THE PRINCIPLE OF NE BIS IN IDEM IN TORT LAWSUIT

ASAS NE BIS IN IDEM DALAM GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Kajian Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP

THE PRINCIPLE OF NE BIS IN IDEM IN TORT LAWSUIT

An Analysis of Court Decision Number 65/PDT.G/2013/PN-RAP

Elisabeth Nurhaini Butarbutar

Fakultas Hukum Unika Santo Thomas Sumatera Utara Medan Jl. Setia Budi No. 479 F Tanjung Sari Medan 20154 E-mail: elisa_nurhaini@yahoo.com

Naskah diterima: 20 Juni 2017; revisi: 22 Maret 2018; disetujui 27 Maret 2018 http://dx.doi.org/10.29123/jy.v11i1.167

ABSTRAK

kedua perkara itu berbeda sehingga tidak melanggar asas Pengertian asas

ne bis in idem. Pertimbangan hakim untuk mendasarkan

ne bis in idem adalah terhadap perkara

Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP dalam yang sama tidak dapat diadili untuk kedua kalinya.

menetapkan adanya unsur perbuatan melanggar hukum Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP sudah pernah diputuskan sebelumnya dan sudah berkekuatan adalah asas s imilia similibus dan asas res judicata pro

hukum tetap dalam Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/ veritate habetur, yakni bahwa tergugat melanggar hak subjektif penggugat.

PN-RAP, yang amar putusannya menetapkan bahwa para penggugat merupakan pemegang hak yang sah Kata kunci: asas ne bis in idem, perkara yang sama, atas objek perkara. Sesuai dengan asas ne bis in idem, putusan hakim, perbuatan melanggar hukum. maka Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP seharusnya ditolak. Namun hakim tetap mengadili dan

memutus tuntutan adanya perbuatan melawan hukum. ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran The notion of ne bis in idem principle states that the

bahwa Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP sama same case can not be tried for the second time. Court dengan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP, dan Decision Number 65/PDT.G/2013/PN-RAP has been pertimbangan hukum apa yang dipakai hakim dalam previously determined and legally binding through Court menetapkan adanya perbuatan melawan hukum. Decision Number 8/PDT.G/2009/PN-RAP, whose ruling Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, stipulates that the plaintiff is the rightful holder of the sehingga menggunakan data sekunder sebagai objek case object. In accordance with ne bis in idem principle, analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Court Decision Number 65/PDT.G/2013/PN-RAP was Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP dengan Putusan supposed to be annulled. But the judge continued to Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP, diajukan oleh dan prosecute and decided upon charges of tort/unlawful terhadap pihak-pihak yang sama, dalam hubungan yang acts. This analysis aims to determine whether the Court sama, atas objek yang sama, namun dalil gugatan antara Decision Number 65/PDT.G/2013/PN-RAP is the same

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

Keywords: ne bis in idem principle, similar case, judge’s the lawsuit argument between the two cases is different

ruling, tort/unlawful acts.

I. PENDAHULUAN

Membuktikan berarti meyakinkan hakim

A. Latar Belakang

tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa, oleh karena itu,

Asas ne bis in idem, merupakan salah satu pembuktian hanya diberikan apabila timbul suatu

asas dalam sistem hukum Indonesia, yaitu asas perselisihan (Subekti, 2007: 34). Sesuai dengan

yang menentukan bahwa suatu perkara yang tujuan pembuktian adalah untuk menemukan

sama tidak boleh diadili untuk kedua kalinya. kebenaran, atau kepastian tentang terjadinya

Hal ini berkaitan dengan putusan pengadilan suatu peristiwa yang diajukan, untuk kemudian

yang telah memperoleh kekuatan hukum yang terhadap peristiwa yang dianggap benar-benar

tetap tidak boleh dirubah atau diganggu gugat. terjadi tersebut akan diterapkan oleh hakim

Menurut Pasal 1917 ayat (2) KUHPerdata, hukumnya sebagai suatu putusan yang harus tuntutan yang sama harus memenuhi tiga hal, diterima dan kekuatannya sama seperti undang- yaitu: a) tuntutan tersebut didasarkan atas alasan undang bagi para pihak sebagai suatu kebenaran. yang sama; b) diajukan oleh dan terhadap pihak-

Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP pihak yang sama; dan c) di dalam hubungan yang

yang diajukan oleh penggugat KTPHS yang sama.

merasa haknya telah dilanggar oleh para tergugat Asas ne bis in idem ini, berkaitan dengan (PT SC dan PT PPP) karena menghalangi para

asas res judicata pro veritate habetur, yaitu asas penggugat untuk menguasai/mengusahai tanah yang menentukan bahwa apa yang diputuskan oleh yang diperkarakan sejak tahun 1947 sudah hakim harus dianggap benar kecuali ada putusan dikuasai secara turun temurun. Para penggugat hakim yang lebih tinggi yang membatalkan merasa pemilik yang sah atas tanah/objek perkara putusan itu. Asas res judicata pro veritate sehingga berhak untuk mendirikan gubuk dan habetur berarti bahwa apa yang diputuskan oleh menanami objek perkara dengan tanaman hakim harus dianggap benar, diasumsikan bahwa palawija. Kepemilikan didasarkan pada alas putusan yang dijatuhkan hakim setelah melalui hak berupa surat dari gubernur dan bupati tahun pembuktian di persidangan sudah merupakan 1946 dan Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi menurut Tahah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor hukum (Butarbutar, 2016: 97).

Reorganisasi Pemakaian Tanah Sumatera Timur.

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

Hakim dalam amar putusannya, PDT.G/2013/PN-RAP, pihak yang bersengketa memutuskan bahwa pemegang alas hak yang sah adalah BW (direktur utama) dan JP (direktur) atas tanah perkebunan yang menjadi objek perkara yang bertindak untuk dan atas nama PT SC adalah tergugat I yang dalam Putusan Nomor 65/ sebagai penggugat I; dan RQ dan FA mewakili PDT.G/2013/PN-RAP adalah sebagai penggugat dan bertindak untuk dan atas nama PT PPP

I yang merupakan satu-satunya pemegang hak sebagai penggugat II melawan KTPHS sebagai yang sah atas tanah perkebunan seluas 5.509,39 tergugat yang pada pokoknya mempersoalkan hektar yang terletak di Desa Padang Halaban objek gugatan yang sama, yaitu kepemilikan hak Kecamatan Aek Korsik. Dahulu Kabupaten atas tanah. Labuhan Batu berubah menjadi Kabupaten

Majelis hakim dalam pertimbangan Labuhan Batu Utara sebagaimana termaktub

dalam Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 1/Desa hukumnya selalu menegaskan bahwa putusan

tersebut berkaitan dengan putusan pengadilan Padang Halaban tanggal 21 Oktober 2005 dan

yang telah berkekuatan tetap, yaitu Putusan atas tanah perkebunan seluas 372 hektar terletak

Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP jo. Putusan di Desa Panigoran Kecamatan Aek Natas, dahulu

Nomor 309/PDT/2010/PT-MDN jo. Putusan Kabupaten Labuhan Batu sekarang Kabupaten

Nomor 2207 K/PDT/2011. Pada Putusan Labuhan Batu Utara sebagaimana termaktub

dalam Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 2 Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP kuasa hukum yang sudah disesuaikan menjadi Sertifikat HGU tergugat mengajukan eksepsi, bahwa gugatan

penggugat mengandung kurang pihak ( plurium Nomor 43/Desa Panigoran tanggal 21 Oktober

litis consortium) dan gugatan penggugat keliru 2005 yang terdaftar atas nama PT SC. dalam menentukan pihak yang digugat ( error

Tergugat II dalam gugatan Nomor 65/ in persona) oleh karena penggugat hanya

PDT.G/2013/PN-RAP adalah sebagai penggugat menggugat ketua dan sekretaris KTPHS yang

II yang merupakan satu-satunya pemegang berjumlah 2.040 jiwa. hak yang sah atas tanah perkebunan seluas

KTPHS merupakan kumpulan kelompok 1.583,53 hektar, yang terletak di Desa Panigoran

tani dengan status belum berbadan hukum Kecamatan Aek Natas, dahulu Kabupaten

sehingga seharusnya menggugat seluruh anggota Labuhan Batu sekarang Kabupaten Labuhan Batu

Utara sebagaimana termaktub dalam Sertifikat KTPHS serta gugatan mengenai penguasaan

lahan para penggugat, sedangkan secara faktual Hak Guna Usaha Nomor 2/ Desa Panigoran

tergugat (SS dan MS) tidak ikut menguasai objek tanggal 21 Oktober 2005 terdaftar atas nama PT

gugatan. Majelis hakim dalam pertimbangan PPP.

hukumnya, berpendapat bahwa pada prinsipnya Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN- gugatan dalam Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/ RAP amar putusannya mengabulkan sebagian PN-RAP, berkaitan erat dengan Putusan Nomor gugatan penggugat dengan menyatakan bahwa 8/PDT.G/2009/PN-RAP di mana pada saat itu tergugat telah melakukan perbuatan melawan yang menjadi pihak penggugat adalah KTPHS hukum karena telah menguasai dan mendirikan yang diwakili oleh SS dan MS, sebagai ketua gubuk di atas lahan objek perkara tanpa izin dan sekretaris KTPHS; dan PT SC dan PT dari penggugat. Dalam Putusan Nomor 65/ PPP sebagai tergugat I dan tergugat II yang

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP memutuskan B. Rumusan Masalah

menolak eksepsi para tergugat yang dikuatkan oleh majelis hakim dalam Putusan Nomor 309/

Sebagai permasalahan dalam penelitian ini PDT/2010/PT-MDN. Selanjutnya majelis dirumuskan sebagai berikut: hakim yang menangani Putusan Nomor 2207

1. Apakah benar Putusan Nomor 65/ K/PDT/2011 yang pada pokoknya sependapat

PDT.G/2013/PN-RAP merupakan ne dengan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP

bis in idem dengan Putusan Nomor 8/ yang menolak eksepsi tersebut.

PDT.G/2009/PN-RAP yang sudah Berdasarkan pertimbangan hakim dalam

berkekuatan hukum tetap? putusan tersebut, maka pada dasarnya majelis 2. Pertimbangan hukum apa yang diberikan

hakim berpendapat bahwa tuntutan pada Putusan oleh hakim yang selalu mendasarkan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP, sama dengan

putusannya pada Putusan Nomor 8/ putusan sudah pernah diputuskan dalam perkara

PDT.G/2009/PN-RAP untuk menetapkan sebelumnya dan sudah berkekuatan hukum tetap,

adanya perbuatan melawan hukum? yaitu Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP

jo. Putusan Nomor 309/PDT/2010/PT-MDN

C. Tujuan dan Kegunaan

dan Putusan Nomor 2207 K/PDT/2011 sehingga hakim selalu mendasarkan putusannya pada

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk putusan perkara sebelumnya.

mengetahui kebenaran Putusan Nomor 65/ PDT.G/2013/PN-RAP merupakan ne bis in

Sesuai dengan asas ne bis in idem, atau idem dengan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/ yang juga dikenal dengan asas litis finiri oportet bahwa apa yang pada suatu waktu PN-RAP yang sudah berkekuatan hukum tetap

dan pertimbangan hukum yang diberikan oleh telah diselesaikan hakim tidak boleh diajukan hakim untuk mendasarkan putusannya pada kembali, maka Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/ Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP untuk PN-RAP seharusnya ditolak untuk diadili kedua menetapkan adanya perbuatan melawan hukum. kalinya karena bertentangan dengan asas ne bis

in idem yang terkandung Pasal 1917 ayat (2) Kegunaan atau manfaat yang dapat KUHPerdata.

diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi serta sumbangan

Praktiknya hakim tetap mengadili dan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum

menjatuhkan putusan terhadap tuntutan adanya khususnya hukum acara. Di samping itu secara

perbuatan melawan hukum tersebut. Oleh praktis, dapat membantu pemerintah dalam

karena itu, menjadi problematik dalam ilmu menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat

hukum yang dapat menimbulkan ketidakpastian dalam menganalisis putusan yang berkaitan

dalam masyarakat, sehingga layak diteliti untuk

dengan berlakunya asas-asas hukum.

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

D. Tinjauan Pustaka

( bindende kracht) dan teori kekuatan pembuktian

1. Asas Ne Bis In Idem

( bewijszende kracht). Teori terikatnya para pihak pada putusan hakim yaitu teori para pihak terikat

Asas ne bis in idem merupakan dasar pada putusan, yang menyatakan bahwa para hukum yang melarang seseorang dituntut untuk pihak terikat pada putusan hakim didasarkan pada kedua kalinya atas suatu perbuatan (peristiwa) undang-undang, yaitu Pasal 1917 jo. Pasal 1920 yang baginya telah diputus oleh hakim. Asas ne bis in idem berarti tidak dua kali mempersoalkan KUHPerdata dan Pasal 134 Rv yang akibatnya

hakim dilarang untuk memutuskan perkara mengenai hal yang sama. Pada dasarnya, asas ne bis in idem merupakan asas umum yang berlaku yang sama dengan perkara yang pernah diputus

sebelumnya.

dalam perkara perdata, perkara pidana maupun perkara tata usaha negara. Dalam perkara perdata,

Teori kekuatan pembuktian ( bewijszende asas ne bis in idem ini terkandung dalam Pasal kracht), didasarkan pada putusan hakim 1917 KUHPerdata.

yang dituangkan dalam bentuk akta autentik mempunyai arti sebagai bukti bahwa dalam

Pasal 1917 ayat (1) KUHPerdata putusan hakim telah diperoleh suatu kepastian menentukan bahwa kekuatan sesuatu putusan tentang hak dan peristiwa dalam perkara yang hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak

telah diputus tersebut.

tidaklah lebih luas daripada sekedar mengenai putusannya, dan dalam ayat (2) pasal tersebut

Kekuatan pembuktian yang terdapat pada

ditentukan bahwa untuk dapat memajukan putusan hakim mempunyai kekuatan sama seperti kekuatan itu, diperlukan bahwa soal yang alat bukti surat sebagai akta autentik sebagaimana dituntut adalah sama yaitu tuntutan tersebut ditentukan dalam Pasal 1918 KUHPerdata didasarkan atas alasan yang sama, diajukan oleh yang dikuatkan dengan Yurisprudensi Nomor dan terhadap pihak-pihak yang sama dan juga di 101K/Sip/1955 tanggal 19 Agustus 1955, dalam hubungan yang sama.

bahwa putusan hakim dituangkan dan dibuat dalam bentuk autentik yang dapat digunakan

Hakikatnya yang dimaksud dengan sebagai bukti surat. Arti putusan dalam hukum perkara yang sama menurut asas ne bis in idem pembuktian adalah bahwa dengan putusan itu sebagaimana terkandung dalam Pasal 1917 ayat telah diperoleh suatu kepastian tentang sesuatu. (2) KUHPerdata adalah perkara yang diajukan Sekalipun putusan tidak mengikat pada pihak itu mempunyai alasan yang sama, diajukan ketiga, namun mempunyai kekuatan pembuktian oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama dan

terhadap pihak ketiga.

mempunyai hubungan yang sama dengan perkara sebelumnya yang sudah diputuskan oleh hakim.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1917 ayat

Di samping mempunyai kekuatan mengikat, (1) KUHPerdata, meskipun putusan hakim putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tidak mengikat terhadap pihak ketiga, tetapi tetap juga mempunyai kekuatan pembuktian dan mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak kekuatan eksekutorial.

ketiga. Kekuatan pembuktian ini juga didasarkan pada Pasal 1916 ayat (2) KUHPerdata, bahwa

Asas ne bis in idem ini didasarkan kepada putusan hakim merupakan persangkaan bahwa

teori terikatnya para pihak pada putusan hakim

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

86) tidak ada hukum yang dapat dimengerti tanpa dianggap benar ( res judicata proveritate habetur), asas-asas hukum. meskipun pada umumnya, kekuatan pembuktian

Fungsi asas dalam hukum adalah putusan perdata diserahkan kepada pertimbangan

melengkapi sistem hukum dan membuat sistem hakim.

hukum menjadi luwes (Mertokusumo, 2007: 11). Putusan yang sudah berkekuatan hukum Dalam sejarah perkembangannya, sistem hukum tersebut, diartikan sebagai putusan yang tidak Eropa turut memengaruhi sistem hukum Indonesia dapat lagi diganggu gugat sehingga merupakan melalui asas konkordanasi (Suhardin & Siahaan, alat bukti sepanjang mengenai peristiwa yang 2015: 92). Seorang hakim yang mengadili dan telah ditetapkan dalam putusan hakim tersebut, memutuskan perkara tidak selamanya terpaku sehingga apabila ada gugatan baru mengenai hal pada satu asas saja, melainkan memperhatikan yang sama dan pihak yang sama, maka berdasarkan pertimbangan hukum dengan nalar yang baik, asas ne bis in idem, hakim wajib menolak gugatan mengapa dalam kasus tertentu harus memilih tersebut. Sebagai suatu kebenaran, maka putusan asas tersebut dalam mengambil putusan (Fence, hakim tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun 2011: 543). juga. Sama halnya seperti undang-undang, maka

Asas hukum tidak hanya mempengaruhi putusan hakim merupakan suatu kebenaran dan

hukum positif, tetapi dalam banyak hal juga dapat dianggap sebagai hukum dan sumber

menciptakan satu sistem. Secara umum, sistem hukum, karena putusan hakim itu dirasakan dapat

diartikan sebagai kumpulan unsur-unsur yang ada menyelesaikan sengketa dengan tuntas, artinya

dalam interaksi satu sama lain yang merupakan putusan itu dapat dijalankan sehingga tercipta

satu kesatuan yang terorganisir dan kerja sama keadilan dan kepastian hukum.

untuk mencapai tujuan dari kesatuan itu. Penerapan asas ne bis in idem ini berkaitan

Satu peraturan atau pasal dapat dengan tujuan hukum itu sendiri sebagaimana mengandung beberapa asas atau sebaliknya dikemukakan oleh Radbruch (1973: 170-179) asas yang sama terdapat dalam beberapa pasal bahwa hukum harus memenuhi unsur Idee des Recht yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit), atau peraturan bahkan kandungan asas tersebut

sering mengandung antinomi. Sebagaimana kemanfaatan ( zweckmassigkeit), dan keadilan dengan asas ne bis in idem, dapat diketahui ( gerechtigkeit) secara proporsional. dalam Pasal 1917 jo. Pasal 1920 KUHPerdata

dan Pasal 134 Rv. Sebaliknya dalam ketentuan

2. Fungsi Asas dalam Sistem Hukum

tersebut selain mengandung asas ne bis in idem, Asas hukum diartikan sebagai pikiran dasar juga mengandung asas s imilia similibus artinya

yang terdapat di balik suatu peraturan konkret. perkara yang serupa/sejenis harus diputus sama, Perbedaan tingkat sifat keduanya menyebabkan dan asas litis finiri oportet bahwa apa yang pada realisasi hukum menurut Mertokusumo (2007: suatu waktu telah diselesaikan hakim tidak boleh

11) terjadi dalam tiga tahap, yaitu asas, peraturan diajukan kembali. hukum konkret, dan putusan hakim. Dengan

Dikaitkan dengan Pasal 1916 ayat demikian, menurut Asser dalam Hartono (1992:

(2) KUHPerdata, bahwa putusan hakim

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

Putusan hakim sebagai penyelesaian Pasal 1919 KUHPerdata, maka putusan pidana

perkara dan penetapan kaidah, maka putusan yang isinya menghukum dan telah memperoleh

hakim merupakan hukum dan sumber hukum kekuatan hukum yang pasti, dapat digunakan

sekaligus merupakan salah satu upaya dalam sebagai bukti dalam perkara perdata mengenai

proses pembangunan hukum. Motivasi peristiwa yang telah terjadi, kecuali apabila

masyarakat untuk menerima pengadilan sebagai ada bukti lawan yang kekuatan pembuktiannya

tempat para pencari keadilan memperoleh mengikat. Apabila seseorang dibebaskan dari

haknya kembali dan mentaati putusan sebagai segala tuduhan, maka putusan pembebasan

suatu keadilan merupakan kesadaran hukum dari itu, tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam

para pencari keadilan. Menurut Schermerhorn, perkara perdata untuk minta ganti kerugian.

Hunt, & Osborn (1994: 172), motivasi muncul Berdasarkan beberapa asas tersebut, maka pada dasarnya karena ada kebutuhan, di mana dalam sistem peradilan, putusan hakim sebagai kebutuhan dapat dibagi menjadi kebutuhan akan penetapan kaidah hukum dapat dijadikan sebagai prestasi, kebutuhan untuk menjalin hubungan, pedoman ( land mark decision) bagi hakim lain dan kebutuhan akan kekuasaan. untuk memutus perkara yang serupa dengan

yang diputus oleh putusan tersebut di kemudian 3. Perbuatan Melawan Hukum

hari. Sistem peradilan mempunyai kaitan dengan sistem hukum yang dianut di Indonesia. Secara

Perbuatan melawan hukum umum, di dunia terdapat dua macam sistem ( onrechtmatigedaad) ditemukan dalam

hukum positif, yaitu sistem Anglo Saxon yang Pasal 1365 KUHPerdata, yang menentukan juga disebut

common law system, dengan sistem tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum

Eropa Kontinental atau sering disebut dengan dan membawa kerugian kepada orang lain civil law system yang dianut di Indonesia. mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian

itu karena kesalahannya untuk menggantikan Sistem Anglo Saxson, sumber hukum kerugian tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal

positif bagi hakim dalam proses peradilan 1365 KUHPerdata tersebut, maka dalam satu adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat praktik peradilan, oleh karena itu dalam sistem harus mampu membuktikan semua unsur-unsur common law ini, hakim terikat kepada putusan perbuatan melawan hukum, yaitu adanya suatu hakim terdahulu dalam perkara yang sejenis perbuatan yaitu perbuatan melanggar hukum, ( the binding force of precedent atau stare decisis adanya kesalahan, adanya kerugian, dan antara et quita non movere). Dalam sistem Eropa kerugian dan kesalahan mempunyai hubungan Kontinental, hakim tidak terikat kepada putusan sebab akibat. hakim terdahulu dalam perkara yang sejenis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1917

Pasal 1365 KUHPerdata tidak

ayat (1) KUHPerdata, melainkan hakim terikat menyebutkan pengertian dari kesalahan, selain

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

melakukan/tidak melakukan perbuatan tertentu. Kesalahan dalam arti subjektif atau

II. METODE

abstrak yaitu menyangkut hal perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya apabila pelaku

Tulisan ini merupakan tulisan hukum

dapat menginsafi akibat dari perbuatannya. Ini normatif, yaitu tulisan yang menggunakan arti perbuatan tersebut disadari oleh pelaku data sekunder. Tulisan ini bertujuan untuk akan menyebabkan kerugian pada orang menganalisis asas-asas hukum yang menjadi dasar lain, sedangkan kesalahan dalam arti objektif pertimbangan hakim. Tulisan ini menganalisis (konkret), diartikan sebagai perbuatan yang dapat Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP untuk dipertanggungjawabkan kepada pelaku apabila mencari asas-asas hukum yang dijadikan sebagai perbuatan itu tidak dilakukan dalam keadaan dasar pertimbangan hakim untuk mengadili terpaksa ( overmacht) atau tidak karena keadaan gugatan penggugat yang dianggap bertentangan

darurat ( noodtoestand). dengan asas ne bis in idem dan dasar hakim untuk mengikuti putusan hakim yang sudah berkekuatan

Unsur adanya kerugian harus merupakan hukum tetap pada perkara sebelumnya.

akibat yang timbul dari kesalahan tersebut, atau dengan kata lain kesalahan itu menyebabkan

Data sekunder merupakan data yang sudah

kerugian pada orang lain dikenal dengan ajaran tersedia yang terdapat dalam bahan hukum yang sebab akibat. Terhadap ajaran tentang sebab akibat terdiri dari bahan hukum primer yaitu bahan hukum ini juga mengalami perkembangan. Dimulai dari yang mengikat atau bahan hokum autoritatif , yang ajaran kerugian sebagai akibat dari kesalahan artinya mempunyai otoritas (Marzuki, 2014: 181). yang didasarkan kepada pengalaman apakah Selain itu digunakan bahan hukum sekunder yaitu kerugian yang terjadi merupakan akibat langsung bahan hukum yang memberikan penjelasan pada dari kesalahan tersebut. Kemudian berkembang bahan hukum primer, yaitu berupa literatur dan menjadi ajaran pertanggungjawaban, yang jurnal atau karya ilmiah lainnya yang berkaitan menggunakan ukuran apakah ganti rugi yang dengan asas ne bis in idem. Bahan hukum tersier dituntut itu dapat dipertanggungjawabkan secara yang merupakan bahan hukum yang berfungsi layak atau tidak terhadap pelaku.

untuk memberikan penjelasan pada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang

Tuntutan yang dapat diajukan akibat terdapat dalam Kamus Hukum, Kamus Besar

terjadinya perbuatan melawan hukum, juga

Bahasa Indonesia serta ensiklopedia.

mengalami perkembangan dalam yurisprudensi. Tuntutan ganti rugi, pada mulanya hanya dalam

Teknik pengumpulan data dilakukan

bentuk uang, berkembang menjadi tuntutan dengan studi dokumen. Data yang diperoleh berupa pemulihan pada keadaan semula ( in kemudian diolah dan dianalisis secara preskriptif natura), kemudian tuntutan berupa pernyataan dan analisis secara deskriptif. Dalam penelitian

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

cara menggambarkan atau memaparkan subjek dikenal sebagai asas ne bis in idem. dan objek penelitian yang telah dilakukan.

Menurut Pasal 1917 ayat (2) KUHPerdata, tuntutan yang sama harus memenuhi tiga hal

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

secara kumulatif, yaitu:

A. Unsur Asas Ne Bis In Idem

1. Tuntutan harus didasarkan pada alasan yang Asas ne bis in idem atau dikenal juga dengan

sama;

asas litis finiri oportet yang terkandung dalam Pasal 1917 ayat (1) jo. Pasal 1920 KUHPerdata 2. Diajukan oleh dan terhadap pihak-pihak dan Pasal 134 Rv artinya bahwa apa yang pada

yang sama;

suatu waktu telah diputus oleh hakim dan sudah

3. Dalam hubungan yang sama.

berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde) tidak boleh diajukan kembali. Oleh karena itu,

Hal ini berarti, suatu perkara yang disebut

apabila perkara/tuntutan yang sama diajukan ne bis in idem tidak semata-mata mempunyai kembali maka hakim wajib menolak gugatan subjek dan objek perkara yang sama antara tersebut.

gugatan yang satu dengan gugatan yang lain tetapi juga harus didasarkan pada alasan yang sama dan

Asas ne bis in idem yang menentukan dalam hubungan yang sama sebagaimana telah

bahwa suatu perkara yang sama tidak boleh

pernah digugat dalam gugatan lain.

diadili untuk kedua kalinya berkaitan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh

Berbeda dengan perkara pidana, asas ne

kekuatan hukum yang tetap tidak boleh dirubah bis in idem ini diatur dalam Pasal 76 KUHP yang atau diganggu gugat. Dalam perkara pidana, asas harus diterapkan pada orang yang sama terhadap

ne bis in idem diatur di dalam Pasal 76 KUHP, perbuatan (peristiwa) yang sama pula. Penjelasan sedangkan dalam perkara perdata, asas ne bis in Pasal 76 KUHP tersebut menyebutkan bahwa

idem terkandung pada Pasal 1917 KUHPerdata tujuan dari berlakunya asas ini adalah supaya

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

tidak dapat dipertanggungjawabkan atas peristiwa terdapat bermacam-macam putusan

perbuatannya;

sehingga menyebabkan tidak adanya kepastian

3. Putusan bebas ( vrijsprak), yang berarti hukum dalam masyarakat.

bahwa kesalahan terdakwa atas peristiwa Berlakunya asas ne bis in idem ini didasarkan

yang dituduhkan kepadanya tidak dapat bahwa terhadap seseorang tentang peristiwa

dibuktikan atau tidak cukup bukti. tertentu yang telah dijatuhkan putusan yang sudah

Untuk dapat mengetahui apakah benar berkekuatan hukum tetap tidak boleh dirubah

Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP, lagi sehingga terdakwa memperoleh ketenangan

merupakan tuntutan yang sama dengan Putusan dan tidak terancam penuntutan kembali dalam

Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP jo. Putusan peristiwa yang sama yang sudah diputuskan. Hal

Nomor 309/PDT/2010/PT-MDN jo. Putusan ini juga berkaitan dengan hak asasi manusia.

Nomor 2207 K/PDT.G/2012/PN-RAP yang Upaya hukum yang dapat dilakukan sudah pernah diputus oleh hakim sebelumnya untuk membatalkan putusan hakim terdahulu dan sudah berkekuatan hukum tetap, maka harus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 KUHAP dilihat apakah putusan yang sudah berkekuatan bahwa dengan memberi kemungkinan bagi hukum tetap tersebut didasarkan pada alasan yang terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan sama, diajukan oleh pihak yang sama, dan pihak peninjauan kembali terhadap putusan yang pihak yang beperkara tersebut beperkara dalam telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada hubungan yang sama dengan perkara sebelumnya. Mahkamah Agung melalui pengadilan negeri yang memutusnya pada tingkat pertama.

1. Tuntutan Harus Didasarkan pada

Pemberian kesempatan kepada terpidana

Alasan yang Sama

atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan Tuntutan yang didasarkan pada alasan

kembali didasarkan kepada anggapan bahwa yang sama diartikan sebagai tuntutan yang hakim itu adalah manusia yang tidak terlepas dari didasarlan pada alasan atau dalil gugatan yang kekeliruan dan jauh dari sempurna. Putusan yang sama dan mempersoalkan objek perkara yang dimaksud dapat berupa:

sama. Gugatan perdata merupakan tuntutan hak yang diajukan seseorang atau beberapa

1. Penjatuhan hukuman ( veroordeling), orang yang ditujukan kepada pihak lain melalui

yaitu hakim memutuskan bahwa terdakwa pengadilan. Adanya perselisihan menjadi syarat

terbukti telah melakukan tindak pidana materiil untuk dapat menggugat ke pengadilan

yang didakwakan kepadanya; dan adanya perselisihan/konflik menjadi syarat

2. Pembebasan dari tuntutan ( onslag van mutlak adanya gugatan (Samosir, 2011: 52). rechtsvervolging), yaitu hakim memutuskan Jadi jelas bahwa dalil gugatan haruslah berisi

bahwa peristiwa yang didakwakan itu adanya konflik dalam arti apa yang menjadi dasar telah terbukti dilakukan namun peristiwa terjadinya konflik (fundamentum petendi) atau tersebut bukanlah peristiwa pidana, atau posita (peristiwa yang terjadi).

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

Fundamentum petendi adalah dasar Panigoran Kecamatan Aek Natas, Kabupaten gugatan atau dasar tuntutan ( grondslag van delis) Labuhan Batu Utara yang terdaftar atas nama PT yang memuat tentang adanya hubungan hukum SC dan penguasaan hak atas tanah perkebunan di antara pihak-pihak yang beperkara dan sebagai seluas 1.583,53 hektar yang terletak di Desa landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara. Panigoran Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Dengan kata lain fundamentum petendi atau posita Labuhan Batu Utara terdaftar atas nama PT PPP. merupakan uraian jelas mengenai hal-hal yang Akan tetapi jika diteliti dengan cermat alasan/ menjadi dasar atau alasan hukum dari pengajuan dalil gugatan maka antara kedua perkara tersebut gugatan atau dasar fakta diajukannya gugatan. terdapat perbedaan. Dalam praktik peradilan, fundamentum petendi

Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP, atau posita harus memuat objek perkara, yaitu

didasarkan pada tuntutan perbuatan melawan hal yang menjadi pokok sengketa. Secara umum,

hukum yang dilakukan oleh tergugat dengan objek sengketa berupa benda baik benda bergerak

cara menduduki tanah terperkara secara tanpa maupun benda tidak bergerak tetapi dappat juga

hak dengan mana objek perkara tersebut sudah berupa prestasi (Butarbutar, 2012: 13).

pernah diputuskan pengadilan yang sudah Berdasarkan pertimbangan hukum hakim, berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP diajukan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP jo. Putusan untuk menunda proses pemeriksaan atas adanya Nomor 309/PDT/2010/PT-MDN dan Putusan peristiwa tindak pidana yang dilaporkan oleh PT Nomor 2207K/PDT/2011, yang pada pokoknya SC dan PT PPP terhadap KTPHS terkait tindak menyatakan bahwa para tergugat yang dalam pidana yang berakibat pada kerusakan kebun Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP adalah dan atau asset lainnya, penggunaan tanah tanpa sebagai penggugat I dan penggugat II merupakan izin yang mengakibatkan terganggunya usaha satu-satunya pemegang hak yang sah atas tanah pekebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal perkebunan seluas 5.509,39 hektar yang terletak

47 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 di Desa Padang Halaban Kecamatan Aek Korsik, tentang Perkebunan sesuai dengan Laporan dahulu Kabupaten Labuhan Batu sekarang Polisi Nomor Pol. LP/412/IV/2009/LB-SPK A Kabupaten Labuhan Batu Utara sebagaimana tanggal 16 April 2009 yang telah ditangguhkan termaktub dalam Sertifikat Hak Guna Usaha pemeriksaannya menunggu adanya putusan Nomor 1/Desa Padang Halaban tanggal 21 pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Oktober 2005 dan atas tanah perkebunan seluas 372 hektar terletak di Desa Panigoran Kecamatan

Hakim dalam putusannya, berpendapat Aek Natas, dahulu Kabupaten Labuhan Batu

bahwa antara Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/ sekarang Kabupaten Labuhan Batu Utara

PN-RAP berkaitan dengan Putusan Nomor 8/ sebagaimana termaktub dalam Sertifikat Hak PDT.G/2009/PN-RAP yang sudah berkekuatan

Guna Usaha Nomor 2 yang sudah disesuaikan

hukum tetap karena mempersoalkan penguasaan menjadi Sertifikat HGU Nomor 43/Desa hak atas seluas 5.509,39 hektar yang terletak di

Panigoran tanggal 21 Oktober 2005 yang terdaftar Desa Padang Halaban Kecamatan Aek Korsik,

atas nama PT SC dan pemegang hak yang sah Kabupaten Labuhan Batu Utara dan atas tanah

atas tanah perkebunan seluas 1.583,53 hektar perkebunan seluas 372 hektar terletak di Desa

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

secara otomatis memperoleh kekuatan hukum tetap setelah melalui jangka waktu yang sudah

Penggugat sebagai pihak yang ditentukan oleh undang-undang, dan putusan

berkepentingan mengharapkan gugatannya dapat constitutief, yaitu putusan yang menciptakan dikabulkan. Di samping itu, ia berkepentingan

atau meniadakan suatu keadaan hukum. Contoh pula bahwa sekiranya gugatannya dikabulkan

putusan constitutief, terdapat pada putusan atau dimenangkan, dapat dijamin bahwa

tentang pemutusan perkawinan, atau pada putusannya dapat dilaksanakan. Berdasarkan

putusan tentang pengangkatan wali, dan putusan argumentasi tersebut menjadi salah satu alasan

tentang pernyataan pailit.

penggugat untuk mengajukan Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP atas objek perkara

Ciri-ciri yang digunakan untuk mengetahui

meskipun dalam Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/ bahwa putusan hakim itu bersifat condemnatoir PN-RAP sudah dinyatakan bahwa para penggugat adalah apabila rumusan amar putusannya merupakan pemegang alas hak yang sah atas berisi perintah untuk menghukum pihak yang objek perkara akan tetapi oleh karena putusan kalah. Rumusan amar putusan yang bersifat tersebut bersifat declaratoir tanpa ada amar condemnatoir umumnya dirumuskan dengan yang bersifat condemnatoir sehingga sulit untuk menghukum/memerintahkan pihak yang kalah melaksanakan putusan tersebut.

untuk menyerahkan suatu barang, menghukum/ memerintahkan pengosongan sebidang tanah

Sesuai dengan bunyi Pasal 185 HIR/196 atau rumah, menghukum/memerintahkan untuk

Rbg maka dikenal dua jenis putusan hakim, melakukan suatu perbuatan tertentu, menghukum/

yaitu putusan akhir dan bukan putusan akhir. memerintahkan penghentian suatu perbuatan atau

Berdasarkan ketentuan Pasal 185 ayat (1) HIR/196 keadaan, serta menghukum/merintahkan untuk

Rbg ayat (1) Rbg dan dihubungkan dengan

membayar sejumlah uang.

Pasal 196 HIR/207 Rbg, putusan akhir, terdiri dari putusan condemnatoir, putusan constitutif,

dan putusan declaratoir. Putusan condemnatoir

2. Diajukan Oleh dan Terhadap Pihak-

Pihak yang Sama

adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.

Unsur kedua yang harus dipenuhi untuk

Putusan yang rumusan amar putusannya berisi menyebutkan perkara yang sama adalah gugatan perintah untuk menghukum pihak yang kalah dan harus diajukan oleh dan terhadap pihak-pihak pada dasarnya melahirkan kekuatan eksekutorial yang sama. Dalam perkara perdata, pihak yang dan dapat dilaksanakan.

tercantum dalam gugatan adalah penggugat dan tergugat. Secara teoretis, pihak dalam perkara

Putusan declaratoir, yaitu putusan yang itu terdiri dari pihak materiil dan pihak formal.

isinya bersifat menerangkan atau menyatakan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

Pihak materiil adalah pihak yang mempunyai seharusnya menggugat seluruh anggota KTPHS kepentingan secara langsung dalam perkara, serta gugatan mengenai penguasaan lahan para sedangkan pihak formal adalah pihak yang penggugat sedangkan secara faktual tergugat SS beracara di pengadilan, penggugat dan tergugat dan MS tidak ikut menguasai objek gugatan. merupakan pihak-pihak yang berkepentingan

Hakim mendasarkan putusannya pada langsung dan sekaligus menjadi pihak yang

Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP di mana beracara di pengadilan. Penggugat dan tergugat

pada saat itu yang menjadi pihak penggugat bertindak untuk kepentingan dan atas namanya

adalah KTPHS yang mempunyai anggota sendiri.

sebanyak 2.040 jiwa dalam mengajukan gugatan Disebutkan dalam pertimbangan hukum diwakili oleh SS (ketua) dan MS (sekretaris), dan hakim bahwa gugatan dalam Putusan Nomor PT SC dan PT PPP sebagai tergugat I dan tergugat 65/PDT.G/2013/PN-RAP, berkaitan erat dengan

II yang juga mengajukan eksepsi yang pada

Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP, pokoknya sama dengan eksepsi yang diajukan karena dalam perkara sebelumnya yang sudah oleh kuasa tergugat SS dan MS yaitu menolak berkekuatan hukum tetap, diajukan oleh dan eksepsi para tergugat yang dikuatkan oleh majelis terhadap pihak yang sama.

hakim Putusan Nomor 309/PDT/2010/PT-MDN dan selanjutnya majelis hakim yang menangani

Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP Putusan Nomor 2207 K/PDT/2011 yang pada

diajukan oleh KTPHS yang mempunyai anggota pokoknya sependapat dengan majelis hakim

sebanyak 2.040 jiwa sebagai penggugat yang

yang menolak eksepsi tersebut.

dalam mengajukan gugatan diwakili oleh SS dan MS, sebagai ketua dan sekretaris KTPHS

Hal ini berarti, antara Putusan Nomor 65/

terhadap tergugat I dan tergugat II yaitu PT SC PDT.G/2013/PN-RAP, dengan Putusan Nomor 8/ dan PT PPP. Sedangkan Putusan Nomor 65/ PDT.G/2009/PN-RAP mempunyai subjek perkara PDT.G/2013/PN-RAP yang diajukan oleh PT SC yang sama atau diajukan oleh dan terhadap pihak dan PT PPP, sebagai penggugat I dan penggugat yang sama, meskipun dalam posisi yang berbeda,

II terhadap KTPHS yang mempunyai anggota yaitu pada Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN- sebanyak 2.040 jiwa yang diwakili oleh SS dan RAP, para penggugat menjadi tergugat dalam MS sebagai tergugat.

Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP, dan sebaliknya.

Pertimbangan hakim terhadap eksepsi kuasa hukum tergugat yang mengatakan, bahwa

gugatan penggugat mengandung kurang pihak 3. Dalam Hubungan yang Sama

( plurium litis consortium) dan gugatan penggugat Syarat ketiga yang harus dipenuhi untuk

keliru dalam menentukan pihak yang digugat menentukan perkara yang sama menurut Pasal ( error in persona) oleh karena penggugat hanya 1917 ayat (1) KUHPerdata adalah perkara menggugat SS dan MS, masing-masing ketua dan yang diajukan dalam hubungan yang sama. sekretaris KTPHS. Padahal KTPHS merupakan Menurut hukum acara perdata, dasar lahirnya kumpulan anggota yang berjumlah 2.040 jiwa perkara perdata adalah adanya kepentingan yang dengan status belum berbadan hukum sehingga dilanggar sebagaimana disebutkan dalam asas

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP timbul karena PT SC (penggugat I) dan PT PPP (penggugat II),

Perkataan ‘merasa’ dan ‘dirasa’ mempunyai juga merasa mempunyai kepentingan/hak atas

arti belum tentu bersungguh-sungguh telah tanah terperkara berdasarkan Sertifikat Hak Guna melanggar hak penggugat. Tuntutan hak menurut

Usaha Nomor 1/Desa Padang Halaban tanggal Pasal 118 ayat (1) HIR/Pasal 124 ayat (1) Rbg

21 Oktober 2005 dan Sertifikat HGU Nomor 43/ adalah tuntutan perdata yang mengandung Desa Panigoran yang terdaftar atas nama PT SC

sengketa lazim disebut gugatan. Mahkamah serta Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 2/ Desa Agung dalam putusannya tanggal 7 Juli 1971

Panigoran terdaftar atas nama PT PPP sehingga Nomor 294 K/Sip/1971, mensyaratkan agar

mengajukan tuntutan hak atas objek perkara tuntutan hak harus diajukan oleh orang yang

dengan perbuatan melawan hukum.

mempunyai hubungan hukum. Demikian jelas bahwa antara Putusan

Hubungan hukum ( rechtsbetrekkingen) Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP, dengan Putusan

adalah hubungan antara dua subjek hukum Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP mempunyai

atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu hubungan yang sama, yakni hubungan antara

pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pengugat dan tergugat sama-sama merasa

pihak yang lain. Hubungan hukum dapat terjadi berhak atas objek perkara. Jika dihubungkan

antara sesama subjek hukum dan antara subjek dengan dasar/dalil untuk mengajukan gugatan

hukum dengan benda. Hubungan antara sesama antara Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-

subjek hukum dapat terjadi antara seseorang RAP, dengan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/

dengan seorang lainnya, antara seseorang PN-RAP pada prinsipnya adalah sama, yaitu

dengan suatu badan hukum, dan antara suatu sama-sama merasa berkepentingan atas objek

badan hukum dengan badan hukum lainnya. Jadi perkara, sehingga tindakan mengajukan perkara

jelas antara kedua belah pihak yang beperkara sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan

harus mempunyai hubungan hukum, karena hukum hakim itu semua karena pihak-pihak

sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (1)

merasa haknya dilanggar.

HIR/Pasal 124 ayat (1) Rbg, maka orang yang merasa haknya dilanggar atau dirugikan tersebut

B. Pertimbangan Hukum

dapat mengajukan tuntutan kepada orang yang dianggap melanggar hak tersebut ke pengadilan.

Analisis terhadap Putusan Nomor 65/ PDT.G/2013/PN-RAP untuk mengetahui adanya

Diperhatikan dari pertimbangan hakim unsur tuntutan yang sama dengan Putusan Nomor

dalam Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN- 8/PDT.G/2009/PN-RAP berdasarkan ketentuan

RAP, maka dasar timbulnya Putusan Nomor 8/ Pasal 1917 ayat (2) KUHPerdata, menyimpulkan

PDT.G/2009/PN-RAP, adalah karena penggugat bahwa antara kedua perkara tersebut meskipun

yaitu KTPHS yang diwakili oleh SS (ketua)

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

65/PDT.G/2013/PN-RAP menjadikan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN-RAP, sebagai salah

Dasar tujuan dari asas s imilia similibus satu alat bukti yang dipertimbangkan dan dinilai

adalah untuk menciptakan kepastian hukum, oleh hakim sebagai peristiwa yang benar-benar

oleh karena apabila perkara yang sama diputus terjadi untuk menetapkan adanya perbuatan

berbeda, maka akan timbul ketidakpastian dalam

melawan hukum.

masyarakat yang dapat memicu timbulnya kekacauan dalam masyarakat. Unsur kepastian

Putusan hakim merupakan hukum dan

hukum memberi jaminan bahwa hukum itu harus sumber hukum, maka beralasan bagi hakim dijalankan sesuai dengan bunyinya sehingga untuk mendasarkan putusannya pada putusan tercipta kepastian hukum. Meskipun di satu pihak yang terdahulu meskipun sistem peradilan akan merasa sangat dirugikan tetapi hukum harus Indenesia tidak menganut asas the binding force dilaksanakan, sebagaimana bunyi asas yang of precedent atau stare decisis et quita non mengatakan lex dura set tamen scripta, artinya movere, tetapi terikatnya hakim pada putusan hukum itu kejam tetapi begitulah bunyinya.

yang terdahulu itu karena asas the persuasive force of precedent yaitu karena putusan yang

Konteks pencapaian kepastian hukum diikuti atau yang mengikatnya itu meyakinkan

dalam hukum adalah merupakan tugas hukum

hakim untuk diikuti .

yang utama di samping keadilan. Kepastian hukum tidaklah berarti bahwa untuk seluruh

Putusan hakim sebagai penetapan kaidah wilayah suatu negara berlaku hanya satu peraturan. hukum dapat dijadikan sebagai pedoman Unsur kepastian hukum, lebih diarahkan kepada ( landmark decision) bagi hakim lain untuk penerapan hukum terhadap setiap pencari memutus perkara yang serupa dengan yang keadilan atas suatu peristiwa konkret dan putusan diputus oleh putusan tersebut di kemudian hari. hakim tersebut dapat dilaksanakan.

Sebagai hukum, maka hakim juga menentukan adanya perbuatan melawan hukum sesuai

Dikaitkan dengan Pasal 1916 ayat (2) dengan unsur yang terdapat pada Pasal 1365 KUHPerdata, bahwa putusan hakim merupakan KUHPerdata, yaitu adanya perbuatan melanggar persangkaan bahwa isinya benar ( res judicata hukum, yaitu perbuatan yang melanggar hak

proveritate habetur), maka apa yang diputus yang sudah ditentukan dalam Putusan Nomor 8/

oleh hakim harus dianggap benar. Putusan hakim PDT.G/2009/PN-RAP selain unsur yang sudah dituangkan dan dibuat dalam bentuk akta autentik dibuktikan adanya kesalahan, ada kerugian, dan mempunyai arti sebagai alat bukti. Dengan ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan demikian, suatu putusan hakim mempunyai

kesalahan tersebut.

kekuatan pembuktian, dalam arti peristiwa

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

Pasal 1365 KUHPerdata menentukan segera mengosongkan dan meninggalkan objek bahwa dalam satu gugatan perbuatan melawan perkara. hukum, penggugat harus mampu membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum,

IV. KESIMPULAN

yaitu adanya suatu perbuatan yaitu perbuatan melanggar hukum, adanya kesalahan, adanya

Berdasarkan analisis permasalahan yang

kerugian dan antara kerugian dan kesalahan diajukan, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai mempunyai hubungan sebab akibat.

berikut:

1. Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP surat merupakan alat bukti yang sempurna dalam

Sesuai dengan Pasal 164 HIR/284 Rbg, maka

dengan Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN- perkara perdata. Dalam pertimbangan hukumnya,

RAP, diajukan oleh dan terhadap pihak- hakim berpendapat bahwa pembuktian adanya

pihak yang sama, dan hubungan yang sama perbuatan melawan hukum didasarkan pada

atas objek yang sama pula, namun alasan/ putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum

dalil gugatan yang berbeda sehingga antara tetap yang sudah diputus dalam Putusan Nomor

keduanya tidak melanggar asas ne bis in 8/PDT.G/2009/PN-RAP, yang menentukan

idem yang terkandung dalam Pasal 1917 bahwa PT SC dan PT PPP sebagai tergugat dan

KUHPerdata . dalam Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP 2. Pertimbangan hukum yang diberikan oleh

sebagai penggugat merupakan pemegang hak hakim atas Putusan Nomor 65/PDT.G/2013/ yang sah atas tanah yang diperkarakan.

PN-RAP sehingga mendasarkan putusannya Unsur kesalahan, dalam perbuatan

kepada Putusan Nomor 8/PDT.G/2009/PN- melawan hukum dengan menyebutkan karena

RAP yang sudah berkekuatan hukum yang salahnya membawa kerugian pada orang lain,

tetap dalam menetapkan adanya unsur harus menimbulkan kerugian pada orang lain.

perbuatan melanggar hukum adalah asas Kesalahan dalam kasus ini diartikan perbuatan

s imilia similibus dan asas litis finiri opertet KTPHS melakukan penguasaan terhadap objek

yang seharusnya tercantum dalam Putusan perkara dengan sengaja sehingga menimbulkan

Nomor 65/PDT.G/2013/PN-RAP. kerugian pada PT SC dan PT PPP. Dalam hal

tuntutan ganti rugi yang diajukan akibat terjadinya perbuatan melawan hukum, dalam perkara ini, hakim memutuskan untuk membayar ganti rugi

DAFTAR ACUAN

dalam bentuk uang. Butarbutar, E. N. (2012). Hukum harta kekayaan, Sesuai dengan perkembangan menurut sistematika KIHPerdata dan

yurisprudensi tentang tuntutan ganti rugi, hakim perkembangannya. Cetakan Kesatu. Bandung: juga menyatakan si tergugat perbuatan melawan

PT Refika.

hukum dan memerintahkan untuk melakukan/ ________________. (2016). Hukum pembuktian, tidak melakukan perbuatan tertentu, yaitu analisis terhadap kemandirian hakim sebagai

membongkar bangunan, mencabut tanaman dan penegak hukum dalam proses pembuktian.

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 23 - 39

Edisi pertama . Bandung: CV Nuansa Aulia. Djojodirdjo, M. (1979) . Perbuatan melawan hukum.

Jakarta: Pradnya Paramita. Fajar, M., & Achmad, Y. (2015). Dualisme penelitian

hukum normatif & empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fence, W. (2011). Peranan hakim dalam mewujudkan kepastian hukum, keadilan &kemanfaatan di peradilan perdata . Disertasi. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Hartono, S. S. (1992). Penuntut dalam mempelajari hukum perdata Belanda. Jakarta: Bagian Umum, Dian Rakyat.

Marzuki, P. M. (2014). Penelitian hukum. Jakarta: Prenamedia Group.

Mertokusumo, S. (2007). Penemuan hukum sebuah pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Radbruch, G. (1973). Rechtsphilosophie. Stuttgart: K.F. Koehler.

Samosir, D. (2011). Hukum acara perdata, tahap- tahap penyelesaian perkara perdata. Edisi

Pertama. Bandung: CV Nuansa Aulia. Schermerhorn, J. R., Hunt, J. G., & Osborn, R. N.

(1994). Managing organizational behavior. Fith Edition. New York: John Wiley & Sons Inc.

Soekanto, S. (2012). Pengantar penelitian hukum. Jakarta: UI Press.

Subekti, R. (2007). Hukum pembuktian. Cetakan Keenambelas. Jakarta: Pradnya Paramita.

Suhardin, Y., & Siahaan, R. H. (2015). Pengaruh budaya sistem hukum asing terhadap negara hukum kesejahteraan Indonesia. Medan:

Sofmedia.

Asas Ne Bis In Idem dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Elisabeth Nurhaini Butarbutar)

| 39