Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tenun Timor Memberdayakan Perempuan Tolfeu sebagai Konseling Imajinasi

BAB III TENUN TIMOR DALAM KEHIDUPAN KELOMPOK TOLFE’U Nusa Tenggara Timur sangat terkenal dengan kehidupan budaya yang masih terjaga

  sampai saat ini.Salah satunya adalah bentuk kesenian yang terdapat pada tenun itu sendiri yang merata diseluruh wilayah Nusa Tenggara Timur. Terkhusunya pada penulisan ini, akan diangkat tenunan yang berasal dari daratan Timor. Di pulau Timor sendiri sangat terkenal dengan tenun Timor yang sampai saat ini masih menjadi simbol budaya masyarakat setempat.Kelompok

  

Tolfe’usendiri merupakan salah satu dari sekian banyak kelompok tenun yang tersebar di daratan

  pulau Timor.Pengelompokan-pengelompokan ini atas dasar territorial penyebaran tenun di pulau Timor.Kelompok Tenun

  Tolfe’u sendiri berada dalam batas wilayah Kabupaten

  Kupang.Pemilihan kelompok tenun

  Tolfe’u sendiri atas dasar nilai-nilai budaya yang masih

  dipegang erat dalam proses atau pemaknaan tenun Timor itu sendiri dalam kehidupan sehari- hari.

  Pada bab tiga ini akan dijelaskan 3 bagian pokok yang terdiri dari: Pertama, tentang hasil penelitian yang meliputi lokasi dan gambaran umum kelompok Tolfeu, kedua deskripsi asal usul tenun Timor dan Ketiga, proses terbentuknya motif tenun Timor dikelompok

  Tolfe’usebagai bentuk proses konseling.

  1. Gambaran Umum Kabupaten Kupang

  Secara georafis maka Kabupaten Kupang terletak di antara 9º19 – 10º57 Lintang Selatan dan 121º30

  • – 124º11 Bujur Timur. Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan

  1

  di Negara Republik Indonesia. Kabupaten Kupang dibentuk pada tanggal 20 Desember

  1958,berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tersebut maka wilayah Kabupaten Kupang meliputi Pulau Timor, pulau Semau, pulau Rote, pulau Ndao, pulau Sabu dan pulau Raijua serta pulau kecil lainnya.Pada tahun 1977 terjadi peningkatan status Kota Kupang yangmerupakan ibukota Kabupaten Kupang sebagai kota administratif yang meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kupang Utara dan Kecamatan Kupang Selatan Pada tahun 1996 berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996kota Administratif Kupang ditingkatkan menjadi wilayah otonom dengan status Kotamadya terdiri dari 4 wilayah kecamatan (pemekaran dari 2 kecamatan yang lama ditambah dengan beberapa desa dari kecamatan Kupang Barat dan kecamatan Kupang

  2 Tengah) sehingga wilayah Kabupaten berkurang menjadi 17 kecamatan.

  Gambar (1) Peta Kabupaten Kupang

  Sumber : Internet

  Di Kabupaten Kupang umumnya beriklim tropis dan kering dimanamusim hujan sangat pendek yaitu 3-4 bulan saja, sedangkan musimkemarau 8-9 bulan.Musim hujan yang sangat pendek itu hanyaterjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret yaitu terjadi di Semau dengan curah hujan terendah dan tertinggi terjadi didaratan Amfoang. Kondisi iklim ini tentunya berpengaruh padapola bercocok tanam dan bertani masyarakat Kabupaten Kupang di mana hanya 3,46 persen atau 18.787 Ha dari luas wilayahKabupaten Kupang merupakan tanah sawah kering dan 96,54persen atau sekitar 523.610 Ha merupakan tanah kering dalampekarangan atau tegalan. Tekanan udara berkisar antara 1.009,1milibar, arah dan kecepatan angin mencapai 9

  3 knot/jam dan suhuudaranya berkisar antara 27C, dengan kelembaban udara ratarata75 persen.

  Masyarakat Kabupaten Kupang terdapat 2 (dua) suku besar yang adayaitu suku Helong dan suku Atoni. Suku Helong berasal dari wilayahKupang Barat dan pulau Semau sedangkan suku Atoni berasal dariwilayah Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah, danFatuleu, namun diantara ke 2 suku besar terdapat suku-sukukecil yang sudah bertahun-tahun menempati kecamatan sepertiKacamatan Sulamu yaitu suku Rote dan juga suku-suku kecil lainnyayang merupakan suku pendatang yaitu suku Bajo di Sulamu danKupang Barat.Setiap suku yang mendiami wilayah Kabupaten Kupang memilikibahasa daerah sebagai alat komunikasi dan digunakan oleh setiapsuku dalam berinteraksi, melakukan kegiatan-kegiatanritual/keagamaan, upacara/pesta adat dan lain sebagainya. WilayahAmfoang dan Fatuleu menggunakan bahasa Dawan dialek ”L”, wilayahKupang Barat dan Semau menggunakan bahasa Helong, sedangkanKecamatan Sulamu menggunakan bahasa Rote.Sedangkan untuk kesenian daerah sendiri sering digunakan oleh setiap suku dalammelaksanakan acara-acara ritual/keagamaan, upacara adat, pestaperkawinan, penyambutan tamu, dan lain sebagainya.

  Jenis-jenistarian daerah Kabupaten Kupang adalah tarian Bonet, Bidu dantarian perang.Selain tarian daerah yang beragam, lagu daerah jugamenjadi bagian dari kekayaan kesenian di wilayah KabupatenKupang. Lagu daerah di Kabupaten Kupang yaitu Ina Noi, Ina

  

Ro ,Kol.Kit dan Moni Jo sedangkan alat musik yang sering dipakai untukmengiringi lagu dan tari-

  tarian dalam upacara perkawinan ataupun acara adat lainnya adalah Gong, Tambur, Suling Bambu, Suling Kayu(feku), Suling Kerang, Gitar Kampung/Juk/Okulele dan Biola/Fiola.Diantara kesenian tradisional ada juga beberapa kesenian daerahseperti Lingae,

  

Kebalai , Koakiku dan Rabeka hanya terdapat di daerahAmarasi, Semau dan Sulamu.Sedangkan

  untuk kesenian dalam bentuk tenun yang berasal dari wilayah Kabupaten Kupang memilikimotif yang beragam dengan warna menarik.Jenis Tenun Ikat sukuAtoni daerah penyebarannya di

  4

  wilayah Amfoang, dan Fatuleu dan salah satunya adalah kelompok Tolfe’u.

  1.1 Gambaran Umum Kelompok Tenun Tolfeu

  Kelompok tenun

  Tolfe’u sendiri berada dalam batas wilayah Fatuleu Tengah dengan

  ibukota kecamatan yaitu Oelbiteno.Di sana terdapat4 desadan kelompok tenun

  Tolfe’usendiri

  termasuk salah satu desa yaitu desa Nunsaen. Jumlah penduduk Fatuleu Tengah sebanyak 5.598 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2.746 jiwa dan perempuan 2.852 jiwa dengan luas wilayah

  5

  99,50 km². Dalam wilayah desa Nunsaen sendiri jumlah laki-laki kurang lebih 1.070 jiwa dan

  6

  perempuan kurang lebih 1.150 jiwa. Namun yang bergabung dalam kelompok tenun

  Tolfe’u

  sendiri terdiri 40-anperempuan yang masih aktif menenun sampai pada saat ini.Sebenarnya jumlah penenun yang ada di desa Nunsaen sangat banyak namun mereka lebih memilih untuk menenun sendiri di rumah.Di desa Nunsaen sendiri dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.000 jiwa, hanya 89 orang yang bekerja di instansi pemerintahan seperti PNS, POLRI atau TNI.Sebanyak 524 orang memilih bekerja sebagai petani dan sisanya tidak memiliki 4 Profil Daerah Kabupaten Kupang 2013,40-41

  7

  pekerjaan. Menenun sendiri tidak anggap sebagai sebuah pekerjaan atau mata pencaharian tetap oleh pemerintah.Padahal jumlah penenun hampir kira-kira 568 rumah tangga yang dipilih oleh perempuan Nunsaen.

  Terbentuknya kelompok tenun Tolfeusendiri atas inisiatif dari Nehemia Ottu sebagai kepala suku di daerah tersebut sebagai sebuah bentuk keprihatinan. Sebelumnya perempuan- perempuan di sana menenun secara individu di rumah-rumah mereka sendiri. Akibatnya adalah banyak penenun yang harus gulung tikar karena usaha yang mereka rintis tidak dapat dilanjutkan karena kendala ekonomi dan juga aksi dari pada tengkulak tenun.Para pengepul biasanya memainkan harga tenun seenaknya mereka dan ini sangat merugikan para penenun.Tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena mereka perlu modal kembali untuk menenun.Masalah lain yang dihadapi oleh para penenun di desa Nunsaen adalah kurangnya pemberdayaan.

  Akibatnya uang yang dihasilkan dari penjualan tenun pada hari ini akan habis tanpa jejak. Baik itu digunakan untuk membayar hutang atau kebutuhan rumah tangga dan lain-lain.Tolfeusendiri artinya masyarakat, keluarga atau anggota baru. Dari penggunaan namaTolfeu adanya harapan

  8

  bahwa terjadinya perubahan dari para penenun. Sebelumnya mereka menenun hanya sebatas menenun untuk memenuhi kebutuhan adat tetapi sekarang mereka dilatih menjadi penopang ekonomi keluarga.Selain itu perempuan-perempuan penenun ini disatukan menjadi sebuah kesatuan dengan harapan mereka dapat bertumbuh dan mempertahankan tradisi seni budaya Timor melalui tenun.

  Penduduk asli Nunsaen adalah suku Dawan atau Timor maka dari itu tenun yang dikembangkan dalam kelompok Tolfeu adalah tenun Timor.Dari hasil pengamatan dan wawancara kebanyakan perempuan penenun Tolfeu tidak menyelesaikan pendidikan pada sekolah dasar.Maka dari itu konsekuensinya mereka harus terus menenun. Begitu juga dengan laki-laki di sana banyak tidak menyelesaikan sekolah dasar mereka. Menenun dan berkebun adalah pekerjaan utama Masyarakat di sana. Namun dengan berdirinya kelompok tenun Tolfeu, Nehemia Ottu mengharapkan bahwa pendidikan tidak menjadi batasan untuk warga Fatuleu

  9

  dapat berkarya dalam budaya. Nehemia Ottu sebagai kepala suku dan juga sekaligus menjabat sebagai ketua dari kelompok tenun Tolfeumemiliki peran krusial di mana beliau menjadi penyambung antara penenun dan pemerintah sehingga kelompok ini bisa mendapatkan subsidi dana.

  Saat ini para penenun Tolfeu, memiliki tempat kerja seperti sebuah bangunan lopo yang lumayan besar.Lopo tersebut dapat menampung kurang lebih 15-20 penenun dalam sekali pakai.Pengerjaan tenun sendiri biasanya dilakukan tidak pada waktu yang ditentukan, tetapi sesuai dengan kapan pekerjaan perempuan di rumah beres. Pukul 10 pagi sampai jam 3 sore adalah waktu yang biasa para penenun Tolfeu abiskan bersama untuk menenun. Sekitar 6-10 orang pada hari biasanya berkumpul untuk menenun atau bahkan pada waktu-waktu tertentu seperti upacara adat mereka akan berkumpul bersama untuk menenun. Jika mereka merasa kesepian ketika menenun di rumah maka lopo tersebut menjadi tempat meghilangkan kejenuhan mereka dengan bertemu teman-teman yang lain. Para penenun ini tidak mengenal hari libur kecuali hari Minggu karena mereka menyempatkan waktu ke Gereja. Ketika musim panen kapas tiba mereka akan berbondong-bondong ke kebun kapas untuk memanen secara bersamaan. Siklus semacam ini terus mereka lakukan sampai saat ini.Ketahanan perempuan Tolfeu sungguh luar biasa dikala berbagai ancaman datang dari luar tetapi mereka terus bertahan untuk menenun.

2. Asal Usul dan Pemaknaan Tenun di Timor

  Sekalipun Timor merupakan salah satu pulau pulau kecil di Indonesia, di daerah ini terdapat sejumlah bahasa daerah yaitu: bahasa Timor yang biasa disebut bahasa Dawan atau Antoni, bahasa Helong, Tetun, Guloli, Mambai, Bunak dan Kemak. Di pesisir pantai sepanjang teluk Kupang (Kupang-Oesapa Oesao-Sulamu) karena ada perpindahan penduduk dari Rote Sekitar abad ke 17 dan 18, mereka menggunakan bahasa Rote. Orang Timor dibekas kerajaan Miomafo, Insana dan Beboki, sekarang Kabupaten Timor Tengah Utara), menyebut dirinya

  

Atoni Pah Meto yang berarti orang dari tanah kering. Hal ini memberi petunjuk tentang pemilikan

  budaya dan kebiasaan, mereka menghindar dari laut dan pantai.Latar belakang pemerintahan pulau Timor diwarnai dengan dua ciri di mana bagian barat pulau Timor adalah bekas jajahan Belanda, sampai dengan tahun 1945.

  Bagian Timur dijajah oleh Portugis sampai dengan akhir tahun 1975.Orang Belanda masih berperan dalam pembentukan budaya, sedangkan orang Portugis tidak menyentuh aspek budaya tekstil tradisional dan membiarkan berkembang sendiri.Menurut asal usul dalam tesis H.G. Sculte Nordholt disebutkan bahwa Atoni Pah Meto (orang Dawan)pada waktu lalu tidak mengetahui nama-nama ikan, akibatnya mereka tidak menangkap ikan dan tidak berlayar.Selain itu keadaan tanah yang kurang subur menyebabkan teknologi pertanian kurang maju pesat.Pengolahan tanah hanya dengan menggunakan kayu untuk mengembangkan tanah supaya dapat menanam padi, jagung, labu dan kacang-kacangan.Pekerjaan ini biasanya dilaksanakan

  10

  dalam kelompok. Biasanya dalam pekerjaan diluar rumah seperti atau berkebun dilakukan oleh laki-laki.Seperti yang dikatakan Nehemia Ottu bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan sangat jelas, di mana laki-laki diharuskan bekerja di kebun dan perempuan harus di

  11

  rumah untuk menenun dan ini adalah perintah leluhur orang Timor. Secara tidak sadar perempuan Timor sudah “terhipnotis” dengan hal ini akibatnya mereka tidak mau memilih pekerjaan lain selain berkebun dan menenun.Bagi masyarakat Timor pada awalnya sebelum mengenal pendidikan memaknai berkebun dan menenun sebagai panggilan hidup mereka.Hal ini yang juga dipahami oleh perempuan penenun Tolfeu.

  Menurut asal-usul, lahirnya tenun Timor sendiri tidak diketahui secara pasti.Namun dari berbagai narasi yang dibawa secara lisan menggambarkan bahwa tenun sudah ada ketika manusia pertama berada di tanah Timor untuk melindungi dari panas dan dingin.Masih teringat dengan jelas oleh masyarakatbahwa warisan budaya Timor dari dulu hingga saat ini bagi perempuan adalah menenun.Hal ini bisa terlihat dari siklus awal kehidupan sampai kematian dari orang Timor.Di mana menurut Nehemia Ottu bahwa sejak kelahiran seorang anak perempuan

  12

  maka langsung dikaitkan dengan penerus penenun. Plasenta bayi perempuan akan ditanam dikebun kapas. Dengan maksud ketika bayi itu tumbuh akan menjadi penenun yang mahir menggunakan kapas. Kemudian para kerabat dan keluarga akan memberikan hadiah berupa ike

  

suti atau alat pemintal benang kepada keluarga bayi perempuan. Tujuannya bahwa ike suti ini

  akan menjadi sumber kehidupan bagi bayi perempuan tersebut. Bagi masyarakat Timor tak terkecuali penenun Tolfeu bahwa ike suti adalah barang paling penting dan berharga. Ike suti adalah alat paling krusial dalam proses menenun karena akan menghasilkan benang dari kapas yang kualitasnya bagus. Semakin bagus memintal kapas menggunakan ike suti maka benang

  13

  yang akan dihasilkan lebih baik dan halus sehingga mempengaharui olahan tenun. Maka dari itu asal usul tenun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ike suti.

  Cara menenun tidak hanya jauh berbeda dengan daerah lainnya.Tenunan asli Timor adalah tenunan yang berasal dari kapas di mana kapas ditanam bersama-sama jagung di kebun.Apabila menggunakan kapas alam, maka pintalan tradisional di kampung-kampung biasanya dikerjakan oleh beberapa wanita di mana berkumpul dan bergotong royong mengerjakan kapas bersama sampai selesai pemintalnya menjadi benang.Seperti yang dilakukan

  14

  oleh kelompok tenun Penggunaan bahan kapas sendiri membuat tenun kelompok Tolfe”u.

  

Tolfeu lebih menarik dan lebih kental dengan ekspresi perempuan.Hal ini dikarenakan proses

  yang memakan waktu yang lama dalam penggunaan kapas. Dari awalnya menanam, membersihkan, lalu membuat kapas menjadi benang bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.Tetapi mereka melakukan itu dengan sepenuh hati.Tetapi perempuan Tolfeu mendalami setiap proses tenunan itu dengan sukacita.

  Pada permulaan abad ke 20 dengan majunya perdagangan tekstil impor mulai dikenal luas.Karena itu harganya relatif murah dan penduduk setempat mulai menggunakan pakaian impor secara luas. Raja dan pemimpin suku mulai menggunakan jas hitam model Eropa dan India dengan kancing tutup di leher sebagai simbol kedudukan terhormat. Biasanya menggunakan daster batik untuk ikat kepala ditambah hiasan-hiasan uang emas, perak dan merja (muti).Makin banyak hiasan-hiasan uang emas yang dipakai menunjukan makin tinggi status ekonomi dan kemasyarakatannya sehingga mereka disegeni dan dihormati.Pada waktu pendudukan Jepang di Indonesia sekitar tahun 1942-1945 dan masa peralihan yaitu permulaan revolusi kemerdekaan Indonesia sekitar tahun 1945-1948 impor barang dagangan mulai terhenti.Maka dari itu masyarakat mulai menanam kapas di kebun mereka untuk membuat

  15 benang sebagai bahan pakaian.

  Produksi tenun ikat asli Timor mulai berkembang lagi pada masa ini. Setelah tahun 1950 sampai pertengahan 1965 perekonomian mulai pulih dan penduduk menggunakan tekstil impor yang dijual sampai ke desa-desa oleh para pedagang Cina. Pada saat ini mereka memperkenalkan bahan pewarnaan tekstil sintesis yaitu Wantex yang mudah cara pencelupannya dan harganya murah walaupun sangat mudah luntur. Demikian pula diperkenalkan benang sutra, namun sebagian daerah setempat lebih senang menggunakan benang kapas buatan pabrik yaitu di wilayah yang menggunakan tenun ikat.Untuk wilayah yang menggunakan seni tenun sotis atau songket dengan menggunakan benang lungsin dan bahan pakan tambahan mereka menggunakan benang sutra.Hal ini tampak di sebagian wilayah kecamatan Insana di Kabupaten TTU desa Manlea dan Fatuketi dan Kabuna di Kabupaten Belu.

  Sekitar tahun 1965-1967 situasi kelesuan ekonomi melanda Wilayah Timor juga, sehingga masyarakat mulai kembali kepada usaha penanaman kapas.Sekarang ini dengan kemajuan perekonomian tenun ikat mulai mundur produksinya, terdesak oleh tekstil pabrik. Usaha kantor perindustrian berupa pengenalan bahan pewarna tekstil reaktif kimia yang relatif kurang luntur mulai dijalankan secara sporadis. Mulai memperkenalkan warna-warna yang sering dipandang dari warna tradisional.Warna kain pabrik bagi tenunan yang diperkenalkan adalah merah muda, hijau muda, ungu, hitam yang berbeda penampilan corak warnanya. Bahan pewarna ini tidak dijual di toko-toko dalam ukuran kecil sehingga penduduk yang ingin menggunakannya membawa benang ikat atau futus yang telah dibuat gambarnya dibawa ke kantor perindustrian kabupaten di Kupang, Atambua, Waingapu dan Ende untuk dicelup atau diwarnakan. Akhirnya timbul suatu ketergantungan dalam penyebaran terbatas warna reaktif

  16 kimia ini.

  Pada sejarahnya menenun merupakan kerja sambilan terutama di musim kemarau.Pada musim hujan kaum perempuan ikut kerja pertanian dan juga musim kemarau bila diperlukan

  17

  tenaganya untuk kerja kebun gotong royong dan lain-lain membantu suami. Tetapi ini sudah tidak lagi berlaku, sehingga ada pergeseran konsep.Pada garis besarnya seorang ibu rumah tangga akan berusaha menenun setelah mengambil air pagi dan sebelum makan siang. Sementara itu masih terganggu oleh tugas mengurus anak dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Ance Nenabu bahwa dia akan menenun setelah urusan rumah selesai, dengan mengurus suami dan

  18

  anak terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan menenun. Urusan domestik yang dilaksanakan perempuan semacam ini patut diapresiasi karena mereka harus berjuang di dalam rumah dan juga berjuang mencari nafkah di luar rumah.Bahkan masalah dapur yang terus berasap adalah tanggung jawab perempuan.Ini menjadi tekanan psikologis yang sangat berat bagi perempuan.

  Tetapi mereka tidak membawa masalah dalam area domestik ke pekerjaan menenun, mereka

  19

  akan menyimpan dalam hati karena akibatnya akan fatal. Jika masalah rumah tangga dibawa ke proses menenun maka masyarakat di sana mengganggap bahwa perempuan tersebut tidak becus dalam mengurus rumah.

  Dalam perkembangannya tenun sebagai barang seni dapat dikomsumsi sendiri.meliputikebutuhan sehari-hari, maupun kebutuhan adat.Tenun yang memiliki tata nilai 16 17 Jes Therik, Tenun Ikat Dari Timur,54 Hasil wawancara dengan NO pada 25 Agustus 2017 yang spesifik berdasarkan pengalaman dan ekspresi perempuaacap kali sulit menetapkan harga standar.Bahkan tenunan yang mirip sekalipun dalam pembuatan motif oleh dua perempuan dari

  

Tolfeu , pastilah tenunan itu tidak sama. Hasil karya seorang penenun akan sangat berbeda

  karyanya dalam beberapa hari perbedaan waktu dalam masa pembuatannya.Akan tetapi perempuan penenun memberi nilai bagi setiap selimut atau sarung yang dikerjakan, sedang orang modern menghitungnya dengan harga.Hal ini merupakan suatu hal yang sulit dipertemukan dalam masyarakat tradisional. Perbandingan nilai adat pada satu selimut tenun, sama dengan nilai seekor kerbau atau sapi tua yang tanduknya panjang-panjang atau sama dengan gading gajah.

  Baik orang Timor, Rote, Sabu, Sumba dan Flores mereka mengukur standar nilai hewan bukan berdasarkan berat bobot badannya tetapi umurnya yang secara visual mudah dilihat dari panjang tanduknya.Jadi makin panjang tanduknya makin tinggi nilai adatnya, dan makin terhormat keluarga yang memilikinya.Masyarakat modern mengukur hal ini dengan data kuantitatif misalnya berapa kilogram berat seekor kerbau yang ditimbang hidup, kemudian

  

20

  diadakan tawar menawar dalam satuan uang. Permasalahan ini yang menjadi faktor utama seorang penenun kelompok

  Tolfe’u berada dalam belenggu kemiskinan sampai pada saat ini.

  Seperti yang diutarakan oleh Yosina Nomleni bahwa mereka membuat sebuah selimut tenun dengan segenap hati penuh dengan pengorbanan dengan waktu yang tidak sedikit namun ketika mereka terdesak memerlukan uang untuk biaya sehari-hari maka mereka rela menjual hasil tenun

  21 mereka dibawah rata-rata yang seharusnya. Dalam tenunan terselip sejumlah pesan spiritual yang menyangkut pandangan hidup dan kepercayaan masyarakat setempat. Kepercayaan ini dijelmakan dalam lambang-lambang dan diperindah susunannya menjadi ornament yang serasi. Kekhasan buah pikiran dan cita-cita suku bangsa dalam karya seni budaya yang mereka pelihara beberapa generasi, menempatkan posisi tenunan tradisional kawasan Timor sebagai karya yang layak dan patut dihargai.Banyak orang heran dan kagum bahwa budaya etnis seni tenun hidup dan berkembang di alam yang keras tantangannya, namun telah menghasilkan kreativitas seni yang mempunyai keindahan tersendiri.Hal ini menjadi petunjuk bahwa ternyata mutu seni yang indah dapat saja tumbuh dan terpelihara dalam lingkungan yang keras.Sehingga menurut penuturan Norce Koebanu, yang bertahan untuk menenun sampai saat ini sudah sangat berkurang, karena perempuan-perempuan itu merasa tidak mampu melakukan pekerjaan ini sepanjang umur mereka akibatnya banyak yang meninggalkan pekerjaan menenun dan memilih pekerjaan lain di kota Kupang atau diluar

  22

  daerah. Menenun bukanlah saja masalah pelestarian budaya Timor saja namun sudah menyangkut holistik kehidupan perempuan setiap hari ditambah dengan gempuran zaman modern.

  Tenunan tradisional oleh kelompok Tolfeu bukan merupakan hasil suatu lingkungan yang indah dan nyaman.Melainkan karya seni tenunTolfeu yang mengagumkan ini diciptakan dalam lingkungan yang diwarnai perjuangan hidup yang keras di lingkungan alam yang tidak terlalu ramah.Namun jiwa masyarakat setempat selalu bekerja keras menggapai sesuatu yang dirasakan nya lebih indah dari yang dialaminya sehari-hari.Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya menikmati musim hujan yang pendek, empat bulan dalam setahun.Delapan bulan hidup dalam musim kemarau, hidup dalam hembusan angin yang kencang.Seluruh rakyat petani sederhana

  23

  mengolah tanah berbatu karang dalam lingkungan savanna dan stepe , yang miskin dengan lapisan permukaan tanah yang gembur karena selalu menderita pengikisan alamiah yaitu erosi air

  24

  dan angin. Kondisi ini membuat perempuan penenun harus memiliki daya tahan fisik dan mental yang kuat.Jika hanya salah satu saja yang mendominasi maka tenun Timor sudah lama punah.Daerah kering seperti Timor menjadikan masyarakat “keras” dalam mengelola kehidupan tetapi ini tidak berlaku dalam konsep perempuan penenun.Para perempuan penenun dengan

  25 bijaksana melihat kondisi alam sebagai sebuah bentuk kebaikan Tuhan kepada mereka.

  Menenun adalah cara terbaik bersatu dengan alam.

  Kawasan Timor tempat perkembangan tenun ikat yang asri ini berdiam suku bangsa yang masih hidup dekat dengan alam.Naluri perempuan Tolfeu untukmenyesuaikan diri dengan alam sangat kuat.Dibumbui dengan penghormatan, ketakutan dan keseganan terhadap leluhur atau Uis

26 Neno dan Uis Pah, yang dipandang mungkin dapat menolong manusia menghadapi kekerasan alam nyata. Naluri seni bangkit dan menjelmakan diri dalam ornament yang bersifat magis.

  Maka dari itu menurut Yosina Nomleni, seorang perempuan Timor diwajibkan menenun karena bentuk pertanggungjawaban kepada Uis Neno dan Uis Pah yang sudah memberikan mereka

  27

  kehidupan dan alam. Bagi perempuan Timor jika mereka tidak melakukan aktifitas menenun

  28

  maka mereka akan jatuh sakit. Sebuah pola pikir yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya di mana manusia harus memiliki waktu istirahat setelah sekian lama bekerja.Tetapi ini tidak berlaku bagi perempuan penenun karena bagi mereka menenun adalah bekerja dan menyembuhkan. Jika tidak menenun mereka akan memiliki tingkat stress lebih tinggi karena 23 24 Stepe adalah sebuah daratan tanpa pohon yang menjadi ciri khas daratan Timor 25 Jes Therik, Tenun Ikat Dari Timur,91 26 Hasil Wawancara dengan RL pada 24 Agustus 2017

  Uis Neno menurut ke percayaan orang Timor adalah “Yang Tertinggi” sedangkan Uis Pah adalah peguasa bumi atau alam semesta. tidak bisa meluapkan emosi yang mereka simpan. Proses menenun sangat membantu mereka terhindar dari sakit penyakit akibat dari stres.

  Ada pula yang menarik dalam kehidupan orang Timor di mana figur hewan misalnya cecak atau biklusu disegani oleh masyarakat Timor. Pada umumnya masyarakat Timor di kampung-kampung sampai sekarang dapat membatalkan kesepakatan adat, jual beli barang dan sebagainya apabila pada saat yang samamereka mendengar suara cecak. Apabila dilanggar menurut kepercayaannya mereka khawatir akan mendapat bencana. Karena itu figur cecak diungkapkan dalam karya seni tenun ikat masyarakat Timor, agar orang selalu mengingat dan

  29

  tidak melanggar kebiasaan dan aturan adat. Di sini nampak perpaduan kepercayaan orang Timor dengan seni tenun tradisional.Nampak jelas naluri dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitar yang dihayati dan disalurkan untuk menggapai karya seni tenun yang memiliki jiwa, pesan, keindahan mutu yang khas.Selain cecak yang menjadi hewan sakral orang Timor ada juga burung yang menjadi primadona motif dalam tenun orang Timor. Masyarakat Timor percaya bahwa orang sudah meninggal akan reinkarnasi kedalam tubuh burung sehingga sebagai bentuk penghormatan orang Timor, motif burung dituangkan dalam balutan benang yang indah. Ini

  30 dipercaya bahwa keluarga terdekat mereka yang sudah meninggal akan terus menjaga mereka. Gambar (2) Hasil Tenunan Motif Burung

  Sumber : Dokumentasi pribadi

  Ternyata tantangan hidup dalam lingkungan yang keras kawasan Timor dapat pula menghasilkan seni tenun kerakyatan yang dapat dikagumi oleh dunia tekstil masa kini.Sekalipun tingkat keindahan tiap karya tenun antara tiap wanita berbeda dan ditentukan oleh kemahiran tiap pribadi, namun tiap penenun lebih menonjolkan struktur ragam hias khas tiap kelompok etnis.Mereka luluh dalam keseluruhan khasanah seni yang dihasilkan dan dimiliki masyarakatnya.Dalam susunan dan pengungkapan hiasan tenunan tradisional nampak penghayatan dan kepatuhan terhadap norma pengabdian pada suku dan kerajaan masa lampau

  31

  yang mengikat. Keterampilan, pengalaman dan imajinasi seseorang penenun dapat memberi corak pribadi pada karya seninya.Corak ini dinilai masyarakat setempat dan memberikan dasar untuk penilaian tentang tingkat keterampilan dan kemahiran penenun tersebut.

  Corak atau motif yang keluar pada tenun yang dibuat melambangkan imajinasi yang

  32

  begitu kreatif berbau pengalaman dan perasaan dari seorang penenun. Hanya dengan mengingat dan merasakan maka sketsa atau pola sudah terbentuk dalam pikiran si penenun dengan lambang-lambang atau motif yang dapat dipahami oleh masyarakat yang melihatnya. Biasanya motif atau pewarnaan pada benang akan disesuaikan dengan kondisi penenun. Jika penenun pada saat itu merasa sukacita karena hasil tenunan sebelumnya sudah laku terjual, maka tenunan selanjutnya akan dihiasi dengan warna-warna terang seperti pelangi. Tetapi jika mereka merasa dukacita atau mengalami stress maka warna akan cenderung gelap. Secara tidak langsung warna dan motif sedang menceritakan apa yang sedang dialami penenun.

  Pada dasarnya tenunan yang berkembang di daratan Timor disebut tenun ikat karena cara membuat hiasan dasar pada kain tenun dilakukan dengan mengikat rencana gambar untuk beberapa warna sesudah itu ditenun. Cara tenun ikat yang sederhana yaitu dengan dua warna, misalnya warna dasar putih sesuai warna benang asli kemudian diikat hiasan gambar berwarna biru atau hitam atau coklat.Dapat pula sebaliknya yaitu bahan dasar putih yang diberi warna sedang motif yang diikat tetap berwarna putih sesuai warna dasar.Maksud mengikat adalah

  33

  membentuk motif dan melindunginya agar tidak terkena warna yang tak diinginkan. Senada dengan Nehemia Ottu mengatakan bahwa pewarna pada benang untuk dijadikan tenun tidak sembarang.Warna putih atau muti pada benang menandakan bahwa keaslian, kemurnian dari seorang penenun.Pada awalnya masyarakat Timor tidak mengenal warna.Maka dari itu pada awal-awal tenun berkembang hanya ada dua warna dasar yaitu putih atau muti dan hitam atau

  34 metan yang menandakan adanya siang dan malam.

  Perpaduan pengalaman dan pengetahuan yang luar biasa dari masyarakat Timor. Akan tetapi di Timor sendiri teknik tenun yang dipakai ada 3 cara yaitu Buna, Futus dan Sotis.Ketiga teknik ini tidak terlalu mencolok perbedaannya tetapi yang membedakan hanya pada prosesnya.Di mana sotis hanya membutuhkan waktu 1-2 minggu tetapi buna dan futus membutuhkan 3-6 bulan pengerjaan bahkan bisa lebih dari pada itu. Menurut Jenry Tefa proses

  

35

buna dan futus butuh ketelitian yang luar biasa. Namun perempuan penenun Timor yang masih

  aktif menenun sampai saat ini, menguasai ketiga teknik ini dengan sangat baik.Menjadi persoalan utamanya adalah karena perempuan-perempuan penenun di kelompok

  Tolfe’u

  membutuhkan uang untuk kebutuhan hari-hari maka mereka lebih memilih memakai teknik

  36 sotis . Hasil penelitian juga membuktikan bahwa dari kelompok Tolfe’u anggotanya memiliki

  kemampuan ekonomi dibawah rata-rata.Akan tetapi mereka terus bersemangat tanpa letih untuk melestarikan budaya mereka melalui tenun Timor.

2.1 Proses Pengerjaan Tenun Timor

  Tenun Timor merupakan salah satu bentuk ekspresi syukur atas kehidupan yang mereka nikmati.Tenun sangat menggambarkan spritualitas orang Timor. Karya seni ini mereka terus pelihara dalam balutan proses yang begitu indah. Bagi penulis sendiri, tenun Timor sangat memiliki ciri khas pada proses pengerjaannya. Dalam rentan waktu yang cukup lama, segala emosi tercurah dalam proses pengerjaan tenun Timor. Permainan warna-warni dengan berbagai motif menggambarkan kondisi dari penenun itu sendiri.Kondisi alam dan zaman yang terus 34 Hasil Wawancara dengan NO pada 25 Agustus 2017 berubah dari waktu ke waktu menambah bumbu seni dalam sebuah tenunan. Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan proses terbentuknya motif pada kain dimulai dari kapas hingga jadi sebuah tenunan.

  Kelompok tenun

  Tolfe’u sendiri berada dalam kawasan Fatuleu Tengah yang dikelilingi

  banyak gunung-gunung dan bebatuan.Sepanjang mata memandang hamparan savanna dan stepe yang menghiasi kawasana ini.Kondisi alam yang kering dan iklim yang panas menjadi makanan masyarakat sehari-hari.Kondisi ini tidak membuat masyarakat berdiam diri dan pasrah terhadap keadaan.Laki-laki dan perempuan sudah memiliki peran dan tugas masing-masing pada area-area yang sudah ditentukan. Menurut Nehemia Ottu, laki-laki Timor harus bekerja di kebun dan

  37

  perempuan di rumah untuk menenun. Pembagian kerja menurut budaya Timor sudah mulai terjadi pergeseran makna di mana sebagian laki-laki dan perempuan lebih memilih pekerjaan lain dari pada berkebun dan menenun. Lebih banyak mereka mereka pergi ke kota Kupang untuk bekerja atau bersekolah. Sehingga ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Timor terkhusus di kelompok Tolfeu untuk melestarikan budaya Timor.

a) Moe Tais Nak’o Abas

  Tenunan yang dihasilkan oleh kelompok tenun

  Tolfe’u memiliki ciri khas karena mereka

  masih memakai kapas hasil dari budidaya tanaman kapas mereka sendiri.Informasi yang didapatkan bahwa tanaman kapas untuk area pulau Timor sudah sangat sulit tumbuh karena faktor cuaca yang tak menentu. Selain itu faktor lain yang mempengaharui adalah waktu yang sangat lama jika memakai bahan dasarnya kapas.Ditambah toko tekstil sudah menjamur dengan menjual benang siap pakai dengan berbagai warna.Tetapi ini tidak berlaku bagi kelompok tenun

  

Tolfe’u.Mereka menganggap bahwa yang membedakan tenun itu bagus dan indah dibuat dari

  38

  bahan dan pewarnaanya. Akan terlihat dengan jelas antara tenun berbahan kapas alam dan berbahan benang toko. Sebagai studi perbandingan, di area kota Kupang penenun-penenun sekarang lebih memilih memakai benang toko yang sudah terdapat dengan berbagai pilihan

  39

  warna untuk memudahkan merekamenenun. Tentu saja benang yang ada di toko sangat membantu penenun untuk menghasilkan tenunan yang lebih cepat namun makna yang terdapat dalam proses tenun akan hilang. Contohnya saja manusia akan lapar sehingga memutuskan untuk makan. Tetapi mereka akan memilih untuk mengolah makanan tersebut atau memakan makanan cepat saji.

  Sejak semula tenun Timor dikenal dengan bahan utamanya yang terbuat dari kapas.Tanaman kapas sendiri ditanam bersama tanaman lainnya di kebun seperti pisang atau

  40

  jagung.Biasanya penanaman kapas dilakukan oleh pihak laki-laki. Namun sebelum melakukan proses menanam kapas biasanya masyarakat setempat melakukan upacara

  lef boen no’o yaitu

  proses upacara adat untuk meminta kepada Uis Pah menyuburkan tanaman kapas. Biasanya upacara ini ditandai dengan pemotongan ayam lalu darahnya disebarkan di seluruh area kebun.

  Para penenun memiliki harapan besar dengan adanya upacara ini agar kapas yang mereka tanam dapat tumbuh cepat dan terhindar dari hama. Biasanya kapas yang baik memiliki masa tanam kurang lebih 8-12 bulan dan sudah bisa dipanen. Biasanya masyarakat setempat akan menanam pohon kapas sebanyak mungkin di kebun mereka. Dengan persediaan kapas yang banyak tentu saja akan mempermudah penenun Tolfeuuntuk mempergunakannya.

  Setelah pohon kapasnya berbuah barulah peran perempuan dimulai.Setelah mengurus keluarga dirumah seperti mengambil air dan memasak barulah perempuan-perempuan secara 38 Hasil Wawancara dengan AN pada 25 Agustus 2017 berkelompok pergi ke kebun.Dalam satu kelompok bisa terdapat 5-7 perempuan yang pergi ke kebun ini biasanya disebut Seo Abas. Sesampainya di sana mereka memulai memetik kapas sesuai kebutuhan yang direncanakan.Di kebun kapas biasanya perempuan-perempuan ini menghidupkan suasana dengan nyanyian-nyanyian yang mereka lantunkan sehingga menghidupkan suasana.Sambil memetik kapas, selain nyanyian mereka juga bercerita satu dengan yang lainnya. Biasanya mereka menceritakan kondisi rumah sebelum mereka pergi ke

  41

  kebun atau bisa juga tentang masakan yang akan mereka hidangkan pada siang nanti. Ini sangat membantu mereka dalam meluapkan emosi mereka saat terjadi permasalahan di rumah.Adapula pantangan perempuan jika masa haid maka tidak diperbolehkan ke kebun untuk memetik kapas

  42 sampai menenun karena dipercaya akan mengganggu keseimbangan alam.

  Kapas yang sudah terkumpul lalu dibawa ke tempat yang sudah ditentukan.Biasanya dibawah pohon yang rindang atau rumah mereka berkumpul untuk menenun. Di sana mereka duduk secara melingkar lalu tahap selanjutnya adalah mengupas kapas (iis abas) dan langsung membersikan kapas dari kotoran yang menempel pada kapas (mukmeo abas). Karena pada buah kapas terdapat banyak kotoran dan bijinya maka perempuan Timor memilih memakai alat bninis untuk membersihkan dan memisahkan biji dan kotoran dengan lebih maksimal. Lalu tahap terakhir adalah dengan memakai alat ike sutiuntuk memutar atau gulingkan kapas tersebut untuk

  43

  diproses menjadi benang yang lebih kecil dan halus. Proses pembersihan kapas ini cukup memakan waktu penenun. Tetapi karena sudah ada tugas pembagian kerja maka semua dilaksanakan secara teratur.Secara berkelompok mereka terus melantunkan nyanyian bertemakan ucapan syukur kepada Tuhan karena hasil kapas yang banyak. 41 Hasil wawancara dengan AN pada 25 Agustus 2017

  Pengerjaan dari bahan dasar kapas sampai jadinya benang diperankan oleh perempuan.Tidak main-main pekerjaan yang mereka lakukan ini, karena jarak dari tempat tinggal mereka untuk sampai di kebun cukup memakan waktu. Ditambah lagi jika ada perempuan yang memiliki balita maka mereka akan membawa anaknya bersama ke

  44

  kebun. Cuaca yang panas terik juga menambah aroma perjuangan perempuan Timor dalam membuat sebuah tenunan.Mereka harus memikul kapas yang sudah bersih dengan bakul ditaruh di kepala dan di bahu untuk sampai ke rumah mereka.Perjuangan ini tentu saja tidak dimiliki oleh semua perempuan Timor, karena ini adalah pekerjaan yang berat. Proses ini akan memakan

  45 waktu kurang lebih dari 1-3 bulan sesuai dengan kebutuhan benang yang akan dipakai.

  Gambar (3) Proses memintal kapas menjadi benang

  Sumber:dokumentasi wastranusantarakn

  Salah satu persyaratan perempuan Timor dapat menikah adalah harus bisa menenun.Ini adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi.Perempuan-perempuan Timor sejak umur kurang lebih 5 tahun sudah diajarkan oleh Mama, Nenek, atau saudara perempuan yang ada di rumah untuk

  46

  menenun. Tambahan Nehemia Ottu bahwa sejak Indonesia merdeka mulai ada perbedaan yang terjadi di masyarakat Timor di mana laki-laki boleh diperbolehkan bersekolah yang disediakan oleh pemerintah, namun perempuan tetap di rumah untuk urusan rumah tangga dan

  47

  menenun.Namun sejak Gestapu terjadi maka perempuan juga diperbolehkan untuk bersekolah

  48

  tetapi fakta yang terjadi bahwa mereka lebih senang di rumah untuk menenun. Nehemia Ottu menambahkan bahwa ada sebuah tradisi lamaran atau tam hen toit yang mewajibkan perempuan

  49

  membawa sebanyak mungkin kain tenun. Lebih banyak kain tenun yang dibawa ke rumah laki- laki maka perempuan itu dianggap sudah siap untuk menikah.

b) Moe Tais Mau

  Setelah benang sudah benar-benar halus dan siap dipakai maka proses selanjutnya terdapat rekayasa motif. Pada bagian ini sangat ditentukan oleh perempuan penenun sendiri dengan daya ingat dan imajinasi kreatif. Namun untuk kelompok seperti

  Tolfe’u ini mereka

  bersepakat untuk membuat satu macam motif yang sama, contohnya saja motif tokek atau totem yang lain. Walaupun sudah ada kesepakatan untuk membuat satu motif namun dalam implikasinya biasa perempuan akan menambahkan ciri khas sesuai keinginan mereka. Pada bagian rekayasa inilah daya imajinasi perempuan dimanfaatkan. Mereka akan mengekspresikan seluruh jiwa dan raga dalam rekayasa motif ini.Seluruh perasaan yang mereka alami baik itu dalam pengalaman sukacita atau duka akan mereka perlihatkan dalam motif yang akan dibuat.

  Salah satu penenun Jenry Tefa menceritakan pengalamannya dalam merekayasa motif. Di mana dia pernah membuat dan merekayasa motif karena saat itu sedang berduka karena sang Ibu telah

  46 47 Hasil Wawancara dengan NO pada 25 Agustus 2017 Gestapu adalah Gerakan 30 September oleh PKI di Indonesia

  50

  men inggal. Dia lebih memilih untuk membuat motif “burung atau kolo.” Alasan dibalik pemilihan motif ini karena dia percaya bahwa sesuai budaya Timor orang yang telah meninggal akan merenkarnasi menjadi burung. Hewan burung diangkat menjadi totem masyarakat Timor

  51

  karena dipercaya burung adalah perwujutan nyata dari orang sudah meninggal. Dengan mengrekayasa motif burung pada tenun yang Jenry buat maka dia percaya bahwa sang ibunda selalu datang untuk melindunginya. Ini dinyatakan dengan setelah tenun itu selesai lalu ada

  52

  burung yang hinggap dirumahnya lalu selalu berkicau. Ini bertanda bahwa ada keselarasan antara yang mereka imani dan perbuat lewat tenun.

  Gambar (4) Proses membuat motif

  Sumber : Dokumentasi Raufrongga

  Selain itu menurut penuturan Agustina Nenabu bahwa biasanya motif yang selalu dia munculkan pada tenun adalah motif buaya. Cerita dibalik motif buaya itu adalah supaya sang pemilik kehidupan yaitu Uis Nenoyang terwujud dalam hewan buaya dapat terus menjaga

  53

  mereka melalui alam yang terus baik dan terhindar dari bencana. Pesan-pesan spiritual dalam 50 51 Hasil Wawancara dengan JT pada 28 Agustus 2017 Hasil Wawancara dengan NO pada 25 Agustus 2017 tenun semacam ini menjadi nilai akan tenun Tolfeumenjadi lebih kaya, karena menggambarkan perasaan perempuan. Menurut Nurlince Nenoliu kondisi rumah juga menentukan secepat apa mereka menenun setiap hari. Misalkan jika mereka memiliki masalah dengan suami atau anak maka akan sangat mengganggu proses menenun pada saat itu. Sehingga mereka akan berhenti menenun sejenak lalu pergi dibawah pohon untuk menenangkan diri. Biasanya dalam proses menenangkan diri ini akan ada inspirasi-inspirasi baru yang akan mereka tuangkan dalam

  54

  tenunan. Perempuan-perempuan penenun ini sangat bersatu bersama alam, sehingga apa yang mereka lihat dan rasakan akan menjadi motif dalam tenun yang mereka buat. Mereka lebih memilih pergi ke bawah pohon atau tempat yang sunyi untuk menenangkan diri dari pada harus mengeluh atau menceritakan kepada orang lain. Bagi Yane Tanesab menceritakan masalah rumah tangga kepada orang lain adalah tindakan yang salah, karena sama dengan membuka aib

  55

  keluarga. Maka dari itu mereka lebih memilih untuk memendam dalam hati.Sesuai tradisi orang Timor bahwa mereka tidak diperbolehkan menceritakan masalah atau kekurangan keluarga

  56

  mereka karena itu hal yang tabu. Mereka akan merasa lebih baik ketika sudah ada dihadapan alat tenun dan bisa menenun, bagi mereka masalah bisa dilupakan sejenak dengan menenun dan juga bisa membantu mereka memperbaiki pikiran mereka yang terganggu.

c) Hau Nafu

  Ketenangan dan pikiran yang bersih sangat membantu penenun untuk mengrekayasa benang..Setelah selesai maka tahap selanjutnya adalah masuk pada tahap pewarnaan.Pewarnaan pada benang sendiri untuk kelompok

  Tolfe’u masih dilakukan secara alami.Tetapi harus diakui

  bahwa kadangkala perempuan-perempuan penenun lebih senang memakai benang toko yang 54 Hasil Wawancara dengan NN pada 22 Agustus 2017

  57

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Integritas Suricata Intrusion Detection System (IDS) dengan Mikrotik Firewall untuk Keamanan Jaringan Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

3 9 21

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi: Penelusuran Etnografis Atas Narasi dan Praktik S

0 0 36

BAB II KERANGKA TEORI: Teori-teori Dasar dan Konsep-konsep Terpilih - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi

1 1 49

BAB III RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: KONTEKS GEOGRAFIS DAN HISTORIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi:

1 1 32

BAB IV RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA: TUAN RUMAH SOSIAL-BUDAYA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi: Penelus

1 1 82

BAB V ETNOGENESIS RUMPUN ETNIK MBAHAM MATTA DALAM ALUR TEORITIK - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi: Pe

1 2 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi: Penelusuran Etnografis Atas Narasi dan Praktik Sosial

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Budaya Rumpun Etnik Mbaham Matta Kabupaten Fakfak dalam Perjumpaan dengan Agama-Agama dan Otoritas Politik-Ekonomi: Penelusuran Etnografis Atas Narasi dan Praktik Sosial

1 1 18

1 BAB I TENUN TIMOR MEMBERDAYAKAN PEREMPUAN TOLFEU SEBAGAI KONSELING IMAJINATIF 1. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tenun Timor Memberdayakan Perempuan Tolfeu sebagai Konseling Imajinasi

1 3 12

1.Tenun Timor 1.1 Pengertian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tenun Timor Memberdayakan Perempuan Tolfeu sebagai Konseling Imajinasi

1 0 33