Isu isu Mutakhir Dalam ilmu Pendidikan I

Ilmu Pendidikan Islam |1

Isu-isu Mutakhir Dalam ilmu Pendidikan Islam1
Oleh: Fadh Ahmad Arifan

Ilmu pendidikan islam dalam satu dekade terakhir diwarnai dengan aneka wacana dan
isu-isu mutakhir, diantaranya: Pendidikan anti korupsi, pendidikan entepreneurship,
pendidikan berbasis Parenting Nabawi, Multikulturalisme, hingga Islamisasi ilmu
pengetahuan. Isu-isu tersebut muncul sebagai respon dari permasalahan dan tantangan
yang mendera sistem pendidikan kita. Isu-isu tadi bukan muncul dari masyarakat bawah
sebagai user pendidikan, melainkan dari pejabat kemendikbud dan cendekiawan muslim
yang turut menjadi pemerhati pendidikan Islam. Tidak semua isu-isu yang dilontarkan
bermanfaat bagi kita, sebagian hanya berakhir diwacana saja alias minim aksi dan ada pula
yang gagal seperti program „kantin kejujuran‟. Tulisan ini akan menguraikan satu persatu
isu-isu mutakhir tersebut.
A. Pendidikan Anti Korupsi
Pendidikan anti korupsi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah program pendidikan
anti korupsi yang secara konseptual disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada di
sekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan
menggunakan pendekatan kontekstual.2 Jika di sekolah umum dan madrasah, program ini
biasanya diintegrasikan dengan pelajaran agama islam, Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS) atau bisa juga dijadikan mata pelajaran khusus.3
Pendidikan anti korupsi bukan hanya dalam bentuk mata pelajaran, bisa juga melalui
„kantin kejujuran‟ yang 3-4 tahun lalu bermunculan di jenjang SD, SMP hingga
SMA/SMK di beberapa daerah. Konsep kantin kejujuran ini berbeda dengan kantin
umumnya yang menjual makanan kecil dan minuman, hanya saja kantin ini tidak memiliki
penjual dan tidak dijaga. Hanya tersedia makanan, daftar harga, dan kotak untuk
membayar dan mengambil uang kembalian. Siswa jajan pun, mereka melayani diri sendiri
dan membayar sesuai harga yang tertera. Kalaupun ada kembalian, mereka dituntut
mengambil uang yang seharusnya.4

1

Disa paika pada perte ua ke
ata kuliah il u Pe didika Isla di “TAI al-Yasini, Kab Pasuruan
Lukman Hakim, Model integrasi pendidikan anti Korupsi dalam kurikulum pendidikan Islam, hal 141.
Jur al Ta’li Vol , No tahu
.
3
Ibid, hal 146
4

Kantin kejujuran Tidak hanya di Sekolah pelita.or.id (diakses pada 9 Juni 2014 pk 08.25 wib)

2

Ilmu Pendidikan Islam |2

Untuk level perguruan tinggi, pendidikan anti korupsi berupa mata kuliah khusus.
Adalah Anies Baswedan yang menggagas perlunya mata kuliah ini. Menurut beliau, mata
kuliah ini bukan hanya teori melainkan ada aplikasinya. Misalnya diakhir mata kuliah ini,
mahasiswa-mahasiswa ditugaskan mengadakan investigasi report terhadap persoalan di
sekitar mereka. Dengan begitu, mahasiswa tahu akan realita korupsi di masyarakat. Seperti
pungutan liar di pengurusan makam.5
B. Pendidikan Entrepreneurship
Entrepreneurship atau dalam bahasa Indonesia disebut kewirausahaan menjadi bagian
dari kurikulum pendidikan kita. Mulai diperkenalkan di bangku kuliah, tapi banyak ada
sebagian orang yang menganjurkan agar pendidikan entrepreneurship ini diajarkan sejak
usia dini. Sekolah dan orang tua merupakan kunci sukses dari program entrepreneurship
sejak dini. Sekolah sebagai wadah bagi anak mendapatkan ilmu dan menerapkan ilmunya
untuk melatih dan mengembangkan jiwa entrepreneurship nya, orangtua sebagai motivator
bagi anak. Jika ini bisa diwujudkan pada semua atau sebagaian besar masyarakat dan

sekolah-sekolah di Indonesia maka generasi entrepreneur yang kuat tidak akan
kekurangan.6
Supaya gampang dipahami, entrepreneur sendiri maknanya adalah “seseorang yang
mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas” kata Pengusaha Ciputra. Ciputra
dalam kuliah perdana di UGM memaparkan bahwa setidaknya terdapat 5 alasan penting
mengapa entrepreneurship amat penting diajarkan di bangku sekolah. Pertama,
kebanyakan generasi muda tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Ditambah lagi
inspirasi dan latihan usaha tidak banyak diajarkan di bangku sekolah. Kedua, Tingginya
pengangguran di Indonesia mencapai angka 10,93 juta jiwa pada tahun 2006. Majalah
Tempo edisi 20-26 Agustus 2007 menyajikan fakta bahwa pada tahun 2006, terdapat
670.000 sarjana dan lulusan diploma yang mengaggur.7
Ketiga, lapangan kerja sangat terbatas, tidak sebanding dengan jumlah pencari
kerja. Keempat, pertumbuhan entrepreneur selain dapat menampung tenaga kerja, juga
dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat secara luas. Menurut David McClelland,
seorang sosiolog terkemuka, suatu negara akan maju jika terdapat entrepreneur sedikitnya
sebanyak 2% dari jumlah penduduk. Menurut laporan yang dilansir

Global

Entrepreneurship Monitor, pada tahun 2005, Negara Singapura memiliki entrepreneur

5

Acara Tatap mata Bersama Anis baswedan di Trans 7, tgl 7 Juni 2014, pk 22.00 wib
Lihat Tejo nurseto, Pendidikan Berbasis Entrepreneur, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Prodi
Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta, Vol 8, No 2 tahun 2010
7
Kuliah perdana mahasiswa baru Pascasarjana UGM tahun ajaran 2007/2008, tgl 10 September 2007.
6

Ilmu Pendidikan Islam |3

sebanyak 7,2% dari jumlah penduduk. Sedangkan Indonesia hanya memiliki entrepreneur
0,18% dari jumlah penduduk. Tidak heran jika pendapatan perkapita negeri Singa itu
puluhan kali lebih tinggi dari Indonesia. Masih menurut Prof. Lester C Thurow dalam
bukunya Building Wealth, tidak ada isntitusi yang dapat menggantikan peran individu para
entrepreneur sebagai agen-agen perubahan. Untuk itu menurut Ciputra, mereka yang
paling siap dan paling mudah untuk dididik dan dilatih kecakapan wirausaha adalah
mereka yang sekarang berada di bangku sekolah. Kelima, Indonesia sangat kaya dengan
Sumber daya alam (SDA), akan tetapi SDA tersebut tidak bisa dikelola dengan baik karena
Indonesia kekurangan SDM entrepreneur yang mampu mengubah kotoran dan rongsokan

menjadi emas.8
C. Parenting Nabawi
Dalam lima tahun belakangan, di Indonesia marak kajian parenting nabawi sebagai
metode ampuh dalam mendidik anak. Banyak buku, seninar, bedah buku bahkan diskusi di
Masjid guna membahas tema parenting nabawi.9 Parenting Nabawi muncul sebagai respon
atas konsep parenting ala Barat yang memang kosong dari muatan aqidah. Landasan data
empiris juga membuat konsepnya berubah-ubah. Keluarga muslim yang silau dengan itu
akhirnya seolah menjadi kelinci percobaan saja.10
Parenting nabawi ini tujuan utamanya melahirkan generasi hebat. Untuk melahirkan
generasi seperti itu harus dimulai dari proses memilih jodoh yang islami, mendidik jiwa
anak dengan kecintaan kepada Quran, mendidik anak bagaimana ia berbakti kepada orang
tua, mendidik jasmani anak, mendidik adabnya ketika berinteraksi guru, ulama dan
masyarakat, hingga persoalan kesehatan dan pendidikan seks.11 Jika melihat konsepnya,
jelas membutuhkan peran besar dari orang tua sang anak.
D. Multikulturalisme
Wacana Multikulturalisme mulai marak sekitar tahun 2004-2005 an. Di Yogyakarta
sempat

diadakan


halaqah

tarjih,

“Menuju

Muslim

berwawasan

Multikultural”.

Multikulturalisme dalam halaqah ini dipahami melalui tiga sudut pandang: tauhid sosial,

8

Ibid.
Misalnya: “e i ar Pare ti g, 2 Jam membentuk anak Cerdas berkarakter 6 April 2014 di Masjid
Muhajirin, dengan pemateri: Dr. Elok Halimatus (Dosen Psikologi UIN Malang) dan Dr. Yusuf hanafi (Dosen
UM Malang)

10
Majalah Kari a edisi khusus Parenting Nabawi: Mendidik anak Cara Nabi Dese ber
, hal 22-23
11
Ibid.

9

Ilmu Pendidikan Islam |4

falsafah dan syariah.12 Tak hanya itu saja, Institute for Multiculturalism and Pluralism
Studies (Impluse) di Sleman, Yogyakarta mengadakan Sekolah Teori Multikulturalisme
(STM). Sekolah singkat ini diadakan dengan maksud untuk untuk membangun dialog
konstruktif dan mendekatkan multikulturalisme sebagai perspektif tentang kehidupan
manusia.13 Materi yang diajarkan kepada pesertanya terdiri dari: Multikulturalisme ala
Indonesia, Epistemologi Multikulturalisme, Gender dan Multikulturalisme hingga materi
Negara, Kebijakan, dan Politik Multikultur.14
Beralih ke Malang, di kota berhawa sejuk ini terdapat dua kampus swasta besar yang
mengklaim sebagai kampus multikultural. Kampus tersebut adalah Unisma Malang dan
Universitas Kanjuruhan. Untuk Unisma belum bisa dikatakan kampus multikultural karena

masyoritas mahasiswanya dari kalangan Nahdliyin saja. Berbeda dengan Universitas
Kanjuruhan yang mahasiswanya ada non Muslimnya. Sebetulnya UMM Malang bisa
dikategorikan kampus Multikultural karena di kampus megah itu terdapat beragam
mahasiswa dari berbagai budaya dan agama. Bahkan mahasiswa asingnya cukup banyak
khususnya dari Australia.15
Lantas apa yang di maksud dengan Multikultural? Dalam buku Panduan Integrasi Nilai
Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam pada SMA dan SMK, terbitan Kementerian
Agama RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), dan TIFA
Foundation, dijelaskan maksud multikultural adalah “kesediaan menerima kelompok lain
secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender,
bahasa, atau pun agama. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya
kemajemukan, multikultural memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya
itu mereka adalah sama di dalam ruang publik”.16
Dengan definisi semacam ini, kata Adian husaini, multikulturalisme sedang mendorong
seorang Muslim untuk melepas wawasan keimanannya. Muslim dijerat untuk berpikir,
bahwa tiada beda antara tauhid dan syirik. Agama diletakkan dalam ranah pribadi. Di
12

Lihat Zakiyuddin Baidhawy (ed), Reinvensi Islam Multikultural, (Yogyakarta: PSB-PS UMS, 2005), hal vi
Sumber: Akun facebook Impulse Jogja.

14
Ibid.
15
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) adalah salah satu perguruan tinggi di Malang yang menjalin
kerja sama dengan Australia, melalui Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS).
Dalam program pertukaran mahasiswa ini, setiap tahun ada saja mahasiswa Australia yang belajar di UMM.
Demikian sebaliknya, mahasiswa dan dosen UMM dikirim ke negeri Kanguru itu. ACICIS merupakan kerja
sama antar perguruan tinggi bukan antar pemerintah (G-to-G) sehingga program kerja sama pertukaran
mahasiswa antar kedua negara ini tidak terpengaruh oleh merenggangnya hubungan antara Indonesia
de ga Australia ya g disebabka isu pe yadapa . Hentikan kerjasama dengan Australia Sinar harapan
edisi 21 November 2013
16
Koran Republika 19 April 2012, hal 24.
13

Ilmu Pendidikan Islam |5

ranah publik, semua harus diperlakukan sama. Jangan peduli, apakah agama dan budaya
itu sesat atau bejat. Yang penting agama, yang penting budaya! Kata mereka, Negara tidak
berurusan dengan soal kebenaran atau kesesatan. Negara harus bersikap netral!.17 Dari

sinilah kita harus mewaspadai maksud sebenarnya dari paham Multikulturalisme yang
digaung-gaungkan pihak tertentu khususnya di ranah pendidikan.
E. Islamisasi Ilmu Pengetahuan (sains)
Ilmu pengetahuan kok di Islamkan? Memangnya ada apa? bukankah ilmu pengetahuan
itu milik Allah swt. Di Dunia Islam ada 3 pandangan mengenai integrasi antara agama dan
sains, diantaranya: menerima 100%, bersikap setangah-setengah dan menolak. Pandangan
yang kedua, bersikap setengah-setengah menganggap di dalam ilmu pengatahuan/sains ada
yang tidak Islami, jadi perlu di Islamisasi. Misalnya ilmu-ilmu sosial.18
Penggagas islamisasi ilmu pengetahuan ini adalah Ismail raji al-Faruqi. Al-Faruqi
melontarkannya dalam sebuah seminar pendidikan muslim di Makkah pada tahun 1977.
Secara global ada lima program kerja yang dirumuskan oleh al-Faruqi:19
a. Penguasaan disiplin ilmu modern
b. Penguasaan khazanah Islam
c. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern
d. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern
e. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola
rencana Allah swt.
Konsep islamisasi al-Faruqi tersebut belum sepenuhnya diamini sebagian cendekiawan
muslim lainnya seperti Fazlurrahman dan Ziauddin Sardar. Rahman menyatakan mengapa
kita tidak melahirkan ilmu dari kandungan al-quran untuk mengobati penyakit jahiliyah

modern akibat krisis ilmu pengetahuan dan peradaban? Seharusnya ilmu dimulai dari alQuran bukan berakhir dengan al-Quran. Sardar yang tidak setuju dengan konsep al-Faruqi
juga berpendapat, Bukan Islam yang dibuat relevan dengan pengetahuan modern,
melainkan pengetahuan modern yang harus dibuat relevan dengan Islam. Secara a priori,
Islam selalu relevan sepanjang masa.20 Wallahu’allam bishowwab

17

Ibid.
Uraian Budhy Munawar Rachman di dalam Sekolah Integrasi sains dan Agama di aula rektorat lt 3 bulan
Desember 2013
19
M. Zainuddin, Pokok Pikiran Tentang Paradigma Islamisasi ilmu Pengetahuan, hal 212-213 dalam buku
Intelektualisme Islam, (LKQS UIN Malang, 2007)
20
Ibid. hal 217-218
18