DOCRPIJM 1502250580Bab 7.Rencana Persektor

7.1 Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau perdesaan.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhanserta desa tertinggal.

7.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain: A. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  R AKHI

  Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butire), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  C. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasa l15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  D. Peraturan Presiden Nomor

15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  E. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan TataRuang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh dikawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  Mengacu pada Permen PU Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasidan TataKerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsiDirektorat Pengembangan Permukiman adalah:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman diperkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru diperkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas

  R

  permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

  AKHI permukiman dikawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat dibidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

7.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah: x Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. x Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan. x Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI. x Percepatan pembangunan diwilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan. x Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin. x Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan dan bertambahnya kawasan kumuh. x Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun. x Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman. x Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal dibidang pembangunan perumahan dan permukiman.

  R

  Isu-isu strategis diatas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang

  AKHI

  terangkum secara nasional. Namun, di masing- masing kabupaten/kota terdapat isu-isu

  AKHI R

  Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

Tabel 7.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman SkalaKota/Kabupaten b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk diperkotaan meliputi 500 kawasan kumuh diperkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan diperdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana diperdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu

  No. Isu Strategis Keterangan (1) (2) (3)

  1 Penanggulangan kemiskinan di perkotaan (urban poverty reduction)

  2 Ketertinggalan daerah perdesaan dan persoalan urban rural linkages

  3 Poor Urban Sevice

Terutama persoalan air bersih

untuk masyarat miskin

  4 Poor Management Penyehatan Perusahaan Air Minum (PDAM)

  5 Poor Coorporation

Persoalan bencana dan banjir,

masalah lingkungan, sampah dan lain-lain

  6 Lemahnya penataan dan revitalisasi kawasan perkotaan

  7 Poor networking Persoalan meningkatnya

kebutuhan kota satelit untuk

mendukung/ counter magnet kota

  8 Enabling decentralization and good governance Perlunya reformasi pembangunan kota dan kabupaten dalam upaya

peningkatan kapasitas daerah dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

  Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun diperkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.

Tabel 7.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/PeraturanWalikota/Bupati/peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan NO. lainnya Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk No./Tahun Perihal Pengaturan

  (1) (2) (3) (4) (5)

  1 Undang-Undang Jan-11 Lingkup pembangunan perumahan dan

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat permukiman, asas dan tujuan, hak dan kabupaten/kota kewajiban, peran serta masyarakat

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan pembinaan dan ketentuan pidana. kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  d. Melaksanakan sinkronisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman

bagi MBR

f. Menyediakan prsarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Memfasilitasi kerjasama pada tingkat kabupaten/kota

  h. Antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman i. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota/

  2 Undang- Undang 26/2007 Penataan Ruang

  a. Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera karena dengan terwujudnya lingkungan perumahan yang serasi, layak huni, dan menunjang kelestarian lingkungan sekitar serta pengembangan daerah dapat menunjang pembentukan sdm yang

diharapkan.

  4 Peraturan Pemerintah 26/2008 RTRW Nasional

  a. Arahan pengembangan sistem permukiman nasional sebagimana dimaksud dalam R dilakukan melalui pengembangan pusat-pusat permukiman sebagai pusat pelayanan ekonomi, pusat pelayanan pemerintahan dan pusat-pusat permukiman dilakukan secara selaras.

  AKHI

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

  Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

  Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

  3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

  1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

  2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

  3. Pencapaian target MDG ’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program

  Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

  5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

  6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBLKSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta

  R

  merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan.

  AKHI

Tabel 7.3 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan

  (1) (2) (3) (4) No Pengembangan Permukiman Pengembangan Solusi 1 Aspek Teknis Permukiman Kabupaten Hulu Sungai Selatan Permasalahan Tantangan Alternatif a. Restrukturiasasi kawasan dengan pola terutama di kawasan permukiman kumuh dan illegal 2) berkorelasi pada buruknya pelayanan sanitasi prasarana yang tidak memadai 1) ketidak tepatan penanganan masalah pada peningkatan kualitas lingkungan permukiman Land Consolidation (LC) atau Land Sharing (rusunawa dan rusunami c. Relokasi penghuni pada rumah vertikal dengan prioritas kawasan khusus b. Redefinisi kawasan pada lokasi kumuh (LS)

  2 Aspek Kelembagaan keterbatasan sistem perencanaan dan implementasi yang berimplikasi terhadap kecendrungan 2) Tingginya kompleksitasmasalah pembangunan & permukiman yang dihadapi daam kondisi perumahan permukiman yang menciptakan konflik dan inkonsistensi dalam pelaksanaan program pembangunan 1) Kebijakan otonomi daerah yang makin menciptakan kemandirian wilayah, kemandirian penanganan yang bersifat kuratif dan incremental ( menunggu terjadinya persoalan dan dengan sektoral yang terkadang kontra produktif terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan 4) Arah pembagunan permukiman secara nyata nampak dalam pembangunan perumahan pada maupun dari sisi kesesuaian lokasi (bukan Ilegal, tidak melanggar tata ruang) lingkungan yang memenuhi syarat baik dari sisi syarat perumahan (sehat, nyaman, layak) pembangunan perumahan dan permukiman khususnya dalam penyediaan perumahan dan 3) Belum terciptanya kepedulaian masyarakat atau lembaga di masyarakat dalam mendukung penanganan sepotong-sepotong) ketimbang penanganan yang bersifat antisipatif) 5) pembangunan sektor perumahan & permukiman yang belum terdukung oleh sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya swasta sulit untuk dlibatkan. Dengan keterbatasan dana maka program semacam itu menjadi populer dan kurang mendapatkan prioritas dan harus ditangani oleh pemerintah sendiri karena yang bersifat rehabilitasi, penanganan lingkungan ( mis : Peremajaan kota) menjadi tidak kawasan baru yang di prakarsai oleh swasta developer sedangkan pembangunan permukiman informasi untuk kepentingan perencanaan, implementasi & evaluasi yang dapat dimanfaatkan 3 Aspek Pembiayaan prasarana dasar, pengaturan lahan dalam skala besar serta rehabiitasi kawasan kumuh menjadi sulit di realisasikan pemerintah sehingga penanganan pembangunan perumahan permukiman dalam penyediaan sisi pemerintah akibat adanya skala prioritas pembangunan lain dan keterbatasan pendapatan 1) lemahnya dukungan pembiayaan pembangunan sektor perumahan & permukiman dari oleh pengambil keputusan panjang untuk mengatasi kelangkaan dana namun memerlukan upaya melalui pengaturan dan penggunaan dana pensiun, asuransi dll yang dapat dimanfaatkan dalam pembiayaan jangka dapat di mobilisasi untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman seperti dibiayai oleh pemerintah kebutuhan non MBR (golongan masyarakat menengah keatas) sedangkan untuk MBR perlu 2) pendanaan melalui sumber pembiayaan komersial (swasta) hanya dapat melayani kebijakan 3) terdapat potensi sumber pembiayaan lain yang bukan dari anggaran pemerintah yang 5 Aspek Lingkungan Permukiman

  4 Aspek Peran Serta Masyarakat / Swasta masalah tersebut 2) pandangan masyarakat yang menganggap bencana banjir sebagai rutinitas karena seringnya 1) Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dengan tetap menjaga kebersihan dan perlunya ruang terbuka hijau untuk mereduksi impahan air kumuh (slum) dan kawasan yang bukan diperuntukkan sebaga permukiman (squatters) 3) masyarakat berpendapatan rendah cenderung membangun rumah pada kantong-kantong MBR) yang tinggal di sekitar bantaran sungai , dengan harga relatif lebih terjangkau 2) Keterbatasan lahan dan tingginya niali lahan menyebabkan banyak masyarakat (terutama kawasan 1) Permukiman kumuh yang menurunkan kualitas lingkungan dan pencitraan lingkungan

7.1.3 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan

  R

  perkotaan terdiri dari:

  AKHI

  1. Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa

  2. Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

  Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari :

  1. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

  2. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3. desa tertinggal dengan program PPIP dan RISPNPM.

  Selain kegiatan fisik diatas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBLKSK ataupun review bila mana diperlukan.

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

  x Infrastruktur kawasan permukiman kumuh x Infra struktur permukiman RSH x Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

  x Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan /Minapolitan) x Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana x Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulaukecil x Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) x Infrastruktur perdesaan PPIP x Infrastruktur perdesaan RISPNPM

  Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam Gambar 7.1.

  R AKHI

  Sumber:Dit.Pengembangan Permukiman,2012

Gambar 7.1 Alur Program Pengembangan Permukiman Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut

  1. Umum x Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

  x Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. x Kesiapan lahan (sudahtersedia). x Sudah tersedia DED. x Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBLKSK,

  Masterplan Agropolitan &Minapolitan dan KSK) x Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi. x Ada unit pelaksana kegiatan. x Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

  2. Khusus R

  Rusunawa

  AKHI x Dalam Rangka penanganan Kawasan Kumuh x Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minumdan PSD lainnya x Ada calon penghuni

  RISPNPM x Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra. x Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya. x Tingkat kemiskinan desa>25%. x Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

  PPIP x Hasil pembahasan dengan Komisi V- DPR RI x Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program

  Cipta Karya lainnya x Kabupaten reguler /sebelumnya dengan kinerja baik x Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW x Berbasis pengembangan wilayah x Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung

  (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan,serta (vi) kesehatan x Mendukung komoditas unggulan kawasan Selain kriteria kesiapan seperti diatas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh diperkotaan. Mengacu pada UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri

  R

  (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi,

  AKHI

  (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan kedalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

  1. Vitalitas Non Ekonomi a.

  Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b.

  Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c.

  Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan a.

  Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,apakah apakah kawasanitustrategis atau kurang strategis.

  b.

  Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan,atau fungsi lainnya.

  c.

  Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah a.

  Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

  b.

  Status sertifikat tanah yang ada.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

  R

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

  AKHI dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b.

  Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grandscenario) kawasan, rencana induk (masterplan) kawasan dan lainnya.

8 Usulan Program dan Kegiatan a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

  Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

  Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta (KPS,CSR).

  R AKHI Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan kedalam Tabel 7.12.

  Tabel 7.6Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Hulu Sungai Selatan SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,- REDINES CRITERIA Sektor KEGIATAN/OUTPUT/SUB PEMANFAAT KAB/KOTA DESA/KEC

VOL SAT

  TAHUN ATRIBUT SEKTOR Program OUTPUT/NAMA PAKET (Jiwa/Ha) APBD APBN APBD KAB / SWASTA Masy DAK Lahan DED SCORE MURNI PROV. KOTA

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  10

  11

  12

  13

  14

  15

  16

  17

  18 Pembinaan dan Pengembangan - - - - BANGKIM Kawasan Permukiman

  • - HULU KANDANGAN

  Penyusunan SPPIP SUNGAI KOTA /

  1

  • Kab/Kota 1.200.000 2018 Umum PKP SELATAN KANDANGAN HULU KANDANGAN Penyusunan RPKPP SUNGAI KOTA / Laporan 100.000 2018 PKP SELATAN KANDANGAN Supervisi peningkatan HULU KANDANGAN

  kualitas permukiman kumuh SUNGAI KOTA / Kawasan 1 180.000 2018 Umum PKP - - Kawasan Kota Kandangan SELATAN KANDANGAN R

  Peningkatan Kualitas HULU KANDANGAN Permukiman Kumuh SUNGAI KOTA /

1 Kawasan 6.600.000 2018 Umum PKP - -

  AKHI Kawasan Kota Kandangan SELATAN KANDANGAN

  RAN LAPO 7 -

  16 Peningkatan kualitas HULU

  • - - -
  • - permukiman kumuh SU
  • - - - 8.000.000 2.000.000 2018 PKP

  Kawasan Daha Selatan SELATAN HULU KECAMATAN Pembangunan Jalan SUNGAI DAHA Lokasi 250.000 2018 Umum PKP Jembatan Desa Bajayau SELATAN BARAT

  HULU Pembangunan Jalan KECAMATAN SUNGAI

  10 Lokasi 3.300.000 2018 Umum PKP Jembatan Desa Kapuh SIMPUR SELATAN HULU KECAMATAN

  Pembangunan Jalan SUNGAI TELAGA

  2 Lokasi 230.000 2018 Umum PKP Jembatan Desa SELATAN LANGSAT HULU

  Peningkatan Jalan Desa KECAMATAN SUNGAI

  4 Lokasi 3.258.000 2018 Umum PKP Usaha Tani Desa Bamban ANGKINANG SELATAN HULU

  Peningkatan Jalan Poros KECAMATAN SUNGAI

  8 Lokasi 1.100.000 2018 Umum PKP Desa Loksao LOKSADO SELATAN HULU KECAMATAN

  Peningkatan Jalan Poros SUNGAI PADANG

  1 Lokasi 1.100.00 2018 Umum PKP Desa Malutu SELATAN BATUNG HULU KECAMATAN

  Peningkatan Ja;an dan SUNGAI PADANG

  4 Lokasi 1.670.000 2018 Umum PKP Jembatan

SELATAN BATUNG

  R HULU Peningkatan Jalan dan KECAMATAN

  AKHI SUNGAI

  10 Lokasi 3.970.000 2018 Umum PKP Jembatan Desa Kalumpang KALUMPANG SELATAN

  RAN LAPO 7 -

  17 Pembangunan/ Peningkatan HULU Infrastruktur Kawasan SUNGAI TANIRAN

  1 Kawasan 2.500.000 2018 Umum PKP Permukiman Desa Potensial SELATAN Suvervisi pembangunan PSD HULU SUNGAI Permukiman Perdesaan SUNGAI KUPANG /

  1 Kawasan 275.000 2018 Agropolitan PKP Pusat Agripolitan Kawasan SELATAN KANDANGAN Dataran Koridor Kandangan

  R AKHI RAN LAPO 7 -

  18

7.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupundiperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

  1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

  Pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

  b. Status kepemilikan bangunan gedung;dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

  R

  Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan

  AKHI

  persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU Nomor 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

  3) PP36/ 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  4) Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  R AKHI

5) Permen PU Nomor 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU Nomor : 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhakdiperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal dilingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU Nomor 8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

  Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan

  R

  bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan

  AKHI

  bencana alam dan kerusuhan sosial; penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

  Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.2

  Sumber :Dit. PBL,DJCK,2012

Gambar 7.2 Lingkup Tugas PBL

  Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi : a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman x Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); x Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); x Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan; x Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

  R

  x Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan

  AKHI x Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; x Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; x Pelatihanteknis.

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan x Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan diperkotaan; x Paket dan Replikasi.

8 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. Isu Strategis

  Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya amasyarakat dalam pengurusan

  IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) dikabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin dipermukiman kumuh pada tahun 2020.

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat

  R

  konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global

  AKHI

  hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut dampak bagi kawasan-kawasan yang berada dipesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

  Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada3-14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu

  "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Developmentinan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman

  yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

  1) Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

  c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) diperkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

  f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

  2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

  R

  b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan

  AKHI c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

  e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

  3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96 % dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin-cash sesuai MoUPAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen sepertiRTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi

  a) Revitalisasi,

  b) RTH,

  c) BangunanTradisional/bersejarah dan

  d) Penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnyapembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

B. Kondisi Eksisting

  Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012

  R

  adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota

  AKHI Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non- fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan Permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.

  Tabel 7.7Peraturan Daerah/PeraturanWalikota/PeraturanBupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan Perda/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati/Peraturan lainnya No. Jenis Produk Nomor Amanat Pengaturan & Tahun Tentang (1) (2) (3) (4) (5)

1 Undang-Undang 28/2002 Bangunan gedung

  2 Peraturan Semua bangunan Pelaksanaan gedung harus layak Peraturan Pemerintah 36/2005 UUBG fungsi

  3 Komitmen terhadap kesepakatan internasional MDGs

  C. Permasalahan dan Tantangan Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

  Penataan Lingkungan Permukiman:

  ∙ Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran; ∙ Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

  ∙ Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage; ∙ Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman

  R

  yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk

  AKHI

  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

  ∙ Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; ∙ Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil diseluruh Indonesia; ∙ Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

  ∙ Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

  ∙ Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian; ∙ Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan; ∙ Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan; ∙ Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; ∙ Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

  Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

  ∙ Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olahraga.

  Kapasitas Kelembagaan Daerah:

  ∙ Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan; ∙ Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

  R

  ∙ Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung

  AKHI

1 Aspek Teknis

  AKHI R

  2 Aspek Kelembagaan Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  4

  3 Aspek Pembiayaan

  5

  1) Masih banyaknya Kabupaten atau kota Pengembangannya belum berdasarkan Rencana Tata bangunan dan Lingkungan Permukiman 2)

  1) Masyarakat/ Swasta 2) Aspek Lingkungan

  1) 2) Aspek Peran Serta

  Kabupaten/Kota hasil Pemekaran masih belum memiliki Perda Bangunan Gedung. 2) Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menerbitkan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh bangunan gedung yang ada terutama bangunan gedung baru 1) Masih banyaknya Kabupaten/kota yang belum memiliki atau melembagakan institusi/kelembagaan dan Tim ahli bangunan gedung yang bertugas dalam pembinaan penataan bangunan gedung

  II 1) masih banyaknya kabupaten/kota yang belum menyesuaikan Perda bangunan gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG atau terutama

  Permasalahan yang Tantangan Alternatif No Aspek PBL dihadapi Pengembangan Solusi (1) (2) (3) (4) (5)

  Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan RencanaTata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

  Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU Nomor 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Subbab 6.2.1. Pada Permen PU Nomor 8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

Tabel 7.8 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  ∙

7.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

  • RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)