THE IMPLEMENTATION OF ULTIMUM REMEDIUM PRINCIPLE IN CRIMINAL CASE OF CORRUPTION

PENERAPAN PRINSIP ULTIMUM REMEDIUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Kajian Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011

THE IMPLEMENTATION OF ULTIMUM REMEDIUM PRINCIPLE IN CRIMINAL CASE OF CORRUPTION

Mas Putra Zenno Januarsyah

Sekolah Tinggi Hukum Bandung Jl. Cihampelas No. 8 Bandung 40116 E-mail: putrazenno@gmail.com

An Analysis of Court Decision Number 2149 K/PID.SUS/2011

Naskah diterima: 12 Oktober 2017; revisi: 3 November 2017; disetujui 18 Desember 2017 http://dx.doi.org/10.29123/jy.v10i3.266

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

can be reached through other channels such as civil law or administrative law, it should be taken prior to operationalize criminal law.

Keywords: ultimum remedium, corruption, state-owned enterprise.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi di Indonesia, dapat dinobatkan sebagai “biang kemudaratan” yang dapat meluluhlantakkan hampir semua bidang kehidupan, seperti ekonomi, politik, hukum (peradilan), sosial, budaya, kesehatan, pertanian, dan hankam, bahkan kehidupan beragama yang selama ini dianggap sebuah zona sakral dan sarat dengan nuansa moral dan agamis, ternyata bersarang pula perilaku “amoral.” Dampaknya, sangat besar dan meluas, mulai dari kerugian yang diderita oleh negara sampai pada fenomena meluasnya kemiskinan secara struktural di dalam masyarakat. Akibatnya, korupsi melahirkan berbagai tragedi alami, kemasyarakatan, dan juga kemanusiaan (Widiada, 2012: 190).

Gambaran terjadinya praktik korupsi di Indonesia setidaknya tercermin dalam indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparancy International Indonesia (TII, 2016). Survei yang dilakukan menunjukkan skor Indonesia adalah (37) belum mengalami

kenaikan signifikan sampai dengan tahun 2016. Hasil itu tentu saja tidak menggembirakan,

jika dibandingkan dengan negara-negara yang dipersepsikan bersih dari praktik korupsi, seperti Denmark (90), Finlandia (89), Swedia 88, Switzerland (86), dan Singapura (85). Pada tataran internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan

dan stabilitas negara. Tindak pidana yang bersifat sistemik dan meluas ini, pada gilirannya dapat merugikan dan menghambat program pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan PBB. Oleh karena itu, korupsi harus dicegah dan diberantas secara komprehensif, sistematis, dan berkesinambungan, baik pada tataran nasional maupun internasional (Ismail, 2007: 114).

Dekade ini saja korupsi di Indonesia masih merupakan isu sentral dalam penegakan hukum, hal tersebut ditandai dengan meningkatnya perkara tindak pidana korupsi yang diajukan ke pengadilan atas dasar adanya kerugian keuangan negara (Soeriaatmadja, 2013: 90). Dalam ketentuan tindak pidana korupsi, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi salah satu unsur yang harus terpenuhi yaitu adanya kerugian keuangan negara, namun yang menjadi persoalan adalah ketika unsur kerugian keuangan negara tersebut menjadi dasar dapat dipidananya perbuatan suatu korporasiatau seseorang pada lingkup korporasi dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) persero.

Pencantuman unsur merugikan keuangan negara dalam perumusan tindak pidana korupsi akan membawa akibat hukum tertentu dalam bidang hukum pembuktian. Selama ini, fakta konkret yang didakwakan oleh penuntut umum dan sejauh mana fakta tersebut terungkap hingga dapat dijadikan bukti dalam sidang pengadilan bahwa perbuatan seseorang termasuk merugikan keuangan negara tidak membedakan atas dua Pencantuman unsur merugikan keuangan negara dalam perumusan tindak pidana korupsi akan membawa akibat hukum tertentu dalam bidang hukum pembuktian. Selama ini, fakta konkret yang didakwakan oleh penuntut umum dan sejauh mana fakta tersebut terungkap hingga dapat dijadikan bukti dalam sidang pengadilan bahwa perbuatan seseorang termasuk merugikan keuangan negara tidak membedakan atas dua

dianggap sebagai keuangan negara atau keuangan daerah. Definisi ini mengakibatkan pertentangan

Fenomena ini merupakan awal mula antara dua undang-undang yang mengartikan

kekisruhan hukum yang tidak membedakan pengertian keuangan negara dan keuangan

secara prinsip dan konsekuen antara hukum

BUMN.

publik dan hukum privat.Tentulah keadaan seperti ini menimbulkan problematika tersendiri,

Perbedaan pendapat secara diametral sebab pengaturan tentang status keuangan mengenai keuangan negara dan keuangan BUMN negara di lingkungan BUMN persero yang tersebut nyatanya menyebabkan ketidakajekan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 penegakan hukum in concreto terhadap penerapan Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang- unsur kerugian keuangan negara dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 lingkungan BUMN persero. Sebagaimana dapat tentang Perseroan Terbatas menunjukkan adanya ditemui dalam Putusan Nomor 14 K/PID/2006

perbedaan yang sangat signifikan tentang klaim dan Nomor 1764 K/PID.SUS/2009 di mana kedua kepemilikan, pengelolaan, dan pengawasan putusan tersebut menjatuhkan pidana terhadap

(audit) keuangan di lingkungan BUMN persero. direksi dari suatu BUMN persero. Negara, pada satu sisi ingin menyelamatkan

Penulis tertarik untuk mengangkat judul keuangan negara di lingkungan BUMN persero

dimaksud pada jurnal ini dikarenakan adanya dari penyelewengan dan penyalahgunaan di

Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 yang dalam pengelolaannya tetapi pada sisi lain BUMN

duduk perkaranya berawal dari keterlibatan salah persero dihadapkan pada upaya untuk semakin

seorang direksi yaitu direktur teknik PT PKT memajukan kiprahnya melalui mekanisme

dalam pengadaan rotor gas turbin generator. BUMN yang sehat, sejalan dengan prinsip good

Perkara ini pun ternyata tidak hanya melibatkan corporate governance. seorang direktur teknik saja melainkan juga

Kontroversi pendapat tentang keuangan melibatkan antara lain direktur utama dan ketua negara dan keuangan BUMN/BUMD persero panitia lelang perusahaan tersebut yang didakwa ini muncul secara diametral ketika Pasal 2 oleh jaksa penuntut umum secara terpisah. huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

Direktur teknik dalam perkara ini didakwa mengatakan: “keuangan negara yang dimaksud

jaksa dalam dakwaan primer melanggar Pasal 2 dalam Pasal 1 angka 1, meliputi kekayaan negara/

ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan daerah yang dikelola sendiri atau oleh atau pihak

Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang,

KUHP dan dakwaan subsider melanggar Pasal serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan

3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) perusahaan negara/daerah.”

ke-1 KUHP. Jaksa penuntut umum menjelaskan Mengacu pada rumusan Pasal 2 huruf pada pokoknya dalam surat dakwaan bahwa

g tersebut jelas menunjukkan bahwa kekayaan telah terjadi kerugian keuangan negara karena

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

2003 sehingga segala sesuatu kembali SJU untuk keperluan PT KDM karena rotor gas

pada keputusan direksi yang boleh jadi turbin generatornya rusak. Selain itu, terdapat

dipertanggungjawabkan pada RUPS; juga penyalahgunaan kewenangan yang terjadi

3. BPKP tidak memeriksa PT S karena PT disebabkan oleh pengadaan yang dilakukan KDM sudah berbadan hukum dengan menyimpang dari standar operasional prosedur keuangan tersendiri dan yang wajib yang ada dalam P-DAN-01 Tahun 2004. memeriksa keuangan PT KDM bukan

Perkara a quo diputus oleh judex factie BPKP tetapi adalah akuntan publik; dangan Putusan Nomor 131/PID.B/2010/PN.Btg

4. Ruang lingkup perusahaan tidak tercakup yang menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti

dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun tindak pidana sebagaimana dakwaan primer dan

2001 tetapi tercakup dalam Undang- dakwaan subsider. Atas putusan tersebut, jaksa

Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 penuntut umum mengajukan kasasi, akan tetapi

Tahun 2007;

Mahkamah Agung tetap berpandangan bahwa alasan-alasan kasasi dari jaksa penuntut umum 5. Dengan demikian perkara a quo tidak tidak dapat dibenarkan. Mahkamah Agung dalam

tercatat dalam hukum pidana tetapi dalam kasus yang melibatkan direktur teknik PT PKT

hukum ekonomi di mana perusahaan memutus lepas dari segala tuntutan hukum,

dianggap rugi setelah ada RUPS tahunan dengan pertimbangan hukum, antara lain:

memutuskan perusahaan rugi dan bagi yang merasa dirugikan dapat menuntut tindakan

1. Ternyata meskipun dari fakta hukum sebagai akibat tindakan direksi/komisaris

terbukti PT PKT membeli rotor dari CV SJU

perseroan terbatas; dan

dan tidak melalui PT IIS sehingga terjadi kemahalan harga sebesar US$1.484.000 6. Tindakan terdakwa berakibat kemahalan tetapi menguntungkan CV SJU tersebut

pembelian dari CV SJU sebesar bukan dalam arti terlingkup Undang-

US$1.484.000 sebagai keuangan Undang Tindak Pidana Korupsi tetapi

perusahaan bila ditetapkan RUPS tahunan kerugian perusahaan yang seharusnya

dan bukan dalam lingkup tindak pidana diperhitungkan dalam RUPS tahunan yang

tetapi dalam lingkup hukum ekonomi memengaruhi kredibilitas pemegang saham

keperdataan.

pada pimpinan/direksi perusahaan; Menarik untuk menelisik lebih jauh

2. BPKP melakukan perhitungan PT KDM mengenai Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 bukan berdasar kewenangan, tetapi berupa tersebut yang sejalan dengan fungsi hukum bantuan, karena PT PKT sebagai anak PT pidana sebagai ultimum remedium yang memiliki P status haknya bukan BUMN sehingga pemaknaan bahwa apabila suatu perkara dapat keuangannya bukan merupakan keuangan ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata negara dan tidak tunduk pada pengadaan ataupun hukum administrasi hendaklah jalur

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

menerapkan fungsi hukum pidana sebagai sebagai ultimum remedium dapat dikatakan tepat

ultimum remedium.

karena penegakan hukum pidana terhadap BUMN

persero harus mempertimbangkan konteks situasi D, Tinjuan Pustaka ekonomi dan sosial dari eksistensinya dalam 1. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

kehidupan masyarakat (Atmasasmita, 2013: 137).

Pengertian atau asal kata korupsi menurut Andreae, korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus, dan dalam bahasa

B. Rumusan Masalah

Latin yang lebih tua dipakai istilah corrumpere. Merujuk pada latar belakang di atas, Dari bahasa Latin itulah turun ke berbagai permasalahannya yang dapat dirumuskan dalam bahasa bangsa-bangsa di Eropa, seperti Inggris penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan (corruption, corrupt); Perancis (corruption); prinsip ultimum remedium dalam Putusan Nomor dan Belanda (corruptie atau korruptie), yang 2149 K/PID.SUS/2011?

kemudian turun ke dalam bahasa Indonesia menjadi korupsi. Arti harfiah dari kata itu ialah

C. Tujuan dan Kegunaan

kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah kesucian (Hamzah, 2006: 17). untuk mengetahui dan menganalisis penerapan prinsip ultimum remedium dalam Putusan Nomor

Definisi tentang korupsi dapat dipandang 2149 K/PID.SUS/2011. Sedangkan kegunaan dari berbagai aspek bergantung pada disiplin ilmu

dari penelitian ini adalah: yang dipergunakan, sebagaimana dikemukakan oleh Benveniste, korupsi didefinisikan menjadi

1. Kegunaan teoritis, yakni sebagai sumbangan empat jenis, yaitu: pemikiran di bidang pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum

1. Discretionary corruption, ialah korupsi pidana khususnya, yang terkait dengan

yang dilakukan karena adanya kebebasan penerapan fungsi hukum pidana sebagai

dalam menentukan kebijaksanaan, ultimum remedium dalam Putusan Nomor

sekalipun nampaknya bersifat sah, 2149 K/PID.SUS/2011

bukanlah praktik-praktik yang diterima oleh para anggota organisasi;

2. Kegunaan praktis, yakni diharapkan penelitian ini juga dapat memperluas dan

2. Illegal corruption, ialah suatu jenis tindakan meningkatkan khazanah pengetahuan

yang bermaksud mengacaukan bahasa atau penulis dalam hal yang berkaitan dengan

maksud-maksud hukum, peraturan, dan karya ilmiah, serta mempunyai nilai

regulasi tertentu;

kemanfaatan untuk kepentingan penegakan

3. Mercenary corruption, ialah jenis tindak hukum pada peradilan pidana khususnya

pidana korupsi yang dimaksud untuk hakim sehingga dapat dijadikan masukan

memperoleh keuntungan pribadi, melalui

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak

4. Ideological corruption, ialah jenis berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

korupsi ilegal maupun discretionary yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal

dimaksudkan untuk mengejar tujuan

5 ayat (1) huruf a).

kelompok (Suyatno, 2005: 17).

6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri Jika mengacu pada Undang-Undang

atau penyelenggara negara karena Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat

atau berhubung dengan sesuatu yang diketahui secara yuridis bahwa pengertian

bertentangan dengan kewajibannya korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan

dilakukan atau tidak dilakukan dalam yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan

jabatannya (Pasal 5 ayat (2) huruf b). keuangan negara atau perekonomian negara saja,

tetapi memenuhi rumusan delik yang merugikan

7. Memberikan atau menjanjikan sesuatu masyarakat atau orang perseorangan sebagai

kepada hakim dengan maksud untuk berikut:

memengaruhi putusan perkara yang diserahkan padanya untuk diadili (Pasal 6

1. Secara melawan hukum memperkaya diri

ayat (1) huruf a).

sendiri atau orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau 8. Pemborong atau ahli bangunan yang pada perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1)).

waktu membuat bangunan atau penjual bangunan yang pada waktu menyerahkan

2. Dengan tujuan menguntungkan diri bahan bangunan melakukan perbuatan

sendiri atau orang lain atau suatu curang yang dapat membahayakan

korporasi, menyalahgunakan kewenangan, keamanan orang atau barang, atau

kesempatan atau sarana yang ada padanya keselamatan negara dalam keadaan perang

karena jabatannya atau kedudukan yang

(Pasal 7 ayat (1) huruf a).

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3).

9. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan

3. Memberi hadiah atau janji kepada pegawai bangunan, sengaja membiarkan perbuatan

negeri dengan mengingat kekuasaan atau curang sebagaimana dimaksud dalam huruf

wewenang yang melekat pada jabatan

a (Pasal 7 ayat (1) huruf b). atau kedudukannya, atau oleh pemberi

hadiah atau janji melekat pada jabatan atau 10. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan kedudukan tersebut (Pasal 4).

barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik

4. Percobaan, pembantuan, pemufakatan jahat Indonesia melakukan perbuatan curang

untuk melakukan tindak pidana korupsi yang dapat membahayakan keselamatan

(Pasal 5). negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat

(1) huruf c).

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

11. Setiap orang yang bertugas menguasai

15. Pegawai negeri atau penyelenggara negara penyerahan barang keperluan Tentara

yang:

Nasional Indonesia atau Kepolisian

a. Dengan maksud menguntungkan Negara Republik Indonesia dengan sengaja

diri sendiri atau orang lain secara membiarkan perbuatan curang sebagaimana

melawan hukum, atau dengan yang dimaksud dalam huruf c (Pasal 7 ayat

menyalahgunakan kekuasaannya (1) huruf d).

memaksa seseorang memberikan

12. Pegawai negeri atau orang lain selain sesuatu, atau menerima pembayaran pegawai negeri yang ditugaskan

dengan potongan atau mengerjakan menjalankan suatu jabatan umum secara

sesuatu bagi dirinya sendiri (Pasal 12 terus-menerus atau sementara waktu, dengan

huruf c).

sengaja menggelapkan uang atau surat

b. Pada waktu menjalankan tugas berharga yang disimpan karena jabatannya,

meminta, menerima, atau memotong atau membiarkan uang atau surat berharga

pembayaran bagi pegawai negeri tersebut diambil atau digelapkan oleh orang

atau penyelenggara yang lain atau lain, atau membantu dalam melakukan

kas umum tersebut mempunyai utang perbuatan tersebut (Pasal 8).

kepadanya, padahal diketahui bahwa

13. Pegawai negeri atau selain pegawai negeri hal tersebut bukan merupakan utang yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan

(Pasal 12 huruf f).

umum secara terus-menerus atau sementara

c. Pada waktu menjalankan tugas waktu, dengan sengaja memalsukan buku-

meminta atau menerima pekerjaan buku atau daftar-daftar yang khusus untuk

atau penyerahan barang seolah- pemeriksaan administrasi (Pasal 9).

olah merupakan utang pada dirinya,

14. Pegawai negeri atau orang lain selain padahal diketahui bahwa hal tersebut pegawai negeri yang diberi tugas

bukan merupakan utang (Pasal 12 menjalankan jabatan umum secara terus-

huruf g).

menerus atau sementara waktu dengan

d. Pada waktu menjalankan tugas sengaja menggelapkan, menghancurkan,

telah menggunakan tanah negara merusakkan, atau membuat tidak dipakai

yang di atasnya terdapat hak barang, akta, surat, atau daftar yang

pakai, seolah-olah sesuai dengan digunakan untuk meyakinkan atau

peraturan perundang-undangan, untuk membuktikan di muka pejabat

telah merugikan orang yang berhak, yang berwenang, yang dikuasai karena

padahal diketahuinya perbuatan jabatannya, atau membiarkan orang

tersebut bertentangan dengan lain menghilangkan, menghancurkan,

peraturan perundang-undangan merusakkan, atau membuat tidak dipakai

(Pasal 12 huruf h).

barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10).

e. Baik langsung maupun tidak

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

bahwa di sana ada korupsi. Satu per satu skandal keuangan di berbagai instansi negara terbongkar.

16. Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau

Di Kementerian Agama, kasus korupsinya wewenang yang melekat pada jabatan atau bahkan telah menyeret mantan orang nomor kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah satunya sebagai tersangka. Daftar instansi atau janji dianggap melekat pada jabatan baru yang dibobol koruptor, daftar tersangka atau kedudukan itu (Pasal 13).

baru, dan daftar modus baru penyalahgunaan kekuasaan, tampaknya akan terus bertambah.

Berdasarkan keseluruhan kelompok delik di PBB dan Bank Dunia bahkan telah ikut ambil

atas, hanya terdapat satu kelompok yang memuat bagian dalam mengungkap aset Soeharto yang

unsur merugikan keuangan negara yaitu yang diduga hasil korupsi, baik melalui rilis maupun

ditetapkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang- penyerahan dokumen data penelitian lembaga

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Konsultasi Risiko Politik dan Ekonomi atau

sedangkan pasal lainnya hanya terkait dengan

PERC (Prajonggo, 2010: 4).

perilaku menyimpang dari penyelenggara negara atau pegawai negeri dan pihak swasta.

Dalam rangka pemberantasan dan penanggulangan korupsi, kebijakan yang harus

Harus kita sadari meningkatnya tindak diambil bukanlah kebijakan yang bersifat

pidana korupsi yang tidak terkendali akan pragmentaris, parsial, dan represif saja tetapi

membawa dampak yang tidak hanya sebatas harus diarahkan pada upaya meniadakan atau

kerugian negara dan perekonomian nasional tetapi menanggulangi dan memperbaiki keseluruhan

juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara. kausa dan kondisi yang menjadi faktor kriminogen

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan

untuk terjadinya korupsi.

pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak- hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak

pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan 2. Kekayaan Negara yang dipisahkan pada

sebagai kejahatan biasa ( ordinary crimes)

BUMN dan Kerugian Keuangan Negara

melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa Dalam menjalankan kegiatan usahanya (extra-ordinary crimes). Sehingga dalam upaya BUMN mendapatkan modal yang berasal

pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan dari kekayaan negara yang dipisahkan. Yang “secara biasa,” tetapi “dituntut cara-cara yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan luar biasa” (extra-ordinary enforcement).

kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan

Korupsi menjadi salah satu masalah besar modal negara pada BUMN untuk selanjutnya

yang dihadapi Indonesia, bahkan telah kronis.

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

Pemerintah.

Pemisahan itu sesuai dengan kedudukannya Hal ini dilakukan dengan tujuan sebagai badan hukum yang harus mempunyai mempermudah memonitor dan penatausahaan kekayaan sendiri terlepas dari kekayaan umum kekayaan negara yang tertanam pada BUMN negara dan dengan demikian dapat dikelola dan perseroan terbatas. Namun demikian, bagi terlepas dari pengaruh Anggaran Pendapatan dan penambahan penyertaan modal negara yang Belanja Negara. Penyertaan modal negara dalam berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN lainnya tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan bersumber dari berikut ini:

Pemerintah, melainkan cukup melalui keputusan RUPS bagi perusahaan perseroan (persero) atau

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. menteri bagi perusahaan umum (perum) dan

Termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan.

Belanja Negara yaitu meliputi pula proyek- proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja

Adanya perbedaan penafsiran tentang

Negara yang dikelola BUMN atau piutang kekayaan negara terkait dengan aset BUMN negara pada BUMN yang dijadikan sebagai antara para ahli hukum dan penegak hukum penyertaan modal negara.

yang terjadi hingga dewasa ini telah membawa implikasi yang tidak sederhana. Di satu sisi, ada

b. Kapitalisasi cadangan, merupakan yang berpendapat aset BUMN itu merupakan

penambahan modal disetor yang berasal penyertaan modal negara sehingga bukan

dari cadangan. merupakan kekayaan negara. Implikasinya

c. Sumber lainnya. Yang dimaksud dengan menjadi rumit dalam kasus-kasus korupsi yang sumber lainnya tersebut antara lain adalah ditimpakan kepada direksi BUMN, karena keuntungan revaluasi aset.

salah satu unsur korupsi adalah kerugian negara (Puslitbang Hukum dan Peradilan MA RI, 2010:

Setiap penyertaan modal negara dalam

rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari APBN ditetapkan

Undang-Undang Keuangan Negara dengan Peraturan Pemerintah. Pemisahan memosisikan BUMN persero termasuk dalam

kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan tataran hukum publik. Pada sisi lain, Pasal modal negara ke dalam modal BUMN hanya

11 Undang-Undang BUMN menyebutkan dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung pengelolaan

BUMN persero dilakukan negara ke dalam modal BUMN tersebut, sehingga berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan Artinya, Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan Peraturan Pemerintah. Demikian juga sesuai dengan asas lex specialis derograt legi setiap dilakukan perubahan penyertaan modal generalis berlaku juga bagi BUMN persero.

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

Dengan demikian, jika terjadi kerugian negara penegak hukum dan aparat negara menggunakan di suatu BUMN persero maka kerugian tersebut ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang bukan merupakan kerugian negara, melainkan Keuangan Negara dan Penjelasan Umum Undang- kerugian perusahaan atau lazim juga disebut Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. risiko bisnis sebagai badan hukum privat.

Karenanya, apabila terjadi kerugian negara, maka ketentuan Undang-Undang Pemberantasan

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dapat diberlakukan pada

BUMN menyatakan bahwa penyertaan negara pengurus BUMN. Berbeda halnya dengan pihak

merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. kedua, yang menginginkan penyempitan definisi Pemahaman pasal adalah pada saat kekayaan

keuangan negara, terutama bagi BUMN. Mereka negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut

terutama menggunakan ketentuan Undnag- bukan lagi masuk dalam ranah hukum publik,

Undang BUMN Pasal 1 ayat (1), ketika kekayaan melainkan masuk ke ranah hukum privat.

negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut Kenyataannya, dalam hal terjadi kerugian bukan lagi masuk ke dalam ranah hukum publik,

pada BUMN persero, para penegak hukum dan melainkan masuk ranah privat. aparat negara berpegang pada Pasal 2 huruf

Telah banyak ahli yang melakukan

g Undang-Undang Keuangan Negara yang pembahasan mengenai hal ini. Manao yang

menyatakan: “Kekayaan negara/kekayaan daerah dikutip oleh Prasetio dalam sebuah tulisannya,

yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa menyatakan bahwa cakupan keuangan negara

uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak- harus sesuai Pasal 2 huruf g Undang-Undang

hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk Keuangan Negara. Pemahaman kedudukan

kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan keuangan negara berdasarkan ketentuan itu

negara/perusahaan daerah.” Para penegak hukum menurutnya, terbatas pada kekayaan yang

juga umumnya berpegang pada penjelasan umum dipisahkan, yaitu sebesar modal yang disetor

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

atau perubahannya.

Korupsi yang menyatakan bahwa “penyertaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan

Apabila pemerintah memegang saham negara,” sifatnya tetap berada di wilayah hukum 50% maka penyertaannya hanya sebesar 50%. publik. Dengan demikian, secara umum dapat Maka, aset BUMN tidak identik dengan aset

dikatakan ada dua pendapat tentang definisi negara. Pemahaman yang keliru terjadi saat keuangan negara terkait dengan kekayaan atau keuangan negara ditafsirkan sebagai seluruh

aset BUMN. aset BUMN/BUMD merupakan aset pemerintah. Jika demikian, berarti seluruh piutang maupun

Sahetapy dalam Badan Pemeriksa utang BUMN/BUMD juga piutang pemerintah

Keuangan (BPK, 2012) membaginya sebagai dan mestinya seluruh utang BUMN/BUMD

berikut: pihak pertama adalah yang pro adalah utang pemerintah. Padahal, ketika suatu perluasan definisi keuangan negara berpegang

bagian kekayaan negara masuk pada BUMN/ pada ketentuan Undang-Undang Pemberantasan

BUMD maka bagian kekayaan pemerintah yang Tindak Pidana Korupsi. Mereka berpendapat

disertakan di dalamnya tunduk pada ketentuan apabila terjadi kerugian pada BUMN persero,

rezim korporasi (Prasetio, 2014: 185).

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

3. Ultimum Remedium dalam Hukum Sebagai hukum yang tidak mempunyai norma

Pidana

sendiri, yang normanya sudah diatur oleh bidang hukum lain, seperti perdata, dan lain sebagainya

Perkataan ultimum remedium ini pertama (Elrick, 1995: 223). Van de Bunt mengemukakan

kali dipergunakan oleh Menteri Kehakiman bahwa hukum pidana sebagai ultimum remedium

Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawab

memiliki tiga makna, yaitu:

pertanyaan Mr. Mackay seorang parlemen Belanda mengenai dasar hukum perlunya suatu a, Penerapan hukum pidana hanya terhadap penjatuhan hukuman bagi seseorang yang telah

orang yang melanggar hukum secara etis melakukan suatu pelanggaran hukum.

sangat berat. Atas pertanyaan tersebut Modderman b. Hukum pidana sebagai ultimum remedium

menyatakan: “… bahwa yang dapat dihukum itu karena sanksi hukum pidana lebih berat dan pertama-tama adalah pelanggaran-pelanggaran

lebih keras daripada sanksi bidang hukum hukum. Ini merupakan suatu condition sine qua

lain, bahkan sering membawa dampak non (syarat yang tidak boleh tidak ada). Kedua,

sampingan, maka hendaknya diterapkan yang dapat dihukum itu adalah pelanggaran-

jika sanksi bidang hukum lain tidak mampu pelanggaran hukum yang menurut pengalaman

menyelesaikan masalah pelanggaran tidaklah dapat ditiadakan dengan cara-cara lain.

hukum (obat terakhir).

Hukuman itu hendaknya merupakan suatu upaya

c. Hukum pidana sebagai ultimum remedium terakhir (ultimum remedium). Memang terhadap

karena pejabat administrasilah yang lebih setiap ancaman pidana ada keberatannya. Setiap

dulu mengetahui terjadinya pelanggaran. orang yang berpikiran sehat akan mengerti hal

Jadi merekalah yang diprioritaskan untuk tersebut tanpa penjelasan lebih lanjut. Ini tidak

mengambil langkah-langkah dan tindakan berarti bahwa ancaman pidana akan ditiadakan,

daripada penegak hukum pidana. tetapi selalu harus mempertimbangkan

keuntungan dan kerugian ancaman pidana benar- Sementara itu Bemmelen sependapat benar menjadi upaya penyembuh serta harus dengan Enshede yang mengemukakan bahwa

menjaga jangan sampai membuat penyakitnya pidana dan proses pidana itu sendiri hanya menjadi lebih parah (Syahrin dalam Machmud, sebagai kekecualian untuk menutup kerugian 2012: 264).

yang terjadi. Dalil remedium harus dipandang tidak semata-mata sebagai sarana untuk perbaikan

Hamzah sependapat dengan pendapat yang pelanggaran hukum yang dilakukan atau sebagai

menyatakan bahwa tidak semua masalah rumit pengganti kerugian, akan tetapi sebagai sarana

di dalam masyarakat kita ini harus diserahkan menenangkan kerusuhan yang timbul dalam

kepada hukum pidana untuk memecahkannya. masyarakat, karena jika pelanggaran hukum

Biarkanlah bidang hukum lain yang memecahkan dibiarkan saja akan terjadi tindakan sewenang-

lebih dahulu (ultimum remedium), jika hukum wenang. Oleh karena itu, penggunaan hukum

pidana hanya dilihat sebagai hukum sanksi pidana harus dijadikan sarana terakhir (ultimum

istimewa yaitu sanksi pidana penjara saja (karena remedium) dan harus dibatasi penggunaannya

hukum pidana bukan hanya penjara saja).

(Bemmelen, 1984: 13-16).

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

Demikian pula secara umum dikatakan bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi. oleh Arief (2003: 88) bahwa secara umum hukum

Kemudian Zevenbergen menuturkan pula pidana mempunyai keterbatasan/kelemahan

ketika membahas tentang tujuan pemidanaan, sebagai sebagai sarana untuk penanggulangan

maka dia berkesimpulan bahwa pada hakikatnya kejahatan karena:

pidana itu hanya suatu ultimum remedium suatu

1. Sebab-sebab terjadinya kejahatan sangat jalan terakhir yang boleh dipakai jika tiada lagi

kompleks dan berada di luar jangkauan jalan lain (Sastrawidjaja, 1995: 31). Pendapat hukum pidana.

yang dikemukakan Zevenbergen tersebut tentunya berkelindan dengan penerapan fungsi

2. Hukum pidana hanya merupakan bagian hukum pidana sebagai ultimum remedium dalam

kecil (subsistem) dari sarana kontrol sosial tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan

yang tidak mungkin mengatasi masalah BUMN persero sebagaimana terdapat pada

kejahatan sebagai masalah kemanusiaan Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011,

dan kemasyarakatan yang sangat kompleks yang mana apabila terjadi suatu kerugian

(sebagai masalah sosiopsikologis, keuangan dalam pengelolaan BUMN persero

sosiopolitik, sosioekonomi, sosiokultural, penyelesaiannya tidak serta merta mengacu

dan sebagainya). pada unsur merugikan keuangan negara dalam

3. Penggunaan hukum pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

menanggulangi kejahatan hanya merupakan Korupsi, akan tetapi terlebih dahulu dilakukan kurieren am symptom (penanggulangan/ upaya penyelesaiannya melalui hukum perdata, pengobatan gejala), oleh karena itu hukum yaitu menggunakan mekanisme Undang- pidana hanya merupakan “pengobatan Undang Perseroan Terbatas dan juga melalui simptomatik” dan bukan “pengobatan hukum keuangan negara dengan menggunakan kausatif.”

Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang didalam ketentuannya mengatur perihal tata cara

4. Sanksi hukum pidana merupakan

penyelesaian kerugian negara.

“remedium” yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal dan mengandung

II. METODE

unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif.

Metode dalam suatu penelitian menjadi hal yang mutlak harus ada, sebagaimana

5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair yang disampaikan oleh Soekanto (2010: 6):

dan individual/personal, tidak bersifat “metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak

struktural/fungsional. harus ada di dalam penelitian dan pengembangan

6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem ilmu pengetahuan.” Demikian juga yang perumusan sanksi pidana yang bersifat disampaikan Ibrahim (2006: 26), terdapat dua kaku dan imperatif.

hal yang sangat penting sebelum melakukan penelitian ilmiah, pertama, menguasai dasar-

7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana dasar ilmu pengetahuan yang akan ditelitinya,

memerlukan sarana pendukung yang lebih

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

perluasan definisi keuangan negara sehingga jika BUMN persero mengalami kerugian, maka

Penelitian yang penulis lakukan adalah identik dengan kerugian keuangan negara

penelitian terhadap Putusan Nomor 2149 K/PID. sebagai salah satu unsur dalam Undang-Undang

SUS/2011 yang diperoleh dari Direktori Putusan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di Mahkamah Agung. Putusan ini diidentifikasi

sisi lain, terdapat pihak yang menginginkan masalah hukum yang terkandung di dalamnya lalu penyempitan definisi keuangan negara sehingga

dilakukan penalaran hukum dan menganalisisnya jika BUMN persero mengalami kerugian maka

untuk dipecahkan melalui kaidah-kaidah hukum kerugian tersebut hanyalah risiko bisnis semata

yang berlaku dan relevan dengan permasalahan dan penyelesaiannya tunduk kepada penyelesaian

hukum yang hendak dipecahkan, sehingga luaran hukum keperdataan khususnya hukum perseroan

dari hasil analisisnya berbentuk preskripsi.Tipe

terbatas.

penelitian yang demikian menurut Marzuki (2016: 60) disebut dengan penelitian yuridis

Kedua pendapat sebagaimana dikatakan normatif.

Sahetapy memang pada gilirannya turut memengaruhi dan mewarnai putusan-putusan

Penulis menganalisis permasalahan hukum perkara tindak pidana korupsi yang terjadi di

yang ada dalam Putusan Nomor 2149 K/PID. lingkungan BUMN persero khususnya pada

SUS/2011 menggunakan dua pendekatan, yaitu: Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 di mana

Pertama, pendekatan perundang-undangan terdakwa dalam kasus pengadaan rotor gas turbin

(statute approach), pendekatan ini dilakukan generator adalah direktur teknik PT PKT, yang

dengan cara menelaah undang-undang dan diangkat berdasarkan Rapat Umum Pemegang

regulasi yang berhubungan dengan permasalahan Saham (RUPS) Luar Biasa. Terdakwa didakwa

hukum yang penulis angkat. Kedua, pendekatan dalam dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat

konseptual (conceptual approach), pendekatan (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan

yang menggunakan pandangan-pandangan dan Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu KUHP serta dakwaan subsider melanggar Pasal

hukum yang membentuk pengertian ilmu hukum,

3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum.

Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP , yang mana dari kebijakan tersebut telah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

mengakibatkan kerugian PT PKT cq. keuangan negara sebesar US$1.484.000.

Telah penulis singgung dalam bagian latar belakang di atas, bahwa adanya ketidakajekan

Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dalam penerapan hukum terkait kerugian dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1)

keuangan negara pada lingkungan BUMN jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan persero. Argumentasi tersebut diperkuat juga Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) oleh pendapat Sahetapy yang mengatakan bahwa ke-1 KUHP dan menuntut terdakwa dijatuhi

ada dua pendapat tentang definisi keuangan hukuman pidana penjara empat tahun dengan negara terkait dengan kekayaan atau aset perintah terdakwa ditahan dan pidana denda

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

Rp500.000.000,- subsider tiga bulan kurungan. Tahun 2004 tentang Pembentukan Judex facti memutus bebas terdakwa karena tidak

Peraturan Perundang-undangan, hal terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan

itu sebagaimana dinyatakan dalam perbuatan sebagaimana dakwaan dan tuntutan

pertimbangan putusan a quo. jaksa. Atas putusan tersebut, jaksa mengajukan

b. Bahwa tindakan majelis hakim dalam permohonan kasasi, dengan beberapa alasan mempertimbangkan unsur non- yang pada pokoknya adalah: yuridis dalam putusan a quo menjadi

1. Bahwa majelis hakim mengabaikan dasar bagi majelis hakim berpendapat hal-hal relevan secara yuridis dalam

bahwa unsur melakukan perbuatan mempertimbangkan tidak terpenuhi

memperkaya suatu korporasi tidak dan tidak terbuktinya elemen perbuatan

terbukti. Pertimbangan unsur-unsur memperkaya suatu korporasi, yaitu PT

non-yuridis yang dilakukan majelis PKT telah membeli rotor dari CV SJU

hakim dalam putusan a quo terlihat seharga US$4.4000.000 berdasarkan order

dalam putusannya yaitu:

pembelian Nomor 2278-J-04-BJ-ZAC “...majelis berpendapat tindakan

tanggal 19 Agustus 2004 untuk PT KDM. direktur utama PT KDM yang

Majelis hakim tidak menerapkan asas dengan segera mohon bantuan pada

“vooltoid,” di mana secara nyata PT PKT PT PKT dan kesediaan direksi PT

telah membeli rotor dari CV SJU, yang mana PKT untuk menalangi dan membantu

pembelian rotor tersebut telah menyimpang percepatan pengadaan rotor gas

dari ketentuan P-DAN 01 Tahun 2004 turbin generator PT KDM adalah

dan terjadi kemahalan harga sebesar tindakan yang tepat untuk mengatasi

US$1.484.000. Dari sisi ini perbuatan keadaan emergency/darurat yang

sudah selesai dan yang diuntungkan adalah apabila dibiarkan berlarut-larut akan

CV SJU; menimbulkan dampak kerugian yang

2. Judex factie melampaui batas wewenangnya, lebih besar dan bukan mustahil akan yaitu:

dapat mengakibatkan terjadinya kelangkaan pupuk di masyarakat.”

a. Majelis hakim telah melakukan uji materil terhadap P-DAN 01 yang

c. Majelis hakim telah dinyatakan dalam putusan a quo

mempertimbangkan dalam bukan merupakan sumber hukum

putusannya menyatakan status PT formal dengan menganalisis dan

PKT dan PT KDM bukan berstatus menyimpulkan mendasarkan pada

sebagai BUMN, dengan mendasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor

kepada PP Nomor 28 Tahun 1997 dan

5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 19 Tahun Nomor 9 Tahun 2004 tentang

2003. Pertimbangan majelis hakim Peradilan Tata Usaha Negara

tersebut keluar dari jalurnya hal mana dan Undang-Undang Nomor 10

tidak pernah ada dalam surat dakwaan

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

umum dalam rangka menyelesaikan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan suatu

Apabila dilihat dari dakwaan, tuntutan, perseroan. Pertimbangan majelis hakim sejalan

dan alasan-alasan kasasi, jaksa penuntut umum dengan logika perdata atau logika bisnis yang mencoba memakai perluasan definisi keuangan

mengandung prinsip kehati-hatian, kemitraan, negara sebagaimana termaktub dalam Undang-

kerjasama, dan trust. Sebagai contoh, suatu mitra Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

bisnis yang kesulitan melakukan pembayaran Akan tetapi hal itu dipakai dengan keliru oleh

dan terlilit utang, penyelesaiannya dapat berupa jaksa yang mana tidak menjelaskan terlebih

penundaan kewajiban pembayaran utang, haircut dahulu status badan hukum dari PT PKT, apakah

(pelunasan sebagian), konversi utang menjadi sebagai BUMN atau bukan. Bahkan, yang

penyertaan modal, dan sebagainya. Apabila ada memperjelas bahwa status PT PKT bukan BUMN

sengketa bisnis, penyelesaiannya pun diusahakan adalah pertimbangan hukum dalam putusan judex

dengan mediasi, dan/atau dengan arbitrase factie. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya

sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang majelis hakim telah cermat dalam menentukan

memberi win-win solution.

arah mengapa jaksa mengaitkan suatu perseroan (PT PKT) tersangkut kasus korupsi sebagaimana

Solusi pidana dalam hukum bisnis hanya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang upaya terakhir (ultimum remedium). Dalam hal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika tidak logika pidana yang digunakan, maka logika terdapat keuangan negara di dalam perseroan perdata tidak akan atau sulit untuk berjalan. Oleh tersebut, karena tidak berstatus sebagai BUMN.

karena itu, sangat beralasan Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan jaksa penuntut

Majelis hakim juga telah hati-hati dalam umum tersebut tidak dapat dibenarkan, yang di

membuktikan unsur demi unsur dalam pasal- antara pertimbangan hukumnya antara lain:

pasal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang didakwakan. Hal tersebut 1. Ternyata meskipun dari fakta hukum terbukti dari pertimbangan majelis hakim yang

terbukti PT PKT membeli rotor dari CV SJU dianggap jaksa telah melampaui kewenangannya,

dan tidak melalui PT IIS sehingga terjadi antara lain: “… kesediaan direksi PT PKT untuk

kemahalan harga sebesar US$1.484.000 menalangi dan membantu percepatan pengadaan

tetapi menguntungkan CV tersebut rotor gas turbin generator PT KDM adalah tindakan

bukan dalam arti terlingkup Undang- yang tepat untuk mengatasi keadaan emergency/

Undang Tindak Pidana Korupsi tetapi darurat yang apabila dibiarkan berlarut-larut akan

kerugian perusahaan yang seharusnya menimbulkan dampak kerugian yang lebih besar

diperhitungkan dalam RUPS tahunan yang dan bukan mustahil akan dapat mengakibatkan

memengaruhi kredibilitas pemegang saham terjadinya kelangkaan pupuk di masyarakat.”

pada pimpinan/direksi perusahaan; Dengan demikian, dalam pertimbangan-

2. BPKP melakukan perhitungan PT KDM pertimbangan majelis hakim yang dikutip oleh

bukan berdasar kewenangan, tetapi berupa penulis, majelis hakim tidak tergiring oleh logika

bantuan, karena PT PKT sebagai anak PT

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

P status haknya bukan BUMN sehingga segala tuntutan hukum. Di tengah euphoria keuangannya bukan merupakan keuangan pemberantasan korupsi yang begitu masif dan negara dan tidak tunduk pada pengadaan seringkali tidak objektif karena diiringi trial by the barang/jasa pada Keppres Nomor 80 Tahun press, Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 ini 2003 sehingga segala sesuatu kembali dapat dikatakan sebagai putusan yang membawa pada keputusan direksi yang boleh jadi angin segar dan harapan yang baik untuk BUMN dipertanggungjawabkan pada RUPS;

persero yang selama ini sering diibaratkan tidak dapat berlari kencang, karena jika terjadi kerugian

3. BPKP tidak memeriksa PT S karena PT karena perhitungan bisnis yang keliru, maka KDM sudah berbadan hukum dengan direksi atau BUMN persero tersebut terancam keuangan tersendiri dan yang wajib terjerat Undang-Undang Pemberantasan Tindak memeriksa keuangan PT KDM bukan

Pidana Korupsi.

BPKP tetapi adalah akuntan publik; Lebih jauh dari itu, sebenarnya yang

4. Skop perusahaan tidak tercakup dalam terpenting adalah majelis hakim dalam perkara

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

a quo berpandangan tidak terkesan tunduk pada jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 aturan yang disebut dalam teori pemidanaan tetapi tercakup dalam Undang-Undang sebagai retributive justice, akan tetapi majelis Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007; hakim telah menerapkan berdasarkan sendi-

5. Dengan demikian perkara a quo tidak sendi restorative justice yang identik dengan tercatat dalam hukum pidana tetapi dalam implementasi fungsi hukum pidana sebagai hukum ekonomi di mana perusahaan ultimum remedium. Ultimum remedium diartikan dianggap rugi setelah ada RUPS tahunan sebagai obat atau sarana terakhir berkaitan dengan memutuskan perusahaan rugi dan bagi yang masalah bagaimana menentukan dapat dipidana merasa dirugikan dapat menuntut tindakan atau tidak dapat dipidana suatu perbuatan sebagai akibat tindakan direksi/komisaris yang dilakukan dengan sengaja atau dengan perseroan terbatas;

kelalaian (Garnasih dalam LBH Pers, 2017). Jadi, ultimum remedium ini diperlukan untuk

6. Tindakan terdakwa berakibat kemahalan mempertimbangkan dahulu penggunaan sanksi

pembelian dari CV SJU sebesar lain sebelum sanksi pidana yang keras dan tajam

US$1.484.000 sebagai keuangan dijatuhkan, apabila fungsi hukum lainnya kurang,

perusahaan bila ditetapkan RUPS tahunan maka dapat dipergunakan hukum pidana. Hal ini

dan bukan dalam lingkup tindak pidana dilandaskan kepada fakta bahwa sering terjadi

tetapi dalam lingkup hukum ekonomi penerapan hukum pidana dalam kenyataannya

keperdataan. telah menimbulkan “kerusakan hebat” dalam

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tatanan kehidupan masyarakat terutama yang tersebut di atas Mahkamah Agung mengadili sangat merugikan adalah tatanan kehidupan dan sendiri dan menyatakan bahwa putusan judex iklim keuangan dan perbankan. factie tanggal 14 Juni 2011 harus dibatalkan

Jelas sekali bahwa majelis hakim yang sehingga terdakwa diputus lepas dari

mengadili perkara sebagaimana termaktub dalam

Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 257 - 276

Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 tersebut, dinyatakan bahwa modal BUMN merupakan dan sejatinya telah menerapkan fungsi hukum pidana berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. yang tepat sebagai ultimum remedium dalam Dalam penjelasannya,secara jelas dinyatakan iklim pemberantasan korupsi yang seharusnya bahwa: “yang dimaksudkan dengan dipisahkan primum remedium, adanya ketidakpastian makna adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran keuangan negara, dan keberagaman pemahaman Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk penegak hukum dalam menyelesaikan perkara dijadikan penyertaan modal pada BUMN untuk tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya BUMN persero.

tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada

Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.”

juga memberikan konstruksi yuridis mengenai ketidakjelasan dalam mengidentifikasi apa

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) yang merupakan kerugian bisnis atau apa yang di atas, maknanya sudah jelas bahwa kekayaan merupakan kerugian negara. Apabila dicermati negara yang telah dipisahkan tersebut bukan lagi secara faktual, putusan a quo menurut penulis kepunyaan negara dalam kedudukan sebagai dapat menjadi solusi bagi majelis hakim lainnya lembaga publik atau instansi pemerintah, dalam memutus perkara tindak pidana korupsi di melainkan telah berubah menjadi kepunyaan lingkungan BUMN persero karena pencantuman negara dalam kedudukannya sebagai badan privat unsur merugikan keuangan negara dalam (perdata) biasa, dan posisinya tidak jauh berbeda perumusan tindak pidana korupsi yang tertera dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak itulah kemudian pembinaan dan pengelolaannya Pidana Korupsi tampak jelas bahwa undang- tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, tetapi undang ini tidak melihat adanya perbedaan mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan kedudukan negara dalam lapangan hukum perusahaan yang sehat. Artinya, ini murni masuk publik di satu sisi dan kedudukan negara dalam domain kekuasaan hukum privat, khususnya lingkungan hukum privat di lain sisi. Terang peraturan perundang-undangan yang berkaitan saja kerancuan ini dapat menimbulkan banyak dengan perseroan terbatas. masalah, tidak terkecuali dalam menyikapi

Bahkan selanjutnya masuk pula dalam eksistensi aset BUMN sebagai suatu korporasi.

kawasan peraturan perundang-undangan yang Mengacu kepada ketentuan Pasal 2 huruf secara spesifik mengatur norma dalam lingkungan

g Undang-Undang Keuangan Negara, disebutkan bisnis dan operasional perseroan, di mana negara bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara dalam posisinya sebagai badan hukum publik meliputi: “Kekayaan negara/kekayaan daerah sudah tidak selayaknya untuk campur tangan. yang dikelola sendiri atau oleh pihak berupa Sebaliknya, dalam Penjelasan Umum Undang- uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk disebutkan: “Yang dimaksud dengan keuangan kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam negara/perusahaan daerah.” Selanjutnya pada bentuk apa pun, yang dipisahkan atau yang tidak Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang BUMN dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian

Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi (Mas Putra Zenno Januarsyah)

diterapkan. Aparat penegak hukum hampir- hampir tidak membedakan dua asas penting dalam

Adanya perbedaan di antara dua undang- sistem hukum Indonesia menyangkut kedudukan

undang ini membawa konsekuensi direksi BUMN negara, terutama terhadap status kekayaan negara

berada dalam posisi dilematis ketika mengambil dalam suatu perseroan, apakah diartikan masuk

keputusan, terutama keputusan yang berisiko dalam lingkungan hukum publik ataukah dalam

menimbulkan kerugian. Sebab, kerugian yang

lingkungan hukum privat.

timbul tersebut dapat mengakibatkan mereka dituding menciptakan kerugian negara lalu dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan

IV. KESIMPULAN

Tindak Pidana Korupsi. Sesungguhnya, apabila Putusan Nomor 2149 K/PID.SUS/2011 menyimak Undang-Undang Pserseroan Terbatas, menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan