MAKALAH PERBANDINGAN ANTARA TEORI SIGMUN

MAKALAH
PERBANDINGAN ANTARA TEORI
SIGMUND FREUD DAN TEORI ERIKSON
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu :
Dr. Arif Budi Raharjo, M.si

Oleh :
FAUZI ROCHMAN
NPM: 20161010028
PROGAM MAGISTER STUDI ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

0

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam waktu kewaktu manusia sebagai makhluk hidup yang sempurna
mengalami perkembangan entah itu fisik ataupun non fisik. Adapun perkembangan
fisik dapat kita ukur kuantitasnya seperti pertumbuhan badan, kaki, gigi dan lainnya
sedangkan perkembangan non fisik berhubungan dengan tingkat kedewasaan, proses
berfikir dan lain sebagainya.
Dalam psikologi perkembangan Richard M. Lerner (1976), merumuskan
sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi
psikologis sepanjang hidup. Misalnya, mempelajari bagaimana proses berpikir pada
anak-anak usia satu, dua atau lima tahun, memiliki persamaan atau perbedaan, atau
bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja
sampai dewasa.1
Sehingga dengan adanya ilmu ini dapat bermanfaat untuk kita semua
khususnya para praktisi pendidikan ataupun

para orang tua agar tahu proses

perkembangan individu dari waktu ke waktu agar dapat dijadikan pijakan pola asuh
kepada anak supaya pekembangan anak dapat terpenuhi dari tahapan ke tahapan
selanjutnya. Namun jika sebaliknya guru ataupun para orang tua tidak memahami
teori ini yang menjadi korban adalah anak karena mereka akan berkembang tidak

sesuai dengan harapan. Seperti anak sudah bisa berlari kita malah mengajarinya
berjalan atau sebaliknya anak baru belajar berjalan malah kita mengajarinya berlari.

1.

Desmita, Psikologi perkembanmgan (Bandung: Rosdakarya, 2005) Hal 3

1

Dalam pembahasan psikologi perkembangan manusia terdapat banyak teori
dari yang rumit sampai yang sederhana. Oleh karena itu dalam makalah ini akan
dijelaskan 2 teori psikologi perkembangan menurut ilmuwan besar yaitu Sigmund
Freud dan Erik Erikson.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana biografi Sigmund Freud
2. Bagaiman teori perkembangan menurut Sigmund Freud
3. Bagaimana biografi Erik Erikson
4. Bagaimana teori perkembangan menurut Erik Erikson
5. Perbandingan teroti Sigmund Freud dengan Erik erikson


C. TUJUAN
1.

Mengetahui biografi Sigmund Freud

2.

Mengetahui teori perkembangan menurut Sigmund Freud

3.

Mengetahui biografi Erik Erikson

4.

Mengetahui teori perkembangan menurut Erik Erikson

5.

Mengetahui Perbandingan teroti Sigmund Freud dengan Erik erikson


2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Sigmund Freud
Sigmund Freud lahir di Freiberg, Austria 6 Mei 1856 Kemudian meninggal di
London, 23 September 1939 pada umur 83 tahun adalah seorang Austria keturunan
Yahudi.
Pendidikan formalnya ialah kedokteran dan setelah lulus memperdalam
bidang neurologi dan melakukan penyelidikan dalam bidang ini. Pada tahun 1885
freud pergi ke paris dan selama setahun ia belajar pada piere janet dan jean Charcot
dalam teknik menyembuhkan para penderita hysteria yakni dengan cara hypnosa.
Sekembalinanya ke Wina freud bekerja pada joseph Breuer dalam menyembuhka
penyakit hysteria. 2

B. Teori Perkembangan menurut Sigmund Freud
Sigmund Freud merupakan tokoh pendiri psikoanalisa atau disebut juga aliran
psikologi dalam (depth psychology) ini secara skematis menggambarkan jiwa sebagai
gunung es. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bagian terkecil, yaitu

puncak dari gunung es situ, yang dalam hal kejiwaan adalah bagian kesadaran
(conscious-ness). Agak dibawah permukaan air adalah bagian yang di sebutnya
prakesaadaran atau subconsciousness atau preconsciousness. Ketidaksadaran ini
berisi dorongan dorongan yang ingin muncul ke permukaan atau ke kesadaran.
Bagian yang terbesar dari gunung es itu berada dibawah permukaan air sama sekali
dalam hal jiwa merupakan dalam ketidaksadaran (unconsciousness).
2. Singgih D Gunarso, Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta: Gunung Mulia, 1987) Hal 90

Ketidaksadaran ini berisi dorongan dorongan yang ingin muncul ke permukaan atau
kesadaran. Dorongan dorongan ini mendesak ke atas, sedangkan tempat diatas sangat
3

terbatas sekali. Tinggallah “Ego” (Aku) yang memang menjadi pusat dari pada
kesadaran yang harus mengatur dorongan dorongan mana yang harus tetap tinggal di
ketidaksadaran. Sebagian besar dari dorongan –dorongan yang berasal dari
ketidaksadaran itu memang harus tetap tinggal dalam ketidaksadaran, tetapi mereka
ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak terus dan kalau “Ego” tidak cukup kuat
menahan desakan ini akan terjadilah kelainan-kelainan kejiwaan . Dorongan
dorongan yang sudah ada sejak manusia lahir yaitu dorongan seksual dan dorongan
agresi sebagian lagi berasal dari pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada

tingkat kesadaran dan pengalaman itu bersifat traumatis (kegoncangan jiwa) sehingga
perlu ditekankan dan dimasukkan dalam ketidaksadaran.3
Contoh Gambar Fenomena gunung es

3. Ekarini Saraswati, Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai Angkatan Sebelum
Perang Hingga Mutakhir), Jurnal ARTIKULASI, Vol. 12 No. 2 Tahun 2011. Hal 756.

Sebagai teori kepribadian psikoanalisis mengatakan bahwa jiwa terdiri
dari 3 sistem yaitu :

4

1. Id yaitu gudang semua dorongan atau tenaga yang sifaynya primitive.
Dorongan primitif ini mempunyai sidat yang disebut prinsip kenikmatan.
Ia menghendaki segera memperoleh kenikmatan, bilamana dorongannya
sudah sampai pada tingkat tingkat dorongan untuk minta disalurkan.
Contoh seorang bayi menangis terus bila timbul keinginan untuk menyusu
ibunya, tanpa dapat ditunda dan baru berhenti , setelah ia mulai menyusu.
2. Ego yaitu berkembang dari id yang berhadapan dengan realitas. Freud
mengatakan bahwa ego adalah bagian dari id yang telah diubah oleh

pengaruh pengaruh langsung dari dunia luar melalui persepsi kesadaran.
Eo melaksanakan prinsip realitas. Ia mengatur dorongan dorongan id
dengan menunda atau menahan, agar mencapai tujuan secara realistik .
secara umum dapat dikatan bahwa ego melaksanakan fungsi fungsinya
sesuai dengan prinsip proses sekunder, yaitu harus realistis di satu pihak,
di pihak yang lain melaksanakan dorongan dorongan yang ada dari id.
Dalam perkembangan tingkah laku anak melakukan proses sekunder ini
jelas berhubungan erat dengan perkembangan intelek anak. Contohnya
saja ketika batita menangis karena lapar kemudian di hidangkan batu sama
roti tentu yang akan di pilih adalah roti. 4
3. Super ego yaitu struktur kepribadian yang merupakan badan moral
kepribadian. Perhatian utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar
atau salah. Contohnya yaitu ketika anak sudah bisa memilih mana yang
benar dan salah dimanapun tempatnya ia akan selalu memegang norma
norma itu. Misalnya ketika ada kantin kejujuran dia mengambil makanan
tentu dia akan membayar sesuai yang dia ambil.
4.

.


Singgih D Gunarso, Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta: Gunung Mulia, 1987) Hal 9395

5

Dengan demikian dapat dipahami bahwa id, ego dan superego adalah
suatu konsep yang dikembangkan Freud untuk menjelaskan komponen
komponen perkembangan biologis (id), psikologis (ego) dan sosial
(superego). Ketiga komponen kepribadian ini berkembang melalui tahap tahap
perkembangan psikoseksual. Freud menggunakan istilah seksual untuk segala
tindakan dan pikiran yang member kenikmatan atau kepuasan dan istilah
psikoseksual digunakan untuk menunjukkan bahwa proses perkembangan
psikologis ditandai dengan adanya libido (energy seksual) yang dipusatkan
pada daerah daerah tubuh tertentu yang berbeda beda Freud yakin bahwa
perkembangan

manusia

melewati

lima


fase

tahapan

perkembangan

psikoseksual dan bahwa setiap tahap perkembangan tersebut individu
mengalami kenikmatan pada satu bagian tubuh lebih dari pada bagian tubuh
lainnya. 5
Tahap-tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud yaitu oral, anal,
phallik, laten dan genital.
1) Tahap Oral (Oris = Mulut)
Fase oral adalah fase perkembangan yang terjadi pada tahun
pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini daerah erogen yang paling
peka adalah mulut, yang berkaitan dengan pemuasan kebutuhan pokok
seperti makanan dan air. Rangsangan yang terjadi pada mulut adalah pada
saat menghisap makanan atau minumannya. Fase oral berakhir saat bayi
tidak lagi memperoleh asupan gizi secara langsung dari ibunya.


5.

. Desmita, Psikologi perkembanmgan (Bandung: Rosdakarya, 2005) Hal 40

2) Tahap Anal (Anus = Dubur)

6

Tahap ini berada pada usia kira-kira 2 sampai 3 tahun. Pada tahap
ini libido terdistribusikan ke daerah anus. Anak akan mengalami
ketegangan, ketika duburnya penuh dengan ampas makanan dan peristiwa
buang air besar yang dialami oleh anak merupakan proses pelepasan
ketegangan dan pencapaian kepuasan, rasa senang atau rasa nikmat.
Peristiwa ini disebut erotic anal.
Setelah melewati masa penyapihan, anak pada tahap ini dituntut
untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua (lingkungan), seperti
hidup bersih, tidak mengompol, tidak buang air (kecil atau besar)
sembarangan. Orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui latihan
kebersihan (toilet training), yaitu usaha sosialisasi nilai-niai sosial
pertama yang sistematis sebagai upaya untuk mengontrol dorongandorongan biologis anak.

3) Tahap Phallik (Phallus = Dzakar)
Tahap ini berlangsung kira-kira usia ini anak mulai memperhatikan
atau senang memainkan alat kelaminnya sendiri. Dengan kata lain, anak
sudah mulai bermasturbasi, mengusap-usap atau memijit-mijit organ
seksualnya sendiri yang menghasilkan kepuasan atau rasa senang.
Pada masa ini terjadi perkembangan berbagai aspek psikologis,
terutama yang terkait dengan iklim kehidupan sosiopsikologis keluarga
atau perlakuan orang tua kepada anak. Pada tahap ini, anak masih
bersikap “selfish” sikap memementingkan diri sendiri, belum berorientasi
keluar, atau memperhatikan orang lain.
4) Tahap Latensi
Tahap latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa
sekolah dasar). Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala
sesuatu yang terkait dengan seks dihambat atau didepres (ditekan).
Dengan kata lain masa ini adalah periode tertahannya dorongan-dorongan
seks dan agresif. Selama masa ini, anak mengembangkan kemampuannya
7

bersublimasi (seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga
dan kegiatan-kegiatan lainnya) dan mulai menaruh perhatian untuk
berteman (bergaul dengan orang lain).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis
(bersikap netral) sehingga dalam bermainpun anak laki-laki akan
berkelompok dengan anak laki-laki lagi, begitupun anak wanita. Bahkan
anak merasa malu apabila anak disuruh duduk sebangku dengan teman
lawan jenisnya (seperti anak laki-laki sebangku dengan wanita dan
sebaliknya).
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan
orang-orang di luar keluarganya. Oleh karena itu proses identifikasi pun
mengalami perluasan atau pengalihan objek. Yang semula objek
identifikasi anak adalah orang tua, sekarang meluas kepada guru, tokohtokoh sejarah atau para bintang (seperti film, musik dan olah raga).
5) Tahap Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini anak
sudah masuk usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ
reproduksi anak. Pada periode ini, instink seksual dan agresif menjadi.
Anak mulai mengembangkan motif untuk mencintai orang lain atau mulai
berkembangnya

motif altruis (keinginan

untuk

memperhatikan

kepentingan orang lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisipasi aktif
dalam berbagai kegiatan dan persiapan untuk memasuki dunia kerja,
pernikahan dan berkeluarga. Masa ini ditandai dengan proses pengalihan
perhatian, dari mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri (yang bersifat
kekanak-kanakan atau selfish) kepada kehidupan sosial orang dewasa dan
berorientasi kepada kenyataan (prinsip realitas) atau sikap altruis.6
6.

Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 50-60

8

C. Biografi Erik Erikson
Ia dilahirkan di Frankurt dari orang tua yang berketurunan Denmark (Danish).
Mengikuti pendidikan dsar di Karl sruhe, Jerman. Ia menjadi guru sekolah Amerika
di Wina, sambil mengikuti kursus psikoanalisa di Institut Psikoanalisa Wina,
khususnya untuk bekerja dengan anak. Kursus ini, ditambah dengan sertifikat
Sekolah Maria Montessori, adalah pendidikan formal yang pernah dialami,
selebihnya ia mencapai puncak ilmunya dari usaha usaha dan belajar sendiri. Ia juga
pernah berhubungan pribadi dengan Freud.
Pada tahun1939 ia mulai dengan karirnya di Amerika, sambil berprakterk ia
juga mengajar. Mulai di Harvard Medical School kemudian berpindah ke Yale
School of Medicine. Disini ia banyak melakukan penyelidikan mengenai
perkembangan Ego dan segi segi sosial pada anak anak terutama pada lingkungan
bermain. Erikson selama beberapa tahun pernah mengajar Psikoanalisa di Institute
Psikoanalisa San Fancisco, Universitas California. Terakhir menjadi guru besar
dalammatakuliah perkembangan manusia di Harvard University. Erikson Menjadi
terkenal dengan teori teorinya yang dianggap tersendiri sekalipun dengan dasar dari
teori freud mengenai perkembangan ego, dalam bukunya pertama childhood and
society (1950). H.W Maier mengatakan bahwa teori teori yang dikemukakan oleh
Erikson merupakan teori baru dalam perkembangan anak.7
D. Teori Perkembangan Menurut Erik Erikson
Salah satu sumbangan tersebsar Erikson dan psikologi perkembangan adalah
psikososial yang berarti bahwa tahap tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai
mati dibentuk oleh pengaruh pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu
organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis (Hall & Lindzey. 1993).
Menurut teori ini kepribadian terbentuk kerika seseorang melewati tahap psikososial
sepanjang hidupnya.
7.

Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 50-60

9

Masing masing tahap memiliki tugas perkembangan yang khas, dan
mengharuskan individu menghadapi dan menyelesaikan krisis . Erikson melihat
bahwa krisis tersebut sudah ada sejak lahir, tetapi pada saat saat tertentu pada siklus
kehidupan krisis menjadi dominan. Baginya krisis bukanlah bencana, tetapi suatu
titik balik peningkatan dan potensi. Pemecahan yang positif dapat membentuk jiwa
yang sehat namun jika pemecahannya negatif akan membentuk penyesuaian diri
yang buruk. Semakin berhasil seseorang menghadapi krisis akan semakin sehat
perkembangannya. (Santrock, 1998) 8
Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling
berurutan sepanjang hidup. Hasil dari tiap tahap bergantung pada hasil tahapan
sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego adalah pentingnya bagi
individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan
kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian dari
masyarakat. Berikut adalah delapan tahapan perkembangan psikososial menurut
Erik Erikson : 9

1) Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)
Kepercayaan dan ketidak percayaan, yaitu tahap psikososial yang
terjadi selama bertahun tahun pertama kehidupan. Dalam tahap ini, bayi
berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan kehangatan, jika ibu
berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan mengembangkan
kemampuan untuk dapat mempercayai dan mengembangkan asa (hope).

8.

Desmita, Psikologi perkembanmgan (Bandung: Rosdakarya, 2005) hal 43

10

9.

Alwisol. Psikologi Kepribadian (edisi revisi) judul asli Theories of Personality (Edisi keenam),
(Malang: UMM Press, 2008), hal. 93.

2) Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun)
Rasa malu dan ragu yaitu tahap kedua perkembangan yang
berlangsung pada akhir masa bayi. Dalam tahap ini, anak akan belajar
bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya. Orang tua seharusnya
menuntun anaknya, mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau
impuls-impulsnya, namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Mereka
melatih kehendak, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa belajar
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan
pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah resolusi yang
diharapkan.

3) Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)
Prakarsa dan rasa bersalah yaitu pada tahap ini berlangsung
selama tahun tahun pra sekolah. Pada periode inilah anak belajar
bagaimana merencanakan dan melaksanakan tindakannya. Resolusi yang
tidak berhasil dari tahapan ini akan membuat sang anak takut mengambil
inisiatif atau membuat keputusan karena takut berbuat salah. Anak
memiliki rasa percaya diri yang rendah dan tidak mau mengembangkan
harapan-harapan ketika ia dewasa. Bila anak berhasil melewati masa ini
dengan baik, maka keterampilan ego yang diperoleh adalah memiliki
tujuan dalam hidupnya.

4) Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-12 tahun)
Kerajinan dan rendah diri yaitutahap perkembang akira kira
berlangsung pada tahun tahun sekolah dasar pada saat ini, anak-anak
belajar untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan dari menyelesaikan
tugas khususnya tugas-tugas akademik. Penyelesaian yang sukses pada
tahapan ini akan menciptakan anak yang dapat memecahkan masalah dan

11

bangga akan prestasi yang diperoleh. Keterampilan ego yang diperoleh
adalah kompetensi. Di sisi lain, anak yang tidak mampu untuk
menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa yang diraih
teman sebaya akan merasa inferior.

5) Tahap V : Identity versus Identity Confusion (12-20 tahun)
Identitas dan kekacauan identitas yaitu perkembangan yang terjadi
selama tahun tahun masa remajaPada tahap ini, terjadi perubahan pada
fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa sehingga tampak
adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak anak dianggap dewasa tetapi di
sisi lain dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa stansarisasi
diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan
kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama
mulai menurun. Adapun peran kelompok atau teman sebaya tinggi.
Apabila anak tidak sukses pada fase ini, maka akan membuat anak
mengalami krisis identitas, begitupun sebaliknya.

6) Tahap VI: Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda, 20-30 tahun)
. keintiman dan isolasi yaitu perkembangan yang terjadi pada awal
awal masa dewasa. Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari
cara

berinteraksi

dengan

orang

lain

secara

lebih

mendalam.

Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan
menciptakan rasa kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini,
maka keterampilan ego yang diperoleh adalah cinta.

7) Tahap VII: Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah, 3065 tahun)
Generativitas dan stagnanisasi yaitu tahap perkembangan yang
dialami pada masa dewasa Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu
kepada dunia sebagai balasan dari apa yang telah dunia berikan untuk
dirinya, juga melakukan sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan

12

generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk memiliki
pandangan generatif akan menciptakan perasaan bahwa hidup ini tidak
berharga dan membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada
masa ini maka ketrampilan ego yang dimiliki adalah perhatian, sedangkan
bila individu tidak sukses melewatinya maka akan merasa bahwa
hidupnya tidak berarti.

8) Tahap VIII: Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir, 65 tahun
ke atas)
Integritas dan keputusasaan yaitu tahap perkembangan yang
dialami pada akhir masa dewasa.Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga
dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat makna, ketentraman dan
integritas. Refleksi ke masa lalu itu terasa menyenangkan dan pencarian
saat ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar
selama bertahun-tahun. Apabila individu sukses melewati faase ini maka
akan timbul perasaan puas akan diri, sedangkan apabila mengalami
kegagalan dalam melewati tahapan ini akan menyebabkan munculnya
rasa putus asa. 10
E. Perbandingan Antara Kedua Teori
No
1.
2.

Freud
Peranan faktor Id sangant penting

Erikson
Peranan fungsi ego lebih ditonjolkan,
yang berhubungan dengan tingkah laku
yang nyata.
Hubungan Segitiga antara anak, ibu dan Hubungan-hubungan yang penting lebih
ayah menjadi landasan penting dalam
luas, karena mengikutsertakan pribadi
perkembangan kepribadian.
pribadi lain yang ada dalam lingkungan
sosial yang langsung pada anak.
perkembangan Membagai tahap perkembangan menjadi

3.

Hanya memuat 5 tahap

4.

manusia pada masa kanak kanak saja
8 dari anak anak sampai dewasa
menekankan bahwa pengalaman di awal Perkembangan Ego bersifat seumur

13

10. Desmita, Psikologi perkembanmgan (Bandung: Rosdakarya, 2005) Hal 43-45

masa kanak-kanak membentuk kepribadian hidup.
5.

secara permanen
Landasan
pemikirannya

yaitu Landasan pemikirannya menggunakan

perkembangan individu dari psikis berupa pengaruh pengaruh yang timbul oleh
libido yang bersifat seksual
6.

Menggunakan
seksual

7.

fase

sebagai

fase

masyarakat serta kebudayaan terhadap
perkembangan kepribadian
kenikmatan Menggunakan fase saling

penentu

tahap (berlawanan)

untuk

kontra

menggambarkan

perkembangannya
setiap tahap dalam perkembangan
Hambatan perkembangan karena faktor Hambatan Perkembangan karena ego
psikis karenakonflik antara id dan superego dengan lingkungan sosial.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya teori dari Sigmund Freud dan Erikson tidaklah jauh berbeda.
Mereka membuat tahapan perkembangan sama sama sejak lahir hingga tahap
selanjutnya. Bila Sigmund freud hanya 5 tahapan sedangkan Erikson membagi
menjadi 8. Sebenarnya di sini Erikson melengkapi apa yang sudah di temukan
oleh Freud karena Erikson juga pernah belajar dengan Freud.
Selain itu teori ini juga saling melengkapi jika Freud berpendapat bahwa fase
psikologis manusia merupakan murni karena dorongan dari dalam individu
tersebut baik sadar maudpun tidak sadar. Kemudian Erikson melengkapi teori
tersebut dengan menambahkan selain faktor dalam individu tersebut juga ada
faktor eksternal berupa faktor lingkungan sosial.
Sebenarnya dengan adanya teori ini dapat menjadi acuan untuk para praktisi
pendidikan ataupun para orang tua agar di gunakan ketika berhadapan dengan
anak agar tidak salah mendidik. Karena sekali salah dalam mendidik sulit untuk
merubahnya lagi

.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol, 2008. Psikologi Kepribadian (edisi revisi) judul asli Theories of Personality
(Edisi keenam), Malang: UMM Press
D Gunarso, Singgih, 1987. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung
Mulia
15

Desmita, 2005. Psikologi perkembanmgan. Bandung: Rosdakarya
Saraswati, Ekarini, Analisis Psikoanalisis Terhadap Karya Sastra Indonesia Mulai
Angkatan Sebelum Perang Hingga Mutakhir), Jurnal ARTIKULASI, Vol. 12 No. 2
Tahun 2011.
Suryabrata, Sumardi, 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Press

16