan ditetapkan kadarnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan detektor UV

Didapatkan parameter validasi yang baik untuk proses pengayaan yaitu efisiensi sebesar 90.4962%, recovery antara 84,5746% sampai dengan 95,5770%, presisi antara 0,7156% sampai dengan 7,1677%. Limit of Quantitation (LOQ) dari penelitian ini adalah sebesar 0,0101 µg/mL.

Kadar yang diperoleh dari sampel perlakuan hari ke 0 pada kedua replikasi tidak dapat terdeteksi, untuk hari ke 7, 14, 21, dan 28 replikasi I berturut-turut adalah 0,0148 µg/mL, 0,0256 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL dan replikasi II berturut-turut adalah 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. Pada semua kelompok kontrol hanya bisa terdeteksi pada hari ke 28, yaitu sebesar 0,0121 µg/mL dan 0,0118 µg/mL.

kata kunci: sinar matahari, bisfenol A, polikarbonat, KCKT, SPE


(6)

xviii

Effect Of Sunlight Exposure To Bisphenol A Concentration In The Water Leached From Polycarbonate Bottle With Riversed-Phased High

Performance Liquid Chromatography By Enrichment Method

Topan Fajar Pamungkas 098114022

Abstract

Bisphenol A (BPA) or 4-[2-(4-hydroxyphenyl)propan-2-yl]phenol is the raw material to make polycarbonate plastics. This material has negatif effects such as can disturb endocrine function, and reduce quantity of sperm. The aim from this study is to determine effect of sunlight exposure with 0, 7, 14, 21, and 28 days intervals to BPA concentration in the water leached from polycarbonate bottles compared with control determined by high performance liquid chromatography UV detector by enrichment method with solid phase extraction (SPE) C18.

Validation for enrichment method was good with various parameters such as efficiency 90,0836%; recovery between 84,5746% to 95,5770%, precision between 0,7156% to 7,1677%. Limit of quantification (LOQ) was 0,0101µg/mL.

BPA in treatment samples was not detected in day 0 in both replications, in day 7, 14, 21, 28 first replication BPA amount was 0,0148 µg/mL, 0,0256 µg/mL, 0,0355 µg/mL, 0,0768 µg/mL, in second replication was 0,0126 µg/mL, 0,0176 µg/mL, 0,0337 µg/mL, 0,0626 µg/mL. In control samples BPA a was not detected in day 0, 7, 14, 21. In day 28 first and second replication was 0,0121 µg/mL and 0,0118 µg/mL.

Keyword : sunlight, bisphenol A, polycarbonate, HPLC, SPE


Dokumen yang terkait

Keseragaman Kandungan Digoksin Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

6 100 43

Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pada Penetapan Kadar Simvastatin Tablet Menggunakan Fase Gerak Asetonitril : Air

6 110 114

Penetapan Kadar Simvastatin Dalam Sediaan Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dengan Fase Gerak Metanol–Air

23 164 114

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

7 92 56

Penetapan Kadar Amoxicilin Dalam Tablet Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

27 162 26

Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

2 10 165

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

1 5 198

Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik

1 2 163

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196