AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA SUNDA

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA SUNDA

Yusuf Munandar

yusufmunandar09@gmail.com

Abstrak

Skripsi ini berjudul Afiks Pembentuk Verba Bahasa Sunda. Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut (1) afiks apa sajakah yang membentuk verba bahasa Sunda dalam bentuk derivasional, (2) bagaimana kaidah afiks pembentuk verba bahasa Sunda, (3) makna apa saja yang dikandung oleh afiks pembentuk verba bahasa sunda. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan afiks yang membentuk verba bahasa Sunda, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kaidah afiks pembentuk verba bahasa Sunda, serta mendeskripsikan makna-makna afiks yang membentuk verba bahasa Sunda. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang bersumber dari informan penutur asli bahasa Sunda. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap simak, dengan teknik rekam, tektik catat. Data yang dikumpul dianalisis dengan metode kajian distribusional atau metode agih, dengan teknik top down. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa verba bahasa Sunda dapat dibentuk melalui proses afiksasi. afiks-afiks tersebut dapat mengimbuhi verba dasar, nomina, numeralia, dan adjektiva. Adapun makna yang dikandung oleh afiks pembentuk verba tersebut adalah melakukan, makna jamak, makna dikenai suatu tindakan, mengalami suatu peristiwa, sedang melakukan kegiatan, meminta tolong dans sebagainya.

Pendahuluan

Bangsa Indonesia merupakan suatu Negara yang terdiri dari berbagai suku yang mempunyai keanekaragaman budaya. Salah satu keanekaragaman budaya tersebut adalah bahasa. Bahasa merupakan sebuah media penyampaian informasi yang digunakan manusia dalam proses komunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sebuah sistem. Bahasa dikatakan sebuah sistem, karna bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri.

Sistem bahasa berlaku pada setiap tataran bahasa. Seperti yang dikemukakan Kridalaksana (2008:24 ) “ Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”.

Dalam berkomunikasi dibutuhkan adanya kesamaan persepsi dan tanggapan terhadap hal yang dibicarakan antara dua orang atau lebih. Hal ini hanya dapat terjadi apabila pihak yang saling berkomunikasi itu saling mengerti dan memahami terhadap apa yang mereka bicarakan itu semua harus didukung oleh bahasa yang mereka gunakan karna bahasa adalah faktor pendukung utama dalam berkomunikasi.

Bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia sebagai yang tercantum dalam sumpah pemuda pada butir ketiga. Sebagai negara kepulauan, bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempunyai keanekaragaman budaya serta latar belakang sosiokultur yang berbeda-beda. Salah satu dari kebudayaan yang dimaksud adalah bahasa, dalam hal ini yaitu bahasa-bahasa daerah.

Selain bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi maupun bahasa persatuan, juga terdapat beragam bahasa daerah yang digunakan oleh setiap suku yang ada di Indonesia khususnya dalam berkomunikasi antarsesamanya. Keanekaragaman bahasa daerah tersebut tersebar pada setiap suku bangsa yang ada di tanah air, misalnya bahasa jawa, bahasa sunda, bahasa bugis, bahasa tolaki, bahasa wolio, bahasa muna, bahasa bali, dan sebagainya.

Bahasa daerah sebagai salah satu unsur kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional perlu ditumbuhkembangkan dan diperkenalkan pada dunia luar sehingga tetap terpelihara, lestari dan tetap hidup di tengah-tengah pemakainya.

Bahasa Indonesia dan bahasa daerah memiliki hubungan timbal balik dalam memperkaya kosakata masing-masing bertambahkayanya kosakata bahasa Indonesia antara lain berasal dari bahasa daerah dan demikian juga sebaliknya bahasa daerah juga turut diperkaya kosa katanya oleh bahasa Indonesia.

Bahasa daerah sebagai komponen kebudayaan daerah dan nasional perlu diupayakan pelestarian dan pengembangannya, termasuk pendokumentasiannya. Hal ini dimaksudkan agar bahasa daerah senantiasa dapat terpelihara keasliannya dan dapat memperkaya khasanah kebudayaan daerah dan nasional.

Bahasa Sunda sebagai salah satu bahasa daerah yang tumbuh dan berkembang di wilayah Sulawesi Tenggara Kabupaten Konawe Selatan, dalam pergaulan antarwarga penduduknya, memegang peran penting, peran penting tersebut adalah digunakannya bahasa sunda sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara adat dan kesenian-kesenian.

Penelitian kebahasaan yang menyangkut bahasa Sunda telah banyak dilakukan namun penelitian mengenai afiks pembentuk verba bahasa Sunda dalam bentuk derivasional masih luput dari perhatian para peneliti. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan afiks pembentuk verba telah dilakukan oleh Surianto (2004) mengenai afiks pembentuk verba bahasa Panca dialek kapontori dan Rachman (2010) mengenai afiks pembentuk verba bahasa Muna dialek muna standar.

Dalam bahasa Sunda terdapat afiks pembentuk verba sama halnya dengan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia terlihat afiks pembentuk verba, seperti pada kata: baca, laut, sedih, lempar, setelah ditambahkan afiks mem-, me-, ber, ter, menjadi membaca, melaut, bersedih, terlempar. Afiks mem- dan ter- yang melekat pada kata baca dan lempar akan mengubah kategori verba dasar menjadi verba turunan hal itu juga merupakan afiks infleksional. Infleksional merupakan konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan dasarnya samsuri ( dalam Ino 2013: 55). Dapat juga dikatakan bahwa infleksional adalah proses morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentuk dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut tetap dalam kelas kata yang sama. Afiks me- daan ber- yang melekat pada kata laut- dan sedih akan mengubah kategori nomina dan adjektiva menjadi verba kata tersebut merupakan afiks dalam bentuk derivasonal. Dimana derivasional merupakan proses morfologi karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukkan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya.

Dalam bahasa Sunda hal itu tampak pula, misalnya:nga- + dahar „makan‟ → ngadahar „memakan‟ (infleksional), si- + deku „lutut‟

sideku „berlutut‟ (derivasional), ng- + omong „bicara‟ →

ngomong „berbicara‟ (derivasional)

afiks nga- dan ng- yang melekat pada kata dahar dan omong akan mengubah kategori verba dasar menjadi verba turunan. Afiks si- yang melekat pada kata deku mengubah kategori nomina menjadi verba.

Melihat keadaan demikian, penelitian yang menjelaskan sistem morfologi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia khususnya sistem morfologi kata kerja memegang peranan yang sangat penting. Menyadari hal tersebut peneliti terdorong untuk mengkaji afiks pembentuk verba bahasa Sunda. Pentingnya penelitian ini dilakukan sebagai usaha untuk tetap melestarikan bahasa Sunda. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan lengkap mengenai bahasa Sunda sehingga dapat menjadi pegangan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Tinjauan Pustaka Pengertian Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri Chaer, (2009: 30). Pernyataan itu senada dengan pendapat, bloomfield (dalam Chaer, 2009: 71) bahwa “bahasa adalah sekumpulan ujaran yang muncul dalam masyarakat tutur (speech community). Ujaran inilah yang harus dikaji untuk mengetahui bagian-bagiannya. Lalu, bagi Bloomfield bahasa adalah sekumpulan data yang mungkin Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri Chaer, (2009: 30). Pernyataan itu senada dengan pendapat, bloomfield (dalam Chaer, 2009: 71) bahwa “bahasa adalah sekumpulan ujaran yang muncul dalam masyarakat tutur (speech community). Ujaran inilah yang harus dikaji untuk mengetahui bagian-bagiannya. Lalu, bagi Bloomfield bahasa adalah sekumpulan data yang mungkin

Menurut Kridalaksana (2008: 24) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Selanjutnya lyons (dalam Aslinda dan Syaftahya 2014: 1) mengatakan bahwa bahasa harus bersistem, berwujud symbol yang kita lihat dan kita dengar dalam lambang, serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi.

Fungsi Bahasa

Fungsi bahasa adalah sebagai alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan fikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan Chaer (2009: 33). Dalam hal ini Wardhaugh 1972 (dalam Chaer 2009: 33) mengataan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresi, fungsi iformasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi dan fungsi intertainmen.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk bekerja sama dan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.

Morfologi

Menurut Darwis (2012: 42) Dari segi asal-usul kata atau etimologi, kata morfologi itu berasal dari bahasa Greek, yaitu morf ‘bentuk’ dan logos ‘ilmu‟. Secara peristilahan atau terminologi, morfologi merupakan cabang ilmu yang menelaah seluk beluk pembentukan kata. Dalam hal ini, morfologi mempelajari bagaimana kata itu dibentuk; unsur-unsur apa yang menjadi bagian sistematik sebuah kata.

Kata morfologi merupakan kata serapan dari bahasa inggris, morphology. Morf berarti „wujud‟ atau „bentuk konkret‟ atau susunan fonemis dari morfem. Logy (logos) berarti „ilmu‟. Jadi morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk wujud morfem Kridalaksana 1982 (dalam Mulyono, 2013: 1). Batasan lain yang terulang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berbunyi bahwa morfologi adalahcabang linguistik tentang morfem dan kombinasi-kombinasinya. Secara populer, morfologi dibatasi dengan cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata.

Morfem

Menurut Bloomfield 1933 (dalam Mulyono, 2013: 6) morfem adalah bentukan linguistik yang paling kecil, yang tidak terdiri atas bentukan-bentukan yang lebih kecil yang mengandung arti. Bloomfield mendefinisikan morfem sebagai “a linguistic from wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simp le form or morpheme”. (Maksud pernyataan itu, “satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem.

Menurut Marafad (2013: 109) morfem memiliki tiga kriteria. (1) bentuk linguistik/bentuk bahasa (2) terkecil (3) bermakna. Bila salah satunya tidak terpenuhi, maka bentuk itu bukan morfem. Sebagai contoh dalam kata jembatan apakah kata jembatan itu bentuk linguitik/bahasa? Ya. apakah kata jembatan itu merupakan bentuk linguistik/bahasa yang terkecil? Ya. Dan apakah kata jembatan itu bermakna? Ya. Kesimpulannya kata jembatan = morfem. Kuncinya morfem itu ialah bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna.

Alomorf

Alomorf adalah anggota morfem yang telah ditentukan posisinya atau anggota morfem yang memiliki fungsi yang komplementer. Alomorf bisa juga disebut morfem alternatif (alternate morpheme) atau semua bentuk yang merupakan variasi dari sebuah morfem. (Alomorf morfem afiks dikemukakan secara lengkap dalam kajian “kaidah morfofonemik”).

Kata

Chaer (2008: 63) Konsep kata yang sering kita jumpai dalam berbagai buku linguistik adalah bahwa kata merupakan bentuk yang ke dalam mempunyai susunan fonologi yang setabil dan tidak berubah, dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan atau konsep itu menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi atau disela oleh fonem lain . jadi, misalnya kata sikat,urutan fonemnya adalah /s/, /i/,/k/, /a/, dan /t/.urutan itu tidak dapat diubah misalnya menjadi /s/, /k/, /a/,/i/ dan /t/ atau urutan lain lagi.

Afiks

Afiks ialah bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru.

Menurut Kridalaksana (2007: 28) afiksasi adalah peroses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Dalam proses ini leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori tertentu, sehingga bersetatus kata (atau bila telah bersetatus kata berganti kategori), (3) sedikit banyak berubah maknanya.

Imbuhan atau afiks menurut Ramlan dalam Prawirasumantri,ialah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentukkata atau pokok kata baru. Chaer (2009: 278) mengatakan bahwa afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Jadi, afiks pada dasarnya merupakan sebuah bentuk morfem terikat yang hanya dapat bermakna jika dilekatkan pada morfem lain.

Menurut Chaer (2009: 279) afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia afiksasi merupakan salah satu proses penting dalam pembentukan kata dan penyampaian makna. Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan cara membubuhkan afiks terhadap bentuk dasar baik yang berupa pokok kata, kata asal, maupun bentuk-bentuk kata yang lainnya. Afiksasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata Affixation, kata tersebut adalah turunan dari kata Affix, yang artinya tambahan atau bubuhan. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata.

Berdasarkan kamus linguistik (dalam kridalaksana, 2008: 3) afiks adalah bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya. Dan afiksasi adalah proses atau hasil penambahan afiks pada akar, dasar, atau alas.

Pembagian Afiks

Kridalaksana (2007: 28) Dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang secara tradisional diklasifikasikan atas prefiks, infiks, sufiks, simulfiks,dan konfiks. Sedangkan dalam bahasa Sunda hanya mengenal empat macam, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.

Derivasional

Derivasional merupakan yang berbeda distribusinya dari dasarnya Samsuri (dalam Ino 2013: 48). Pakar lain mengatakan bahwa derivasional adalah proses morfologi karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukkan dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya Suparman, Clark (dalam Ino 2013: 48).

Ciri-ciri Afiks

Pada umumnya afiks memiliki kemiripan dengan unsur-unsur terikat lainnya, seperti partikel atau klitik. Jika ditinjau dari segi posisinya unsur-unsur tersebut memang sulit untuk dibedakkan. Untuk itu berikut akan dikemukakan beberapa rumusan yang membedakan afiks dengan unsur-unsur terikat lainnya. Ciri-ciri yang membedakan antara afiks dengan partikel adalah:

a. Partikel tidak memindahkan jenis kata (kelas kata) dari kata yang diikutinya; sebaliknya afiks memindahkan kelas kata dari kata yang diikutinya.

b. Kata-kata yang diikuti oleh sebuah partikel bisa bermacam-macam jenis katanya; sebaliknya afiks mengelompokkan bermacam-macam jenis itu menjadi jenis yang sama.

c. Bidang gerak partikel adalah sintaksis termasuk frasa dan klausa; sebaliknya afiks bergerak dalam bidang morfologi (keraf, 1987: 92).

Sedangkan ciri-ciri yang membedakan antara afiks dengan klitik adalah sebagai berikut:

a. Klitik dari segi makna, memiliki makna leksikal; sedangkan afiks memiliki makna gramatikal.

b. Klitik dari segi fungsi tidak merubah jenis kata atau kelas kata; sedangkan afiks dapat merubah makna dan kelas kata.

c. Klitik secara gramatikal memiliki sifat bebas (tidak terikat) sedangkan afiks memiliki sifat terikat.

Verba

Verba atau kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau tingkah laku. Darwis (2012: 41) Berdasarkan prilaku morfologisnya, verba bahasa Indonesia mula-mula dibagi menjadi dua subkategori besar, yaitu (1) verba dasar dan (2) verba bentukan. verba dasar itu adalah verba pangkal yang belum mengalami proses morfologis mana pun, sedangkan verba bentukan itu adalah pangkal yang telah mengalami proses morfologi afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan (komposisi).

Coolsma sebagai peletak dasar tata bahasa Sunda 1985 (dalam Subarna dkk., 2002: 9) dalam rangka memberikan tata bahasa Sunda mendeskripsikan verba bahasa Sunda dari struktur morfologi melalui pengkajian afiks yang mendukungnya. Berdasaran pendapat coolsma tersebut, verba bahasa Sunda terdiri dari verba dasar dan verba turunan. Dalam kaitannya dengan objek, menurut coolsma terdapat pada sebagian verba yang berprefiks N-, seperti pada ngahakan kejo ‘makan nasi‟ dan neda buah „makan buah‟. Demikian pula dengan verba yang mengalami simulfiksasi N- + an bermakna transitif, seperti pada ngadatangan „mendatangi‟, nyeungceurikan „menangisi‟, neuleuman’ mendalami‟ dan seterusnya. Selanjutnya coolsma mengungkapkan, verba yang mengalami konfiksasi maN- + -keun mendukung makna verba menjadi bitransitif. Verba jenis ini memiliki dua objek, yaitu objek pelengkap dan objek penderita, seperti pada mangmeulikeun „membelian‟, mangmacakeun „membacakan‟ dan mangingukeun „memeliharakan‟ coolsma 1985: 95 (dalam Subarna dkk., 2002: 9).

Afiks Pembentuk Verba

Salah satu proses pembentukan kata adalah melalui proses afiksasi. Proses afiksasi dapat membentuk sebuah verba, yaitu apabila sebuah afiks bergabung dengan sebuah kata dasar yang berupa nomina, verba dan adjektiva . kridalaksana 1996 (dalam skripsi Rachman 2010: 17) memberikan contoh afiks pembentuk verba seperti: prefiks me-, ber-, per-, ter-, konfiks me-kan, ber-kan. Contoh prefiks

me-

verba → verba „melakukan‟ Dia menangis tersedu-sedu. Saya meramal nasib ke dukun

me-

adjektifa → menjadikan keadaan klara semakin membaik setelah pergi ke dokter

per-

nomina → verba „menjadikan‟ jangan perbudak orang miskin itu.

Dalam bahasa daerah lain seperti bahasa Pancana dialek Kapuntori terdapat afiks pembentuk verba. Afiks-afiks tersebut: ci-, fo-, -um-, -e, -i, foko-e. afiks-afiks tersebut akan membentuk verba apabila mengimbuhi kata dasar yang berupa nomina, verba dan adjektifa. Surianto (2004) dalam Skripsinya afiks pembentuk verba bahasa Pancana dialek Kapuntori memberikan contoh yang membentuk verba dalam bahasa Pancana dialek Kapuntori antara lain adalah sebagai berikut: ci-

khadene V →

cikhadene V

ndole V →

fondole V

„baring‟

„baringkan‟

-um- + hacu N

humacu V

„racun‟

„memberi racun‟

Pagala N +

-e

pagalae V

„pagar‟

„pasangi pagar‟

Makha A +

-i

makhai V

kaindai N

fokokaindaiea V

„anak‟

„sebagai anak‟

A. METODOLOGI PENELITIAN

Merujuk pada permasalah dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Mukhtar (2013:

10) metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap subjek penelitian pada suatu saat tertentu. Kata deskriptif berasal dari bahasa latin “descriptivus” yang berarti uraian. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai subjek penelitian dan perilaku subjek penelitian pada suatu priode tertentu. Penelitian kualitatif deskriptif berusaha mendeskripsikan seluruh gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

Jenis penelitian ini tergolong penelitian lapangan. Oleh karena itu, peneliti langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data sesuai dengan masalah penelitian. Penelitian di lapangan dapat melibatkan masyarakat bahasa sebagai informan. Dalam pengumpulan data di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan penutur bahasa yang diteliti.

Data utama dalam penelitian ini diperoleh dari bahasa lisan. Data bahasa lisan berupa tuturan yang diproleh dari hasil interaksi masyarat pengguna bahasa Sunda di Desa Moolo Indah Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan berupa kata-kata yang memuat tentang afiks pembentuk verba bahasa Sunda.

Sehubungan data penelitian ini berupa data lisan, maka sumber data dalam penelitian diperoleh dari penyimakan tuturan informan. Informan dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa sunda yang berdomisili di Desa Moolo Indah Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Merupakan warga transmigrasi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak membatasi jumlah informan sebagai sumber data. Sumber data adalah penutur asli bahasa Sunda informan yang dipilih sebagai sumber data ini dipilih dengan menggunakan kriteria sebagai berikut.

1. Informan merupakan penutur asli bahasa Sunda di lokasi penelitian.

2. Menguasai bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan baik.

3. Memiliki alat artikulasi yang baik.

4. Bersedia menjadi informan..

5. Sabar dan memiliki waktu yang cukup untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya (konisi, 2004: 12-13)

6. Tidak cacat wicara.

Peneliti bertindak sebagai instrumen kunci dalam penelitian karena peneliti sebagai penutur asli bahasa Sunda, serta bertindak sebagai perencana, pengumpulan data, menganalisis menafsirkan data dan pelapor.

Dalam pengumpulan data, teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap, catat dan rekam.

1. Teknik simak bebas libat cakap (SLBC) maksudnya ialah peneliti menyadap prilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam peristiwa tutur tersebut (Mahsun, 2013:243)

2. Teknik catat dilakukan dengan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi atau pengelompokan.

3. Teknik rekam dapat mendukung pelaksanaan teknik catat, yaitu penyediaan bahan utuk pengecekan kembali bahan-bahan yang telah dicatat.

Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Penelitian ini sesuai dengan objek penelitian yakni bentuk afiks dalam bahasa Sunda yang dikaji berdasarkan aspek struktur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian distribusional. Metode kajian distribusional atau metode agih menggunakan alat penentu unsur bahasa itu sendiri. Metode agih memiliki teknik dasar yang disebut dengan Pilih Unsur Langsung (PUL) yaitu memilah data berdasarkan satuan lingual menjadi beberapa bagian atau unsur yang langsung membentuk satuan lingual yang lebih besar.

Berkaitan dengan metode tersebut di atas maka teknik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah teknik kajian menurun (top down). Dengan menggunakan teknik ini diharapkan dapat diperoleh afiks pembentuk verba bahasa Sunda.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam proses pembentukkan kata bahasa Indonesia proses afiksasi sangat memegang peran penting. Hal ini serupa juga dengan yang terjadi dalam bahasa Sunda yang memiliki afiks dalam proses pembentukan kata. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian yaitu mengenai afiksasi dalam bentuk derivasional. Untuk lebih jelasnya afiks-afiks yang membentuk verba bahasa Sunda dapat dilihat sebagai berikut.

Verba Berprefiks/berawalan

Prefiks yaitu afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar kridalaksana (2008: 28). Adapun prefiks-prefiks dalam bentuk derivasional adalah sebagai berikut.

Prefiks ba-

Prefiks ba- merupakan prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks ba- dapat mengimbuhi kata dasar yang berkategori verba dan nomina. Adapun prefiks ba- dalam bentuk derivasional dapat dilihat pada data berikut. (1) kahuruan kamari babareng jeng turun hujan. (D1) Kebakaran kemarin Pref bareng Konj turun hujan „Kebakaran kemarin bersama dengan turun hujan.‟

Babareng „bersama‟

Ba-

bareng „sama-sama‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata babareng „bersama‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata bareng „sama-sama‟ berkategoori adjektifa mendapat prefiks ba-. Jika dibuat dalam kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Prefiks ka-

Prefiks ka- merupakan prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Pefiks ka- dapat mengimbuhi kata yang berkategori verba dasar dan nomina. Adapun prefiks ka- dalam bentuk derivasional dapat dilihat pada data berikut. (2) kakarak ie abdi kaseureud tawon di ladang. (D2) Baru kali ini 1T Pref sengat lebah „Baru kali ini saya tersengat lebah‟.

kaseureud „tersengat‟ ka- seureud „sengat‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata kaseureud „tersengat‟ merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar seureud „sengat‟ yang berkategori nomina mendapat prefiks ka-. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

ka- +

Vt

Prefiks N-

Prefiks N- merupakan jenis prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks N- dapat mengimbuhi kata dasar berkategori verba dan nomina. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (3) maneh ngomong jeung saha. (D3) 2T Pref bicara dengan siapa „kamu berbicara dengan siapa?‟

ngomong „berbicara‟

Ng-(N)

omong „bicara‟

(4) manehanana osok ngadunga saeuncan sare. (D4) 3T selalu Pref doa sebelum tidur „Dia selalu berdoa sebelum tidur.‟

ngadunga „berdoa‟

N-(nga)

dunga „doa‟

(5) mun rek dahar kudu nyangu heula. (5) Kalau mau makan harus Pref nasi dahulu „Kalau mau makan harus memasak nasi dahulu.‟

nyangu „memasak nasi‟

N-(nya)

sangu „nasi‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dasar omong „bicara‟, dunga „doa‟, sangu „nasi‟ berkategori nomina, kata omong mendapat prefiks N-(ng), dunga mendapat prefiks N-(nga), dan sangu mendapat prefiks N-(ny). Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Prefiks pa-

Prefiks pa- merupakan jenis prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks pa- dapat mengimbuhi kata dasar yang berkategori verba dasar, nomina dan adjektiva. Hal itu dapat dilihat pada data (6) bumi abdi pateubih pisan jeng bumi lanceuk. (D6) Rumah 1T sangat Pref dekatan sekali dengan runah kakak 1T. „rumah saya berdekatan sekali dengan rumah kakak saya.

pateubih „berdekatan‟

pa-

teubih „dekat‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa Kata padeukeut „berdekatan‟ merupakan kata yang dibentuk dari kata dasar deuket „dekat‟ berkategori adjektiva dengan prefiks pa- menjadi verba. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Prefiks pada-

Prefiks pada- merupakan prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks pada- merupakan prefiks yag dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina. Hal itu dapat dilihat pada data berikut. (7) awewe nu lewat teh padanyiwit balas ku gemes. (D7) Perempuan yang lewat itu banyak yang Pref cubit karena gemas „perempuan yang lewat itu dicubiti karena gemas‟.

Padanyiwit „banyak yang cubit‟ Padanyiwit „banyak yang cubit‟

nyiwit „cubit‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata padanyiwit „banyak yang cubit‟ merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar nyiwit „cubit‟ berkategori nomina dengan prefiks pada-. Jika dibuat dalam kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Pada-

Vt

Prefiks si-

Prefiks si- merupakan prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks si- dapat mengimbuhi kata dasar yang berkategori verba dasar, nomina. Hal itu dapat dilihat pada data berikut. (8) akhirna jepang sideku oge ka sekutu. (D8) Akhirnya Jepang Pref lutut juga pada sekutu „akhirnya Jepang berlutut juga pada sekutu.

sideku „berlutut‟

si-

deku „lutut‟

(9) mun eunggeus tunduh kudu sibeungeut amih tunduhna leungit. (D9) Kalau sudah mengantuk harus Pref muka supaya mengantuknya hilang. „kalau sudah mengantuk harus mencuci muka supaya mengantuknya hilang‟.

sibeungeut „mencuci muka‟

si-

beungeut „muka‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata sideku „berlutut‟ dan sibeungeut „mencuci muka‟, merupakan verba turunan yang dibentuk dari kata deku “lutut” dan beungeut „muka‟ berkategori nomina mendapat prefiks si-. Jika dibut dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

si- +

Vt

Prefiks silih-

Prefiks silih- merupakan jenis prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks s;ih- dapat mengimbuhi kata dasar berkategori verba dasar dan nomina. Hal itu dapat dilihat pada data berikut. (10) maneh jeung urang kudu silihgeunten amih pagawean maneh hampang. (D10) 2T dengan 1T harus saling ganti pekerjaan supaya lebih ringan „kamu dengan saya harus saling ganti pekerjaan supaya lebih ringan‟.

silihgeunten „saling ganti‟

silih- „saling‟

geunten „ganti‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata silihgeunten „saling ganti‟ dibentuk dari kata dasar geunten „ganti‟, berkategori nomina mendapat prefiks silih-. Jika dibuat dalam kaidah akan berbentuk dsebagai berikut.

Silih- +

Vt

Prefiks ti-

Prefiks ti- merupakan jenis prefiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Prefiks ti- dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (11) babaturan urang make acuk tibalik. (D11) Teman 1T memakai baju Pref balik „teman saya memakai baju terbalik‟.

tibalik „terbalik‟

Ti-

balik „balik‟

Analisis data diatas menunjukkan bahwa kata balik „balik‟ berkategori nomina mendapat prefiks ti- . Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut. ti-

Vt

Prefiks ting-

Prefiks ting- merupakan prefiks yang produktif dalam membentuk verba. Prefiks ting- dapat mengimbuhi kata dasar yang berkategori nomina dan adjektiva. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (12) ulah tinggerendeng, ngomong nu jelas. (D12) Jangan Pref gumam, bicaralah yang jelas Jangan bergumam, bicaralah yang jelas‟.

Tinggerendeng „bergumam‟

ting-

gerendeng „gumam‟

(13) babaturan sakelas abdi tingkorolot. (D13) Teman sekelas 1T pada tua-tua „teman sekelas saya pada tua-tua‟.

tingkarolot „pada tua-tua‟

ting-

karolot „tua‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata tinggerendeng „bergumam‟, merupakan verba yang berkategori nomina mendapat prefiks ting-. Sedangkan kata tingkarolot „pada tua-tua‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata kolot „tua‟ berkategori adjektiva mendapat pefiks ting-. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Verba Berinfiks/sisipan

Infiks yaitu afiks yang diletakkan di dalam suatu kata dasar Kridalaksana (2008: 28). Dalam bahasa Sunda terdapat kata kerja yang dibentuk dengan jalan pengimbuhan sisipan adalah sebagai berikut.

Infiks -ar-

Dalam bahasa Sunda terdapat sebuah infiks yang memiliki alomorf yaitu infiks -ar- dengan alomorf -ar-, -al-, -ra-. Infiks -ar- merupakan jenis afiks yang produktif dalam membentuk verba. Infiks -ar- dapat mengimbuhi verba dasar dan adjektiva. Hal itu dapat dilihat pada data sebagai berikut. (14) permainannana aralus kabeh. (D14) Permainannya Inf bagus semua „permainanya bagus-bagus semua‟.

aralus „bagus-bagus‟

-ra-

alus „bagus‟

(15) budak abdi gareulis, dibandingken jeng budak batur (D15) Anak 1T Inf cantik dibandingkan dengan anak orang lain „anak saya cantik-cantik dibandingkan dengan anak orang lain‟.

gareulis „cantik-cantik‟

-ar-

geulis „cantik‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata aralus „bagus-bagus‟ dan gareulis „cantik-cantik‟ merupakan verba yang dibentuk dari kata alus „bagus‟ dan geulis „cantik‟ berkategori adjektiva mendapat Infiks -ra- dan -ar-. Jika dibuat dalam kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

-ra- +

Adj

-ar- +

Adj

Infiks -in-

Infiks -in- merupakan infiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Infiks -in- dapat mengimbuhi verba dasar dan adektiva. (16) upami aya waktos, tinangtos abdi oge bade dongkep. (D16)

Kalau ada waktu, tentunya 1T juga akan datang „kalau ada waktu, tentunya saya juga akan datang‟

tinangtos „tentunya‟

-in-

tangtos „tentu‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata tinangtos „tentunya‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata tangtos „tentu‟ mendapat infiks -in-. jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Infiks -um-

Infiks -um- merupakan Infiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Infiks -um- dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina. Hal itu dapat dilihat pada data berikut. (17) sadayana umat muslim kudu kumaula ka gusti Allah Swt. (D17) smuanya umat muslim harus Inf abdi kepada Allah Swt

„semunya umat muslim harus mangabdi kepada Allah Swt‟.

kumaula „mengabdi‟

-um-

kaula „abdi‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata kumaula „mengabdi‟, merupakan verba turunan yang dibentuk dari kata kaula „abdi‟ yang berkategori nomina mendapat Infiks –um-. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

-um- +

Vt

Verba Bersufiks/berakhiran

Sufiks ialah afiks yang diletakkan di belakang dasar Kridalaksana (2008: 28). Dalam bahasa Sunda terdapat kata kerja turunan dengan jalan pengimbuhan akhiran sebagai berikut:

Sufiks -an

Sufiks an- merupakan jenis sufiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Sufik an- dapat mengimbuhi verba dasar dan Nomina. Lihatlah data berikut. (18) dina agama euweuh aran bobogohan. (D18) Dalam agama tidak ada namanya pacar Suf. „dalam agama tidak ada namanya pacaran‟.

Bobogohan „pacaran‟

Bobogoh „pacar‟ -an

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata bobogohan „pacaran‟ merupakan verba berkategori adjektiva dengan kata dasar bobogoh „pacar‟ mendapat sufiks –an. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

-an

Vt

Sufiks –keun

Sufiks –keun merupakan sufiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Sufiks –keun dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina, hal ini dapat dilihat pada data sebagai berikut. (19) petakeun abdi cara ngadulag. (D19) Praktikkan Suf 1T cara Pref pukul bedug

„Praktikkan saya cara memukul bedug‟.

petakeun „Praktikkan‟

peta „praktik‟ -keun

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata petakeun „praktikkan‟, merupakan verba dengan kategori nomina dan mendapat sufiks –keun. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

-keun →

Vt

Konfiks/gabungan

Konfiks yaitu afiks yang terdiri atas dua unsur, satu di muka bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar, dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi kridalaksana (2008:29).

Konfiks di- + pang- + -keun

Gaungan di-+pang-+-keun merupakan jenis afiks yang produktif dalam membentuk verba. Gabungan afiks di-+pang-+-keun dapat melekat pada verba dasar, adjektiva, nomina dan numeralia. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (20) pamajikan maneh menta dipanghijikeun deui jeng maneh. (D20) Istri 2T meminta konf satu lagi dengan 2T „strimu meminta disatukan lagi denganmu‟ Dipanghijikeun ‘disatukan‟

di-

panghijikeun „disatukan‟

pang-

hijiken „satukan‟

hiji „satu‟

-keun

(21) saencan ujian, engke dipangdoakeun ku abi. (D21) Sebelum ujian, nanti Konf doa oleh 1T „sebelum ujian, nanti didoakan olehku‟.

Dipangdoakeun „didoakan‟

di-

pangdoakeun „didoakan‟

pang-

doakeun „doakan‟

doa „doa‟

-keun

(22) kepala desa menta dipangleuleuskeun awakna ka dukun. (D22) Kepala desa meminta Konf lemas badannya ke dukun

„kepala desa meminta dilemaskan badannya ke dukun‟. dipangleuleuskeun „dilemaskan‟

di-

pangleuleuskeun „dilemaskan‟

pang-

leuleuskeun „lemaskan‟

leuleus „lemas‟ -keun

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dipanghijikeun „disatukan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata hiji „satu‟ berkategori numeralia mendapat konfiks di- + pang- + -keun. Pada kata dipangdoakeun „didoakan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata doa „doa‟ berkategoi adjektifa Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dipanghijikeun „disatukan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata hiji „satu‟ berkategori numeralia mendapat konfiks di- + pang- + -keun. Pada kata dipangdoakeun „didoakan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata doa „doa‟ berkategoi adjektifa

di - +

pang - +

pang - +

pang - +

-keun →

Vt

Konfiks/gabungan di- + pang- + N- + -keun

Gabungan afiks di- + pang- + N- + -keun merupakan jenis afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Gabungan afiks di- + pang- + N- + -keun dapat mengimbuhi verba dasar, nomina dan adjektifa hal ini dapat di lihiat pada data berikut. (23) lamun abdi meser acuk osok dipangmilihkeun ku ema. (D23) Kalau 1T membeli baju selalu Konf pilih oleh ibu „kalau saya membeli baju selalu dipilihkan oleh ibu‟.

dipangmilihkeun „dipilihkan‟

di-

pangmilihkeun „tolong pilihkan‟ pang-

milihkeun „milihkan‟

m(N-)

pilihkeun

-keun (24) engke ku dipangngomongkeun sabaraha harga bumina. (D24) Nanti 1T Konf bicara berapa harga rumahnya „nanti saya bicarakan berapa harga rumahnya‟.

pilih

dipangngomongkeun „dibicarakan‟

di-

pangngomongkeun „tolong bicarakan‟ pang-

ngomongkeun „membicarakan‟

ng(N-)

omongkeun „bicarakan‟ omong „bicara‟

-keun (25) mun bisa buuk abdi dipangmenerkeun saeutik. (D25) Kalau bisa N 1T Konf baik sedikit „kalau bisa rambut saya diperbaiki sedikit‟.

dipangmenerkeun „diperbaiki‟ di-

pangmenerkeun „tolong perbaiki‟ pang-

menerkeun „memperbaiki‟

m(N-)

benerkeun „benarkan‟

bener „benar‟

-keun

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kta dipangmilihkeun „dipilihkan‟, merupakan merupakan verba yang dibentuk dari verba dasar pilih „pilih‟ mendapat gabungan afiks di- + pang- + N- + -keun. Untuk kata dipangngomongkeun „dibicarakan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata omong „bicara‟ berkategori nomina mendapat gabungan afiks di- + pang- + N- + -keun. Sedangkan untuk kata dipangbenerkeun „diperbaiki‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata bener „benar/baik‟ berkategori adjektiva mendapat gabungan afiks di- + pang- + N- + keun. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

-keun → Vt di-

-keun → Vt di-

-keun → Vt

Konfiks/gabungan di- + pi-

Gabungan di- + pi- merupakan jeni afiks yang cukup prosuktif dalam membentuk verba. Gabungan di- + pi- dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina. hal ini dapat dilihat pada data berikut. (26) ema tirina eunggeus dipiindung kandung sorangan. (D26) Ibu tirinya sudah Konf ibu kakndung sendiri

„ibu tirinya sudah dianggap ibu kandung sendiri‟.

dipiindung „dianggap ibu‟

di-

piindung „anggap ibu‟

pi-

indung „ibu‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dipiindung „dianggap ibu‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar indung „ibu‟ berkategori nomina mendapat gabungan afiks di- + pi-. Jika dibuat dalam kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Konfiks/gabungan di- + pi- + ka-

Gabungan di- + pi- + ka- merupakan jenis afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Gabungan afiks di- + pi- + ka- dapat mengimbuhi verba dasar, adjektifa, hal ini dapat dilihat pada data sebagai berikut. (27) manehanana budak hiji-hijina nu dipikameumet. (D27) 3T anak Redup yang Konf sayang „dia anak satu-satunya yang disayangi‟.

dipikameumeut „disayangi‟ di-

pikameumeut „kesayangan‟

pi-

kameumet „sayangi‟

meumet „sayang‟ (28) sukses teh harapan nu dipikahayang kabeh jelema. (D28)

ka-

Sukses adalah harapan yang Konf ingin semua orang „sukses adalah harapan yang diinginkan semua orang‟.

dipikahayang „diinginkan‟ di-

pikahayang „dikeinginkan‟ pi-

kahayang „keinginan‟

ka-

hayang „ingin‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dipikameumeut „disayangi‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar meumeut „sayang‟ berkategori adj mendapat gabungan afiks di- + pi- + ka-. Untuk kata dipikahayang „diinginkan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar hayang „ingin‟ berkategori Adv mendapat gabungan afiks di- + pi- + ka-. Jika dibut dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

di-+pi-+ka-

Adj

Vt

di-+pi-+ka-

Adv

Vt

Konfiks/gabungan di- + sa- + -keun

Gabungan afiks di- + sa- + -keun merupakan jenis afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Gabungan di- + sa- + -keun dapat mengimbuhi nomina dan adjektiva. hal ini dapat diihat pada data sebagai berikut. (29) abdi ie disaumpamakeun manuk nu hirup di jero sangkar. (D29) 1T ini Konf brung yang hidup di dalam sangkar

„aku ini diumpamakan burung yang hidup di dalam sangkar‟.

disaumpamakeun „diseumpamakan‟

di-

saumpamakeun „seumpamakan‟ sa-

umpamakeun „umpamakan‟ umpama „umpama‟ -keun

(30) eta pare nu arek dibawa disakalikeun bae. (D30)

Itu padi yang akan Pref bawa Konf kali saja „itu padi yang akan dibawa disatukalikan saja‟.

disakalikeun „disatukalikan‟

di -

sakalikeun „satukalikan‟

sa-

kalikeun „kalikan‟

kali „kali‟

-keun

(31) lamun abdi euker maca Quran, tajwidna aya nu salah disalereskeun. (D31) Kalau 1T sedang m(N-) baca Quran, tajwidnya ada yang salah Konf benar „kalau saya sedang membaca Quran, tajwidnya ada yang salah dibenarkan‟.

disalereskeun „dibenarkan‟

di-

salereskeun „dibenarkan‟

sa-

lereskeun „benarkan‟ leres „benar‟

-keun

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata disaumpamakeun „diseumpamakan‟ dan disakalikeun ‘disekalikan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata umpama „umpama‟ dan kali „kali‟

berkategori nomina mendapat afiks gabungan di- + sa- + -keun. Sedangkan untuk kata disalereskeun „dibenarkan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata leres „benar‟ berkategori adjektiva mendapat afiks gabungan di- + sa- + -keun. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut. di- + sa-

Konfiks/gabungan di- + -ar-

Gabungan di- + -ar- merupakan jenis afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba dan nomina. Gabungan di- + -ar- dapat mengimbuhi verba dasar, hal ini dapat dilihat pada data berikut. (32) eta batu keur diparalu amih tereh peupeus. (D32) Itu batu sedang Konf palu supaya cepat pecah „itu batu sedang dipalu-palu supaya cepat pecah‟.

diparalu „dipalu-palu‟

di-

paralu „martil‟

-ar-

palu „palu‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata diparalu „dipalu-palu‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar palu „martil‟ berkategori nomina mendapat gabungan afik di- + -ar-. Jika dibuat dalam ebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Konfiks/gabungan di- + -ar- + -an

Konfiks/gabungan di- + -ar- + -an merupakan agbungan afiks yang cukup produktif dlaam membentuk verba. Gabungan di- + -ar- + -an dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina. Hal itu dapat dilihat pada data berikut. (33) loba teroris nu paeh dibaredilan ku Kopasus. (D33) Banyak teroris yang mati ditembaki oleh Kopasus „banyak teroris yang mati Konf tembak oleh kopasus‟.

dibaredilan „ditembaki‟

di-

baredil „tembak-tembak‟

-ar-

bedil „tembak

(34) saencan mangkat pendidikan kabeh anggota kudu dibarotakan kabeh. (D34) Sebelum pergi pendidikan, semua anggota harus Konf botak semua „sebelum pergi pendidikan, semua anggota harus dibotaki semua‟.

dibarotakan „dibotaki‟

di-

barotak „botak-botak‟

-ar-

botak „botak‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dibaredilan „ditembaki‟, merupakan verba turunan yang dibentuk dari kata bedil „tembak‟ merupakan verba dasar mendapat gabungan afiks di- + -ar- + -an. Sedangkan kata dibarotakan „dibotaki‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata botak „botak‟ berkategori adjektiva mendapat gabungan afiks di- + -ar- + -an. Jika dibuat dalam suatu kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Konfiks/gabungan di- + -ar- + -keun

Konfiks/gabungan di- + -ar- + -an merupakan gabungan afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Gabungan afiks di- + -ar- + -an dapat mengimbuhi verba dasar dan nomina . hal ini dapat dilihat pada data berikut. (35) barudak nu keur sare digareuberkeun ku abdi. (D35) Anak (jamak) yang sedang tidur Konf kipas oleh 1T „anak-anak yang sedang tidur dikipaskan olehku‟.

digareuberkeun „dikipaskan‟ di-

gareubeurkeun „kipas-kipaskan‟

-ar-

geubeurkeun „kipaskan‟

geubeur „kipas‟ -keun

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata digareubeurkeun „dikipaskan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata geubeur „kipas‟ berkategori nomina mendapat gabungan afiks di- + -ar- + -keun. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Konfiks/gabungan di- + -an

Konfiks/gabungan di- + -an merupakan jenis afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba dasar, nomina dan adjektiva. Gabungan di- + -an dapat mengimbuhi verba dasar,. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (36) lamun arek sare dipaehan heula damarna. (D36) Kalau mau tidur Konf mati dulu pelitanya „kalau mau tidur dimatikan dulu pelitanya‟

dipaehan „dimatikan‟

di-

paehan „matikan‟ paeh „mati‟

-an

(37) musikna selang ditarikan. (D37) Musiknya tidak perlu Konf keras „musiknya tidak perlu dikerasi‟.

ditarikan „dikerasi‟

di-

tarikan „kerasi‟ tarik „keras‟

-an

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dipaehan „dimatikan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar paeh „mati‟ berkategori nomina mendapat gabungan afiks di-+ -an. Sedangkan kata ditarikan „dikerasi‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar tarik „keras‟ berkategori adjektiva mendapat gabungan afiks di-+ -an. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

di- +

-an

Vt

di- +

Adj

-an

Vt Vt

Konfiks/gabungan di- + -keun merupakan gabungan afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Gabungan di- + -keun dapat mengimbuhi verba dasar, nomina, adjektiva dan numeralia. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. (38) sumurna dijerokeun, amih caina bijil deui. (D38) Sumurnya Konf dalam, supaya airnya keluar lagi „sumurnya didalamkan, supaya airnya keluar lagi‟.

dijerokeun „didalamkan‟

di-

jerokeun „dalamkan‟ jero „dalam‟

-keun

(39) kamari abdi disenggrekeun buah. (D39) Kemarin 1T Konf jolok mangga

„kemarin saya dijolokkan mangga‟.

disenggrekkeun „dijolokkan

di-

senggrekkeun „jolokkan‟ senggrek „jolok -keun

(40) euwueh pamajikan nu daek diduakeun. (D40) Tidak ada istri yang mau Konf dua.

„tidak ada istri yang mau diduakan‟.

diduakeun „didukan‟

di-

duakeun „duakan‟ dua „dua‟

-keun

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata dijerokeun „didalamkan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata jero „dalam‟ berkategori adjektiva mendapat gabungan afiks di- + -keun. Kata disenggrekkeun „dijolokkan‟, merupakkan verba yang dibentuk dari kata senggrek „jolok‟ berkategori nomina mendapat gabungan afiks di- + -keun. Sedangkan untuk kata diduakeun „diduakan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dua „dua‟ berkategori numeralia mendapat gabungan afiks di- + -keun. Jika dibuat dalam ebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Konfiks/gabungan ka- + pi-

Konfiks/gabungan ka- + pi- merupakan afiks yang tidak produktif dalam membentuk verba. Gabungan ka- + pi- hanya dapat mengimbuhi kata dasar nomina dan adjektiva . Gabungan ka- + pi- dapat mengimbuhi verba dasasar, hal ini dapat dilihat pada data berikut. (41) nu maneh pisanggem heunteu sarua jeung nu kapisanggem ku manehna. (D41) Yang 2T kata Suf tidak sama dengan yang dikatakan oleh 3T „yang kamu katakan tidak sama dengan apa yang dikatakan olehnya

kapisanggem „dikatakan‟

ka-

pisanggem „katakan‟

pi-

sanggem „kata‟

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata kapisanggem „dikatakan‟ merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar sanggem „kata‟ berkategori nomina yang mendapatkan gabungan afiks ka- + pi-. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

. ka- +

pi-

Konfiks/gabungan ka- + -an

Konfiks/gabungan ka- + -an merupakan gabungan afiks yang cukup produktif dalam membentuk verba. Gabungan afiks ka- + -an dapat mengimbuhi verba dasar dan adjektiva. hal ini dapat di lihat pada data berikut.

(42) acukna kaleutikan pisan. (D42) Bajunya kekecilan sekali „bajunya kekecilan sekali‟.

kaleutikan „kekecilan‟

ka-

letikan „kecili‟ leutik ‟kecil‟

-an

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata kaleutikan „kekecilan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar leutik „kecil‟ berkategori adjektiva mendapat gabungan afiks ka- + -an. Jika dibuat dalam sebuah kaidah akan berbentuk sebagai berikut.

Konfiks/gabungan ka- + -keun