A QUESTION OF INTERPRETATION ABOUT DERELICT LAND

MENYOAL PENAFSIRAN TANAH TELANTAR

Kajian Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN.JKT

A QUESTION OF INTERPRETATION ABOUT DERELICT LAND

Dian Aries Mujiburohman

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Jl. Tata Bumi No. 5 Banyuranden Gamping Sleman, Yogyakarta 55293 E-mail: esamujiburohman@yahoo.com

An Analysis of Court Decision Number 24/G/2013/PTUN.JKT

Naskah diterima: 27 Juni 2017; revisi: 22 Maret 2018; disetujui 27 Maret 2018 http://dx.doi.org/10.29123/jy.v11i1.168

agreement after the court decision issuance. Through spatial problems and constraints to land acquisition, normative legal research method with case study as well as the compensation process concluded as an approach, it can be underlined that there is difference element of inadvertence. The revocation of the settlement in interpretation of the definition of derelict land related agreement makes it impossible to use the derelict land to the phrase “intentionally” and “unintentionally”, in for benefit of the people and the state. which the judges argue that barriers to land utility are

Keywords: determination decree, derelict land, court the still-in-process request of forest areas acquisition, decision.

I. PENDAHULUAN

Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/

A. Latar Belakang

BPN) menjabarkan tanah untuk reforma agraria berjumlah 9 juta hektar terbagi menjadi dua,

Era pemerintahan sekarang, Jokowi-JK yaitu legalisasi aset dan redistribusi tanah yang mencanangkan program percepatan pelaksanaan

masing-masing 4,5 juta hektar.

program strategis nasional reforma agraria. Kebijakan ini berdasar pada Rencana Kerja

Redistribusi tanah 4,5 juta hektar yang

Pemerintah (RKP) tahun 2017 yang di dalamnya di antaranya adalah Hak Guna Usaha (HGU) menempatkan reforma agraria sebagai prioritas yang telah habis, serta dari tanah-tanah yang nasional yang mencakup program prioritas ditelantarkan yang berjumlah 0,4 juta hektar antara lain penguatan kerangka regulasi dilakukan dengan cara penertiban tanah-tanah

dan penyelesaian konflik agraria; penataan yang ditelantarkan yang telah dilakukan sejak penguasaan dan pemilikan Tanah Objek Reforma tahun 1998 dengan diterbitkannya Peraturan

Agraria (TORA); kepastian hukum dan legalisasi Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang atas TORA; pemberdayaan masyarakat dalam Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar, penggunaan, pemanfaatan, dan produksi atas kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah TORA; serta kelembagaan pelaksana reforma Nomor 11 Tahun 2010. agraria di pusat dan daerah (Kantor Staf

Berdasarkan data penetapan tanah Kepresidenan, 2016: 1).

telantar oleh Direktorat Jenderal Penertiban dan Sesuai dengan salah satu sembilan Pendayagunaan Tanah Telantar Kementerian agenda prioritas Nawa Cita pemerintahan ATR/BPN, pada tahun 2017 tanah terindikasi Jokowi-JK, yaitu: “mendorong land reform telantar seluas 4.880.598,3049 hektar. Dari dan program kepemilikan tanah seluas 9 juta luasan tersebut dikeluarkan dari database tanah hektar” sebagaimana termuat dalam dokumen terindikasi telantar seluas 465.062,3227 hektar, Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang diusulkan penetapan tanah telantar dengan Nasional (RPJMN) 2015-2019. Program tersebut luasan 1.081.160,5358 hektar, yang belum bertujuan agar setiap warga negara mempunyai dilakukan penertiban seluas 3.334.375,4464 kesempatan untuk memiliki tanah, sebagai hektar. Dari luas tanah terindikasi telantar tempat menetap atau sebagai tempat memperoleh seluas 4.880.598,3049 hektar, yang ditetapkan sumber penghidupan secara layak. Dalam hal sebagai tanah telantar seluas 75.475,1493 hektar, ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ kemudian yang belum ditetapkan sebagai tanah

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

diperkarakan di pengadilan tata usaha negara tidak pernah menelantarkan HGU dan telah seluas 51.679,7038 hektar. Jumlah subjek hak melaksanakan segala kewajiban yang diatur 3.066 pemegang hak atas tanah/DPAT. Berikut dalam ketentuan Pasal 103 ayat (1) Peraturan adalah data tanah terindikasi telantar pada tahun Menteri Negara Agraria/Kepala Badan 2017.

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

Tabel 1. Data Tanah Terindikasi Telantar Tahun 2017

No.

Jenis Hak/DPAT

Luas Terindikasi Telantar (Ha)

1. Hak Guna Usaha 1.034.090,4361 2. Hak Guna Bangunan

57.713,7789 3. Hak Pakai

5.612,3920 4. Hak Pengelolaan

204.510,7950 5. Izin Lokasi

3.578.670,9029 Jumlah

Sumber: Direktorat Jenderal Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar Kementerian ATR/BPN

Tataran praktik dalam menertibkan tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan tanah-tanah yang ditelantarkan yang luasannya Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, jutaan hektar dengan kerugian negara triliunan yakni dengan mengoptimalkan penggunaan rupiah bukanlah perkara mudah. Banyak tanah untuk perkebunan sawit, mengamankan kasus penetapan tanah telantar dijadikan areal HGU dan memelihara tanda-tanda batas, objek gugatan di pengadilan tata usaha negara mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya menghadapi perlawanan dari pemegang hak/ kesuburan tanah serta menggunakan tanah sesuai perusahaan yang mempunyai pengaruh dalam kondisi lingkungan hidup. pelaksanaan kebijakan dan tidak didukung oleh

Keputusan-keputusan tergugat instansi sektoral, sehingga di dalam putusannya

mengakibatkan terjadinya tumpang tindih didominasi dengan pembatalan dan pencabutan

kebijakan antar badan/pejabat pemerintah yang surat keputusan penetapan tanah telantar.

justru menghambat rencana dan upaya-upaya Salah satu penetapan tanah telantar yang untuk mengusahakan dan memanfaatkan kedua digugat di pengadilan tata usaha negara adalah areal HGU secara maksimal. Di samping itu Keputusan Nomor 1 dan 2/PTT-HGU/BPN areal HGU sedang dalam proses pelepasan RI/2013 tentang Penetapan Tanah Telantar kawasan hutan sehingga belum dapat dilakukan yang berasal dari HGU Nomor 44 dan Nomor pembukaan lahan. Oleh karenanya tidak dapat

43 atas nama PT SMG yang bergerak di bidang dikatakan menelantarkan areal HGU dimaksud. perkebunan kelapa sawit dan memiliki lokasi

Majelis hakim dalam putusannya usaha di Provinsi Kalimantan Tengah seluas

menyatakan bahwa:

±17.667,49 hektar.

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

1. Tergugat melaksanakan pemeriksaan

kepada Menteri Kehutanan.

lapangan tidak secara memadai dan Berdasarkan permasalahan tersebut di

sebagaimana mestinya di areal HGU atas, penulis tertarik mengkaji Putusan Nomor

Nomor 43 dan Nomor 44 karena yang 24/G/2013/PTUN.JKT atas nama PT SMG yang

bersangkutan tidak masuk di areal tersebut HGU-nya telah ditetapkan sebagai tanah telantar.

sebagaimana dalam ketentuan Pasal 7 huruf Pada umumnya keputusan penetapan tanah

d Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa identifikasi telantar sebagai objek sengketa di pengadilan

tata usaha negara dalam pokok sengketa yang dan penelitian harus melaksanakan

pemeriksaan fisik di lapangan; menjadi perdebatan dan tafsir dalam gugatannya adalah pengertian tanah telantar dan mengenai

2. Sesuai keterangan ahli yang bernama surat peringatan sebagaimana diatur dalam Arie Sukanti Hutagalung menerangkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun apabila di areal tersebut ditentukan sebagai 2010. Sehingga pengadilan tata usaha negara kawasan hutan maka harus mendapatkan menganggap terdapat tahapan-tahapan yang izin pelepasan hutan dari instansi terkait tidak dipatuhi, sehingga mayoritas mengandung karena sebelum HGU dikeluarkan oleh suatu kesalahan/cacat hukum baik dari segi Badan Pertanahan Nasional tentunya kewenangan, prosedur serta substansinya. mempertimbangkan hasil penelitian panitia

yang menyatakan bahwa sudah sesuai B. Rumusan Masalah

dengan RTRWP maka dikeluarkanlah HGU sehingga apakah tanah tersebut bisa

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dinyatakan tanah telantar atau tidak;

rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut:

3. Sesuai fakta hukum tersebut, keputusan 1. Bagaimanakah penafsiran pengertian kedua objek sengketa yang diterbitkan nyata-

tanah telantar dan penafsiran mengenai nyata telah merugikan dan membebani

surat peringatan dalam Putusan Nomor penggugat selaku pemegang hak karena

24/G/2013/PTUN.JKT?

tergugat tidak memperhatikan kepentingan

2. Apa implikasi pembatalan surat keputusan penggugat dalam pembangunan perkebunan

penetapan tanah telantar pasca Putusan dengan mengabaikan fakta-fakta realisasi

Nomor 24/G/2013/PTUN.JKT? pembangunan kebun dan tergugat tidak

mempertimbangkan kesesuaian tata

C. Tujuan dan Kegunaan

ruang dengan areal kedua HGU dari semula berstatus Kawasan Pengembangan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah Produksi (KPP) menjadi Hutan Produksi sebagai berikut: Konversi (HPK), dan perubahan status

1. Untuk menganalisis penafsiran tanah tersebut telah disampaikan kepada tergugat

telantar dan penafsiran mengenai surat sesuai keterangan saksi dari kehutanan,

peringatan dalam Putusan Nomor sehingga penggugat harus terlebih dahulu

24/G/2013/PTUN.JKT.

memproses izin pelepasan kawasan hutan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

2. Untuk menjelaskan implikasi pembatalan merupakan sarana produksi untuk menghasilkan surat keputusan penetapan tanah telantar barang yang dapat mendatangkan kesejahteraan. pasca Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN. Secara politis tanah dapat menentukan posisi JKT.

seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat dan sebagai budaya yang dapat

Kegunaan yang diharapkan dalam penulisan menentukan tinggi rendahnya status sosial

ini adalah dapat memberikan sumbangan

pemiliknya.

pengetahuan khususnya mengenai penafsiran tanah telantar dalam penertiban tanah-tanah

Menurut Ismail (2012: 33-51), memiliki

telantar yang mempunyai dampak tanah telantar tanah terkait dengan harga diri (nilai sosial), tidak dapat didayagunakan untuk kepentingan sumber pendapatan (nilai ekonomi), kekuasaan masyarakat dan negara.

dan hak previlise (nilai politik), dan tempat untuk memuja Sang Pencipta (nilai sakral-budaya).

D. Tinjauan Pustaka

Tidak mempunyai tanah berarti kehilangan

1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah

harga diri, sumber hidup, kekuasaan, dan tempat penghubung antara manusia dengan Sang

Permasalahan agraria (khususnya Pencipta. Kebutuhan memiliki tanah merupakan tanah) adalah soal hidup dan penghidupan keniscayaan. manusia, karena tanah adalah asal dan sumber makanan bagi manusia. Perebutan tanah berarti

Tanah yang selama ini menjadi sumber

perebutan makanan, perebutan tiang hidup kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. manusia. Untuk ini, orang rela menumpahkan Faktor penyebabnya antara lain: darah, mengorbankan segala yang ada demi

a. Kelangkaan tanah yaitu terbatasnya mempertahankan hidup selanjutnya (Tauhiid,

luas tanah yang relatif statis dihadapkan 2009: 1). Tanah sebagai masalah penghidupan

dengan kebutuhan tanah karena semakin masyarakat, erat hubungannya dengan soal-soal

bertambahnya penduduk.

politik, ekonomi, budaya, sosial, pertahanan keamanan, aspek hukum, dan hak asasi manusia,

b. Terdapat proses kehilangan tanah, karena karena tanah bukan saja menyangkut hubungan

untuk kebutuhan industri baik untuk pabrik fisik. Penjelasannya pun tidak cukup hanya

maupun perumahan hingga mengurangi ditinjau dari satu segi saja.

lahan pertanian.

c. Proses fragmentasi tanah baik karena persediaannya selalu tetap, artinya tanah

Tanah mempunyai sifat unik karena

pengalihan hak secara jual beli atau tidak dapat diproduksi maupun dikurangi dan

pewarisan.

lokasinya tidak dapat digeser atau dipindahkan.

d. Membengkaknya pengangguran di bidang Maka permasalahan apapun yang muncul

pertanian menyebabkan posisi tawar terkait pertanahan akan berimplikasi dengan

penggarap terhadap pemilik tanah semakin seluruh aspek kehidupan yang saling berkaitan,

melemah.

karena tanah bagi masyarakat memiliki makna multidimensional. Dari sisi ekonomi, tanah

e. Konsentrasi tanah pada beberapa orang

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum

Di sisi lain tanah tidak bertambah luasnya yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

memyebabkan tekanan terhadap tanah semakin berat, jumlah penduduk yang terus bertambah,

Tujuan dari hak mengusai negara dijelaskan

kebutuhan akan tanah untuk perumahan, di dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) sebagai prasarana dan industri telah mendesak tanah- berikut:

tanah pertanian dan hutan. Perubahan-perubahan Wewenang yang bersumber pada hak ini menjadi salah satu masalah utama yang

menguasai dari negara tersebut pada ayat dihadapi bangsa Indonesia.

(2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan

Kedudukan dan fungsi tanah begitu sangat kemerdekaan dalam masyarakat dan negara

penting bagi kehidupan manusia, maka diatur hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, dalam konstitusi tertinggi yaitu Pasal 33 ayat (3)

adil, dan makmur.

UUD NRI 1945 yang berbunyi: “Bumi, air dan Berdasarkan wewenang tersebut, negara

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

berkewajiban untuk:

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” pasal ini a. Membuat rencana umum mengenai

menunjukkan hubungan negara dan rakyat dalam persediaan, peruntukan dan pengunaan penguasaan tanah dan kekayaan alam.

bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk

Hak penguasaan dalam Pasal 33 ayat (3) keperluan politis, ekonomis dan sosial;

UUD NRI 1945 dijabarkan ke dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

b. Menentukan adanya hak atas permukaan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Penjabaran

bumi;

ketentuan hak penguasaan negara tertuang dalam

c. Berusaha agar sebanyak mungkin orang Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. mempunyai hubungan dengan tanah, Bahwa bumi air dan ruang angkasa, termasuk dengan menentukan luas maksimum tanah kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu

yang boleh dimiliki/dikuasai;

pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara.

d. Menentukan bahwa setiap orang atau Pasal 2 ayat (2) mengelaborasi konsep hak mengusai negara. Makna “dikuasai” dalam badan hukum yang mempunyai suatu hak

pasal ini bukanlah berarti “dimiliki,” akan tetapi atas tanah, mengusahakan tanah itu sendiri, dengan beberapa pengecualian;

adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan dari

e. Berusaha agar tidak ada tanah telantar; Bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan yang

f. Mengatur hubungan-hubungan hukum tertinggi untuk mengatur dan menyelenggarakan

antara orang-orang dan perbuatan- peruntukan, penggunaan, persediaan dan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara

g. Mengatur pembukaan tanah, pemungutan

pemerasan (Pasal 10 ayat (1));

hasil hutan dan penggunaan air dan ruang angkasa;

c. Setiap pemegang hak dilarang menelantarkan tanah;

h. Mengatur pengembalian kekayaan alam yang terkandung di bumi, air, dan ruang

d. Pemegang hak atas tanah berkewajiban angkasa;

untuk memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah

i. Mengadakan pendaftaran tanah di seluruh kerusakan adalah kewajiban tiap-tiap wilayah Indonesia untuk menjamin orang, badan hukum atau instansi yang kepastian hukum (Soetiknjo, 1983: 51-52). mempunyai hubungan hukum dengan

Atas dasar hak menguasai dari negara tanah itu, dengan memperhatikan pihak ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah,

yang ekonomi lemah (Pasal 15). yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh

Konsekuensi hukum dengan tidak orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama

dipergunakan tanahnya sesuai dengan keadaan dengan orang lain serta badan-badan hukum

dan sifat daripada haknya, sehingga tidak (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960).

memberikan manfaat dan kebahagiaan bagi Hak tanah merupakan hak penguasaan atas masyarakat dan negara, jika ditinjau dalam

tanah yang berisikan serangkaian wewenang, perspektif hukum tanah nasional dikategorikan kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang sebagai tanah yang ditelantarkan. Selanjutnya haknya untuk “berbuat sesuatu” mengenai tanah hak atas tanah (HM, HGU, HGB) menjadi hapus yang dihaki. “Sesuatu” yang boleh, wajib atau sesuai dalam Pasal 27 huruf a angka 3, Pasal 34 dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi huruf e, dan Pasal 40 huruf e Undang-Undang hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau Nomor 5 Tahun 1960 dan pemutusan hubungan tolak pembeda di antara hak-hak penguasaan atas hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang tanah yang diatur dalam hukum tanah (Harsono, dikuasai langsung oleh negara. 2007: 24).

2. Penertiban Tanah Telantar

Pelaksanaan kewenangan hak tanah oleh pemegang hak atas tanah juga dibatasi dalam

Negara memberikan hak atas tanah atau

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, antara hak pengelolaan kepada pemegang hak untuk lain:

diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan serta dipelihara dengan baik selain untuk

a. Semua hak tanah mempunyai fungsi sosial kesejahteraan bagi pemegang haknya juga harus

(Pasal 6); ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat,

b. Setiap orang atau badan hukum yang bangsa, dan negara (Penjelasan Peraturan mempunyai sesuatu hak tanah pertanian, Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010).

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

Pemberian hak atas tanah diiringi berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang kewajiban-kewajiban dan sesuai dengan surat tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keputusan pemberian haknya. Karena itu keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya. pemegang hak dilarang menelantarkan tanahnya,

Tahapan-tahapan penertiban tanah telantar dan jika pemegang hak menelantarkan tanahnya,

diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13 telah mengatur akibat hukumnya yaitu hapusnya

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 hak atas tanah yang bersangkutan dan pemutusan

yang pada intinya membagi tahapan sebelum hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah

penetapan tanah telantar diterbitkan, yaitu: yang dikuasai langsung oleh negara.

a. Identifikasi dan penelitian oleh Kepala Penelantaran tanah harus dicegah dan

Kantor Wilayah BPN Provinsi dan oleh ditertibkan untuk mengurangi atau menghapus

Panitia (Pasal 4 sampai dengan Pasal 7); dampak negatifnya, seperti penelantaran tanah

makin menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi,

b. Peringatan oleh Kepala Kantor Willayah dan kesejahteraan rakyat serta menurunkan

BPN Provinsi kepada Pemegang Hak kualitas lingkungan. Untuk menciptakan

(Pasal 8);

perombakan struktur yang timpang, terutama

c. Penetapan tanah telantar oleh Kepala BPN dalam hal kepemilikan dan penguasaan sumber

atas usul Kepala Kantor Wilayah BPN daya alam khususnya tanah. Oleh karena itu, perlu

Provinsi (Pasal 8 sampai dengan Pasal 13). dilakukan penataan kembali untuk mewujudkan

tanah sebagai sumber kesejahteraan rakyat. Tahapan-tahapan ini diperjelas dalam Pasal

3 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 Secara teknis, mekanisme pengaturan tanah

menjadi empat bagian tahapan penertiban tanah telantar oleh pemerintah telah diatur lebih lanjut telantar, yaitu: pertama, inventarisasi tanah hak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun

atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan telantar; kedua, identifikasi dan penelitian tanah Tanah Telantar. Dalam ketentuan Pasal 2 telah terindikasi telantar; ketiga, peringatan terhadap ditegaskan: “Objek penertiban tanah telantar

pemegang hak; keempat, penetapan tanah telantar. meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh

negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Tata cara/prosedur dalam penertiban tanah

Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak telantar adalah titik krusial apabila terdapat Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah gugatan atas penetapan tanah telantar, dalam yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau banyak kasus gugatan di aspek prosedur terdapat tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya tahapan-tahapan yang tidak dipatuhi yang atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar mengakibatkan pembatalan dan pencabutan surat penguasaannya.” Namun pada Pasal 3 adanya keputusan penetapan tanah telantar. pengecualian objek penertiban tanah telantar terhadap tanah Hak Milik atau Hak Guna

Apabila aspek prosedur mengandung cacat

Bangunan atas nama dan tanah yang dikuasai yuridis dari segi prosedur, maka dari segi substansi pemerintah baik secara langsung maupun tidak pengadilanpun tidak perlu dipertimbangkannya langsung dan sudah berstatus maupun belum lagi dan dianggap surat keputusan penetapan tanah

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

bahan sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi dengan cara

Tanah negara bekas tanah telantar tersebut mengkaji literatur-literatur termasuk dari hasil-

akan dialokasikan secara nasional untuk hasil penelitian serta dilakukan juga studi

kepentingan masyarakat dan negara melalui dokumen pengkajian informasi tertulis data

reforma agraria, program strategis negara, dan yang tidak dipublikasikan secara umum tetapi

cadangan negara lainnya. Selanjutnya tanah yang boleh diketahui oleh pihak tertentu seperti

diusulkan untuk ditetapkan sebagai tanah telantar bahan tayangan ( slide dalam bentuk power dinyatakan dalam keadaan status quo sejak point). Berdasarkan data tersebut akan dilakukan tanggal pengusulan. Terhadap tanah telantar

analisis kualitatif yakni suatu cara penelitian berstatus quo tidak dapat dilakukan perbuatan

yang menghasilkan data deskriptif analitis. hukum atas tanah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODE

A. Penafsiran Pengertian dan Surat

Tulisan ini merupakan penelitian atas

Peringatan tentang Tanah Telantar

Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN.JKT tentang Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Keputusan Penetapan Tanah Telantar. Pendekatan Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar masalah yang digunakan dalam penelitian ini Kementerian ATR/BPN menyajikan data tanah adalah pendekatan normatif dengan tipe judicial yang terindikasi telantar yang menjadi objek

case study yaitu pendekatan studi kasus perkara di pengadilan tata usaha negara dengan hukum karena suatu konflik yang tidak dapat luasan 51,679.7038 Ha. Sebagian besar perkara

diselesaikan oleh para pihak berkepentingan tanah telantar di pengadilan tata usaha negara sehingga diselesaikan melalui putusan pengadilan dimenangkan oleh pemegang hak/perusahaan. (Muhammad, 2004: 149). Berikut disajikan penetapan tanah telantar

Pengumpulan data dilakukan dengan studi sebagai objek gugatan di pengadilan tata usaha pustaka dan studi dokumen yang berkaitan dengan negara.

Tabel 2. Penetapan Tanah Telantar sebagai Objek Gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara

Nomor Putusan Pengadilan

Isi Putusan No.

Luas Telantar

Provinsi

Subjek Hak

Tingkat Pertama, Banding,

(Ha)

TUN

Kasasi, dan PK

1. Banten

PT Pondok

1. 13/G/2012/PTUN-SRG

Membatalkan

Kalimaya

2. 251/B/2012/PT.TUN.JKT

SK

3. 260 K/TUN/2013

PT Pasetran

1. 16/G/2012/PTUN-SRG

idem

Wanarattindo

2. 265/B/2012/PT.TUN.JKT

3. 295 K/TUN/2013

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

2. Sulsel

PT Seko Fajar

35/G/2012/PTUN-JKT

PT Krama Yudha

58/G/2012/PTUN-JKT

idem

4. Kepri

PT Sunnymas

1. 118/G/2012/PTUN-JKT

idem

Prima Agung

2. 33/B/2013/PT.TUN.JKT

5. Sulbar

PT Unggul Widya

28/G/2013/P.TUN.MKS

idem

6. Kalbar

PT Kebunaria

1. 118/G/2013/PTUN-JKT

idem

2. 315/B/2013/PT.TUN.JKT 3. 391 K/TUN/2014 4. 137 PK/TUN/2016

7. Jambi

PT Jambi Agro W

273/G/2014/PTUN-JKT

idem

PT Sinar Waluyo

275/G/2014/PTUN-JKT

idem

9. Sumsel

PT Mitra Aneka R

PT PP London

125/G/2013/PTUN-JKT

PT Sumber

24/G/2013/ PTUN.JKT

idem

Mahardika Graha

12. Jateng

PT Perkebunan

25/G/2013/PTUN-JKT.

BPN Menang

Tratak Batang

13. Jatim

PT Mojokerto

1. 62/G/2013/PTUN.SBY

BPN Menang

Industrial Park

2. 01/B/2014/PT.TUN.SBY

3. 286 K/TUN/2014 4. 90 PK/TUN/2016

14. Sumbar

PT Para Andalas S

25/G/2014/PTUN.JKT

BPN Menang

Jumlah

Sumber: Diolah dari direktori putusan Mahkamah Agung dan Direktorat Jenderal Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar Kementerian ATR/BPN.

Pembatalan surat keputusan tanah telantar hakim bisa menoleransi pelanggaran prosedural oleh pengadilan disebabkan tahapan-tahapan asalkan tidak melanggar substansi keadilan. secara prosedur/formal tidak dipatuhi dengan Bahkan secara subtansi hakim mengetahui dalam benar sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai persidangan di lokasi setempat/objek sengketa dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 11 bahwa benar tanah tersebut ditelantarkan, akan Tahun 2010. Kesalahan prosedur dalam keputusan tetapi hakim dalam putusannya membatalkan penetapan tanah telantar bukan bersifat subtansi, surat keputusan, karena aspek prosedurnya hanya bersifat administrasi/surat menyurat, terdapat tahapan-tahapan yang dipatuhi. seperti tidak adanya laporan dalam bentuk

Berbeda dengan kasus-kasus yang tertulis, surat tidak sesuai format yang ditentukan,

dimenangkan oleh BPN pada umumnya pemegang kesalahan tanggal dalam surat, beda orang dalam

indentifikasi karena tidak sesuai dengan surat hak atas tanah dengan sengaja menelantarkan

tanahnya karena tidak menggunakan tanah sesuai tugas. Seyogianya dalam kasus-kasus seperti ini

dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya,

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

saja, sudah tidak mempuyai karyawan maupun SMG dapat dikategorikan sebagai tanah telantar? pabrik karena ketidakmampuan mendayagunakan Terhadap permasalahan tersebut di atas, majelis secara finansial, serta tanahnya sengketa dengan hakim pada pokoknya berpendapat dalam masyarakat sekitar. Dari beberapa putusan pertimbangan hukumnya, yaitu: di atas yang menjadi fokus kajian ini adalah

a. Dalam identifikasi dan penelitian tidak putusan pengadilan tata usaha negara mengenai

sesuai ketentuan Pasal 7 huruf d Peraturan surat keputusan penetapan tanah telantar PT

Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 yang SMG. Perdebatan dalam pokok perkara adalah

menyatakan bahwa identifikasi dan mengenai pengertian tanah telantar dan surat

penelitian harus melaksanakan pemeriksaan peringatan kepada pemegang hak yang jangka

fisik di lapangan, karena yang bersangkutan waktunya yang sangat pendek hanya tiga bulan

tidak masuk di areal yang menjadi objek sampai dengan peringatan ketiga.

sengketa; tidak mengerjakan tanah secara maksimal karena adanya surat perintah

1. Pengertian Tanah Telantar

dari Bupati Lamandau perihal penghentian PT SMG menguraikan permasalahan-

pembukaan lahan dan adanya konflik antar permasalahan HGU yang dimilikinya tidak

masyarakat; dan adanya penetapan lahan diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak

tersebut sebagai kawasan hutan sehingga dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya,

harus dilakukan pelepasan kawasan hutan. permasalahannya karena:

b. Sesuai keterangan ahli yang bernama Arie

a. Terdapat hambatan pemanfaatan tanah Sukanti Hutagalung, menerangkan bahwa HGU sesuai dengan peruntukannya karena

apabila di areal tersebut ditentukan sebagai adanya perubahan kebijakan terkait status

kawasan hutan maka harus mendapatkan kawasan yang dalam proses permohonan

izin pelepasan hutan dari instansi terkait pelepasan kawasan hutan serta adanya

karena sebelum HGU dikeluarkan oleh perbedaan pendapat hukum antara

BPN tentunya mempertimbangkan hasil Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah

penelitian panitia yang menyatakan dengan Kementerian Kehutanan tentang

bahwa sudah sesuai dengan RTRWP maka status ataupun peraturan keadaan yang

dikeluarkanlah HGU, sehingga apakah tanah demikian tidak dapat disimpulkan sebagai

tersebut bisa dinyatakan tanah telantar atau penelantaran tanah;

tidak hal tersebut perlu dipertimbangkan karena konsep teori tanah telantar dalam

b. Permasalahan tata ruang yang menghambat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun pembangunan kebun;

2010 adalah dengan sengaja menelantarkan tanahnya sehingga dalam konteks demikian

c. Terdapat kendala terhadap pembebasan lahan tidaklah termasuk sebagai tanah telantar

dan proses ganti rugi dengan masyarakat setempat disebabkan karena adanya konflik dan apabila berdasarkan rencana tata ruang

wilayahnya, kalau memang disediakan antar masyarakat mengenai batas desa.

untuk perkebunan memang harus

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

penguasaannya.”

karena undang-undang yang baru setiap Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah kali pemerintah daerah bisa mengubah Nomor 11 Tahun 2010 yang berbunyi:

RTRWP-nya itu menyatakan areal tersebut “Tidak termasuk objek penertiban tanah sebagai kawasan hutan berarti harus

telantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal dilepas dulu, dengan mendapatkan izin

2 adalah tanah Hak Milik atau Hak Guna kehutanan, baru bisa beraktivitas walaupun

Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan

haknya sudah lahir, hubungan hukumnya sesuai dengan keadaan atau sifat dan sudah ada tetapi untuk beraktivitas pada

tujuan pemberian haknya.“

suatu tanah yang termasuk kawasan hutan Penjelasan Pasal 3 huruf a Peraturan tidak diperbolehkan dalam undang-undang Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 yang dimaksud

kehutanan. dengan tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut haknya. Penjelasan resmi pasal-pasal tersebut tidak

di atas, maka tidak patut penggugat dinyatakan menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud

menelantarkan areal lahan dari kedua HGU yang dengan

diberikan oleh tergugat tersebut. Majelis hakim sengaja, tidak diusahakan, tidak dipergunakan berkesimpulan bahwa tergugat patut dinilai dalam atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan

atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar menerbitkan objek sengketa telah bertentangan

penguasaannya. Sehingga, bisa ditafsirkan dengan peraturan perundang-undangan yang

bermacam-macam tanpa batasan yang jelas. berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang

baik khususnya asas kecermatan. Filosofi Peraturan Pemerintah Nomor Penafsiran pengertian tanah telantar dapat

11 Tahun 2010 adalah “dengan sengaja” lawan

dilihat dalam penjelasan Pasal 27 Undang- katanya “tidak sengaja.” Tidak adanya penjelasan

resmi tentang pengertian-pengertian tersebut, Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan:

“Tanah ditelantarkan kalau dengan sengaja tidak menjadi perdebatan dalam kasus penetapan tanah dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau telantar sebagai objek perkara di pengadilan tata sifat dan tujuan daripada haknya.” Pengertian usaha negara.

tanah telantar berdasarkan Pasal 2 Peraturan Ketidaksengajaan untuk tidak Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 jo. Pasal 1 mengusahakan, menggunakan atau tidak

angka 6 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 memanfaatkan tanah karena disebabkan: Tahun 2010 menyebutkan:

a. Adanya pendudukan atau klaim dari “Objek penertiban tanah telantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh negara

masyarakat;

berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan

b. Akibat terjadinya krisis moneter; Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak

c. Adanya sengketa ekternal masyarakat dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan

sesuai dengan keadaannya atau sifat dengan perusahaan maupun perselisihan

internal para pemegang saham;

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

e. Karena perubahan Rencana Tata Ruang hukum karena perbuatan manusia, sehingga hak

Wilayah. atas tanah menjadi hapus. Hapusnya hak atas

Permasalahan-permasalahan ini tanah harus dinyatakan dengan surat keputusan dikategorikan sebagai unsur ketidaksengajaan oleh pejabat yang berwenang, sebagai sanksi yang mengakibatkan tanah tidak dipergunakan terhadap tidak dipenuhinya oleh pemegang sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan hak yang bersangkutan kewajiban tertentu atau pemberian haknya terkendala untuk sementara dilanggarnya sesuatu larangan. waktu.

Parlindungan (1990: 7) mengemukakan Pengertian yang dimaksud tidak digunakan, konsep tanah telantar dengan merujuk pada hukum tidak dimanfaatkan, dan tidak diusahakan sesuai adat yaitu sesuai dengan karakter tanah telantar dengan sifat dan tujuan pemberian hak adalah (kondisi fisik) yang telah berubah dalam waktu tanah yang diindikasikan tidak dimanfaatkan, tertentu maka haknya gugur, tanah kembali pada tidak digunakan atau tidak dimanfaatkan, seperti hak ulayat. Pendapat lain yang dikemukakan oleh tidak diurus izinnya, tidak dikuasai atau tidak Nasution adalah tanah telantar yang oleh subjek dibangun sesuai tujuan pemberian haknya. Sesuai hukum yang menguasainya dengan sengaja tidak dengan keadaan bisa juga diartikan kondisi dan dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau keadaan setempat misalnya terkait tata ruang sifat dari tujuan haknya, peruntukannya dan atau wilayah, bisa juga keadaan fisik tanah misalnya, kemampuan alamiahnya (Astina, 1997: 27).

tanahnya kosong, semak belukar. Sehingga, dapat Tanah telantar apabila ditinjau dari asal kata

dikatakan tidak dimanfaatkan sesuai keadaannya. terdiri dari dua kata yaitu “tanah” dan “telantar.”

Menurut sifat dan tujuannya atau disebut Tanah mengandung pengertian sebagaimana juga “sesuai peruntukannya” dalam Pasal 2 dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Nomor 5 Tahun 1960 yaitu permukaan bumi yang

beserta penjelasannya dan Pasal 1 ayat (6) dalam penggunaannya meliputi juga tubuh bumi Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010. dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar Misalnya peruntukannya seharusnya untuk HGU diperlukan untuk kepentingan yang langsung perkebunan tidak digunakan untuk perkebunan berhubungan dengan penggunaan tanah tersebut. atau peruntukannya untuk tanaman sawit tetapi Sedangkan “telantar” mengandung pengertian yang ditanam tanaman karet.

tanah yang tidak dipelihara, tidak dirawat, tidak terurus, tidak dikerjakan, terbelengkai, tanah

Vollenhoven (1975: 8) memberikan istilah kosong/tidur, maka pengertian yang demikian

tanah telantar dengan

de woeste gronden yang

dikategorikan sebagai tanah yang ditelantarkan. diartikan “tanah-tanah liar” atau tidak diusahakan.

De woeste gronden lawan katannya adalah de Tanah yang dibiarkan tidak dimanfaatkan

bouwvelden yang diartikan sebagai tanah-tanah juga dapat dikategorikan sebagai tanah yang pertanian yang telah diusahakan oleh seseorang. tidak telantar, dalam arti penelantaran tanah

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010). Penafsiran pengertian tanah telantar dalam

Menurut Arie Sukanti Hutagalung sebagai

konteks Putusan Nomor 24/G/2013/PTUN. saksi ahli yang diajukan PT SMG menyatakan:

JKT harus ada unsur kesengajaan. Adanya Bahwa yang dimaksud dengan hal-hal hambatan-hambatan pemanfaatan tanah HGU

konkret dalam Pasal 14 ayat (3) Peraturan seperti karena adanya perubahan status kawasan

Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 adalah harus disebutkan hal-hal yang harus

hutan, permasalahan tata ruang, serta kendala dilakukan, misalnya harus mengajukan terhadap pembebasan lahan dan proses ganti rugi

pelepasan hutan, harus mulai melakukan kegiatan

dengan masyarakat setempat disebabkan karena land clearing, harus mulai

menanam. Dalam hal BPN mengetahui ada adanya konflik antar masyarakat mengenai batas

perubahan kawasan lahan, maka harusnya desa. Adanya hambatan-hambatan tersebut

dimulai dengan teguran untuk segera mengajukan izin pelepasan kawasan hutan.

dikategorikan sebagai unsur ketidaksengajaan dan tidak dapat dikategorikan sebagai tanah

Tindakan konkret yang dilakukan oleh telantar.

PT SMG berupa land clearing, penanaman kebun pada areal yang sudah terbuka serta

2. Penafsiran Mengenai Surat Peringatan melaksanakan pengamanan dan monitoring areal kebun, yang ditujukan dengan berkurangnya areal

Berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian yang belum tertanam. Dalam konteks ini apakah

dari Panitia C Kepala Kantor Wilayah BPN sudah dapat dikategorikan sudah melaksanakan

memberitahukan kepada pemegang hak sekaligus surat peringatan. Surat peringatan dalam jangka

memberikan peringatan tertulis pertama, kedua, waktu satu bulan setelah ditegur adalah harus ada

dan ketiga masing-masing dalam jangka waktu suatu progress terhadap suatu kegiatan kemajuan satu bulan (Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor

daripada sebelum ditegur.

11 Tahun 2010). Pemegang hak setelah menerima

Pemegang hak diberikan kesempatan untuk peringatan biasanya melakukan land clearing melakukan tindakan konkret yaitu mengusahakan

yang dianggap telah melaksanakan teguran dan tanahnya sesuai keadaan atau sifat dan tujuan

tidak perlu surat teguran yang kedua kecuali pemberian haknya, mengajukan permohonan

dia tidak melaksanakan teguran sama sekali, perubahan hak dalam hal tanah yang digunakan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

mengusahakan tanahnya. Menurut Winoto (2010: 1-5) penyebab

Land clearing tidak mungkin seluruhnya penelantaran tanah, pertama adalah karena

selesai dalam jangka waktu satu atau dua bulan ketidakmampuan mendayagunakan, baik secara yang luasnya ribuan bahkan puluhan ribu, jadi finansial maupun non-finansial; kedua adalah sepanjang sudah dimulai dilakukan kegiatan awal karena pemiliknya berspekulasi pada saat maka dianggap sudah melaksanakan teguran membeli dan tidak memiliki gambaran yang dan tidak perlu surat teguran yang kedua atau jelas tentang penggunaannya; ketiga adalah ketiga kecuali dia tidak melaksanakan teguran bahwa tanah tersebut sengaja ditelantarkan tapi sama sekali. Di sisi lain, proses pelaksanaan land sertifikatnya dipakai untuk mencari pinjaman. clearing memerlukan kegiatan-kegiatan seperti Penyebab lainnya tanah ditelantarkan seperti mempersiapkan kontrak kerja atau kontraktor kesalahan teknis dalam pemberian hak, misalnya, untuk membersihkan lahan, melakukan survei ke dalam pemberian HGU, areal konservasi maupun lokasi lapangan sebelum melakukan pekerjaan areal dengan topografi yang curam tidak di- seperti status lahan, medannya, dan juga enclave dari HGU, dan karena unsur kesengajaan mempersiapkan alatnya bulldozer, excavator, yaitu unsur spekulasi karena nilai tanah yang

juga persiapan pembuatan camp, mobilisasi alat- terus meningkat. alat, kemudian melakukan perintisan lahan yang

Jangka waktu pemberian peringatan, apabila memerlukan waktu yang lama.

dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Kegiatan land clearing oleh BPN Nomor 36 Tahun 1998, pelaksanaannya di kantor tidak dianggap sebagai tindakan konkret BPN yang membantu pelaksanaannya dibentuk mengusahakan tanahnya sesuai keadaan atau tim penilaian, jangka waktu peringatan I, II, sifat dan tujuan pemberian haknya. Pertanyaan dan III dengan jeda masing-masing satu tahun. yang lazim diajukan BPN adalah kenapa tidak Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor dari dulu tidak dikerjakan setelah mendapat hak

11 Tahun 2010, pelaksanaannya di Kanwil BPN

atas tanahnya? Tentunya beragam jawabannya Provinsi, yang membantu pelaksanaan adalah sesuai dengan faktor kondisinya. Misalnya, bagian c dan jangka waktu peringatan I, II, dan pertama, karena faktor fisik alamiah tanah,

III dengan jeda antar peringatan hanya satu bulan. seperti faktor kesuburan tanah, rendahnya

Perbedaan yang signifikan adalah Peraturan kesediaan air, lokasi yang rawan banjir, tanah

Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tidak ada berada lereng yang terjal; kedua, faktor sengketa target, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor tanah baik antar masyarakat dengan perusahaan

11 Tahun 2010 ada target yang harus dilaksanakan maupun sengketa antar pemegang saham; ketiga, faktor ekonomi, kemampuan perusahaan sesuai target dari program pemerintah. Untuk

mencapai target seringkali pemerintah mengalami untuk mengusahakan atau memanfaatkan tanah; keempat, faktor kebijakan pemerintah, misalnya kesulitan untuk mengambil kembali tanah yang

dikategorikan sebagai tanah telantar, hanya sedikit dalam perolehan hak atas tanah harus ada izin sekali tanah telantar yang dapat dikuasai kembali lokasi atau pelepasan kawasan hutan, kebijakan

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

(±5% dari target 400 ribu hektar), sehingga dengan peraturan perundang-undangan yang akan sulit untuk mencapai target (Kementerian berlaku dan bertentangan dengan asas-asas Koordinator Bidang Perekonomian, 2017).

umum pemerintahan yang baik.

Secara umum, kesulitan/hambatan dalam Pengertian bertentangan dengan peraturan penertiban tanah telantar sebagai objek sengketa perundang-undangan yang berlaku oleh di pengadilan tata usaha negara adalah:

pengadilan diterjemahkan dalam pengertian bertentangan dengan ketentuan yang bersifat

a. Pemilik dan alamat pemegang hak yang prosedur/formal, substansi/materiel dan

telah berganti/pindah yang tidak melaporkan keputusan dikeluarkan oleh pejabat yang

kepada instansi terkait, sehingga

berwenang.

menyulitkan dalam memyampaikan surat pemberitahuan/peringatan dan kesulitan

Hadjon mengutarakan wewenang, prosedur, dalam identifikasi dan penelitian tanah dan substansi, ketiga aspek hukum merupakan

karena tidak dihadiri oleh pemegang hak; landasan hukum untuk dapat dikatakan suatu ketetapan atau keputusan tersebut sah. Pertama,

b. Kesulitan mengetahui penyebab tanah aspek wewenang dalam hal ini artinya bahwa ditelantarkan; pejabat yang mengeluarkan ketetapan tersebut

c. Kesulitan menetapkan luasan tanah dan memang mempunyai kewenangan sesuai dengan batas-batas tanah terindikasi telantar;

ketentuan yang berlaku untuk itu; kedua, aspek prosedur, berarti bahwa ketetapan atau keputusan

d. Faktor sumber daya manusia yaitu tersebut dikeluarkan sesuai dengan tata cara

kemampuan secara yuridis untuk memahami yang disyaratkan dan bertumpu kepada asas

ketentuan peraturan mengenai penertiban keterbukaan pemerintah; ketiga, aspek substansi, dan pendayagunaan tanah telantar dalam

artinya menyangkut objek ketetapan atau pengadilan tata usaha negara;

keputusan (Matutu et al., 2004: 109-159). Alasan

e. Pola anggaran hanya berbasis Surat Perintah penggugat pada dasarnya adalah persoalan Perjalanan Dinas dalam penertiban dan keabsahahan dari keputusan tata usaha negara pendayagunaan tanah telantar belum cukup yang menyangkut wewenang, prosedur, dan memadai, tidak sebanding tanah telantar subtansi (Hadjon, 2008: 330). yang akan ditertibkan bernilai miliaran

Kaitannya dengan sengketa keputusan rupiah bahkan triliunan.

penetapan tanah telantar merupakan kompetensi pengadilan tata usaha negara. Keputusan adalah

B. Implikasi Pembatalan Surat Keputusan salah satu objek studi hukum administrasi yang

Penetapan Tanah Telantar

menjadi instrumen yuridis pemerintah dalam melakukan tindakan-tindakan pemerintah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (2) Aspek prosedur dalam penertiban tanah telantar

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dasar adalah titik krusial apabila terdapat gugatan atas

pengujian oleh pengadilan terhadap keputusan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 1 - 22

gugatan di aspek prosedur terdapat tahapan- tanah negara diperoleh dari tanah negara bekas tahapan yang tidak dipatuhi yang mengakibatkan tanah telantar yang dialokasikan secara nasional pembatalan dan pencabutan surat keputusan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui: penetapan tanah telantar. Apabila aspek prosedur (i) reforma agraria, merupakan pelaksanaan mengandung cacat yuridis dari segi prosedur, konsep redistribusi tanah untuk masyarakat; (ii) maka dari segi substansi pengadilanpun tidak program strategis negara, dimanfaatkan antara perlu mempertimbangkannya lagi dan dianggap lain untuk pengembangan sektor pangan, energi, surat keputusan penetapan tanah telantar perumahan rakyat; dan (iii) cadangan negara, bertentangan dengan peraturan perundang- dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tanah undangan yang berlaku dan asas-asas umum untuk kepentingan pemerintah, pertahanan pemerintahan yang baik.

dan keamanan, kebutuhan tanah akibat adanya bencana alam, relokasi dan pemukiman kembali

Telah dijelaskan di muka, keputusan masyarakat yang terkena pembangunan untuk

penetapan talah telantar didominasi oleh

kepentingan umum.

kekalahan yang mengakibatkan pencabutan dan pembatalan surat keputusan penetapan tanah

Peruntukan tanah bekas tanah telantar

telantar mengakibatkan terhambatnya pencapaian tersebut harus dalam keadaan clear, dalam artian berbagai tujuan program pembangunan, tanah tersebut tidak dalam sengketa fisik maupun rentannya ketahanan pangan, dan ketahanan sengketa yuridis. Permasalahan redistribusi ekonomi nasional, tertutupnya akses sosial- dalam bentuk reforma agraria adalah masalah ekonomi masyarakat khususnya petani pada yang pelik dan rumit. Pelbagai teori, strategi, tanah, serta terusiknya rasa keadilan dan harmoni konsep, dan gagasan telah dipaparkan oleh para sosial (Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor pakar agraria, tetapi tidak mudah dilaksankan

11 Tahun 2010). Juga tidak dapat didayagunakan dalam praktik. Berbagai kebijakan dan keputusan untuk kepentingan masyarakat dan negara, yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, bahkan melalui reforma agraria dan program strategis pemerintahan telah silih berganti, belum bisa negara serta untuk cadangan negara lainnya juga menjawab atau menyelesaikan persoalan- sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan persoalan agraria. Bahkan, kian hari konflik Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010.

agraria semakin meningkat dan masif. Hal ini juga berimplikasi terhadap:

Gagasan yang dipaparkan Wiradi (2000:

pertama, tidak tercapainya kebijakan nawa cita 181-182) bahwa keberhasilan reforma agraria pemerintahan Jokowi-JK yaitu redistribusi tanah diperlukan prasyarat yang harus dipenuhi, yaitu:

9 juta hektar sebagai salah satu tanah objek (i) kemauan politik dari elit penguasa; (ii) elit reforma agraria, salah satunya adalah tanah HGU pemerintah/birokrasi yang terpisah dari elit habis dan tanah telantar seluas 0,4 juta hektar. bisnis; (iii) partisipasi aktif dari semua kelompok Karena saat ini tanah yang telah dikuasai dan/atau sosial, organisasi rakyat/tani yang pro-reform; dimiliki baik yang sudah ada hak atas tanahnya (iv) data dasar masalah agraria yang lengkap dan banyak dalam keadaan telantar.

teliti. Di samping empat prasyarat tadi diperlukan juga pengadilan land reform dan badan otorita

Menyoal Penafsiran Tanah Telantar (Dian Aries Mujiburohman)

tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam Pasal 2 TAP MPR

Ketiga, ketimpangan kepemilikan lahan RI Nomor IX/MPR/2001 ini mendefinisikan

dan konflik agraria semakin tajam. Berdasarkan pembaruan agraria sebagai suatu proses yang

data ketimpangan kepemilikan aset, 56% aset berkesinambungan berkenaan dengan penataan

nasional dikuasai 0,2% dari jumlah penduduk kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan,

(Winoto, 2010: 29). Data juga disajikan oleh dan pemanfaatan sumber daya agraria,

Suryanto (2017) menyatakan bahwa 1,00% dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian

penduduk mengendalikan 49,30% sumber daya dan perlindungan hukum serta keadilan dan

ekonomi Indonesia, Gini Ratio umum posisi kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Maret 2016 sebesar 0,39%, korporasi menguasai hampir 60% lahan perkebunan kelapa sawit di

Reforma agraria dalam pandangan Winoto

Indonesia. Gini Ratio penguasaan tanah adalah (2007, iii) dapat mengatasi persoalan-persoalan sebesar 0,59%. Demikian juga dengan konflik struktural yang mewujud dalam bentuk: (a)

agraria, Konsorsium Pembaharuan Agraria tingginya tingkat pengangguran; (b) tingginya mencatat sedikitnya telah terjadi 450 konflik tingkat kemiskinan; (c) tingginya konsentrasi

agraria sepanjang tahun 2016, dengan luasan aset agraria pada sebagian kecil masyarakat; wilayah 1.265.027 hektar dan melibatkan 86.745 (d) tingginya sengketa dan konflik pertanahan KK yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. di seluruh Indonesia; (e) rentannya ketahanan Perkebunan masih tetap menjadi sektor penyebab pangan dan ketahanan energi rumah tangga tertinggi konflik agraria (KPA, 2016).

dari sebagian besar masyarakat; (f) semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup; dan (g)

Tidak tertutup kemungkinan di kemudian lemahnya akses sebagian terbesar masyarakat

hari ketimpangan kepemilikan lahan dan konflik terhadap hak-hak dasar rakyat termasuk terhadap

agraria semakit akut, kronis, dan semakin rumit

sumber-sumber ekonomi keluarga.

untuk menyelesaikan permasalahannya. Di sisi lain timbulnya konflik-konflik agraria, yang dipicu

Rumusan Winoto (2007, v) reforma agraria

oleh tumpang tindihnya kebijakan distribusi sebagai land reform plus yang mengartikan lahan pada masa lalu, di mana lahan-lahan negara reforma agraria adalah land reform di dalam yang diberi izin untuk dikelola, ternyata tidak kerangka mandat konstitusi, politik, dan seluruhnya merupakan lahan negara yang bebas undang-undang untuk mewujudkan keadilan kepemilikan. Menurut Zakaria et al. (2001: 71) dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan persoalan kemiskinan tersebut berpangkal dari pemanfaatan sumber daya agraria, ditambah adanya konsentrasi atau penumpukan penguasaan dengan access reform, dirumuskan reforma tanah dan pemanfaatan tanah beserta sumber daya Agraria = land Reform + Access Reform. alamnya yang sengaja dibiarkan berkembang.