Pemecahan Masalah perkembangan kognitif terhadap

Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah selalu melingkupi setiap sudut aktivitas manusia, baik dalam
bidang ilmu pengetahuan, hukum, pendidikan bisnis, olah raga, kesehatan, industri, literatur,
dan sebagainya. Dan jika tidak ada aktivitas pemecahan masalaha yang dirasa cukup dalam
kehidupan profesional dan vokasional hidup kita, kita bisa melakukan berbagai macam
penyegaran. Manusia, monyet, dan beberapa jenis mamalia lainnya adalah jenis makhluk
hidup yang mempunyai rasa keingintahuan, di antaranya keingintahuan yang berkaitan
dengan cara bertahan hidup, mencari stimulasi, juga mengatasi konflik dalam kehidupan
dengan kreativitas, intelegensi, dan kemampuan memecahkan masalah.
Pemecahan Masalah sendiri artinya adalah suatu pemikiran yang terarah secara
langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita
banyak sekali menemukan masalah dalam kehidupan sehari – hari, dengan begitu kita akan
membuat suatu cara untuk menanggapi, memilih, menguji respons yang kita dapat untuk
memecahkan masalah suatu masalah tersebut.

Masalah (Problem)
Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Suatu persoalan
dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari lingkungannya, bergerak dari yang
mudah sampai yang sulit, dan dari masalah yang sudah jelas (defined problem) sampai
masalah yang tidak jelas (ill defined problem). Psikologi kognitif memusatkan perhatiannya
kepada masalah-masalah yang memiliki tingkat kesulitan sedang. Alasannya ialah agar dapat

dipelajari proses-proses kognisi yang terlibat dalam pencarian pemecahan yang benar.
Masalah juga seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan,
ketidakpuasan, atau kesenjangan. Menurut para ahli psikologi kognitif seperti Anderson
(1980), Evans (1991), Hayes (1978), dan Ellis dan Hunt (1993) sepakat bahwa masalah
adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan atau tujuan yang
diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present state and future state or desired
goal). Keadaan sekarang sering pula disebut original state, sedangkan keadaan yang
diharapkan sering pula disebut final state. Jadi, suatu masalah muncul apabila ada halangan
atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan goal state.

1

Secara visual suatu masalah melibatkan paling sedikit tiga komponen. (1) adalah suatu
keadaan sekarang atau tengah dihadapi (strart). (2) adalah keadaan atau tujuan yang
diinginkan (goal). (3) adalah prosedur atau aturan yang akan ditempuh apakah menurut
pendekatan algoritma atau heuristik.

Jenis Masalah
Masalah dapat digolongkan menjadi berbagai jenis, tergantung dari sudut mana para
ahli memandangnya. Sebagian ahli membedakan masalah menurut pengetahuan seseorang,

sehingga masalah digolongkan menjadi :
a.

Masalah yang Jelas dan Tidak Jelas.
Berdasarkan tingkat pengetahuan seseorang mengenai masalah yang dihadapi, Evans
(1991) membagi masalah menjadi 4 macam :
1. Masalah – masalah yang baik situasi sekarang maupun situasi yang
diinginkan, keduanya diketahui. Jenis ini merupakan masalah – maslaah yang
paling mudah dipecahkan, termasuk masalah yang memiliki struktur jelas atau
structured problem.
2. Masalah yang hanya diketahui pada situasi sekarang, tetapi situasi yang
diinginkan tidak diketahui.
3. Masalah yang situasi yang diinginkan diketahui
4. Masalah – masalah yang baik situasi sekarang maupun situasi yang
diinginkan, keduanya tidak diketahui. Jenis ini adalah masalah – masalah yang
kompleksatau sulit untuk dipecahkan, termasuk unstructured problem.
Menurut pendapat Greeno (dalam Ellis and Hunt, 1993) masalah atau problem dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan proses- proses kognitif yang terlibat dalam
pemecahan masalah :

a. Inducing Structured Problem
Jenis masalah ini meminta seseorang untuk menemukan pola yang akan
menghubungkan elemen – elemen masalah, antara satu elemen dengan yang
lain. Salah satu contoh adalah analogi verbal: Garam : Asin :: Gula : ...? untuk
dapat memecahkan masalah ini orang harus menemukan bagaimana pola
hubungan antara garam dan asin (yaitu rasa), kemudian bagaimana jika
hubungan rasa ini diterapkan pada gula (jawabannya adalah manis).
b. Transformation Problem

2

Jenis masalah ini ialah seseorang harus memanipulasi atau mengubah objek –
objek dan simbol – simbol menurut aturan tertentu agar diperoleh suatu
pemecahan. Contoh masalah tersebut adalah memecahkan soal aljabar orang
harus mengubah kalimat – kalimat dalam bentuk persamaan (simbol dan
bilangan) tertentu. Contoh : untuk memecahkan masalah soal ini orang harus
mengubahnya sebagai berikut :
(jumlah pelamar) = 2 x (jumlah pekerjaan)
Jumlah pekerjaan = 5
Y=2x5

Y = 10.
c. Arrangement Problem
Jenis masalah ini adalah seseorang harus mengatur atau menyusun ulang
elemen – elemen suatu tugas agar diperoleh pemecahan. Semua elemen tugas
disebutkan kemudian seseorang harus menyusun kembali menurut cara – cara
tertentu yang dapat mencapai pemecahan. Contoh soal angram kata :
mengubah susunan huruf “D-A-U-K” menjadi nama seekor binatang. Untuk
menemukan kata yang sebenarnya, orang harus menyusun ulang huruf – huruf
yang ada itu, sehingga dapat diperoleh kata KUDA.

Psikologi Gestalt dan Pemecahan Masalah
Gestalt terkenal dengan pemahaman “Insight” dalam memecahkan masalah. Gestalt
kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai “konfigurasi” atau keseluruhan yang “terorganisir”.
Menurut para penganut psikologi Gestalt (Gestaltis), suatu permasalahn (khususnya masalah
– masalah perseptual) ada ketika ketegangan atau stres muncul sebagai hasil dari interaksi
antara persepsi dan memori. Dengan memikirkan suatu permasalahan atau dengan
menelitinya dari berbagai sudut yang berbeda, pandangan yang benar dapat muncul saat kita
pada saat kita memikirkannya lebih jauh. Psikolog Gestalt awal seperti (Max Wertheimer,
Kart Koffka, Wolfgang Kohler) mendemonstrasikan sudut pandang presepsi reorganisasi
dalam aktivitas pemecahan masalah. Dari sudut pandang tersebut, kemudian muncul konsep

“functional fixedness” yang dikemukakan oleh Karl Duncker (1945). Konsep ini mempunyai
pengaruh dalam penelitian pemecahan masalah, yaitu adanya kecenderungan untuk
mempersepikan suatu barang sesuai dengan fungsi pada umumnya, maka kecenderungan
tersebut dapat mempersulit kita ketika kita diminta untuk menggunakan barang tersebut
untuk hal – hal yang kurang lazim.

3

Tahapan Pemecahan Masalah
1. Pemahaman Masalah/
2. Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan, dan memilih salah
satu di antara hipotesis – hipotesis itu.
3. Menguji hipotesis yang dipiliha itu dan mengevaluasi hasil – hasilnya. (Ellis
dan Hunt, 1989).
Glass dan Holyoak (1986) mengusulkan proses atau alur pemecahan masalah secara lebih
rinci, ada 4 langkah :



1. Membentuk representasi masalah.

2. Merencanakan pemecahan yang paling mungkin.
3. Mencoba merumuskan kembali pokok permasalahn.
4. Dilaksankan dan dievaluasi hasil – hasilnya.
Pemahaman Masalah (Problem Understanding) : agar diperoleh pemecahan yang benar,
seseorang harus terlebih dahulu memahami dan engenali gambar pokokpersoalan secara



jelas.
Representasi Mental : salah satu kunci sukses dalam pemecahan masalah ialah
bagaimanasuatu masalah direpresentasikan didalam pikiran (mental representation).
Contoh, anak – anak sampai dengan usia sekolah dasar, ketika kepada mereka diajukan
sebuah pertanyaan secara lisan beriku : “berat mana kapas 1kilo dengan gula denga
gula 1 kilo?” mereka umumnya menjawab: “gula”. Padahal sama – sama 1 kilo, tentu
tidak berbeda berat keduanya. Namun, mereka memiliki gambaran mental bahwa kapas



itu ringan, sedangkan gula itu berat
Ruang Masalah (Problem Space) : ruang masalah juga sangat menentukan tingkat

kemudahan atau kesulitan seseorang untuk mencari pemecahannya. Sebagai pegangan
bahwa makin luas ruang suatu masalah maka makin sulit mencari jalan keluar atau
pemecahannya. Jika seseorang diminta mencari atau menemukan satu objek yang aneh,
ia akan dengan mudah menemukan objek itu pada ruang yang lebih sempit (kotak



semit) daripada yang lebih luas (kotak besar).
Kesenjangan antara Keadaan Sekarang dengan yang Diinginkan : jarak kesenjangan
antara keadaan yang sedang dihadapi sekarang (present state) dengan keadaan yang
diinginkan (desired goal) juga mempengaruhi tingkat kemudahan atau kesulitan orang
dalam memecahkan masalah. Contoh, mengubah bentuk setengah lingkaran menjadi
sebuah lingkaran (penuh) akan lebih mudah daripada menguah bentuk segitiga menjadi

4

lingkaran itu. Sebab, dari setengah lingkaran ke bentuk lingkaran penuh memiliki
perbedaan (kesenjangan ) yang lebih sedikit daripada bentuk segitiga ke lingkaran.

Representasi Permasalahan

Pada hal ini pekerjaan para psikolog Gestalt berfokus pada sifat dari suatu tugas dan
pengaruhnya pada kemampuan seseorang untuk memecahkannya. Informasi yang
direpresentasikan dalam pemecahan masalah sebenarnya mempunyai pola yang berurutan.
Contoh pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Hayes (1989) :
N

Tindakan Kognitif

Sifat Permasalahan

O
1.

Mengidentifikasikan Permasalahan

Bulan Mei depan saya akan lulus dari perguruan
tinggi. Ini adalah akhir dari satu tahapan dalam

2.


3.

Representasi Masalah

Merencanakan sebuah solusi

hidup saya (waktunya untuk berkembang.
Saya akan menjadi pengangguran dan tidak
mempunyai

pendapatan.

mendapatkan

pekerjaan

Saya
(tidak

harus


bisa

lagi

meminta pada ayah dan ibu).
Saya akan membuat lamaran, melihat lowongan
pekerjaan yang ada, dan meminta pendapat dari

4.

Merealisasikan rencana

teman dan guru.
Saya akan membuat janji dengan perusahaan
yang menarik. Saya akan diwawancara oleh

5.

Mengevaluasi rencana


mereka (berspekulasi).
Saya
akan
mempertimbangkan
penawaran

sesuai

keinginan

saya

dengan
dan

setiap

kebutuhan

kemudian

dan

membuat

keputusan (siapa yang menawarkan gaji yang
besar, liburang yang panjang, dan pensiun yang
6.

Mengevaluasi solusi

awal).
Saya akan merefleksikan proses pemecahan
masalah ini dan menggunakan pengetahuan ini
sebagai cara pemecahan masalah di masa depan
(dibagian mana kesalahan saya).

5

Walaupun semua tahapan sangat penting, representasi dari suatu permasalahan adalah hal
yang paling penting, khususnya bagaimana informasi disajikan dalam istilah – istilah visual
imajinatif. sebagai contoh, anda diberi pertanyaan perkalian 43 dengan 3, soal tersebut
bukanlah hal yang sulit bagi anda. Anda dapat mengatakan bahwa anda dapat menemukan
jawabannya secara mudah dengan beberapa operasi mental.

Dan bagaimana jika saya

menanyakan pada anda perkalian antara 563 dengan 26 secara mental, bagaimana anda
menyelesaikan soal tersebut? Jika anda seperti kebanyakan yang lainnya, anda melihat
permasalahan, bahwa anda memiliki proses dengan mengalikan 3 x 6 “lihat” 8, ambil angka
1, kemudian kalikan 6 x 6, tambahkan 1 dan seterusnya. Semua proses ini diselesaikan
dengan informasi yang direpresentasikan dalam imajinasi. Sebagian besar informasi yang kita
peroleh adalah melalui sistem visual kita. Dapat dilihat bahwa penulis menggaris bawahi
kecenderungan untuk mempresentasikan sesuatu secara visual dengan menggunakan prosa
yang kaya imajinasi.

Cara – cara Merepresentasikan Masalah
1. Simbol : salah satu cara yang dianggap paling efektif untuk merepresentasikan
persoalan yang abstrak ialah melalui simbol, seperti mahasiswa memecahkan
soal – soal aljabar.mahasiswa dapat menerjemahkan dan mengubah kalimat –
kalimat aljabar ke dalam simbol – simbol matematika.
2. Daftar : banyak masalah yang tidak dapat direpresentasikan dengan cara
mengubah kedalam simbol – simbol. Sebagai alternatif lain ialah digunakan
cara menyusun daftar sifat – sifatmasalah. Contoh : seseorang tukang
membuat mainan anak – anak ingin meciptakan berbagai macam boneka yang
ditangannya memegang bola. Boneka yang berukuran sedang memegang bola
kecil, bola yang kecil memegang bola yang besar, dan boneka yang besar
memegang bola berukuran sedang. Rencana tersebut dapat dibuat daftar
berikut :
Representasi masalah dalam bentuk daftar sifat :
 Boneka kecil memegang bola besar
 Boneka sedang memegang bola kecil
 Boneka besar memegang bola sedang.
3. Metrik : Simon dan Hayes (dalam Matlin, 1988) menemukan bahwa lebih dari
50% subjek eksperimen secara spontan menggunakan cara metrik untuk
merepresentasikan masalah. Metrik adalh suatu bagan (chart) yang
menunjukkan kemungkinan sejumlah kombinasi. Contoh,

seseorang ingin
6

menciptakan alat penjepit kertas (klips) dari kemungkinan – kemungkinan
antara bahan logam dan plastik, dan berbentuk segita dan segiempat.
4. Grafik : beberapa masalah mungkin tidak dapat direpresentasikan dalam
bentuk simbol, daftar sifat, metrik, dan diagram pohon bercabang, namun
harus digunakan bentuk representasi yang lain karena dianggap lebih cocok.
Barangkali cara lain yang dapat ditempuh ialah memakai grafik.

Metode Pemecahan Masalah
Pada dasarnya tata cara, prosedur atau strategi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah ada dua macam; algoritma dan heuristik (Anderson, 1980, Ellis dan
Hunt, 1993). Alogaritma adalah suatu perangkat aturan atau tata cara yang dapat
menjaminpemecahan suatu masalah. Heuristik ialah suatu perangkat yang menggunakan
hukum kedekatan, sehingga tidak menjamin perolehan pemecahan meskipun kemungkinan
besar dapat berhasil. Strategi algoritmik bersifat deterministik, sementara heuristik bersifat
probabilistik. Contoh, seseorang ingin mencari nomor telpon temannya dibuku daftar nama
pelanggan telpon. Jika menggunakan cara algoritmik, maka orang harus mencari pada buku
daftar nama nama pelanggan telpon; dimulai dari nomor urut pertama, kedua, dan seterusnya
sampai ia menemukan nama orang yang dicari, baru kemudian mencatat nomor telpon yang
dimaksudkan. Sebaliknya, jika digunakan cara heuristik, maka orang dapat langsung mencari
nama yang dimaksudkan hanya dalam wilayah tertentu saja (misalnya, wilayah Surabaya
Utara atau Jakarta Pusat). Hal ini juga tidak dimulai dari daftar paling awal tetapi dapat
langsung memeriksa pada daftar nama yang memiliki huruf depan sama. Jika sudah
ditemukan nama orang yang dicari, baru kemudian dilanjutkan dengan mencatat nomor
telponnya.
Menurut pendapat Hayes (1978) strategi penemuan jalan pemecahan dapat dibedakan
menjadi dua : penemuan secara acak (random search) yang sering disebut algoritmik dan
penemuan secara heuristik. Perbedaan penting dari keduanya ialah, pada strategi heuristik
seseorang menggunakan informasi tentang permasalahn guna membantu menemukan jalan
keluar yang mungkin benar bagi suatu pemecahan. Sementara, pada cara acak (algoritmik),
semua jalan keluar ditempuh atau dicari tanpa menggunakan pengetahuan khusus untuk
membantu

menemukan

pemecahan.

Contoh,

seseorang

mencari

seekor

kucing

kesayangannya yang hilang. Jika seseorang menggunakan strategi acak, maka orang itu akan
mecari kucing itu kesana kemari, keluar masuk halaman rumah tetangga dan masuk lorong
7

kecil atau gang. Sebaliknya, jika digunakan strategi heuristik, maka orang tersebut akan
mencari kucing itu ditempat – tempat tertentu saja berdasarkan pengetahuannya mengenai
kebiasaan kucing itu mangkal, misalnya ditempat sampah, warung terdekat, dan halaman
rumah tetangga.


Penemuan dengan Strategi Acak (Algoritmik)
Penemuan secara acak adalah cara yang dianggap paling primitif. Strategi ini
dijalankan tanpa pengetahuan khusus yang dapat membimbing seseorang ke arah
pemecahan masalah. Cara ini dapat dikatakan trial and error secara buta, karena
disamping semua jalan atau cara dicoba, juga dapat terjadi pencarian dua kali atau
lebih pada jalan atau cara yang sama. Hal ini disebut cara penemuan acak tidak
sistematis. Cara lain disebut acak sistematis (systematic random search), yaitu setiap
jalan / cara yang pernah ditempuh dicatat, sehingga tidak akan terjadi pengulangan



pada cara yang sama yang dianggap tidak berhasil.
Penemuan melalui Strategi Heuristik
Pendekatan heuristik dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan pengetahuan
seseorang untuk mengidentifikasisejumlah jalan atau cara yang akan ditempuh dan
dianggap menjanjikan bagi penemuan pemecahan suatu masalah (Hayes, 1978).

8

KREATIVITAS
Kreativitas (creativity) adalah salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat
penting, dan oleh kebanyakan ahli psikologi kognitif dimasukkan ke dalam kemampuan
memecahkan masalah. Kreativitas sering juga disebut berpikir kreatif (creative thinking), dan
kedua istilah ini akan digunakan secara bergantian di dalam tulisan ini.
Kreativitas dapat didefinisikan sebagai aktivitas kognitif atau proses berpikir untuk
menghasilkan gagasan-gagasan yang baru dan berguna atau new ideas and useful
(Halpern,1996; Suharnan, 1998, 200a).

Pemahaman yang Salah tentang Kreativitas
Selama ini kreativitas terkesan lebih dekat dengan orang-orang yang bekerja di bidang
perancang atau perekayasa, ilmuwan-peneliti, dan seniman. Pandangan ini adalah tidak benar
atau misconception tentang kreativitas. Setiap orang dapat berpikir dan bertindak kreatif pada
bidang masing-masing. Hampir semua bidang kehidupan manusia dapat dijangkau oleh
kreativitas. Di samping itu, juga suatu anggapan yang salah bahwa kreativitas hanya
berhubungan dengan karya-karya monumental (mahakarya) sebagaimana dihasilkan para
ilmuwan, perancang, atau seniman kenamaan. Kreativitas tidak hanya dilakukan oleh orangorang yang memang pekerjaannya menuntut pemikiran kreatif (sebagai suatu profesi), tetapi
juga dapat dilakukan oleh orang-orang biasa di dalam menyelesaikan tugas-tugas dan
mengatasi masalah sehari-hari, misalnya membuat resep makanan baru.

Berpikir Diverjen dan Konverjen
Beberapa istilah kreativitas atau bepikir kreatif yang digunakan oleh para ahli antara
lain adalah “berpikir diverjen”, sebagai lawan dari berpikir konverjen. Istilah berpikir
diverjen dan konverjen pertamakali diajukan oleh Guilford (1967, 1985). Berpikir konverjen
berorientasi pada satu jawaban yang baik atau benar sebagaimana yang dituntut oleh soal-soal
ujian pada umumnya. Sementara itu, beroikir diverjen adalah proses berpikir yang
berorientasi pada penemuan jawaban atau alternatif yang banyak. Misalnya, “apa saja
kegunaan koran bekas?” seseorang akan dapat menemukan jawaban yang banyak mengenai
penggunaan koran bekas, misalnya pembungkus makanan, sampul buku, layang-layang,

9

lukisan yang dibuat dari potongan koran bekas, alas tidur, dan masih banyak lagi penggunaan
koran bekas.

Berpikir Lateral dan Vertikal
Berpikir kreatif adalah sama dengan “berpikir lateral”. Istilah berpikir lateral
pertamakali diperkenalkan oleh de Bono (1970). Berpikir lateral adalah berpikir di sekitar
masalah (around problem) atau berpikir dengan bergerak ke samping, bukan bergerak ke
depan dan meneruskan apa yang sudah ada. Perbedaan antara berpikir lateral dengan vertikal
ini oleh De Bono diibaratkan di dalam usaha eksplorasi sumber minyak bumi berikut: untuk
mencari sumber minyak maka seorang pemikir lateral akan menggali lubang di tempat yang
lain, sedangkan pemikir vertikal akan menggali lubang di sumur yang sama atau tempat yang
sudah ada sehingga sumur itu menjadi lebih dalam. Jadi, berpikir lateral selalu mencari
alternatif lain di dalam memandang sesuatu atau memecahkan suatu masalah, dan tidak
terpaku pada cara-cara yang sudah ada untuk memperbaikinya.

Sensitivitas, Sinergi, dan Sirendipitas
Proses-proses kreatif dapat digambarkan sebagai: sensitivity (kepekaan), synergi
(penggabungan), dan serendipity (keberuntungan).

Sensitivitas (Kepekaan)
Kepekaan adalah penggunaan alat-alat indera misalnya penglihatan, pendengaran, dan
penciuman sebagai jendela untuk mengetahui dan menguasai dunia atau lingkungan.

Sinergi
Menggabungkan bersama bagian-bagian yang terpisah ke dalam totalitas fungsi yang
berguna. Proses menggabungkan antara dua kawasan, bidang ilmu, atau pendekata nmenjadi
suatu bentuk yang lain atau baru.

Serendipity (Keberuntungan)
Keberuntungan adalah suatu penemuan yang terjadi secara kebetulan atau tanpa
direncanakan akibat adanya suatu kejadian atau kesempatan.

10

Kreativitas sebagai Proses Kognitif
Tahap-tahapKreativitas
Proses kreatif dianggap menyerupai proses pemecahan masalah oleh para ahli
psikologi kognitif, menurut perspektif ini berpikir kreatif melibatkan proses mengidentifikasi
masalah, memutuskan pentingnya masalah, perumusan pokok masalah, dan pencapaian suatu
cara baru bagi pemecahan masalah. MenurutWallas (dalam Hayes, 1978) langkah-langkah
berpikir kreatif meliputi: persiapan, inkubasi, iluminasi, danverifikasi.

Persiapan
Pada tahap persiapan ini seseorang berusaha untuk mengumpulkan berbagai macam
informasi yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

Inkubasi
Pada tahap inkubasi seseorang dengan sengaja untuk sementara waktu tidak
memikirkan masalah yang tengah dicari pemecahan itu. Meski demikian, sebenarnya di
dalam pikiran tidak sadar orang itu tetap berlangsung proses pencarian pemecahan.

Iluminasi
Suatu gagasan atau rencana pemecahan telah ditemukan. Namun, gagasan ini
biasanya masih berupa gagasan pokok atau garis besar. Tahapan ini sering disebut tahapan
munculnya ilham secara tiba-tiba, berupa kilatan imajinasi yang melahirkan jawaban atas
permasalahan.

Verifikasi
Pada tahapa khir proses berpikir kreatif adalah melaksanakan gagasan yang
ditemukan itu untuk telah berhasil maka proses berpikir kreatif selesai.

Menghasilkan Gagasan, Eksplorasi, dan Evaluasi

11

Evaluasi juga diperlukan di dalam proses kreatif, sebab seseorang harus mampu
mengendalikan suatu pemecahan yang telah diperoleh. Evaluasi yang efektif diperlukan
untuk memastikan bahwa proses kreatif telah selesai atau belum, atau apakah seseorang perlu
merumuskan kembali permasalahan.

Perilaku Kreatif (Creative Behaviors)
Hasil penelitian Sternberg menunjukkan bahwa perilaku kreatif memiliki tiga
dimensi: pertama adalah dimensi tanpa kubu (nonentrachment), kedua adalah dimensi rasa
keindahan dan imajinasi, ketiga adalah dimensi kecerdasan atau ketajaman pandangan, dan
keempat adalah dimensi rasa ingin tahu (coriousity).
Dimensi Perilaku Kreatif (Sternberg, 1985b)
Dimensi 1: Nonentranchment (tanpa buku, dan bebas masuk)
a.
b.
c.
d.

Memperbaiki atau menyempurnakan aturan-aturan sepanjang waktu
Impulsif (memperturutkan kehendak hati)
Mengambil peluang atau memanfaatkan kesempatan
Cenderung mengetahui keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dan mencobaapa

e.
f.
g.
h.
i.

yang menurut orang lain dianggap tidak mungkin
Emosional (kepekaan emosi)
Memiliki semangat bebas
Membangun istana di langit (angan-angan yang tinggi)
Tidak konformis
Tidak ortodok (tidakkonvensional)

Dimensi 2: Rasa keindahan dan imajinasi
a.
b.
c.
d.
e.

Memiliki apresiasi terhadap seni, musik, dan seterusnya
Suka sendirian ketika sedang menciptakan sesuatu yang baru
Dapat menulis, menggambar, dan membuat komposisi music
Memiliki cita-rasa yang baik
Menggunakan (memanfaatkan) bahan-bahan di sekitarnya dan dibuat sesuatu yang

unik dari bahan-bahan atau benda-benda itu
f. Terjadi harmonisasi antara material dengan proses-proses ekspresi
g. Imajinatif (memiliki daya khayal yang tinggi)
Dimesi 3: Kecerdasan atau ketajaman pandangan
a. Mempertanyakan norma-norma sosial, dogma-dogma, atau asumsi-asumsi
12

b. Cepat mengerti atau tanggap
c. Berpegang teguh pada suatu pendirian
Dimensi 4: Rasa ingintahu (curiousity)
a. Memiliki rasa ingin tahu ketika usia dini
b. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

Intelegensi (IQ) dan Kreativitas
Kreativitas merupakan aktivitas berpikir untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru,
tindakan-tindakan baru, atau pemecahan-pemecahan baru bagi suatu masalah. Sudah tentu
kreativitas memerlukan peran intelegensi pada tingkatan tertentu. Sebab, meski baik
intelegensi maupun kreativitas merupakan kemampuan intelektual, namun keduanya
memiliki dimensi berbeda. Intelegensi lebih dekat dengan dimensi berpikir konverjen –
mencari dan memilih satu jawaban yang terbaik atau paling cocok, sedangkan kreativitas
lebih dekat dengan dimensi berpikir diverjen – menghasilkan (produce) alternative jawaban
yang banyak (Hattie, danRogers, 1986; Munandar, 1982; Thorndike, 1968). Namun
demikian, di dalam proses kreatif sudah tentu terdapat tahapan-tahapan dari proses ini yang
melibatkan berpikir konverjen, sehingga intelegensi sampai saat ini dianggap sebagai salah
satu variable penting bagi penelitian-penelitian di bidang kreativitas. Dapat disimpulkan,
bahwa orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi cenderung lebih kreatif daripada mereka
yang memiliki intelegensi rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa dengan makin tinggi
intelegensi (IQ) seseorang maka dengan sendirinya akan menjadikan ia lebih kreatif daripada
yang lain. Sebab, antara intelegensi dengan kreativitas menunjukkan korelasi yang tidak
sempurna (Halpern, 1996).

13

Cara-cara Meningkatkan Berpikir Kreatif
Sebagian besar ahli kreativitas berpendapat bahwa kreativitas dapat dikembangkan
dengan banyak cara seperti teknik atau strategi yang dapat ditempuh seseorang untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Di antara cara-cara yang penting akan
dikemukakan pada bagian ini seperti:










Mengembangkan pangkalan pengetahuan
Mempertanyakan kembali asumsi-asumsi
Analisis komponen (fragmentation)
Berpikir kebalikan
Analogi
Sumbangsaran
Inkubasi
Berpikir visual
Berpikir global dan perspektif masa depan jauh

Kesimpulan
1. Kreativitas atau berpikir kreatif adalah proses kognitif untuk menghasilkan gagasangagasan baru yang berguna. Bidang-bidang kreativitas sangat luas dan menjangkau
hampir semua kehidupan manusia, mulai dari gagasan-gagasan yang bersifat
mahakarya (monumental) sampai pada kebutuhan hidup sehari-hari, dari gagasangagasan yang rasional dan ilmiah sampai pada hal-hal yang lucu dan liar.

INTELEGENSI
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia.
Intelegensi merupakan bagian dari proses – proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi
14

(higher order cognition). Secara umum intelegensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang
yang memiliki intelegensi tinggi sering disebut pula sebagai orang cerdas atau jenisu. Solso
mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan;
menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep – konsep konkret dan abstrak, dan
menghubungkan diantara objek – objek dan gagasan – gagasan; menggunakan
pengetahuandengan cara – cara yang lebih berguna (in a maningful way) atau efektif.

Intelegensi sebagai Kemampuan
Berdasarkan pengetahuan mengenai intelegensi buatan ini, Nickerson, Perkins, dan
Smith (dalam Solso, 1988) membuat daftar kemampuan yang mereka percayain sebagai
representasi dari intelegensi manusia sebagaimana berikut.


Kemampuan Mengklasifikasi Pola – pola Objek
Semua orang yang memiliki intelegensi normal

mampu

mengenali

dan

mengklasifikasikan stimulus – stimulus yang tidak identik ke dalam satu kelas atau


rumpun.
Kemampuan Beradabtasi
Kemampuan belajar dan memodifikasi perilaku agar dapat beradaptasi dengan
lingkungan merupakan hal yang penting bagi intelegensi manusia. Orang yang
memiliki intelegensi tinggi mampu beradaptasi dengan tuntutan lingkungan dimana ia
berada. Orang yang memiliki intelegensi rendah sering mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan – tuntutan lingkungan baik alam maupun sosial



budaya.
Kemampuan Menalara secara Deduktif
Orang yang intelegen mampu menalar secara logika deduktif; menarik kesimpulan



tertentu berdasarkan premis – premis yang mendahului.
Kemampuan Menalar secara Induktif
Penalar induktif meminta seseorang menarik kesimpulan di balik informasi yang
diberikan atau terbatas. Penalaran ini meminta seseorang menemukan aturan – aturan



atau prinsip – prinsip tertentu berdasarkan contoh – contoh khusus.
Kemampuan mengembangkan dan menggunakan konsep
Kemampuan ini meliputi bagaimana seseorang membentuk suatu kesan – pemahaman
mengenai cara – cara suatu objek bekerja atau berfungsi, dan bagaimana



menggunakan model itu untuk memahami dan menginterpretasi kejadian – kejadian.
Kemampuan memahami
Kemampuan melihat adanya hubungan atau relasi didalam suatu masalah, dan
kegunaan – kegunaan hubungan ini bagi pemecahan masalah itu.
15

Karakteristik Perilaku Intelegen
Menurut pendapat Wechsler (1975), ada tiga karakteristik perilaku intelegen
(Intelligent Behaviour) :
a. Adanya Kesadaran (condition of awarness). Orang yang intelegen menyadari
tindakan – tindakannya dan cara – cara yang ditempuh, yang hal ini berbeda
dengan perilaku instink dan reflek.
b. Perilaku intelegen selalu mempunyai tujuan atau diarahkan pada sasaran
tertentu (goal direceted), bukan dilakukan secara acak (random).
c. Perilaku intelegen adalah rasional; kemampuan untuk berpikir logis dan
konsisten, sehingga dapat dipahami.
d. Perilaku intelegen harus memiliki nilai (makna) dan kegunaan, paling sedikit
hal ini menurut kesepakatan pendapat kelompok.
Hasil – hasil penelitian ini menemukan sejumlah karakteristik perilaku intelegen yang
dibedakan menjadi tiga dimensi : kemampuan memecahkan masalah praktis, keseimbangan
dan integrasi intelektual, dan intelegensi kontekstual.

Teori teori Intelegensi


Teori Faktor
Spearman mengembangkan teori dua faktor dalam kemampuan mental manusia.
1. Faktor kemampuan umum yang disebut faktor “g”; kemampuan menyelesaikan
tugas atau masalah secara umum, misalnya kemampuan mengerjakan soal – soal
matematika.
2. Kemampuan khusus yang disebut faktor “s”; kemampuan menyelesaikan
masalah atau tugas – tugas khusus, misalnya mengerjakan soal – soal perkalian
atau penambahan didalam matematika.
Cattel (dalam Hakstian dan Cattel, 1978) mengembangkan teori triadik tentang struktur

kemampuan mental, yang meliputi :



a)
Kapabilitas umum
b)
Kemampuan provinsial
c)
Kemampuan agensi
Teori Struktur Intelektual

16

Dikembangkan oleh Guilford (1967, 1985). Menurut teori SOI (Structure Of Intelect),
intelegen didefinisikan sebagai suatu kumpulan yang sistematik mengenai kemampuan
– kemampuan atau fungsi – fungsi intelektual untuk memproses informasi yang


beraneka macam didalam berbagai bentuk.
Teori Kognitif
Stenberg (1985a) menggunakan teori komponen berdasarkan alur proses – proses
kognitif yang terlibat didalamnya. Teori komponen ini sering disebut teori pemrosesan
informasi. Menurut teori Sternberg intelegensi dapat dianalisis kedalam lima komponen



: metakomponen, komponen performansi, komponen akuisisi, komponen transfer.
Teori Intelegensi Majemuk (Multiple Intelligences)
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gardner pada awal 1980-an. Menurut Gardner
intelegensi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan atau memecahkan
masalah dan menciptakan produk (karya). Terdapat tujuh jenis intelegensi:
a) Intelegensi bahasa (verbal or linguistic intelligence) : kemampuan
memanipulasi kata – kata didalam bentuk lisan atau tulisan, misalnya, membuat
puisi.
b) Intelegensi matematika – logika (mathematical – logical intelligence) :
kemampuan memanipulasi sitem – sitem angka dan konsep – konsep menurut
logika, disamping juga kemampuan ilmu pengetahuan. Misalnya, para ilmuwan
bidang matematika, fisika, filsafat, dll.
c) Intelegensi ruang (spatial intelligence) : kemampuan untuk melihat dan
memanipulasi pola – pola dan rancangan – rancangan. Misalnya, seorang pelaut,
insinyur, dokter bedah, dll.
d) Intelegensi musik (musical intelegence) : kemampuan memahami dan
memanipulasi konsep = konsep musik. Misalnya, intonasi, irama, dan harmoni.
e) Intelegensi gerak tubuh (bodily-kinesthetic-intelligence) : kemampuan untuk
menggunakan tubuh dan gerak. Misalnya, dalam dunia olah raga, menari.
f) Intelegensi intrapersonal : kemampuan untuk memahami perasaan – perasaan
sendiri, refleksi pengetahuan batin, dan filosofinya. Misalnya ahli sufu, dan
agamawan.
g) Intelegensi interpersonal : kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun
perasaannya. Misalnya, memotivasi orang lain, dll.

Intelegensi dan pemrosesan informasi
Berdasarkan hasil hasil penelitian mengenai kemampuan memproses informasi, maka
indikator – indikator yang penting adalah :

17

1) Ingatan jangka pendek : orang – orang yang memiliki intelegensi tinggi
cenderung lebih cepat dan akurat didalam memproses informasi jika
dibandingkan dengan mereka yang memiliki intelegensi rendah. Hal ini
berlaku pada proses menggali kembali / me-recall pengetahuan dari ingatan.
Yang memiliki intelegensi tinggi lebih efisien atau baik dalam encoding
informasi daripada mereka yang memiliki intelegensi rendah.
2) Pengetahuan umum (general knowledge) : sejak awal pengembangan tes – tes
intelegensi, pengetahuan umum merupakan bagian penting dari intelegensi
manusia.
3) Penalaran dan pemecahan manusia ( reasoning and problem solving) :
kemampuan penalaran dan pemecahan masalah merupakan komponen penting
dari intelegensi manusia. Penalaran dicirikan adanya usaha mengkombinasikan
elemen – elemen informasi yang diketahui untuk menghasilkan informasi
baru. Informasi dapat datang dari eksternal, misalnya buku, televisi, dll atau
internal yakni pengetahuan yang telah disimpan didalam ingatan.
4) Adaptasi (adaptiveness) : tingkat intelegensi seseorang juga dapat dilihat dari
kemampuan beradaptasi. Kemampuan beradaptasi merupakan suatu perilaku
yang sangat kompleks, karena didalamnya melibatkan fungsi intelektual
misalnya, penalaran, ingatan kerja, dan belajar keterampilan. Dalam hal ini,
adaptasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan strategi dengan
perubahan tuntutan tugas atau lingkungan.

Peran Intelegensi Bagi Kehidupan Manusia
Hasil – hasil penelitian yang dihimpun oleh Schmidt dan Hunter (2004) menunjukkan
bahwa intelegensi umum (GMT General Mental Ability) dapat memprediksi pencapaian
jabatandan kinerja seseorang dalam dunia kerja. Dan juga, hasil penelitian yang dihimpun
oleh Kuncel, Hezlett, dan Ones (2004) yang menggunakan Miller Analogies Test (MAT)
menunujukkan bahwa intelegensi umum merupakan prediktor yang andal bagi prestasi
akademik, potensi karir, kreativitas, dan kinerja seseorang. Dengan demikian, intelegensi
sebagai kemampuan kognitif atau intelektual merupakan sesuatu yang esensial bagi
keberhasilan hidup manusia.

Intelegensi Sebagai Faktor Genetik Atau Lingkungan

18

Kecenderungan hasil – hasil penelitian genetik menunjukkan bahwa baik faktor genetik atau
keturunan (hereditas) maupun lingkungan memberi andil terhadap intelegensi yang dimiliki
seseorang. Meski demikian, faktor genetik memberi andil yang lebih besar (berkisar antara
50% - 80%) terhadap intelegensi seseorang daripada faktor lingkungan. Dalam perspektif
perkembangan, pengaruh terbesar dari lingkungan terhadap intelegensi terjadi ketika masa
anak – anak (childhood), kemudian mengalami penurunan setelah umur mereka bertambah
dewasa. Sebaliknya, makin bertambah dewasa usia anak maka faktor genetik makin besar
pengaruhnya terhadap intelegensi (Plomin dan Spinath, 2004).

19