URGENCY OF SENTENCING TO THE UNREGISTERED CORPORATE CONTROLLER IN DECEPTIONS
URGENSI PEMIDANAAN TERHADAP PENGENDALI KORPORASI YANG TIDAK TERCANTUM DALAM KEPENGURUSAN
Kajian Putusan Nomor 1081 K/PID.SUS/2014
URGENCY OF SENTENCING TO THE UNREGISTERED CORPORATE CONTROLLER IN DECEPTIONS
Budi Suhariyanto
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan MA RI Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 Jakarta Pusat 10510 E-mail: penelitihukumma@gmail.com
An Analysis of Court Decision Number 1081 K/PID.SUS/2014
Naskah diterima: 3 Oktober 2017; revisi: 6 November 2017; disetujui 18 Desember 2017 http://dx.doi.org/10.29123/jy.v10i3.240
interesting to focus on the urgency of sentencing against included in the corporate governance structure but has unrecorded corporate controllers in the management the power and authority that is crucial in corporate of the organization. The normative research method is decision-making is called the corporate controller. used in this analysis to see the sights of the problem. Through the rule of law, the Supreme Court has been As of the discussion it is concluded that only Law on successfully fills a legal vacuum on the scope of the Money Laundering and Law on Terrorism regulating corporate control of personnel outside the management on the issue of corporate controller, yet still inexplicit structure. This ruling can be used as jurisprudence in identifying the corporate controllers unrecorded in in the framework of effectiveness of the prevention of the management of organizational structure. The Court corporate crime in Indonesia. Decision Number 1081 K/PID.SUS/2014 provides
Keywords: sentencing, controller, corporate crime. the legal explanation stating that someone who is not
I. PENDAHULUAN
antara satu undang-undang dengan yang lainnya
A. Latar Belakang
adalah berbeda-beda (Sjawie, 2013: 329). Dapat dikatakan bahwa integralitas sistem pemidanaan
Tindak pidana dapat dilakukan oleh orang- terhadap korporasi dalam perundang-undangan perorangan atau oleh korporasi. Pidana terhadap
dinilai kurang jelas.
tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada badan hukum (antara lain
Kurang jelasnya pengaturan pemidanaan perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi) korporasi ini kemudian dijadikan celah oleh para dan/atau pemberi perintah untuk melakukan tindak pelaku tindak pidana korporasi untuk keluar pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan atau menghindar dari pertanggungjawaban dalam melakukan tindak pidana (Handoko, pidana. Dalam hal penetapan pelaku tindak 2015: 107). Kebijakan kriminalisasi korporasi ini pidana korporasi yang umumnya menurut merupakan bagian dari upaya penanggulangan perundang-undangan tersebut direpresentasikan kejahatan korporasi yang sudah banyak oleh pengurus atau karyawan yang memiliki memberikan dampak kerugian bagi masyarakat kedudukan di dalam struktur dan melakukan dan negara. Dengan dikriminalisasinya korporasi tindakannya untuk kepentingan korporasi. sebagai subjek delik, akan mudah ditentukan
Secara de facto dalam praktik penegakan siapa yang bertanggung jawab di antara mereka
hukum, terdapat seseorang yang tidak tercantum yang menjadi pengurus atau yang termasuk dalam
dalam kepengurusan tetapi mempunyai kendali lingkungan suatu perusahaan yang melakukan
dan melakukan kejahatan dengan korporasi. perbuatan pidana (Sutedi, 2015: 40).
Hal ini merupakan modus operandi baru bahwa Kurang lebih terdapat seratus perundang- kejahatan korporasi saat ini tidak hanya dapat undangan yang mengatur korporasi sebagai dilakukan oleh orang yang berada dalam subjek hukum, tetapi dari keseluruhannya struktur organisasi, tetapi pengendalinya bisa mengandung keragaman dalam mengatur dilakukan oleh orang yang tidak tercantum dalam pemidanaan korporasi. Misalnya dalam hal kepengurusan. Konsekuensi logisnya (secara penentuan definisi, ruang lingkup tanggung jawab, positivis) maka terhadapnya tidak dapat dituntut jenis sanksi, dan hukum acara pidana korporasi pertanggungjawaban pidana korporasi.
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
Perundang-undangan tidak mengatur secara minyak tanpa izin usaha pengangkutan” karenanya jelas bahwa pengendali korporasi yang berada di menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan luar struktur organisasi dapat dijerat pemidanaan. denda sebesar Rp50.000.000,- dengan ketentuan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1081 apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan K/PID.SUS/2014 telah memberikan penafsiran pidana kurungan selama enam bulan. Di tingkat terhadap pengendali korporasi yang berada di banding, dalam Putusan Nomor 15/PID/2014/ luar struktur organisasi atau dengan kata lain ia PT.JPR membatalkan Putusan Nomor 145/ bertindak tidak dalam otorisasi (atasan) pengurus PID.B/2013/PN.SRG, mengadili sendiri dan korporasi.
menghukum LS dengan pidana penjara delapan tahun dan denda sebesar Rp50.000.000,- dengan
Mahkamah Agung menjatuhkan pidana ketentuan apabila denda tidak dibayar maka
terhadap LS karena dinilai sebagai pengendali diganti dengan pidana kurungan selama enam
korporasi, meskipun yang bersangkutan tidak bulan. Menurut pengadilan tinggi, LS terbukti
tercantum dalam (struktur) kepengurusan. LS
secara sah dan meyakinkan:
awalnya didakwa melakukan tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur Pasal 78 ayat (5)
1. Secara bersama-sama dengan sengaja jo. Pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang
membeli hasil hutan yang diketahui berasal Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan jo.
dari kawasan hutan yang diambil secara Pasal 55 ayat (1) ke-I KUHP, tindak pidana
tidak sah;
migas sebagaimana diatur Pasal 53 huruf b
2. Secara bersama-sama melakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
pengangkutan bahan bakar minyak tanpa Minyak dan Gas Bumi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-I
izin usaha pengangkutan;
KUHP, tindak pidana pencucian uang Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Tindak Pidana
3. Dengan sengaja membayarkan atau Pencucian Uang dan Pasal 3 Undang-Undang
membelanjakan harta kekayaan yang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
diketahuinya atau patut diduganya Pencucian Uang. Terhadap dakwaan tersebut,
merupakan hasil tindak pidana; jaksa penuntut umum menuntut LS dengan
4. Menempatkan dan mentransfer mata pidana penjara selama 15 tahun dan denda
uang yang diketahui atau patut diduganya sebesar Rp100.000.000,- subsider sepuluh bulan
merupakan hasil tindak pidana dengan kurungan.
tujuan menyamarkan asal-usul harta Putusan Nomor 145/PID.B/2013/PN.SRG
kekayaan.
membebaskan LS dari dakwaan tindak pidana Pada tingkat kasasi, dalam Putusan
pencucian uang dan menyatakan LS terbukti Nomor 1081 K/PID.SUS/2014 membatalkan
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Putusan Nomor 15/PID/2014/PT.JPR yang
tindak pidana “secara bersama-sama dengan membatalkan Putusan Nomor 145/PID.B/2013/
sengaja membeli hasil hutan yang diketahui PN.SRG. Mahkamah Agung mengadili sendiri
berasal dari kawasan hutan yang diambil secara dan menyatakan LS terbukti secara sah dan
tidak sah” dan tindak pidana “secara bersama- meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:
sama melakukan pengangkutan bahwa bakar
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
1) secara bersama-sama dengan sengaja membeli dan kejahatan yaitu tindak pidana kehutanan, hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan pencucian uang, dan penyelundupan bahan bakar hutan yang diambil secara tidak sah; 2) secara minyak. bersama-sama melakukan pengangkutan
Pertimbangan hukum Mahkamah bahan bakar minyak tanpa izin usaha
Agung di atas, menarik untuk dikaji karena pengangkutan; 3) dengan sengaja membayarkan
telah memberikan sebuah penjelasan tentang atau membelanjakan harta kekayaan yang
kedudukan pengendali korporasi yang tidak diketahuinya atau patut diduganya merupakan
tercantum dalam kepengurusan korporasi. hasil tindak pidana; 4) menempatkan dan
Mengingat bahwa perundang-undangan tidak mentransfer mata uang yang diketahui atau patut
mengatur personel pengendali korporasi yang diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan
tidak tercantum dalam kepengurusan. Secara tujuan menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
de jure, perundang-undangan (Undang-Undang Mahkamah Agung memutuskan menjatuhkan
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pidana kepada LS dengan pidana penjara 15
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang) tahun dan denda sebesar Rp5.000.000.000,-
hanya mengatur personel pengendali korporasi dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar
dalam konstruksi “otoritas atasan” atau sesuai maka diganti dengan pidana kurungan selama
(dalam) struktur organisasi. Pada perkara LS ini, satu tahun.
Mahkamah Agung telah melakukan penafsiran
Dasar pertimbangan hukum majelis hakim hukum guna menjatuhkan putusan pemidanaan kasasi dalam memberikan penjeratan atas tindak terhadap pengendali korporasi yang tidak pidana pencucian uang terhadap LS adalah tercantum dalam kepengurusan. Dapat dikatakan karena LS selaku personel pengendali korporasi. bahwa Mahkamah Agung berupaya mengisi Dinyatakan bahwa meskipun nama terdakwa tidak kekosongan hukum terkait pertanggungjawaban tercantum di dalam akta pendirian perusahaan pidana personel pengendali korporasi yang tidak CV LBT dan UD MR serta PT R, melainkan atas tercantum dalam struktur kepengurusan. nama orang lain. Namun dalam kenyataannya atau
secara de facto LS mempunyai kekuasaan dan B. Rumusan Masalah
kewenangan yang sangat signifikan dan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan dan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas kebijakan perusahaan.
maka dalam penelitian ini mempermasalahkan yaitu bagaimanakah urgensi pemidanaan terhadap
Setiap kali pengambilan keputusan atau pengendali korporasi yang tidak tercantum dalam kebijakan perusahaan selalu berkoordinasi dan kepengurusan pada Putusan Nomor 1081 K/PID. meminta petunjuk dari LS. LS yang menentukan SUS/2014? setiap langkah dan keputusan yang akan diambil oleh pimpinan perusahaan. Direktur utama dan
C. Tujuan dan Kegunaan
direktur serta komisaris hanya formalitas belaka. Melalui kendalinya tersebut, korporasi-korporasi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk tersebut melakukan berbagai pelanggaran menganalisis eksistensi pemidanaan pengendali
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
Crimes against corporation adalah datang.
kejahatan yang dilakukan oleh karyawan korporasi itu sendiri terhadap korporasi tempatnya bekerja.
D. Tinjauan Pustaka
Adapun criminal corporations adalah korporasi Pada dasarnya pidana memberikan nestapa yang sengaja dibentuk dan dikendalikan untuk
kepada pembuat delik. Namun, penjatuhan pidana melakukan kejahatan (Hiariej, 2014: 156). yang mengakibatkan nestapa bukanlah tujuan Dipidananya korporasi dengan ancaman pidana utama dari pidana, melainkan masih terdapat adalah salah satu upaya untuk menghindari upaya melalui tindakan-tindakan. Hukum pidana tindakan pemidanaan terhadap para pegawai menentukan perbuatan-perbuatan apa yang perlu korporasi itu sendiri (Dix & Gilbert, 1979: 43). diancam dengan hukum pidana dan jenis pidana
Memang hingga saat ini KUHP masih serta cara penerapannya sehingga kedudukan
belum menempatkan korporasi sebagai subjek sanksi sangatlah penting (Alim et al., 2013:
hukum pidana. Akan tetapi berbagai peraturan 19-20). Walaupun pembentuk undang-undang
perundang-undangan yang ada di luar KUHP memberikan kebebasan menentukan batas
telah mengakui dan menempatkan korporasi maksimal dan minimal lama (sanksi) pidana yang
sebagai subjek hukum pidana di samping manusia harus dijalani terdakwa, hal ini bukan berarti
(Sjawie, 2013: 312). Di antara perundang- hakim dapat dengan seenaknya menjatuhkan
undangan di luar KUHP yang mengatur pidana tanpa dasar pertimbangan yang lengkap.
korporasi sebagai subjek hukum pidana (selain Pada hakikatnya, putusan pemidanaan merupakan
orang/individu/manusia) adalah Undang-Undang putusan hakim yang berisikan suatu perintah
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana kepada terdakwa untuk menjalani hukuman atas
Pencucian Uang.
perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan amar putusan (Mulyadi, 2010: 126).
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Awalnya pemidanaan hanya diperuntukkan Pencucian Uang mendefinisikan korporasi subjek hukum individu/manusia, seiring
sebagai kumpulan orang dan/atau kekayaan perkembangan masyarakat di mana korporasi/
yang terorganisir, baik merupakan badan hukum
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
Saat ini berkembang modus operandi dibandingkan dengan konsep badan hukum yang
kejahatan yaitu korporasi ditempatkan sebagai terdapat dalam konsep hukum perdata (Kristian,
sarana untuk melakukan kejahatan, atau sebagai 2014: 53).
“topeng” untuk menyembunyikan wajah asli dari Diterimanya korporasi dalam pengertian suatu kejahatan tersebut. Pemimpin korporasi badan hukum atau konsep pelaku fungsional di sini hanya melaksanakan tugas berdasarkan (functional daderschap) dalam hukum pidana pembagian pekerjaan yang telah ditentukan oleh merupakan perkembangan yang sangat maju para penjahat yang membuat korporasi dengan dengan menggeser doktrin yang mewarnai tujuan menutupi kejahatan tersebut (Hiariej, wetboek van strafrecht (KUHP) yakni “universitas 2014: 157). Jajaran kepengurusan korporasi delinguere non potest” atau “societas dellinguere tersebut sama sekali tidak memiliki kewenangan non potest” yaitu badan hukum tidak dapat dan kekuasaan untuk menentukan kebijakan melakukan tindak pidana (Efendy, 2012: 83). korporasi. Artinya directing mind and will Konsekuensi logis atas ditetapkannya korporasi korporasi tidak berkedudukan sebagai pengurus sebagai subjek tindak pidana maka terhadapnya atau termasuk dalam struktur korporasi. dapat dituntutkan pertanggungjawaban pidana.
Kejahatan korporasi dengan model demikian Pertanggungjawaban pidana korporasi ini menunjukkan karakteristiknya sebagai white didasarkan pada doktrin respondeat superior yaitu collor crime yang memanfaatkan celah hukum suatu doktrin yang menyatakan bahwa korporasi untuk melepaskan diri dari pertanggungjawaban sendiri tidak dapat melakukan kesalahan. pidana. Mereka menjadi pengendali korporasi Dalam hal ini, hanya agen-agen korporasi yang yang telah terbukti melakukan perbuatan dapat melakukan kesalahan, yakni mereka melawan hukum (menyamarkan aset hasil tindak yang bertindak untuk dan atas nama korporasi pidana). (Kristian, 2014: 54).
Undang-Undang Perseroan Terbatas, Secara normatif, agen korporasi dalam suatu tidak dapat menjangkau perbuatan personel perseroan adalah jajaran direksi. Direksi adalah pengendali perseroan, kecuali direksi, anggota yang berwenang untuk melakukan pengurusan dewan komisaris, dan para pemegang saham perseroan dan berwenang mewakili perseroan (Atmasasmita, 2014: 43-44). Terhadap para untuk segala tindakan yang harus dijalankan untuk penjahat pengendali korporasi yang tidak terdapat dan atas nama perseroan, baik untuk tindakan dalam susunan kepengurusan perseroan tersebut, intern maupun untuk tindakan ekstern, termasuk sulit untuk dijerat dengan pertanggungjawaban untuk mewakili perseroan di pengadilan. Dalam hukum.
240 |
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
II. METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), serta pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang- undangan digunakan untuk mengkaji masalah secara normatif baik dari perspektif ius constitutum maupun ius constituendum terkait pemidanaan korporasi.
Pendekatan kasus digunakan untuk mengkaji masalah dari segi praktik peradilan yang berkembang dalam merespon dan mengaktualisasikan hukum secara in concreto. Pendekatan konseptual digunakan untuk mengkaji masalah visi pembaruan hukum terkait pemidanaan korporasi dalam pertimbangan hukum yang tercantum pada putusan pengadilan dihubungkan dengan pandangan dan doktrin- doktrin ahli hukum (Panggabean, 2014: 170).
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta bahan hukum sekunder berupa literatur dan hasil penelitian. Bahan- bahan hukum dan literatur tersebut dikumpulkan melalui metode sistematis dan dicatat dalam kartu antara lain permasalahannya, asas-asas, argumentasi, implementasi yang ditempuh, alternatif pemecahannya, dan lain sebagainya. Data yang telah dikumpulkan kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan sesuai pokok permasalahan selanjutnya disistematisasi, dieksplanasi, dan diberikan argumentasi. Metode analisis yang diterapkan untuk mendapatkan kesimpulan atas permasalahan yang dibahas adalah melalui analisis yuridis kualitatif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejatinya eksistensi korporasi menjadi salah satu tulang punggung ekonomi dunia, akan tetapi dalam perjalanan selanjutnya, korporasi cenderung melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan etika dan melanggar hukum untuk berkompetisi dalam persaingan ekonomi global dengan tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Motivasi pencarian keuntungan inilah yang akhirnya mendorong korporasi untuk melakukan suatu tindakan unfair competition yang mengarah pada tindakan hukum terutama yang menyangkut kejahatan korporasi (Panggabean, 2017: 8). Dalam hal pertanggungjawaban atas terjadinya tindak pidana korporasi maka penjatuhan pidana dapat dijatuhkan terhadap pengurus dan/atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi. Namun demikian pertanggungjawaban pidana pengurus dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi (Ginting, 2012: 14).
Pada perkara korupsi misalnya, dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik “berdasarkan hubungan kerja” maupun “berdasarkan hubungan lain,” bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama (Pasal 20 ayat (1) jo. Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi).
Adapun yang dimaksud dengan “orang- orang berdasarkan hubungan kerja” adalah orang-orang yang memiliki hubungan kerja Adapun yang dimaksud dengan “orang- orang berdasarkan hubungan kerja” adalah orang-orang yang memiliki hubungan kerja
b) berdasarkan kepangkatan sebagai pegawai dan sebagai subjek hukum pidana (Mugopal, 2016: perjanjian kerja dengan koporasi; c) berdasarkan 9-10). surat pengangkatan sebagai pegawai; dan d)
Secara normatif, Undang-Undang Tindak berdasarkan perjanjian kerja sebagai pegawai.
Pidana Korupsi tidak mengatur secara spesifik Sedangkan yang dimaksud dengan “orang-orang
dan tegas mengenai personel pengendali berdasarkan hubungan lain” adalah orang-orang
korporasi. Pengaturan secara eksplisit tentang yang memiliki hubungan lain selain hubungan
personel pengendali korporasi terdapat pada kerja dengan korporasi, antara lain mewakili
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan korporasi untuk melakukan perbuatan hukum
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang- untuk dan atas nama korporasi berdasarkan: 1)
Undang Pendanaan Terorisme. Pasal 1 angka 4 pemberian kuasa; 2) perjanjian dengan pemberi
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan kuasa (pemberi kuasa bukan diberikan dengan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 1 angka surat kuasa tersendiri tetapi dicantumkan dalam
13 Undang-Undang Pendanaan Terorisme yang perjanjian sehingga merupakan bagian yang
mendefinisikan personel pengendali korporasi, tidak terpisahkan dari perjanjian tersebut); dan
yaitu setiap orang yang memiliki kekuasaan
3) pendelegasian wewenang (Sjahdeni, 2006: atau wewenang sebagai penentu kebijakan
151). Apabila orang-orang yang berdasarkan korporasi atau memiliki kewenangan untuk
hubungan kerja dan/atau hubungan lain bertindak melakukan kebijakan korporasi tersebut tanpa
sudah diluar atau tidak lagi dalam batas-batas harus mendapat otorisasi atasannya. Menurut
atau tugas korporasi, maka korporasi tidak Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Pencegahan dan
dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
(Mugopal, 2016: 6). pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila
Tindakan hukum untuk menetapkan tindak pidana pencucian uang itu: korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana
a. Dilakukan atau diperintahkan oleh tidak berarti meniadakan pertanggungjawaban
personel pengendali korporasi; pidana yang dilakukan oleh pengurusnya,
namun merupakan bentuk perluasan
b. Dilakukan dalam rangka pemenuhan pertanggungjawaban pidana sehingga baik
maksud dan tujuan korporasi; pengurus korporasi maupun korporasi itu sendiri
c. Dilakukan sesuai dengan tugas dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara
fungsi pelaku atau pemberi perintah; bersama-sama tetapi tidak dalam kerangka ajaran
dan
penyertaan (deelneming). Sebaliknya dalam hal induk perusahaan dengan anak perusahaan,
d. Dilakukan dengan maksud atau hubungan hukum konsorsium/KSO dalam
memberikan manfaat bagi korporasi. kegiatan yang berimplikasi pidana korupsi,
maka kualitas hubungan hukum antara dua atau Formulasi Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang lebih badan hukum dapat dikualifisir pada ajaran Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
Pencucian Uang di atas berpotensi menimbulkan Berkaitan dengan pidana pokok yang permasalahan dalam praktik penegakan hukum, dapat dijatuhkan terhadap korporasi adalah karena dalam penjelasan tidak ada penjelasan pidana denda. Selain pidana pokok, hakim terkait apakah persyaratan sebagaimana dimaksud dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa itu bersifat kumulatif artinya harus memenuhi pengumuman putusan hakim, pembekuan keempat syarat tersebut secara bersamaan, yaitu: sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi,
a) dilakukan atau diperintahkan oleh personel pencabutan izin usaha, pembubaran dan/atau pengendali korporasi; b) dilakukan dalam rangka pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c) untuk negara, dan/atau pengambilalihan korporasi dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku oleh negara (Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang- atau pemberi perintah; dan d) dilakukan dengan Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak maksud memberikan manfaat bagi korporasi. Pidana Pencucian Uang). Dalam hal korporasi Artinya secara keseluruhan harus terpenuhi tidak mampu membayar pidana denda maka untuk dapat diterapkan pertanggungjawaban pidana denda tersebut diganti dengan perampasan pidana dengan subjek hukum korporasi atau yang harta kekayaan milik korporasi atau personel dimaksudkan adalah bersifat alternatif, artinya pengendali korporasi yang nilainya sama dengan dengan terpenuhinya salah satu syarat saja maka putusan pidana denda yang dijatuhkan. Bilamana pertanggungjawaban pidana korporasi dapat penjualan harta kekayaan milik korporasi yang diterapkan (Kristiana, 2015: 194).
dirampas tidak mencukupi, pidana pengganti denda dijatuhkan terhadap personel pengendali
Ditetapkannya pengurus saja sebagai yang korporasi dengan memperhitungkan denda
dapat dipidana ternyata tidak cukup. Dalam delik yang telah dibayar (Pasal 9 Undang-Undang
ekonomi bukan mustahil denda yang dijatuhkan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
sebagai hukuman kepada pengurus dibandingkan
Pencucian Uang).
dengan keuntungan yang telah diterima oleh korporasi dengan melakukan perbuatan itu atau
Sistem pertanggungjawaban pidana kerugian yang ditimbulkan dalam masyarakat, korporasi pada tindak pidana pencucian atau yang diderita oleh saingannya. Keuntungan uang dapat dibagi menjadi empat sistem dan/atau kerugian itu adalah lebih besar daripada pertanggungjawaban pidana yaitu: Pertama, denda yang dijatuhkan sebagai pidana.
korporasi yang bertindak sebagai pelaku tindak pidana maka korporasi sendiri yang
Dipidananya pengurus tidak memberikan harus memikul pertanggungjawaban pidana.
jaminan yang cukup bahwa korporasi tidak sekali Kedua, korporasi sebagai pelaku maka personel
lagi melakukan perbuatan yang telah dilarang pengendali korporasi (pengurus korporasi) yang
oleh undang-undang itu. Ternyata dipidananya harus memikul pertanggungjawaban pidana.
pengurus saja tidak cukup untuk mengadakan Ketiga, korporasi bersama dengan personel
represi terhadap delik oleh atau dengan suatu pengendali korporasi sebagai pelaku dan
korporasi. Karenanya diperlukan pula untuk keduanya harus memikul pertanggungjawaban
dimungkinkan memidana korporasi, dan pengurus pidana. Keempat, pengurus korporasi berperan
atau pengurus saja (Tambunan, 2016: 117). sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
adalah kejahatan asal, dakwaan ketiga dan keempat adalah pencucian uang sangat tepat.
Apabila pengurus korporasi bertindak Secara rinci dakwaan-dakwaan tersebut berupa
tidak untuk dan atas nama korporasi, maka
perbuatan:
pertanggungjawaban pidananya hanya dibebankan kepada pengurus korporasinya itu 1. Secara bersama-sama dengan IM sebagai sendiri. Kemudian apabila pengurus korporasi
orang yang melakukan atau turut serta (personel pengendali korporasi) bertindak untuk
melakukan yakni dengan sengaja menerima, dan atas nama korporasi (bersama-sama dengan
membeli atau menjual, menerima tukar, korporasi), maka pertanggungjawabannya dapat
menerima titipan, menyimpan atau dibebankan kepada korporasi dan pengurus
memiliki hasil hutan diketahui atau patut korporasi itu sendiri (Amalia, 2016: 399).
diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
Korporasi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana apabila directing 2. Secara bersama-sama dengan JL sebagai mind and will korporasi melakukan tindak pidana
orang yang melakukan atau turut serta terhadap korporasi mereka sendiri dan korporasi
melakukan yakni telah melakukan yang bersangkutan telah melakukan penuntutan
pengangkutan tanpa memiliki izin usaha terhadap tindakan directing mind and will-nya.
pengangkutan.
Syarat ini sekaligus menandakan bahwa tindak
3. Dengan sengaja membayarkan atau pidana yang dilakukan para pihak tersebut membelanjakan harta kekayaan yang (termasuk personel pengendali korporasi) baru diketahuinya atau patut diduganya diatributkan kepada korporasi bila tindakannya merupakan hasil tindak pidana, baik memberikan manfaat atau keuntungan bagi perbuatan itu atas namanya sendiri maupun korporasi (Sudirman & Feronica, 2011: 302). atas nama pihak lain dengan maksud
Secara terminologi, personel pengendali menyembunyikan atau menyamarkan asal- korporasi merupakan pengembangan berkaitan
usul harta kekayaan sehingga seolah-olah dengan pertanggungjawaban pidana korporasi.
menjadi harta kekayaan yang sah. Hal ini memungkinkan untuk menetapkan dan
4. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, menentukan “orang” dalam korporasi untuk
membelanjakan, membayarkan, menjadi terdakwa apabila korporasi terlibat dalam
menghibahkan, menitipkan, membawa kejahatan pencucian uang. Dengan jeli, jaksa
ke luar negeri, mengubah bentuk, penuntut umum mengaitkan perbuatan LS dalam
menukarkan dengan mata uang atau surat melakukan tindak pidana kehutanan dan migas
berharga atau perbuatan lain atas harta dengan tindak pidana pencucian uang sehingga
kekayaan yang diketahuinya atau patut jerat terhadapnya mengarah kepada personel
diduganya merupakan hasil tindak pidana pengendali korporasi sebagaimana dimaksud
dengan tujuan menyembunyikan atau oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
menyamarkan asal-usul harta kekayaan,
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk tetap beraktivitas karena aset yang dimiliki tetap
Dakwaan kumulatif sebagaimana disusun di mampu menghidupi kegiatan, untuk itu selain
atas, memberikan penjeratan pertanggungjawaban penegakan hukum kepada pelaku, perampasan
pidana kepada LS secara sempurna dengan aset hasil dari tindak pidana yang merupakan
ditambahkan dakwaan tindak pidana pencucian live blood of the crime harus dapat diputus (cut
uang. Selama ini salah satu sebab kegagalan off) sehingga tidak mampu lagi menghidupi
upaya penegakan hukum dalam perkara mafia aktivitasnya (Manthovani, 2013: 1).
kehutanan disebabkan penegak hukumnya hanya menggunakan cara-cara biasa (ordinary) dalam
Korporasi pelaku kejahatan memahami menjerat pelaku kejahatan kehutanan. Pemerintah bahwa aset mereka adalah sumber kehidupan, hanya menjerat pelaku mafia kehutanan dengan maka mereka juga berlomba-lomba untuk Undang-Undang Kehutanan yang terbukti mengamankan aset yang telah dimiliki agar memiliki kelemahan dan terbukti banyak pelaku tidak dapat disita oleh penegak hukum manakala yang lolos maupun divonis bebas di pengadilan. terjadi penuntutan atas korporasinya. Dalam
kondisi yang demikian tersebut terjadi usaha Salah satu alternatif menjerat pelaku
untuk membersihkan uang hasil tindak pidana kejahatan kehutanan adalah melakukan pendekatan
agar terlihat bersih dan legal. Untuk menghadapi multi door dengan mengupayakan penggunaan
situasi seperti ini maka dibutuhkan aturan hukum berbagai regulasi yang paling mungkin digunakan
yang dapat dijadikan pijakan oleh penegak hukum sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pidana yang
untuk merampas aset hasil tindak pidana. Aturan berlaku. Selain Undang-Undang Kehutanan,
hukum tersebut adalah adanya Undang-Undang instrumen Undang-Undang Migas dan Undang-
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pencucian Uang (Manthovani, 2013: 1-2). Pidana Pencucian Uang merupakan cara yang
lebih efektif untuk menangkap pelaku yang lebih Rezim hukum tindak pidana pencucian uang utama yang tidak secara langsung terkait dengan berangkat dari pemidanaan yang berorientasi tindakan kejahatan di level lapangan (Eddyono, pada “asset” atau “follow the money.” Dalam 2017: 3) yaitu personel pengendali korporasi.
perspektif ini, pemidanaan berorientasi pada aset, itulah sebabnya pemulihan atas aset tindak
Harus diakui bahwa pendekatan normatif pidana, pengembalian atas aset tindak pidana hukum pidana Indonesia sampai saat ini masih baik untuk kepentingan negara maupun pihak lekat pada pendekatan positivism hukum dengan yang dirugikan menjadi salah satu tujuan utama, paradigma keadilan retributif dengan tujuan di samping juga untuk memutus mata rantai utama penjeraan terhadap pelaku tindak pidana an kejahatan (Kristiana, 2015: 15). sich (Atmasasmita, 2014: 214). Model penegakan
hukum yang selama ini dilakukan, masih Pentingnya mengkaitkan antara kejahatan mengacu kepada penghukuman kepada pelaku asal dengan pencucian uang adalah karena untuk daripada kepada aset dari hasil tindak pidana merampas kembali hasil kejahatan yang dijarah yang berhasil dikumpulkan. Kondisi tersebut pelaku dan sekaligus memidana pelaku baik yang
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
| 245
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
terkait dengan kejahatan asal maupun kejahatan pencucian uangnya atau dengan kata lain, dengan menggunakan anti pencucian uang adalah merupakan strategi untuk tujuan penegakan hukum bukan saja untuk memidana pelaku tetapi juga merampas semua hasil kejahatan. Atau dalam tahap tertentu dapat dikatakan untuk mengungkap kejahatan asal bisa digunakan terlebih dahulu sangkaan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang didalami dan berakhir pada didapatkannya bukti awal kejahatan asalnya, pada akhirnya dikatakan bahwa dengan adanya ketentuan anti pencucian uang diartikan sebagai mengungkap kejahatan bukan lagi dari hulu tetapi dilacak dari hilir (Ganarsih, 2016: 198). Namun demikian, mengupayakan penggunaan berbagai undang- undang yang paling mungkin digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pidana yang berlaku dan perkembangan fakta di lapangan ini tetaplah harus diutamakan (Manthovani, 2013: 19). Pendekatan yang demikian dikenal sebagai multi door.
Melalui pendekatan multi door tersebut penegak hukum diberikan peta jalan (rood map) penegakan hukum yang simultan, terstruktur, dan efektif dengan memaksimalkan seluruh potensi peraturan perundang-undangan sehingga meminimalisir terjadinya kegagalan dalam penyidikan dan penuntutannya. Di samping itu manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan pendekatan multi door adalah membuat jera para pelaku tindak pidana khususnya pelaku yang menjadi otak dari suatu kejahatan yang terorganisir (Manthovani, 2013: 19). Sebagaimana dakwaan dalam kasus LS menggabungkan tindak pidana kehutanan dan tindak pidana migas dengan tindak pidana pencucian uang merupakan langkah yang tepat dari jaksa penuntut umum. Ketepatan
tersebut dikarenakan didakwakannya tindak pidana pencucian uang tidak secara alternatif, tetapi digabungkan secara kumulatif.
Meskipun telah ada Surat Edaran Jaksa Agung mengenai dakwaan kejahatan asal dan tindak pidanan pencucian uang harus dalam susunan dakwaan kumulatif ternyata dalam praktik masih dijumpai dakwaan yang disusun secara alternatif (Ganarsih, 2016: 95) sehingga tindak pidana pencucian uang tidak dapat dijerat. Pada akhirnya, yang dapat dituntut hanya sebatas tindak pidana awal saja (primary crime), dan pelaku pencucian uang menjadi bebas. Masalah ini merupakan dampak logis karena adanya due process model yang dianut Indonesia dalam menegakkan hukum karena hukum formal sangat dikedepankan, sehingga tindak pidana menjadi penting untuk dibuktikan sebelum melakukan penyidikan ataupun penuntutan terhadap kasus tindak pidanan pencucian uang.
Pandangan tersebut dikarenakan tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan, walaupun tindak pidana pencucian uang merupakan perbuatan yang terpisah dan berdiri sendiri, dan tidak sejenis dengan tindak pidana pokoknya (Sabatini, 2010: 229). Inti dari tindak pidana pencucian uang adalah menikmati atau menggunakan hasil kejahatan asal sehingga bila ada seseorang melakukan kejahatan asal dan kemudian dia melakukan pencucian uang maka seharusnya disangkakan sekaligus atas dua kejahatan tersebut (Ganarsih, 2016: 95). Oleh karena itu sangat tepat susunan dakwaan terhadap LS.
Majelis hakim pada tingkat pertama membebaskan LS dari dakwaan tindak pidana pencucian uang dan menyatakan LS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Majelis hakim pada tingkat pertama membebaskan LS dari dakwaan tindak pidana pencucian uang dan menyatakan LS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Dijelaskan lebih lanjut dalam pertimbangan dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana
hukum majelis hakim kasasi bahwa direktur yang didakwakan. Bahkan majelis hakim kasasi,
utama dan direktur serta komisaris hanya memberikan pemberatan hukuman dari delapan
formalitas belaka. Adapun latar belakang tahun sebagaimana divonis Pengadilan Tinggi
mengapa terdakwa tidak mencantumkan namanya Jayapura menjadi lima belas tahun disebabkan
dalam akta perusahaan sebagai pemegang saham adanya peran LS yang mengendalikan korporasi.
disebabkan kedudukan atau posisi terdakwa Putusan Nomor 1081 K/PID.SUS/2014 sebagai anggota Polri yang tidak diperbolehkan memberikan penjelasan hukum bahwa meskipun melakukan bisnis secara langsung. Namun untuk namanya tidak tercantum dalam akta pendirian menghindari larangan ini terdakwa mengambil perusahaan, namun dalam kenyataannya keuntungan dengan cara mengendalikan mempunyai kekuasaan dan kewenangan perusahaan tidak secara formalitas. Terdakwa yang sangat menentukan dalam pengambilan dalam mengendalikan perusahaan CV LBT, UD keputusan perusahaan maka dapat ditetapkan MR, dan PT R tidak secara formalitas, telah sebagai penentu dan pengendali korporasi.
melakukan berbagai pelanggaran dan kejahatan yaitu tindak pidana kehutanan, pencucian uang,
Dasar pertimbangan hukum majelis hakim dan penyelundupan bahan bakar minyak.
kasasi memberikan penjeratan atas tindak pidana pencucian uang terhadap LS selaku personel
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, pengendali korporasi yaitu bahwa meskipun LS diidentifikasi oleh majelis hakim kasasi nama terdakwa tidak tercantum di dalam akta sebagai pengendali korporasi meskipun namanya pendirian perusahaan CV LBT dan UD MR tidak tercantum dalam struktur organisasi. serta PT R, melainkan atas nama orang lain. Secara normatif, ketentuan personel pengendali Namun dalam kenyataannya atau secara de korporasi masih dalam pengertian struktural. facto terdakwa LS mempunyai kekuasaan dan Artinya personel pengendali korporasi yang kewenangan yang sangat signifikan dan sangat dimaksudkan masih masuk dalam koridor sebuah menentukan dalam pengambilan keputusan dan otoritas dan kapasitas pengurus sebagaimana frasa kebijakan perusahaan.
“otorisasi dari atasannya” dalam pengertian Pasal
1 Nomor 14 menyebutkan: “Personel pengendali Saksi LI menerangkan bahwa setiap korporasi adalah setiap orang yang memiliki kali pengambilan keputusan atau kebijakan kekuasaan atau wewenang sebagai penentu perusahaan selalu berkoordinasi dan meminta kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
korporasi baik terkait perbuatan hukum maupun bukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan
Pernyataan “tanpa harus mendapat otorisasi korporasi, selalu diwakilkan kehadirannya
atasannya” ini menunjukkan bahwa kedudukan oleh seorang pengurus dalam sebuah korporasi
personel pengendali tersebut masih dalam (Heryndra, 2014: 17-18). Undang-undang hanya
struktur organisasi korporasi karena bertolak pada mengkonstruksikan pertanggungjawaban pidana
frasa “otoritas.” Perihal pertanggungjawaban yang bersifat ter”struktur” terhadap pengendali
teknisnya diatur oleh Pasal 6 ayat (1) Undang- korporasi sedangkan pengendali korporasi yang
Undang Pencegahan dan Pemberantasan “tidak tercantum” dalam kepengurusan masih
Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu dalam hal belum dijelaskan atau teridentifikasi secara tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh
eksplisit.
korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personel pengendali korporasi. Dalam
Mahkamah Agung dalam perkara LS penjelasannya, korporasi mencakup juga telah melakukan penafsiran hukum guna kelompok yang terorganisasi yaitu kelompok menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terstruktur yang terdiri dari tiga orang atau lebih, pengendali korporasi yang tidak tercantum yang eksistensinya untuk waktu tertentu, dan dalam kepengurusan. Dipermasalahkannya LS bertindak dengan tujuan melakukan satu atau sebagai personel pengendali korporasi meskipun lebih tindak pidana yang diatur dalam undang- tidak tercantum dalam struktur kepengurusan undang dengan tujuan memperoleh keuntungan adalah dengan terbuktinya semua uang dari hasil finansial atau non-finansial baik secara langsung transaksi penjualan dan pengiriman bahan bakar maupun tidak langsung. Secara eksplisit masih minyak masuk ke rekening LS. mengemukakan pertanggungjawaban pidana
Secara de jure, LS tidak bertindak yang bersifat ter”struktur” terhadap pengendali
sebagai direktur atau manajer keuangan yang korporasi.
bertugas menerima uang dari hasil pengelolaan Berkaitan dengan korporasi yang perusahaan. Di satu sisi menjelaskan secara merupakan badan hukum, yang terbentuk secara faktual bahwa otak atau directing mind and will struktural dan memiliki susunan anggota yang korporasi-korporasi tersebut adalah ada pada diri jelas. Hal itu menjadi faktor sulitnya penetapan LS sehingga tidak saja yang bersifat kewenangan “orang” dalam korporasi untuk ditetapkan dan kekuasaan pengelolaan kepengurusan sebagai terdakwa mewakili korporasi atau korporasi, tetapi dalam hal transaksi keuangan, ditetapkan sebagai personel pengendali korporasi LS juga turut berperan sangat penting. Adalah (Heryndra, 2014: 15). Pada dasarnya personel tepat yang disebutkan oleh majelis hakim kasasi pengendali korporasi memiliki kewenangan bahwa kepengurusan korporasi yaitu direktur tertinggi menurut struktur organisasi dalam beserta jajarannya hanya merupakan “boneka”
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
melakukan pengelolaan korporasi, namun orang-orang inilah yang sebenarnya melakukan
Modus operandi dengan cara mendirikan pengendalian terhadap setiap perbuatan dan
korporasi dan menempatkan orang-orang dalam keputusan yang diambil oleh orang-orang yang
kepengurusannya sebagai boneka sudah mulai secara yuridis formal melakukan pengurusan
marak terjadi. Hal ini dikenal dengan criminal korporasi (Alim et al., 2013: 63).
corporations yaitu korporasi yang sengaja dibentuk dan dikendalikan untuk melakukan
Selain kaidah hukum perluasan pengertian kejahatan. Korporasi di sini hanya ditempatkan personel pengendali korporasi di luar struktur sebagai sarana untuk melakukan kejahatan, atau kepengurusan korporasi, Putusan Nomor 1081 sebagai “topeng” untuk menyembunyikan wajah K/PID.SUS/2014 yang menyatakan LS sebagai asli dari suatu kejahatan tersebut. Pemimpin pengendali korporasi ini juga dapat ditindaklanjuti korporasi di sini hanya melaksanakan tugas oleh penegak hukum untuk memproses berdasarkan pembagian pekerjaan yang telah korporasi-korporasi yang dikendalikan oleh ditentukan oleh para penjahat yang membuat LS dengan dakwaan tindak pidana korporasi. korporasi dengan tujuan menutupi kejahatan Artinya setelah putusan pemidanaan terhadap LS tersebut (Hiariej, 2014: 157).
sudah berkekuatan hukum tetap, maka terhadap korporasinya bisa dilakukan penuntutan dan
Ironisnya, posisi personel pengendali pertanggungjawaban pidana. Sebagaimana dalam
korporasi yang “tidak masuk” secara struktural perkara PT GJW yang terlibat dalam tindak pidana
kepengurusan, belum dijelaskan secara eksplisit korupsi misalnya, di mana direktur utamanya
sebagai kriteria pengendali korporasi oleh terlebih dahulu diproses pemidanaannya sampai
perundang-undangan yang ada. Putusan Nomor dengan berkekuatan hukum tetap dan kemudian
1081 K/PID.SUS/2014 maka berpotensi menjadi dilanjutkan terhadap korporasinya dituntutkan
preseden hukum dalam menetapkan pemidanaan pertanggungjawaban pidananya.
terhadap personel pengendali korporasi yang tidak tercantum dalam kepengurusan korporasi.
Pertimbangan hukum pada Putusan Nomor 812/PID.SUS/2010/PN.Bjm dijelaskan bahwa
Layaknya Putusan Nomor 1081 K/PID. apabila dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) SUS/2014 ini dijadikan yurisprudensi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang rangka efektivitas penanggulangan tindak pidana berbunyi bahwa dalam hal tindak pidana korupsi korporasi khususnya berkaitan dengan kedudukan dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi maka personel pengendali yang tidak tercantum tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan dalam kepengurusan organisasi korporasi. Hal terhadap korporasi dan atau pengurusnya, kata ini disebabkan bahwa pada dasarnya directing dan dalam kalimat tersebut menunjukkan bahwa mind dari korporasi tidak hanya dimiliki oleh undang-undang mengatur adanya lebih dari satu orang-orang yang menduduki jabatan secara pelaku yang dapat dikenakan dalam satu tindak yuridis formal, melainkan juga orang-orang yang pidana korupsi, yaitu orang/person yang menjadi
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
dan diproses pertanggungjawaban pidananya di hadapan peradilan tindak pidana korupsi
Berdasarkan pertimbangan hukum
(Suhariyanto, 2016: 202).
tersebut, PT GJW dinyatakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin telah terbukti
Undang-Undang Pencegahan dan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 jo. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 20 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi memang telah menerima korporasi sebagai subjek jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan hukum pidana, terdapat beberapa kasus yang pidana terhadap terdakwa PT GJW dengan pidana mengindikasikan keterlibatan korproasi yang denda sebesar Rp1.300.000.000,- serta pidana melakukan praktik pencucian uang di Indonesia, tambahan berupa penutupan sementara PT GJW akan tetapi pada tahap penyelesaiannya dalam selama enam bulan.
sistem peradilan pidana belum ada satupun korporasi yang dijerat dan dikenai sanksi
Bercermin dari perkara PT GJW ini, bahwa pidana (Andika, 2012: 149). Apalagi perkara
berbagai kasus korupsi yang melibatkan korporasi yang terkait dengan penjeratan korporasi yang
sebagai sarana merugikan negara, di antaranya dilekatkan pada kesalahan personel pengendali
secara jelas mengemukakan keterkaitan pendirian korporasi adalah tidak mudah dilakukan karena
atau pengelolaan korporasi yang bertujuan dan persyaratan yang sifatnya harus kumulatif dan
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan juga biasanya motivasi dilakukan kejahatan
dari proyek-proyek pemerintahan yang sengaja tindak pidana pencucian uang tersebut tidak
dimanipulasi dan dikorupsi dengan berbagai pernah lepas dari pertimbangan kepentingan
modus operandi. Sayangnya meskipun telah atau keuntungan pribadi sang pelaku. Namun
diputus pemidanaan terhadap pengurusnya yang demikian dimungkinkan terjadi tindak pidana
terbukti telah melakukan perbuatan merugikan tersebut dimotivasi oleh kepentingan pribadi
keuangan negara dan bahkan sampai putusan yang mengatasnamakan korporasi (Muslim &
tersebut berkekuatan hukum tetap, tak kunjung
Nasution, 2011: 6-7).
dilakukan proses penuntutan dan pemidanaan terhadap korporasinya.
Keterkaitan antara pengurus korporasi dan korporasi itu sendiri sangat erat sehingga agak
Kaidah hukum dari pemidanaan putusan sulit untuk mengidentifikasi perbuatan mana Pengadilan Negeri Banjarmasin ini dapat menjadi
yang dilakukan oleh pengurus korporasi dalam preseden yang baik bagi upaya pemberantasan rangka untuk mencapai tujuan korporasi dengan korupsi di negeri ini khususnya terkait dengan perbuatan mana yang dilakukan oleh pengurus
Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255 Jurnal Yudisial Vol. 10 No. 3 Desember 2017: 235 - 255
bagi korporasi. Terpenuhinya Pasal 6 ayat (2) tersebut secara kumulatif sudah bisa diterapkan
Berdasarkan kaidah hukum pada putusan pada korporasi-korporasi yang dikendalikan
perkara PT GJW di atas, bahwa meskipun terhadap oleh LS karena secara fakta di persidangan dan
LS sudah dijatuhkan putusan pemidanaan yang dibenarkan oleh putusan hakim bahwa LS adalah
berkekuatan hukum tetap, bukan berarti terhadap pengendali korporasi meskipun dirinya tidak
korporasi-korporasi yang dikendalikannya bisa tercantum dalam kepengurusan.
bebas dan bersih sehingga tidak perlu dibebankan pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan
Pengendalian LS atas korporasi-korporasi yang serupa. Mengingat Pasal 6 ayat (1) Undang- tersebut adalah dalam rangka menjalankan maksud Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak dan tujuan pendirian korporasi serta memberikan Pidana Pencucian Uang bahwa “dalam hal tindak manfaat bagi korporasi. Bahkan dijelaskan oleh pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud para saksi yang bertindak dan berkedudukan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh sebagai direktur tersebut bahwa LS adalah korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi pemilik kewenangan dan pemegang perintah dan/atau personel pengendali korporasi.”
secara fungsional atas korporasi. Kesengajaan LS mendesain korporasi sedemikian rupa hingga
Frasa “dan/atau” telah menegaskan bahwa pelaksanaan roda organisasi korporasi selayaknya
keduanya dapat dibebankan pertanggungjawaban “boneka” dalam melakukan kejahatan. Tentu
pidana secara sendiri-sendiri. Artinya ketika hasil tindak pidana yang ada, bukan saja mengalir
tindak pidana pencucian uang dilakukan dengan kepada LS secara pribadi, tetapi juga mengalir
korporasi maka pemidanaan dapat dijatuhkan atas nama dan menguntungkan korporasi secara
kepada pengendali korporasi dan pemidanaan institusional maupun personal jajaran direksinya.
terhadap pengendali korporasi tersebut tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana
Friedmann, dalam hubungannya dengan korporasinya. Demikian juga sebaliknya. Jadi penerapan sanksi pidana terhadap korporasi begitu LS dinyatakan sebagai pengendali korporasi mengemukakan bahwa “the main effect and (meski tak tercantum dalam kepengurusan) telah usefulness of criminal conviction impose upon a dipidana maka terhadap korporasinya juga dapat corporation cannot be seen either in any personal diproses pemidanaannya.
injury or in most cases in the financial detriment, but in the public approbrium and stigma that
Menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang attaches to a conviction (Pramono, 2013: 180). Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Adapun Clinard & Yeager menyatakan bahwa Pencucian Uang bahwa pidana dijatuhkan terhadap terdapat beberapa kriteria kapan seharusnya korporasi apabila tindak pidana pencucian sanksi pidana diarahkan pada korporasi yaitu di uang itu: a) Dilakukan atau diperintahkan oleh
antaranya:
personel pengendali korporasi; b) Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan 1. The degree of loss to the public. korporasi; c) Dilakukan sesuai dengan tugas
2. The level of complicity by high corporate dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan d)
managers.
Urgensi Pemidanaan terhadap Pengendali Korporasi (Budi Suhariyanto)
3. The duration of the violation. perintah atau arahan dari LS. Dengan pernyataan bahwa pengurus korporasi hanya “boneka” LS
4. The frecuency of the violation by the dalam mengarahkan korporasi untuk dijadikan
corporation. sebagai sarana melakukan tindak pidana maka