BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II DWI MERISHANDY FARMASI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mm Hg

  dan atau tekanan diastolik lebih dari 90 mm Hg (WHO, 2011). Penyakit yang paling banyak di dunia adalah hipertensi. Satu dari delapan kematian disebabkan oleh hipertensi dan menjadi urutan ke 3 penyebab mortalitas di dunia (wells, 2008). Di Indonesia, hipertensi menjadi salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan (Depkes RI, 2015). Klasifikasi hipertensi pada orang dewasa :

Tabel 2.1. Klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization

  Klasifikasi Sistolik (Mmhg) Diastolik Tekanan Darah (Mmhg) Optimal < 120 < 80 Normal < 130 < 85 Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99 Sub grup: perbatasan 140-149 90-94 Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109 Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110 Hipertensi sistol terisolasi < 90 ≥ 140 Sub grup: pembatas 140-149 < 90 Sumber: Word Health Organization, 2011.

  Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi dua yaitu hipertensi essensial (primer) dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial merupakan penyakit hipertensi yang belum diketahui penyebabnya, penderita hipertensi ini mencapai 90%, sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya seperti karena adanya kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, penyakit kelenjar adrenal dan lain-lain, hipertensi ini mempunyai presentase yang rendah yaitu 10% ( Depkes RI, 2007).

  Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon rennin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE

  4 yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan

  Faktor penyakit hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah, farktor yang dapat diubah adalah faktor yang berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat dari pasien seperti merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas gerak, kegemukan, konsumsi alkohol hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia, stres dan konsumsi garam berlebih. Sedangkan faktor yang tidak dapat diubah diantaranya umur, jenis kelamin dan keturunan. Umur, mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko, terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Jenis Kelamin, faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Keturunan (genetik) , riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial) (Depkes , 2007).

  Terapi farmakologi atau biasanya dengan obat sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan satu obat terlebih dahulu. Penggunaan obat ini diprioritaskan karena faktor kepatuhan dan harga yang lebih ekonomis. Beberapa golongan obat yang biasa digunakan sebagai lini pertama untuk penyakit hipertensi, yaitu:

1. Diuretik

  Diuretik bekerja meningkatkan eksresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah ( Nafrialdi, 2009). Ada beberapa macam obat golongan diuretik : a.

  Golongan Tiazid Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama

  NaCl ditubulus ginjal, sehingga eksresi Na dan Cl meningkat. Contoh obat golongan ini antara lain : HCT (hidroclortiazide),

  5 bendroflumetazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl- sulfonamida (indapamid, klortalidon) (Nafrialdi, 2009) Diuretik Kuat atau Loop Diuretik

  Golongan ini bekerja di lengkung henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na, K dan Cl dan menghambat resorbsi air dan elektrolit. Obat ini tepat digunakan untuk penderita hipertensi dengan gangguan ginjal. Contoh obat golongan ini adalah furosemid, torasemid, bumetanid (Nugroho, 2012).

  c.

  Diuretik Hemat Kalium Diuretik ini bekerja pada duktus kolektivus, namun efek diuretiknya sangat lemah sehingga tidak digunakan dalam bentuk tunggal. Obat golongan ini sering digunakan dengan diuretik golongan lain untuk menjaga keseimbangan kalium. Contoh obat golongan ini adalah spironolakton, amirolid, triametren (Nugroho, 2012).

  2. ACE-Inhibitor (Angiostensin Converting Enzym-Inhibitor) Angiostensin Converting Enzym merupakan enzim penting dalam sistem rennin-angiostensin. Enzim ini mengubah angiostesin I menjadi angiostensin II. Angiostensin II merupakan suatu vasokontriktor poten dan pemacu sekresi aldosteron. Aldosteron sendiri meningkatkan volume darah sehingga meningkatkan resistensi vaskuler. Penghambatan enzim ini dapat menghasilkan efek vasodilatasi lalu menurunkan retensi sehingga menurunkan tekanan darah dan juga menurunkan sekresi aldosteron sehingga menurunkan volume darah sehingga mengurangi kerja jantung.

  Contoh obat golongan ini adalah kaptopril, lisinopril, ramipril (Nurgroho, 2012).

  3. CCBs ( Calsium Canal Blockers) Aksi obat ini yakni menghambat influks ion kalsium pada kanal ion kalsium dipembuluh darah dan otot jantung. Penurunan ion kalsium ke dalam sel mengakibatkan penurunan konstraksi otot pada pembuluh darah. Pada pembuluh darah juga mengakibatkan konstraksi otot polos pembuluh darah karena penurunan ion kalsium intraseluler, lalu meningkatkan diameter pembuluh darah arteri namun tidak pada vena, sehingga

  6 menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Penurunan ion kalsium intrasel juga mengakibatkan penurunan kontraksi sel otot jantung sehingga amlodipin, diltiazem, nikardipin (Nugroho, 2012).

  4. Beta-Blocker Obat ini bekerja dengan menghambat persyarafan simpatetik menuju organ jantung. Obat ini digunakan dalam terapi hipertensi karena dapat menurunkan frekuensi denyut jantung, curah jantung dan pelepasan enzim renin dari ginjal. Semuanya melibatkan penghambatan pada reseptor adrenergic. Contoh obat golongan ini adalah propanolol, atenolol, asebutolol ( Nurgroho, 2012).

  5. ARB ( Angiostensin Reseptor Blocker ) Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor angiostensin II, obat ini hampir mirip dengan ACE-inhibitor bedanya obat ini menghambat aktivitas angiostensin II terhadap reseptornya sedangkan ACE-inhibitor menghambat produksi angiostensin II. Obat ini lebih menguntungkan dibandingkan ACE-inhibitor karena tidak menimbulkan efek samping batuk kering, selain itu pada ACE-inhibitor hanya menghambat produksi angiostensin II dengan ACE sedangkan produksi angiostensin II tidak tergantung oleh ACE saja namun bisa oleh kimase. Contoh obat golongan ini adalah losartan, valsartan, candesartan (Nugroho, 2012). Sedangkan pengobatan non farmakologi dapat dilakukan dengan menjalani pola hidup sehat yang telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular, dengan terkontrolnya pola hidup pasien hipertensi ini dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Depkes RI, 2015). Menurut Depkes RI Permasalahan non farmakologi yang dapat dikendalikan adalah sebagai berikut :

1. Mengatasi obesitas / menurunkan tekanan darah

  Prevalensi hipertensi pada orang gemuk lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.

  7

  2. Mengurangi asupan garam dalam tubuh Pembatasan pengkonsumsian garam yang dapat meningkatkan volume pada hipertensi.

  3. Menciptakan keadaan tenang Relaksasi dapat diciptakan dengan berbagai cara seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat menontrol system syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

  4. Melakukan olahraga teratur Berolahraga yang teratur dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

  5. Berhenti merokok Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Menurut Sustraini (2007) pengobatan non farmakologi hipertensi dapat dilakukan dengan relaksasi keislaman dengan pembacaan Al-Quran. Berobat dengan Al Qur’an adalah perkara yang sudah ditetapkan dalam syariat. Berapa banyak pasien terserang penyakit dan tidak ada obatnya secara medis, tetapi dapat disembuhkan dengan rahmat dan kasih sayang Allah, dan itu terjadi dengan bacaan ayat-ayat Al-

  Qur’an, sehingga Allah menyembuhkan mereka dengan berkah kitab-Nya. Al- Qur’an adalah penyembuh dan rahmat bagi orang yang mengimani serta mengamalkannya.

B. PROLANIS

  Menurut Panduan Praktis PROLANIS (2014) PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

  8 Aktifitas PROLANIS yang dijalankan ada empat yaitu :

  1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis

  3. Reminder melalui SMS Gateway

  4. Home Visit C.

   Kualitas Hidup

  Menurut World Health Organization Quality Of Life ( WHOQOL) tahun 2012 Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tersebut hidup, dan hubungan terhadap tujuan, harapan, standard an keinginan. Hal ini merupakan suatu konsep yang dipadukan dengan berbagai cara seseorang untuk mendapatkan kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat independen, hubungan sosial, dan hubungan dengan sekitarnya.

  Terdapat dua kompenan dasar dari kualitas hidup yaitu subyektifitas dan multidimensi. Subyektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat ditentukan dari sudut pandang klien itu sendiri dan ini hanya dapat diketahui dengan bertanya langsung kepada klien. Sedangkan multi dimensi bermakna bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik meliputi aspek biologi / fisik, psikologis, sosial dan lingkungan.

  Kualitas hidup yang optimal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam memberikan pengobatan terhadap pasien hipertensi. Perawatan kesehatan harus mencakup keadaan fisik, mental, dan sosialkesejahteraan, bukan hanya tidak adanya penyakit. Ini tidak hanya menjadi Indikasi perubahan frekuensi dan keparahan penyakit tetapi juga estimasi kesejahteraan dan ini dapat dinilai dengan mengukur peningkatan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan.

D. Konseling 1. Konseling kefarmasian

  Konseling kefarmasian merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker untuk memberikan edukasi pengobatan dengan cara tatap mua atau wawancara, yang bertujuan untuk meningkatkan

  9 pengetahuan dan pemahaman pasien dalam pengobatan (Depkes RI, 2007). Konseling juga merupakan salah satu bagian tatalaksana terapi pasien hipertensi asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) bertujuan untuk memberikan tambahan pengetahuan tentang obat dan pengobatan dengan harapan dapat memberikan pemahaman pada pasien mengenai peranan obat pada penyembuhan penyakitnya.

  Konseling obat kepada pasien diharapkan memberikan perubahan perilaku guna meningkatkan kepatuhan penggunaan obat yang pada akhirnya meningkatkan keberhasilan terapi pasien (Dewi , 2015).

  Mengingat perlunya pemberian konseling, kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker karena pemakaian obat-obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling yang diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif. Selain konseling aktif dapat juga konseling pasif yang terjadi jika pasien datang untuk berkonsultasi kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan ( Depkes RI, 2007).

  Menurut Depkes RI tahun 2007 tujuan dan manfaat konseling adalah sebagai berikut : a.

  Tujuan Konseling 1). Tujuan Umum

  a) Meningkatkan keberhasilan terapi

  b) Memaksimalkan efek terapi

  c) Meminimalkan resiko efek samping

  d) Meningkatkan cost effectiveness

  e) Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi

  2). Tujuan Khusus :

  a) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien

  b) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien

  c) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya

  d) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya

  e) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

  10 f) Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem

  g) Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri

  h) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan i)

  Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien b. Manfaat Konseling

  1) Bagi pasien

  a) Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan

  b) Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya

  c) Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri

  d) Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu

  e) Menurunkan kesalahan penggunaan obat

  f) Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi

  g) Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan

  h) Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan

  2) Bagi Apoteker

  a) Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.

  b) Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai

  c) Tanggung jawab profesi apoteker.

  d) Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan

  e) Penggunaan obat ( Medication error )

  f) Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.

2. Konseling pembacaan Al-Quran

  Konseling Islami adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah iman dan atau kembali kepada fitrah iman, dengan cara memberdayakan (empowering) fitrah-fitrah (jasmani, rohani, nafs, dan iman) mempelajari dan melaksanakan tuntunan Allah dan rasul-Nya, agar fitrah-fitrah yang ada pada individu berkembang dan berfungsi dengan baik dan benar. Pada akhirnya

  11 diharapkan agar individu selamat dan memperoleh kebahagiaan yang sejati di dunia dan akhirat ( Gudnanto, 2013). pemecahan masalah pada manusia, seperti dijelaskan dalam Q.S. Yunus ayat 57 :

  ِنِمْؤُمْلِل ٌةَمْحَر َو ىًدُهَو ِروُدُّصلا يِف اَمِل ٌءاَفِش َو ْمُكِ بَر ْنِم ٌةَظِع ْوَم ْمُكْتَءاَج ْدَق ُساَّنلا اَهُّيَأ اَي “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang- orang yang beriman.”

  Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ada empat fungsi dari Al-Quran yaitu : pengajaran, obat , petunjuk dan rahmat. Penerapan terhadap empat fungsi ini, dapat diaplikasikan bacaan surat Ar-rahman dalam konseling kefarmasian dengan upaya pemberian bantuan kepada pasien yang mengalami masalah pengobatan dengan dijadikan terpai nonfarmakologi.

  Menurut AlQahdhi dalam Maelina (2013) Pengobatan dengan diberikan nya konseling tentang keislaman telah dibuktikan oleh beberapa ahli seperti yang telah dilakukan Ahmad Al-Qadhi, dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil positif bahwa mendengarkan ayat suci AlQuran memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan ketegangan urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah alat yang berbasis komputer.

  12

  13 E.

   Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka konsep

  Tingkat kualitas hidup Konseling kefarmasian yang menganjurkan terapi non farmakologi membaca

  Al-Quran surat Ar-Rahman.

F. Hipotesis

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endiyono (2016) tentang “Pengaruh Terapi Murottal Al-quran Surat Ar-rahman Terhadap Kualitas Tidur Pasien Diruang ICCU RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto”, dengan hasil uji t dependent rata-rata kualitas tidur pasien sesudah diberi terapi murrotal Al- quran Surat ar-rahman lebih tinggi dari pada kualitas tidur pasien sebelum diberi terapi murrotal Al-quran surat ar-rahman yaitu 9,23 > 6,60 serta nilai p value sebesar 0,0001 < 0,005. Artinya H0 diterima, sehingga dapat diambil hipotesis :

  H0 : tidak adanya perbedaan tingkat kualitas hidup pasien yang mendapatkan intervensi konseling kefarmasian bacaan surat Ar- Rahman dengan konseling kefarmasian usual care. H1 : tingkat kualitas hidup pasien yang mendapatkan intervensi konseling kefarmasian bacaan surat Ar-Rahman lebih besar daripada kualitas hidup pasien yang mendapat konseling kefarmasian tidak berbasis Al-quran. Keterangan:

  α α

  H diterima jika: -t( /

  2 ; df (n- / 2 ; df (n-1))

  1))≤ t hitung ≤ +t (

  α α

  H ditolak jika : t hitung < -t( /

  2 ; df (n-1)) atau t hitung > +t ( / 2 ; df (n-1))

  14